Friday, July 22, 2011

Wisata Karst Minim Fasilitas

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO Pemanjat tebing memasuki goa vertikal Luweng Cokro yang memiliki kedalaman sekitar 35 meter dari permukaan tanah di Dusun Blimbing, Desa Umbulrejo, Ponjong, Gunung Kidul, DI Yogyakarta, Selasa (21/6).

GUNUNG KIDUl, KOMPAS.com - Wisata karst atau bebatuan kapur di Pegunungan Sewu Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta minim fasilitas pendukung sehingga belum banyak wisatawan yang berkunjung.

Akses jalan masuk ke gua juga masih sulit sehingga pemandu harus memiliki kelengkapan fasilitas.

-- Suryoaji

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Gunung Kidul, Suryoaji di Wonosari, Kamis (21/7/2011), mengatakan fasilitas penunjang wisata minat khusus susur gua di kawasan pegunungan karst ini, misalnya lampu senter, tali, helm belum memadai sehingga membuat wisatawan belum banyak yang tertarik. "Peralatan penunjang wisata susur gua di kawasan karst ini penting untuk menjaga keselamatan wisatawan," katanya.

Menurut Suryoaji, wisata karst merupakan wisata alternatif yang membutuhkan keterampilan khusus sehingga pemandu maupun wisatawan harus dilengkapi peralatan. "Akses jalan masuk ke gua juga masih sulit sehingga pemandu harus memiliki kelengkapan fasilitas," katanya.

Minimnya fasilitas penunjang disebabkan anggaran daerah yang tidak mencukupi. "Selama ini kami mengandalkan dana PNPM dari pusat untuk membantu pemenuhan fasilitas karena keuangan daerah tidak mencukupi," kata Auryoaji.

Sementara itu, Deputi Survey Dasar dan Sumber Daya Alam Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), Priyadi Kardono, mengatakan wisata karst di Indonesia kalah populer dengan luar negeri karena keterbatasan fasilitas. "Fasilitas penunjang seperti penunjuk jalan, lampu senter dan helm belum memadai sehingga membuat wisatawan takut berkunjung," katanya.

Priyadi mengatakan selain fasilitas yang minim, wisata karst juga belum banyak dikenal karena minim promosi. "Semestinya pemerintah daerah mampu menangkap potensi wisata karst dengan cara  mempromosikan wisata tersebut dengan gencar," katanya.

Peneliti Kelompok Studi Karst Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM), Eko Haryono, mengatakan, Indonesia tertinggal jauh dengan negara-negara maju yang mampu mengembangkan wisata karst. "Negara-negara maju memiliki komitmen untuk melengkapi fasilitas untuk kepentingan wisata karst sehingga lebih maju," katanya.

Afrika dan China, lanjut Eko, menjadi negara yang mampu menangkap potensi wisata karst dengan menjual paket wisata. "Negara-negara itu melihat karst tidak hanya sebuah peninggalan sejarah, namun memiliki keunikan dari sisi fotografi maupun arkeologi," katanya.

Eko melanjutkan, China selama ini mampu menjaring wisatawan dalam jumlah yang besar, yakni satu juta wisatawan di setiap provinsi. "Wisata karst di negara-negara maju cukup populer untuk masyarakat negara tersebut," katanya.

Wisatawan tertarik berkunjung ke China karena memperoleh jaminan keselamatan dengan fasilitas pendukung yang memadai. "Wisatawan tidak perlu khawatir ketika masuk gua karena mereka didampingi pemandu dengan peralatan yang memadai sehingga mereka aman," ujar Eko.

22 Jul, 2011


--
Source: http://travel.kompas.com/read/xml/2011/07/22/10180996/Wisata.Karst.Minim.Fasilitas
~
Manage subscription | Powered by rssforward.com

Blog Archive