Wednesday, April 28, 2010

Pengetahuan Primipara Terhadap Perkembangan Bayi 0-1 Tahun

KTI KEBIDANAN
PENGETAHUAN PRIMIPARA TERHADAP PERKEMBANGAN BAYI 0-1 TAHUN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Memiliki anak sehat dan cerdas adalah dambaan setiap orang tua. Untuk mewujudkan tentu saja orang tua harus selalu memperhatikan, mengawasi dan merawat anak secara seksama, khususnya memperhatikan pertumbuhan dan perkembangannya (Sulistijani dan Helianty, 2004).
Angka kematian perinatal pada tahun 1984 diperkirakan 45/1000 kelahiran. Penyebab utama kematian perinatal adalah asfiksia, komplikasi BBLR, tetanus neonatum dan trauma kelahiran. Sebagian besar dari kematian tersebut sebenarnya dapat dicegah, bila kesehatan ibu selama hamil terjaga dengan baik dan pertolongan persalinan yang diberikan bersih dan aman (Depkes Republik Indonesia, 2002).
Anak yang lahir di negara maju dan negara berkembang mempunyai masa depan yang sangat berbeda. Dari data UNICEF 1980, yang dikutip dari Morley menunjukkan perbedaaan tersebut :
Negara Maju Negara Berkembangan
1. Kemungkinan meninggal sebelum umur 1 tahun
2. Umur harapan hidup
3. Kesempatan diperiksa tenaga kesehatan
4. Kemungkinan lama sekolah
(Soetjiningsih, 2002) 1:100
70 tahun
semua
11 tahun 1:5
50 tahun
1:10
2 tahun
Seperti kita ketahui bahwa masa bayi dan balita sangat rentan terhadap penyakit seperti, flu, diare, bronkhitis atau penyakit infeksi lainnya. Jika anak sering menderita sakit dapat menghambat atau menggangu proses tumbuh kembangnya. Proses tumbuh kembang bayi dan balita merupakan proses yang penting untuk diketahui dan dipahami karena proses tersebut menentukan masa depan anak baik fisik, jiwa maupun prilakunya (Sulistijani dan Helianty, 2004).
AKB dan AKBAL di Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya sekitar 1,2 – 1,3 kali lipat. AKB di Indonesia tahun 1997 sebesar 52 dan AKBAL sekitar 19 per 1000 KH. Hal tersebut berarti dari sekitar 4 juta bayi lahir pertahun 300.000 meninggal sebelum ulang tahunnya ke 5 atau sekitar 800 balita meninggal per hari atau satu balita Indonesia meninggal setiap 2 menit. AKB terendah adalah 29 per 1000 KH (DKI Jakarta) dan tertinggi 98 per 1000 KH (Nusa Tenggara Barat). Menurut profil kesehatan 1996, selain propinsi NTB ada propinsi lain yang mempunyai AKB diatas angka nasional , yaitu : Lampung, Sumatra Selatan, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Irian Jaya, Kalimantan Selatan. (SDKI, 1997).
Beberapa teori perkembangan yang dianut oleh Erik Erikson, Sigmund Freud, Jean Piaget dan Robert Sears, mereka menyoroti perkembangan dari berbagai aspek yang berbeda, namun semua sepakat bahwa proses perkembangan terjadi selangkah-demi selangkah secara urut dan teratur. Erikson mengungkapkan bahwa perkembangan emosional berjalan sejajar dengan pertumbuhan fisis, dan ada interaksi antara perkembangan fisis dan psikologis. Sedangkan Sigmund Freud terkenal sebagai penggali teori alam bawah sadar dan pakar psikoanalisis menerangkan bahwa berbagai problem yang dihadapi penderita dewasa ternyata disebabkan oleh gangguan atau hambatan yang dialami selama perkembangan psikososialnya. Jean Piaget adalah pakar paling terkemuka dalam bidang teori perkembangan kognitif. Adapun inti pengertian teori Piaget menurut Mönks adalah bahwa perkembangan dipandang sebagai kelanjutan generasa – embrio. Sears mengembangkan teori belajar yang dikaitkan dengan perilaku anak dalam perkembangan. Ia juga sangat menekankan pengaruh orang tua terhadap perkembangan anaknya, ia berpendapat bahwa pola asuh sangat menentukan perkembangan kepribadian anak (Markum, 2002).
Dalam penelitian ini di batasi oleh pengertian perkembangan dan tahap-tahap perkembangan bayi 0-1 tahun .
Di kelurahan Tanjung Raya terdapat 7 dari 12 primipara yang memiliki bayi 0-1 tahun. Lebih memfokuskan pada perkembangan motorik kasar saja dan mereka beranggapan bahwa bila anaknya dapat berjalan sebelum waktunya maka nantinya anak itu akan pintar. Selain itu juga ada anggapan bahwa anak yang retardasi mental ditandai dengan luka muka yang khas.

1.2 Identifikasi Masalah
1.2.1 Pengetahuan primipara di Kelurahan Tanjung Raya tentang pengertian perkembangan bayi masih rendah.
1.2.2 Pengetahuan primipara di Kelurahan Tanjung Raya tentang tahap perilaku sosial bayi masih rendah.
1.2.3 Pengetahuan primipara di Kelurahan Tanjung Raya tentang tahap perkembangan kecerdasan emosional bayi masih rendah.
1.2.4 Pengetahuan primipara di Kelurahan Tanjung Raya tentang perkembangan kemampuan bahasa bayi masih rendah.
1.2.5 Pengetahuan primipara di Kelurahan Tanjung Raya tentang perkembangan kemampuan motorik bayi masih rendah.

1.3 Perumusan Masalah
Dari hasil pra survey tentang pengetahuan primipara terhadap perkembangan bayi 0-1 tahun di Kelurahan Tanjung Raya masih rendah.

1.4 Pertanyaan Penelitian
1.4.1 Bagaimana pengetahuan primipara terhadap pengertian perkembangan bayi 0-1 tahun di Kelurahan Tanjung Raya Kecamatan Tanjung Karang Timur bulan April-Mei tahun 2006.
1.4.2 Bagaimana pengetahuan primipara terhadap tahap-tahap perkembangan perilaku sosial bayi 0-1 tahun di Kelurahan Tanjung Raya Kecamatan Tanjung Karang Timur Bulan April-Mei tahun 2006.
1.4.3 Bagaimana pengetahuan primipara terhadap tahap-tahap perkembangan kecerdasan emosional bayi 0-1 tahun di Kelurahan Tanjung Karang Timur bulan April-Mei tahun 2006.
1.4.4 Bagaimana pengetahuan primipara terhadap tahap-tahap perkembangan kemampuan bahasa bayi 0-1 tahun di Kelurahan Tanjung Raya Kecamatan Tanjung Karang Timur bulan April-Mei tahun 2006.
1.4.5 Bagaimana pengetahuan primipara terhadap tahap-tahap perkembangan kemampuan motorik bayi 0-1 tahun di Kelurahan Tanjung Raya Kecamatan Tanjung Karang Timur bulan April-Mei tahun 2006.

1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang ada, maka penulis menetapkan tujuan umum dan tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1.5.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang pengetahuan Primipara terhadap perkembangan bayi 0-1 tahun di Kelurahan Tanjung Karang Raya Kecamatan Tanjung Karang Timur bulan April-Mei 2006

1.5.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui tentang pengetahuan Primipara terhadap pengertian perkembangan bayi 0-1 tahun
b. Untuk mengetahui tentang pengetahuan primipara terhadap tahap-tahap perkembangan perilaku sosial bayi 0-1 tahun
c. Untuk mengetahui tentang pengetahuan primipara terhadap tahap-tahap perkembangan kecerdasan emosional bayi 0-1 tahun
d. Untuk mengetahui tentang pengetahuan primipara terhadap tahap-tahap perkembangan kemampuan bahasa bayi 0-1 tahun
e. Untuk mengetahui tentang pengetahuan primipara terhadap tahap-tahap perkembangan kemampuan motorik bayi 0-1 tahun

1.6 Manfaat penelitian
1.6.1 Untuk tempat Penelitian
Sebagai bahan masukan bagi institusi terkait khususnya Puskesmas dalam meningkatkan penyuluhan tentang perkembangan bayi 0-1 tahun
1.6.2 Untuk Institusi
Dapat menambah wawasan bagi mahasiswa dan sebagai bahan bacaan perpustakaan
1.6.3 Untuk Peneliti
Dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam penulisan karya ilmiah serta menambah pengalaman dalam bidang penelitian khususnya mengenai perkembangan bayi 0-1 tahun
1.6.4 Untuk masyarakat khususnya ibu yang memiliki bayi
Dapat menambah pengetahuan masyarakat khususnya ibu-ibu yang memiliki bayi mengenai pentingnya proses perkembangan bayi dalam aspek fisik, mental dan sosial, pelayanan yang tepat dan terpadu yang tersedia bagi anak, misalnya posyandu.

1.7 Ruang Lingkup Penelitian
1.7.1 Jenis Penelitian : Deskriptif
1.7.2 Objek Penelitian : Pengetahuan primipara terhadap perkembangan
bayi 0-1 tahun
1.7.3 Subjek Penelitian : Ibu-ibu yang memiliki bayi 0-1 tahun di
Kelurahan Tanjung Raya
1.7.4 Lokasi Penelitian : Kelurahan Tanjung Raya Kecamatan Tanjung
Karang Timur.
1.7.5 Waktu Penelitian : April-Mei 2006
1.7.6 Alasan : Ibu-ibu kurang memahami perkembangan bayi
karena hanya memfokuskan pada kemampuan
motorik saja.

silahkan download dalam bentuk dokumen word KTI KEBIDANAN
PENGETAHUAN PRIMIPARA TERHADAP PERKEMBANGAN BAYI 0-1 TAHUN
(isi: Pendahuluan; Tinjauan Pustaka; Metodelogi Penelitian;
Hasil Penelitan dan Pembahasan; Kesimpulan dan Saran)

M55 Sepeda Listrik Keren dari Ferrari

Yah sudah, kalau masih belum mampu beli mobil Ferarri, mungkin beli sepedanya aja dulu, keren kok!! Ferrari M55 adalah sepeda listrik yang diklaim sebagai yang terkeren nantinya setelah diluncurkan nantinya.



http://farm5.static.flickr.com/4037/4359066716_b0823407ec.jpg

Rangkanya menggunakan bahan yang (katanya lagi) merupakan rangka alumunium yang terkuat yang pernah ada di sebuah sepeda dan tanpa sambungan. M55 akan dikeluarkan dalam 2 tipe berdasarkan besar mesin listrik yang digunakan yaitu 250 watt dan 1.300 watt untuk tipe sport.





Untuk remnya menggunakan Brembo Disc Brackes yang bisa menjamin sepeda akan berhenti seketika walaupun sedang berjalan pada kecepatan 70 km/ jam. Sepeda Ferrari M55 ini akan dibuat tanpa menggunakan mesin/ fabrikasi melainkan dengan tangan (handmade) dan akan diproduksi sebanyak 250 unit saja.

"Mint" Si Robot Vacuum Cleaner

Mint adalah robot pembersih yang bentuk dan fungsinya mirip robot vacuum cleaner tetapi sebagai pengganti sapu dan sedot debu, Mint membersihkan lantai dengan cara mengelap dan mengepel sekaligus.

http://www.robaid.com/wp-content/gallery/cleaning/mint-robot-cleans-floors.jpg

http://www.robaid.com/wp-content/gallery/cleaning/mint-robot-cleans-floors2.jpg

Terdapat 2 tahapan di Mint ini yaitu pertama untuk mengelap debu, kita menggunakan kain pembersih jenis kering (dry cleaning cloths) yang dipasangkan pada bagian bawah. Sedangkan untuk mengepel, Mint menggunakan kain pembersih yang basah (Wet Cloth). Sebagai robot pembersih, Mint dilengkapi dengan teknologi Northstar Navigation yang akan menjamin bahwa lantai di ruangan akan seluruhnya bersih tanpa melewati satu spotpun.

http://images.fastcompany.com/upload/mint1.jpeg

http://www.blogcdn.com/www.engadget.com/media/2010/01/mint-bot-05top.jpg

Mint menggunakan baterai isi ulang yang bisa digunakan selama 3 jam untuk mengelap lantai sedangkan bila dengan kain basah, Mint bisa digunakan selama 2 jam. Mint sebentar lagi akan mulai dijual di Amerika sana dengan harga US$ 249 (sekitar Rp. 2,4 jutaan).

Gambaran Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Perawatan Bayi Prematur Di RSU

KTI KEBIDANAN
GAMBARAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG PERAWATAN
BAYI PREMATUR DI RSU

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bayi prematur adalah bayi yang lahir dengan usia gestasi kurang dari dan sama dengan 37 minggu dengan berat badan lahir rendah yaitu kurang dari 2500 gram (Surasmi, 2003). Di negara maju seperti Amerika Serikat, kelahiran bayi prematur terus meningkat per tahunnya, di Indonesia kelahiran bayi prematur justru diikuti kematian si bayi, kelahiran bayi prematur tidak bisa diabaikan begitu saja.
Sejak tahun 1961 WHO (World Health Organization) telah mengganti istilah prematur dengan bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) atau Low Birth Weight Baby. Hal ini dilakukan karena tidak semua bayi dengan berat kurang dari 2500 gram pada lahir waktu lahir disebut bayi prematur. Seorang bayi prematur belum berfungsi seperti bayi matur, oleh sebab itu bayi akan banyak mengalami kesulitan untuk hidup diluar uterus ibunya (Prawirohardjo, 2004)
Setiap tahun diperkirakan bayi lahir sekitar 350.000 bayi prematur atau berat badan lahir rendah di Indonesia. Tingginya kelahiran bayi prematur tersebut karena saat ini 30 juta perempuan usia subur yang kondisinya kurang energi kronik dan sekitar 80% ibu hamil menjalani anemia difisiensi gizi. Tingginya yang kurang gizi mengakibatkan pertumbuhan janin terganggu sehingga beresiko lahir dengan berat badan di bawah 2500 gram (Manuaba, 2003).
Bayi yang lahir dengan berat badan yang rendah rentan mengalami berbagai komplikasi, baik sesaat setelah dilahirkan dan dikemudian hari, jika tidak langsung mendapat perawatan yang tepat, inilah yang banyak dikhawatirkan para ibu, terutama yang tengah menanti kelahiran si bayi, tidak ada cara pasti untuk benar-benar mencegah kelahiran bayi prematur.
Bayi prematur membutuhkan dukungan nutrisi yang khusus oleh karena derajat imaturitas biokomianya yang tinggi, laju pertumbuhannya yang cepat dan dapat terjadi insiden komplikasi medik yang lebih besar. Bayi yang lahir prematur juga harus diberi vaksinasi agar terhindar dari penyakit menular mematikan. Pemberian imunisasi ini harus dikonsultasikan lebih dulu dengan dokter, demikian juga dengan pemberian makan semi padat (Muchtar, 2004).
Untuk bayi yang lahir secara prematur dengan berat badan diatas 2000 gram, anak sudah bisa mendapatkan ASI dari si Ibu, tetapi juga ada bayi yang belum bisa menyerap ASI, saluran cerna yang belum matang juga akan menimbulkan dampak pada bayi prematur. Bayi prematur diharuskan dibuat di inkubator, karena bayi tersebut seharusnya masih berada di dalam kandungan dengan segala kenyamanannya berjuang beradaptasi dengan dunia luar. Inkubator untuk menjaga suhu bayi supaya tetap stabil, akibat sistem pengaturan suhu dalam tubuh bayi prematur belum sempurna, maka seharusnya bisa naik dan turun secara drastis. Ini tentu bisa membahayakan kondisi kesehatannya. Selain itu otot-ototnya pun relatif lebih lemah, sementara cadangan lahir cukup bulan (Muchtar, 2004).
Masalah yang harus dihadapi oleh semua bayi neonatal terhadap lebih banyak pada bayi prematur misalnya, mereka membutuhkan oksigen tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan bayi yang cukup umur, karena pusat pernafasan belum sempurna. Bayi prematur memerlukan pemberian makanan yang khusus dengan alat penetes obat atau pipa karena refleks menelan dan menghisap yang lemah. Kehangatan bayi prematur harus diperhatikan diperlukan peralatan khusus untuk memperoleh suhu yang hampir sama dengan suhu dalam rahim (Hurlock, 2002).
Selama bayi berada di rumah sakit dan di bawah perawatan dokter, Bidan dan Perawat, orang tua tidak terlampau khawatir tentang ketidak berdayaannya, akan tetapi bila bayi sudah dibawa pulang dan orang tua bertanggung jawab atas perawatannya, maka ketidakberdayaan bayi menjadi bahaya psikologi yang hebat.
Berdasarkan hasil survey lapangan yang dilakukan peneliti di RSU. F.L. Tobing Kota Sibolga Tahun 2008/2009 jumlah bayi prematur 55 orang dan bayi prematur yang tinggal bersama keluarga sebannyak 48 orang di RSU. F.L. Tobing Kota Sibolga Tahun 2008/2009.
Dari survey awal di dapat dari rekam medik RSU. F.L. Tobing Kota Sibolga Tahun 2008 terdapat 36 kasus bayi prematur dan sudah 10 orang diantaranya meninggal dunia.
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Gambaran Pengetahuan Tentang Perawatan Bayi Prematur di RSU. F.L. Tobing Kota Sibolga Tahun 2009”.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah Gambaran Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Perawatan Bayi Prematur di RSU. dr. F.L. Tobing Sibolga Tahun 2009?”.

C. Tujuan Penelitian
C.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu nifas tentang perawatan bayi prematur di RSU. Dr. F. L. Tobing Kota Sibolga.
C.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengetahuan ibu nifas tentang perawatan bayi prematur berdasarkan umur.
2. Untuk mengetahui pengetahuan ibu nifas tentang perawatan bayi prematur berdasarkan pendidikan.
3. Untuk mengetahui pengetahuan ibu nifas tentang perawatan bayi prematur berdasarkan pelatihan.
4. Untuk mengetahui pengetahuan ibu nifas tentang perawatan bayi prematur berdasarkan sumber informasi.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pendidikan
Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa/i tentang perawatan bayi prematur dan sebagai bacaan di perpustakaan Jurusan Keperawatan di Akademi Keperawatan Nauli Husada Sibolga
2. Bagi Masyarakat
Untuk menambah pengetahuan masyarakat khususnya ibu tentang perawatan bayi prematur.
3. Bagi Peneliti
Untuk menambah pengetahuan peneliti tentang perawatan bayi prematur dan juga sebagai pengalaman penulis dalam mengaplikasi-kan riset keperawatan.
4. Bagi Praktek Keperawatan Komunitas
Sebagai bahan informasi yang bermanfaat tentang pentingnya perawatan bayi prematur.

silahkan download dalam bentuk dokumen word KTI KEBIDANAN
GAMBARAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG PERAWATAN
BAYI PREMATUR DI RSU
(Proposal Penelitian)


Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Ttg Asi Terhadap Pemberian Pasi Pada Bayi 0-6 Bulan Di Puskesmas

KTI KEBIDANAN
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG ASI TERHADAP PEMBERIAN PASI PADA BAYI 0-6 BULAN DI PUSKESMAS

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian
Negara Republik Indonesia adalah negara yang memiliki tujuan nasional dan cita-cita luhur yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Salah satunya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk mewujudkan tujuan tersebut perlu dipersiapkan secara dini sumber daya manusia yang tangguh dan berkualitas (Muchtadi, 2002).
Pemberian ASI dari awal kelahiran sampai 4-6 bulan akan menjadikan sendi-sendi kehidupan yang terbaik baginya kelak. ASI juga menjamin bayi tetap sehat dan memulai kehidupannya dalam cara yang paling sehat. Karena ASI adalah makanan terbaik diawal kehidupan bayi (Soetjiningsih, 1997).
Para ahli menemukan bahwa manfaat ASI akan sangat meningkat bila gizi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan pertama kehidupannya. Peningkatan ini sesuai dengan lamanya pemberian ASI eksklusif serta lamanya pemberian ASI bersama-sama dengan makanan padat setelah bayi berumur 6 bulan. Melalui ASI eksklusif akan lahir generasi baru yang sehat secara mental emosional dan sosial (Soetjiningsih, 1997).
Namun, menurut para ahli saat ini banyak ibu-ibu baru yang memberikan bayi mareka PASI, tetapi mereka menghentikannya lebih awal. Hal tersebut terjadi karena banyak sekali hubungan pengetahuan ibu dengan pemberian PASI.
Seiring dengan perkembangan zaman, terjadi pula peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat. Ironinya, pengetahuan lama yang mendasar seperti pemberian ASI justru kadang terlupakan. Padahal kehilangan pengetahuan dalam pemberian ASI merupakan kehilangan yang besar, karena pemberian ASI adalah suatu pengetahuan yang berjuta-juta tahun mempunyai peran penting dalam mempertahankan kehidupan manusia. Pengaruh kemajuan tehnologi dan perubahan sosial budaya juga mengakibatkan ibu-ibu diperkotaan umumnya bekerja diluar rumah dan makin meningkat. Ibu-ibu golongan ini menganggap lebih praktis membeli dan memberikan susu botol daripada menyusui, semakin meningkatnya jumlah angkatan kerja wanita diberbagai sektor, sehingga semakin banyak ibu harus meninggalkan bayinya sebelum berusia 4 bulan, setelah habis cuti bersalin. Hal ini menjadi kendala tersendiri bagi kelangsungan pemberian ASI eksklusif dan adanya mitos-mitos yang menyesatkan juga sering menghambat dalam pemberian ASI (Ebrahim, 1986).
Tingkat pengetahuan ibu yang kurang tentang pemberian PASI mengakibatkan kita lebih sering melihat bayi diberi susu botol dari pada disusui ibunya, bahkan kita juga sering melihat bayi yang baru berusia 1 bulan sudah diberi pisang atau nasi lembut sebagai tambahan ASI. Pemberian susu formula, makanan padat / tambahan yang terlalu dini dapat mengganggu. Pemberian ASI eksklusif serta meningkatkan angka kesakitan pada bayi. Selain itu tidak ditemukan bukti yang menyokong bahwa pemberian susu formula, makanan padat / tambahan pada usia 4 atau 5 bulan lebih menguntungkan. Bahkan sebaliknya, hal ini akan mempunyai dampak yang negatif terhadap kesehatan bayi dan tidak ada dampak positif untuk perkembangan pertumbuhannya (I Gde Manuaba, 1998).
Program peningkatan penggunaan ASI (PP-ASI) khususnya ASI eksklusif merupakan program prioritas, karena dampaknya luas terhadap status gizi dan kesehatan balita. Program prioritas ini berkaitan dengan kesepakatan global antara lain, deklarasi Incocenty (Italia) pada tahun 1990 tentang perlindungan, promosi dan dukungan terhadap penggunaan ASI, disepakati pula untuk pencapaian pemberian ASI eksklusif sebesar 80% pada tahun 2000 (Anwar, Harian Pelita, www.Depkes.co.id)
Pemberian ASI saja (ASI eksklusif) dianjurkan sampai bayi berumur 6 bulan kenyataannya di Indonesia hampir semua bayi mendapatkan ASI, namun hanya sekitar 52% ibu memberikan ASI eksklusif. Cakupan pemberian ASI eksklusif di Propinsi Lampung adalah 34,53% dari 57,208 (Laporan Tahunan Promkes tahun 2005). Cakupan pemberian ASI eksklusif di ............ ....... adalah 13,49% dari 2,950 (Laporan tahunan Dinkes ............ ....... 2004-2005. Di Puskesmas Pembantu Batanghari hanya 20% dari 100 bayi yang diberikan PASI (Laporan Puskesmas Pembantu 2006).
Berdasarkan hasil pra survey yang telah dilakukan oleh penulis di Wilayah Puskesmas Pembantu Batanghari ............ ....... 2006, didapatkan dari 100 bayi terdapat 20 bayi (20 %) yang tidak diberikan ASI eksklusif. Dilihat dari tingkat pendidikan ibu di wilayah Puskesmas Pembantu Batanghari rata-rata pendidikan ibu SMP, sehingga ibu memberikan bermacam-macam makanan seperti susu formula, air teh, nasi lembut, pisang.
Melihat hal tersebut diatas, penulis tertarik untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu dengan pemberian makanan atau minuman pendamping ASI pada ibu menyusui di Wilayah Puskesmas Pembantu Batanghari ............ ........

1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, di Indonesia terdapat 52% ibu menyusui yang memberikan ASI eksklusif di Lampung; 34,53% ibu-ibu menyusui yang memberikan ASI eksklusif di ............ ....... 13,49%; ibu-ibu menyusui yang memberikan ASI eksklusif. Desa Batanghari terdapat 20% ibu-ibu menyusui yang memberikan PASI pada usia 0-6 bulan. Dari hasil pra survey, ternyata masih banyak bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif di Wilayah Puskesmas Pembantu Batanghari ............ ........

1.3 Rumusan Masalah
Masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan pemberian PASI pada bayi 0-6 bulan di Wilayah Puskesmas Pembantu Batanghari ............ ........

1.4 Pertanyaan Penelitian
Bagaimana hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan pemberian PASI pada bayi 0-6 bulan di Wilayah Puskesmas Batanghari ............ ........

1.5 Tujuan Penelitian
1.5.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan pengetahuan ibu tentang ASI terhadap pemberian PASI pada bayi 0-6 bulan di Wilayah Puskesmas Pembantu Batanghari ............ ........
1.5.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui karateristik responden yang memberikan PASI pada bayi 0 – 6 bulan (Umur, Paritas, Pendidikan, Pekerjaan, Wilayah Puskesmas Pembantu Batanghari ............ ....... 2006.
2. Mengetahui hubungan pengetahuan ibu terhadap pemberian PASI pada bayi 0-6 bulan di Wilayah Puskesmas Pembantu Batanghari ............ ....... 2006.

1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Bagi Institusi Akademi Kebidanan Wirabuana.
Sebagai salah satu bahan pustaka bagai peneliti selanjutnya.
1.6.2 Bagi Puskesmas Pembantu Batanghari
Diharapkan akan memberi manfaat sebagai bahan masukan atau tambahan dalam memberikan pengetahuan pada ibu menyusui.
1.6.3 Bagi Ibu
Khususnya ibu menyusui diharapkan dapat menambah dan meningkatkan pengetahuan ibu tentang cara pemberian PASI
1.6.4 Bagi Penulis
Dapat menambah wawasan keilmuan dan pengalaman dalam memberikan Asuhan Kebidanan kepada ibu.
1.7 Ruang Lingkup Penelitian
1.7.1 Jenis penelitian : Deskriptif
1.7.2 Objek penelitian :
a. Variabel Terikat : PASI
b. Variabel Bebas : 1. Karakteristik Responden
2. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang ASI
terhadap Pemberian PASI
1.7.3 Subjek Penelitian : Ibu menyusui yang mempunyai bayi 0-6 bulan
1.7.4 Lokasi Penelitian : Di Wilayah Puskesmas Pembantu Batanghari ............ ........
1.7.5 Waktu Penelitian : Januari s/d Mei 2006

silahkan download dalam bentuk dokumen word KTI KEBIDANAN
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG ASI TERHADAP PEMBERIAN PASI PADA BAYI 0-6 BULAN DI PUSKESMAS
(isi: Pendahuluan; Tinjauan Pustaka; Metodelogi Penelitian;
Hasil Penelitan dan Pembahasan; Kesimpulan dan Saran)

Karakteristik Ibu Yang Memeriksakan Pap Smear Di Rumah Sakit

KTI KEBIDANAN
KARAKTERISTIK IBU YANG MEMERIKSAKAN PAP SMEAR DI RUMAH SAKIT

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Diantara tumor ganas genokologi, kanker serviks uteri merupakan penyakit keganasan yang menimbulkan masalah dengan kesehatan terutama di negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia. Sementara di dunia penderita kanker serviks uteri masih merupakan urutan terbanyak kedua setelah kanker payudara (Mardiana, 2004).
Departemen Kesehatan RI memperkirakan lebih banyak wanita terkena kanker serviks uteri dengan angka kejadian berkisar 100/1000 penduduk/tahun. Masalah kanker di Indonesia sangat khas, yakni kasusnya banyak dan ditemukan di stadium lanjut (Muchlis dkk, 2000).
Di RS. Dr. Cipto Mangunkusumo dari 1.717 kasus kanker genekologik (1989-1992) 76,2 % diantaranya adalah kanker serviks, dikarenakan tidak memeriksakan pap smear. Penyakit kanker dapat menyerang semua lapisan masyarakat tanpa mengenal status sosial, umur, jenis kelamin. Dari status sosial penyakit kanker serviks uteri dapat menyerang orang kaya, miskin, berpendidikan tinggi, maupun orang dewasa tidak luput dari serangan kanker. Namun berdasarkan data yang ada diperkirakan 60% penderita kanker di Indonesia adalah wanita (Mardiana, 2004).
Dari hasil penelitian mutakhir, karsinoma uteri belum jelas diketahui namun ada beberapa faktor yang menonjol seperti: (a) Umur pertama kali melakukan hubungan seksual usia dibawah 20 tahun, (b) Jumlah kehamilan dan partus, (c) Jumlah perkawinan/ berganti-ganti pasangan, (c) Infeksi virus herpes simplek (HSV-2), virus papiloma dan virus kandiloma diduga sebagai penyebab, (d) Sosial Ekonomi dan (e) Hygiene dan Sirkumsisi.
Dalam usaha menyelamatkan wanita agar tidak menjadi korban serviks uteri. Usaha pencegahan diagnosa dini perlu dilakukan karena penanggulangan pada kasus yang sudah invasif atau tidak memuaskan (Harahap, 1984).
Untuk menghindari kanker serviks sebaiknya perlu diperlukan pemeriksaan yang dimaksud pap smear. Pap smear merupakan metode pemeriksaan sel cairan rahim dengan menggunakan mikroskop.
Pada saat pemeriksaan yang bersangkutan tidak merasakan sakit panas, dan prosesnya cukup cepat dan sangat dianjurkan bagi setiap wanita yang memiliki faktor resiko (pemicu) terkena kanker serviks uteri lebih banyak melakukan pemeriksaan dini.
Diagnosa kanker serviks uteri masih sering terlambat dan penangannya pun ternyata tidak memberikan hasil yang baik, keterlambatan diagnosis terjadi karena penderita sering terlambat ke dokter. Mengusahakan sendiri mengatasinya dengan minum jamu, atau pergi ke dukun, hal tersebut karena sebenarnya disebabkan kurangnya pengertian bahaya kanker, karena pendidikan yang kurang atau kurangnya penerapan kanker pada umumnya, penderita kanker serviks uteri tidak dapat pergi ke dokter karena persoalan tersebut, disebabkan pendapat umum bahwa kanker tidak dapat diobati dan selalu dihubungkan dengan kematian (Harahap, 1984).
Pada umumnya insiden kanker sangat rendah dibawah umur 20 tahun, sedangkan karsinoma insiden mulai naik pada umum awal puncak pada umur 30-34 tahun, dan displasia mencapai puncaknya naik kembali pada usia lebih tua (Muchlis dkk, 2000).
Sedangkan angka harapan hidup 5 tahun (5 year survival rate) makin rendah dengan makin tingginya stadium. Data pap smear di laboratorium sitologi RSAM Bandar Lampung pada tahun 2002 sampai dengan tahun 2007. Menunjukkan angka penurunan yang tercatat pada tahun 2002 sebanyak 348 orang, tahun 2007 sebanyak 293 orang, tahun 2004 sebanyak 446 orang, tahun 2005 sebanyak 384 orang, tahun 2006 sebanyak 293 orang dan tahun 2007 sebanyak 240 orang. Yang melakukan pap smear, sehingga didapatkan hasil adanya penurunan di tahun 2007.
Dari laporan laboratorium sitologi RSAM Bandar Lampung pada tahun 2007 didapatkan 10% positif karsinoma uteri dan 72% peradangan, 12 % kandidas, 6% normal (data lab sitologi RSAM).
Dengan demikian penulis ingin mengetahui karakteristik ibu yang melakukan pemeriksaan pap smear berdasarkan umur ibu, tingkat pendidikan, status perkawinan, lama perkawinan, paritas, dan alat kontrasepsi yang digunakan ibu pada waktu melakukan pemeriksaan pap smear.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah penulis membuat rumusan masalah penelitian sebagai berikut: Karakteristik ibu yang memeriksakan pap smear di Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung pada tahun 2007.

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dari latar belakang masalah dan permasalahan yang demikian maka penulis membatasi ruang lingkup pembahasannya pada :
1. Jenis penelitian : Deskriptif
2. Objek penelitian : Karakteristik ibu yang memeriksakan pap smear di Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung.
3. Subjek penelitian : ibu-ibu yang memeriksakan pap smear di RSAM Bandar Lampung tahun 2007.
4. Lokasi Penelitian : Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung.
5. Waktu Penelitian : Januari-Juni 2008
6. Alasan Penelitian : Untuk mengetahui karakteristik ibu yang melakukan pemeriksaan pap smear berdasarkan jumlah pemeriksaan pap smear yang mengalami penurunan yang dilihat dari data rekam medik laboratorium sitologi RSAM Bandar Lampung tahun 2007.
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui karakteristik ibu yang memeriksakan pap smear di RSAM Bandar Lampung tahun 2007.
2. Tujuan Khusus
Mengetahui karakteristik ibu yang memeriksakan pap smear di RSAM Bandar Lampung berdasarkan umur ibu, tingkat pendidikan, status perkawinan, lama perkawinan, paritas, dan alat kontrasepsi yang digunakan ibu pada waktu melakukan pemeriksaan pap smear.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Untuk lebih menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang penelitian khususnya tentang pap smear.
2. Bagi Tempat Penelitian
Sebagai bahan masukan guna pengembangan kualitas pelayanan khususnya tentang pemeriksaan pap smear.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat khususnya untuk dapat menambah referensi perpustakaan untuk bahan acuan penelitian yang akan datang.
4. Bagi Responden
Sebagai penambah pengetahuan untuk lebih peduli terhadap pemeriksaan kesehatan khususnya pemeriksaan pap smear.

silahkan download dalam bentuk dokumen word KTI KEBIDANAN
KARAKTERISTIK IBU YANG MEMERIKSAKAN PAP SMEAR DI RUMAH SAKIT
(isi: Pendahuluan; Tinjauan Pustaka; Metodelogi Penelitian;
Hasil Penelitan dan Pembahasan; Kesimpulan dan Saran)

Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Tanda-Tanda Bahaya Masa Nifas di BPS

KTI KEBIDANAN
PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG TANDA-TANDA
BAHAYA MASA NIFAS DI BPS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil, bersalin dan nifas adalah masalah besar di negara berkembang. Di negara miskin sekitar 25-30% kematian wanita usia subur disebabkan oleh kehamilan persalinan dan nifas. Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama mortalitas wanita muda pada masa puncak produktivitasnya. Tahun 1996 WHO memperkirakan lebih dari 585.000 ibu pertahunnya meninggal saat hamil bersalin dan nifas. Di Asia Selatan wanita kemungkinan 1 : 18 meninggal akibat kehamilan, persalinan dan nifas. Di negara Afrika 1 : 14, sedangkan di Amerika Utara hanya 1 : 6.366. Lebih dari 50% kematian di negara berkembang sebenarnya dapat dicegah dengan teknologi yang ada serta biaya relatif rendah (Prawirohardjo, 2002).
Pada wanita atau ibu nifas penjelasan mengenai tanda-tanda bahaya masa nifas sangat penting dan perlu, oleh karena masih banyak ibu atau wanita yang sedang hamil atau pada masa nifas belum mengetahui tentang tanda-tanda bahaya masa nifas, baik yang diakibatkan masuknya kuman kedalam alat kandungan seperti eksogen (kuman datang dari luar), autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh) dan endogen (dari jalan lahir sendiri) (Rustam Mochtar, 1998).
Hingga saat ini penyebab infeksi nifas diantaranya adalah persalinan berlangsung lama sampai terjadi persalinan terlantar, tindakan operasi persalinan, tertinggalnya plasenta, selaput ketuban dan bekuan darah, ketuban pecah dini atau pada pembukaan masih kecil melebihi 6 jam, keadaan yang dapat menurunkan keadaan umum yaitu perdarahan antepartum dan post partum, anemia pada sat kehamilan, malnutrisi, kelelahan, dan ibu hamil dengan penyakit infeksi (Manuaba, 1998).
Pada saat ini Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Perinatal di Indonesia masih sangat tinggi. Untuk daerah Lampung AKI tahun 2005 sebesar 145 kasus dari 165.347 kelahiran hidup dan Angka Kematian Perinatal adalah 20 per 1.000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan negara-negara lain, maka Angka Kematian Ibu di Indonesia adalah 15 kali angka kematian Ibu di Malaysia, 10 kali lebih tinggi daripada Thailand, atau 5 kali lebih tinggi daripada Filipina. Angka Kematian Ibu di Indonesia bervariasi dari yang paling rendah, yaitu 130 per 100.000 kelahiran hidup di Yogyakarta, 490 per 100.000 kelahiran hidup di Jawa Barat, sampai yang paling tinggi, yaitu 1.340 per 100.000 kelahiran hidup di Nusa Tenggara Barat. Variasi ini antara lain disebabkan oleh perbedaan norma, nilai, lingkungan, dan kepercayaan masyarakat, di samping infrastruktur yang ada. Suatu hal yang penting lainnya adalah perbedaan kualitas pelayanan kesehatan pada setiap tingkat pelayanan. (Prawirohardjo, 2002).
Apabila ibu nifas mengerti tentang tanda-tanda bahaya masa nifas, maka apabila terjadi masalah-masalah seperti infeksi nifas maka ibu akan mengerti dan segera memeriksakan diri ke petugas kesehatan, Sebaliknya jika ibu tidak mengerti tanda-tanda bahaya masa nifas maka ibu tidak akan tahu apakah ibu dalam bahaya atau tidak.
Untuk mencapai sasaran tersebut ditetapkanlah empat strategi utama dan asas-asas pedoman operasionalisasi strategi antara lain bahwa MPS (Making Pregnency Safer) memusatkan perhatiannya pada pelayanan kesehatan maternal neonatal yang baku, cost effective dan berdasarkan bukti pada setiap pelayanan dan rujukan kesehatan (Prawirohardjo, 2002).
Memperhatikan angka kematian ibu dan perinatal dapat diperkirakan bahwa sekitar 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama. Salah satu faktor penting dalam upaya penurunan angka kematian tersebut yaitu penyediaan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal (Prawirohardjo, 2002)
Bidan sebagai tenaga kesehatan harus ikut mendukung upaya penurunan AKI peranan bidan di Masyarakat sebagai tenaga terlatih dalam sistem kesehatan nasional salah satunya adalah meningkatkan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) dan menetapkan keikutsertaan masyarakat dalam berbagai kegiatan untuk mempercepat penurunan AKI. Tenaga penolong persalinan, dokter dan bidan tersebut dapat memberikan pelayanan yang bermutu sehingga diperlukan standar pelayanan medik (Prawirohardjo, 2002).
Selain faktor-faktor tersebut di atas faktor dominan yang mempengaruhi adalah kurang terdeteksinya faktor-faktor komplikasi secara dini. Untuk itu diperlukannya peran serta masyarakat terutama ibu-ibu nifas untuk memiliki pengetahuan tentang tanda-tanda bahaya pada masa nifas sehingga ibu dapat mengetahui dan mengenal secara dini tanda-tanda bahaya masa nifas sehingga bila ada kelainan dan komplikasi dapat segera terdeteksi.
Asuhan pada masa nifas sangat diperlukan dalam periode ini karena masa nifas merupakan masa kritis untuk ibu dan bayinya. Paling sedikit 4 kali kunjungan pada masa nifas sehingga dapat menilai status ibu dan bayinya, untuk melaksanakan skreening yang komprehensif mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu dan bayi, memberikan pendidikan tentang kesehatan, perawatan kesehatan diri, nutrisi, dan keluarga berencana, sehingga ibu-ibu nifas dapat mencegah komplikasi yang terjadi pada masa nifas (Prawirohardjo, 2002).
Peneliti melakukan penelitian di BPS Rochayani karena banyak ibu nifas yang tidak mengetahui tanda-tanda bahaya masa nifas, yaitu sebanyak 30 orang ibu nifas yang ada di BPS Rochayani dari bulan Januari-Februari 2008 dan dari 30 orang tersebut 16 orang yang bermasalah yaitu mastitis, lochea berbau busuk, demam > 380C, pusing dan lemas yang berlebihan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas penulis merumuskan masalah sebagai berikut : "Bagaimana pengetahuan ibu nifas tentang tanda-tanda bahaya masa nifas di BPS Rochayani tahun 2008.

C. Ruang Lingkup
1. Jenis penelitian : Penelitian Deskriptif
2. Subyek penelitian : Ibu nifas yang dirawat di BPS Rochayani
3. Objek penelitian : Pengetahuan ibu nifas tentang tanda-tanda bahaya masa nifas
4. Lokasi penelitian : BPS Rochayani Kota Metro
5. Waktu Penelitian : 1 Januari-11 Februari 2008
6. Alasan Penelitian : Banyaknya ibu nifas yang tidak mengerti tentang tanda-tanda bahaya masa nifas.

D. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengetahuan ibu nifas tentang tanda-tanda bahaya pada masa nifas di BPS Rochayani.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Ibu Nifas
Sebagai masukan bagi ibu nifas agar lebih meningkatkan kesadaran terhadap perlunya pengetahuan tentang tanda-tanda bahaya masa nifas sehingga mereka dapat mengetahui dan mengenali apa yang termasuk dalam tanda-tanda bahaya nifas dengan demikian diharapkan gangguan/komplikasi dalam masa nifas dapat dideteksi secara dini.
2. Bagi bidan
Sebagai salah satu bahan masukan bagi bidan sebagai tenaga kesehatan yang berada di masyarakat untuk melakukan tindakan proaktif seperti penyuluhan dan memberikan pendidikan kesehatan.
3. Bagi penulis
Merupakan sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang telah didapat dan mendapatkan pengalaman nyata dalam bidang penelitian.
4. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi proses penelitian selanjutnya terutama yang berhubungan dengan masalah nifas.

silahkan download dalam bentuk dokumen word KTI KEBIDANAN
PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG TANDA-TANDA BAHAYA MASA NIFAS DI BPS
(isi: Pendahuluan; Tinjauan Pustaka; Metodelogi Penelitian;
Hasil Penelitan dan Pembahasan; Kesimpulan dan Saran)

Blog Archive