Sunday, September 13, 2009

Asuhan Keperawatan Sirosis Hepatitis (Askep Sirosis Hepatitis)

SIROSIS HEPATIS

1. Pengertian
Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).

2. Etiologi

Ada 3 tipe sirosis hepatis :


  • Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.



  • Sirosis pasca nekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.



  • Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).





  • 3. Patofisiologi


    Minuman yang mengandung alkohol dianggap sebagai factor utama terjadinya sirosis hepatis. Selain pada peminum alkohol, penurunan asupan protein juga dapat menimbulkan kerusakan pada hati, Namun demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasan minum dan pada individu yang dietnya normal tapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi.
    Faktor lain diantaranya termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen, terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi skistosomiastis dua kali lebih banyak daripada wanita dan mayoritas pasien sirosis berusia 40 – 60 tahun.
    Sirosis laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh nekrosis yang melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang selama perjalanan penyakit sel-sel hati yang dihancurkan itu secara berangsur-angsur digantikan oleh jaringan parut yang melampaui jumlah jaringan hati yang masih berfungsi. Pulau-pulau jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan hati hasil regenerasi dapat menonjal dari bagian-bagian yang berkonstriksi sehingga hati yang sirotik memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu berkepala besar (hobnail appearance) yang khas.


    4. Tanda dan Gejala


    Penyakit sirosis hepatis mempunyai gejala seperti ikterus dan febris yang intermiten. Adanya pembesaran pada hati. Pada awal perjalanan sirosis hepatis ini, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba benjol-benjol (noduler). Obstruksi Portal dan Asites. Semua darah dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan pelintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dispepsia kronis atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan.
    Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jaring berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan tubuh. Varises Gastrointestinal. Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrofik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pernbuluh portal ke dalam pernbuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh darah di seluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah kolateral.
    Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari traktus gastrointestinal. Edema. Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.


    5. Pemeriksaan penunjang


    • Pemeriksaan Laboratorium
      1. Pada Darah dijumpai HB rendah, anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer / hipokrom makrositer, anemia dapat dari akibat hipersplemisme dengan leukopenia dan trombositopenia, kolesterol darah yang selalu rendah mempunyai prognosis yang kurang baik.
      2. Kenaikan kadar enzim transaminase - SGOT, SGPT bukan merupakan petunjuk berat ringannya kerusakan parenkim hati, kenaikan kadar ini timbul dalam serum akibat kebocoran dari sel yang rusak, pemeriksaan bilirubin, transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif.
      3. Albumin akan merendah karena kemampuan sel hati yang berkurang, dan juga globulin yang naik merupakan cerminan daya tahan sel hati yang kurang dan menghadapi stress.
      4. Pemeriksaan CHE (kolinesterase). Ini penting karena bila kadar CHE turun, kemampuan sel hati turun, tapi bila CHE normal / tambah turun akan menunjukan prognasis jelek.
      5. Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan garam dalam diet, bila ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L menunjukan kemungkinan telah terjadi sindrom hepatorenal.
      6. Pemanjangan masa protrombin merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi hati. Pemberian vit K baik untuk menilai kemungkinan perdarahan baik dari varises esophagus, gusi maupun epistaksis.
      7. Peningggian kadar gula darah. Hati tidak mampu membentuk glikogen, bila terus meninggi prognosis jelek.


      8. Pemeriksaan marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg/ HbcAb, HBV DNA, HCV RNA., untuk menentukan etiologi sirosis hati dan pemeriksaan AFP (alfa feto protein) penting dalam menentukan apakah telah terjadi transpormasi kearah keganasan.

    ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SIROSIS HEPATIS


    1. Pengkajian

      • Riwayat Kesehatan Sekarang
      • Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluahan utama pasien, sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.
      • Riwayat Kesehatan Sebelumnya
        Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau penyakit lain yang berhubungan dengan penyakit hati, sehingga menyebabkan penyakit Sirosis hepatis. Apakah pernah sebagai pengguna alkohol dalam jangka waktu yang lama disamping asupan makanan dan perubahan dalam status jasmani serta rohani pasien.
      • Riwayat Kesehatan Keluarga
        Adakah penyakit-penyakit yang dalam keluarga sehingga membawa dampak berat pada keadaan atau yang menyebabkan Sirosis hepatis, seperti keadaan sakit DM, hipertensi, ginjal yang ada dalam keluarga. Hal ini penting dilakukan bila ada gejala-gejala yang memang bawaan dari keluarga pasien.
      • Riwayat Tumbuh Kembang
        Kelainan-kelainan fisik atau kematangan dari perkembangan dan pertumbuhan seseorang yang dapat mempengaruhi keadaan penyakit, seperti ada riwayat pernah icterus saat lahir yang lama, atau lahir premature, kelengkapan imunisasi, pada form yang tersedia tidak terdapat isian yang berkaitan dengan riwayat tumbuh kembang.
      • Riwayat Sosial Ekonomi
        Apakah pasien suka berkumpul dengan orang-orang sekitar yang pernah mengalami penyakit hepatitis, berkumpul dengan orang-orang yang dampaknya mempengaruhi perilaku pasien yaitu peminum alcohol, karena keadaan lingkungan sekitar yang tidak sehat.
      • Riwayat Psikologi
        Bagaimana pasien menghadapi penyakitnya saat ini apakah pasien dapat menerima, ada tekanan psikologis berhubungan dengan sakitnya. Kita kaji tingkah laku dan kepribadian, karena pada pasien dengan sirosis hepatis dimungkinkan terjadi perubahan tingkah laku dan kepribadian, emosi labil, menarik diri, dan depresi. Fatique dan letargi dapat muncul akibat perasaan pasien akan sakitnya. Dapat juga terjadi gangguan body image akibat dari edema, gangguan integument, dan terpasangnya alat-alat invasive (seperti infuse, kateter). Terjadinya perubahan gaya hidup, perubaha peran dan tanggungjawab keluarga, dan perubahan status financial (Lewis, Heitkemper, & Dirksen, 2000).
      • Pemeriksaan Fisik


        • Kesadaran dan keadaan umum pasien
          Perlu dikaji tingkat kesadaran pasien dari sadar - tidak sadar (composmentis - coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien, kekacuan fungsi dari hepar salah satunya membawa dampak yang tidak langsung terhadap penurunan kesadaran, salah satunya dengan adanya anemia menyebabkan pasokan O2 ke jaringan kurang termasuk pada otak.


        • Tanda - tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala - kaki
          TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan umum pasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki dan lebih focus pada pemeriksaan organ seperti hati, abdomen, limpa dengan menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga penimbangan BB dan pengukuran tinggi badan dan LLA untuk mengetahui adanya penambahan BB karena retreksi cairan dalam tubuh disamping juga untuk menentukan tingakat gangguan nutrisi yanag terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan Nutrisi yang dibutuhkan.
          1. Hati : perkiraan besar hati, bila ditemukan hati membesar tanda awal adanya cirosis hepatis, tapi bila hati mengecil prognosis kurang baik, konsistensi biasanya kenyal / firm, pinggir hati tumpul dan ada nyeri tekan pada perabaan hati. Sedangkan pada pasien Tn.MS ditemukan adanya pembesaran walaupun minimal (USG hepar). Dan menunjukkan sirosis hati dengan hipertensi portal.
          2. Limpa: ada pembesaran limpa, dapat diukur dengan 2 cara :
            -Schuffner, hati membesar ke medial dan ke bawah menuju umbilicus (S-I-IV) dan dari umbilicus ke SIAS kanan (S V-VIII)
            -Hacket, bila limpa membesar ke arah bawah saja.
          3. Pada abdomen dan ekstra abdomen dapat diperhatikan adanya vena kolateral dan acites, manifestasi diluar perut: perhatikan adanya spinder nevi pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae dan tubuh bagian bawah, perlunya diperhatikan adanya eritema palmaris, ginekomastia dan atropi testis pada pria, bias juga ditemukan hemoroid.


    2. Masalah Keperawatan yang Muncul


      1. Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan gangguan gastrointestinal.
      2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan.
      3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pembentukan edema.


    3. Intervensi


      Diagnosa Keperawatan 1. :
      Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat (anoreksia, nausea, vomitus)
      Tujuan : Status nutrisi baik
      Intervensi :
      • Kaji intake diet, Ukur pemasukan diit, timbang BB tiap minggu.
        Rasional: Membantu dalam mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet. Kondisi fisik umum, gejala uremik (mual, muntah, anoreksia, dan ganggguan rasa) dan pembatasan diet dapat mempengaruhi intake makanan, setiap kebutuhan nutrisi diperhitungan dengan tepat agar kebutuhan sesuai dengan kondisi pasien, BB ditimbang untuk mengetahui penambahan dan penuruanan BB secara periodik.
      • Berikan makanan sedikit dan sering sesuai dengan diet.
        Rasional: Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik.
      • Tawarkan perawatan mulut (berkumur/gosok gigi) dengan larutan asetat 25 % sebelum makan. Berikan permen karet, penyegar mulut diantara makan.
        Rasional: Membran mukosa menjadi kering dan pecah. Perawatan mulut menyejukkan, dan membantu menyegarkan rasa mulut, yang sering tidak nyaman pada uremia dan pembatasan oral. Pencucian dengan asam asetat membantu menetralkan ammonia yang dibentuk oleh perubahan urea (Black, & Hawk, 2005).
      • Identifikasi makanan yang disukai termasuk kebutuhan kultural.
        Rasional: Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam perencanaan makan, maka dapat meningkatkan nafsu makan pasien.
      • Motivasi pasien untuk menghabiskan diet, anjurkan makan-makanan lunak.
        Rasional: Membantu proses pencernaan dan mudah dalam penyerapan makanan, karena pasien mengalami gangguan sistem pencernaan.
      • Berikan bahan penganti garam pengganti garam yang tidak mengandung amonium.
        Rasional: Garam dapat meningkatkan tingkat absorsi dan retensi cairan, sehingga perlu mencari alternatif penganti garam yang tepat.
      • Berikan diet 1700 kkal (sesuai terapi) dengan tinggi serat dan tinggi karbohidrat.
        Rasional: Pengendalian asupan kalori total untuk mencapai dan mempertahankan berat badan sesuai dan pengendalian kadar glukosa darah
      • Berikan obat sesuai dengan indikasi : Tambahan vitamin, thiamin, besi, asam folat dan Enzim pencernaan.
        Rasional: Hati yang rusak tidak dapat menyimpan Vitamin A, B kompleks, D dan K, juga terjadi kekurangan besi dan asam folat yang menimbulkan anemia. Dan Meningkatkan pencernaan lemak dan dapat menurunkan diare.
      • Kolaborasi pemberian antiemetik
        Rasional: untuk menghilangkan mual / muntah dan dapat meningkatkan pemasukan oral.


      Diagnosa Keperawatan 2. :
      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan.
      Tujuan : Peningkatan energi dan partisipasi dalam aktivitas.
      Intervensi :
      • Tawarkan diet tinggi kalori, tinggi protein (TKTP).
        Rasional : Memberikan kalori bagi tenaga dan protein bagi proses penyembuhan.
      • Berikan suplemen vitamin (A, B kompleks, C dan K)
        Rasional : Memberikan nutrien tambahan.
      • Motivasi pasien untuk melakukan latihan yang diselingi istirahat
        Rasional : Menghemat tenaga pasien sambil mendorong pasien untuk melakukan latihan dalam batas toleransi pasien.
      • Motivasi dan bantu pasien untuk melakukan latihan dengan periode waktu yang ditingkatkan secara bertahap.
        Rasional : Memperbaiki perasaan sehat secara umum dan percaya diri.


      Diagnosa Keperawatan 3. :
      Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pembentukan edema.
      Tujuan : Integritas kulit baik
      Intervensi :
      • Batasi natrium seperti yang diresepkan.
        Rasional : Meminimalkan pembentukan edema.
      • Berikan perhatian dan perawatan yang cermat pada kulit.
        Rasional : Jaringan dan kulit yang edematus mengganggu suplai nutrien dan sangat rentan terhadap tekanan serta trauma.
      • Ubah posisi tidur pasien dengan sering.
        Rasional : Meminimalkan tekanan yang lama dan meningkatkan mobilisasi edema.
      • Timbang berat badan dan catat asupan serta haluaran cairan setiap hari.
        Rasional : Memungkinkan perkiraan status cairan dan pemantauan terhadap adanya retensi serta kehilangan cairan dengan cara yang paling baik.
      • Lakukan latihan gerak secara pasif, tinggikan ekstremitas edematus.
        Rasional : Meningkatkan mobilisasi edema.
      • Letakkan bantalan busa yang kecil dibawah tumit, maleolus dan tonjolan tulang lainnya.
        Rasional : Melindungi tonjolan tulang dan meminimalkan trauma jika dilakukan dengan benar.

    DAFTAR PUSTAKA

    Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
    Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. (1999). Rencana asuhan keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
    Tjokronegoro dan Hendra Utama. (1996). Ilmu penyakit dalam jilid 1. Jakarta: FKUI.
    Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.
    Soeparman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta : FKUI.
    Alexander, Fawcett, Runciman. (2000). Nursing Practice Hospital and Home the Adult, Second edition, Toronto. Churchill Livingstone.







    Hasil Pencarian Untuk Asuhan Keperawatan Askep Sirosis Hepatitis
    Tag: search result for asuhan keperawatan askep Sirosis Hepatitis
    Tag: search result for asuhan keperawatan askep Sirosis Hepatitis
    Tag: search result for asuhan keperawatan askep Sirosis Hepatitis
    Tag: search result for asuhan keperawatan askep Sirosis Hepatitis
    Tag: search result for asuhan keperawatan askep Sirosis Hepatitis

    Asuhan Keperawatan Sirosis Hepatitis (Askep Sirosis Hepatitis)

    SIROSIS HEPATIS

    1. Pengertian
    Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).

    2. Etiologi

    Ada 3 tipe sirosis hepatis :


  • Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.



  • Sirosis pasca nekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.



  • Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).





  • 3. Patofisiologi


    Minuman yang mengandung alkohol dianggap sebagai factor utama terjadinya sirosis hepatis. Selain pada peminum alkohol, penurunan asupan protein juga dapat menimbulkan kerusakan pada hati, Namun demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasan minum dan pada individu yang dietnya normal tapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi.
    Faktor lain diantaranya termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen, terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi skistosomiastis dua kali lebih banyak daripada wanita dan mayoritas pasien sirosis berusia 40 – 60 tahun.
    Sirosis laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh nekrosis yang melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang selama perjalanan penyakit sel-sel hati yang dihancurkan itu secara berangsur-angsur digantikan oleh jaringan parut yang melampaui jumlah jaringan hati yang masih berfungsi. Pulau-pulau jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan hati hasil regenerasi dapat menonjal dari bagian-bagian yang berkonstriksi sehingga hati yang sirotik memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu berkepala besar (hobnail appearance) yang khas.


    4. Tanda dan Gejala


    Penyakit sirosis hepatis mempunyai gejala seperti ikterus dan febris yang intermiten. Adanya pembesaran pada hati. Pada awal perjalanan sirosis hepatis ini, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba benjol-benjol (noduler). Obstruksi Portal dan Asites. Semua darah dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan pelintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dispepsia kronis atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan.
    Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jaring berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan tubuh. Varises Gastrointestinal. Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrofik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pernbuluh portal ke dalam pernbuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh darah di seluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah kolateral.
    Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari traktus gastrointestinal. Edema. Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.


    5. Pemeriksaan penunjang


    • Pemeriksaan Laboratorium
      1. Pada Darah dijumpai HB rendah, anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer / hipokrom makrositer, anemia dapat dari akibat hipersplemisme dengan leukopenia dan trombositopenia, kolesterol darah yang selalu rendah mempunyai prognosis yang kurang baik.
      2. Kenaikan kadar enzim transaminase - SGOT, SGPT bukan merupakan petunjuk berat ringannya kerusakan parenkim hati, kenaikan kadar ini timbul dalam serum akibat kebocoran dari sel yang rusak, pemeriksaan bilirubin, transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif.
      3. Albumin akan merendah karena kemampuan sel hati yang berkurang, dan juga globulin yang naik merupakan cerminan daya tahan sel hati yang kurang dan menghadapi stress.
      4. Pemeriksaan CHE (kolinesterase). Ini penting karena bila kadar CHE turun, kemampuan sel hati turun, tapi bila CHE normal / tambah turun akan menunjukan prognasis jelek.
      5. Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan garam dalam diet, bila ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L menunjukan kemungkinan telah terjadi sindrom hepatorenal.
      6. Pemanjangan masa protrombin merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi hati. Pemberian vit K baik untuk menilai kemungkinan perdarahan baik dari varises esophagus, gusi maupun epistaksis.
      7. Peningggian kadar gula darah. Hati tidak mampu membentuk glikogen, bila terus meninggi prognosis jelek.


      8. Pemeriksaan marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg/ HbcAb, HBV DNA, HCV RNA., untuk menentukan etiologi sirosis hati dan pemeriksaan AFP (alfa feto protein) penting dalam menentukan apakah telah terjadi transpormasi kearah keganasan.

    ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SIROSIS HEPATIS


    1. Pengkajian

      • Riwayat Kesehatan Sekarang
      • Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluahan utama pasien, sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.
      • Riwayat Kesehatan Sebelumnya
        Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau penyakit lain yang berhubungan dengan penyakit hati, sehingga menyebabkan penyakit Sirosis hepatis. Apakah pernah sebagai pengguna alkohol dalam jangka waktu yang lama disamping asupan makanan dan perubahan dalam status jasmani serta rohani pasien.
      • Riwayat Kesehatan Keluarga
        Adakah penyakit-penyakit yang dalam keluarga sehingga membawa dampak berat pada keadaan atau yang menyebabkan Sirosis hepatis, seperti keadaan sakit DM, hipertensi, ginjal yang ada dalam keluarga. Hal ini penting dilakukan bila ada gejala-gejala yang memang bawaan dari keluarga pasien.
      • Riwayat Tumbuh Kembang
        Kelainan-kelainan fisik atau kematangan dari perkembangan dan pertumbuhan seseorang yang dapat mempengaruhi keadaan penyakit, seperti ada riwayat pernah icterus saat lahir yang lama, atau lahir premature, kelengkapan imunisasi, pada form yang tersedia tidak terdapat isian yang berkaitan dengan riwayat tumbuh kembang.
      • Riwayat Sosial Ekonomi
        Apakah pasien suka berkumpul dengan orang-orang sekitar yang pernah mengalami penyakit hepatitis, berkumpul dengan orang-orang yang dampaknya mempengaruhi perilaku pasien yaitu peminum alcohol, karena keadaan lingkungan sekitar yang tidak sehat.
      • Riwayat Psikologi
        Bagaimana pasien menghadapi penyakitnya saat ini apakah pasien dapat menerima, ada tekanan psikologis berhubungan dengan sakitnya. Kita kaji tingkah laku dan kepribadian, karena pada pasien dengan sirosis hepatis dimungkinkan terjadi perubahan tingkah laku dan kepribadian, emosi labil, menarik diri, dan depresi. Fatique dan letargi dapat muncul akibat perasaan pasien akan sakitnya. Dapat juga terjadi gangguan body image akibat dari edema, gangguan integument, dan terpasangnya alat-alat invasive (seperti infuse, kateter). Terjadinya perubahan gaya hidup, perubaha peran dan tanggungjawab keluarga, dan perubahan status financial (Lewis, Heitkemper, & Dirksen, 2000).
      • Pemeriksaan Fisik


        • Kesadaran dan keadaan umum pasien
          Perlu dikaji tingkat kesadaran pasien dari sadar - tidak sadar (composmentis - coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien, kekacuan fungsi dari hepar salah satunya membawa dampak yang tidak langsung terhadap penurunan kesadaran, salah satunya dengan adanya anemia menyebabkan pasokan O2 ke jaringan kurang termasuk pada otak.


        • Tanda - tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala - kaki
          TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan umum pasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki dan lebih focus pada pemeriksaan organ seperti hati, abdomen, limpa dengan menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga penimbangan BB dan pengukuran tinggi badan dan LLA untuk mengetahui adanya penambahan BB karena retreksi cairan dalam tubuh disamping juga untuk menentukan tingakat gangguan nutrisi yanag terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan Nutrisi yang dibutuhkan.
          1. Hati : perkiraan besar hati, bila ditemukan hati membesar tanda awal adanya cirosis hepatis, tapi bila hati mengecil prognosis kurang baik, konsistensi biasanya kenyal / firm, pinggir hati tumpul dan ada nyeri tekan pada perabaan hati. Sedangkan pada pasien Tn.MS ditemukan adanya pembesaran walaupun minimal (USG hepar). Dan menunjukkan sirosis hati dengan hipertensi portal.
          2. Limpa: ada pembesaran limpa, dapat diukur dengan 2 cara :
            -Schuffner, hati membesar ke medial dan ke bawah menuju umbilicus (S-I-IV) dan dari umbilicus ke SIAS kanan (S V-VIII)
            -Hacket, bila limpa membesar ke arah bawah saja.
          3. Pada abdomen dan ekstra abdomen dapat diperhatikan adanya vena kolateral dan acites, manifestasi diluar perut: perhatikan adanya spinder nevi pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae dan tubuh bagian bawah, perlunya diperhatikan adanya eritema palmaris, ginekomastia dan atropi testis pada pria, bias juga ditemukan hemoroid.


    2. Masalah Keperawatan yang Muncul


      1. Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan gangguan gastrointestinal.
      2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan.
      3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pembentukan edema.


    3. Intervensi


      Diagnosa Keperawatan 1. :
      Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat (anoreksia, nausea, vomitus)
      Tujuan : Status nutrisi baik
      Intervensi :
      • Kaji intake diet, Ukur pemasukan diit, timbang BB tiap minggu.
        Rasional: Membantu dalam mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet. Kondisi fisik umum, gejala uremik (mual, muntah, anoreksia, dan ganggguan rasa) dan pembatasan diet dapat mempengaruhi intake makanan, setiap kebutuhan nutrisi diperhitungan dengan tepat agar kebutuhan sesuai dengan kondisi pasien, BB ditimbang untuk mengetahui penambahan dan penuruanan BB secara periodik.
      • Berikan makanan sedikit dan sering sesuai dengan diet.
        Rasional: Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik.
      • Tawarkan perawatan mulut (berkumur/gosok gigi) dengan larutan asetat 25 % sebelum makan. Berikan permen karet, penyegar mulut diantara makan.
        Rasional: Membran mukosa menjadi kering dan pecah. Perawatan mulut menyejukkan, dan membantu menyegarkan rasa mulut, yang sering tidak nyaman pada uremia dan pembatasan oral. Pencucian dengan asam asetat membantu menetralkan ammonia yang dibentuk oleh perubahan urea (Black, & Hawk, 2005).
      • Identifikasi makanan yang disukai termasuk kebutuhan kultural.
        Rasional: Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam perencanaan makan, maka dapat meningkatkan nafsu makan pasien.
      • Motivasi pasien untuk menghabiskan diet, anjurkan makan-makanan lunak.
        Rasional: Membantu proses pencernaan dan mudah dalam penyerapan makanan, karena pasien mengalami gangguan sistem pencernaan.
      • Berikan bahan penganti garam pengganti garam yang tidak mengandung amonium.
        Rasional: Garam dapat meningkatkan tingkat absorsi dan retensi cairan, sehingga perlu mencari alternatif penganti garam yang tepat.
      • Berikan diet 1700 kkal (sesuai terapi) dengan tinggi serat dan tinggi karbohidrat.
        Rasional: Pengendalian asupan kalori total untuk mencapai dan mempertahankan berat badan sesuai dan pengendalian kadar glukosa darah
      • Berikan obat sesuai dengan indikasi : Tambahan vitamin, thiamin, besi, asam folat dan Enzim pencernaan.
        Rasional: Hati yang rusak tidak dapat menyimpan Vitamin A, B kompleks, D dan K, juga terjadi kekurangan besi dan asam folat yang menimbulkan anemia. Dan Meningkatkan pencernaan lemak dan dapat menurunkan diare.
      • Kolaborasi pemberian antiemetik
        Rasional: untuk menghilangkan mual / muntah dan dapat meningkatkan pemasukan oral.


      Diagnosa Keperawatan 2. :
      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan.
      Tujuan : Peningkatan energi dan partisipasi dalam aktivitas.
      Intervensi :
      • Tawarkan diet tinggi kalori, tinggi protein (TKTP).
        Rasional : Memberikan kalori bagi tenaga dan protein bagi proses penyembuhan.
      • Berikan suplemen vitamin (A, B kompleks, C dan K)
        Rasional : Memberikan nutrien tambahan.
      • Motivasi pasien untuk melakukan latihan yang diselingi istirahat
        Rasional : Menghemat tenaga pasien sambil mendorong pasien untuk melakukan latihan dalam batas toleransi pasien.
      • Motivasi dan bantu pasien untuk melakukan latihan dengan periode waktu yang ditingkatkan secara bertahap.
        Rasional : Memperbaiki perasaan sehat secara umum dan percaya diri.


      Diagnosa Keperawatan 3. :
      Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pembentukan edema.
      Tujuan : Integritas kulit baik
      Intervensi :
      • Batasi natrium seperti yang diresepkan.
        Rasional : Meminimalkan pembentukan edema.
      • Berikan perhatian dan perawatan yang cermat pada kulit.
        Rasional : Jaringan dan kulit yang edematus mengganggu suplai nutrien dan sangat rentan terhadap tekanan serta trauma.
      • Ubah posisi tidur pasien dengan sering.
        Rasional : Meminimalkan tekanan yang lama dan meningkatkan mobilisasi edema.
      • Timbang berat badan dan catat asupan serta haluaran cairan setiap hari.
        Rasional : Memungkinkan perkiraan status cairan dan pemantauan terhadap adanya retensi serta kehilangan cairan dengan cara yang paling baik.
      • Lakukan latihan gerak secara pasif, tinggikan ekstremitas edematus.
        Rasional : Meningkatkan mobilisasi edema.
      • Letakkan bantalan busa yang kecil dibawah tumit, maleolus dan tonjolan tulang lainnya.
        Rasional : Melindungi tonjolan tulang dan meminimalkan trauma jika dilakukan dengan benar.

    DAFTAR PUSTAKA

    Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
    Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. (1999). Rencana asuhan keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
    Tjokronegoro dan Hendra Utama. (1996). Ilmu penyakit dalam jilid 1. Jakarta: FKUI.
    Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.
    Soeparman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta : FKUI.
    Alexander, Fawcett, Runciman. (2000). Nursing Practice Hospital and Home the Adult, Second edition, Toronto. Churchill Livingstone.







    Hasil Pencarian Untuk Asuhan Keperawatan Askep Sirosis Hepatitis
    Tag: search result for asuhan keperawatan askep Sirosis Hepatitis
    Tag: search result for asuhan keperawatan askep Sirosis Hepatitis
    Tag: search result for asuhan keperawatan askep Sirosis Hepatitis
    Tag: search result for asuhan keperawatan askep Sirosis Hepatitis
    Tag: search result for asuhan keperawatan askep Sirosis Hepatitis

    Asuhan Keperawatan Sirosis Hepatitis (Askep Sirosis Hepatitis)

    SIROSIS HEPATIS

    1. Pengertian
    Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).

    2. Etiologi

    Ada 3 tipe sirosis hepatis :


  • Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.



  • Sirosis pasca nekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.



  • Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).





  • 3. Patofisiologi


    Minuman yang mengandung alkohol dianggap sebagai factor utama terjadinya sirosis hepatis. Selain pada peminum alkohol, penurunan asupan protein juga dapat menimbulkan kerusakan pada hati, Namun demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasan minum dan pada individu yang dietnya normal tapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi.
    Faktor lain diantaranya termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen, terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi skistosomiastis dua kali lebih banyak daripada wanita dan mayoritas pasien sirosis berusia 40 – 60 tahun.
    Sirosis laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh nekrosis yang melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang selama perjalanan penyakit sel-sel hati yang dihancurkan itu secara berangsur-angsur digantikan oleh jaringan parut yang melampaui jumlah jaringan hati yang masih berfungsi. Pulau-pulau jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan hati hasil regenerasi dapat menonjal dari bagian-bagian yang berkonstriksi sehingga hati yang sirotik memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu berkepala besar (hobnail appearance) yang khas.


    4. Tanda dan Gejala


    Penyakit sirosis hepatis mempunyai gejala seperti ikterus dan febris yang intermiten. Adanya pembesaran pada hati. Pada awal perjalanan sirosis hepatis ini, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba benjol-benjol (noduler). Obstruksi Portal dan Asites. Semua darah dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan pelintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dispepsia kronis atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan.
    Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jaring berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan tubuh. Varises Gastrointestinal. Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrofik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pernbuluh portal ke dalam pernbuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh darah di seluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah kolateral.
    Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari traktus gastrointestinal. Edema. Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.


    5. Pemeriksaan penunjang


    • Pemeriksaan Laboratorium
      1. Pada Darah dijumpai HB rendah, anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer / hipokrom makrositer, anemia dapat dari akibat hipersplemisme dengan leukopenia dan trombositopenia, kolesterol darah yang selalu rendah mempunyai prognosis yang kurang baik.
      2. Kenaikan kadar enzim transaminase - SGOT, SGPT bukan merupakan petunjuk berat ringannya kerusakan parenkim hati, kenaikan kadar ini timbul dalam serum akibat kebocoran dari sel yang rusak, pemeriksaan bilirubin, transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif.
      3. Albumin akan merendah karena kemampuan sel hati yang berkurang, dan juga globulin yang naik merupakan cerminan daya tahan sel hati yang kurang dan menghadapi stress.
      4. Pemeriksaan CHE (kolinesterase). Ini penting karena bila kadar CHE turun, kemampuan sel hati turun, tapi bila CHE normal / tambah turun akan menunjukan prognasis jelek.
      5. Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan garam dalam diet, bila ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L menunjukan kemungkinan telah terjadi sindrom hepatorenal.
      6. Pemanjangan masa protrombin merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi hati. Pemberian vit K baik untuk menilai kemungkinan perdarahan baik dari varises esophagus, gusi maupun epistaksis.
      7. Peningggian kadar gula darah. Hati tidak mampu membentuk glikogen, bila terus meninggi prognosis jelek.


      8. Pemeriksaan marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg/ HbcAb, HBV DNA, HCV RNA., untuk menentukan etiologi sirosis hati dan pemeriksaan AFP (alfa feto protein) penting dalam menentukan apakah telah terjadi transpormasi kearah keganasan.

    ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SIROSIS HEPATIS


    1. Pengkajian

      • Riwayat Kesehatan Sekarang
      • Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluahan utama pasien, sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.
      • Riwayat Kesehatan Sebelumnya
        Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau penyakit lain yang berhubungan dengan penyakit hati, sehingga menyebabkan penyakit Sirosis hepatis. Apakah pernah sebagai pengguna alkohol dalam jangka waktu yang lama disamping asupan makanan dan perubahan dalam status jasmani serta rohani pasien.
      • Riwayat Kesehatan Keluarga
        Adakah penyakit-penyakit yang dalam keluarga sehingga membawa dampak berat pada keadaan atau yang menyebabkan Sirosis hepatis, seperti keadaan sakit DM, hipertensi, ginjal yang ada dalam keluarga. Hal ini penting dilakukan bila ada gejala-gejala yang memang bawaan dari keluarga pasien.
      • Riwayat Tumbuh Kembang
        Kelainan-kelainan fisik atau kematangan dari perkembangan dan pertumbuhan seseorang yang dapat mempengaruhi keadaan penyakit, seperti ada riwayat pernah icterus saat lahir yang lama, atau lahir premature, kelengkapan imunisasi, pada form yang tersedia tidak terdapat isian yang berkaitan dengan riwayat tumbuh kembang.
      • Riwayat Sosial Ekonomi
        Apakah pasien suka berkumpul dengan orang-orang sekitar yang pernah mengalami penyakit hepatitis, berkumpul dengan orang-orang yang dampaknya mempengaruhi perilaku pasien yaitu peminum alcohol, karena keadaan lingkungan sekitar yang tidak sehat.
      • Riwayat Psikologi
        Bagaimana pasien menghadapi penyakitnya saat ini apakah pasien dapat menerima, ada tekanan psikologis berhubungan dengan sakitnya. Kita kaji tingkah laku dan kepribadian, karena pada pasien dengan sirosis hepatis dimungkinkan terjadi perubahan tingkah laku dan kepribadian, emosi labil, menarik diri, dan depresi. Fatique dan letargi dapat muncul akibat perasaan pasien akan sakitnya. Dapat juga terjadi gangguan body image akibat dari edema, gangguan integument, dan terpasangnya alat-alat invasive (seperti infuse, kateter). Terjadinya perubahan gaya hidup, perubaha peran dan tanggungjawab keluarga, dan perubahan status financial (Lewis, Heitkemper, & Dirksen, 2000).
      • Pemeriksaan Fisik


        • Kesadaran dan keadaan umum pasien
          Perlu dikaji tingkat kesadaran pasien dari sadar - tidak sadar (composmentis - coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien, kekacuan fungsi dari hepar salah satunya membawa dampak yang tidak langsung terhadap penurunan kesadaran, salah satunya dengan adanya anemia menyebabkan pasokan O2 ke jaringan kurang termasuk pada otak.


        • Tanda - tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala - kaki
          TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan umum pasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki dan lebih focus pada pemeriksaan organ seperti hati, abdomen, limpa dengan menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga penimbangan BB dan pengukuran tinggi badan dan LLA untuk mengetahui adanya penambahan BB karena retreksi cairan dalam tubuh disamping juga untuk menentukan tingakat gangguan nutrisi yanag terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan Nutrisi yang dibutuhkan.
          1. Hati : perkiraan besar hati, bila ditemukan hati membesar tanda awal adanya cirosis hepatis, tapi bila hati mengecil prognosis kurang baik, konsistensi biasanya kenyal / firm, pinggir hati tumpul dan ada nyeri tekan pada perabaan hati. Sedangkan pada pasien Tn.MS ditemukan adanya pembesaran walaupun minimal (USG hepar). Dan menunjukkan sirosis hati dengan hipertensi portal.
          2. Limpa: ada pembesaran limpa, dapat diukur dengan 2 cara :
            -Schuffner, hati membesar ke medial dan ke bawah menuju umbilicus (S-I-IV) dan dari umbilicus ke SIAS kanan (S V-VIII)
            -Hacket, bila limpa membesar ke arah bawah saja.
          3. Pada abdomen dan ekstra abdomen dapat diperhatikan adanya vena kolateral dan acites, manifestasi diluar perut: perhatikan adanya spinder nevi pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae dan tubuh bagian bawah, perlunya diperhatikan adanya eritema palmaris, ginekomastia dan atropi testis pada pria, bias juga ditemukan hemoroid.


    2. Masalah Keperawatan yang Muncul


      1. Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan gangguan gastrointestinal.
      2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan.
      3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pembentukan edema.


    3. Intervensi


      Diagnosa Keperawatan 1. :
      Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat (anoreksia, nausea, vomitus)
      Tujuan : Status nutrisi baik
      Intervensi :
      • Kaji intake diet, Ukur pemasukan diit, timbang BB tiap minggu.
        Rasional: Membantu dalam mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet. Kondisi fisik umum, gejala uremik (mual, muntah, anoreksia, dan ganggguan rasa) dan pembatasan diet dapat mempengaruhi intake makanan, setiap kebutuhan nutrisi diperhitungan dengan tepat agar kebutuhan sesuai dengan kondisi pasien, BB ditimbang untuk mengetahui penambahan dan penuruanan BB secara periodik.
      • Berikan makanan sedikit dan sering sesuai dengan diet.
        Rasional: Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik.
      • Tawarkan perawatan mulut (berkumur/gosok gigi) dengan larutan asetat 25 % sebelum makan. Berikan permen karet, penyegar mulut diantara makan.
        Rasional: Membran mukosa menjadi kering dan pecah. Perawatan mulut menyejukkan, dan membantu menyegarkan rasa mulut, yang sering tidak nyaman pada uremia dan pembatasan oral. Pencucian dengan asam asetat membantu menetralkan ammonia yang dibentuk oleh perubahan urea (Black, & Hawk, 2005).
      • Identifikasi makanan yang disukai termasuk kebutuhan kultural.
        Rasional: Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam perencanaan makan, maka dapat meningkatkan nafsu makan pasien.
      • Motivasi pasien untuk menghabiskan diet, anjurkan makan-makanan lunak.
        Rasional: Membantu proses pencernaan dan mudah dalam penyerapan makanan, karena pasien mengalami gangguan sistem pencernaan.
      • Berikan bahan penganti garam pengganti garam yang tidak mengandung amonium.
        Rasional: Garam dapat meningkatkan tingkat absorsi dan retensi cairan, sehingga perlu mencari alternatif penganti garam yang tepat.
      • Berikan diet 1700 kkal (sesuai terapi) dengan tinggi serat dan tinggi karbohidrat.
        Rasional: Pengendalian asupan kalori total untuk mencapai dan mempertahankan berat badan sesuai dan pengendalian kadar glukosa darah
      • Berikan obat sesuai dengan indikasi : Tambahan vitamin, thiamin, besi, asam folat dan Enzim pencernaan.
        Rasional: Hati yang rusak tidak dapat menyimpan Vitamin A, B kompleks, D dan K, juga terjadi kekurangan besi dan asam folat yang menimbulkan anemia. Dan Meningkatkan pencernaan lemak dan dapat menurunkan diare.
      • Kolaborasi pemberian antiemetik
        Rasional: untuk menghilangkan mual / muntah dan dapat meningkatkan pemasukan oral.


      Diagnosa Keperawatan 2. :
      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan.
      Tujuan : Peningkatan energi dan partisipasi dalam aktivitas.
      Intervensi :
      • Tawarkan diet tinggi kalori, tinggi protein (TKTP).
        Rasional : Memberikan kalori bagi tenaga dan protein bagi proses penyembuhan.
      • Berikan suplemen vitamin (A, B kompleks, C dan K)
        Rasional : Memberikan nutrien tambahan.
      • Motivasi pasien untuk melakukan latihan yang diselingi istirahat
        Rasional : Menghemat tenaga pasien sambil mendorong pasien untuk melakukan latihan dalam batas toleransi pasien.
      • Motivasi dan bantu pasien untuk melakukan latihan dengan periode waktu yang ditingkatkan secara bertahap.
        Rasional : Memperbaiki perasaan sehat secara umum dan percaya diri.


      Diagnosa Keperawatan 3. :
      Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pembentukan edema.
      Tujuan : Integritas kulit baik
      Intervensi :
      • Batasi natrium seperti yang diresepkan.
        Rasional : Meminimalkan pembentukan edema.
      • Berikan perhatian dan perawatan yang cermat pada kulit.
        Rasional : Jaringan dan kulit yang edematus mengganggu suplai nutrien dan sangat rentan terhadap tekanan serta trauma.
      • Ubah posisi tidur pasien dengan sering.
        Rasional : Meminimalkan tekanan yang lama dan meningkatkan mobilisasi edema.
      • Timbang berat badan dan catat asupan serta haluaran cairan setiap hari.
        Rasional : Memungkinkan perkiraan status cairan dan pemantauan terhadap adanya retensi serta kehilangan cairan dengan cara yang paling baik.
      • Lakukan latihan gerak secara pasif, tinggikan ekstremitas edematus.
        Rasional : Meningkatkan mobilisasi edema.
      • Letakkan bantalan busa yang kecil dibawah tumit, maleolus dan tonjolan tulang lainnya.
        Rasional : Melindungi tonjolan tulang dan meminimalkan trauma jika dilakukan dengan benar.

    DAFTAR PUSTAKA

    Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
    Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. (1999). Rencana asuhan keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
    Tjokronegoro dan Hendra Utama. (1996). Ilmu penyakit dalam jilid 1. Jakarta: FKUI.
    Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.
    Soeparman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta : FKUI.
    Alexander, Fawcett, Runciman. (2000). Nursing Practice Hospital and Home the Adult, Second edition, Toronto. Churchill Livingstone.







    Hasil Pencarian Untuk Asuhan Keperawatan Askep Sirosis Hepatitis
    Tag: search result for asuhan keperawatan askep Sirosis Hepatitis
    Tag: search result for asuhan keperawatan askep Sirosis Hepatitis
    Tag: search result for asuhan keperawatan askep Sirosis Hepatitis
    Tag: search result for asuhan keperawatan askep Sirosis Hepatitis
    Tag: search result for asuhan keperawatan askep Sirosis Hepatitis

    Post Laparotomi dan Kistektomi

    Manajemen asuhan kebidanan pada ny.”E”
    Post laparotomi dan kistektomi
    Di ruang rawat Gynekologi
    RSUP DR.M.Djamil Padang
    Tgl 14-15 Oktober 2008
    KATA PENGANTAR
    Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah yang berjudul Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Ny “E” dengan Post Laparatomi dan Kistektomi di Ruang Rawat Gynekologi RSUP Dr. M. Djamil Padang Tanggal 14-15 Padang.
    Dalam penulisan makalah ini banyak sekali pihak yang membantuan penulis dalam penyelesaian makalah ini, untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
    1. Ibu Siska Helina S.ST selaku dosen pembimbing PKL yang telah banyak memberikan pengarahan, bimbingan dan dorongan selama penyusunan makalah ini.
    2. Ibu Murnita Amd.Keb selaku pembimbing lapangan yang talah bersedia nmembagi ilmunya dalam pelaksanaan PKL ini
    3. Orang tua yang telah memberikan dorongan baik moril maupun spiritual
    4. Teman-teman seperjuangan yang telah memberikan semangat dalam menyelesaikan makalah ini.
    Penulis menyadari bahwa dalam penyajian dan penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis menerima kritikan dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikan untuk masa yang akan datang. Akhirnya dengan penuh harapan dan doa mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
    Padang, Oktober 2008
    Penulis
    DAFTAR ISI
    KATA PENGANTAR.................................................................. i
    DAFTAR ISI......................................................................... ii
    BAB I PENDAHULUAN
    1.1. Latar Belakang....................................................... 1
    1.2. Rumusan Masalah.................................................... 1
    1.3. Tujuan................................................................ 1
    BAB II TINJAUAN TEORI
    2.1. Pengertian Kista Coklat............................................. 2
    2.2. Etiologi Kista Coklat .............................................. 2
    2.3. Patologi Kista Coklat........................................... .... 3
    2.4. Macam-macam Kista ............................................... 4
    2.5. Gejala-gejala Kista Coklat......................................... 8
    2.6. Komplikasi Kista Coklat............................................. 9
    2.7. Penanganan Kista Coklat.......................................
    2.8. Prognosis Kista Coklat.........................................
    BAB III TINJAUAN KASUS
    3.1 Pengumpulan data ................................................. 12
    3.2 Manajemen ......................................................... 16
    BAB IV KESIMPULAN
    4.1 kesimpulan........................................................... 22
    4.2 Saran.............................................................. ... 22
    DAFTAR PUSTAKA
    LAMPIRAN
    BAB I
    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang
    Kista banyak terjadi pada wanita di usia subur atau reproduksi dan cukup populer di telinga wanita. Kista biasanya dapat mengecil atau hilang dengan sendirinya setelah wanita memasuki masa menopause, karena menurunnya aktivitas indung telur. Kista banyak jenisnya dan tidak selalu berbahaya. Belum ada jawaban yang pasti mengapa kista dapat timbul, apalagi seringnya kista tidak memberikan tanda dan gejala khusus, sehingga si penderita tidak menyadarinya dan baru diketahui secara kebetulan pada saat memeriksakan diri ke dokter dengan ultrasonografi atau USG (ultrasonografi). Namun demikian pemeriksaan tetap perlu dilakukan untuk mengetahui indikasi dan penanganan yang lebih tepat. Kista coklat lain dengan kista biasa, kista coklat disebabkan oleh kelainan yang dinamakan endometriosis sehingga nama lain kista coklat adalah kista endometriosis. Kista Endometriosis atau Kista coklat, adalah salah satu diantara tiga penyebab terbanyak kasus infertilitas wanita. Oleh karena itu maka penulis mengambil “Kista Coklat” sebagai judul makalah.
    1.2 Tujuan
    Tujuan umum
    Mampu melakukan asuhan kebidanan pada klien dengan kista coklat
    Tujuan Khusus
    • Melakukan pengkajian pada klien dengan kista coklat
    • Menganalisa data dan menegakan diagnosa kebidanan
    • Menyusun rencana asuhan kebidanan pada klien dengan kista coklat
    • Mengimplementasikan rencana asuhan kebidanan yang telah disusun
    • Mengevaluasi asuhan kebidanan yang telah diberikan pada kilen dengan kista coklat
    1.3 Rumusan masalah
    · Pengertian kista coklat
    · Etiologi kista coklat
    · Patologi kista coklat
    · Macam-macam kista
    · Gejala-gejala kista coklat
    · Komplikasi kista coklat
    · Penanganan kista coklat
    · Prognosis kista coklat
    BAB II
    TINJAUAN TEORI
    2.1 Pengertian
    • Kista coklat merupakan benjolan yang membesar, seperti sebuah balon yang berisi cairan, yang tumbuh di indung telur. Cairan ini bisa berupa air, darah, nanah, atau cairan coklat kental seperti darah menstruasi yang (www.Kespro.com)
    • Kista coklat atau endometrioma merupakan kista yang biasanya terdapat diovarium, tampak kista-kista biru kecil sampai kista besar, kadang-kadang sebesar tinju berisi darah tua menyerupai coklat. (sarwono, Ilmu kandungan)
    2.2 Etiologi
    · Belum ada jawaban yang pasti mengapa kista dapat timbul, apalagi seringnya kista tidak memberikan tanda dan gejala khusus, sehingga si penderita tidak menyadarinya dan baru diketahui secara kebetulan pada saat memeriksakan diri ke dokter dengan ultrasonografi atau USG (ultrasonografi).
    · Teori Sampson mengatakan, darah darah haid mengalir kembali (regurgitasi) melalui tuba kedalam rongga pelvis.
    · Teori Robert Meyer kista coklat atau kista endometriosis terjadi karena ransangan pada sel-sel epitel berasal dari selom yang dapat mempertahankan hidupnya didaerah pelvis
    · Faktor keturunan, perempuan yang dalam keluarganya beriwayat kanker indung telur dan kanker payudara.
    · Saudara “kembar indung telur” atau memiliki wajah sama persis, kemungkinan terserang gejala yang sama sekitar 75 %
    2.3 Patologi
    • Gambaran mikroskopik dari endometriosis sangat variabel. Lokasi yang sering terdapat ialah pada ovarium. Pada ovarium tampak kista-kista bru kecil sampai kista besar berisi darah tua menyerupai coklat.
    • Darah tua dapat keluar sedikit-sedikit karena luka pada dinding kista dan dapat menyebabkan perlekatan antara permukaan ovarium dengan uterus, sigmoid, dan dinding pelvis.
    • Kista coklat kadang-kadang dapat mengalir dalam jumlah banyak kedalam rongga peritoneum karena robekan dinding kista dan menyebabkan acute abdomen.
    • Pada permukaan sigmoid atau rektum seringkali ditemukan benjolan yang berwarna kebiru-biruan, sebagai akibat dari timbulnya perdarahan pada waktu haid dari jaringan endometriosis, mudah sekali timbul perlekatan antara alat-alat disekitar kavum douglasi
    2.4 Macam-macam kista ovarium
    · Kista kista lutein.
    Besarnya kurang dari 5 cm. Disebutkan, kista ini tidak berbahaya, tidak perlu diangkat apabila tidak mengganggu janin, tetapi membutuhkan pengawasan khusus. Kista ini akan mengecil atau hilang dengan sendirinya seiring dengan bertambahnya usia kehamilan.
    · Kista dermoid.
    Kista ini mengandung organ manusia dalam bentuk sel embrionik sebagai cikal bakal manusia, sehingga tak heran jika diangkat ditemukan rambut, gigi, lemak dan tulang.
    · Kista endometriosis
    Yang berhubungan dengan nyeri haid. Kista ini disebut juga kista coklat, karena di dalamnya ada cairan berwarna coklat kehitaman berasal dari darah yang mengental dan membeku.
    · Kista adenoma
    Kista yang berasal dari lapisan indung telur dan berpotensi untuk ganas. Sekali lagi, karena kista ovarium gejalanya sering kali tidak disadari, maka sangat disarankan bagi setiap wanita untuk secara rutin melakukan pemeriksaan ginekologi.
    2.5 Gejala-gejala
    · Nyeri saat menjelang haid (1 hari sebelum haid) sampai dihari-hari pertama haid datang, kadang rasa nyeri disertai keluarnya keringat dingin bahkan serasa mau pingsan
    · Menstruasi yang datang terlambat, tidak teratur dan disertai rasa nyeri
    · Perut terasa penuh dan tertekan
    · Nyeri yang tajam pada perut bagian bawah
    · Gangguan fertilitas atau kesuburan.
    · Rasa sakit pada saat berhubungan seksual
    · Gejala Hirsutisme, yaitu tumbuhnya rambut seperti di wajah, kaki, perut.
    2.6 Diagnosis
    a. Anamnesis
    - Nyeri saat haid
    - Perdarahan setelah senggama
    - Infertilitas
    b. Pemeriksaan Fisik
    Palpasi à Ovarium mula-mula dapat diraba sebagai tumor kecil, akan tetapi bisa membesar sampai sebesar tinju. Tumor ovarium seringkali terdapat bilateral dan sukar digerakan
    c. Labolatorium
    Tidak memberikan tanda yang khas, hanya apabila ada darah dalam tinja atau air kencing pada waktu haid dapat menjadi petunjuk tentang adanya endometriosis pada rektosigmoid atau kandung kencing
    d. Rontgenologis
    Memasukan barium dalam kolom untuk memberi dgambaran dengan filling defect pada recto sigmoid dengan batas-batas yang jelas dan mukosa yang utuh.
    e. USG
    Terlihat masa pada daerah ovarium
    f. Biopsi
    Endometriosis yang ditemukan pad lokasi seperti forniks posterior, perineum, parut laparotomi, dan sebagainya.


    2.7 Komplikasi
    · Kista menjadi ganas
    · Kista terpuntir akan menimbulkan rasa sakit yang sangat dan memerlukan tindakan darurat
    · Kesulitan hamil karena adanya jaringan endometrium diluar rahim, semisal disaluran tuba kan mengakibatkan saluran tersebut lengket dan menghalangi bertemunya sperma dan ovum, sehingga terjadi infertilitas atau susah mendapat keturunan.
    2.8 Penanganan
    1. Pencegahan
    a. Perkawinan jangan ditunda terlalu lama dan sesudah perkawinan hendaknya diusahakan supaya mendapatkan anak-anak yang diinginkan dalam waktu yang tidak terlalu lama
    b. Jangan melakukan pemeriksaan yang kasar atau melakukan kerokan pada waktu haid, oleh karena hal itu dapat menyebabkan mengalirnya darah haid dari uterus ke tuba dan kerongga panggul
    2. Pengawasan
    a. Kista banyak terjadi pada wanita Kista banyak terjadi pada wanita di usia subur atau reproduksi dan biasanya dapat mengecil atau hilang dengan sendirinya setelah wanita memasuki masa menopause, karena menurunnya aktivitas indung telur.
    b. Pada wanita yang ingin mempunyai anak, jika telah ditunggu 1 tahun tidak terjadi kehamilan perlu dilakukan pemeriksaan terhadap infertilitas dan diambil sikap yang lebih efektif.
    3. Pengobatan Hormonal
    · Androgen
    - Metilestosteron sublingual denagn dosis 5-10 mg/hari
    - 10 mg/hari pada bulan pertama dilanjutkan dengan 5 mg/hari
    · Hormon GnRH analog yang diberikan selama 6 bulan, bukan tiga bulan. Cara kerja GnRH adalah menekan hormon diotak yang memberi perintah kepada indung telur untuk bereproduksi
    · Estrogen progesteron
    Kadar estrogen yang rendah menyebabkan atrofi jaringan endometriosis, keadaan yang asiklik mencegah terjadinya haid, yang berarti tidak terjadi pelepasan jaringan endometrium yang normal maupun jaringan endometriosis. Dengan demikian dapat dihindari timbulnya sarang endometrium yang baru karena transpor regard jaringan endometriosis yang menimbulkan rasa nyeri karena ransangan peritoneum.
    4. Pembedahan
    a. Pembedahan harus mempertimbangkan hal-hal berikut:
    · Fungsi ovarim akan dipertahankan atau dihentikan, pada endometriosis yang dini, endonetriosis yang tidak memberikan gejala dan pada wanita muda yang masih ingin punya anak, fungsi ovarium dipertahankan. Apabila kista endometriosis/ kista coklat telah mengadakan penyerbuan yang luas dalam pelvis, khususnya pada usia lanjut dilakukan penghentian fungsi ovarium.
    · Pengobatan konservatif
    - Endometriosis umumnya menjalar lambat dan memerlukan waktu bertahun-tahun.
    - Endometriosis bukanlah penyakit ganas dan jarang sekali menjadi ganas
    - Endometriosis mengalami regresi pada waktu menopause
    b. Pada kista coklat ovarium hendaknya tidak semuanya diangkat, tetapi ditinggalkan sebagian dari ovarium yang kiranya masih sehat.
    c. Kisner menganjurkan untuk melakukan apendektomi oleh karena tidak jarang sarang-sarang endometriosis terdapat pada serosa apendik
    d. Pembedahan konservatif dapat dilakukan dengan dua cara pendekatan
    · Laparatomi
    · Laparaskopi operatif
    Metode laparaskopi merupakan metode terkini dengan teknik pembedahan atau operasi dilakukan dengan membuat dua atau tiga lubang kecil (berdiameter 5-10 mm) disekitar perut pasien. Satu lubang pada pusat digunakan untuk memasukan sebuah alat yang dilengkapi kamera untuk memindahkan gambar dalam rongga perut ke layar monitor, sementara dua lobang yang lain untuk peralatan bedah yang lain. Teknik ini juga disebut teknik operasi minimal (Minimal Invasif Surgery).
    Laparoskopi operatif mempunyai beberapa keuntungan jika di-bandingkan dengan laparatomi:
    - Lama tinggal dirumah sakit lebih pendek
    - Kembalinya aktivitas kerja lebih cepat
    - Biaya perawatan lebih murah
    d. Pembedahan radikal dilakukan pada wanita dengan kista soklat yang umurnya hampir 40 tahun atau lebih, dan yang menderita penyakit yang luas disertai dengan banyak keluhan. Operasi yang paling radikal ialah histerektomi total, salpingo-ooforektomi bilateral, dan pengakatan semua sarang-sarang endometriosis yang ditemukan
    5. Pengobatan dengan radiasi
    Pengobatan ini bertujuan untuk menghentikan fungsi ovarium tidak dilakukan lagi, kecuali jika ada kontraindikasi terhadap pembedahan.
    2.9 Prognosis
    • Kista endometriosis sebenarnya salah satu jenis kista yang tidak ganas dan bukan merupakan tumor sejati. Akan tetapi, kista ini menyebalkan karena kerap kambuh dan dapat mengganggu kesuburan perempuan.
    • Meskipun belum diketahui persis faktor penyebab kekambuhan, dicurigai pengobatan yang tidak tuntas setelah pengambilan kista jadi pemicunya.
    BAB III
    TINJAUAN KASUS
    MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN PADA NY “E”
    POST LAPAROTOMI DAN KISTEKTOMI
    DI RUANG RAWAT GYNEKOLOGI
    RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
    TGL 14-15 OKTOBER 2008
    I. Pengkajian
    A. Identitas/ Biodata
    Nama Ibu : Ny. E
    Umur : 27 tahun
    Suku/bangsa : Minang/ Indonesia
    Agama : Islam
    Pendidikan : SLTA
    Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
    Alamat rumah : Jl. Andalas no.37 Padang
    No. MR : 611789
    Nama suami : Tn. D
    Umur : 30 tahun
    Suku/ bangsa : Minang/ Indonesia
    Agama : Islam
    Pendidikan : Sarjana
    Pekerjaan : PNS
    Alamat rumah : Jl. Andalas no.37 Padang
    B. Anamnesa
    Pasien masuk tanggal :14 Oktober 2008
    Pukul : 10.30 wib
    1. Keluhan waktu masuk: Sakit perut bagian bawah
    2. Riwayat Penyakit sekarang:
    Pasien sudah dilakukan laparatomi dan kisterktomi pada tanggal 13 Oktober 2008
    3. Riwayat Penyakit terdahulu :
    · Klien tidak pernah menderita penyakit jantung, ginjal, paru-paru, hati, DM, hipertensi dan ginjal
    4. Riwayat penyakit keluarga
    Keluarga klien tidak pernah menderita penyakit yang sama
    5. Riwayat persalinan
    Klien pernah hamil 1 kali dan melahirakan anak perempuan dengan BB 2700 gram PB 50 cm
    C. Pola aktivitas sehari-hari
    1. Nutrisi
    · Dirumah : (3 x sehari) 1 piring nasi + 1 potong lauk ukuran sedang + 1 mangkuk kecil sayur + buah
    · Di RS: (3 x sehari) 1 piring nasi + 1 potong lauk ukuran sedang + 1 mangkuk kecil sayur + buah
    2. Eliminasi
    · BAK
    - Frekuensi : 6-7 kali sehari
    - Warna : Kuning jernih
    - Keluhan : Tidak ada
    · BAB
    - Frekuensi : 1-2 kali sehari
    - Warna : Warna
    - Konsistensi : Lunak
    - Keluhan : Tidak ada
    3. Pola Istirahat
    · Sehat : 6-7 jam/hari
    · Sakit : 14-15 jam/hari
    D. Data Objektif
    1. Pemeriksaan Fisik
    a. Tanda Vital
    · TD : 110/70 mmHg
    · Nadi : 90 x/i
    · Pernafasan : 20 x/i
    · Suhu : 36,5 ˚C
    b. Kepala
    · Rambut : Bersih, tidak ada ketombe
    · Mata : Tidak oedema, tidak ikterik, conjungtiva tidak anemis
    · Muka : Tidak oedema
    · Mulut : Tidak ada stomatitis
    · Gigi : Tidak ada caries
    b. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar lymp dan thyroid
    c. Dada : Bersih
    d. Abdomen
    · Inspeksi : perut tampak luka bekas operasi
    · Palpasi : ada nyeri tekan
    · Auskultasi : Bising usus ada
    e. Genitalia : Tidak ada laserasi
    f. Ekstremitas
    · Atas
    - Oedema : tidak ada
    - Sianosis ujung jari: tidak ada
    - Pergerakan: tidak ada
    · Bawah
    - Oedema : tidak ada
    - Varices : tidak ada
    - Pergerakan: normal
    2. Pemeriksaan Penunjang
    a. Pemeriksaan labolatorium
    · HB : 11,6 gr%
    · Trombosit : 205 /mm3
    · Hematokrit : 35/mm3
    · Leukosit : 11.700 /mm3
    b. Hasil PA
    · Makro
    Kista dengan ukuran 8x5x3 cm dinding tebal 1 rongga
    · Mikro
    Dalam sediaan tampak dinding kista terdiri dari jaringan fibriokolagen mengandung kapiler-kapiler permukaan endotelial leucocyte, tampak tidak ganas

    MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN PADA NY “E” POST LAPAROTOMI DAN KISTEKTOMI
    DI RUANG RAWAT GYNEKOLOGI RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
    TGL 14-15 OKTOBER 2008
    DATA
    INTERPRETASI
    DATA
    ANTISIPASI MASALAH/ MASALAH POTENSIAL
    TINDAKAN SEGERA
    PERNCANAAN
    PELAKSANAAN
    EVALUASI
    Pasien datang tanggal 14 Oktober 2008
    Pukul : 10.30 wib
    DS :
    - Ibu mengatakan telah dioperasi pada tanggal 12 oktober 2008
    - Ibu mengatakan nyeri pada daerah operasi
    - Ibu mengatakan pernah pernah melahirkan 1x dan anak meninggal setelah berumur 1 bulan.
    - Ibu mengatakan telah ditransfusi darah sebanyak 2 kantong pada tanggal 13-10-2008
    DO :
    1. TTV
    - TD: 110/70 mg
    - N :90x/i
    - P: 20x/i
    - S: 36,5˚C
    2. Inspeksi
    - pada perut tampak bekas luka operasi
    3. Palpasi
    - Ada nyeri tekan
    4. Pemeriksaan Penunjang
    Ø Pemeriksanan laboratorium :
    - Hb : 11,5 gr/%
    - Lekosit : 11.700 mm3
    - Trombosit : 205.000 mm3
    - Hematokrit : 35 %
    Ø Hasil PA
    - Makro: kista 8x5x3 cm dinding tebal 1 rongga
    - Mikro dalam sediaan tampak dinding kista terdiri dari jaringan fibrioklagen mengandung kapiler-kapiler, permukaan dilapisi epitel thorax rendah
    Tanggal: 15 oktober 2008
    Pukul : 10.00 wib
    DS:
    - Ibu mengatakan nyeri sedikit berkurang
    DO:
    1. TTV
    - TD: 110/80 mg
    - N :84x/i
    - P: 20x/i
    - S: 36,5˚C
    2. Infus RL masih terpasang 20 tetes/i
    3. Cateter masih terpasang
    Diagnosa :
    Ibu dengan post laparotomi dan kistektomi. KU ibu baik
    Dasar:
    1. Berdasarkan hasil PA Makro: kista 8x5x3 cm dinding tebal 1 rongga
    Mikro:dalam sediaan tampak dinding kista terdiri dari jaringan fibrioklagen mengandung kapiler-kapiler, permukaan dilapisi epitel thorax rendah
    2. TTV
    - TD: 110/70 mg
    - N :90x/i
    - P: 20x/i
    - S: 36,5˚C
    - HB:11,6 gr%
    Dx:
    Ibu dengan post laparotomi dan kistektomi, KU ibu baik
    Dasar:
    1. Berdasarkan hasil PA Makro: kista 8x5x3 cm dinding tebal 1 rongga
    Mikro:dalam sediaan tampak dinding kista terdiri dari jaringan fibrioklagen mengandung kapiler-kapiler, permukaan dilapisi epitel thorax rendah
    2. TTV
    - TD: 110/80 mg
    - N :84x/i
    - P: 20x/i
    - S: 36,5˚C
    Tidak ada
    Tidak ada
    Saat ini belum diperlukan
    Saat ini belum diperlukan
    1.informasikan hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga
    2. Jelaskan penyebab nyeri yang dirasakan oleh ibu
    3. Ajarkan ibu cara mengurangi rasa sakit atau nyeri yang dialaminya
    4. Beri dukungan psikologis
    5. Berikan obat-obatan sesuai advis dokter
    6. Kontrol tetesan infus dan jumlah urine
    1.informasikan hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga
    2. Buka infus dan kateter
    3. Lakukan penggantian perban
    4. Anjurkan ibu untuk melakukan mobilisasi
    1. Menjelaskan hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga
    -TD : 110/70mmHg
    - N : 90 x/i
    - P : 20 x/i
    - S : 36,5 o C
    - HB: 11,6 gr%
    - KU ibu baik
    2.Menjelaskan penyebab nyeri yang dirasakan oleh ibu karena luka bekas pengangkatan kista dan penjahitanya
    3. mengajarkan ibu cara mengurangi rasa sakit atau nyeri yang dialaminya dengan menarik nafas melalui hidung dan menghembuskan perlahan melalui mulut, sebanyak 8 kali
    4. Memberi dukungan psikologis pada ibu dengan menyarankan ibu untuk mendekatkan diri kepada Tuhan
    5. Memberikan obat-obatan sesuai advis dokter
    - ceftriaxone 2x1
    - Metronidazol 3x1
    6. Mengontrol tetesan infus dan jumlah urine
    - infus RL 20 tetes/I ditangan kiri
    - cateter terpasang jumlah urine + 250cc
    1. Menjelaskan hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga
    -TD : 110/80mmHg
    - N : 84 x/i
    - P : 20 x/i
    - S : 36,5 o C
    - KU ibu baik
    2.Membuka infus dan kateter ibu
    · Membuka infus
    - Menstop infus
    - Membuka plester dengan alkohol
    - Tekan daerah bekas infus terpasang dan beri kapas Alkohol dan plester
    · Membuka cateter
    - Memakai Handscoon
    - Mengambil cairan dalam balon kateter sebanyak 10 vv dengan spuit 10 cc
    - Menyuruh ibu untuk menarik nafas dalam
    - Mengeluarkan cateter dengan pelan-pelan
    3. Melakukan penghentian perban dan memantau keadaan lika post laparotomi dan kistektomi
    - Membuka perban lama dan membersihkan daerah luka dengan menggunakan betadine
    -Tekan daerah sekitar luka dan lihat tanda-tanda infeksi, seperti keluar nanah, berbau busuk, dan perdarahan
    4. Menganjurkan ibu untuk melakukan mobilisasi dengan menggerakkan kaki dan tungkai bawah
    1. ibu dan keluarga paham dengan penjelasan yang diberikan.
    2. ibu paham dengan penjelasan yang diberikan.
    3. Ibu mengerti dan telah mengerjakan cara yang dianjurkan
    4. ibu tampak lebih tenang
    5. Obat-obatan telah diberikan.
    6. Infus RL masih terpasang ditangan kiri dengan 20 tetes/i, jumlah urine
    + 250cc
    1. ibu dan keluarga paham dengan penjelasan yang diberikan.
    2. infus dan kateter telah dilepaskan pukul 11 pagi
    3. Perban ibu sudah diganti dan keadaan luka ibu baik, tidak ada tanda-tanda infeksi
    4. ibu mau melakukan saran yang diberikan

    BAB IV
    PENUTUP
    4.1 Kesimpulan
    Kista cokelat atau endometoma merupakan kista yang biasanya terdapat diovarium, tampak kista biru-biru kecil sampai kista besar,kadang-kadang sebasar tinju berisi darah tua menyerupai cokelat. Penyebab kista cokelat ini belum diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa teori yang mengatakan karena darah haid mengalir kembali (regurgitasi) melalui tuba ke dalam rongga pelvis,sehingga terkumpul air, darah, nanah, atau cairan cokelat kental seperti darah menstruasi. Wanita yang mempunyai riwayat keluarga kanker hidung telur dan kanker payudara juga mempunyai resiko mengidap kista cokelat.
    Tanda dan gejala dari kista cokelat tidak khusus, sehingga sulit untuk menentukannya. Diantaranya nyeri saat menjelang haid, menstruasi yang datang terlambat. nyeri yang tajam pada perut bagian bawah, gangguan fertilisasi kesuburan. Serta rasa sakit saat berhubungan seksual
    Panaganan kista coklat ada beberapa cara diantaranya:
    1. Pencegahan
    · Jangan menunda usia perkawinan terlalu lama
    · Jangan melakukan kerokan pada waktu haid
    2. Pengawasan
    Pada wanita yang ingin punya anak, tunggu 1 tahun lalu lakukan pemeriksaan infertilitas
    3. Pengobatan hormonal
    4. Pembedahan
    5. Pengobatan Radiasi
    4.2 Saran
    · Bila ditemukan tanda dan gejala kista coklat, seperti nyeri saat menjelang haid yang hebat, menstruasi yang datang terlambat, nyeri yang tajam pada perut pada bagian bawah, gangguan infertilitas dan kesuburan, maka segeralah untuk memeriksakan diri ke rumah sakit
    · Jangan menunda usia perkawinan terlalu lama
    DAFTAR PUSTAKA
    Manuaba, Ida Bagus Gde. 1988. “Ilmu Kebidanan, Penyakit kandungan, dan KB
    Untuk Pendidikan Bidan”. Jakarta: EGC
    Prawirohardjo, Sarwono. 2005. “Ilmu kandungan”. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
    Sastrawinat, Sulaiman.1981. “Ginekologi”. Bandung: Elstar Offset
    www. Kespro.com
    www. Kesehatan Remaja.com
    http://www.askep-askeb-kita.blogspot.com/

    Blog Archive