Thursday, May 20, 2010

Hubungan antara paritas dan usia ibu dengan plasenta previa di RSUD

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perdarahan pada kehamilan Trimester ketiga pada umumnya merupakan perdarahan yang berat, dan jika tidak mendapatkan penanganan yang cepat bisa mendatangkan syok dan kematian. Salah satu penyebabnya adalah plasenta previa. Plasenta previa selain menimbulkan penyulit pada ibu, dapat juga menimbulkan penyulit pada janin, yaitu asfiksia sampai kematian janin dalam rahim. Oleh sebab itu perlulah keadaan ini diantisipasi seawal-awalnya selagi perdarahan belum sampai ketahap yang membahayakan ibu dan janinnya. Chalik, 1997.
Mortalitas dan morbilitas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara berkembang, sekitar 25 – 50% kematian tersebut disebabkan oleh hal yang berkaitan dengan kehamilan. Tahun 1999 WHO (World Health Organization) memperkirakan lebih dari 585.000 ibu pertahunnya meninggal saat hamil dan bersalin. Dimana 15% dari seluruh wanita hamil akan berkembang menjadi komplikasi yang berkaitan dengan kehamilannya serta dapat mengancam jiwanya dan janin yang dilahirkannya. (Saifuddin dkk, 2002).
Angka kematian ibu dan perinatal merupakan ukuran penting dalam menilai keberhasilan pelayanan kesehatan dalam suatu negara. Angka kematian ibu di Indonesia masih tergolong tinggi yaitu 390 per 100.000 persalinan hidup. Jika perkiraan persalinan di Indonesia sebesar 5.000.000 orang, maka akan terdapat sekitar 19.500 – 20.000 kematian ibu tiap tahunnya yang terjadi setiap 26 – 27 menit sekali. Dimana sekitar 3 – 10% disebabkan oleh kasus komplikasi obstetrik, seperti kasus berat pendarahan anterpartum (karena plasenta previa atau karena solusio plasenta), pendarahan postpartum, kepala janin dan ruang panggul yang tak seimbang, ruptura uteri serta malpresentasi letak janin. (Manuaba, 1998).
Perdarahan antepartum yang bersumber pada kelainan plasenta dan tidak terlampau sulit untuk menentukannya adalah plasenta previa. Plasenta previa ditemukan kira-kira dengan frekuensi 0,3 – 0,6% dari seluruh persalinan. Di Negara-negara berkembang berkisar antara 1 – 2,4%, sedangkan di RS. Cipto Mangunkusumo terjadi 37 kasus plasenta previa antara 4781 persalinan (Winkjosastro, 2005).
Angka kematian ibu di Provinsi Lampung pada tahun 2006 tercatat 134 kasus per 100.000 kelahiran hidup dengan komplikasi obstetri, sedangkan di Kota Metro tercatat 8 orang per 2.768 kelahiran hidup, dimana penyebab kematian tersebut adalah perdarahan ante partum yaitu plasenta previa perdarahan post partum, KET dan infeksi. Angka kematian ini sangat meningkat dibandingkan tahun sebelumnya pada tahun 2005 yaitu 2 orang per 2801 kelahiran hidup (Profil Depkes Lampung, 2006).
Banyaknya faktor yang menyebabkan meningkatnya kejadian plasenta previa disebabkan oleh faktor umur penderita, faktor paritas karena pada paritas yang tinggi kejadian paritas makin besar yang mana disebabkan oleh endometrium yang belum sempat tumbuh, faktor endometrium di fundus belum siap menerima implantasi, endometrium, vaskularisasi yang kurang pada desidua, riwayat obstetri. Hal tersebut jika dibiarkan begitu saja akan mengakibatkan terjadinya komplikasi baik pada ibu maupun pada janinnya (Manuaba, 1998).
Berdasarkan hasil pra survey didapatkan angka kejadian plasenta previa dari bulan Januari – Desember 2007 di Rumah Sakit A. Yani Metro sebanyak 65 (7,89%) kasus dari 842 persalinan dengan persentase tertinggi terjadi pada bulan Desember yaitu sebanyak 12 orang yaitu 16,22 %. Angka kejadian plasenta previa cenderung mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2006 yaitu sebanyak 61 kasus dari 601 persalinan. (Rekam Medik, RSU A. Yani Metro, 2007)
Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya plasenta previa maka peneliti hanya meneliti faktor paritas dan usia ibu, dengan pelayanan yang baik akan dapat menurunkan kejadian plasenta previa dan komplikasi obstetri dari uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Hubungan Antara Paritas dan Usia Ibu dengan Plasenta Previa di RSUD A. Yani Metro Tahun 2007”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil uraian latar belakang masalah diatas, maka peneliti merumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu “Adakah hubungan antara paritas dan usia ibu dengan plasenta previa di RSUD A. Yani Metro?”

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dari masalah ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Jenis penelitian : Survey analisis dengan pendekatan cross sectional
2. Subjek penelitian : Ibu bersalin normal dan plasenta previa yang dirawat di Ruang Kebidanan RSU A. Yani Metro
3. Objek penelitian : Paritas dan umur ibu dengan plasenta previa
4. Lokasi penelitian : Ruang Kebidanan RSU A. Yani Metro
5. Waktu penelitian : Pada tanggal 1 juni – 15 Juli 2008

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi plasenta previa di RSU A. Yani Metro.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :
a. Mengetahui persentase ibu yang mengalami plasenta previa.
b. Mengetahui persentase ibu yang bersalin dan yang mengalami plasenta previa berdasarkan paritas di RSUD A. Yani Metro.
c. Mengetahui persentase ibu yang bersalin dan yang mengalami plasenta previa berdasarkan usia di RSUD A. Yani Metro.
d. Mengetahui hubungan antara paritas dengan terjadinya plasenta previa.
e. Mengetahui hubungan antara usia ibu dengan terjadinya plasenta previa.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat :
1. Bagi Instalasi Rawat Inap RSUD A. Yani Metro
Bagi tempat penelitian di harapkan dapat menjadi bahan evaluasi tenaga kesehatan dan pertimbangan dalam melaksanakan asuhan kebidanan dengan kejadian plasenta previa dalam meningkatkan standar pelayanan di Insntalasi Rawat Inap RSU A. Yani Metro.
2. Bagi Institusi Pendidikan Prodi Kebidanan Metro
Sebagai dokumen dan bahan bacaan untuk menambah wawasan mahasiswa dalam meningkatkan mutu pendidikan di Poltekes Tanjung Karang Program Studi Kebidanan Metro.
3. Bagi Peneliti Lain
Sebagai bahan referensi untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut.

Gambaran tingkat pengetahuan wanita pramenopause tentang osteoporosis di desa

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Salah satu tolak ukur kemajuan suatu bangsa adalah tingginya angka harapan hidup penduduknya. Demikian juga Indonesia sebagai suatu negara berkembang, dengan perkembangannya yang cukup baik, makin tinggi usia harapan hidup pada waktu lahir orang Indonesia akan mencapai 70 tahun atau lebih pada tahun 2015-2020 (FKUI, 1999 : iv). Usia harapan hidup untuk pria 76 tahun dan wanita 82 tahun (WHO, 1995:15). Di Lampung usia harapan hidup penduduknya pada tahun 2004 mencapai 67,6 tahun, sedangkan Lampung Timur adalah 69,3 tahun (Dinkes Propinsi, 2004).
Meningkatnya usia harapan hidup bagi masyarakat mempunyai beberapa konsekuensi yaitu antara lain akan timbulnya berbagai masalah kesehatan. Khususnya bagi wanita didalam daur hidupnya akan mengalami berbagai masalah kesehatan terutama pada masa menopause dan pasca menopause (Baziad, 2000:35). Salah satu masalah kesehatan yang bisa terjadi pada masa menopause adalah osteoporosis.
Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang paling banyak menyerang wanita yang telah menopause (Irawati, 2002:47).Akibat yang biasa terjadi dari osteoporosis adalah ketika tulang punggung menjadi lemah, maka akan mudah jatuh dan retak, apalagi jika disertai dengan patah tulang (fraktur).
Waktu menopause produksi estrogen dalam tubuh wanita mengalami penurunan yang drastis. Diantara banyak fungsinya estrogen memainkan peranan utama dalam melestarikan kekuatan tulang melalui kalsifikasi atau pemberian kalsium yang terus menerus. Dengan turunnya kadar estrogen, hormon yang berperan dalam proses ini yaitu vitamin D dan PTH (Parathyroid Hormone) menurun sehingga proses pematangan sel tulang (osteoblast) terhambat. Apabila ini berlanjut terus, maka penyerapan tulang dalam tubuh akan lebih cepat daripada pembentukan dalam tulang sehingga tulang menjadi lebih lunak, lebih lemah dan lebih mudah patah (Rachman, 2000:13).
Osteoporosis dapat terjadi akibat gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, mengkonsumsi alkohol dan kurangnya aktifitas yang dilakukan sehari-hari mulai anak-anak sampai dewasa, serta minimnya pengetahuan masyarakat mengenai cara pencegahan osteoporosis terbukti dengan rendahnya konsumsi kalsium rata-rata di Indonesia yang hanya 254 mg perhari dari 1000-1200 mg perhari menurut standar internasional. Hal ini ditambah kenyataan bahwa gejala osteoporosis sering kali tidak menimbulkan gejala (silent desease), namun seringkali menunjukkan gejala klasik berupa nyeri punggung akibat fraktur kompresi dari satu atau lebih vertebrata (www.@promokes.go.id, 2006).
Berdasarkan data terbaru dari IOF (International Osteoporosis Foundation) menyebutkan sampai tahun 2000 ini diperkirakan 200 juta wanita mengalami osteoporosis (Hartono, 2000:2). Wanita 2-3 kali lebih banyak menderita osteoporosis dibandingkan laki-laki dengan prevalensi lebih kurang 35% wanita pasca menopause menderita osteoporosis dan 50% ostopenia (Baziad, 2003:75). Berdasarkan analisa data Pusat Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada 14 propinsi menunjukkan masalah osteoporosis di Indonesia telah mencapai tingkat yang perlu diwaspadai yaitu 19,7 %. (www.Depkes.go.id, 2005).
Menurut laporan SP2TP tahun 2004 di Propinsi Lampung osteoporosis yang merupakan salah satu penyakit tulang dan jaringan pengikat menempati urutan ke-5 dari 10 (sepuluh) besar penyakit pada tahun 2004 dengan jumlah kasus 126.304 (9,32%) (Dinkes Propinsi, 2004). Dari beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung, kasus penyakit osteoporosis lama dan baru yang ada di daerah Lampung Timur pada triwulan IV tahun 2005 menempati urutan ke-3 dari jumlah penyakit terbanyak yang ada di Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Timur sebanyak 4059 kasus (8,25%) (LB1 Dinkes Lampung Timur). Untuk wilayah Puskesmas Purbolinggo, penyakit tulang menempati urutan ke-2 sebanyak 143 kasus (8,1%) dari penyakit terbanyak pada bulan Januari 2006. Sedangkan pada bulan Februari 2006 menempati urutan ke-3 sebanyak 109 kasus (7,1%) (Seksi Puskesmas Lampung Timur).
Berdasarkan studi pendahuluan di Desa Taman Bogo Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur terdapat jumlah wanita berdasarkan golongan umur 46-50 tahun yaitu 151 orang (7,6%) (data desa Taman Bogo tahun 2005). Dari hasil wawancara yang penulis lakukan terhadap 10 orang wanita pramenopause, ternyata ada 6 orang (60%) tidak tahu tentang osteoporosis yang mungkin akan terjadi pada masa menopause. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian mengenai pengetahuan wanita pramenopause tentang osteoporosis yang terjadi pada masa menopause di Desa Taman Bogo Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut : “Bagaimanakah gambaran tingkat pengetahuan wanita pramenopause tentang osteoporosis di Desa Taman Bogo Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur tahun 2006?”.

C. Tujuan Penelitian
D. 1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan wanita pramenopause tentang osteoporosis.
E. 2. Tujuan Khusus
F. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan wanita pramenopause tentang osteoporosis pada domain kognitif tingkat tahu.
G. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan wanita pramenopause tentang osteoporosis pada domain kognitif tingkat paham.
H. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan wanita pramenopause tentang osteoporosis pada domain kognitif tingkat aplikasi.

J. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang diteliti adalah sebagai berikut :
Jenis Penelitian : Studi Deskriptif
Obyek Penelitian : Tingkat pengetahuan wanita pramenopause tentang osteoporosis.
Subyek penelitian : Wanita yang berusia 46-50 tahun di Desa Taman Bogo Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur.
Lokasi penelitian : Desa Taman Bogo Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur.
Waktu Penelitian : Bulan April – Mei 2006.

K. Manfaat Penelitian
Bagi Petugas Pelaksana Pelayanan Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan penyuluhan kepada wanita pramenopause tentang osteoporosis pada masa menopause.
Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan bacaan dan informasi untuk penelitian berikutnya.

Gambaran tingkat pengetahuan ibu-ibu usia 45 – 55 tahun tentang menopause di desa

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Akhir abad ini di Indonesia akan dijumpai sekitar 8 – 10% perempuan lanjut usia, proses penuaan pada perempuan berlangsung lebih cepat, dari pada proses penuaan yang dialami oleh pria, karena adanya beban proses reproduksi dalam kehidupannya.Salah satu proses penuaan yang dialami perempuan adalah menoupause (DepKes, 1993). Menopause pada perempuan mengakibatkan osteoporosis dan gangguan kadar lemak dapat berlanjut ke kegangguan fungsi jantung dan pembuluh darah. Pada periode ini, para individu akan berusaha mengobati atau meringankan gejala dan keluhan menopause dan juga keinginan tetap awet muda dengan berusaha untuk mendapat obat dan tambahan beberapa vitamin yang dianggap dapat mencegah penuaan dini (Majalah Kesehatan Masyarakat,Th.XXIV,No. 6, 1996).
Gangguan fisik dan psikis biasanya timbul dalam pascamenopause tetapi kadang-kadang juga dalam pramenopause. Gangguan fisik dan psikis rupanya bersangkutan dengan berkurangnya produksi estrogen dan meningkatnya kadar gonadotropin. Sebagian besar perempuan mengalami gejala iritabilitas, kecemasan, depresi, insomnia, rasa panas terutama pada bagian-bagian atas berkeringat secara ringan saja (Sarwono, 1999). Menurut Sheldon H.C (dalam Rosetta Reitz, 1979) mengatakan kira-kira 60% perempuan mengalami arus panas, 25% perempuan kehilangan tulang lebih cepat dari pada proses menua. Di Amerika Serikat dan Eropa diperkirakan 9% s/d 26% perempuan pernah menderita penyakit depresi dalam kehidupan mereka. (Kunjtoro, 2002)
Menopause sering diartikan sebagai titik awal menurunnya fungsi reproduksi seorang perempuan. Kehidupan menjelang dan setelah menopause itulah yang sering disebut sebagai senja dalam kehidupan perempuan. Dalam usia ini seorang perempuan mencapai kematangan hidup, untuk karena itu masa tersebut dapat disebut pula sebagai usia maturitas. (Dep.Kes, 1993).
Pada masa ini pula seorang perempuan sering merasakan keluhan dalam kesehatannya. Keluhan pada masa menopause diakibatkan oleh penuaan pada organ-organ tubuh perempuan tersebut. Sebagai contoh penuaan pada indung telur dapat menurunkan produksi hormon estrogen yang mengatur metabolisme kalsium. Perubahan pengeluaran hormon menyebabkan berbagai perubahan baik fisik maupun psikis (Manuaba, 1998).
Pembangunan kesehatan pada dasarnya mempunyai tujuan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Derajat kesehatan yang menjadi sasaran pencapaian program pembangunan kesehatan dapat dilihat dari indikator : umur harapan kehidupan, mortalitas, morbiditas dan status gizi masyarakat. Berdasarkan tabel 1 ternyata umur harapan hidup di Kabupaten Lampung Tengah dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Pada tahun 2000 rata-rata umur harapan hidup mencapai 68 tahun. Dan tahun 2001 menjadi 73,5 tahun. Bila dilihat lebih rinci ternyata angka harapan hidup perempuan lebih tinggi, yaitu tahun 2001 dapat mencapai rata-rata 76,4 tahun. (Propil Lampung Tengah, 2001).
Tabel 1 : Umur Harapan Hidup di Kabupaten Lampung Tengah
Tahun Jenis kelamin Laki-laki + Perempuan
Laki-laki Perempuan
2000 66,0 th 70,0 th 68,0 th
2001 70,6 th 76,4 th 73,5 th
Sumber : Data Profil Lampung Tengah
Di Kabupaten Lampung Tengah pertumbuhan kelompok usia lanjut, jumlahnya semakin besar. Pada tahun 1999 kelompok lanjut usia baru mencapai 5,24% dari jumlah penduduk. Kemudian pada tahun 2000 mencapai 8,6% dan di tahun 2001 meningkat menjadi 10,84% kelompok penduduk lanjut memerlukan pelayanan kesehatan sekunder/tersier dan memerlukan biaya sangat mahal serta merupakan beban sosial yang harus ditanggung kelompok penduduk produktif.
Tabel 2 : Perkembangan Kelompok Usia Lanjut Kabupaten Lampung Tengah Tahun 1999 – 2001
Tahun Lansia Baru Peningkatan
1999
2000
2001 5,24%
8,6%
10,84%
3,36%
2,24%
Sumber : Data Profil Lampung Tengah
Usia lanjut di Kabupaten Lampung Tengah terdapat sejumlah 113.976 orang, dengan perempuan usia 45-55 tahun adalah 5.355 orang dan usia > 55 tahun 1.589 orang. Pada pra surve penulis di wilayah puskesmas Wates usia 45-55 tahun sebanyak 425 orang terbagi atas 6 desa.
Berdasarkan pra survey di Desa Wates yang dilaksanakan pada bulan April 2004 dengan melakukan pra survey dan uji kuesioner yang terdapat 16 pertanyaan mengenai pengetahuan ibu tentang menopause pada 10 orang responden diperoleh sebagai berikut :
Tabel 3. Katagori Pengetahuan Ibu Usia 45-55 Tahun Tentang Menopause di Desa Wates Pada Uji Kuesioner
No Katagori Jumlah Persentase
1
2
3
4 Baik
Cukup
Kurang
Kurang sekali 0
2
3
5 0
20%
30%
50%
Jumlah 10 100%
Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa pengetahuan responden tentang menopause di Desa Wates pada uji kuesioner termasuk katagori kurang sekali yaitu sebesar 50%. Berdasarkan pra survey maka penulis tertarik untuk meneliti gambaran tingkat pengetahuan ibu tentang menopause.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dibuat rumusan masalah yaitu Bagaimanakah gambaran tingkat pengetahuan ibu-ibu usia 45-55 tahun tentang menopause di Desa Wates Kecamatan Bumi Ratu Nuban Kabupaten Lampung Tengah?

C. Ruang Lingkup Penelitian
1. Obyek Penelitian
Pengetahuan ibu-ibu usia 45-55 tahun di Dusun I Desa Wates
2. Subyek Penelitian
Ibu-ibu usia 45-55 tahun yang ada di Desa Wates Kecamatan Bumi Ratu Nuban Kabupaten Lampung Tengah.
3. Lokasi Penelitian
Wilayah Puskesmas Wates yaitu Desa Wates Kecamatan Bumi Ratu Nuban Kabupaten Lampung Tengah.
4. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada tanggal 10 Mei sampai 6 Juni 2004.

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan ibu-ibu usia 45-55 tahun tentang menopause di Desa Wates Kecamatan Bumi Ratu Nuban Kabupaten Lampung Tengah.
2. Tujuan Khusus
a. Diperolehnya gambaran tingkat pengetahuan ibu-ibu usia 45-55 tahun tentang menopause pada tingkat tahu.
b. Diperolehnya gambaran tingkat pengetahuan ibu-ibu usia 45-55 tahun tentang menopause pada tingkat paham.
c. Diperolehnya gambaran tingkat pengetahuan ibu-ibu usia 45-55 tahun tentang menopause pada tingkat aplikasi.

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat kepada :
1. Bagi Penulis
Dapat menerapkan mata kuliah yang telah diajarkan, terutama metodelogi penelitian, menambah pengalaman dan wawasan mengenai pengetahuan ibu tentang menopause.
2. Bagi Subyek Peneliti
Untuk menambah pengetahuan ibu tentang menopause.
3. Bagi Institusi Pendidikan Program Studi Kebidanan Metro
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan untuk memperluas wawasan mahasiswinya tentang menopause.
4. Bagi Puskesmas Wates
Untuk menambah wawasan bagi tenaga kesehatan mengenai pengetahuan ibu tentang menopause.

Gambaran tingkat pengetahuan dan sikap remaja putri tentang anemia di SMA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anemia merupakan suatu gejala yang ditandai dengan rendahnya kadar hemoglobin (Hb) dalam darah dibandingkan dengan nilai normal pada usia tertentu (Rouli, 2005 : 176). Dampak anemia pada remaja putri yaitu pada masa pertumbuhan mudah terinfeksi, mengakibatkan kebugaran/kesegaran tubuh berkurang, semangat belajar atau prestasi menurun, sehingga pada saat akan menjadi calon ibu dengan keadaan beresiko tinggi (www.gizi.net, 2004), Anemia juga berakibat gangguan konsentrasi, daya ingat rendah , kecerdasan intelektual yang rendah yang tentunya berdampak pada prestasi mereka disekolah, jika mayoritas anak perempuan menderita anemia, dampaknya akan berlanjut. Mengingat, mereka adalah para calon ibu yang akan melahirkan generasi penerus, jika tidak ditanggulangi, dikhawatirkan akan meningkatkan resiko perdarahan pada saat persalinan yang dapat menimbulkan kematian ibu. Calon ibu yang menderita anemia bisa melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah. (www.cyberwoman.cbn.net.id, 2007).
Sebagian besar anemia disebabkan kurangnya zat besi atau fe dalam tubuh, hal ini karena masyarakat Indonesia khususnya wanita kurang menkonsumsi sumber makanan hewani yang merupakan sumber zat besi yang mudah diserap. Sebagian bahan makanan nabati merupakan sumber zat besi tinggi tetapi sulit diserap, sehingga dibutuhkan porsi yang besar untuk mencukupi kebutuhan zat besi dalam sehari, jumlah tersebut tidak mungkin terkonsumsi. Kebutuhan zat besi pada wanita tiga kali lebih besar dari pada kebutuhan pria. Hal ini antara lain karena wanita mengalami haid setiap bulan yang berarti kehilangan darah secara rutin dalam jumlah yang cukup banyak. Hal lain yang memperberat terjadinya anemia pada wanita adalah sering melakukan diet pengurangan berat badan karena faktor ingin langsing. Sehingga sering kali wanita memasuki masa kehamilannya dengan kondisi dimana cadangan besi dalam tubuhnya kurang atau terbatas (Depkes, 2002). Menurut Lubis (www.infosehat.com,diakses pada april 2008) faktor ketidaktahuan dan faktor kebiasaan atau budaya juga mempengaruhi terjadinya anemia.
Menurut Conrad (2003) prevalensi anemia sekitar 10 – 30% dimana sebagian besar berada dinegara sedang berkembang, termasuk Indonesia (www.bluefame.com). Prevalensi anemia di Indonesia masih tinggi. Survei kesehatan rumah tangga tahun 2001 menunjukkan angka kejadian anemia pada anak usia sekolah dan remaja sekitar 26,5% dan wanita usia subur berkisar 40% kemudian jenis dan besaran masalah gizi di Indonesia 2001 hingga 2003 menunjukkan 8,1 juta anak dan 3,5 juta remaja dan wanita subur menderita anemia gizi besi, 11 juta anak pendek, dan 30 juta kelompok usia produktif kurang energi kronis (www.kesrepro.info, 2005). Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2004 menunjukkan tingginya kejadian anemia pada kelompok umur tertentu yaitu usia sekolah dan lebih sering terjadi pada wanita (www.mediscatore.com, 2007). Menurut supari Jumlah penderita anemia di Indonesia yang berasal dari kelompok anak usia sekolah (6-18 tahun) mencapai 65 juta jiwa (www.seputar-indonesia.com, 2007). Hasil Penelitian yang dilakukan PT. Merck Tbk. di Jawa Timur, Jawa Barat dan Sumatra Utara angka kejadian anemia cukup tinggi. Di Jawa Timur melibatkan 5959 perserta tes darah ternyata 33% diantaranya anemia di Jawa Barat yang melibatkan 7439 peserta ternyata 41% anemia, sedangkan di Sumatra Utara dari 9377 peserta ternyata 33% diantaranya anemia (www. dkk-bpp.com, 2008). Propinsi lampung tercatat sebagai peringkat pertama wilayah Sumatra untuk jumlah penderita anemia dan peringkat kedua untuk cacingan. Menurut survei yang dilakukan Mercy Corps Amerika dari sampel 641 siswa ternyata 56,25% anak menderita anemia dan 46,64% menderita cacingan (www.lampung¬post.com, 2006).
Pemerintah sejak tahun 1997 telah merintis langkah-langkah baru dalam upaya mencegah dan menanggulangi anemia gizi WUS dengan mengintervensi WUS lebih dini lagi sejak usianya masih remaja. Strategi baru program penanggulangan anemia gizi WUS tersebut dikembangkan dalam upaya mempersiapkan kondisi fisik perempuan sebagai calon ibu sebaik mungkin sejak usianya remaja, agar pada saat mereka hamil sudah tidak lagi menderita anemia. (Depkes, 2002)
Dari uraian diatas penulis menyimpulkan bahwa anemia mempunyai dampak yang buruk, oleh karena itu perlu dilakukan permasyarakatan tentang anemia sejak awal yaitu pada masa pertumbuhan terutama pada remaja putri mengingat remaja putri merupakan calon ibu yang akan melahirkan generasi penerus dan untuk meminimalkan resiko perdarahan akibat anemia pada saat persalinan disebabkan kurangnya pengetahuan tentang anemia. Berdasarkan data pra survey yang dilakukan penulis di SMA Kartikatama Metro terdapat 197 remaja putri kelas I dan 183 remaja putri kelas II. Saat dibagikan kuesioner prasurvey kepada 10 orang remaja putri ternyata 4 orang (40%) pengetahuannya tentang anemia tidak baik, 5 orang (50%) kurang, dan 1 orang (10%) pengetahuannya cukup. Berdasarkan latar belakang di atas penulis berminat untuk mengukur sejauh mana pengetahuan dan sikap remaja putri kelas I dan kelas II tentang anemia di SMA Kartikatama Metro.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang, maka peneliti membuat rumusan masalah sebagai berikut ”Bagaimanakah gambaran Tingkat Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri tentang Anemia di SMA Kartikatama Metro tahun 2008?”.

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang diteliti sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian : Deskriptif.
2. Subjek Penelitian : Remaja putri Kelas I dan II SMA Kartikatama Metro.
3. Objek Penelitian : Tingkat Pengetahuan dan Sikap remaja putri kelas I dan II SMA Kartikatama Metro tentang Anemia.
4. Lokasi Penelitian : di SMA Kartikatama Metro.
5. Waktu Penelitian : Tanggal 3-4 juni 2008

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tingkat pengetahuan dan sikap remaja putri kelas I dan II tentang anemia di SMA Kartikatama Metro.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk memperoleh gambaran tingkat pengetahuan remaja putri kelas I dan II tentang pengertian anemia
b. Untuk memperoleh gambaran tingkat pengetahuan remaja putri kelas I dan II tentang gejala anemia.
c. Untuk memperoleh gambaran tingkat pengetahuan remaja putri kelas I dan II tentang penyebab anemia
d. Untuk memperoleh gambaran tingkat pengetahuan dan sikap remaja putri kelas I dan II tentang dampak anemia.
e. Untuk memperoleh gambaran tingkat pengetahuan dan sikap remaja putri kelas I dan II tentang pencegahan dan penanggulangan anemia

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi Pendidikan SMA Kartikatama Metro
Sebagai bahan bacaan untuk menambah pengetahuan dan sebagai masukan informasi bagi pihak sekolah tentang anemia terhadap remaja (Peserta didik) saat ini sehingga pihak sekolah dapat membantu kualitas dan kuantitas pendidikan dalam bidang kesehatan.
2. Bagi Institusi Kesehatan Prodi Kebidanan Metro
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan untuk menambah pengetahuan mahasiswi prodi Kebidanan Metro, khususnya tentang anemia.
3. Bagi Peneliti
Penelitian ini sangat berguna untuk menambah pengalaman serta mendapat gambaran pengetahuan dan sikap remaja putri tentang anemia.
4. Bagi peneliti selanjutnya
Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.

Gambaran teknik menyusui minggu pertama pada ibu primipara di BPS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehadiran bayi yang baru saja lahir merupakan saat paling membahagiakan buat pasangan suami istri, tentu banyak hal harus disiapkan, dan salah satu terpenting adalah memberinya Air Susu Ibu (ASI)/menyusui. Menurut pernyataan bersama World Heald Organization (WHO)/United Nations International Children Emergency Fund (UNICEF) menyusui adalah suatu cara yang tidak ada duanya dalam memberikan makanan ideal bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi yang sehat serta mempunyai pengaruh biologis dan kejiwaan unik terhadap kesehatan ibu dan bayi (Perinasea, 1994). Memberikan ASI pada bayi harus didukung pula dengan teknik menyusui yang benar agar manfaat dari ASI tersebut juga lebih maksimal.
Pengalaman Roesli sebagai dokter spesialis anak menunjukkan, dari 100 orang ibu yang tidak bisa menyusui, hanya dua memiliki kesalahan hormonal atau fisik, sedangkan yang lain karena kesalahan manajemen laktasi. Perlu diingat jika bayi kekurangan ASI umumnya bukan karena ibu tidak dapat memproduksi ASI cukup untuk si bayi, namun karena bayi tidak dapat mengambil ASI sebanyak yang ia perlukan. Hal ini pada umumnya disebabkan posisi menyusui kurang tepat. Posisi menyusui disini adalah posisi mulut bayi dengan puting susu ibu (Gunawan, 1999).
Ibu - ibu terlihat dapat menyusukan/menetekkan, tetapi cara bagaimana menyusukan dengan teknik sebaik-baiknya sehingga banyak susu keluar dari buah dada dan tidak meyebabkan puting susu lecet, atau menyebabkan bayi menelan hawa terlalu banyak sehingga muntah, belum banyak diketahui oleh ibu muda atau calon ibu. Tidak jarang bayi di beri susu buatan karena disangka ibunya kurang mengeluarkan susu, namun sebenarnya kurangnya pengeluaran air susu ibu disebabkan kesalahan teknik menyusui (Oswari, 1999).
Keluhan dan kesulitan saat menyusui sering muncul, apalagi jika ibu adalah pengalaman pertama. Mulai dari ASI tidak keluar dengan lancar, puting payudara luka, hingga si kecil rewel karena belum bisa menyusu dengan benar. Kesulitan menyusui biasanya terjadi ketika ibu baru melahirkan anak pertama. Selain ini merupakan pengalaman baru, biasanya ibu juga masih canggung dalam menggendong si kecil, atau bahkan mudah panik jika dia menangis keras karena sesuatu hal. Sebaliknya bayi baru lahir harus belajar cara menyusui yang benar (Supriyadi, 2002).
Minggu pertama setelah persalinan seorang ibu lebih peka dalam emosi, maka seorang ibu butuh seseorang yang dapat membimbingnya dalam merawat bayi termasuk dalam menyusui (Soetjiningsih, 1997). Minggu pertama juga merupakan masa adaptasi ibu, dimana dalam teory rubbin dibagi menjadi beberapa tahap yaitu taking in, taking on/hold, letting go. Terutama pada periode taking on/hold ibu berusaha keras untuk menguasai tentang keterampilan merawat bayi misal: menggendong, menyusui, memandikan dan memasang popok (Depkes RI, 1999).
Kurangnya asupan ASI pada minggu pertama akan berdampak ikterik pada bayi. Kebanyakan ikterik adalah keadaan fisiologis yang merupakan tindakan penyesuaian protektif terhadap lingkungan di luar uterus. Ikterik fisiologis biasanya terjadi pada 2 – 3 hari setelah kelahiran, biasanya hilang dalam 7 – 10 hari, meskipun kadar bilirubin tetap meningkat untuk beberapa minggu. Biasanya mencapai puncak 3 – 5 hari setelah kelahiran yaitu <>

Gambaran puskesmas mampu pelayanan obstetri dan neonatal emergensi dasar (PONED) di Puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia, merupakan suatu masalah yang sejak tahun 1990-an mendapat perhatian besar dari berbagai pihak. AKI di Indonesia tahun 2003 adalah 307/100.000 kelahiran hidup dan penurunan AKI pada tahun tersebut mencapai 32% dari kondisi tahun 1990. Keadaan ini masih jauh dari target harapan yaitu 75% atau 125/100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi 35/1000 kelahiran hidup pada tahun 2010 (Dinas kesehatan Provinsi Lampung, 2006 : 1).
Penyebab kematian ibu adalah komplikasi pada kehamilan, persalinan dan nifas yang tidak tertangani dengan baik dan tepat waktu. Menurut data Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 sebab kematian ibu karena perdarahan 28%, eklamsi 24%, infeksi 11%, komplikasi puerperium 8%, emboli Obstetri 3% dan lain-lain 11%. Sedangkan penyebab kematian neonatal karena BBLR 29%, asfiksia 27%, masalah pemberian minum 10%, tetanus 10%, gangguan hematologi 6%, infeksi 5% dan lain-lain 13% (Rachmawaty, 2006 : 1)
Upaya menurunkan AKI dan AKB beberapa upaya telah dilakukan. Upaya tersebut diantaranya adalah mulai tahun 1987 telah dimulai program safe motherhood dan mulai tahun 2001 telah dilancarkan Rencana Strategi Nasional making pregnancy safer (MPS). Adapun pesan kunci MPS adalah : (1) Setiap persalinan, ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih; (2) Setiap komplikasi Obstetri dan neonatal mendapatkan pelayanan yang adekuat; (3) Setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran. Realisasi dari MPS tersebut di tingkat Puskesmas yang mempunyai dokter umum dan bidan, khususnya puskesmas dengan rawat inap dikembangkan menjadi Puskesmas mampu memberikan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) (Koesno, 2004 : 3).
Puskesmas mampu PONED menjadi tempat rujukan terdekat dari desa sebagai pembina bidan dan mendekatkan akses pelayanan kegawatdaruratan pada ibu hamil dan bersalin karena komplikasi dalam kehamilan dan persalinan tidak dapat diduga atau diramalkan sebelumnya (Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, 2006 : 1). Pengembangan Puskesmas mampu PONED dengan melatih tenaga dokter, perawat dan bidan serta melengkapi sarana dan prasarana sesuai syarat-syarat yang telah ditetapkan diharapkan dapat mencegah dan menangani komplikasi kehamilan dan persalinan sehingga dapat menurunkan AKI dan AKB. Puskesmas Perawatan Panjang Kota Bandar Lampung dengan cakupan ibu hamil resiko tinggi 228 orang dari 1140 ibu hamil pada tahun 2006, (Laporan Puskesmas Rawat Inap KP Kotamadya Bandar Lampung 2007 : 1). Maka dari hasil evaluasi tahun 2006 Puskesmas Panjang ditunjuk untuk dikembangkan menjadi Puskesmas mampu PONED sejak bulan Oktober 2006 (Laporan Puskesmas Perawatan Panjang Kota Bandar Lampung, 2006 : 1).
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul : ”Gambaran Puskesmas mampu Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas Perawatan panjang Kota Bandar Lampung tahun 2007”.

B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah diatas maka dapat diambil suatu rumusan masalah sebagai berikut : “Bagaimana Gambaran Puskesmas Mampu Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas Perawatan Panjang Kota Bandar Lampung tahun 2007?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui gambaran Puskesmas mampu Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas Perawatan Panjang Kota Bandar Lampung tahun 2007.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini meliputi :
a. Untuk mengetahui gambaran langkah-langkah persiapan pengembangan menjadi Puskesmas Mampu PONED di Puskesmas Perawatan Panjang Kota Bandar Lampung tahun 2007.
b. Untuk mengetahui gambaran ketenagaan Puskesmas Mampu PONED di Puskesmas Perawatan Panjang Kota Bandar Lampung tahun 2007.
c. Untuk mengetahui gambaran jenis pelayanan yang diberkan puskesmas mampu PONED di puskesmas Perawatan Panjang Kota Bandar Lampung tahun 2007.
d. Untuk mengetahui gambaran cakupan pelayanan dasar Ibu puskesmas mampu PONED di puskesmas Perawatan Panjang Kota Bandar Lampung tahun 2007.
e. Untuk mengetahui gambaran sarana yang dimiliki sebagai puskesmas mampu PONED di puskesmas Perawatan Panjang Kota Bandar Lampung tahun 2007.
f. Untuk mengetahui gambaran kompetensi bidan Puskesmas Mampu PONED di Perawatan Panjang Kota Bandar Lampung tahun 2007
g. Untuk mengetahui tugas bidan yang diperlukan Puskesmas Mampu PONED di Puskesmas Perawatan Panjang Kota Bandar Lampung tahun 2007.
h. Untuk mengetahui gambaran evaluasi Puskesmas Mampu PONED di Perawatan Panjang Kota Bandar Lampung tahun 2007
i. Untuk mengetahui pemantauan Puskesmas Mampu PONED di Perawatan Panjang Kota Bandar Lampung tahun 2007.
j. Untuk mengetahui pelaksanaan pembinaan Puskesmas Mampu PONED di Puskesmas Perawatan Panjang Kota Bandar Lampung tahun 2007.

D. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini antara lain:
1. Lokasi dan waktu penelitian : penelitian ini akan dilaksanakan di Puskesmas Perawatan Panjang Kota Bandar Lampung pada tanggal 8 Juni 2007.
2. Variabel penelitian : variabel bebas penelitian ini adalah langkah-langkah persiapan pengembangan, ketenagaan, jenis pelayanan, cakupan pelayanan, sarana, kompetensi bidan, tugas bidan, pemantauan, evaluasi dan pembinaan.
3. Jenis penelitian : deskriptif.
4. Subjek dan objek penelitian : subjek penelitian ini adalah Tenaga Kesehatan di Instalasi PONED Puskesmas Perawatan Panjang Kota Bandar Lampung, sedangkan objek penelitian ini adalah Puskesmas Perawatan mampu PONED Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung.

E. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan atau gambaran informasi dan evaluasi tentang perkembangan puskesmas mampu PONED di Puskesmas Perawatan Panjang dan Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung khususnya
2. Sebagai bahan pertimbangan untuk evaluasi dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat khususnya ibu hamil dan bersalin.
3. Sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan tentang program puskesmas mampu PONED dalam silabus pembelajaran bagi Institusi Program Studi Kebidanan Metro Poltekes Tanjung Karang.
4. Sebagai bahan perbandingan dan masukan untuk melakukan penelitian selanjutnya tentang Puskesmas Mampu PONED bagi Penelitian lainnya,


Gambaran sikap dan tindakan akseptor KB dalam mengatasi efek samping alat kontrasepsi suntikan (injectables) di BPS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut World Health Organization (WHO) yang dikutip oleh Hartanto (2003) Keluarga Berencana (KB) adalah suatu tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan tujuan tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami isteri, menentukan jumlah anak dalam keluarga. Dengan KB ibu dapat terhindar dari "4 terlalu" yaitu terlalu muda (too young), terlalu tua (too old), terlalu banyak (too many), terlalu dekat jaraknya (too close) (Hartanto, 2003).
Secara umum tujuan KB adalah mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera yang menjadi dasar terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan pertumbuhan penduduk Indonesia (Sarwono, 1992). Dengan tidak mengikuti gerakan keluarga berencana akan menimbulkan masalah pada bidang pendidikan, lapangan kerja, masalah perumahan dan tempat tinggal, masalah gizi dan pangan, serta gangguan keamanan (Manuaba, 1998).
Salah satu jenis kontrasepsi efektif yang menjadi pilihan dan merupakan salah satu dari program KB nasional ini adalah KB suntikan (injectables) dan merupakan salah satu alat kontrasepsi yang berdaya kerja panjang (lama), yang tidak membutuhkan pemakaian setiap hari atau setiap akan senggama tetapi, tetap reversible. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suatu metode kontrasepsi yang baik adalah aman, dapat diandalkan, sederhana, murah dapat diterima orang banyak, pemakaian jangka lama (continuation rate tinggi), namun, sampai saat ini belum tersedia satu metode kontrasepsi yang benar-benar 100% ideal/sempurna (Hartanto, 2003). Begitu juga dengan akseptor KB suntikan yang dapat mengalami efek samping berupa gangguan pola haid, penambahan berat badan, sakit kepala, dan nyeri pada payudara/rasa tidak enak pada payudara (POGI/BKKBN/Departemen Kesehatan/PKMI/JHPIEGO, 1996).
Di Kabupaten Lampung Tengah tahun 2004 terdapat sekitar 211.176 Pasangan Usia Subur (PUS) dengan peserta KB tidak aktif sekitar 58.576 orang (27%). Angka peserta KB tidak aktif ini terus meningkat pada tahun 2005 yaitu sekitar 60.024 orang (28%) dengan jumlah PUS sekitar 214.066 (Profil Kesehatan Kabupaten Lampung Tengah, 2005). Hasil survei pendahuluan di BPS Dwi Yuliani Seputih Banyak Kabupaten Lampung Tengah tahun 2007 terdapat sekitar 100 akseptor KB suntikan dan sekitar 20 akseptor KB mengalami efek samping (Register KB, 2007).
Dengan adanya masalah kesehatan yang dialami oleh sebagian akseptor KB yang dikarenakan efek samping dari kontrasepsi tersebut dan kurangnya Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) tentang efek samping maka besar kemungkinan seorang akseptor akan mengalami kejadian drop out atau putus pakai. Oleh karena KB suntikan merupakan salah satu cara KB yang efektif, terpilih dan banyak jumlah penggunanya, namun masih banyak juga didapatkan akseptor KB yang mengalami efek samping. Untuk menghindari kejadian drop out atau putus pakai maka diharapkan akseptor KB suntikan dapat melakukan penanganan dari efek samping alat kontrasepsi suntikan (injectables).
Berdasarkan masalah di atas maka penulis memilih judul penelitian mengenai “Gambaran sikap dan tindakan akseptor KB dalam mengatasi efek samping alat kontrasepsi suntikan (injectables) di BPS Dwi Yuliani, Seputih Banyak, Lampung Tengah.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian pada latar belakang masalah di atas maka penulis membuat rumusan masalah : “Bagaimanakah gambaran sikap dan tindakan akseptor KB dalam mengatasi efek samping alat kontrasepsi suntikan di BPS Dwi Yuliani, Seputih Banyak, Lampung Tengah?”

C. Ruang Lingkup
Pada penelitian ini penulis mencoba untuk mengetahui gambaran sikap dan tindakan akseptor KB dalam mengatasi efek samping alat kontrasepsi suntikan di BPS Dwi Yuliani, Seputih Banyak, Lampung Tengah.
1. Sifat Penelitian : Deskriptif
2. Subjek penelitian : Akseptor KB suntikan
3. Objek penelitian : Sikap dan Tindakan Akseptor KB suntikan
4. Lokasi penelitian : BPS Dwi Yuliani, Seputih Banyak, Lampung Tengah.
5. Waktu : Maret-Juni 2007

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran sikap dan tindakan akseptor KB dalam mengatasi efek samping alat kontrasepsi suntikan di BPS Dwi Yuliani, Seputih Banyak, Lampung Tengah.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui gambaran sikap akseptor KB suntikan dalam mengatasi efek samping dari alat kontrasepsi suntikan di BPS Dwi Yuliani, Seputih Banyak Lampung Tengah.
b. Untuk mengetahui gambaran tindakan akseptor KB dalam mengatasi efek samping dari alat kontrasepsi suntikan di BPS Dwi Yuliani, Seputih Banyak Lampung Tengah.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :
1. Bagi program keluarga berencana di BPS Dwi Yuliani, Seputih Banyak Lampung Tengah sebagai sumbangan pemikiran dan sebagai bahan evaluasi dalam penanganan efek samping alat kontrasepsi suntikan terutama di BPS Dwi Yuliani, Seputih Banyak Lampung Tengah.
2. Bagi peneliti
Untuk mengetahui dengan jelas mengenai tindakan akseptor KB dalam mengatasi efek samping dari alat kontrasepsi suntikan, khususnya pada mata kuliah Asuhan Kebidanan Keluarga Berencana dan Metode Penelitian.
3. Bagi pengembangan ilmu
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber referensi, sumber bacaan dan bahan pengajaran terutama yang berkaitan dengan sikap dan tindakan askeptor KB dalam mengatasi efek samping alat kontrasepsi suntikan.

Gambaran proses penyembuhan luka ibu post seksio sesarea di RKB RSU

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Kemampuan pelayanan kesehatan suatu negara ditentukan dengan perbandingan rendahnya angka kematian ibu dan angka kematian perinatal. Dikemukakan bahwa kematian perinatal lebih mencerminkan kesanggupan suatu negara untuk memberikan pelayanan kesehatan. Indonesia di lingkungan ASEAN merupakan negara dengan angka kematian ibu dan perinatal tertinggi yang berarti kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan masih memerlukan perbaikan yang bersifat menyeluruh yaitu 334 / 100.000 persalinan hidup (SDKI, 1998).
Diperkirakan persalinan di Indonesia setiap tahunnya sekitar 5.000.000 jiwa. Angka kematian ibu sebesar 19.500 – 20.000 setiap tahunnya atau setiap 26-27 menit 1 yang meninggal. Penyebab kematian ibu adalah pendarahan 30,5 %, infeksi 22,5 %, gestosis % dan anestesia 2,0 % (Manuaba, 1998).
Salah satu faktor penting dalam tingginya tingkat kematian maternal terutama di negara-negara berkembang adalah faktor-faktor pelayanan kesehatan, penanganan yang tepat atau kurang memadai oleh petugas kesehatan yang dilaporkan merupakan faktor yang ikut berperan dalam 11-47 % kejadian kematian maternal dinegara berkembang (Hakimi, 1996). Untuk itu diperlukan peningkatan pendidikan dan keterampilan seperti perawatan ibu selama hamil, bersalin, nifas, ataupun pelayanan bedah kebidanan. Pelayanan bedah kebidanan yang dilakukan untuk menyelesaikan persalinan yang dapat dilakukan melalui dua cara yaitu pervaginaan atau perabdominal. Pengetahuhan, keterampilan dan persiapan prabedah obstetri operatif pervaginaan tidak banyak berbeda dengan persalinan biasa, sedangkan untuk keterampilan dan persiapan obstetri operatif per abdominal memerlukan persiapan khusus, operatif per abdominal dalam lingkup kebidanan adalah Seksio Sesaria.
Seksio sesaria adalah suatu tindakan pembedahan guna melahirkan anak dengan insisi/sayatan pada dinding abdomen dan uterus. Sebelum keputusan untuk melakukan seksio sesaria diambil, pertimbangkan secara teliti indikasi dengan resiko yang mungkin terjadi (pendarahan, cedera saluran kemih/usus, dan infeksi). Pertimbangan tersebut harus berdasarkan penilaian pembedahan secara lengkap, mengacu pada syarat-syarat pembedahan dan pembiusan. Di negara-negara maju frekuensi seksio sesaria berkisar antara 1,5 % dan 7 % dari semua persalinan (Sarwono P. 1992).
Menurut statistik tentang 3.509 kasus yang disusun oleh Peel dan Chamberlain (1968) indikasi SC karena : (Sarwono P. 1992).
1. Disproponsi sefalo pelvik 21 %
2. Gawat janin 14 %
3. Placenta previa 11 %
4. Pernah seksio sesaria 11 %
5. Kelainan letak 10 %
6. Pre eklamsi 7 %

Persalinan yang terjadi di ruang Obstetri RSU Pringsewu dari bulan Januari sampai April tahun 2004 ± berjumlah 139 orang dengan berbagai jenis persalinan diantaranya secara spontan, ekstraksi vakum, letak sungsang, KPD, preeklamsi dan seksio sesaria. Perawatan luka post seksio sesaria, memerlukan perhatian khusus agar terhindar dari infeksi, karena infeksi merupakan salah satu penyebab utama kematian ibu, yaitu sekitar 20 % - 25 % (Manuaba, 1998).
Pada tahun 2002 pasien seksio sesaria di RKB RSU Pringsewu sebanyak 168 orang, yang terinfeksi ada 5 orang. Sedangkan untuk tahun 2004 ini dari bulan Januari sampai dengan bulan Mei kejadian infeksi ada 4 porang dari 78 orang jumlah pasien yang dilakukan tindakan seksio sesaria (MR. RSU Pringsewu, 2004). Menurut Sarwono (1992), idealnya luka akan sembuh dengan baik bila dilakukan perawatan dan pengobatan yang sesuai dengan program. Akan tetapi ada beberapa faktor mempengaruhi penyembuhan luka, faktor-faktor tersebut secara umum adalah usia, paritas, gizi, perawatan terhadap luka pembedahan, penyakit berat, tehnik bedah yang tidak halus dan baik, kondisi mental ibu, terkontaminasinya sayatan dan pelaksanaan operasi. (Perawatan Penyakit Dalam dan Bedah, Pusdiklat Depkes RI)
Jika dalam masa perawatan post operatif per abdominal tidak terdapat proses infeksi, dengan demikian dari perawatan bisa diperpendek atau sesuai dengan waktu, sehingga klien bisa melakukan aktifitas lebih cepat tanpa gangguan yang banyak dan biaya perawatan dapat ditekan sekecil mungkin, dan pembedahan yang direncanakan akan lebih berhasil dari pada tindakan yang terpaksa dilakukan dalam keadaan darurat (Sarwono, 2001).
Atas dasar berbagai uraian tersebut di atas, maka penulis mencoba untuk memaparkan suatu penelitian dengan harapan hasilnya dapat merupakan masukan untuk perbaikan agar penyembuhan luka dapat diperpendek, dan infeksi dari luka bedah sayat SC dapat ditekan sekecil mungkin

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas dalam latar belakang, maka dapat dirumuskan “Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka pada Pasien SC di RKB RSU Pringsewu pada bulan Mei 2004?”

C. Ruang Lingkup Penelitian
Di dalam penelitian ini yang menjadi ruang lingkup dari penelitian faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka bedah sayat pada pasien SC adalah sebagai berikut :
1. Subyek Penelitian : Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka
pada pasien SC.
2. Obyek Penelitian : Pasien Post SC di Ruang Kebidanan RSU Pringsewu
3. Tempat Penelitian : Ruang Kebidanan RSU Pringsewu
4. Waktu Penelitian : Setelah proposal KTI ini disetujui.

D. Tujuan Penelitan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka pada pasien SC di Ruang Kebidanan RSU Pringsewu.
2. Tujuan Khusus
a. Diperolehnya gambaram faktor usia yang mempengaruhi penyembuhan luka pada pasien SC.
b. Diperolehnya gambaran faktor paritas yang mempengaruhi penyembuhan luka pada pasien SC.
c. Diperolehnya gambaran faktor gizi yang mempengaruhi penyembuhan luka pada pasien SC.
d. Diperolehnya gambaran faktor perawatan luka yang mempengaruhi penyembuhan luka pada pasien SC.
e. Diperolehnya gambaran faktor penyakit yang diderita mempengaruhi penyembuhan luka pada pasien SC.
f. Diperolehnya gambaran faktor jenis jahitan yang mempengaruhi penyembuhan luka pada pasien SC.
g. Diperolehnya gambaran faktor indikasi SC yang mempengaruhi penyembuhan luka.

E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi tampat penelitan
Hasil penelitan dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan yang bertugas diruang kebidanan RSU Pringsewu, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang perawatan pasien Post SC.
2. Manfaat bagi institusi pendidikan kebidanan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan atau masukan untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka pada pasien SC.
3. Manfaat bagi peneliti
Sebagai penerapan dari perkuliahan metode penelitian yang didapat di Politeknik Kesehatan Program Study Kebidanan Metro.

Gambaran pola makan ibu hamil di BPS

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Prioritas pembangunan kesehatan Indonesia pada tahun 2005-2009 salah satunya diutamakan pada upaya-upaya kesehatan ibu dan anak, dimana program perbaikan gizi menjadi salah satu program unggulannya (Komunitas AIDS Indonesia, 2008). Hal ini dikarenakan masih tingginya angka kematian bayi dan ibu merupakan akibat masalah gizi kronis (Kesrepro, 2008).
Masalah kurang gizi pada ibu hamil telah terjadi sejak lama di Indonesia. Kekurangan asupan gizi pada ibu hamil selama kehamilan berdampak pada tingginya angka kejadian anemia pada ibu hamil yang dapat mengakibatkan sering terjadi perdarahan saat persalinan, eklampsia (keracunan kehamilan) dan bayi yang dilahirkan berat badannya rendah (BBLR), selain dapat meningkatkan angka kematian ibu dan bayi (Yayu, 2008).
Angka kematian ibu (AKI) adalah gambaran status kesehatan dan status gizi di suatu negara. AKI di Indonesia pada tahun 2007 tercatat 248 per 100.000 kelahiran hidup (Komunitas AIDS Indonesia, 2008). Provinsi Lampung tercatat 117 kasus (Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, 2008). Jumlah AKI di kabupaten Lampung Tengah mencapai 15 orang per 18.783 angka kelahiran hidup (Din.Kes Lampung Tengah, 2008).
Salah satu penyebab tingginya kematian ibu karena masih tingginya prevalensi anemia gizi pada ibu hamil di Indonesia yaitu 70% atau 7 dari 10 wanita hamil menderita anemia gizi. Jumlah ibu hamil di Lampung yang didata saat ini sekitar 200.000 orang dan sebanyak 69,7% di antaranya menderita anemia gizi akibat kekurangan asupan zat bergizi ke dalam tubuh. Ibu hamil dalam kondisi seperti itu mengakibatkan di Indonesia rata-rata setiap tahunnya lahir 350.000 bayi dalam kondisi berat badan rendah (BBLR). BBLR merupakan salah satu penyebab tingginya angka kematian bayi di Indonesia (Kompas, 2005).
Kehamilan merupakan perubahan fisiologis yang menyebabkan peningkatan kebutuhan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan ibu dan janin yang dikandung. Kebanyakan negara berkembang kehamilan dapat diperburuk oleh kekurangan nutrisi. Tingginya jumlah ibu di Indonesia yang mengalami kekurangan nutrisi dikarenakan pola makan belum seimbang yang meliputi jenis, jumlah dan frekuensi makan yang dikonsumsi. Ketidakseimbangan pola makan dipengaruhi oleh masalah pemilihan pangan di rumah tangga, daya beli dalam suatu rumah tangga serta distribusi pangan yang belum memadai (Suara Pembaruan Dialy, 2008). Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa status gizi ibu hamil mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin yang dikandung. Penerapan pola makan yang seimbang bagi ibu hamil sangat penting agar dapat mencukupi kebutuhan ibu dan janin yang dikandung (Patimah, 2008).
Menurut data pra survey di BPS Dwi Sri Isnawati Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah dari bulan Januari-Maret 2008 terdapat 36 ibu hamil, dari 10 ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya terdapat 3 orang yang mengalami kenaikan berat badan tidak sesuai dengan standar Body Mass Index (BMI). BMI menekankan pada perbandingan berat badan dalam kilogram dengan 2 kali tinggi badan dalam meter (Primana, 2008). Kenaikan berat badan ibu hamil dapat digunakan sebagai indeks untuk menentukan status gizi wanita hamil, karena terdapat kesamaan dalam jumlah kenaikan berat badan diwaktu hamil pada semua ibu hamil (Soetjiningsih, 1995).
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai gambaran hubungan kenaikan berat badan ibu hamil dengan pola makan di BPS Dwi Sri Isnawati Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian masalah pada latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah gambaran pola makan ibu hamil di BPS Dwi Sri Isnawati Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah ?”

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Jenis penelitian : Deskriptif
2. Subjek penelitian : Seluruh ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya
di BPS Dwi Sri Isnawati Kecamatan Punggur
Kabupaten Lampung Tengah
3. Objek penelitian : Gambaran pola makan ibu hamil
4. Lokasi penelitian : BPS Dwi Sri Isnawati Kecamatan Punggur
Kabupaten Lampung Tengah
5. Waktu penelitian : Setelah proposal disetujui (Mei-Juni 2008)

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk diketahui gambaran pola makan ibu hamil di BPS Dwi Sri Isnawati Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran pola makan ibu hamil berdasarkan jenis makanan di BPS Dwi Sri Isnawati Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah
b. Mengetahui gambaran pola makan ibu hamil berdasarkan jumlah makanan di BPS Dwi Sri Isnawati Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah
c. Mengetahui gambaran pola makan ibu hamil berdasarkan frekuensi makan di BPS Dwi Sri Isnawati Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Peneliti
Penerapan ilmu yang telah didapat selama kuliah khususnya mata ajaran metodologi penelitian dan menambah wawasan tentang gambaran hubungan kenaikan berat badan ibu hamil dengan pola makan
2. BPS Dwi Sri Isnawati
Menjadi masukan bagi bidan untuk menggalakkan kegiatan deteksi dini ibu hamil dengan resiko tinggi dalam rangka peningkatan mutu pelayanan antenatal
3. Institusi Pendidikan Program Studi Kebidanan Metro
Untuk dapat digunakan sebagai bahan studi pustaka.

Gambaran pertolongan persalinan yang dilakukan oleh dukun tidak terlatih di wilayah puskesmas pembantu

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Persalinan merupakan kejadian fisiologis yang prosesnya dapat berjalan dengan aman jika penolong persalinan dapat memantau persalinan untuk mendeteksi dini terjadinya komplikasi. Pertolongan persalinan oleh dukun di negara-negara berkembang masih tinggi yaitu sebanyak 80%. Hal ini tidak sedikit menimbulkan masalah karena mereka bekerja tidak berdasarkan ilmiah, pengetahuan mereka tentang fisiologi dan patologi pada persalinan juga masih sangat terbatas sehingga mereka tidak mengenal tindakan antiseptik yang dapat mengakibatkan tingginya angka kematian bayi (Prawirohardjo, 2005).
Kematian bayi khususnya neonatal berdasarkan penelitian WHO di seluruh dunia sebesar 10.000.000 jiwa per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa angka kematian bayi baru lahir masih sangat tinggi. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia ( SDKI ) 2002/2003 menunjukkan bahwa angka kematian bayi baru lahir (neonatal) masih berada dalam kisaran 20 per 1000 kelahiran hidup. Sasaran yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia untuk tahun 2010 salah satunya adalah menurunkan angka kematian neonatal menjadi 15 per 1000 kelahiran hidup (Saifudin, 2002).
Jumlah angka kematian bayi baru lahir di Provinsi Lampung pada tahun 2005 dan 2006 relatif masih tinggi, tetapi mengalami penurunan yaitu dari 1.067 kasus menjadi 861 kasus. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Lampung mengatakan bahwa angka kematian bayi baru lahir 45 dari 1000 kehamilan (Ekameini, 2007).
Kebijakan Departemen Kesehatan untuk mempercepat penurunan Angka Kematian Bayi (AKB) salah satunya adalah penempatan bidan di desa sejumlah 54.120 sejak tahun 1989-1997. Hal ini dilaksanakan karena kesadaran masyarakat untuk bersalin pada bidan masih sangat rendah sehingga dalam lingkungannya dukun merupakan tenaga terpercaya untuk menolong persalinan (Saifudin, 2002).
Pertolongan persalinan oleh dukun menurut WHO relatif masih tinggi yaitu sekitar 70% sampai 80% (Manuaba, 1998). Di Indonesia pertolongan persalinan yang ditolong oleh dukun bayi sebesar 40%(Djaja, 2003), sedangkan di Provinsi Lampung angka persalinan oleh dukun bayi sebesar 20,73% (SDKI, 2002-2003). Data Puskesmas Pembantu Mengandung Sari Lampung Timur tahun 2007 menunjukkan bahwa jumlah dukun bayi sebanyak 20 orang yang terdiri dari 5 orang dukun bayi terlatih dan 15 orang dukun bayi tidak terlatih. Persalinan oleh dukun sebanyak 48 persalinan (60%) dari 80 jumlah persalinan, antara lain ditolong oleh dukun terlatih sebanyak 20 (25%) dan dukun tidak terlatih sebanyak 28 (35%). Jumlah angka kematian bayi baru lahir sebesar 16 (20%), yaitu terdiri dari bayi lahir mati yang ditolong oleh tenaga kesehatan adalah 2 (2,5%), oleh dukun terlatih adalah 5 (6,25%), dan oleh dukun tidak terlatih adalah 9 (11,25%) (Puskesmas pembantu Mengandung Sari, 2007).
Pertolongan persalinan oleh dukun menimbulkan berbagai masalah dan penyebab tingginya angka kematian dan kesakitan bayi baru lahir. Dapat dipahami bahwa dukun tidak dapat mengetahui tanda-tanda bahaya perjalanan persalinan akibatnya terjadi pertolongan persalinan yang tidak adekuat. Hal ini merupakan salah satu penyebab tidak langsung kematian bayi baru lahir karena dapat menyebabkan bayi baru lahir meninggal karena asfiksia dan infeksi (Manarosana, 2007). Penyebab langsung kematian bayi di Indonesia diantaranya asfiksia (27%), Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) (29%), Tetanus Neonatorum (10%), masalah pemberian makanan (10%), Gangguan hematologik (6%), dan infeksi (5%) (Depkes,2007).
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Lampung mengatakan bahwa penyebab kematian bayi terbesar juga karena asfiksia dan tetanus neonatorum berjumlah 29 kasus (37%), dan BBLR berjumlah 21 kasus (27%) (Ekameini, 2007). Asfiksia, infeksi, BBLR, dan trauma persalinan merupakan akibat dari pertolongan persalinan oleh dukun yang tidak adekuat. Infeksi pada bayi baru lahir sebagai penyebab kematian neonatal masih banyak dijumpai. Infeksi pada bayi baru lahir disebabkan oleh pertolongan persalinan oleh dukun bayi yang belum mengerti tentang konsep bersih dan aman dalam menolong persalinan (Depkes RI,1992).
Pertolongan persalinan oleh dukun yang menyebabkan kematian bayi baru lahir terjadi karena tidak diterapkannya prinsip 3 bersih pada persalinan dan kurangnya keterampilan dukun dalam melakukan pertolongan persalinan. Faktor yang mempengaruhi kematian ibu dan bayi menurut Menteri Kesehatan salah satunya adalah kemampuan dan keterampilan penolong persalinan, kenyataannya 24% pertolongan persalinan masih dilakukan oleh dukun bayi dengan cara tradisional sehingga dapat membahayakan ibu dan bayinya (Fadilah, 2007). Contoh kasus persalinan yang kerap terjadi diantaranya kepala bayi sudah keluar tetapi badan belum bisa keluar atau macet. Hal ini disebabkan karena cara memijat dukun bayi yang kurang profesional dan hanya berdasarkan pengalaman (Yanti, 2004).
Hasil penelitian tentang pengetahuan dukun terlatih tentang 3 bersih dalam pertolongan persalinan di Desa Bumi Nabung Utara Kecamatan Bumi Nabung Lampung Tengah pada tahun 2007 didapatkan bahwa pengetahuan dukun tentang prinsip 3 bersih dalam melakukan pertolongan persalinan 34,61% dikategorikan kurang baik (Rina, 2007). Pengetahuan dukun tentang prinsip 3 bersih yang kurang menyebabkan dukun tidak menerapkan prinsip 3 bersih tersebut pada persalinan sehingga mengakibatkan tingginya kejadian infeksi khususnya pada Bayi Baru Lahir yang merupakan salah satu penyebab kematian bayi baru lahir.
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik ingin mengetahui gambaran pertolongan persalinan yang dilakukan oleh dukun tidak terlatih di wilayah Puskesmas Pembantu Mengandung Sari Lampung Timur Tahun 2008.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini berdasarkan uraian pada latar belakang di atas adalah “ Bagaimanakah gambaran pertolongan persalinan yang dilakukan oleh dukun tidak terlatih di wilayah Puskesmas Pembantu Mengandung Sari Lampung Timur?”.

C. Ruang Lingkup Penelitian
1. Jenis penelitian : Deskriptif
2. Objek penelitian : Gambaran pertolongan persalinan yang dilakukan oleh dukun tidak terlatih.
3. Subjek penelitian : Dukun bayi yang tidak terlatih
4. Tempat penelitian : Wilayah kerja puskesmas pembantu Mengandung Sari Lampung Timur
5. Waktu penelitian : 2-15 Juni 2008

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pertolongan persalinan yang dilakukan oleh dukun tidak terlatih di wilayah Puskesmas Pembantu Mengandung Sari Lampung Timur tahun 2008
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui gambaran pertolongan persalinan yang dilakukan oleh dukun bayi tidak terlatih di tinjau dari penerapan prinsip 3 bersih oleh dukun.
b. Untuk mengetahui gambaran pertolongan persalinan yang dilakukan oleh dukun bayi tidak terlatih di tinjau dari keterampilan dukun bayi dalam menolong persalinan yang aman.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam rangka meningkatkan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan membuat program pelatihan dukun dalam rangka menurunkan angka kematian bayi baru lahir di Desa Mengandung Sari Lampung Timur.
2. Bagi Dukun
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan pengetahuan dukun tentang pertolongan persalinan yang aman dan penyebab pertolongan persalinan yang tidak aman setelah mendapat pelatihan oleh tenaga kesehatan sehingga diharapkan dapat membantu menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB).
3. Bagi Institusi Prodi Kebidanan Metro
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk memperluas wawasan mahasiswi jurusan kebidanan, khususnya Politeknik Kesehatan Tanjungkarang Program Studi Kebidanan Metro.

Blog Archive