Saturday, May 1, 2010

Karakteristik Ibu Hamil dengan Pre-Eklamsi di Rumah Sakit Umum

KTI KEBIDANAN
KARAKTERISTIK IBU HAMIL DENGAN PRE-EKLAMSI
DI RUMAH SAKIT UMUM

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam pelayanan obstetri, selain angka kematian maternal terdapat angka kematian perinatal yang dapat digunakan sebagai parameter keberhasilan pelayanan. Namun, keberhasilan menurunkan angka kematian maternal di negara-negara maju saat ini menganggap angka kematian perinatal merupakan parameter yang lebih baik dan lebih peka untuk menilai kualitas pelayanan kebidanan. Hal ini mengingat kesehatan dan keselamatan janin dalam rahim sangat tergantung pada keadaan serta kesempurnaan bekerjanya sistem dalam tubuh ibu, yang mempunyai fungsi untuk menumbuhkan hasil konsepsi dari mudigah menjadi janin cukup bulan. Salah satu penyebab kematian perinatal adalah preeklamsia dan eklamsia (www.tempo.co.id/ medika/arsip.2009).
Frekuensi pre-eklamsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor yang mempengaruhinya; jumlah primagravida, keadaan sosial-ekonomi, perbedaan kriterium dalam penentuan diagnosis, dan lain-lain. Dalam kepustakaan frekuensi dilaporkan berkisar antara 3-10%. Pada primigravida frekuensi pre-eklamsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida muda. Diabetes mellitus, mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun, dan obesitas merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya pre-eklamsia (Wiknjosastro, 1999).
Di Indonesia, preeklamsia-eklamsia masih merupakan salah satu penyebab kematian ibu berkisar 1,5% sampai 25%, sedangkan kematian bayi antara 45% sampai 50% (Manuaba, 1998). Oleh karena itu, diagnosa dini preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia serta penanganannya, perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak yang mana angka kematian ibu di Indonesia menurut survey demografi dan kesehatan (SDKI) 2002/2003 mencapai 307/100.000. Perlu ditekankan bahwa sindroma preeklampsia ringan dengan hipertensi, edema, dan proteinuri sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan oleh wanita yang bersangkutan. Tanpa disadari, dalam waktu singkat dapat timbul preeklampsia berat, bahkan eklampsia. Dengan pengetahuan ini, menjadi jelas bahwa pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin mencari tanda-tanda preeklampsia, sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat dan eklampsia, di samping pengendalian terhadap faktor-faktor predisposisi yang lain (www.tempo.co.id/ medika/arsip.2009).
Zuspan F.P. (1978) dan Arulkumaran A. (1995) melaporkan angka kejadian preeklamsia di dunia sebesar 0-13%, di Singapura 0,13-6,6%, sedangkan di Indonesia 3,4-8,5%. Dari penelitian Soejoenoes di 12 RS rujukan pada 1980 dengan jumlah sampel 19.506, didapatkan kasus preeklamsia 4,78%, kasus eklamsia 0,51%, dan AKP (Angka Kematian Perinatatal 10,88 perseribu. Penelitian yang dilakukan oleh Soejoenoes pada 1983 di 12 RS Pendidikan di Indonesia, didapatkan kejadian preeklamsia-eklamsia 5,30% dengan kematian perinatal 10,83 perseribu (4,9 kali lebih besar dibandingkan dengan kehamilan normal). Pada preeklamsia-eklamsia juga didapatkan risiko persalinan prematur 2,67 kali lebih besar, persalinan buatan 4,39 kali lebih banyak, dan mempunyai kecenderungan lebih tinggi untuk mendapatkan bayi dengan berat badan lahir rendah. Salah satu upaya untuk menurunkan AKP akibat preeklamsia-eklamsia adalah dengan menurunkan angka kejadian preeklamsia-eklamsia. Angka kejadian dapat diturunkan melalui upaya pencegahan, pengamatan dini, dan terapi. Upaya pencegahan kematian perinatal dapat diturunkan bila dapat diidentifikasi faktor-faktor yang mempunyai nilai prediksi. Penentuan faktor yang mempunyai nilai prediksi serta pemantauan janin sangat penting agar kehamilan kalau perlu dapat diakhiri pada saat optimal (www.tempo.co.id/ medika/arsip.2009).
Dari data yang penulis dapat di Ruang Kebidanan RSU .......... ....... pada tahun 2003 sampai dengan tahun 2009 jumlah ibu hamil dengan preeklamsia adalah seperti yang tertera pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1. Jumlah Ibu dengan Preeklamsia di Ruang Kebidanan RSU .......... ....... Tahun 2003-2009.
No Bulan Jumlah/Tahun
2003 % 2004 % 2009 %
1 Januari 8 21 8 15 5 7,5
2 Februari 2 5,3 4 7,7 2 3
3 Maret 4 11 1 1,9 4 6
4 April 3 7,9 2 3,8 7 10
5 Mei 2 5,3 2 3,8 2 3
6 Juni 3 7,9 4 7,7 4 6
7 Juli 2 5,3 4 7,7 11 16
8 Agustus 5 13 2 3,8 7 10
9 September 1 2,6 7 13 8 12
10 Oktober 4 11 4 7,7 4 6
11 November 1 2,6 5 9,6 8 12
12 Desember 3 7,9 9 17 5 7,5
Jumlah 38 100 52 100 67 100
Sumber data: RSU. A Yani ....... 2009.
Dari Tabel 1 di atas dapat dilihat bahwa jumlah ibu hamil dengan pre-eklamsia di RSU .......... pada tahun 2003 sampai dengan 2009 mengalami peningkatan. Pada tahun 2003 terdapat 38, tahun 2004 52, dan tahun 2009 67. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti karakteristik ibu hamil dengan pre-eklamsi di RSU .......... ....... khususnya yang terjadi pada tahun 2009. Karakteristik ibu hamil dengan preeklamsia yang dimaksud dalam penelitian ini adalah 1) umur, 2) paritas, 3) pendidikan, dan 4) pekerjaan, 5) ekonomi.

1.2 Identifikasi Masalah
Dari latar belakang di atas, maka penulis mengidentifikasi masalah yang ada yaitu masih tingginya angka kejadian pre-eklamsia pada ibu hamil di RSU .......... ........

1.3 Rumusan Masalah dan Permasalahan
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini yaitu bagaimana karakteristik ibu hamil dengan pre-eklamsia di RSU .......... ....... pada tahun 2009?

1.4 Pertanyaan Penelitian
Bagaimanakah karakteristik ibu hamil dengan pre-eklamsi berdasarkan umur, paritas, pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan (ekonomi).

1.5 Tujuan Penelitian
1.5.1 Tujuan Umum
Mengetahui karakteristik ibu hamil dengan pre-eklamsia di RSU .......... ....... pada tahun 2009
1.5.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui karakteristik ibu hamil dengan pre-eklamsia berdasarkan umur di RSU .......... ....... pada tahun 2009
2. Mengetahui karakteristik ibu hamil dengan pre-eklamsia berdasarkan paritas di RSU .......... ....... pada tahun 2009
3. Mengetahui karakteristik ibu hamil dengan pre-eklamsia berdasarkan pendidikan di RSU .......... ....... pada tahun 2009
4. Mengetahui karakteristik ibu hamil dengan pre-eklamsia berdasarkan pekerjaan di RSU .......... ....... pada tahun 2009
5. Mengetahui karakteristik ibu hamil dengan pre-eklamsia berdasarkan penghasilan di RSU .......... ....... pada tahun 2009

1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Bagi Pihak Institusi Pendidikan
Sebagai bahan tambahan informasi ilmiah mengenai karakteristik ibu hamil dengan pre-eklamsia.
1.6.2 Bagi Masyarakat
Manfaat penelitian bagi masyarakat khususnya ibu hamil, yaitu untuk memberikan informasi tentang pre-eklamsia, sehingga masyarakat dapat memahami dan mengerti karakteristik ibu hamil dengan pre-eklamsia.
1.6.3 Bagi Peneliti Lainnya
Dapat menjadi bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian-penelitian di tempat lain.
1.6.4 Bagi Peneliti
Sebagai penerapan mata kuliah Metodologi Penelitian dan menambah pengalaman dalam penulisan KTI, serta sebagai masukan pengetahuan tentang karakteristik ibu hamil dengan pre-eklamsia.

1.7 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif, subjek penelitiannya yaitu karakteristik ibu hamil dengan pre-eklamsia. Sedangkan objek penelitiannya adalah ibu hamil dengan pre-eklamsia di ruang kebidanan RSU .......... ....... pada tahun 2009.

silahkan download dalam bentuk dokumen word KTI KEBIDANAN
KARAKTERISTIK IBU HAMIL DENGAN PRE-EKLAMSI DI RUMAH SAKIT UMUM
(isi: Pendahuluan; Tinjauan Pustaka; Metodelogi Penelitian;
Hasil Penelitan dan Pembahasan; Kesimpulan dan Saran)

Karakteristik Akseptor KB Suntik di Desa Wilayah Kerja Puskesmas

KTI KEBIDANAN
KARAKTERISTIK AKSEPTOR KB SUNTIK DI DESA
WILAYAH KERJA PUSKESMAS


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Laju kepadatan penduduk Indonesia 216 juta jiwa, dengan tingkat kepadatan pada tahun 2004 diperkirakan 112 jiwa per km2. Jumlah penduduk Propinsi ......... tahun 2004, dengan perhitungan proyeksi menggunakan data dasar berdasarkan SP 2000 tercatat sebesar 6.915.950 jiwa, yang terdiri dari 3.563.310 jiwa penduduk laki-laki dan 3.352.640 jiwa penduduk perempuan. Sejak tahun 1971 atau sekitar 30 tahun terakhir, jumlah penduduk ......... telah meningkat hampir 300%, yaitu sebesar 2,78 juta jiwa pada tahun 1971 menjadi 6,71 juta jiwa pada tahun 2002. Namun demikian jika mengalami penurunan hampir lima kali lipat dari 5,77% (1971-1980) menjadi penduduk 1,04% (1995-1999). Kondisi ini merefleksikan bahwa upaya pengendalian penduduk telah berjalan selaras dengan upaya peningkatan kesejahteraan, termasuk faktor kesehatan penduduknya. Angka pertumbuhan penduduk Propinsi ......... tahun 2004 sekitar 31,57% (Profil Dinas Kesehatan Propinsi ........., 2004).
Salah satu cara untuk menekan laju pertumbuhan penduduk adalah melalui program Keluarga Berencana (KB). Keluarga Berencana (KB) adalah salah satu usaha untuk mencapai kesejahteraan keluarga dalam memberikan nasehat perkawinan, pengobatan kemandulan dan penjarangan kehamilan, pembinaan ketahanan keluarga, meningkatkan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, serta untuk mewujudkan keluarga kecil yang bahagia sejahtera (Depkes RI, 1997).
Keluarga kecil yang bahagia dicanangkan dengan adanya program KB pada awal 1970, tercatat angka kelahiran atau Total Fertility Rate (TFR) turun dari 5,61 per Pasangan Usia Subur (PUS) pada tahun 1971 menjadi 2,78 per PUS pada tahun 1997. Demikian juga dengan jumlah peserta KB meningkat terus dari 53.000 pada awal program hingga 27 juta akseptor pada awal tahun 2000. Keberhasilan program KB di Indonesia tidak bisa lepas dari peran dan partisipasi perempuan dan ibu rumah tangga. Namun sangat disayangkan ketika melihat angka partisipasi pria, jumlahnya sangat minim (BKKBN, 2003).
Adanya program KB diharapkan ada keikutsertaan dari seluruh pihak dalam mewujudkan keberhasilan KB di Indonesia. Program KB yang didasarkan pada Undang-undang Nomor 10 tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga kecil sejahtera yang serasi dan selaras dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Kebijakan operasional dikembangkan berdasarkan empat misi gerakan KB Nasional yaitu pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga dan peningkatan kesejahteran keluarga, yang selanjutnya secara garis besar dapat diklasifikasi menjadi pelayanan kesehatan reproduksi, pemberdayaan ekonomi keluarga dan ketahanan keluarga gerakan KB Nasional (Depkes RI, 1999).
Ada beberapa hal yang dapat mendukung terwujudnya gerakan KB nasional. Pada tahun 2003 adalah bahwa lebih dari 198.012 orang wanita (67,53%) berstatus menikah pernah menggunakan salah satu alat kontrasepsi dan sekitar 1.782.108 orang
wanita (51,66%) berstatus menikah sedang menjadi peserta KB aktif (Badan Pusat Statistik, 2003). Dalam pelaksanaannya, program KB nasional digunakan untuk menunda kehamilan, menjarangkan kehamilan dan menghentikan kehamilan atau kesuburan. Salah satu alat kontrasepsi yang efektif bisa menunda atau menjarangkan kehamilan adalah dengan menggunakan Suntik KB (Hartanto, 2003).
Penggunaan alat kontrasepsi merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan program KB. Menurut data Susenas (2001) yang menyatakan bahwa pada tahun 2001 persentase peserta KB aktif, yaitu pasangan usia 15-49 tahun yang berstatus kawin dan sedang menggunakan/memakai salah satu alat kontrasepsi adalah 52,54%. Di wilayah perkotaan prosentase mereka yang menggunakan alat-alat kontrasepsi (54,6%) sedikit lebih tinggi daripada di pedesaan (51,0%). Dari mereka yang sedang menggunakan/memakai alat kontrasepsi, sebagian besar (47,36%) menggunakan alat/cara KB suntik, (25,99%) menggunakan pil KB, (11,31%) menggunakan AKDR/IUD, dan sisanya (15,34%) menggunakan alat/cara KB MOW, MOP, susuk,
kondom dan lainnya (Depkes RI, 2002). Rincian persentase yang digunakan diperkotaan dan pedesaan dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 1.1 Persentase Pasangan Usia Subur yang sedang Ber-KB (Peserta KB Aktif) Menurut Alat Kontrasepsi di Indonesia Tahun 2001)
Alat/Cara KB Perkotaan Pedesaan Perkotaan + Pedesaan
Suntik 47,86 46,98 47,36
Pil KB 25,23 26,57 25,99
AKDR/IUD 14,11 9,14 11,31
Susuk KB 4,90 11,92 8,86
MOW 4,66 3,24 3,86
MOP 0,80 0,65 0,72
Kondom 0,67 0,18 0,39
Alat/Cara Tradisional 1,57 1,27 1,40
Lainnya 0,20 0,06 0,12
Sumber : Susenas 2001 dalam Depkes RI, 2002.
Berdasarkan data pra-survey yang penulis lakukan pada bulan Januari tahun 2009 di desa .......... Wilayah Kerja Puskesmas ................. terdapat 195 akseptor KB suntik (47,57%), KB pil 139 akseptor (33,90%), Implant 26 akseptor (6,34%), IUD 37 akseptor (9,02%), MOW 9 akseptor (2,19%), MOP 3 akseptor (0,73%), kondom 1 akseptor (0,25%). Dari beberapa jenis KB yang ada, KB suntik merupakan alat kontrasepsi dengan persentase paling tinggi diantara kontrasepsi lainnya.
Dari uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti mengenai karakteristik akseptor KB suntik di desa .......... Wilayah Kerja Puskesmas ................. berdasarkan usia, pengetahuan, pendidikan dan tingkat ekonomi.

1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1.2.1 Tingginya angka peningkatan jumlah penduduk di Propinsi ......... pada tahun 2004
1.2.2 Perlu mengurangi tekanan laju pertumbuhan penduduk
1.2.3 Adanya hal yang mendukung terwujudnya gerakan KB nasional
1.2.4 Banyaknya jumlah pemakai alat kontrasepsi di perkotaan dibandingkan di pedesaan
1.2.5 Di desa .........., prosentase akseptor KB suntik lebih tinggi daripada akseptor kontrasepsi lainnya

1.3 Rumusan Masalah
Dari identifikasi masalah di atas, maka penulis membuat rumusan masalah penelitian sebagai berikut: "Bagaimana karakteristik akseptor KB Suntik di Desa .......... Wilayah Kerja Puskesmas ................. Kecamatan ................. Tahun 2009?"

1.4 Pertanyaan Penelitian
1.4.1 Bagaimana karakteristik usia akseptor KB Suntik di Desa .......... Wilayah Kerja Puskesmas ................. Kecamatan ................. Tahun 2009 ?
1.4.2 Bagaimana karakteristik tingkat pengetahuan akseptor KB Suntik di Desa .......... Wilayah Kerja Puskesmas ................. Kecamatan ................. Tahun 2009?
1.4.3 Bagaimana karakteristik tingkat pendidikan akseptor KB Suntik di Desa .......... Wilayah Kerja Puskesmas ................. Kecamatan ................. Tahun 2009?
1.4.4 Bagaimana karakteristik tingkat ekonomi akseptor KB Suntik di Desa .......... Wilayah Kerja Puskesmas ................. Kecamatan ................. Tahun 2009?

1.5 Tujuan Penelitian
1.5.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran karakteristik akseptor KB Suntik di Desa .......... Wilayah Kerja Puskesmas ................. Kecamatan ................. Tahun 2009.
1.5.2 Tujuan Khusus
1.5.2.1 Untuk mengetahui karakteristik usia akseptor KB Suntik di Desa .......... Wilayah Kerja Puskesmas ................. Kecamatan ................. Tahun 2009.
1.5.2.2 Untuk mengetahui karakteristik tingkat pengetahuan akseptor KB Suntik di Desa .......... Wilayah Kerja Puskesmas ................. Kecamatan ................. Tahun 2009.
1.5.2.3 Untuk mengetahui karakteristik tingkat pendidikan akseptor KB Suntik di desa .......... Wilayah Kerja Puskesmas ................. Kecamatan ................. Tahun 2009.
1.5.2.4 Untuk mengetahui karakteristik tingkat ekonomi akseptor KB Suntik di Desa .......... Wilayah Kerja Puskesmas ................. Kecamatan ................. Tahun 2009.

1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Bagi Akseptor KB suntik
Diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan para akseptor tentang KB suntik.
1.6.2 Bagi Bidan
Diharapkan dapat menambah wawasan dan dapat meningkatkan mutu pelayanan.
1.6.3 Bagi Puskesmas
Sebagai sumbangan pemikiran dan sebagai bahan evaluasi bagi peningkatan upaya program KB.
1.6.4 Bagi Akademi Kebidanan
Sebagai sumber referensi, sumber bahan bacaan, dan bahan pengajaran terutama yang berkaitan dengan karakteristik akseptor KB suntik.
1.6.5 Bagi Peneliti
Dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam bidang penelitian serta sebagai penerapan ilmu yang telah didapat selama studi.

1.7 Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis memberi ruang lingkup sebagai berikut:
1.7.1 Jenis Penelitian : penelitian deskriptif
1.7.2 Objek Penelitian : karakteristik akseptor KB suntik
1.7.3 Subjek Penelitian : akseptor KB suntik di desa ..........
1.7.4 Lokasi Penelitian : desa .......... kecamatan ................. .........
Selatan
1.7.5 Waktu Penelitian : bulan Januari sampai dengan Juni 2009
1.7.6 Alasan Penelitian : di desa .........., persentase akseptor KB suntik lebih tinggi daripada akseptor kontrasepsi lainnya sejumlah 195 orang akseptor (47,57%). Karena hal tersebut maka penulis ingin meneliti mengenai karakteristik akseptor KB suntik di Desa .......... berdasarkan tingkat usia, pengetahuan, pendidikan, dan ekonomi.

silahkan download dalam bentuk dokumen word KTI KEBIDANAN
KARAKTERISTIK AKSEPTOR KB SUNTIK DI DESA WILAYAH KERJA PUSKESMAS
(isi: Pendahuluan; Tinjauan Pustaka; Metodelogi Penelitian;
Hasil Penelitan dan Pembahasan; Kesimpulan dan Saran)

Karakteristik Akseptor KB Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) Di Wilayah Kerja Puskesmas

KTI KEBIDANAN
KARAKTERISTIK AKSEPTOR KB ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM
(AKDR) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang tidak luput dari masalah kependudukan. Indonesia menghadapi masalah dengan jumlah dan kualitas sumber daya manusia dengan kelahiran 5.000.000 pertahun (Manuaba, 1998). Pada tahun 2005 jumlah penduduk dunia sebesar 6.500.000.000 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,7%, sedangkan jumlah penduduk Indonesia pada tahun yang sama sebesar 241.973.879 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,66%. Oleh karena itu pemerintah terus berupaya untuk menekan laju pertumbuhan penduduk. Pemerintah merencanakan progam Keluarga Berencana Nasional untuk mengatasi masalah tersebut yang merupakan bagian dari Pembangunan Nasional (www.laju pertumbuhan penduduk.go.id,2005).
Hartanto (2003), mengemukakan bahwa Keluarga Berencana (KB) merupakan suatu cara yang efektif untuk mencegah mortalitas ibu dan anak karena dapat menolong pasangan suami isteri menghindari kehamilan resiko tinggi. KB tidak dapat menjamin kesehatan ibu dan anak, tetapi dengan melindungi keluarga terhadap kehamilan resiko tinggi, KB dapat menyelamatkan jiwa dan mengurangi angka kesakitan.
Searah dengan GBHN 1999 yang dijabarkan dalam Propenas (2000) program KB nasional telah menunjukkan perkembangan. Pada tahun 2000-2003 angka TFR (Total Fertiliti Rate) adalah 2,7 sedangkan pada tahun 1997 angka TFR adalah 2,91, hal ini menunjukkan penurunan 0,21 point. Menurunnya angka fertilitas tersebut didorong antara lain oleh meningkatnya pendidikan wanita, penundaan usia perkawinan dan usia melahirkan, serta bertambah panjangnya jarak antara kelahiran anak.
Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) adalah salah satu alat kontrasepsi jangka panjang yang sangat efektif untuk menjarangkan kelahiran anak. Banyak alasan dapat dikemukakan mengapa AKDR dikembangkan dan diperkenalkan sebagai cara KB yang efektif antara lain AKDR sebagai kontrasepsi yang mempunyai efektifitas tinggi dalam mencegah kehamilan, AKDR merupakan metode kontrasepsi jangka panjang (10 tahun proteksi dari CuT-380A dan tidak perlu diganti) dan AKDR diutamakan bagi peserta yang sudah cukup anak serta tidak ingin mempunyai anak lagi tetapi belum siap menjalankan kontap.
AKDR bukanlah alat kontrasepsi yang sempurna, sehingga masih terdapat beberapa kerugian yang menimbulkan keluhan pada akseptor AKDR. Salah satu keluhan yang sering timbul dari akseptor AKDR adalah tali AKDR yang dapat mengganggu hubungan seksual (Manuaba, 1998). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Brigida (2004), yang mengatakan bahwa terdapat akseptor AKDR yang mengalami keluhan saat melakukan hubungan seksual sebanyak 69,2%.
Berdasarkan data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Propinsi .......... tahun 2005, jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) di Propinsi .......... tercatat sebesar 1.344.747 orang dan yang menjadi peserta KB aktif sebesar 937.841 orang (70,6%). Dari peserta KB aktif tersebut yang menggunakan AKDR sebanyak 124.834 orang (9,42%). Pada tahun yang sama jumlah PUS di Kota ....... tercatat sebesar 24.279 orang yang terdiri dari 17.685 orang (72,84%) peserta KB aktif dan 6.594 orang (27,15%) yang tidak mengikuti KB. Dari peserta KB aktif tersebut yang menggunakan AKDR sebanyak 2.589 orang (14,63%).
Sesuai dengan studi pendahuluan yang diperoleh dari BKKBN Kota ......., mengenai KB AKDR di Kecamatan ....... Utara dari bulan Januari sampai dengan bulan Desember tahun 2005 yang tertuang dalam data-data tabel di bawah ini.
Tabel 1. Data Akseptor KB di Kecamatan ....... Utara Tahun 2005.
No Jenis Non MKJP MKJP
Jumlah % Jumlah %
1. Pil 1.325 37.40
2. Suntik 1.116 31.50
3. AKDR 381 10,76
4. MOW 127 3,58
5. MOP 18 0,50
6. Implant 575 16,23
Jumlah 2.441 68,90 1.101 31,07
Sumber : Laporan Bulanan BKKBN Kota ....... Tahun 2005
Dilihat dari data diatas, pemakai KB AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas ............ Kecamatan ....... Utara hanya menempati urutan ke 4 yaitu 10,76%, sedangkan menurut Hartanto (2003), AKDR sangat baik digunakan oleh Pasangan Usia Subur untuk menunda kehamilan dan menjarangkan kehamilan. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Karakteristik Akseptor KB AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas ............ Kecamatan ....... Utara Tahun 2009”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana karakteristik akseptor KB AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas ............ Kecamatan ....... Utara Tahun 2009”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya gambaran tentang karakteristik akseptor KB AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas ............ Kecamatan ....... Utara.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran karakteristik akseptor KB AKDR berdasarkan usia.
b. Diketahuinya gambaran karakteristik akseptor KB AKDR berdasarkan paritas.
c. Diketahuinya gambaran karakteristik akseptor KB AKDR berdasarkan tingkat pendidikan.
d. Diketahuinya gambaran karakteristik akseptor KB AKDR berdasarkan pekerjaan.

D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah :
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Subjek Penelitian : Akseptor KB AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas ............ Kecamatan ....... Utara.
3. Objek Penelitian : Karakteristik Akseptor KB AKDR yang meliputi usia, paritas, tingkat pendidikan dan pekerjaan di Wilayah Kerja Puskesmas ............ Kecamatan ....... Utara.
4. Lokasi Penelitian : Wilayah Kerja Puskesmas ............ Kecamatan ....... Utara.
5. Waktu Penelitian : 08 Mei 2009 – 13 Mei 2009

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Puskesmas
Sebagai sumbangan pemikiran dalam upaya untuk evaluasi dan pengembangan program KB khususnya wilayah kerja puskesmas ............ Kecamatan ....... Utara.
2. Bagi Akseptor KB
Sebagai informasi atau tambahan pengetahuan tentang KB khususnya metode AKDR sehingga ibu dapat memilih jenis kontrasepsi yang aman untuk digunakan.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai bahan pertimbangan dan referensi penelitian berikutnya terutama mengenai keluarga berencana yang meliputi efek samping, keuntungan, kerugian pemakaian AKDR dan sebagainya, serta memberikan gambaran untuk penelitian selanjutnya yang terkait dengan karakteristik akseptor KB AKDR yang meliputi usia, paritas, pendidikan dan pekerjaan.

silahkan download dalam bentuk dokumen word KTI KEBIDANAN
KARAKTERISTIK AKSEPTOR KB ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM (AKDR) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
(isi: Pendahuluan; Tinjauan Pustaka; Metodelogi Penelitian;
Hasil Penelitan dan Pembahasan; Kesimpulan dan Saran)

Alasan ibu melakukan penyapihan anak kurang dari 2 tahun di posyandu

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Masalah kesehatan dan pertumbuhan anak di Indonesia sangat dipengaruhi oleh keadan gizi yang tidak baik dan merajalelanya penyakit infeksi. Ditemukan di Indonesia bahwa angka kejadian dan kematian karena diare pada tahun 1995 sebanyak 55 ribu balita pertahun. Hal tersebut sering terjadi akibat tidak diberikannya ASI, terbukti anak yang diberi ASI jarang terserang diare (Media Komunikasi Bidan dan Keluarga Indonesia, 2004).
Makanan berperan penting terhadap pertumbuhan, kesehatan dan daya tahan tubuh balita, khususnya sebagai materi yang mengandung zat-zat khusus untuk menangkal berbagai jenis penyakit. Umumnya anak yang tidak memperoleh makanan yang bergizi dalam jumlah yang memadai sangat rentan terhadap penyakit, terutama diare dan Kekurangan Energi Protein (KEP). Diare dan kekurangan energi protein merupakan masalah kesehatan dan gizi yang umumnya dijumpai pada sebagian besar balita di Indonesia (Krisnatuti & Yenrina, 2000).
Kekurangan energi protein dan infeksi mempunyai pengaruh timbal balik, merupakan masalah utama di Indonesia yang bila tidak ditanggulangi dengan baik akan mengganggu pembangunan sosial ekonomi dalam jangka pendek dan jangka panjang. Kedua masalah ini pada anak di bawah umur 2 tahun sangat erat hubungannya dengan menyusukan (Suharyono dkk, 1992).
Beradasarkan Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 450/Menkes/SK/IV/2004 bahwa ASI adalah makanan terbaik bagi bayi karena mengandung zat gizi yang paling sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. ASI perlu diberikan secara eksklusif sampai umur 6 bulan dan dapat dilanjutkan samapai anak berumur 2 tahun.
ASI sebagai makanan alamiah adalah makanan terbaik yang dapat diberikan oleh seorang ibu kepada anak yang baru dilahirkannya. Selain komposisi yang sesuai untuk pertumbuhan bayi yang bisa berubah sesuai dengan kebutuhan pada setiap saat, ASI juga mengandung zat pelindung yang dapat menghindari bayi dari berbagai penyakit infeksi (Suharyono dkk, 1992).
Berbagai kepustakaan menginformasikan bahwa pada waktu dilahirkan, jumlah sel otak bayi telah mencapai 66% dan beratnya 25% dari ukuran otak orang dewasa, priode pertumbuhan otak yang paling kritis dimulai sejak janin sampai anak berusia 2 tahun, jadi apabila pada masa tersebut seorang anak menderita gizi dapat berpengaruh negatif terhadap jumlah dan ukuran sel otaknya, dalam hal ini pemberian ASI hingga 2 tahun sangat dianjurkan (Krisnatuti & Yenrina, 2000).
Melihat unggulnya ASI maka sangat disayangkan bahwa pada kenyataannya penggunaan ASI belum seperti yang kita harapkan. Pemberian ASI yang dianjurkan adalah sejak bayi lahir sampai umur 1-6 bulan bayi hanya diberi ASI, kemudian pemberian ASI diteruskan sampai umur 2 tahun bersama makanan tambahan yang kuat. Untuk mencapai hal ini, World Health Organization (WHO) membuat deklarasi yang dikenal dengan deklarasi Innocenti (Innocenti Declaration), deklarasi yang dilahirkan di Innocenti, Italia tahun 1990 ini bertujuan untuk melindungi, mempromosikan dan memberi dukungan pada pemberian ASI deklarasi yang juga ditanda tangani di Indonesia, salah satunya memuat hal-hal berikut, yaitu : “Sebagai tujuan global untuk membantu kesehatan dan mutu makanan bayi secara optimal maka semua ibu dapat memberikan ASI eksklusif pada semua bayi sejak lahir sampai usia 1-6 bulan, setelah berumur 1-6 bulan, bayi diberi makanan pendamping atau padat yang benar dan tepat, sedangkan ASI tetap diberikan sampai 2 tahun atau lebih (Roesli, 2000).
Pemberian ASI merupakan upaya manusia agar dapat perlindungan namun akhir-akhir ini terutama di kota, banyak para ibu yang melupakan senjata terampuh untuk melindungi anak dari ancaman maut, keadaan ini mungkin disebabkan karena banyak para ibu yang terpaksa bekerja selama sehari penuh untuk menutupi keperluan hidupnya sehari-hari, kemajuan teknologi pembuatan susu buatan dan pengaruh iklan-iklan susu buatan (Suharyono dkk, 1992).
Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Lampung pada tahun 2002 jumlah bayi 0–4 bulan yang diberi ASI eksklusif yaitu 68.527 orang atau 42,83% dari 159 – 987 orang. Sedangkan tahun 2003 jumlah bayi 0–6 bulan yang diberi ASI eksklusif sebesar 29,54% target tahun 2003 adalah 19,7%, pada tahun 2004 sebesar 34,53% dari 165.656 bayi, (Dinkes Provinsi Lampung, 2004). Sedangkan untuk wilayah Tanjung Karang Pusat jumlah bayi yang diberi ASI eksklusif sebanyak 69,4% dari 2404 bayi (Dinkes Kota Bandar Lampung, 2004 ).
Kelurahan Kaliawi merupakan bagian dari 11 kelurahan yang berada di Kecamatan Tanjung Karang Pusat, di Kelurahan Kaliawi terdapat 8 Posyandu yang tersebar di 5 lingkungan, jumlah bidan yang ada 2 orang dan jumlah kader 24 orang, berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan dilokasi diperoleh data bahwa terdapat 27 ibu yang tidak memberikan ASI nya sampai 2 tahun.

Karakterisitk Akseptor KB POK (Pil Oral Kombinasi) di Kelurahan

KTI KEBIDANAN
KARAKTERISITK AKSEPTOR KB POK (PIL ORAL KOMBINASI) DI KELURAHAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Laju kepadatan penduduk Indonesia 216 juta jiwa, dengan tingkat kepadatan pada tahun 2004 diperkirakan 112 jiwa per km2. Jumlah penduduk Propinsi .......... tahun 2004, dengan perhitungan proyeksi menggunakan data dasar berdasarkan SP 2000 tercatat sebesar 6.915.950 jiwa, yang terdiri dari 3.563.310 jiwa penduduk laki-laki dan 3.352.640 jiwa penduduk perempuan. Sejak tahun 1971 atau sekitar 30 tahun terakhir, jumlah penduduk .......... telah meningkat hampir 300%, yaitu sebesar 2,78 juta jiwa pada tahun 1971 menjadi 6,71 juta jiwa pada tahun 2002. Namun demikian jika mengalami penurunan hampir lima kali lipat dari 5,77% (1971-1980) menjadi penduduk 1,04% (1995-1999). Kondisi ini merefleksikan bahwa upaya pengendalian penduduk telah berjalan selaras dengan upaya peningkatan kesejahteraan, termasuk faktor kesehatan penduduknya. Angka pertumbuhan penduduk Propinsi .......... tahun 2004 sekitar 31,57% (Profil Dinas Kesehatan Propinsi .........., 2004).
Salah satu cara untuk menekan laju pertumbuhan penduduk adalah melalui program Keluarga Berencana (KB). Keluarga Berencana (KB) adalah salah satu usaha untuk mencapai kesejahteraan keluarga dalam memberikan nasehat perkawinan, pengobatan kemandulan dan penjarangan kehamilan, pembinaan ketahanan keluarga, meningkatkan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, serta untuk mewujudkan keluarga kecil yang bahagia sejahtera (Depkes RI, 1997).
Keluarga kecil yang bahagia dicanangkan dengan adanya program KB pada awal 1970, tercatat angka kelahiran atau Total Fertility Rate (TFR) turun dari 5,61 per Pasangan Usia Subur (PUS) pada tahun 1971 menjadi 2,78 per PUS pada tahun 1997. Demikian juga dengan jumlah peserta KB meningkat terus dari 53.000 pada awal program hingga 27 juta akseptor pada awal tahun 2000. Keberhasilan program KB di Indonesia tidak bisa lepas dari peran dan partisipasi perempuan dan ibu rumah tangga. Namun sangat disayangkan ketika melihat angka partisipasi pria, jumlahnya sangat minim (BKKBN, 2003).
Adanya program KB diharapkan ada keikutsertaan dari seluruh pihak dalam mewujudkan keberhasilan KB di Indonesia. Program KB yang didasarkan pada Undang-undang Nomor 10 tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga kecil sejahtera yang serasi dan selaras dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Kebijakan operasional dikembangkan berdasarkan empat misi gerakan KB Nasional yaitu pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga dan peningkatan kesejahteran keluarga, yang selanjutnya secara garis besar dapat diklasifikasi menjadi pelayanan kesehatan reproduksi, pemberdayaan ekonomi keluarga dan ketahanan keluarga gerakan KB Nasional (Depkes RI, 1999).
Ada beberapa hal yang dapat mendukung terwujudnya gerakan KB nasional. Pada tahun 2003 adalah bahwa lebih dari 198.012 orang wanita (67,53%) berstatus menikah pernah menggunakan salah satu alat kontrasepsi dan sekitar 1.782.108 orang
wanita (51,66%) berstatus menikah sedang menjadi peserta KB aktif (Badan Pusat Statistik, 2003). Dalam pelaksanaannya, program KB nasional digunakan untuk menunda kehamilan, menjarangkan kehamilan dan menghentikan kehamilan atau kesuburan. Salah satu alat kontrasepsi yang efektif bisa menunda atau menjarangkan kehamilan adalah dengan menggunakan Suntik KB (Hartanto, 2003).
Penggunaan alat kontrasepsi merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan program KB. Menurut data Susenas (2001) yang menyatakan bahwa pada tahun 2001 persentase peserta KB aktif, yaitu pasangan usia 15-49 tahun yang berstatus kawin dan sedang menggunakan/memakai salah satu alat kontrasepsi adalah 52,54%. Di wilayah perkotaan prosentase mereka yang menggunakan alat-alat kontrasepsi (54,6%) sedikit lebih tinggi daripada di pedesaan (51,0%). Dari mereka yang sedang menggunakan/memakai alat kontrasepsi, sebagian besar (47,36%) menggunakan alat/cara KB suntik, (25,99%) menggunakan pil KB, (11,31%) menggunakan AKDR/IUD, dan sisanya (15,34%) menggunakan alat/cara KB MOW, MOP, susuk,
kondom dan lainnya (Depkes RI, 2002). Rincian persentase yang digunakan diperkotaan dan pedesaan dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 1.1 Persentase Pasangan Usia Subur yang sedang Ber-KB (Peserta KB Aktif) Menurut Alat Kontrasepsi di Indonesia Tahun 2001)
Alat/Cara KB Perkotaan Pedesaan Perkotaan + Pedesaan
Suntik 47,86 46,98 47,36
Pil KB 25,23 26,57 25,99
AKDR/IUD 14,11 9,14 11,31
Susuk KB 4,90 11,92 8,86
MOW 4,66 3,24 3,86
MOP 0,80 0,65 0,72
Kondom 0,67 0,18 0,39
Alat/Cara Tradisional 1,57 1,27 1,40
Lainnya 0,20 0,06 0,12
Sumber : Susenas 2001 dalam Depkes RI, 2002.
Berdasarkan data pra-survey yang penulis lakukan pada bulan Januari tahun 2009 di desa .......... Wilayah Kerja Puskesmas .................. terdapat 195 akseptor KB suntik (47,57%), KB pil 139 akseptor (33,90%), Implant 26 akseptor (6,34%), IUD 37 akseptor (9,02%), MOW 9 akseptor (2,19%), MOP 3 akseptor (0,73%), kondom 1 akseptor (0,25%). Dari beberapa jenis KB yang ada, KB suntik merupakan alat kontrasepsi dengan persentase paling tinggi diantara kontrasepsi lainnya.
Dari uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti mengenai karakteristik akseptor KB suntik di desa .......... Wilayah Kerja Puskesmas .................. berdasarkan usia, pengetahuan, pendidikan dan tingkat ekonomi.

1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1.2.1 Tingginya angka peningkatan jumlah penduduk di Propinsi .......... pada tahun 2004
1.2.2 Perlu mengurangi tekanan laju pertumbuhan penduduk
1.2.3 Adanya hal yang mendukung terwujudnya gerakan KB nasional
1.2.4 Banyaknya jumlah pemakai alat kontrasepsi di perkotaan dibandingkan di pedesaan
1.2.5 Di desa .........., prosentase akseptor KB suntik lebih tinggi daripada akseptor kontrasepsi lainnya

1.3 Rumusan Masalah
Dari identifikasi masalah di atas, maka penulis membuat rumusan masalah penelitian sebagai berikut: "Bagaimana karakteristik akseptor KB Suntik di Desa .......... Wilayah Kerja Puskesmas .................. Kecamatan .................. Tahun 2009?"

1.4 Pertanyaan Penelitian
1.4.1 Bagaimana karakteristik usia akseptor KB Suntik di Desa .......... Wilayah Kerja Puskesmas .................. Kecamatan .................. Tahun 2009 ?
1.4.2 Bagaimana karakteristik tingkat pengetahuan akseptor KB Suntik di Desa .......... Wilayah Kerja Puskesmas .................. Kecamatan .................. Tahun 2009?
1.4.3 Bagaimana karakteristik tingkat pendidikan akseptor KB Suntik di Desa .......... Wilayah Kerja Puskesmas .................. Kecamatan .................. Tahun 2009?
1.4.4 Bagaimana karakteristik tingkat ekonomi akseptor KB Suntik di Desa .......... Wilayah Kerja Puskesmas .................. Kecamatan .................. Tahun 2009?

1.5 Tujuan Penelitian
1.5.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran karakteristik akseptor KB Suntik di Desa .......... Wilayah Kerja Puskesmas .................. Kecamatan .................. Tahun 2009.
1.5.2 Tujuan Khusus
1.5.2.1 Untuk mengetahui karakteristik usia akseptor KB Suntik di Desa .......... Wilayah Kerja Puskesmas .................. Kecamatan .................. Tahun 2009.
1.5.2.2 Untuk mengetahui karakteristik tingkat pengetahuan akseptor KB Suntik di Desa .......... Wilayah Kerja Puskesmas .................. Kecamatan .................. Tahun 2009.
1.5.2.3 Untuk mengetahui karakteristik tingkat pendidikan akseptor KB Suntik di desa .......... Wilayah Kerja Puskesmas .................. Kecamatan .................. Tahun 2009.
1.5.2.4 Untuk mengetahui karakteristik tingkat ekonomi akseptor KB Suntik di Desa .......... Wilayah Kerja Puskesmas .................. Kecamatan .................. Tahun 2009.

1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Bagi Akseptor KB suntik
Diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan para akseptor tentang KB suntik.
1.6.2 Bagi Bidan
Diharapkan dapat menambah wawasan dan dapat meningkatkan mutu pelayanan.
1.6.3 Bagi Puskesmas
Sebagai sumbangan pemikiran dan sebagai bahan evaluasi bagi peningkatan upaya program KB.
1.6.4 Bagi Akademi Kebidanan Wira Buana Metro
Sebagai sumber referensi, sumber bahan bacaan, dan bahan pengajaran terutama yang berkaitan dengan karakteristik akseptor KB suntik.
1.6.5 Bagi Peneliti
Dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam bidang penelitian serta sebagai penerapan ilmu yang telah didapat selama studi.

1.7 Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis memberi ruang lingkup sebagai berikut:
1.7.1 Jenis Penelitian : penelitian deskriptif
1.7.2 Objek Penelitian : karakteristik akseptor KB suntik
1.7.3 Subjek Penelitian : akseptor KB suntik di desa ..........
1.7.4 Lokasi Penelitian : desa .......... kecamatan .................. ..........
Selatan
1.7.5 Waktu Penelitian : bulan Januari sampai dengan Juni 2009
1.7.6 Alasan Penelitian : di desa .........., persentase akseptor KB suntik lebih tinggi daripada akseptor kontrasepsi lainnya sejumlah 195 orang akseptor (47,57%). Karena hal tersebut maka penulis ingin meneliti mengenai karakteristik akseptor KB suntik di Desa .......... berdasarkan tingkat usia, pengetahuan, pendidikan, dan ekonomi.

silahkan download dalam bentuk dokumen word KTI KEBIDANAN
KARAKTERISITK AKSEPTOR KB POK (PIL ORAL KOMBINASI) DI KELURAHAN
(isi: Pendahuluan; Tinjauan Pustaka; Metodelogi Penelitian;
Hasil Penelitan dan Pembahasan; Kesimpulan dan Saran)

Gambaran Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Terhadap Resiko Perkawinan Dini Pada Kehamilan dan Proses Persalinan

KTI KEBIDANAN
FGAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TERHADAP RESIKO PERKAWINAN DINI PADA KEHAMILAN DAN PROSES PERSALINAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Pola pikir zaman primitif dengan zaman yang sudah berkembang jelas berbeda, hal ini dibuktikan dengan sebuah paradoks perkawinan antara pilihan orang tua dengan kemauan sendiri, pernikahan dini dipaksakan atau pernikahan dini karena kecelakaan. Namun prinsip orang tua pada zaman ganepo atau zaman primitif sangat menghendaki jika anak perempuan sudah baligh maka tidak ada kata lain kecuali untuk secepatnya menikah. Kondisi demikian, dilatarbelakangi oleh keberadaan zaman yang masih tertinggal, maka konsep pemikirannya pun tidak begitu mengarah pada jenjang kehidupan masa depan yang lebih baik. Tradisi pernikahan zaman nenek moyang lebih terpacu dengan prospek budaya nikah dini, yakni berkisar umur 15 tahun para wanita dan pria berkisar umur 20 tahun atau kurang (Dlori, 2005).
Para remaja dewasa ini, generasi terbesar dalam usia 10-19 tahun di dalam sejarah, beranjak dewasa di dunia yang sangat berbeda daripada dunia di waktu para orang tua mereka beranjak dewasa. Meskipun laju perubahan berbeda di antara dan di dalam wilayah dunia, masyarakat berada di dalam keadaan kesempatan baru yang membingungkan bagi para pemuda.
Perbaikan di bidang transportasi dan komunikasi membuka kesempatan bagi para pemuda, bahkan yang tinggal di daerah-daerah terpencil mengenal orang-orang dengan tradisi dan nilai-nilai kehidupan yang berbeda, walaupun dunia semakin urban dan industrialisasi menawarkan godaan kemajuan dan kesempatan. Tetapi, tanpa pendidikan dan latihan yang memadai, para remaja tidak akan mampu memenuhi tuntutan lingkungan pekerjaan modern, dan tanpa bimbingan orang tua, masyarakat serta para pemimpin pemerintahan, para remaja mungkin tidak siap untuk menilai hasil dari keputusan yang diambil mereka. Kendati demikian, di dunia berkembang, dimana kemiskinan luas dan berkepanjangan, sejumlah keluarga mungkin terpaksa menggagalkan pendidikan anak-anak kalau tenaga mereka dibutuhkan untuk membantu rumah tangga.
Pemerintah bertujuan untuk menyediakan pendidikan dasar yang dapat diperoleh secara luas. Oleh sebab itu, perempuan muda di hampir semua negara boleh dikatakan lebih mungkin memperoleh pendidikan dasar daripada yang dulu didapatkan oleh ibu mereka, dan di dunia berkembang perbedaanya bisa sangat besar. Misalnya, di Sudan, 46% remaja berumur 15-19 tahun sudah menempuh tujuh tahun atau lebih masa sekolah, dibandingkan dengan 5% dari para wanita berumur 40-44 tahun. Begitupun, disparitas, terutama di segi sosio-ekonomi dan di lingkungan kehidupan, masih bertahan. Di sebagian negara berkembang, kemungkinan perempuan muda kota untuk memperoleh pendidikan dasar adalah 2-3 kali lipat dibanding dengan perempuan-perempuan yang berada di pedalaman. Di sebagian besar negara, 70-100% anak-anak mendaftar di sekolah dasar, tetapi lamanya waktu yang digunakan untuk belajar di sekolah berbeda sekali. (Laporan Institut Alan Guttmatcher "Into A New World: Young Women's Sexual and Reproductive Lives" http://www.agi-usa.org/pubs/new_ world_indo.html.2005).
Sejumlah rintangan masa remaja sifatnya sama bagi semua remaja, masa-masa remaja lebih sulit bagi kaum wanita. Meskipun sebagian usia 10-19 baru mulai mengalami perubahan-perubahan yang datang bersama masa pubertas, banyak mulai mengalami hubungan seksual atau perkawanan. Dan setiap tahun, kira-kira 14 juta perempuan muda berumur 15-19 melahirkan. Melahirkan anak pada usia remaja di dunia berkembang adalah soal biasa, di mana proporsi yang telah melahirkan anak pertama sebelum umur 18 biasanya antara seperempat dan setengah (Grafik 1). Sebaliknya, di dunia maju, dan di sebagian kecil negara berkembang, kurang dari satu dalam 10 melahirkan anak pertama pada usia remaja.
Paling sedikit setengah perempuan muda di negara Afrika Sub-Sahara, mulai hidup bersama pertama kali sebelum usia 18 tahun. Di Amerika Latin dan di Karibia, 20-40% dari wanita muda memasuki hidup bersama, dan di Afrika Utara dan Timur Tengah, proporsinya 30% atau kurang. Di Asia, kemungkinan perkawinan awal berbeda sekali, 73% perempuan di Bangladesh memasuki kehidupan bersama sebelum usia 18, dibandingkan dengan 14% di Filipina dan Sri Langka, dan hanya 5% di Cina. Para wanita di negara maju tidak mungkin kawin sebelum usia 18; walaupun di Perancis, Inggris dan Amerika Serikat sebanyak 10-11% melakukannya, tetapi di Jerman dan di Polandia hanya 3-4% wanita semuda ini melakukannya.
Perkawinan awal kurang biasa sekarang dibandingkan dengan satu generasi yang lalu, walaupun perbedaan yang luas terdapat di antara dan di dalam daerah-daerah. Misalnya, di Afrika Sub-Sahara proporsi wanita yang telah kawin sebelum umur 18 hampir tidak berubah, di Ghana (39% dari usia 40-44 tahun dibanding 38% usia 20-24 tahun) dan di Pantai Gading (49% dibanding 44%), tetapi di Kenya telah menurun dengan tajam (47% dibanding 28%) sebaliknya, penurunan hebat terjadi di seluruh Asia sedangkan di Amerika Latin dan Karibia tingkat perkawinan awal boleh dikatakan tetap stabil (Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat. U.S. Agency for International Development http://www.agi-usa.org/pubs/new_ world_indo. html.2005)
Grafik Proporsi wanita yang melahirkan anak pertama mereka sebelum usia 18 tahun berkisar dari 1% di Jepang sampai 53% di Niger.
Sumber data: Survei Demografi dan Kesehatan, Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (U.S. Agency for International Development http://www.agi-usa.org/pubs/new_ world_indo. html.2005)
Menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) usia untuk hamil dan melahirkan adalah 20 sampai 30 tahun, lebih atau kurang dari usia tersebut adalah berisiko. Kesiapan seorang perempuan untuk hamil dan melahirkan atau mempunyai anak ditentukan oleh kesiapan dalam tiga hal, yaitu kesiapan fisik, kesiapan mental/emosi/psikologis dan kesiapan sosial/ekonomi. Secara umum, seorang perempuan dikatakan siap secara fisik jika telah menyelesaikan pertumbuhan tubuhnya (ketika tubuhnya berhenti tumbuh), yaitu sekitar usia 20 tahun. Sehingga usia 20 tahun bisa dijadikan pedoman kesiapan fisik (www.bkkbn.co.id.2001-2005).
Perkawinan menandai sebuah transisi penting di dalam kehidupan individu, dan jadwal peristiwa itu dapat mendatangkan dampak yang dramatis terhadap masa depan seorang pemuda. Sementara di sebagian masyarakat pengalaman pertama seksual seorang perempuan kemungkinan dengan suaminya, di masyarakat-masyarakat lainnya permulaan aktivitas seksual tidak begitu erat hubungannya dengan perkawinan. Kebiasaan yang berbeda mengenai hubungan dan perilaku seksual, dan cara sebuah masyarakat mengadaptasi perubahan kebiasaan tersebut, dapat menimbulkan dampak yang dalam pada seorang pemuda, keluarganya dan masyarakatnya secara menyeluruh.
Bagi seorang wanita, pernikahan awal dan, terutama, melahirkan anak, mempunyai pengaruh yang dalam dan berkepanjangan terhadap kesejahteraan, pendidikan dan kemampuan memberikan sumbangsih terhadap masyarakatnya. Begitupun, faktor-faktor kompleks, baik yang berupa fisik, maupun kekeluargaan dan kebudayaan yang sering kurang dipahami, menentukan siapa dan kapan seseorang akan menikah; siapa akan memulai aktivitas seksual pra-nikah, siapa akan mulai melahirkan pada masa remaja; dan siapa akan melahirkan di luar nikah. Data yang ada menunjukkan bahwa sementara kebutuhan dan pengalaman remaja berbeda di seluruh dunia namun ada persamaan yang terdapat di berbagai lintas nasional dan regional (http://www.agi-usa.org/pubs/new_ world_indo. html.2005)
Menurut survey tahun 1995 terdapat 21,5% wanita di Indonesia yang perkawinan pertamanya dilakukan ketika berusia 17 tahun. Di daerah pedesaan dan perkotaan wanita melakukan perkawinan di bawah umur tercatat masing-masing 24,4% dan 16,1%. Persentase terbesar kawin muda terdapat di Propinsi Jawa Timur 90,3%, Jawa barat 39,6% dan Kalimantan Selatan 37,5%.
Dari uraian di atas, dapat dilihat bahwa pernikahan di Indonesia yang dilakukan pada usia remaja lebih banyak terjadi di pedesaan. Pada pra survey yang telah penulis lakukan di Kecamatan ....... ........ ................. didapat data jumlah pernikahan sebagai berikut:
Tabel 1.1 Jumlah Pernikahan Menurut Usia Di Kecamatan ....... ........ Tahun 2003 Sampai Dengan Tahun 2005
No Tahun Usia Pernikahan Jumlah Pernikahan
<> 20 tahun
1 2003 40 (86,9%) 6 (13,1%) 46 orang
2 2004 46 (90,2%) 5 (9,8%) 51 orang
3 2005 33 (78,5%) 9 (21,4%) 42 orang
Sumber data: Catatan Sipil ....... ........ ................. Tahun 2005.

1.2 Identifikasi Masalah
Dari latar belakang di atas, maka penulis mengidentifikasi masalah yang ada yaitu masih adanya pernikahan dini di Kecamatan ....... ........ Kabupaten ................. yang bisa beresiko baik pada saat hamil maupun pada saat proses persalinan.

1.3 Rumusan Masalah dan Permasalahan
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalah pada karya tulis ilmiah ini yaitu bagaimana tingkat pengetahuan remaja putri terhadap resiko pernikahan dini (kawin muda) pada kehamilan dan proses persalinan di Desa ............ Kecamatan ....... ........ Kabupaten ................. tahun 2009

1.4 Pertanyaan Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis membagi dua sub pertanyaan tentang gambaran pengetahuan remaja putri terhadap resiko pernikahan dini, yaitu:
1.4.1 Resiko Pada Kehamilan
Bagaimana gambaran tingkat pengetahuan remaja putri terhadap resiko perkawinan dini pada kehamilan di Desa ............ Kecamatan ....... ........ Kabupaten ................. tahun 2009?
1.4.2 Resiko Pada Proses Persalinan
Bagaimana gambaran tingkat pengetahuan remaja putri tentang resiko perkawinan dini pada proses persalinan di Desa ............ Kecamatan ....... ........ Kabupaten ................. tahun 2009?

1.5 Tujuan Penelitian
1.5.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan remaja putri terhadap resiko perkawinan dini pada kehamilan dan proses persalinan di Desa ............ Kecamatan ....... ........ Kabupaten ................. tahun 2009.
1.5.2 Tujuan Khusus
1) Untuk dapat mengidentifikasikan tingkat pengetahuan remaja putri terhadap resiko perkawinan dini pada kehamilan di Desa ............ Kecamatan ....... ........ Kabupaten ................. tahun 2009
2) Untuk dapat mengidentifikasikan tingkat pengetahuan remaja putri tentang resiko perkawinan dini pada proses persalinan di Desa ............ Kecamatan ....... ........ Kabupaten ................. tahun 2009

1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Bagi Remaja Putri
Untuk memberikan informasi tentang resiko pernikahan dini pada kehamilan dan proses persalinan.
1.6.2 Bagi Masyarakat
Manfaat penelitian bagi masyarakat, yaitu untuk memberikan informasi tentang resiko pernikahan dini terhadap kehamilan dan proses persalinan, untuk memberikan informasi tentang usia pernikahan yang sesuai dengan Undang-undang yang telah ditetapkan pemerintah, serta untuk memberi pengetahuan tentang usia hamil dan melahirkan yang baik/tidak beresiko.
1.6.3 Bagi Pihak Institusi Pendidikan
Sebagai bahan penelitian acuan untuk penelitian lebih lanjut mengenai pernikahan dini yang dapat beresiko terhadap kehamilan dan proses persalinan.
1.6.4 Bagi Peneliti
Sebagai penerapan mata kuliah Metodologi Penelitian dan menambah pengalaman dalam penulisan KTI, serta sebagai masukan pengetahuan tentang pernikahan dini.
1.6.5 Bagi Peneliti Lainnya
Dapat menjadi bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian-penelitian di tempat lain.

1.7 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif, subjek penelitiannya yaitu remaja putri. Sedangkan objek penelitiannya adalah resiko pernikahan dini pada kehamilan dan proses persalinan di Desa ............ Kecamatan ....... ........ Kabupaten ..................
Adapun waktu dan tempat penelitian ini dilaksanakan di Desa ............ Kecamatan ....... ........ Kabupaten ................. pada bulan April s.d Mei tahun 2009.

silahkan download dalam bentuk dokumen word KTI KEBIDANAN
FGAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TERHADAP RESIKO PERKAWINAN DINI PADA KEHAMILAN DAN PROSES PERSALINAN
(isi: Pendahuluan; Tinjauan Pustaka; Metodelogi Penelitian;
Hasil Penelitan dan Pembahasan; Kesimpulan dan Saran)

Blog Archive