Monday, January 25, 2010

AIRWAY POSITIONING

Tujuan

Untuk mempertahankan dan memelihara kepatenan jalan napas.

Untuk menghilangkan obstruksi parsial maupun total akibat kesalahan letak dimana lidah jatuh kebelakang pharynx dan/atau epiglotis setingkat larynx.

Indikasi

Diinsikasikan untuk klien tidak sadar dimana jalan napasnya tidak adekuat.

Kontraindikasi dan Perhatian

Pada pasien trauma yg tidak sadar atau pasien yang diketahui atau dicurigai mengalami cedera/trauma leher, maka kepala dan leher harus dipertahankan dalam posisi netral tanpa hiperekstensi leher. Gunakan jaw thrust atau chin-lift utk membuka jalan napas pd situasi tsb.

Positioning saja mungkin belum/tidak mencukupi untuk mencapai, mempertahankan dan memelihara jalan napas agar tetap terbuka. Intervensi tambahan, seperti suction atau intubasi, mungkin diperlukan.

Macam Airway Positioning

1. Head-tilt, chin-lift

2. Jaw thrust

3. Chin-lift

4. Sniffing position

Prosedur Airway Positioning ”Head-tilt, chin-lift”

1. Letakan/tempatkan pasien dalam posisi supine/terlentang.

2. Angkat
dagu ke depan untuk memindahkan mandibula ke depan sementara gerakan
kepala pasien ke belakang dengan satu tangan yang berada di dahi (lihat
gbr. 1). Manuver ini mengakibatkan hiperekstensi leher dan
(kontraindikasi jika diketahui/dicurigai adanya trauma leher)

Prosedur Airway Positioning ”Jaw thrust” dan “Chin lift”

1. Jika manuver head-tilt, chin-lift tidak berhasil atau tidak dapat digunakan, maka lakukan jaw thrust atau chin lift.

2. Prosedur jaw thrust:

a. Letakan/tempatkan pasien dalam posisi supine/terlentang.

b. Angkat mandibula ke depan dengan jari telunjuk sambil mendorong melawan arkus zigomatik dengan ibu jari (lihat gbr. 2). Ibu jari memberikan tekanan berlawanan untuk mencegah pergerakan kepala saat mandibula didorong ke depan.

  1. Prosedur chin lift:

a. Letakan satu lengan (lengan kiri anda) pada dahi untuk menstabilkan kepala dan leher pasien.

b. Pegang/tangkaplah
mandibula pasien dengan ibu jari dan jari lainnya (lengan kanan anda),
kemudian angkat mendibula ke arah depan (ligar gbr. 3).

c. Keji kembali (kaji ulang) kepatenan jalan napas setelah dilakukan tindakan.

Pertimbangan Untuk Usia Tertentu

1. Untuk tindakan head-tilt, chin-lift pada bagi (infant),
tempatkan satu lengan pada dahi bayi dan angkat kepala secara hati-hati
ke belakang dalam suatu posisi netral. Leher akan sedikit ekstensi. Ini
disebut sebagai sniffing position (lihat gbr. 4). Hiperekstensi pada leher bayi dapat menyebabkan gangguan atau obstruksi jalan napas. Tempatkan
jari-jari di bawah bagian tulang dagu bawah, kemudian angkat mandibula
ke atas dan ke luar. Perhatikan agar mulut tidak tertutup atau
terdorong pada jaringan lunak di bawah dagu, karena dapat mengobstruksi
jalan napas

2. Pada anak yang memperlihatkan gejala epiglottitis, seperti demam tinggi, drolling,
distres pernapasan, dsb, jangan dipaksa pada posisi supine, yang akan
menyebabkan obstruksi komplit jalan napas. Biarkan anak untuk
memelihara/mempertahankan posisi nyaman sampai tindakan definitif pada
jalan napas tersedia.

Komplikasi

Jika jalan napas terteap terobstruksi, suction perlu dilakukan, dan kemudian lakukan pemasangan OPA (oropharyngeal airway, misal: gudel) atau nasopharyngeal airway.

Cedera pada spinal dapat terjadi jika dilakukan pergerakan pada kepala dan/atau leher pada pasien dengan cedera servical.

Jika jari-jari anda menekan terlalu dalam jaringan lunak di bawah dagu, maka jalan napas akan terobstruksi.

Daftar Pustaka

Proehl, J.A. (1999). Eemergency nursing procedures. (2nd ed.). Philadelphia: W.B. Saunder Company.

Further Reading:

American Academy of Pediatrics & American College of Emergency Physicians. (1993). Advanced pediatric life support: The pediatric emergency medicine course. Dallas: Author.

American Heart Association. (1994). Basic life support for healthcare providers. Dallas: Author.

Emergency Nursing Association. (1993). Trauma nursing core course: Provider manual. (4th ed.). Park Ridge: Author.

http://askep-askeb.cz.cc/

FRAKTUR dan DISLOKASI

Pengertian

Fraktur atau patah tulang adalah keadaan dimana hubungan atau kesatuan jaringan tulang terputus. Tulang mempunyai daya lentur (elastisitas) dengan kekuatan yang memadai, apabila trauma melebihi dari daya lentur tersebut maka terjadi fraktur (patah tulang). Penyebab terjadinya fraktur adalah trauma, stres kronis dan berulang maupun pelunakan tulang yang abnormal.

Bagaimana patah tulang itu terjadi ?

a. Trauma (benturan)

Ada dua trauma/ benturan yang dapat mengakibatkan fraktur, yaitu:

- Benturan langsung

- Benturan tidak langsung

b. Tekanan/stres yang terus menerus dan berlangsung lama

Tekanan kronis berulang dalam jangka waktu lama akan mengakibatkan fraktur (patah tulang) yang kebanyakan pada tulang tibia, fibula (tulang-tulang pada betis) atau metatarsal pada olahragawan, militer maupun penari.

Contoh: Seorang yang senang baris berbaris dan menghentak-hentakkan kakinya, maka mungkin terjadi patah tulang di daerah tertentu.

c. Adanya keadaan yang tidak normal pada tulang dan usia

Kelemahan tulang yang abnormal karena adanya proses patologis seperti tumor maka dengan energi kekerasan yang minimal akan mengakibatkan fraktur yang pada orang normal belum dapat menimbulkan fraktur.

Bagaimana Mengetahui Adanya Patah Tulang

1. Riwayat: Setiap patah tulang umumnya mempunyai riwayat trauma yang diikuti pengurangan kemampuan anggota gerak yang terkena. Ingat bahwa fraktur tidak selalu terjadi pada daerah yang mengalami trauma (tekanan).

2. Pemeriksaan:

Inspeksi (Lihat) bandingkan dengan sisi yang normal, dan perhatikan hal-hal dibawah ini:

  1. Adanya perubahan asimetris kanan-kiri
  2. Adanya Deformitas seperti Angulasi (membentuk sudut) atau; Rotasi (memutar)dan Pemendekan
  3. Jejas (tanda yang menunjukkan bekas trauma);
  4. Pembengkakan
  5. Terlihat adanya tulang yang keluar dari jaringan lunak;

Palpasi (Meraba dan merasakan)

Perlu dibandingkan dengan sisi yang sehat sehingga penolong dapat merasakan perbedaannya. Rabalah dengan hati-hati !

a. Adanya nyeri tekan pada daerah cedera (tenderness);

b. Adanya crepitasi (suara dan sensasi berkeretak) pada perabaan yang sedikit kuat;

c. Adanya gerakan abnormal dengan perabaan agak kuat.

Perhatian:

Jangan lakukan pemeriksaan yang sengaja untuk mendapat bunyi crepitasi atau gerakan abnormal, misal meraba dengan kuat sekali.

3. Gerakan

Terdapat dua gerakan yaitu :

Aktif: Adalah pemeriksaan gerakan dimana anda meminta korban menggerakkan bagian yang cedera.

Pasif: Dimana penolong melakukan gerakan pada bagian yang cedera.

Pada pemeriksaan ini dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut:

§ Terdapat gerakan abnormal ketika menggeerakkan bagian yang cedera

§ Korban mengalami kehilangan fungsi pada bagian yang cedera. Apabila korban mengalami hal ini, maka dapat disebabkan oleh dua kemungkinan yaitu akibat nyeri karena adanya fraktur atau akibat kerusakan saraf yang mempersarafi bagian tersebut (ini diakibatkan oleh karena patahan tulang merusak saraf tersebut).

§ Pemeriksaan Komplikasi

Periksalah di bawah daerah patah tulang, Anda akan menemukan:

1. kulit berwarna kebiruan dan pucat;

2. denyut nadi tak teraba.

3. Selain itu pada bagian yang mengalami fraktur, otot-otot disekitarnya mengalami spasme

DISLOKASI

Pengertian

Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.

Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.

PEMBIDAIAN

Pertolongan Pertama pada Patah Tulang

Prinsip Pertolongan

  1. mengurangi dan menghilangkan rasa nyeri;
  2. mencegah gerakan patah tulang yang dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak sekitarnya seperti: pembuluh darah, otot, saraf dan lainnya.

Penanganan Secara Umum

  1. DRABC
  2. Atasi perdarahan dan tutup seluruh luka
  3. Korban tidak boleh menggerakkan daerah yang terluka atau fraktur
  4. Imobilisasi fraktur dengan penyandang, pembalut atau bidai
  5. Tangani dengan hati-hati
  6. Observasi dan atasi syok bila perlu
  7. Segera cari pertolongan medis

Fraktur dan dislokasi harus diimobilisasi untuk mencegah memburuknya cedera. Tetapi situasi yang memerlukan Resusitasi baik pernafasan maupun jantung dan cedera kritis yang multipel harus ditangani terlebih dahulu.

Prioritas dalam menangani fraktur:

  1. fraktur spinal;
  2. fraktur tulang kepala dan tulang rusuk;
  3. fraktur extremitas

Perhatian:

Dalam menangani fraktur, jangan hanya terpaku pada frakturnya saja tetapi selalu mulai dengan DRABCH dan lakukan monitoring secara periodik.

Dan selalu ingat jika Anda tidak terlatih dan tidak berpengalaman jangan melakukan reposisi baik pada fraktur mapun pada dislokasi.

Pembidaian adalah proses yang digunakan untuk imobilisasi fraktur dan dislokasi. Pembidaian harus memfixasi tulang yang patah dan persendian yang berada di atas dan dibawah tulang yang fraktur. Jika yang cedera adalah sendi, bidai harus memfixasi sendi tersebut beserta tulang disebelah distal dan proximalnya.

Tipe-tipe bidai:

  1. Bidai Rigid adalah bidai yang terbuat dari kayu, plastik, alumunium atau bahan lainyang keras.
  2. Bidai Soft adalah bidai dari bantal, selimut, handuk atau pembalut atau bahan yang lunak lainnya.
  3. Bidai Traksi

Digunakan untuk imobilisasi ujung tulang yang patah dari fraktur femur sehingga dapat terhindari kerusakan yang lebih lanjut. Traksi merupakan aplikasi dari kekuatan yang cukup untuk menstabilkan patah tulang yang patah, traksi bukanlah meregangkan atau menggerakkan tulang yang patah sampai ujung-ujung tulang yang patah menyatu.

Prinsip Pembidaian

a. Lakukan pembidaian pada bagian badan yang mengalamai cedera;

b. Lakukan juga pembidaian pada kecurigaan patah tulang, jadi tidak perlu harus dipastikan dulu ada atau tidaknya patah tulang;

c. Melewati minimal 2 sendi yang berbatasan.

Syarat Pembidaian

  1. Bidai harus meliputi dua sendi, sebelum dipasang diukur terlebih dahulu pada anggota badan yang tidak sakit;
  2. Ikatan jangan terlalu ketat dan jangan terlalu kendor;
  3. Bidai dibalut/ dilapisi sebelum digunakan;
  4. Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas dan bawah tempat yang patah;
  5. Jika mungkin naikkan anggota gerak tersebut setelah dibidai;
  6. Sepatu, cincin, gelang, jam dan alat yang mengikat tubuh lainnya perlu dilepas.

Aturan dasar yang harus diingat ketika melakukan pembidaian:

  1. Jika ragu-ragu fraktur atau tidak ‘ Bidai
  2. Bidai Rigid sebelum digunakan harus dilapisi dulu;
  3. Ikatlah bidai dari distal ke proximal
  4. Periksalah denyut nadi distal dan fungsi saraf sebelum dan sesudah pembidaian dan perhatikan warna kulit ditalnya;
  5. Jika mungkin naikkan bagian tubuh yang mengalami patah tulang.

PEMBALUTAN

Pembalut harus dipasang cukup kuat untuk mencegah pergerakan tapi tidak terlalu kencang sehingga mengganggu sirkulasi atau menyebabkan nyeri. Dalam usaha untuk mencegah pergesekan dan ketidaknyamanan pada kulit, penggunaan bantalan lunak dianjurkan sebelum melakukan balutan. Pengikatan selalu dilakukan di atas bidai atau pada sisi yang tidak cedera, kalau kedua kaki bawah mengalami cedera, pengikatan dilakukan di depan dan diantara bagian yang cedera.

Periksa dengan interval 15 menit untuk menjamin bahwa pembalut tidak terlalu kencang akibat pembengkakan dari jaringan yang cedera. Lewatkan pembalut pada bagian lekuk tubuh seperti leher, lutut dan pergelangan kaki jika diperlukan.

Cara Imobilisasi Fraktur

Dengan Pembalut

Gunakan pembalut lebar bila ada;

  1. Taruh pembalut dibawah bagian tubuh yang terjadi fraktur;
  2. Topang lengan atau tungkai dengan bidai sampai pembalut cukup memfixasi
  3. Setiap 15 menit periksa agar pembalut tudak terlalu ketat
  4. Periksa pembalut supaya tidak longgar

Dengan Bidai

  1. Dapat dipakai benda apa saja yang kaku dan cukup panjang melewati sendi dan ujung tulang yang patah;
  2. Pakai perban bantal diantara bidai dan bagian tubuh yang dibidai;
  3. Ujung-ujung lengan/tungkai dibalut di atas dan dibawah daerah fraktur. Ikatan harus cukup kuat pada daerah yang sehat.

NEBULIZER THERAPY

Sinonim

1. Neb

2. Updraft

3. SVN (small-volume nebulizer)

4. Acorn neb

Indikasi Nebulizer Therapy

Utk memberikan medikasi secara langsung pada saluran napas utk mengobati, berikut ini:

1. Bronchospasme akut

2. Produksi mukus yang berlebihan

3. Batuk dan sesak napas

4. Epiglotitis

Keuntungan Nebulizer Therapy

1. Medikasi dapat diberikan langsung pada tempat/sasaran aksinya (spt paru) oleh karena itu dosis yang diberikan rendah.

2. Dosis yg rendah dapat menurunkan absorpsi sistemik dan efek samping sistemik.

3. Pengiriman obat melalui nebulizer ke paru sangat cepat, sehingga aksinya lebih cepat dari pada rute lainnya seperti subkutan atau oral.

4. Udara yang dihirup melalui nebulizer telah lembab, yang dapat membantu mengeluarkan sekresi bronchus

Perhatian dan Kontraindikasi

1. Pasien yg tidak sadar atau confusion tidak kooperatif dengan prosedur ini, membutuhkan pemakaian mask/sungkup; tetapi mask efektivitasnya berkurang secara signifikan.

2. Medikasi nebulizer kontraindikasi pada keadaan dimana suara napas tidak ada atau berkurang, kecuali jika medikasi nebulizer diberikan melalui endotracheal tube yang meggunakan tekanan positif. Pasien dengan penurunan pertukaran gas juga tidak dapat menggerakan/memasukan medikasi secara adekuat ke dalam saluran napas.

3. Pemakaian katekolamin pada pasien dengan cardiac iritability harus dengan perhatian. Ketika diinhalasi, katekolamin dapat meningkatkan cardiac rate dan dapat menimbulkan disritmia.

4. Medikasi nebulizer tidak dapat diberikan terlalu lama melalui intermittent positive-pressure breathing (IPPB), sebab IPPB mengiritasi dan meningkatkan bronchospasme.

Peralatan

1. Nebulizer dan tube penghubung (connecting tube).

2. Tube berkerut, pendek

3. Cannula oksigen

4. Sumber kompresi gas (oksigen atau udara) atau kompresor udara.

5. Medikasi/obat yang akan diberikan melalui nebulizer (Lihat Tabel)

Tabel medikasi nebulizer

Nama Generik

Tipe Obat

Nama Dagang

Persiapan Pasien

1. Tempatkan pasien pada posisi tegak (40-90°), yg memungkinkan klien ventilasi dalam dan pergerakan diafragma maksimal.

2. Kaji suara napas, pulse rate, status respirasi, saturasi oksigen sebelum medikasi diberikan.

3. Kaji heart rate selama pengobatan. Jika heart rate meningkat 20 kali permenit, hentikan terapi nebulizer. Pada pasien hamil, heart rate fetus harus dikaji

4. Instruksikan pasien utk mengikuti prosedur dengan benar. Lakukan perlahan, napas dalam dan tahan napas saat inspirasi puncak beberapa saat

Tahapan Prosedur

1. Berikan oksigen suplemen, dg flow rate disesuaikan menurut kondisi/keadaan pasien, pulse oximetry, atau hasil gas darah arteri. Inhalasi katekolamin dapat mengubah rasio ventilasi-perfusi paru dan memperburuk hipoksemia untuk periode singkat (Anderson, 1989 dalam Proehl, 1999).

2. Pasang nebulizer dan tube, dan masukan obat ke dalam nebulizer sesuai program.

3. Tambahkan sejumlah normal saline steril ke nebulizer sesuai program.

4. Hubungkan nebulizer ke sumber kompresi gas. Berikan oksigen 6-8 L/menit. Sesuaikan flow rate oksigen sampai kabut yang keluar sedikit/tipis. Jika terlalu kuat arusnya obat dapat terbuang sia-sia.

5. Pandu pasien untuk mengikuti tehnik bernapas yang benar

6. Lanjutkan pengobatan sampai kabut tidak lagi diproduksi

7. Kaji ulang suara napas, pulse rate, saturasi oksigen, dan respiratory rate.

8. Pemberian mungkin membutuhkan waktu selama 30-40 menit (Jhonson, 1990 dalam Proehl, 1999)

Komplikasi (umumnya karena efek samping obat), berupa:

1. Nausea

2. Vomiting

3. Tremor

4. Bronchospasme

5. Tachicardia

Daftar Pustaka

Proehl. (1999). Emergency nursing procedures. (2nd ed.). Philadelphia: W.B. Saunder Co.

Further Reading:

Anderson. (1989). The pharmacology of intervention for respiratory emergencies. Emergency care quarterly.

Jhonson. (1990). Principles of nebulizer-delivered drug therapy for asthma. American journal of hospital pharmacy.

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN GAGAL NAPAS

s

PENGERTIAN

Gagal nafas adalah kegagalan system pernafasan untuk mempertahankan pertukaran O2 dan CO2 dalam tubuh yang dapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan (Heri Rokhaeni, dkk, 2001)

Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran O2 terhadap CO2 dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi O2 dan pembentukan CO2 dalam sel-sel tubuh sehingga menyebabkan PO2 <>2 > 45 mmHg (hiperkapnia) (Smeltzer, C Susane, 2001)

ETIOLOGI

Kerusakan atau depresi pada system saraf pengontrol pernafasan

o Luka di kepala

o Perdarahan / trombus di serebral

o Obat yang menekan pernafasan

o Gangguan muskular yang disebabkan

o Tetanus

o Obat-obatan

o Kelainan neurologis primer

Penyakit pada saraf seperti medula spinalis, otot-otot pernafasan atau pertemuan neuromuskular yang terjadi pada pernafasa sehingga mempengaruhi ventilasi.

o Efusi pleura, hemathorak, pneumothorak

Kondisi ini dapat mengganggu dalam ekspansi paru

o Trauma

Kecelakakan yang mengakibatkan cedera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan hidung, mulut dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas dan depresi pernafasan

o Penyakit akut paru

Pneumonia yang disebabkan bakteri dan virus, asma bronchiale, atelektasis, embolisme paru dan edema paru

TANDA DAN GEJALA

Tanda

a. Gagal nafas total

o Aliran udara di mulut, hidung tidak terdengar / dirasakan

o Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikula dan sela iga serta tidak ada pengemabngan dada pada inspirasi

b. Gagal nafas partial

o Terdengar suara nafas tambahan gargling, snoring, growing dan wheezing

o Ada retraksi dada

Gejala

o Hiperkapnia yaitu peningkatan kadar CO2 dalam tubuh lebih dari 45 mmHg

o Hipoksemia terjadi takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis atau PO2 menurun

PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. BGA

Hipopksemia

o Ringan : PaO2 <>

o Sedang : PaO2 <>

o Berat : paO2 <>

b. Pemeriksaan rontgen dada

Untuk melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang tidak diketahui

c. Hemodinamik: tipe I terjadi peningkatan PCWP

d. EKG

o Memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan

o Disritmia

PENGKAJIAN

a. Airway

o Terdapat secret di jalan nafas (sumbatan jalan nafas)

o Bunyi nafas krekels, ronchi, dan wheezing

b. Breathing

o Distress pernafasan: pernafasan cuping hidung, takhipnea / bradipnea

o Menggunakan otot asesoris pernafasan

o Kesulitan bernafas: lapar udara, diaforesis, dan sianoasis

o Pernafasan memakai alat Bantu nafas

c. Circulation

o Penurunan curah jantung, gelisah, letargi, takikardi

o Sakit kepala

o Gangguan tingkat kesadaran: gelisah, mengantuk, gangguan mental (ansietas, cemas)

PENATALAKSANAAN MEDIS

  1. Terapi oksigen: pemberian oksigen rendah nasal atau masker
  2. Ventilator mekanik dengan memberikan tekanan positif kontinu
  3. Inhalasi nebulizer
  4. Fisioterapi dada
  5. Pemantauan hemodinamik / jantung
  6. Pengobatan: bronkodilator, steroid
  7. Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan

DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sumbatan jalan nafas dan kurangnya ventilasi sekunder terhadap retensi lendir

Tujuan: jalan nafas efektif

Kriteria hasil:

o Bunyi nafas bersih

o Secret berkurang atau hilang

Intervensi:

a. Catat karakteristik bunyi nafas

b. Catat karakteristik batuk, produksi dan sputum

c. Monitor status hidrasi untuk mencegah sekresi kental

d. Berikan humidifikasi pada jalan nafas

e. Pertahankan posisi tubuh / kepala dan gunakan ventilator sesuai kebutuhan

f. Observasi perubahan pola nafas dan upaya bernafas

g. Berikan lavase cairan garam faaal sesuai indiaksi untuk membuang skresi yang lengket

h. Berikan O2 sesuai kebutuhan tubuh

i. Berikan fisioterapi dada

j. Berikan bronkodilator

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan akumulasi protein dan cairan dalam interstitial / area alveolar, hipoventilasi alveolar, kehilangan surfaktan

Tujuan; pertukaran gas adekuat

Criteria hasil:

o Perbaikan oksigenasi adekuat: akral hangat, peningkatan kesadaran

o BGA dalam batas normal

o Bebas distres pernafasan

Intervensi:

o Kaji status pernafasan

o Kaji penyebab adanya penurunan PaO2 atau yang menimbulkan ketidaknyaman dalam pernafasan

o Catat adanya sianosis

o Observasi kecenderungan hipoksia dan hiperkapnia

o Berikan oksigen sesuai kebutuhan

o Berikan bantuan nafas dengan ventilator mekanik

o Kaji seri foto dada

o Awasi BGA / saturasi oksigen (SaO2)

c. Resiko cidera berhubungan dengan penggunaan ventilasi mekanik

Tujuan: klien bebas dari cidera selama ventilasi mekanik

Intervensi:

o Monitor ventilator terhadap peningkatan tajam pada ukuran tekanan

o Observasi tanda dan gejala barotrauma

o Posisikan selang ventilator untuk mencegah penarikan selang endotrakeal

o Kaji panjang selang ET dan catat panjang tiap shift

o Berikan antasida dan beta bloker lambung sesuai indikasi

o Berikan sedasi bila perlu

o Monitor terhadap distensi abdomen

d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemasangan selang ET dengan kondisi lemah

Tujuan: klien tidak mengalami infeksi nosokomial

Intervensi:

o Evaluasi warna, jumlah, konsistensi sputum tiap penghisapan

o Tampung specimen untuk kultur dan sensitivitas sesuai indikasi

o Pertahanakan teknik steril bila melakukan penghisapan

o Ganti sirkuit ventilator tiap 72 jam

o Lakukan pembersihan oral tiap shift

o Monitor tanda vital terhadap infeksi

o Alirkan air hangat dalam selang ventilator dengan cara eksternal keluar dari jalan nafas dan reservoir humidifier

o Pakai sarung tangan steril tiap melakukan tindakan / cuci tangan prinsip steril

o Pantau keadaan umum

o Pantau hasil pemeriksaan laborat untuk kultur dan sensitivitas

o Pantau pemberian antibiotik

e. Perubahan pola nutrisi berhubungan dengan kondisi tubuh tidak mampu makan peroral

Tujuan: klien dapat mempertahankan pemenuhan nutrisi tubuh

Intervensi:

o Kaji status gizi klien

o Kaji bising usus

o Hitung kebutuhan gizi tubuh atau kolaborasi tim gizi

o Pertahankan asupan kalori dengan makan per sonde atau nutrisi perenteral sesuai indikasi

o Periksa laborat darah rutin dan protein

DAFTAR PUSTAKA

1. Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC; 2001 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)

2. Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines for planning and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa,I.M, Jakarta: EGC; 1999 (Buku asli diterbitkan tahun 1993

3. Hudak, Carolyn M, Gallo, Barbara M., Critical Care Nursing: A Holistik Approach (Keperawatan kritis: pendekatan holistik). Alih bahasa: Allenidekania, Betty Susanto, Teresa, Yasmin Asih. Edisi VI, Vol: 2. Jakarta: EGC;1997

4. Price, S.A. & Wilson, L.M. Pathophysiology: Clinical concept of disease processes. 4th Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC; 1994 (Buku asli diterbitkan tahun 1992)

5. Reeves, C.J., Roux, G., Lockhart, R. Medical – surgical nursing. Alih bahasa : Setyono, J. Jakarta: Salemba Medika; 2001(Buku asli diterbitkan tahun 1999)

6. Sjamsuhidajat, R., Wim de Jong, Buku-ajar Ilmu Bedah. Ed: revisi. Jakarta: EGC, 1998

7. Suyono, S, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2001

http://askep-askeb.cz.cc/

IMPLIKASI PSIKOSOSIAL DALAM KEPERAWATAN KRITIS

PENDAHULUAN

Aspek psikososial dari sakit kritis merupakan suatu tantangan yang unik bagi perawat pada keperawatan kritis. Perawat harus secara seimbang dalam memenuhi kebutuhan fisik dan emosional dirinya maupun kliennya dalam suatu lingkungan yang dapat menimbulkan stress dan dehumanis. Untuk mencapai keseimbangan ini perawat harus mempunyai pengetahuan tentang bagaimana keperawatan kritis yang dialami mempengaruhi kesehatan psikososial pasien, keluarga dan petugas kesehatan.

FENOMENA STRES

ICU seringkali digambarkan sebagai suatu tempat yang penuh dengan stress, tidak hanya bagi klien dan keluarganya tetapi juga bagi perawat. Pemahaman yang baik tentang stres dan akibatnya akan membantu ketika bekerja pada unit keperawatan kritis. Pemahaman ini dapat memungkinkan perawat untuk mengurangi efek destruktif stress dan meningkatkan potensi positif dari stress baik pada pasien dan dirinya sendiri.

Stres

Stress didefinisikan sbg respon fisik dan emosional terhadap tuntutan yang dialami individu yang diiterpretasikan sebagai sesuatu yang mengancam keseimbangan (Emanuelsen & Rosenlicht, 1986). Stres merupakan suatu fenomena komplek, dimana sekumpulan komponen saling berinteraksi dan bekerja serentak. Ketika sesuatu hal mengubah satu komponen subsistem, maka keseluruhan sistem dapat terpengaruh. Jika tuntutan untuk berubah menyebabkan ketidakseimbangan (disequilibrium) pada sistem, maka terjadilah stress. Individu kemudian memobilisasi sumber-sumber koping untuk mengatasi stress dan mengembalikan keseimbangan. Idealnya, stress bergabung dengan perilaku koping yang tepat akan mendorong suatu perubahan positif pada individu. Ketika stress melebihi kemampuan koping seseorang, maka potensi untuk menjadi krisis dapat terjadi.

Stresor

Stressor merupakan faktor internal maupun eksternal yang dapat mengubah individu dan berakibat pada terjadinya fenomena stress (Emanuelsen & Rosenlicht, 1986). Sumber stressor dapat berasal dari subsistem biofisikal, psikososial atau masyarakat. Stressor biofisik antara lain organisme infeksius, proses penyakit atau nutrisi yang buruk. Sedangkan contoh stressor psikososial adalah harga diri yang rendah, masalah hubungan interpersonal, dan krisis perkembangan. Stressor ini berasal dari masyarakat luas seperti fluktuasi ekonomi polusi dan teknologi tinggi.

Bagaimana orang mengalami suatu stressor tergantung pada persepsinya tentang stressor dan sumber kopingnya. Stress juga merupakan tambahan (additive). Jika seseorang mendapat serangan stressor yang multipel, maka respon stress akan lebih hebat.

Respon stres

Rspon stress dapat diinduksi oleh stressor biofisik, psikososial atau stressor social. Hans Selye dalam Emanuelsen & Rosenlicht (1986) mengemukakan temuanya tentang stress kedalam suatu model stress yang disebut general adaptation syndrome (GAS). GAS terdiri atas 3 tahap yaitu (a) alarm respon, (b) stage of resistance dan stage of exhaustion.

Alarm respon. Merupakan tahap pertama dan ditandai oleh respon cepat, singkat, melindungi/memelihara kehidupan dimana merupakan aktivitas total dari system saraf simpatis. Tahap ini sering disebut dengan istilah menyerang atau lari (fight-or-flight response).

Stage of resistance. Merupakan tahap kedua, dimana tubuh beradaptasi terhadap ketidakseimbangan yang disebabkan oleh stressor. Tubuh bertahan pada tahap ini sampai stressor yang membahayakan hilang dan tubuh mampu kembali kekeadaan homeostasis. Jika semua energi tubuh tubuhnya digunakan untuk koping, maka dapat terjadi tahap yang ketiga yaitu tahap kelelahan.

Stage of exhaustion. Saat semua energi telah digunakan untuk koping, maka tubuh mengalami kelelahan dan berakibat pada terjadinya sakit fisik, gangguan psikososial dan kematian.

KLIEN

Klien yang sakit dan harus masuk ke ruang ICU tidak saja bertambah menderita akibat stress sakit fisiknya tetapi juga stress akibat psikososialnya. Konsekuensinya, perawat yang melakukan asuhan keperawatan pada unit keperawatan kritis didesign untuk memelihara atau mengembalikan semua fungsi fisik vital dan fungsi-fungsi psikososial yang terganggu oleh keadaan sakitnya.

Respon psikososial

Respon psikososial klien terhadap pengalaman keperawatan kritis mungkin dimediasi oleh fenomena internal seperti keadaan emosional dan mekanisme koping atau oleh fenomena eksternal seperti kuantitas dan kualitas stimulasi lingkungan.

Reaksi emosional. Intensitas reaksi emosional dapat mudah dipahami jika menganggap bahwa ICU adalah tempat dimana klien berusaha menghindari kematian. Klien dengan keperawatan kritis memperlihatkan reaksi emosional yang dapat diprediksi dimana mempunyai cirri-ciri yang umum, berkaitan dengan sakitnya. Takut dan kecemasan secara umum adalah reaksi pertama yang tampak. Klien mungkin mengalami nyeri yang menakutkan, prosedur yang tidak nyaman, mutilasi tubuh, kehilangan kendali, dan/atau meninggal.

Depresi seringkali muncul setelah takut dan kecemasan. Depresi seringkali merupakan respon terhadap berduka dan kehilangan.pengalaman kehilangan dapat memicu memori dimasa lalu muncul kembali dengan perasaan sedih yang lebih hebat.

Marah dapat terjadi setelah atau selama depresi. Seringkali marah menyembunyikan adanya depresi dan dapat mencegah klien jatuh ke dalam depresi yang lebih dalam. Klien dapat merasa marah atau benci tentang sakitnya dan seringkali mengeluh bahwa hidup tidaklah adil.

Mekanisme koping

Mekanisme koping merupakan skumpulan strategi mental baik disadari maupun tidak disadari yg digunakan untuk menstabilkan situasi yang berpotensi mengancam dan membuat kembali ke dalam keseimbangan (Emanuelsen & Rosenlicht, 1986). Strategi koping klien merupakan upaya untuk menimbulkan stabilitas emosional, menguasai lingkungan, mendefinisikan kembali tugas/tujuan hidup, dan memecahkan masalah yang ditimbulkan oleh karena sakit/penyakit. Beberapa contoh perilaku koping adalah humor, distraksi, bertanya untuk suatu informasiberbicara dengan yang lain tentang keluhan/perasaan-perasaannya, mendefinisikan kembali masalah kedalam istilah yang lebih disukai, menghadapi masalah dengan dengan melakukan beberapa tindakan, negosiasi kemungkinan pilihan/alternatif, menurunkan ketegangan dengan minum, makan atau menggunakan obat, menarik diri, menyalahkan seseorang atau sesuatu, menyalahkan diri sendirimenghindar dan berkonsultasi dengan ahli agama.

DAFTAR PUSTAKA

Emanuelsen, K.L. & Rosenlicht, J.McQ. (1986). Handbook of critical care nursing. New York: A Wiley Medical Publication.

http://askep-askeb.cz.cc/

PERAWATAN PASIEN LUKA BAKAR

Mengganti Balutan Pada Pasien Luka Bakar

URAIAN UMUM

Menukar balutan/penutup luka yang sudah kotor atau yang lama dengan penutup/pembalutan luka yang baru

Gunanya untuk

- Mencegah terjadinya infeksi

- Mencegah masuknya kuman dan kotoran kedalam luka

- Mencegah infeksi silang

- Memberi rasa nyaman dan aman pada pasien

Operasional dilakukan pada :

Pasien Combustie ( luka bakar )

PERSIAPAN

Persiapan Alat

a. Alat Seteril

- 1 Pinset anatomi

- 2 pinset chirurgis

- 2 klem arteri

- 1 gunting lurus

- 2 kapas lidi

- 10-15 lembar kassa seteril

- 5 buah deppers

- mangkok seteril

- 1 tong sampak

a. Alat Tidak Seteril

- Gunting pembalut

- Plester kecil

- Botol berisi bensin cuci

- Mercurohroom

- Bengkok

- NaCl 1 ml, 500 cc

- Zalf Dermazia

- Kantong Plastik

- Obat-obatan desinfektan ( Savlon, bethadine, dll )

Persiapan Pasien

Pasien diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan

PELAKSANAAN

1. Perawat cuci tangan

2. Balutan lama dibuka dan dibuang pada tempatnya

3. Bekas plester dibersihkan dengan kapas bensin

4. Luka dibersihkan dengan cairan NaCl ka satu arah dengan menggunakan deppers

5. Deppers kotor dibuang pada tempatnya

6. Pinset yang sudah dipakai disimpan pada bengkok yang bersisi desinfektan

7. Kemudian luka diobati dengan mercurohroom, setelah itu luka diberi zalf Dermazim dengan menggunakan tongspatel

8. Luka ditutup dengan kasa seteril secukupnya

9. Luka dibalut/diplester dengan rapih

10. Setelah selesai pasien dirapihkan dan alat-alat dibereskan ketempat semula

11. Perawat cuci tangan

EVALUASI

Mencatat hasil tindakan dan respon pasien pada dokumen keperawatan

http://askep-askeb.cz.cc/

TATA CARA PENGANGKATAN JAHITAN PADA LUKA

URAIAN UMUM

Mengangkat atau membuka benang jahitan pada luka yang dijahit

Gunanya untuk menjegah timbulnya infeksi dan tertinggalnya benang

Operasional dilakukan pada :

- Luka operasi yang sudah waktunya diangkat jahitannya

- Luka pasca bedah yang sudah sembuh

- Luka infeksi oleh karena jahitan

PERSIAPAN

Persiapan Klien

- Cek perencanaan Keperawatan klien

- Klien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan

Persiapan Alat

- Set angkat jahitan seteril

- Kapas bulat / lidi kapas

- Bengkok

- Gunting dan plester

- Alkohol 70 % / wash bensin

- Kantong balutan kotor

- Kassa / tufer dalam tromol

- Bethadine 10 %

A. PELAKSANAAN

- Perawat cuci tangan

- Memasang sampiran disekeliling tempat tidur

- Atur posisi klien sesuai kebutuhan

- Meletakan set angkat jahitan didekat klien atau didaerah yang mudah dijangkau

- Membuka set angkat jahitan seteril

- Membuka balutan dengan hati-hati dan balutan dimasukan kedalam kantong balutan kotor, bekas-bekas plester dibersihkan dengan kapas bensin

- Mendisinfeksi sekitar luka operasi dengan kapas alkohol 70 % dan mengolesi luka operasi dengan bethadine 10 %

- Melepaskan jahitan satu persatu selang seling, dengan cara :

· Menjepit simpul jahitan dengan pinset anatomis dan ditarik sedikit keatas kemudian menggunting benang dibawah simpul yang berdekatan dengan kulit atau pada sisi yang lain yang tidak simpul

- Mengolesi luka dan sekitarnya dengan bethadine

- Menutup luka dengan kassa kering dan diplester

- Merapihkan klien dan alat – alat dibereskan

- Perawat cuci tangan

- Perhatikan dan catat reaksi klien setelah melakukan tindakan

EVALUASI

- Perhatikan respon klien dan hasil tindakan

DOKUMENTASI

- Mencatat tindakan yang telah dilakukan (waktu pelaksanaan, respon klien, hasil tindakan, Kondisi luka, perawat yang melakukan ) pada catatan keperawatan


http://askep-askeb.cz.cc/

Khasiat Vitamin C dan kolagen untuk kecantikan

Sejak ditemukan 65 juta tahun yang lalu, vitamin c lebih dikenal sebagai pekerja ajaib ’wonder worker’. Tak hanya meningkatkan daya tahan tubuh, vitamin c juga bermanfaat bagi kesehatan kulit dan rambut. Kandungan kolagen di dalam vitamin c menjadi asumsi bagi terbentuknya peremajaan sel kulit. Karen itulah, belakangan ini vitamin c banyak ‘dijual’ namanya sebagai pencegah penuaan dini dan pemberantasan masalah kulit.

Masalah kulit

Banyak hal yang menjadi penyebab kulit kering dan kusam diantaranya adalah karena paparan sinar matahari yang berlebihan, polusi udara, serta pola makan yang tidak seimbang.

Bila tidak segera ditanggulangi, keadaan bisa semakin parah, seperti timbulnya jerawat, penuaan dini, dan bahkan pada tingkat ekstrem, kanker kulit.

Masalah klasik ini dapat dihindari, salah satunya dengan terapi vitamin c. gunanya utnuk mempercepat proses regenerasai kulit, sehingga kulit menjadi lebih cerah sekaligus terhindar dari infeksi penuaan dini.

Manfaat vitamin c

sebagai antioksidan. Stress, rposes metabolisme tubh serta lingkungan yang tercemar menyebabkna timbulnya molekul oksigen yang tidak stabil, yang dimakan radikal bebas. Radikal bebas dapat menjadi musuh bagi kulit tubuh. Kulit, sebagai lapisan terluar tubuh, adalah bagian yang palling rentan terhadap kerja radikal bebas. Penggunaan vitamin c dalam dosis memadai dapat menetralisais radikal bebas tersebut. Dengan kata lain, vitamin c inilah yang dapat mencegah atau mengendalikan problem kulit.

Penghasil kolegan dan elastin. Makin tua usia, produksi elastin dan kolagen makin berkurang. Saat kolagen menipis, kulit menjadi kendur, berkerut, dan penuh guratan. Dalam hal ini, vitamin c berperan mempercepat proses regenerasi sel serabut kolagen dan elsatin.dengan demikian elastisitas kulit akan terjaga sehingga kulit akan tampak kencang dan kenyal. Perawatan dengan vitamin c secara teratur juga dapat mencegah pernaan dini yang ditandiai dengan timbulnya kerut2 halus seputar mata, dahi, dan mulut. Penelitian klinis membuktikan bahwa vitamin c dapat meningkatkan kekenyalan kulit sekitar 50% dalam waktu dua minggu dan menghilangkan kerutan halus sekitar 85% dalam waktu 3 bulan.

Menghambat pigmentasi dan vlek. Pigmentasi disebabkan oleh adanya enzim tiroksinase. Karena adanya vitami c, pigmen yang dihaslikan oleh enzim tadi menjadi berkurang jumlahnya atau warnyanya lebih pudar (hampir tidak tampak). Penggunaan vitamin c baru dapat memberi hasil optimal jika digabung dengan senyawa hydroquinone dan asam glikolat. Biasanya, bahan tersebut sudah tersedia dalam produk-produk kosmetik yang banyak beredar di pasaran.

Ngintip dapur yuk!!!

Tengok dapur donk!!! Siapa tau ada bahan2 alami yang mengandung vitamin c yang dapat menjadi resep utnuk cantik dan awet muda.

Kentang sebagai cleanser.

Hancurkan kentang mentah dan oleskan pada wajh secara merata. Lalu bersihkan wajah dengan haduk yang telah dibsahi air hangat. Dapat dilakukan tiap hari utnuk menangkal jerawat.

Lemon sebgai peeling

Ambil satu buah lemon. Peras dan ambil sarinya. Parut kulitnya, campurkan dengan sari lemon. Taruh dalam wadah tertutup dan biarkan selama 8 jam. Oleskan endapan lemon pada wajah dengan cara ditepuk-tepuk. Biarkan hinggak kering lalu bersihkan dengan handuk basah. Terakhir bilas wajah dengan air dingin dan bubuhkan pelembab.

Stroberi sebagai astrigent

Campur ¼ cangkir stoberi yang sudah dicampurkan dengan ¼ cangkir cuka putih (white vinegar). Taruh dalam wadah tertutup dan biarkan beberapa jam. Kemudian, pisahkan biji stroberi dengan saringan bersih,. Tambahkan ¼ cangkir air mawar pada endapan stroberi cuka. Dapat dipakai sebagai astrigent.

Tomat sebagai freshner.

Potong dan hancurkan tomat. Lalu oleskan pada wajah secara merata. Tunggu hingga wajah terasa kencang, lalu bersihkan dengan haduk basah.

Lemon beku untuk mengecilkan pori2

Campur perasan lemon dengan air. Tuangkan pada cetakan es batu, lalu masukkan ke dalam freezer. Setelah membeku, keluarkan dari cetakan lalu simpan dalam plastik. Ambil satu buah ‘es batu lemon’ dan usapkan pada wajah hingga mencair. Keringkan wajah dengan tissue wajah yang lembut.

Buah campur sebagai pelembab

Letakkan potongan buah aprikot, melon kuning, peach, dan stroberi dalam kain katun bersih. Lipat kain yang sudah berisi campuran buah, peras sehingga keluar sarinya sebanyak 2 sendok makan. Pansakan ¼ cangkir minyak almond dan ½ ons paraffin (lilin). Tuangkan minyak almond, lilin, dan sari buah dalam satu wadah, lalu tambahkan ¼ sendok teh larutan benzoin. Aduk2 kembali hingga bahan tercampur rata, lalu simpan di tempat dingin atau kulkas. Siap pakai setiap hari setelah mandi.

Apel sebagai masker

Potong apel jadi empat bagian. Ambil satu potng yang belum dikupas, masukkan ke dalam blender. Tembahkan 1 sendok teh madu dan ½ sendok teh daun sage kering, lalu hancurkan bersama. Oleskan masker wajah dan biarkan hingga kering. Angkat sisa masker dengan handuk basah. Masker ini dapat dipakai utnuk kulit kering atau kulit Kombinasi. Bagi yang memiliki jeins kulit berminyak, tambahkan perasan lemon pada proses pencampuan.

Blog Archive