Sunday, May 23, 2010

Gambaran pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi pada kunjungan neonatal pertama (KN 1) di wilayah kerja puskesmas

Gambaran pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi pada kunjungan neonatal pertama (KN 1) di wilayah kerja puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Salah satu indikator keberhasilan pelayanan kesehatan antara lain pada kesehatan bayi baru lahir, hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2001 terjadi penurunan angka kematian neonatal dari 25 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1997 menjadi 15 per 1000 kelahiran hidup. Meskipun demikian pada komponen kematian neonatal, penurunannya berlangsung lambat Menurut laporan kelompok kerja WHO (April 1994), dari 8,1 juta kematian bayi di dunia 48% adalah kematian neonatal, selanjutnya dari seluruh kematian neonatal sekitar 6% adalah kematian bayi umur kurang dari 7 hari. (Badan Litbang Kesehatan, 2001)
Proporsi kematian neonatal di Indonesia sebesar 39% dari seluruh kematian bayi. Rasio kematian postneonatal dan neonatal adalah 1,58. Kematian neonatal adalah 180 kasus, sedangkan kasus lahir mati berjumlah 115 kasus. Menurut umur kematian 79,4% dari kematian neonatal terjadi pada usia 7 hari pertama, dengan penyebab terbesar (57,1%) karena infeksi dan pneumonia (Badan Litbang Kesehatan, 2001). hal di atas yang mendorong perlu segera pemberian imunisasi dini pada 7 hari pertama kehidupan bayi, sehingga dapat dibentuk kekebalan sedini mungkin.
Timbulnya infeksi pada bayi dapat dimulai sejak dalam kandungan yang dikarenakan saat hamil ibu terserang penyakit. Pada ibu hamil pengidap hepatitis B, sebesar 50% akan menularkan penyakit tersebut kepada bayinya. Data epidemiologi menyatakan sebagian kasus pada penderita hepatitis B (10%) akan menjurus kepada kronis dan dari kasus yang kronis ini 20% akan menjadi hepatoma serta kemungkinan kronisitas akan lebih banyak terjadi pada anak-anak balita oleh karena respon imun pada mereka yang belum sepenuhnya berkembang sempurna, terutama balita di Negara berkembang seperti Indonesia (www.imunisasi.htm, 2005).
Indonesia adalah negara dengan tingkat endemik penyakit hepatitis B menengah sampai dengan tinggi, prevalensi pengidap penyakit hepatitis B di Indonesia sebanyak 2,5 – 25 %. Prevalensi penyakit hepatitis B di kalangan anak–anak di bawah usia 4 tahun adalah sebesar 6,2 %, oleh karena itu imunisasi hepatitis B merupakan salah satu imunisasi yang harus diterima oleh bayi pada 7 hari pertama kehidupannya karena efektifitas imunisasi hepatitis B akan tinggi bila imunisasi hepatitis B diberikan pada usia dini. (Dep.Kes;2002).
Selanjutnya penyakit yang banyak dialami oleh anak – anak bahkan merupakan urutan yang kelima dari semua penyakit anak di Indonesia adalah Tuberkulosis (TBC). Berdasarkan hasil pemeriksaan, Indeks tuberkulin positif pada anak Indonesia semakin tinggi dengan bertambahnya usia yaitu pada umur 1 – 6 tahun 25,9%, pada umur 7-14 tahun 42,4 % dan diatas 15 tahun 58,6 %. Hal ini disebabkan semakin tinggi usia anak semakin banyak kebutuhan gizi, namun karena social ekonomi yang rendah, maka anak mengalami kondisi kurang gizi, oleh karena itu perlu pemberian imunisasi BCG. (Dep.Kes;2002).
Sebenarnya Morbiditas dan Mortalitas tuberkulosis dapat menurun sendiri bila keadaan sosial ekonomi meningkat. Di negara berkembang seperti Indonesia tidaklah tepat bila hanya mengharapkan perbaikan dari sosial ekonomi saja tetapi juga perlu dilakukan pencegahan penyakit ini, diantaranya dengan pemberian imunisasi BCG terutama sejak bayi. (Ilmu Kesehatan Anak;1985)
Selanjutnya penyakit yang banyak diderita pada balita adalah polio. Penyakit polio di Indonesia saat ini diperkirakan terdapat 112.000 anak usia 1 sampai 14 tahun menderita kelumpuhan akibat penyakit polio. Penyakit ini paling sering di derita oleh anak – anak umur 1 – 2 tahun, karena anak – anak yang terinfeksi virus polio, 95% tidak memperlihatkan gejala (subklinis) atau gejala ringan dan 4,5% sakit tanpa kelumpuhan serta 0,5% terjadi kelumpuhan. (www.imunisasi.htm, 2005). Walaupun hanya 0,5% anak-anak yang terserang virus polio yang menderita kelumpuhan, imunisasi polio tetap penting. Karena kelumpuhan yang diderita akan menetap seumur hidup.
Selanjutnya kalau diamati lebih lanjut di Kabupaten Lampung Timur pada tahun 2006 ditemukan tingginya penyakit TB Paru yaitu 168 Balita, sedangkan jumlah kematian bayi ada 101 bayi. Kematian bayi yang berumur 0-7 hari adalah 76,2 % ( 77 bayi). Penyebab kematian disebabkan oleh BBLR 41,5% (32 Bayi ) dan Asfiksia 40,2 % ( 31 Bayi ), selanjutnya bayi dengan BBLR 0,60 % (118) dan Asfiksia 0,72 % (148).
Di Puskesmas Raman Utara ditemukan 5 bayi meninggal dengan diagnosa 1 bayi karena BBLR dan 3 bayi karena asfiksia Bila bayi dengan BBLR, Asfiksia menyebabkan bayi rentan terhadap penyakit infeksi.(Profil Lampung Timur; 2006).
Salah satu usaha preventif berkaitan dengan pencegahan penyakit seperti hepatitis, TBC dan polio pada bayi adalah dengan cara pemberian imunisasi. Karena kekebalan penyakit-panyakit tersebut tidak dibawa bayi pada saat masih dalam kandungan sehingga pada bayi perlu diberikan imunisasi sedini mungkin yaitu pada usia 0-7 hari pertama. Imunisasi yang diberikan sedini mungkin setelah lahir adalah imunisasi hepatitis B, polio dan BCG (Dep. Kes RI:2002).
Upaya-upaya pencegahan penyakit tersebut tidak hanya dilakukan oleh pemerintah atau tenaga kesehatan saja tetapi juga perlu dukungan yang kuat melalui pengetahuan dan kesadaran ibu, sehingga ibu mau melakukan kunjungan neonatal untuk memperoleh imunisasi pada usia 0-7 hari pertama untuk anaknya.
Di wilayah Puskesmas Raman Utara pada bulan maret 2007 terdapat persalinan sebanyak 63 bayi, dimana yang mendapat imunisasi hepatitis B1, BCG dan polio pada umur 0-7 hari sebesar 46 % (29). Angka ini masih sangat kurang dari target yang ditentukan yaitu 90%. Adanya kesenjangan antara target dan hasil yang mendorong penulis tertarik untuk meneliti Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian Imunusasi Pada Kunjungan Neonatal Pertama (KN I) Di Puskesmas Raman Utara Periode Maret tahun 2007.

B. Rumusan Masalah
Bersadarkan latar belakang, maka penulis merumuskan masalah penelitian ini adalah : “Bagaimana gambaran pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi pada kunjungan neonatal pertama (KN I) di Puskesmas Raman Utara tahun 2007?.”

C. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian adalah.
1. Sifat penelitian : Studi deskriptif
2. Subjek penelitian : Ibu yang mempunyai bayi usia 0-7 hari
3. Objek penelitian : Pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi pada kunjungan neonatal pertama (KN I)
4. Lokasi penelitian : Puskesmas Raman Utara
5. Waktu penelitian : 14 Mei – 22 Juli 2007
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi pada kunjungan neonatal pertama (KN I) di wilayah Puskesmas Raman Utara tahun 2007.

E. Manfaat Penelitian
Pada hasil penelitian pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi pada kunjungan neonatal pertama (KN I) ini di harapkan dapat bermanfaat:
1. Peneliti
Penelitian ini sangat berguna untuk menambah pengalaman dalam penelitian, serta sebagai bahan untuk penerapan ilmu yang telah didapat saat kuliah khususnya mata kuliah metode penelitian dalam rangka menganalisa masalah kesehatan masyarakat khususnya kesehatan anak.
2. Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan acuan (refrensi) bagi penelitian lebih lanjut sekaligus sebagai bahan atau sumber bacaan di perpustakaan institusi pendidikan tentang pemberian imunisasi pada kunjungan neonatal pertama (KN I).
3. Petugas kesehatan, Puskesmas dan Instansi Terkait
Sebagai bahan informasi atau masukan tentang pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi pada kunjungan neonatal pertama (KN I) di Puskesmas yang diharapkan dapat meningkatkan peran petugas kesehatan dalam memberikan informasi mengenai pentingnya pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi pada kunjungan neonatal pertama (KN I)di sehingga pada akhirnya dapat memajukan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
4. Peneliti lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai data dasar untuk penelitian lebih lanjut yang lebih spesifik.

Gambaran pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi pada kunjungan neonatal pertama (KN 1) di wilayah kerja puskesmas

Gambaran pengetahuan ibu tentang keluarga sadar gizi (KADARZI) di posyandu

Gambaran pengetahuan ibu tentang keluarga sadar gizi (KADARZI) di posyandu

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat 2010, salah satu program yang dicanangkan pemerintah adalah keluarga sadar gizi (Kadarzi). Kadarzi adalah salah satu cara untuk membantu mengatasi masalah gizi di Indonesia (Litbang Depkes RI, 2001). Masalah gizi terjadi disetiap siklus kehidupan. dimulai sejak dalam kandungan (janin), bayi, anak, dewasa dan usia lanjut. Periode dua tahun pertama kehidupan merupakan masa kritis, karena pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Gangguan gizi yang terjadi pada periode ini bersifat permanen, tidak dapat dipulihkan walaupun kebutuhan gizi pada masa selanjutnya terpenuhi (Depkes RI, 2007).
Dampak kekurangan gizi yang paling ditakutkan adalah gagal tumbuh (growth faltering), terutama gagal tumbuh kembang otak (Ruby, 2005). Anak yang menderita kekurangan gizi tidak saja menurun kecerdasan otaknya, tetapi menyimpan potensi terkena penyakit degeneratif ketika memasuki usia dewasa. Pasalnva, sejumlah organ tubuh penting, seperti jantung, paru-paru, ginjal dan pembuluh darah, bisa mengalami “penuaan dini” (Wahyuni, 2007). Gizi buruk dalam jangka pendek menyebabkan kesakitan dan kematian karena kekurangan gizi membuat daya tahan tubuh berkurang. Menurut WHO, faktor gizi merupakan 54 % kontributor penyebab kematian (Agus, 2005).
Sekitar 30 juta wanita usia subur menderita kekurangan energi kronis (KEK), yang bila hamil dapat meningkatkan resiko melahirkan BBLR. Setiap tahun, diperkirakan sekitar 350 ribu bayi BBLR (< 2500 gram), sebagai salah satu penyebab utama tingginya angka gizi kurang, 1,7 juta diantaranya menderita gizi buruk. Pada usia sekolah, sekitar 11 juta anak tergolong pendek sebagai akibat dan gizi kurang pada masa balita (Depkes RI, 2007).
Menurut data Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2005 diperoleh sebanyak 28% balita di Indonesia mengalami masalah gizi kurang dan 8,8% mengalami masalah gizi berat badan anak secara teratur (Buchori, 2007). Sementara masalah gizi kurang dan gizi buruk masih tinggi, ada kecenderungan peningkatan masalah gizi lebih sejak beberapa tahun terakhir. Hasil pemetaan gizi lebih di wilayah perkotaan di Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 12% penduduk dewasa menderita gizi lebih (Depkes RI, 2007).
Gambaran perilaku gizi yang belum baik dan ditunjukkan dengan masih rendahnya pemanfaatan fasilitas pelayanan oleh masyarakat. Saat ini baru sekitar 50% anak balita yang di bawa ke Posyandu untuk ditimbang sebagai upaya deteksi dini gangguan pertumbuhan. Bayi dan balita yang telah mendapat kapsul vitamin A baru mencapai 74% dan ibu hamil yang mengkonsumsi tablet tambah darah (TTD) baru mencapai 60%. Demikian pula dengan perilaku gizi lainnya juga masih belum baik yaitu masih rendahnya ibu yang menyusui bayi 0-6 bulan secara eksklusif yang baru mencapai 39%, sekitar 28% rumah tangga belum menggunakan garam beryodium yang memenuhi syarat dan pola makan yang belum beraneka ragam (Depkes RI, 2007).
Faktor-faktor yang mempengaruhi keadaan tersebut antara lain adalah tingkat kemampuan keluarga dalam menyediakan pangan sesuai dengan kebutuhan anggota keluarga, pengetahuan dan perilaku keluarga dalam memilih, mengolah dan membagi makanan di tingkat rumah tangga, ketersediaan air bersih dan fasilitas sanitasi dasar serta ketersediaan dan aksesibilitas terhadap pelayanan kesehatan dan gizi masyarakat yang berkualitas. Pada tingkat individu, keadaan gizi dipengaruhi oleh asupan gizi dan penyakit infeksi yang saling terkait. Apabila seseorang tidak mendapat asupan gizi yang cukup akan mengalami kekurangan gizi dan mudah sakit. Demikian juga bila seseorang sering sakit akan menyebabkan gangguan nafsu makan dan selanjutnya akan mengakibatkan gizi kurang (Depkes RI, 2007).
Masih banyaknya kasus gizi kurang menunjukkan bahwa asupan gizi ditingkat keluarga belum memadai (Depkes RI, 2007). Kadarzi dicanangkan untuk membangun kesadaran akan pentingnya gizi bagi kesehatan yang dimulai dan unit terkecil dalam masyarakat yaitu keluarga ibu sebagai penjaga keluarga diharapkan dapat menjalankan peran penting dalam penanganan gizi keluarganya (www.gizi.net)
Berdasarkan hasil survey mawas diri tahun 2007 diperoleh hasil beberapa indikator Kadarzi masih dibawah target yaitu memberi ASI eksklusif sebesar 23,3% dari target pencapaian 80%, pemberian Tablet tambah darah (TTD) pada bumil sebesar 56,7% dari target pencapaian 80% dan target vitamin A untuk ibu nifas sebesar 0% dari target pencapaian 80%. Adapun indikator lain yang sudah mencapai target menimbang secara teratur sebesar 91,7%, makan anekaragam makanan sebesar 93,3%, menggunakan garam beryodium sebesar 100%, memberikan vitamin A sebesar 100% (Puskesmas Bantul, 2007). Hasil pra survey di kelurahan Margorejo terhadap 10 keluarga, diperoleh data pengetahuan tentang Kadarzi dalam kriteria kurang baik sebanyak 40%, sebanyak 20% dalam kriteria tidak baik dan rata-rata pengetahuan ibu tentang Kadarzi kriterianya kurang baik (51%). Berdasarkan urain di atas, maka penulis termotivasi untuk melakukan penelitian mengenai “gambaran pengetahuan ibu tentang Kadarzi di Posyandu Bunga Tanjung Kelurahan Margorejo Kecamatan Metro Selatan.”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan keluarga tentang Kadarzi dalam kategori kurang baik. Oleh karena itu dapat dibuat rumusan masalah : “Bagaimana Gambaran Pengetahuan ibu tentang Kadarzi di Posyandu Bunga Tanjung Kelurahan Margorejo Kecamatan Metro Selatan bulan Mei 2008?”

C. Ruang Lingkup
Untuk membatasi kegiatan penelitian maka penulis membuat ruang lingkup penelitian sebagai berikut:
1. Rancangan Penelitian ini adalah deskriptif
2. Subjek penelitian adalah seluruh ibu yang ada di posyandu Bunga Tanjung Kelurahan Margorejo Kecamatan Metro Selatan
3. Objek penelitian adalah Kadarzi
4. Lokasi Penelitian ini akan dilakukan di Posyandu Bunga Tanjung Kelurahan Margorejo Kecamatan Metro Selatan
5. Waktu Penelitian akan dilakukan pada bulan Mei – Juni 2008

D. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang Kadarzi di Posyandu Bunga Tanjung Kelurahan Margorejo Kecamatan Metro Selatan bulan Mei 2008.

E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat :
1. Bagi Pihak Puskesmas Sumbersari Bantul diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam rangka meningkatkan program pelayanan kesehatan dalam bidang gizi keluarga.
2. Bagi kader Posyandu sebagai masukan untuk meningkatkan pengetahuan tentang Kadarzi sebagai materi penyuluhan terhadap keluarga tentang pentingnya gizi untuk semua keluarga.
3. Bagi Prodi Kebidanan Metro sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan tentang Kadarzi.
4. Bagi penulis lain memberikan informasi tentang gambaran pengetahuan keluarga tentang Kadarzi sebagai bahan pertimbangan dan referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya.

Gambaran pengetahuan ibu tentang keluarga sadar gizi (KADARZI) di posyandu

Gambaran penatalaksanaan anemia pada ibu hamil di wilayah kerja puskesmas

Gambaran penatalaksanaan anemia pada ibu hamil di wilayah kerja puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan untuk meningkatkan mutu dan kemudahan pelayanan kesehatan yang makin terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat khususnya pada kelompok resiko seperti bayi, balita, ibu hamil dan ibu besalin.
Upaya untuk menurunkan Angka Kematia Ibu serta peningkatan derajat kesehatan ibu menjadi perioritas utama dalam pembangunan kesehatan di Indonesia.
Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih relatif tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain di ASEAN, yaitu pada tahun 2002-2003 sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Propinsi Lampung, 2005).
Angka kematian maternal Propinsi Lampung tahun 2005 sebanyak 145 kasus. (Profil Kesehatan Propinsi Lampung, 2005) Sedangkan di Kabupaten Lampung Timur pada tahun 2006 sebanyak 16 orang. (Laporan Kesga Lampung Timur, 2006).
Ini disebabkan oleh berbagai penyakit infeksi juga disebabkan keadaan kesehatan dan gizi ibu yang rendah selama hamil serta rendahnya derajat kesehatan gizi wanita pada umumnya. Sedangkan di Kabupaten Lampung Timur penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan 10 orang, eklamsi 1 orang, inpeksi 1 orang, lain-lain 3 orang. (Laporan Kesga Lampung Timur, 2006).
Salah satu penyebab kematian ibu menurut WHO adalah anemia, hal ini dikarenakan wanita yang anemis tidak dapat mentolerir kehilangan darah, sehingga apabila mengalami perdarahan baik itu antepartum atau postpartum akan berakibat fatal. (Ridwan Amiruddin, 2004. Dikutip dari med.unhas.online).
Pendapat tersebut didukung oleh fakta dan hasil penelitian Chi, dkk menunjukkan bahwa Angka Kematian Ibu adalah 70% untuk ibu-ibu anemia dan 19,7% untuk mereka yang bukan anemia.
Di Indonesia, prevalensi anemia dari seluruh ibu hamil tahun 1970-an adalah 46,5-70 %. Pada tahun 1999 didapatkan data anemia gizi pada ibu hamil sebesar 39,5%. (Ridwan Amiruddin, 2004. Dikutip dari med.unhas.online).
Data dari Propinsi Lampung menunjukkan bahwa prevalensia anemia pada ibu hamil 69,7 % pada tahun 2004 sedangkan di Kabupaten Lampung Timur prevalensi anemia pada ibu hamil 72,5 % pada tahun 2004. (Profil Kesehatan Propinsi Lampung, 2005).
Prevalensi anemia yang tinggi dapat membawa akibat negatif seperti : gangguan dan hambatan pada masa pertumbuhan baik sel tubuh maupun sel otak, kekurangan Hb dalam darah mengakibatkan kurangnya oksigen yang dibawa / ditransfer ke sel tubuh maupun sel otak. Pada ibu hamil dapat mengakibatkan efek buruk pada ibu itu sendiri maupun pada bayi yang dilahirkan.
Berbagai penyakit yang dapat timbul akibat anemia antara lain : abortus (keguguran), partus prematur, inertia uteri, infeksi baik intra partum maupun post partum, anemia yang sangat hebat dengan hb kurang dari 4 gr/dl dapat menyebabkan dekompensasi kordis, afibrinogenemia dan hipofibrinogenemia. (Mochtar, 1998).
Hal tersebut didukung oleh hasil studi di Kuala Lumpur memperlihatkan terjadinya 20 % kelahiran prematur bagi ibu yang tingkat hemoglobinnya dibawah 6,5gr/dl. Studi lain menunjukkan bahwa resiko kejadian BBLR, kelahiran prematur dan kematian perinatal meningkat pada wanita hamil dengan kadar hemoglobin kurang dari 1,4gr/dl. Pada usia kehamilan sebelum 24 minggu dibandingkan kontrol mengemukakan bahwa anemia merupakan salah satu faktor kehamilan dengan resiko tinggi. (Ridwan Amiruddin, 2004. Dikutip dari med.unhas.online).
Hasil konsepsi pada kehamilan dengan anemia memberi pengaruh kurang baik, seperti : kematian mudigah, kematian perinatal, prematuritas, dapat terjadi cacat bawaan, cadangan besi kurang, kematian janin dalam kandungan, kematian janin waktu lahir (stillbirth). (Mochtar, 1998).
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan menurut sistem pencatatan dan pelaporan KIA Puskesmas Way Jepara pada bulan Maret tahun 2007 menunjukan bahwa dari jumlah kunjungan ibu hamil 78 orang, 22 orang (28,20%) diantaranya menderita anemia.
Dari sejumlah ibu hamil yang mengalami anemia, semua memeriksakan kehamilan pada tenaga kesehatan di puskesmas. Dan sampai saat ini belum pernah dilakukan penelitian tentang penatalaksanaan anemia pada ibu hamil di wilayah Kabupaten Lampung Timur (Puskesmas Way Jepara).
Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Gambaran Penatalaksanaan Anemia Pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja PKM Way Jepara Kecamatan Way Jepara Lampung Timur Tahun 2007.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut : “Bagaimanakah Gambaran Penatalaksanaan Anemia Pada Ibu hamil Di Wilayah PKM Way Jepara Kecamatan Way Jepara Lampung Timur Tahun 2007 ?”

C. Ruang Lingkup Penelitian
Di dalam penulisan ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Sifat Penelitian : Deskriptif
2. Subyek Penelitian : Tenaga kesehatan yang melakukan penatalaksanaan anemia pada ibu hamil di PKM Way Jepara
3. Objek Penelitian : Gambaran penatalaksanaan anemia pada ibu hamil
4. Lokasi Penelitian : PKM Way Jepara Lampung Timur
5. Waktu Penelitian : 14 Mei 2007 s/d 20 Juni 2007

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran penatalaksanaan anemia pada ibu hamil di Puskesmas Way Jepara tahun 2007.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran pemberian teblet Fe pada ibu hamil dengan anemia di PKM Way Jepara.
b. Diketahuinya gambaran penyuluhan gizi pada ibu hamil dengan anemia di PKM Way Jepara.
c. Diketahuinya gambaran pemeriksaan kadar Hb pada kunjungan pertama dan awal trisemester III pada ibu hamil dengan anemia di PKM Way Jepara.
d. Diketahuinya gambaran penyuluhan minuman yang menghambat absorbsi Fe pada ibu hamil dengan anemia di PKM Way Jepara.
e. Diketahuinya gambaran penyuluhan obat-obatan yang menghambat absorbsi pada ibu hamil dengan anemia di PKM Way Jepara.
f. Diketahuinya gambaran pelaksanaan rujukan kesehatan untuk pemeriksaan infeksi parasit / cacing pada ibu hamil dengan anemia di PKM Way Jepara.
g. Diketahuinya gambaran penyuluhan tentang konsumsi tablet Fe sekama 4-6 bulan postpartum pada kehamilan di PKM Way Jepara.

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Peneliti, dapat mengetahui gambaran penatalaksanaan anemia pada ibu hamil.
2. Tempat Penelitian, sebagai masukan dalam upaya peningkatan pelayanan terhadap ibu hamil (terutama dengan anemia).
3. Pengembangan Program KIA di wilayah PKM Way Jepara Kecamatan Way Jepara Lampung Timur.
4. Pengembangan ilmu kebidanan terutama dalam studi penatalaksanaan anemia defisiensi besi pada ibu hamil.

Gambaran penatalaksanaan anemia pada ibu hamil di wilayah kerja puskesmas

Gambaran pasangan usia subur yang tidak mengikuti keluarga berencana di kelurahan

Gambaran pasangan usia subur yang tidak mengikuti keluarga berencana di kelurahan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Program Keluarga Berencana nasional bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan keluarga kecil yang berbahagia sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan pertumbuhan penduduk, dan membantu usaha peningkatan perpanjangan harapan hidup, menurunnya tingkat kematian bayi serta menurunnya kematian ibu karena kehamilan dan persalinan (Hartanto,2002). Keluarga Berencana Nasional mempunyai arti penting dalam pelaksanaan pembangunan dibidang kependudukan dan keluarga kecil berkualitas sehingga harus dilaksanakan secara berkesinambungan (BKCS-KB Kota Metro,2006).
Upaya menekan jumlah warga yang hidup dibawah garis kemiskinan dan mencegah terjadinya kelaparan, mustahil ditempuh tanpa mengendalikan secara ketat tingkat kelahiran. Pengendalian pertumbuhan dan jumlah penduduk memiliki implikasi terhadap peningkatan sumber daya manusia dan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dan pembangunan kualitas sumber daya manusia sulit terlaksana jika jumlah penduduk tidak terkendali. Jumlah penduduk Indonesia mencapai 220 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,49% pertahun artinya setiap tahun jumlah penduduk Indonesia bertambah 3 – 3,5 juta jiwa dan ini hampir sama dengan jumlah penduduk Singapura.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) memproyeksikan pada tahun 2025 penduduk Indonesia akan berjumlah 273,6 juta jiwa. Jika Keluarga Berencana tidak ditangani dengan serius jumlah penduduk akan lebih besar dari jumlah tersebut. Berarti beban pemerintah pusat, propinsi, dan kabupaten/kota akan sangat berat dalam penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, pendidikan, lapangan kerja dan lain-lain.
Angka kematian ibu masih tinggi yaitu 390 per 100.000 kelahiran. Progarm Keluarga Berencana berpotensi menyelamatkan kehidupan melalui 2 keadaan yaitu dengan cara memungkinkan wanita untuk merencanakan kehamilan sedemikian rupa sehingga dapat menghindari terjadinya kehamilan pada umur tertentu atau jumlah persalinan yang membawa bahaya tambahan dengan cara nenurunkan tingkat kesuburan secara umum yaitu mengurangi jumlah kematian absolut dalam populasi, dan mengurangi jumlah kehamilan yang tak diinginkan sehingga mengurangi praktek pengguguran yang ilegal berikut kematian yang ditimbulkannya (Royston, 1994).
Di Indonesia terdapat 66% PUS yang mengikuti Keluarga Berencana, hal ini berarti ada sekitar 34% PUS di Indonesia yang tidak mengikuti Keluarga Berencana. Kondisi tersebut bila tidak diintervensi, dikhawatirkan dalam beberapa tahun kedepan Indonesia akan mengalami ledakan jumlah penduduk.
Berdasarkan data Badan Kesejahteraan Catatan Sipil Keluarga Berencana (BKCS-KB) Kota Metro pada bulan Desember tahun 2006 jumlah peserta PUS diwilayah Kota Metro sebesar 24.331 pasangan, dengan jumlah peserta Keluarga Berencana aktif sebanyak 17.741 pasangan dan PUS yang tidak mengikuti Keluarga Berencana diwilayah Kota Metro sebanyak 6585 pasangan dengan persentase 27,08% (BKCS-KB Kota Metro,2006).
Berdasarkan data Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) Kecamatan Metro Timur jumlah PUS yang tidak mengikuti Keluarga Berencana diwilayah Metro Timur sebesar 1582 pasang dengan persentase 29,56%. PUS yang tidak mengikuti Keluarga Berencana tertinggi berada di Kelurahan Iring Mulyo sebesar 477 pasangan dengan persentase 30,13% dengan perincian sebagai berikut:
Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Pendataan Keluarga Tingkat Kecamatan Tahun 2006.
No Kelurahan PUS Bukan Peserta KB
Hamil Ingin anak segera Ingin anak ditunda Tidak ingin anak lagi
1. Iring Mulyo 77 83 171 223
2. Yosodadi 42 67 65 97
3. Yosorejo 43 80 99 136
4. Tejosari 13 16 29 119
5. Tejo Agung 29 37 46 110
Jumlah 204 283 410 685
Sumber : PLKB Kecamatan Metro Timur Tahun 2006
Wanita saat akan menentukan kapan dan metode kontrasepsi apa yang akan digunakan harus mempertimbangkan pengaruh metode kontrasepsi terhadap fungsi reproduksi, salah satu alasan yang paling banyak disebutkan dalam penghentian kontrasepsi adalah efek samping yang dirasakan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh WHO pada 5332 wanita yang telah mempunyai anak di 14 negara berkembang menunjukkan bahwa banyak wanita berhenti menggunakan kontrasepsi IUD, oral dan suntik dikarenakan mereka tidak dapat menerima perubahan pola menstruasi (Klobinsky,1997).
Perasaan dan kepercayaan wanita mengenai tubuh dan seksualitasnya tidak dapat dikesampingkan dalam pengambilan keputusan dalam menggunakan kontrasepsi. Banyak wanita takut siklus normalnya berubah karena mereka takut perdarahan yang lama dapat mengubah pola hubungan seksual dan juga dapat membatasi aktivitas keagamaan maupun budaya. Dinamika seksual dan kekuasaan antara pria dan wanita dapat menyebabkan penggunaan kontrasepsi terasa canggung bagi wanita. Pendapat suami mengenai Keluarga Berencana cukup kuat pengaruhnya untuk menentukan penggunaan metode keluarga berencana oleh istri. Berbagai budaya mendukung kepercayaan bahwa pria mempunyai hak akan fertilitas istri mereka. Di Papua Nugini dan Nigeria, wanita tidak dapat membeli kontrasepsi tanpa persetujuan suami.(Klobinsky,1997).
Tingginya jumlah PUS yang tidak mengikuti Keluarga Berencana di Kelurahan Iring Mulyo Kecamatan Metro Timur menarik minat peneliti untuk melakukan penelitian tentang gambaran pasangan usia subur yang tidak mengikuti Keluarga Berencana di Kelurahan Iring Mulyo Kecamatan Metro Timur.

B. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah diatas, maka peneliti merumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu “Bagiamana Gambaran Pasangan Usia Subur Yang Tidak Mengikuti Keluarga Berencana di Kelurahan Iring Mulyo Kecamatan Metro Timur pada tahun 2006?”

C. Ruang lingkup penelitian
Dalam masalah ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut:
1. Jenis penelitian : Deskriptif
2. Subyek penelitian : PUS yang tidak mengikuti Keluarga Berencana usia 15-49 tahun 2006
3. Obyek penelitian : Gambaran PUS yang tidak mengikuti Keluarga Berencana di Kelurahan Iring Mulyo Kecamatan Metro Timur ditinjau dari ekonomi, efek samping dan dukungan suami.
4. Lokasi penelitian : Kelurahan Iring Mulyo, Kecamatan Metro Timur
5. Waktu penelitian : Dilakukan pada tanggal 11 – 16 Juni 2007

D. Tujuan penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pasangan usia subur yang tidak mengikuti Keluarga Berencana di Kelurahan Iring Mulyo Kecamatan Metro Timur tahun 2007 ditinjau dari faktor ekonomi, efek samping dan dukungan suami.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
a. Diketahuinya alasan PUS tidak mengikuti Keluarga Berencana ditinjau dari faktor ekonomi di Kelurahan Iring Mulyo Kecamatan Metro Timur.
b. Diketahuinya alasan PUS tidak mengikuti Keluarga Berencana ditinjau dari faktor efek samping di Kelurahan Iring Mulyo Kecamatan Metro Timur.
c. Diketahuinya alasan PUS tidak mengikuti Keluarga Berencana ditinjau dari faktor dukungan suami di Kelurahan Iring Mulyo Kecamatan Metro Timur.

E. Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :
1. Bagi Peneliti
Bagi peneliti manfaat penelitian ini adalah untuk meningkatkan dan menambah pengetahuan serta pengalaman dalam penulisan KTI terkait dengan faktor – faktor yang mempengaruhi PUS tidak mengikuti Keluarga Berencana
2. Bagi tempat penelitian
Bagi tempat penelitian diharapkan dapat menjadi bahan evalusi tenaga kesehatan dan Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana untuk meningkatkan kesertaan PUS dalam mengikuti Keluarga Berencana.
3. Bagi Studi Kebidanan Metro
Bagi Institusi Pendidikan diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dan menambah wawasan mahasiswa tentang faktor-faktor yang mempengaruhi PUS tidak mengikuti Keluarga Berencana dan menjadikan penelitian berikutnya menjadi lebih baik terkait dengan gambaran PUS tidak menigkuti Keluarga Berencana ditinjau dari ekonomi, efek samping dan dukungan suami.

Gambaran pasangan usia subur yang tidak mengikuti keluarga berencana di kelurahan

Gambaran mobilisasi dini pada ibu post partum dengan tindakan operasi seksio sesarea terhadap pengeluaran lochea & percepatan penyembuhan luka operasi

Gambaran mobilisasi dini pada ibu post partum dengan tindakan operasi seksio sesarea terhadap pengeluaran lochea & percepatan penyembuhan luka operasi

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemampuan pelayanan kesehatan suatu negara antara lain dinilai dengan tinggi rendahnya angka kematian ibu. Angka kematian ibu di Indonesia berkisar 334/100.0000 kelahiran hidup. (Safe Matherhood, 1997)
Kematian umumnya banyak terjadi pada masa rawan yang berhubungan dengan kehamilan dan kelahiran dimana terjadi kegagalan mengenali keseriusan masalah dan tidak tersedianya fasilitas pelajaran kesehatan pada saat yang tepat. Dibanyak negara berkembang institusi pelayanan kesehatan belum adekuat dan tidak mudah diperoleh, berarti kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan masih memerlukan perbaikan yang bersifat menyeluruh dan bermutu. Sehingga sangat tapat kebijakan Departemen Kesehatan Republik Indonesia yang telah menetapkan misi untuk memelihara dan meningkatkan pelayanan yang bermutu, merata dan terjangkau dalam mewujudkan Indonesia Sehat Tahun 2010. (Saifuddin, 2002).
Masalah keperawatan yang dirasakan dewasa ini terutama menyangkut mutu pelayanan keperawatan, belum memenuhi harapan masyarakat baik di rumah sakit maupun di Puskesmas. Kini paramedis di tuntut agar semakin profesional di bidangnya, dalam arti mampu memecahkan, menangani masalah pasien dalam bidang perawatan.
Perawatan masa nifas yang berkualitas mempunyai kedudukan yang tak kalah pentingnya dalam usaha menurunkan angka kematian atau angka kesakitan. Dahulu perawatan pasca persalinan sangat konservatif dimana pasien diharuskan tidur terlentang selama masa nifas sehingga terjadi adhesi antara labium mayor dan labium minor kanan dan kiri (Manuaba, 1998).
Salah satu upaya untuk mencegah kejadian ini dapat dengan dilakukannya mobilisasi dini. (Early Ambulazation). Mobilisasi dini ialah kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin untuk berjalan (UNPAD, 1983).
Mobilisasi dini dilakukan oleh semua ibu post partum, baik ibu yang mengalami persalinan normal maupun persalinan dengan tindakan dan mempunyai variasi tertagantung pada keadaan umum ibu, jenis persalinan atau tindakan persalinan. Adapun manfaat dari mobilisasi dini antara lain dapat mempercepat proses pengeluaran lochea dan membantu proses penyembuhan luka. (Manuaba, 1999 : 193).
Selama ini di RSU. Ryacudu Kotabumi mobilisasi dini dilakukan, hanya tidak sesuai dengan prosedur, terutama pada post partum dengan tindakan operasi seksio sesarea, sedangkan persalinan dengan operasi seksio sesarea cukup tinggi/ banyak yaitu pada Tahun 2003 berjumlah 555 dengan rincian sebagai berikut :
Tabel 1. Rincian Persalinan di RSU Ryacudu Kota Bumi Tahun 2003
No. Jenis Persalinan Jumlah Persentase
1. Persalinan Spontan/normal 346 62,33%
2. Persalinan dengan tindakan extraksi vaccum 31 5,60%
3. Persalinan dengan embriotomi 5 0,90%
4. Persalinan dengan manual aid 21 3,70%
5. Persalinan dengan tindakan operasi S. C. 152 27,48%
J u m l a h 555 100%
Sumber : Data Laporan Ruang Kebidanan RSU Ryacudu Kota Bumi tahun 2003
Atas dasar data pra survey inilah penulis tertarik untuk meneliti tentang mobilisasi dini pada post partum dengan tindakan operasi seksiosesarea terhadap penyembuhan luka dan pengeluaran lochea di ruang kebidanan RSU. Ryacudu Kotabumi.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah dengan dilakukannya mobilisasi dini pada ibu post partum dengan tindakan operasi seksiosesarea dapat mempercepat pengeluaran lochea dan proses penyembuhan luka operasi ?

C. Ruang Lingkup Penelitian
Didalam penelitian ini penulis akan membatasi ruang lingkup penelitian yaitu sebagai berikut :
1. Sifat Penelitian : Studi deskriptif
2. Subjek Penelitian : Ibu-ibu post partum dengan tindakan operasi seksiosesarea di RSU Ryacudu Kotabumi.
3. Objek Penelitian : Mobilisasi dini pada ibu post partum dengan tindakan operasi seksiosesarea terhadap percepatan penyembuhan luka operasi dan pengeluaran lochea.
4. Lokasi : RSU. Ryacudu Kotabumi
5. Waktu : 17 Mei sampai dengan 17 Juni 2004

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Memperoleh gambaran tentang mobilisasi dini pada ibu post partum dengan tindakan operasi seksiosesarea terhadap pengeluaran lochea dan percepatan penyembuhan luka operasi.
2. Tujuan Khusus
a. Diperolehnya gambaran mobilisasi dini pada ibu post partum dengan tindakan operasi seksiosesarea terhadap percepatan pengeluaran lochea.
b. Diperolehnya gambaran mobilisasi dini pada ibu post partum dengan tindakan operasi seksiosesarea terhadap percepatan penyembuhan luka operasi.

E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut :
1. Bagi Penulis
Menambah wawasan dan pengalaman serta menerapkan ilmu yang didapat selama pendidikan khususnya tentang mobilisasi dini pada post partum dengan tindakan operasi seksiosesarea terhadap penyembuhan luka operasi dan pengeluaran lochea.
2. Bagi Institusi
Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di RSU Ryacudu Kotabumi khususnya di Ruang Rawat Inap Kebidanan.
3. Bagi Pendidikan
Bahan masukan yang dapat dibuat untuk acuan dimasa yang akan datang oleh institusi pendidikan.

Gambaran mobilisasi dini pada ibu post partum dengan tindakan operasi seksio sesarea terhadap pengeluaran lochea & percepatan penyembuhan luka operasi

Gambaran karakteristik ibu hamil dengan pre eklampsi dan eklampsi di ruang kebidanan RSUD

Gambaran karakteristik ibu hamil dengan pre eklampsi dan eklampsi di ruang kebidanan RSUD

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pre eklampsi dan eklampsi merupakan komplikasi kehamilan dan persalinan yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah, protein urin dan edema, yang kadang-kadang disertai komplikasi sampai koma. Sindroma pre eklampsi ringan seperti hipertensi, edema, dan proteinuria sering tidak diperhatikan, sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat dapat timbul pre eklampsi berat, bahkan eklampsi (Prawirohardjo, 2002 : 282).
Pre eklampsi dan eklampsi berdampak pada ibu dapat memperburuk fungsi beberapa organ dan sistem, yang diduga merupakan akibat vasospasme dan iskemia plasenta. Vasospasme mengurangi suplai oksigen ke organ-organ tubuh dan dapat menyebabkan hipertensi arterial. Keadaan ini sangat berpengaruh pada ginjal, hati, otak, dan plasenta. Spasme arterial menyebabkan retina mata mengecil, dan jika terjadi perdarahan, dapat menimbulkan kebutaan (Pillitteri, 2002 : 908). Edema yang terjadi pada otak dapat menimbulkan kelainan serebral dan gangguan visus, bahkan perdarahan (Mochtar, 1998 : 200). Komplikasi ini yang merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsi (Prawirohardjo, 2002 : 296). Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001, eklampsi merupakan penyebab kematian ibu kedua yaitu sebesar 24% setelah perdarahan (28%), dan infeksi (11%) (Depkes RI, 2004 : 17). Di Provinsi Lampung, eklampsi juga menduduki urutan kedua sebesar (18,75%) setelah perdarahan (50,69%) (Depkes Provinsi Lampung, 2005 : 59). Angka ini masih relatif tinggi jika dibandingkan dengan angka kematian ibu di negara-negara berkembang yang disebabkan oleh eklampsi yaitu sekitar 9,8-25,5% (Prawirohardjo, 2002 : 297).
Dampak pre eklampsi pada janin dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan yang bisa mengakibatkan berat bayi lahir rendah (Bennett, 1993 : 312). Keadaan ini terjadi karena spasmus arteriola spinalis decidua menurunkan aliran darah yang menuju ke plasenta, yang mengakibatkan gangguan fungsi plasenta (Mochtar, 1998 : 200, dan Prawirohardjo, 2002 : 285). Selain itu, menurunnya fungsi plasenta dapat meningkatkan kejadian hipoksia janin pada masa kehamilan dan persalinan. Kerusakan plasenta yang masih ringan akan mengakibatnya hipoksia janin, dan jika kerusakan lebih parah, dapat terjadi kematian janin dalam kandungan (Bennett, 1993 : 312). Kematian, janin karena pre eklampsi mencapai 10% dan meningkat menjadi 25% pada eklampsi (Pilliteri, 2002 : 73).
Penyebab terjadinya eklampsi sampai saat ini belum diketahui dengan pasti, tetapi ditemukan beberapa faktor resiko terjadinya pre eklampsi, yaitu primigravida usia <20> 35 tahun, nullipara, kehamilan ke lima atau lebih, kehamilan pertama dari pasangan yang baru, usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, gemelli / kehamilan ganda, kehamilan multiple, molahidatidosa, Hidramnion, Diabetes gestasional, riwayat penyakit ibu seperti; hipertensi kronis, hipertensi esensial, penyakit ginjal, penyakit hati, diabetes mellitus, adanya riwayat keluarga dengan pre eklampsi, sosial ekonomi rendah, ibu yang bekerja, pendidikan yang kurang, faktor ras dan etnik, obesitas dengan indeks masa tubuh lebih dari atau sama dengan 35 kg/m², dan lingkungan /letak geografis yang tinggi (Chapman, 2006 : 162, Cunningham, 2005 : 630, Manuaba, 1998 : 35, 41, Bennett, 1993 : 310, Pillitteri, Prawirohardjo, 2002 : 287, dan Varney, 1997 : 360).
Sindroma pre eklampsi dapat dicegah dan dideteksi secara dini. Pemeriksaan antenatal yang teratur dan yang secara rutin mencari tanda-tanda pre eklampsi, sangat penting dalam usaha pencegahan pre eklampsi berat dan eklampsi. Ibu hamil yang mengalami pre eklampsi perlu ditangani dengan segera. Penanganan ini dilakukan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak. (Prawirohardjo, 2002 : 282).
Frekuensi kejadian pre eklampsi menurut the National Center for Health Statistics pada tahun 1998 adalah 3,7% dari seluruh kehamilan (Cunningham, 2005 : 625). Frekuensi pre eklampsi untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor yang mempengaruhinya.
Dalam kepustakaan frekuensi pre eklampsi dilaporkan berkisar antara 3-10% (Prawirohardjo, 2002 : 287). Angka kejadian pre eklampsi dan eklampsi di Provinsi Lampung 26,7%, sedangkan di Rumah Sakit Abdoel Moeloek Bandar Lampung, angka kejadian pre eklampsi dan eklampsi adalah 184 kasus dari 690 persalinan pada tahun 2003 (Hartini, 2003 : 2). Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan penulis di RSUD Jendral Ahmad Yani kota Metro, pasien yang menderita pre eklampsi dan eklampsi sebanyak 73 orang (6,62%), kasus pre eklampsi 69 orang dan eklampsi 4 orang. Kasus pre eklampsi dan eklampsi ini merupakan urutan ke-5 terbanyak setelah persalinan normal 463 orang (41,97%), abortus inkompletus 127 orang (11,51%), seksio sesaria 103 orang (9,34%), dan ketuban pecah dini 77 orang (6,98%) (Medical Record RSUD Jendral Ahmad Yani kota Metro, 2006).
Berdasarkan uraian masalah di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang gambaran gambaran karakteristik ibu hamil dengan pre eklampsi dan eklampsi di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani kota Metro tahun 2006.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut : ”Bagaimanakah gambaran klasifikasi pre eklampsi dan eklampsi serta karakteristik ibu dengan pre eklampsi dan eklampsi di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani kota Metro tahun 2006?”.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui gambaran klasifikasi pre eklampsi dan eklampsi serta gambaran karakteristik ibu hamil dengan pre eklampsi dan eklampsi di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui gambaran klasifikasi pre eklampsi dan eklampsi di ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metroo tahun 2006.
b. Untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu hamil dengan pre eklampsi dan eklampsi berdasarkan usia di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006.
c. Untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu hamil dengan pre eklampsi dan eklampsi berdasarkan pekerjaan di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006.
d. Untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu hamil dengan pre eklampsi dan eklampsi berdasarkan paritas di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006.
e. Untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu hamil dengan pre eklampsi dan eklampsi berdasarkan riwayat penyakit ibu hamil di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006.
f. Untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu dengan pre eklampsi dan eklampsi berdasarkan riwayat kehamilan ibu sekarang di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006.

D. Manfaat Penelitian
Penelitiam imi diharapkan dapat bermanfaat :
1. Sebagai bahan informasi untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan tentang pre eklampsi dan eklampsi pada ibu dan karakteristiknya baik bagi ibu maupun prodi.
2. Sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan mutu pelayanan antenatal care (ANC) khususnya deteksi dini pre eklampsi kepada masyarakat tentang faktor resiko terjadinya pre eklampsi dan eklampsi bagi RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro dan Dinas Kesehatan Kota Metro pada khususnya serta tenaga kesehatan pada umumnya.
3. Mengembangkan pengetahuan penulis tentang pre eklampsi atau eklampsi dan metode penelitian deskriptif tentang karakteristik resiko terjadinya pre eklampsi dan eklampsi
4. Bagi penelitian lainnya, sebagai perbandingan dan masukan untuk melakukan penelitian selanjutnya tentang pre eklampsi dan eklampsi dengan jenis penelitian lain atau penambahan variabel penelitian yang lebih lengkap, dan metode penelitian yang berbeda.

E. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian : Deskriptif.
2. Subyek Penelitian : Ibu dengan pre eklampsi dan eklampsi yang dirawat di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006.
3. Objek Penelitian : Klasifikasi pre eklampsi dan eklampsi serta karakteristik ibu hamil dengan pre eklampsi dan eklampsi yang dirawat inap di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006 yang meliputi umur, pekerjaan, paritas, riwayat penyakit ibu hamil dan riwayat kehamilan sekarang.
4. Lokasi Penelitian : RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro.
5. Waktu : Tanggal 10 - 13 Mei 2007.

Gambaran karakteristik ibu hamil dengan pre eklampsi dan eklampsi di ruang kebidanan RSUD

Gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum di RSUD

Gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum di RSUD

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Setiap wanita menginginkan persalinan berjalan lancar dan melahirkan bayi yang sempurna (Kasdu, 2003 : iii). Hal ini sesuai dengan Rencana Strategis Nasional yang terdapat dalam pesan kunci Making Pregnancy Safer (MPS) yaitu : setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, setiap komplikasi obstetrik dan neonatal mendapatkan pelayanan yang adekuat (Koesno, 2004 : 3 ). Namun, tidak jarang proses persalinan mengalami hambatan dan memerlukan penanganan dengan ekstraksi vakum.
Ekstraksi vakum merupakan tindakan obstetrik yang bertujuan untuk mempercepat kala pengeluaran dengan sinergi tenaga mengedan ibu dan ekstraksi pada bayi (Saifuddin, 2002 : 494). Tindakan ini dilakukan untuk semua keadaan yang mengancam ibu dan janin yang memiliki indikasi untuk menjalani pelahiran pervaginam dengan bantuan alat (Hartanto, 2005 : 536). Indikasi dan syarat dari tindakan ini antara lain : pada palpasi abdomen kepala tidak teraba (0/5) atau teraba (1/5) sedangkan pembukaan sudah lengkap, keterlambatan pada kala II yaitu lebih dari 60 menit pada primigravida dan 30 menit pada multigravida, dan Ibu yang menderita kelainan atau penyakit yang melarangnya untuk mengeran (mengedan), misalnya pada penyakit jantung, hipertensi, asma, atau tuberkulosis berat (Depkes RI, 1995 : 6).
Angka kejadian pertolongan persalinan dengan ekstraksi vakum di RSU Dr. Soedono Madiun tahun 1998 sebanyak 522 (22%) diantara 2362 persalinan dan angka kejadian bedah caesar sebanyak 419 (17%) (Kalbefarma). Hasil studi pendahuluan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Jendral Ahmad Yani Kota Metro didapatkan data pada tahun 2006 terdapat 7,99% (37) kasus persalinan dengan ekstraksi vakum dari 463 persalinan normal (Medical Record, 2006). Ini berarti tindakan ekstraksi vakum masih sering dilakukan.
Penanganan persalinan dengan ekstraksi vakum mempunyai dampak terhadap ibu dan bayi. Pada ibu dapat terjadi robekan pada serviks uteri, robekan pada dinding vagina dan perenium. Ini dapat terjadi apabila pada pembukaan belum lengkap dilakukan ekstraksi. Sedangkan pada bayi dapat terjadi perdarahan dalam otak dan kaput suksedaneum artifisialis yang akan hilang sendiri setelah 24-48 jam. Untuk mengatasi hal itu maka tindakan ekstraksi vakum sebaiknya dilakukan oleh tenaga yang terampil dan berpengalaman (Depkes RI, 1995 : 10). Apabila tindakan ini dianggap tidak aman atau ekstraksi ini gagal dapat dilakukan seksio sesaria (Hartanto, 2005 : 551).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “Gambaran Karakteristik Ibu Bersalin Dengan Ekstraksi Vakum di Rumah Sakit Umum Daerah Jendral Ahmad Yani Metro pada Tahun 2006”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut : “Bagaimana gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum di RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro Tahun 2006 ?”.

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi ruang lingkup penelitian sebagai berikut:
1. Jenis penelitian : deskriptif.
2. Subyek penelitian : ibu bersalin dengan ekstraksi vakum di RSUD Jendral
Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006.
3. Obyek penelitian : karakteristik ibu-ibu bersalin dengan ekstraksi vakum di RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro yang meliputi: riwayat penyakit ibu, usia, paritas, dan lama persalinan kala II.
4. Lokasi penelitian : ruang kebidanan di RSUD Jendral Ahmad Yani Kota
Metro tahun 2006.
5. Waktu penelitian : bulan Mei tahun 2007.

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro pada tahun 2006.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum berdasarkan riwayat penyakit ibu di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006.
b. Untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum berdasarkan usia ibu di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006.
c. Untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum berdasarkan paritas ibu di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006.
d. Untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum berdasarkan lamanya persalinan pada kala II di Ruang Kebidanan RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006.

E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Sebagai bahan informasi untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan tentang ekstraksi vakum dan karakteristik ekstraksi vakum dan karakteristiknya baik bagi ibu maupun bagi Prodi Kebidanan Metro.
2. Sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan mutu pelayanan Antenatal Care (ANC) khususya deteksi dini kehamilan dengan resiko tinggi yang dapat menyebabkan terjadinya persalinan dengan ekstraksi vakum bagi RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro dan Dinas Kesehatan Kota Metro pada khususnya serta tenaga kesehatan pada umumnya.
3. Mengembangkan pengetahuan penulis tentang ekstraksi vakum dan metode penelitian diskriptif tentang karakteristik resiko terjadinya persalinan dengan ekstraksi vakum.
4. Bagi peneliti lainnya, sebagai pertimbangan dan masukan untuk melakukan penelitian selanjutnya tentang ekstraksi vakum dengan jenis penelitian lain dan penambahan variabel penelitian yang lebih lengkap, dan metode penelitian yang berbeda.

Gambaran karakteristik ibu bersalin dengan ekstraksi vakum di RSUD

Gambaran karakteristik ibu bersalin dengan di rumah bersalin

Gambaran karakteristik ibu bersalin dengan di rumah bersalin

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kematian maternal adalah kematian wanita sewaktu hamil, melahirkan atau dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan, tidak tergantung dari lama dan lokasi kehamilan, disebabkan oleh apapun yang berhubungan dengan kehamilan atau penanganannya, tetapi tidak secara kebetulan atau oleh penyebab tambahan lainnya. Umumnya ukuran yang dipakai untuk menilai baik buruknya keadaan pelayanan kebidanan dalam suatu negara atau daerah ialah kematian maternal (Prawirohardjo, 2005).
Angka Kematian Ibu (AKI) yang merupakan salah satu indikator terhadap kesehatan sebuah negara saat ini masih tinggi di Indonesia. Indonesia menduduki posisi tertinggi di ASEAN. Data terakhir dari Badan Pusat Statistik adalah sebesar 262 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2005. Perdarahan menjadi penyebab utama kematian ibu di Indonesia. Penyebab kedua adalah eklampsi lalu infeksi (Zoelkifly, 2007).
Selain tingginya Angka Kematian Ibu, Angka Kematian Bayi Baru Lahir di Indonesia juga tergolong tinggi yaitu mencapai 35/1000 kelahiran hidup atau 2 kali lebih besar dari target WHO (Depkes RI, 2007). Sedangkan Angka Kematian Bayi di Provinsi Lampung pada tahun 2003 adalah sebesar 55/1000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Provinsi Lampung, 2006). Kematian bayi baru lahir dapat diartikan jumlah anak yang tidak menunjukkan tanda-tanda hidup waktu dilahirkan ditambah dengan jumlah anak yang meninggal dalam minggu pertama dalam kehidupannya, untuk 1000 kelahiran. Penyebab kematian perinatal adalah prematuritas, kelainan kongenital, asfiksia neonatorum, insufisiensi plasenta, dan perlukaan kelahiran (Prawirohardjo, 2005).
Kehamilan cukup bulan berlangsung selama 37-42 minggu. Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang umur kehamilannya lebih dari 42 minggu (Saifuddin, 2006). Frekuensi kejadian kehamilan lewat waktu berkisar 5-12% dengan dugaan bahwa sekitar 3-5% disertai dengan janin besar (Manuaba, 2007). Angka kematian perinatal dalam kehamilan lewat waktu 2-3 kali lebih besar bila dibandingkan dengan kehamilan cukup bulan (Sastrawinata, 2004).
Penyebab kehamilan lewat waktu dipengaruhi oleh berbagai faktor demografi ibu seperti paritas, riwayat kehamilan lewat waktu sebelumnya, status sosial ekonomi dan umur (Suheimi, 2007). Penyebab lain dari kehamilan lewat waktu adalah stres yang merupakan faktor tidak timbulnya his, selain kurangnya air ketuban dan insufisiensi plasenta (Prawirohardjo, 2005).
Kehamilan lewat waktu dapat mengakibatkan terjadinya sindrom postmatur pada bayi baru lahir. Pada bayi dengan sindrom postmatur dapat terjadi hambatan pertumbuhan yang berat. Beberapa bayi yang bertahan hidup mengalami kerusakan otak. Pada kehamilan lewat waktu juga dapat mengakibatkan disfungsi plasenta sehingga dapat terjadi penurunan oksigenasi janin. Terjadinya gawat janin merupakan konsekuensi kompresi tali pusat yang menyertai oligohidramnion (Cunningham, 2005).
Peningkatan resiko terkait dengan kehamilan lewat bulan diperkirakan berhubungan dengan insufisiensi uteroplasental, yang pada akhirnya menyebabkan hipoksia janin. Perlu diketahui bahwa volume cairan amnion menurun drastis pada beberapa minggu terakhir kehamilan. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya kasus cairan bercampur mekonium kental (karena lebih sedikit cairan untuk melarutkan mekonium yang dikeluarkan), yang pada neonatus menimbulkan masalah pneumonia akibat aspirasi mekonium. Terjadi penurunan banyak lemak subkutan pada beberapa janin lewat bulan dan kemungkinan bayi mengalami makrosomia atau bayi besar (Varney, 2006). Kelahiran janin makrosomia pervaginam akan menimbulkan komplikasi maternal berupa trauma langsung persalinan pada jalan lahir, infeksi karena terbukanya jalan lahir secara luas sehingga mudah terjadi kontaminasi bakterial, serta perdarahan karena atonia uteri dan retensio plasenta (Manuaba, 2007).
Pra survey penulis di RSUD A. Yani Metro pada tanggal 20 Maret 2008 menunjukkan bahwa frekuensi kejadian kehamilan lewat waktu pada tahun 2007 mencapai 6,9% yaitu sebanyak 63 kasus dari keseluruhan jumlah persalinan sebanyak 916 persalinan. Di Rumah Bersalin Asih Metro pada tahun 2006 terdapat 672 persalinan dan 47 diantaranya adalah kehamilan lewat waktu atau sekitar 7%. Sedangkan pada tahun 2007 terdapat 723 persalinan dan 54 diantaranya adalah kehamilan lewat waktu atau sekitar 7,5%. Adapun gambaran keadaan bayi yang lahir dari ibu dengan kehamilan lewat waktu di Rumah Bersalin Asih Metro dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1. Keadaan Bayi Baru Lahir Dari Ibu Dengan Kehamilan Lewat Waktu di Rumah Bersalin Asih Metro Tahun 2006 dan 2007
No Keadaan Bayi Tahun 2006 Tahun 2007
Jumlah % Jumlah %
1. Normal 27 55,1 26 48,1
2. Asfiksia 21 42,9 26 48,1
3. BBLR 4 8,2 1 1,9
4. Meninggal 1 2,04 2 3,7
Jumlah bayi 49 54
Mengingat bahwa kehamilan lewat waktu dapat menimbulkan dampak baik bagi ibu maupun bayi, bahkan dapat meningkatkan angka kematian bayi baru lahir hingga 2-3 kali lebih besar dibandingkan dengan kehamilan normal, maka penulis ingin meneliti tentang gambaran karakteristik ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu di Rumah Bersalin Asih Metro tahun 2007.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana gambaran karakteristik ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu di Rumah Bersalin Asih Metro pada tahun 2007?”

C. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian yang dilaksanakan meliputi :
1. Sifat penelitian : Deskriptif
2. Subyek penelitian : Ibu atau pasien bersalin dengan kehamilan lewat waktu di Rumah Bersalin Asih Metro
3. Obyek penelitian : Karakteristik ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu
4. Lokasi penelitian : Rumah Bersalin Asih Metro
5. Waktu penelitian : Juni-Agustus 2008

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui karakteristik ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya umur ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu.
b. Diketahuinya paritas ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu.
c. Diketahuinya pendidikan ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu.
d. Diketahuinya gambaran ekonomi/pekerjaan ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu.
e. Diketahuinya cara penanganan persalinan ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1. Peneliti
Menambah wawasan dan pengalaman tentang karakteristik ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu serta sebagai penerapan ilmu yang telah di dapat pada Program Studi Kebidanan Metro khususnya dalam bidang metodologi penelitian.
2. Lokasi Penelitian
Sebagai bahan masukan mengenai karakteristik ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu sehingga dapat meningkatkan kewaspadaan terhadap ibu bersalin dengan kehamilan lewat waktu.
3. Program Studi Kebidanan Metro
Sebagai bahan bacaan bagi perpustakaan di Program Studi Kebidanan Metro.

Gambaran karakteristik ibu bersalin dengan di rumah bersalin

Gambaran kadar hemoglobin (Hb) pada akseptor intra uterine devices (IUD) di kelurahan

Gambaran kadar hemoglobin (Hb) pada akseptor intra uterine devices (IUD) di kelurahan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Angka Kematian Ibu di Indonesia masih tinggi walaupun di sisi lain sudah terjadi penurunan dari 307/100.000 kelahiran hidup (Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia 2002/2003) menjadi 262/100.000 kelahiran hidup (laporan BPS 2005). Penyebab kematian ibu, sesuai penelitian beberapa pihak, paling banyak akibat perdarahan dan penyebab tidak langsung lainnya seperti terlambat mengenali tanda bahaya karena tidak mengetahui kehamilannya dalam risiko yang cukup tinggi, terlambat mencapai fasilitas untuk persalinan dan terlambat untuk mendapatkan pelayanan. Selain itu, terlalu muda punya anak, terlalu banyak melahirkan, terlalu rapat jarak melahirkan dan terlalu tua punya anak (Sri, 2003).
Keluarga berencana adalah suatu program pemerintah atas dasar sukarela untuk mencapai keluarga sejahtera dalam rangka pembangunan yang lebih luas. Peserta KB yang berdampak terhadap penurunan kelahiran adalah peserta KB yang menggunakan alat atau cara kontrasepsi dengan tingkat kelangsungan pemakaian yang tinggi baik untuk tujuan penundaan kelahiran anak pertama, penjarangan atau mengakhiri kehamilan (Irianto, 2004).
Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan (Prawirohardjo, 2005). Salah satu sasaran dari pelayanan obstetri adalah memperbaiki karakteristik wanita hamil sehingga dapat menurunkan golongan risiko tinggi. Usaha keluarga berencana (penggunaan kontrasepsi) dapat digunakan untuk mencapai tujuan ini, misalnya mengurangi primi muda, grande multi atau mengatur jarak antara dua kehamilan (Irianto, 2004).
Penggunaan IUD merupakan salah satu usaha manusia untuk menekan kesuburan sejak berabad-abad yang lampau (Prawirohardjo, 2005). Kontrasepsi yang kerap disebut spiral ini awet hingga pemakaian lima tahun, dan mampu meninggikan getaran sel telur. Efek getaran spiral menimbulkan reaksi jaringan yang menyebabkan terhambatnya proses pembuahan (Handoko, 2001).
Di Indonesia, anemia gizi masih merupakan masalah gizi utama dan terus diperbaiki secara berkelanjutan. Data terakhir menunjukkan prevalensi anemia gizi besi masih tinggi, ibu hamil (63,5%), balita (55,5%), anak usia sekolah (20-40%), wanita dewasa (30-40%), pekerja berpenghasilan rendah (30-40%), dan pria dewasa (20-30%) (Harli, 1999).
Wanita yang menggunakan KB IUD pun tak lepas dari anemia. Sebuah penelitian menyebutkan 10 persen wanita pada masa reproduksinya mengalami defisiensi zat besi dan 2-5 persen diantaranya mengalami anemia. Berdasarkan data The Population Council, New Drug Application pada Oktober 1990 sampai dengan Agustus 1991 bahwa angka kejadian perdarahan dari pemakaian IUD adalah 36,0 per 100 pemakai IUD. Meningkatnya perdarahan pada masa haid yang sering disertai dengan rasa sakit pada perut bagian bawah yang berdampak timbulnya anemia (hemoglobin kurang dari 9 g/dl atau hematokrit kurang dari 30% merupakan penyebab utama pencabutan IUD (JNPKKS, 2000).
Berdasarkan data dari BKKBN Propinsi Lampung tahun 2006 bahwa jumlah peserta KB IUD sebanyak 125.360 (10,28%) dari 1.219. 188 peserta KB (Dinkes, 2006a). Berdasarkan data BKKCS-KB Kota Metro tahun 2006 bahwa jumlah peserta KB IUD sebanyak 2.983 (13,44%) dari 22.191 peserta KB (Dinkes, 2006b).
Dampak dari perdarahan secara rutin atau terus menerus adalah anemia. Sebelum terjadi anemia, tubuh melakukan adaptasi agar tidak terjadi penurunan daya tahan tubuh. Saat tubuh tidak mampu lagi melakukan adaptasi, daya tahan tubuh akan mengalami penurunan sehingga dapat terjadi anemia. Salah satu kemungkinan terjadinya dari anemia adalah penurunan kadar Hb. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang penulis lakukan tanggal 21 Mei 2008 bahwa jumlah peserta KB di Kelurahan Rejo Mulyo Metro Selatan berjumlah 657 (76,93%) dari 854 PUS. Jumlah akseptor IUD sebanyak 86 (13,09%) dari 657 peserta KB, ditemukan 9 akseptor mengalami perdarahan bercak (spotting) atau haid lama, 7 akseptor (77,78%) memiliki kadar Hb normal, sedangkan 2 akseptor (22,22%) memiliki kadar Hb dibawah normal.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang gambaran kadar Hb pada akseptor IUD di Kelurahan Rejo Mulyo Metro Selatan tahun 2008.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut : ”Bagaimanakah gambaran kadar hemoglobin (Hb) pada akseptor Intra Uterine Devices (IUD) di Kelurahan Rejo Mulyo Metro Selatan tahun 2008 ?”

C. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini sebagai berikut :
1. Jenis penelitian : Deskriptif
2. Obyek penelitian : Kadar Hb
3. Subyek penelitian : Akseptor IUD
4. Lokasi penelitian : Kelurahan Rejo Mulyo Metro Selatan
5. Waktu penelitian : 5 Juni s.d 20 Juni 2008

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian untuk mengetahui gambaran kadar Hb pada akseptor IUD di Kelurahan Rejo Mulyo Metro Selatan.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya kadar Hb pada akseptor IUD ditinjau dari jenis IUD yang digunakan di Kelurahan Rejo Mulyo Metro Selatan.
b. Diketahuinya kadar Hb pada akseptor IUD ditinjau dari lama pemakaian IUD di Kelurahan Rejo Mulyo Metro Selatan.
c. Diketahuinya kadar Hb pada akseptor IUD ditinjau dari lama haid setelah pemasangan IUD di Kelurahan Rejo Mulyo Metro Selatan.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Puskesmas Sumbersari Bantul Metro Selatan
Diharapkan dapat menjadi bahan informasi khususnya bagi tenaga kesehatan tentang keluarga berencana terutama alat kontrasepsi IUD.
2. Bagi Institusi Program Studi Kebidanan Metro
Diharapkan dapat menjadi dokumen dan bahan tambahan sumber bacaan bagi mahasiswa Program Studi Kebidanan Metro.
3. Bagi Peneliti Lainnya
Diharapkan menjadi sumber informasi/bacaan acuan bagi peneliti lain di masa mendatang.

Gambaran kadar hemoglobin (Hb) pada akseptor
intra uterine devices (IUD) di kelurahan

Gambaran pengetahuan ibu tentang perawatan bayi dengan berat badan lahir rendah di rumah bersalin

Gambaran pengetahuan ibu tentang perawatan bayi dengan berat badan lahir rendah di rumah bersalin

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Prevalensi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran didunia dengan batasan 3,3% – 38% dan lebih sering di negara-negara berkembang atau sosio ekonomi rendah secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibandingkan pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram . BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupan di masa depan (propfil kesehatan RI, 2008).
Angka kejadian BBLR di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan lain, yaitu berkisar antara 9 % – 30%, hasil studi di 7 daerah multi center diperoleh angka BBLR dengan rentang 2,1 % - 17,2 % secara nasional berdasarkan analisa lanjutan SDKI, angka BBLR yang ditetapkan pada sasaran program perbaikan gizi menuju Indonesia sehat 2010 yakni maksimal 7%.
Kesehatan bayi, seharusnya merupakan hasil dari rangkaian peristiwa-peristiwa yang telah dilaluinya. Sejak ia berbentuk sel hasil konsepsi hingga terlahir ke dunia. Peristiwa yang tidak kalah pentingnya adalah proses kelahiran itu sendiri. Sebab walau keadaan selama kehamilan baik, dapat tiba-tiba berubah menjadi yang paling buruk, akibat adanya gangguan masalah dalam proses kelahiran (Jurmiani, 1999: 14).
Dari sudut ilmu kebidanan dan juga aspek medico-legal, seseorang hendaknya mampu menentukan taksiran umur embrio, fetus matur, fetus premature dan janin matur. Namun, suatu kehamilan matur akan berlangsung selama 280 hari atau 10 bulan Arab atau 40 pekan (minggu) yang di hitung dari hari pertama mendapatkan haid terakhir (Mochtar, 1998).
Bayi dengan berat badan lahir rendah adalah salah satu hasil dari ibu hamil yang menderita kurang energi kronis dan akan mempunyai status gizi buruk. BBLR berkaitan dengan tingginya angka kematian, bayi dan balita, juga dapat berdampak serius terhadap kualitas generasi mendatang yaitu akan memperlambat pertumbuhan dan perkembangan mental anak, serta berpengaruh pada penurunan kecerdasan (IQ) (www.kebijakangizi.com).
Menurut Menkes, jika bayi lahir dengan berat badan kurang dari 2,5 kg pada umur kehamilan yang cukup, maka anak tersebut nantinya pada umur 40 tahun (jika mencapai usia itu) akan menderita penyakit jantung, darah tinggi maupun diabetes. Dengan demikian tiap tahun terdapat sekitar 400.000 calon-calon penderita penyakit degeneratif (depkes.go).
Pada tahun 1995 Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia diperkirakan sebesar 55 per 1000 kelahiran hidup, kemudian turun menjadi 52 pada tahun 1997, dan turun lagi menjadi 44 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1999, kemudian naik menjadi 47 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2000. AKB menurut hasil Surkesnas, berturut-turut pada tahun 2001 sebesar 50 per 1000 kelahiran hidup. Sedangkan AKB menurut hasil SDKI 2002 – 2003 35 per 1000 kelahiran hidup.
Pada tahun 2003 AKB di rumah sakit mengalami penurunan berarti yaitu sebesar 22, 9 per 1000 kelahiran hidup, kemudian pada tahun 2004 mengalami kenaikan menjadi 29,4 per 1000 kelahiran hidup dan pada tahun 2005 mengalami penurunan kembali menjadi 23,7 per 1000 kelahiran hidup. (Profil Kesehatan RI, 2006)
Angka kematian bayi di Propinsi Lampung menunjukkan kecenderungan perbaikan yang cukup berarti periode tahun 1995 – 2000 (periode rujukan perhitungan tengah tahun 1998 bulan Oktober) angka kematian bayi diperkirakan 65 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2000 menurun menjadi 49 per 1000 kelahiran hidup. Angka ini mengalami penurunan jika dibandingkan tahun 2001 yaitu sebesar 41 per 1000 kelahiran hidup dan pada tahun 2002 mengalami sedikit peningkatan yaitu 40 per 1000 kelahiran hidup sedangkan tahun 2003 AKB meningkat menjadi 55 per 1000 kelahiran hidup. (Profil Kesehatan Lampung, 2006).
Angka kematian bayi dengan berat badan lahir rendah atau BBLR di Bandar Lampung meningkat tajam pada tahun 2005. Hingga akhir Mei tercatat 26 bayi meninggal, sebagian besar berusia kurang dari seminggu, padahal, sepanjang tahun 2004 jumlah kematian bayi karena BBLR hanya 38 orang (www.komas.com diakses tanggal 06 Mei 2008).
Jumlah bayi lahir menurut data dari dinas kesehatan kota metro sebanyak 2757 bayi dan 89 bayi diantaranya lahir dengan BBLR (32%), terdapat 57 bayi (2,1%) meninggal dan 21 bayi (36,8%) diantaranya meninggal disebabkan oleh BBLR (dinkes metro, 2007).
Jumlah bayi lahir menurut data dari Rumah Bersalin Santa Maria Kota Metro dalam satu tahun adalah 410 bayi dengan 211 lahir di RB tersebut, 15 bayi diantaranya BBLR dan 199 bayi merupakan bayi titipan Dokter (dalam keadaan BBLR). Berdasarkan fenomena di atas maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang “Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Perawatan Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah di Rumah Bersalin Santa Maria Kota Metro.”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Perawatan Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah di Rumah Bersalin Santa Maria Kota Metro?”

C. Ruang Lingkup
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Subjek Penelitian : Ibu Yang Melahirkan Bayi Dengan BBLR di Rumah Bersalin Santa Maria Kota Metro bulan Juni 2008.
3. Objek Penelitian : Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Perawatan Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah di Rumah Bersalin Santa Maria Kota Metro
4. Lokasi Penelitian : Rumah Bersalin Santa Maria Kota Metro
5. Waktu Penelitian : 01 – 20 Juni 2008

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk Mengetahui Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Perawatan Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah di Rumah Bersalin Santa Maria Kota Metro.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya pengetahuan ibu tentang perawatan bayi dengan BBLR menurut tingkat tahu
b. Diketahuinya pengetahuan ibu tentang perawatan bayi dengan BBLR menurut tingkat memahami
c. Diketahuinya pengetahuan ibu tentang perawatan bayi dengan BBLR menurut tingkat aplikasi

E. Manfaat Penelitian
1. Rumah Bersalin Santa Maria
Sebagai masukan bagi pengelola Rumah Bersalin Santa Maria Kota Metro dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam merawat bayi dengan berat badan lahir rendah.
2. Peneliti
Dapat diketahui dengan jelas gambaran tingkat pengetahuan ibu tentang perawatan bayi dengan berat badan lahir rendah.
3. Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan di perpustakaan institusi pendidikan, serta sebagai dokumentasi penunjang.
4. Peneliti Selanjutnya
Diharapkan dapat dijadikan bahan perbandingan untuk melakukan penelitian lain yang serupa dan dapat lebih di sempurnakan lagi, juga sebagai reverensi bagi peneliti selanjutnya.

Gambaran pengetahuan ibu tentang perawatan bayi dengan
berat badan lahir rendah di rumah bersalin


Blog Archive