Saturday, September 12, 2009

Mutu Pelayanan Kebidanan Kurangnya Akses Pelayanan pada Remaja (Pelayanan Youth Friendly) Oleh Petugas Kesehatan

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya pad penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “ Kurangnya Akses Pelayanan pada Remaja (Pelayanan Youth Friendly) oleh Tenaga Kesehatan.
Penulis merasa makalah ini masuh jauh dari kesempurnaan.Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber bacaan yang bermanfaat dan dapat digunakan sebaik-baikny.
Padang, Januari 2009
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Perumusan Masalah
1.3. Tujuan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Remaja
2.1.1. Pengertian
2.1.2. Transisi yang Dihadapi pada Masa Remaja
2.1.3. Faktor yang Menjadi Masalah pada Remaja
2.1.4. Kesehatan Remaja
2.2. Mutu Pelayanan Kesehatan
2.2.1. Pengertian
2.2.2. Dimensi Mutu
2.2.3. Prinsip Perbaikan Mutu
BAB III PEMBAHASAN
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan
4.2. Saran
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan salah satu negara berkembang, dan juga merupakan negara yang padat akan penduduknya. Penduduk dipelajari oleh ilmu kependudukan yang terdiri atas demografi dan studi kependudukan. Demografi sering pula di definisikan sebagai suatu studi kuantitatif dari lima proses demografi yaitu; fertilitas, mortalitas, perkawinan, migrasi dan morbilitas sosial. Beberapa indikator demografi yang sering kita temui diantaranya jumlah penduduk, komposisi penduduk menurut jenis kelamin, umur, suku bangsa, pendidikan, agama, pekerjaan, dan proses domografi yang mempengaruhi jumlah dan komposisi penduduk.
Sebagai suatu negara berkembang, Indonesia juga tidak luput dari masalah kependudukan. Secara garis besar masalah-masalah pokok di bidang kependudukan yang dihadapi Indonesia adalah jumlah penduduk yang besar dan laju pertumbuhan penduduk yang relatif masih tinggi, persebaran penduduk yang tidak merata, struktur umur muda, dan kualitas penduduk yang masih harus ditingkatkan.
Pada tahun 2005, 30% dari jumlah penduduk Indonesia adalah remaja. Remaja adalah kelompok penduduk yang berusia 10-19 tahun (menurut WHO dan DEPKES) atau kelompok penduduk yang berusia 10-24 tahun (menurut UNFPA) dan belum menikah. Sebagian remaja sudah mengalami pematangan organ reproduksi dan bisa berfungsi atau bereproduksi, namun secara sosial, mental, dan emosi mereka belum dewasa. Remaja akan mengalami banyak masalah apabila pendidikan dan pengasuhan seksualitas reproduksi mereka terabaikan.
Akibatnya banyak terjadi IMS, kehamilan dini, kehamilan yang tidak diinginklan, dan usaha aborsi yang tidak aman diantara mereka.
Fakta yang terbaru menyebutkan bahwa
· 15% remaja sudah melakukan hubungan seks diluar nikah.
· Jumlah penderita HIV-AIDS pada akhir tahun 2005 sebanyak 46,19% adalah jumlah remaja diman 43,5% terinfeksi melalui hubungan seks yang tidak aman dan 50% tertular lewat jarum suntik.
· 60% dari pekerja seks di Indonesia adalah remaja perempuan berusia 24 tahun atau dari 30%nya adalh mereka yang berumur 15 tahun atau kurang.
· 20% dari 2,3 juta kasus aborsi setiap tahun di Indonesia dilakukan oleh remaja dan mereka mendapatkan tindakan aborsi tidak aman serta menyebabkan komplikasi yang dapat membawa mereka pada kematian.
Hal ini terjadi disebabkan oleh beberapa aspek diantaranya informasi yang tepat tentang masalah seksual dan reproduksi bagi remaja sangat kurang dan akses pelayanan yang bersifat youth friendly juga tidak memadai, bahkan tidak ada. Kemudian kurangnya pengetahuan dan komitmen petugas kesehatan untuk menangani masalah remaja dan terbatasnya fasilitas, membuat remaja tidak pernah mendapat perlindungan dan pemeliharaan dengan tepat.
Berdasarkan uraian di atas penulis berminat untuk membuat makalah dengan judul “Kurangnya Akses Pelayanan pada Remaja (Pelayanan Youth Friendly) oleh Petugas Kesehatan”.
1.2. Perumusan Masalah
Bagaimana Kurangnya Akses Pelayanan pada Remaja (Pelayanan Youth Friendly) oleh Petugas Kesehatan.
1.3. Tujuan
Diketahui bagaimana Kurangnya Akses Pelayanan pada Remaja Pelayanan Youth Friendly) oleh Petugas Kesehatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Remaja
2.1.1. Pengertian
Remaja adalah waktu manusia berumur belasan tahun. Di masa remaja manusia tidak dapat disebut sudah dewasa tetapi tidak dapat pula disebut anak - anak. Masa remaja adalah masa peralihan manusia dari anak - anak menuju dewasa (http://www.sciencedaily).
Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun sampai 21 tahun (http://www.mediaindo.co.id/).
Remaja adalah individu, baik laki-laki maupun perempuan, yang sedang berada di tengah-tengah masa transisi dari anak­anak menuju dewasa. Menurut klasifikasi World Health Organization (WHO), kelompok umur ini berada pada usia antara 10 sampai 19 tahun.
(UNICEF) mengatakan bahwa orang muda adalah antara umur 15 dan 24 tahun (istilah “orang muda” merujuk kepada penggabungan kelompok umur 10-­24 tahun).
2.1.2. Transisi yang Dihadapi pada Masa Remaja
1. Transisi dalam Emosi
Ciri utama remaja adalah peningkatan kehidupan emosinya, dalam arti sangat peka, mudah tersinggung perasaannya. Remaja dikatakan berhasil melalui masa transisi emosi apabila ia berhasil mengendalikan diri dan mengekspresikan emosi sesuai dengan kelaziman pada lingkungan sosialnya tanpa mengabaikan keperluan dirinya.
2. Transisi dalam Sosialisasi
Pada masa remaja hal yang terpenting dalam proses sosialisasinya adalah hubungan dengan teman sebaya, baik dengan sejenis maupun lawan jenis.
3. Transisi dalam Agama
Sering terjadi remaja yang kurang rajin melaksanakan ibadah seperti pada masa kanak-kanak. Hal tersebut bukan karena melunturnya kepercayaan terhadap agama, tetapi timbul keraguan remaja terhadap agama yang dianutnya sebagai akibat perkembangan berfikirnya yang mulai kritis. .
4. Transisi dalam Hubungan Keluarga
Dalam satu keluarga yang terdapat anak remaja, sulit terjadi hubungan yang harmonis dalam keluarga tersebut. Keadaan ini disebabkan remaja yang banyak menentang orang tua dan biasanya cepat menjadi marah. Sedangkan orang tua biasanya kurang memahami ciri tersebut sebagai ciri yang wajar pada
5. Transisi dalam Moralitas
Pada masa remaja terjadi peralihan moralitas dari moralitas anak ke moralitas remaja yang meliputi perubahan sikap dan nilai-nilai yang mendasari pembentukan konsep moralnya. Sehingga sesuai dengan moralitas dewasa serta mampu mengendalikan tingkah lakunya sendiri.
2.1.3. Faktor yang Menjadi Masalah pada Remaja

1. Adanya perubahan-perubahan biologis dan psikologis yang sangat pesat pada masas remaja yang akan memberikan dorongan tertentu yang sifatnya sangat kompleks.
2. Orangtua dan pendidik kurang siap untuk memberikan informasi yang benar dan tepat waktu, karena ketidaktahuannya.
3. Perbaikan gizi yang menyebabkan menais menjadi lebih dini. Banyaknya kejadian kawin muda terutama didaerah pedesaan. Sebaiknya di kota, kesempatan untuk bersekolah dan bekerja menjadi lebih terbuka bagi wanita dan usia kawin makin bertambah. Kesenjangan antara menais dan umur kawin yang panjang, apalagi dalam suasana pergaulan yang makin bebas tidak jarang menimbulkan masalah bagi remaja.
4. Membaiknya sarana komunikasi dan transportasi akibat kemajuan teknologi menyebabkan membanjirkan arus informasi dari luar yang sulit sekali diseleksi.
5. Pembangunan kearah industrialisasi disertai dengan pertambahan penduduk menyebabkan maningkatnya urbanisasi, berkurangnya sumber daya alam dan terjadinya perubahan tata nilai. Ketimpangan sosial dan individualisme sering kali memicu terjadinya perubahan konflik perorangan maupun kelompok lapangan kerja yang kurang memadai dapat memberikan dampak yang kurang baik bagi remaja sehingga remaja akan menderita frustasi dan depresi yang akan menyebabkan mereka mengambil jalan pintas dengan tindakan yang bersifat negatif.
6. Kurangnya pemanfaatan penggunaan sarana untuk menyalurkan gejolak remaja. Perlu adanya penyaluran sebagai subtitusi yang bersifat positif kearah pengembangan keterampilan yang mengandung unsur kecepatan dan kekuatan, misalnya olahraga.
2.1.4. Kesehatan Remaja
a. Kesehatan Fisis
Sebab-sebab morbiditas utama dalam masa adolesen adalah akibat dari tingkah laku yang berbahaya yaitu :
Penggunaan bahan-bahan psikotropika, aktivitas seksual, dan kendaraan bermotor dengan akibat-akibat jangka pendek dan jangka panjang. Selain itu juga penyakit seperti akne yang merupakan masalah kulit yang paling mengganggu remaja dan ditemukan pada 80% remaja. Penyakit ini merupakan gangguan pada kelenjar pilosebaseus yang ditandai dengan sumbatan dan peradangan folikel. Akne berkaitan dengan masalah kebersihan kulit, pola makan, hormonal, psikologis, dan infeksi bakteri. Gangguan kesehatan lainnya yaitu gangguan pada mata yaitu miop dan cidera, gangguan pendengaran yaitu konduktif, sensorineural, dan bentuk campuran, dan karles dentis
b. Masalah Perilaku
ò Pemakaian narkotik dan zat aditif lain (NAZA) secara umum penggunaan NAZA pada remaja merupakan resiko untuk menggunakan substansi lain. Dimulai dengan merokok atau alkohol kemudian disusul dengan pemakaian mariyuana, kemudian obat-obat lainnya termasuk heroin, kokain, sedative, stimulant, dan lain-lain
ò Perilaku yang menyebabkan kecelakaan. Sebab utama kematian dalam masa remaja adalah cidera pada kecelakaan yang berkaitan dengan tingkah laku yang berbahaya, pembunuhan atau bunuh diri.
c. Aktifitas Seksual
V Hubungan Seksual Sebelum Menikah
Penelitian yang dilakukan oleh Puslit Ekologi Kesehatan Badan Litbang Kesehatan Depkes RI Tahun 1990 terhadap siswa-siswa SMA di Jakarta dan Yogyakarta menyebutkan bahwa faktor utama yang mempengaruhi remaja untuk melakukan hubungan seks pranikah adalah membaca buku porno dan menonton blue film.
V Kaum Muda
Usia wanita saat perkawinan pertama dapat mempengaruhi resiko kelahiran. Semakin muda usia saat perkawinan pertama semakin besar resiko yang dihadapi bagi keselamatan ibu maupun anak.
V Penyakit Menular Seksual.
Prevalensi PMS mencapai puncaknya pada masa remaja akhir dan awal dewasa, kemudian menurun dengan cepat dengan semakin bertambahnya umur. Pada remaja pria kasus terbanyak adalah uretritis gonore dan wanita adalah bacterial vaginosis.
2.2. Mutu Pelayanan Kesehatan
2.2.1. Pengertian
£ Mutu adalah kecocokan penggunaan produk (fitnes for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan (juran). Kecocokan penggunaan tersebut didasarkan atas lima ciri utama; teknologi (kekuatan dan daya tahan), psikologis (citra rasa atau status), waktu (kehandalan), kontraktual (adanya jaminan), dan etika (sopan santun, ramah, atau jujur).
£ Mutu adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia atau tenaga kerja, proses dantugas, serta lingkungan yang memenuhi atau memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen.
£ Mutu pelayanan kesehata adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan (Azrul Azwar).
2.2.2. Dimensi Mutu Pelayanan Kesehatan Menurut Azrul Azwar
1. Kompetensi Teknik (Technical Competence)
Keterampilan, kemampuan, dan penampilan petugas, manajer, dan staf pendukung. Kompetensi teknis berhubungan dengan bagaimana cara petugas mengikuti standar pelayanan yang telah di tetapkan.
2. Akses Terhadap Pelayanan (Accessibility)
Tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial ekonomi, budaya, organisasi, atau hambatan bahasa.
a. Geografis, dapat di ukur dengan jenis trnsportasi, jarak, waktu, dan perjalanan.
b. Akses ekonomi, berkaitan dengan kemampuan memberikan pelayanan kesehatan yang pembiayaannya terjangkau pasien.
c. Akses sosial atau budaya, berkaitan dengan diterimanya pelayanan yang dikaitkan dengan nilai budaya, kepercayaan dan perilaku.
d. Akses organisasi, berkaitan dengan sejauh mana pelayanan di atur untuk kenyamanan pasien, jam kerja klinis, waktu tunggu.
e. Aksese bahasa, pelayanan diberikan dalam bahasa atau dialek setempat yang dipahami pasien.
3. Efektifitas (Effectiveness)
Kualitas pelayanan kesehatan tergantung dari efektifitas yang menyangkut norma pelayanan kesehatan dan petunjuk klinis sesuai dengan standar yang ada.
4. Hubungan Antar Manusia (Interpersonal Relation)
Berkaitan dengan interaksi antara petugas kesehatan dengan pasien, manjer dan petugas, dan antara tim kesehatan dengan masyarakat.
5. Efisiensi (Efficiency)
Pelayanan yang efisien akan memberikan perhatian yang optimal daripada memaksimalkan pelayanan kepada pasien dan masyarakat. Petugas akan memberikan pelayanan yang terbaik dengan sumber daya yang dimiliki.
6. Kelangsungan Pelayanan (Continuity)
Pasien akan menerima pelayanan yang lengkap yang dibutuhkan termasuk rujukan tanpa interupsi, berhenti atau mengulangi prosedur, diagnosa dan terapi yang tidak perlu.
7. Keamanan (Safety)
Mengurangi resiko cedera, infeksi, efek samping, atau bahaya lain yang berkaitan dengan pelayanan.
8. Kenyamanan (Amnieties)
Berkaitan dengan pelyanan kesehatan yang tidak berhubungan langsung dengan efektifitas klinis, tetapi dapat mempengaruhi kepuasan pasien dan bersedianya untuk kembali ke fasilitas kesehatan untuk memperoleh pelayanan berikutnya.
2.2.3. Prinsip Perbaikan Mutu
1. Keinginan untuk Berubah
· Tidak hanya menemukan praktek yang tidak benar
· Nyatakan secara terbuka keingina untuk bekerja dalam kemitraan untuk meningkatkan hasil pelayanan.
2. Mendefinisikan Kualitas
Kemampuan pelayanan yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.
3. Mengukur Kualitas
· Menggunakan metode statistik yang tepat untuk menafsirkan hasil pengukuran.
· Perlu informasi atas proses, kebutuhan pelanggan, dan kualitas penyedia.
4. Memahami Saling Ketergantungan
Fragmentasi tanggung jawab akan menimbulkan suboptimaze “saya bekerja dengan baik yang lain tidak”.
5. Memahami Sistem
Kesalahan yang terjadi disebabkan oleh sistem (85%) dan manusia (15%).
6. Investasi dalam Belajar
Seluruh pakar menekankan pentingnya pelatihan atau pembelajaran. Mencari penyebab lalu mendapatkan pengalaman untuk perbaikan.
7. Mengurangi Biaya
Mengurangi kerja sia-sia, duplikasi, komplrksitas yang tak perlu.
8. Komitmen Pemimpin
Menunjukkan segala sesuatu baik itu dengan kata-kata maupun perbuatan atas komitmen yang telah ditetapkan terutama untuk mutu.
BAB III
PEMBAHASAN
Remaja adalah waktu manusia berumur belasan tahun. Di masa remaja manusia tidak dapat disebut sudah dewasa tetapi tidak dapat pula disebut anak - anak. Masa remaja adalah masa peralihan manusia dari anak - anak menuju dewasa (http://www.sciencedaily). Sebagian remaja sudah mengalami pematangan organ reproduksi dan bisa berfungsi atau bereproduksi, namun secara sosial, mental, dan emosi mereka belum dewasa. Remaja akan mengalami banyak masalah apabila pendidikan dan pengasuhan seksualitas reproduksi mereka terabaikan.
Akibatnya banyak terjadi IMS, kehamilan dini, kehamilan yang tidak diinginklan, dan usaha aborsi yang tidak aman diantara mereka. Remaja merupakan kelompok marginal dan kesalahan yang mereka lakukan dianggap aib oleh masyarakat sehingga persoalan reproduksi remaja di Indonesia tidak diperhitungkan oleh pembuat kebijakan.
Hal ini juga disebabkan oleh beberapa aspek diantaranya informasi yang tepat tentang masalah seksual dan reproduksi bagi remaja sangat kurang dan akses pelayanan yang bersifat youth friendly juga tidak memadai, bahkan tidak ada. Kemudian kurangnya pengetahuan dan komitmen petugas kesehatan untuk menangani masalah remaja dan terbatasnya fasilitas, membuat remaja tidak pernah mendapat perlindungan dan pemeliharaan dengan tepat.
Dari hal di atas dapat dilihat dimana salah satu atau beberapa dimensi mutu pelayanan kesehatan tidak berjalan dengan baik. Maka disini dimensi pelayanan kesehatan yang disorot yaitu mengenai dimensi efisien dan kenyamanan. Dimana kurang efisiennya kinerja tenaga kesehatan dalam menangani masalah remaja, kemudian berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang tidak berhubungan langsung dengan efektifitas klinis yang dapat mempengaruhi kepuasan pasien (remaja), sehingga remaja tidak bersedia lagi untuk kembali ke fasilitas kesehatan untuk memperoleh pelayanan berikutnya.
Untuk itu disini perlu adanya peran dari pengambil kebijakan dan petugas kesehatan dalam menangani masalah ini, diantaranya :
V Perlu dikaji ulang bagaimana peraturan maupun undang-undang yang ada (UU No. 23 Tentang Kesehatan, UU No. 10 Tentang Kependidikan dan isi KUHP), aspek sosial, adat, dan budaya masyarakat yang pada banyak hal akan menghambat pemberian pelayan pada remaja.
V Petugas kesehatan baik pemerintah, swasta, dan LSM yang punya komitmen terhadap kesehatan remaja, perlu memahami bahasa dan perilaku remaja agar dapat memberikan pelayanan yang tepat sesuai dengan karakteristik dan keinginan remaja.
V Pelayanan konseling juga diperlukan sebelum memberikan pelayanan kepada remaja, agar hak mereka untuk mendapatkan informasi dan pelayanan dapat terpenuhi, yang pada akhirnya remaja dapat terhindar dari IMS, HIV-AIDS, kehamilan tidak di inginkan dan usaha aborsi tidak aman. Pemberian pelayanan ini sebaiknya juga diberikan dala satu paket dengan pendidikan kespro bagi remaja.
BAB IV
KESIMPULAN
4.1. Kesimpulan
a. Remaja adalah waktu manusia berumur belasan tahun. Di masa remaja manusia tidak dapat disebut sudah dewasa tetapi tidak dapat pula disebut anak - anak. Masa remaja adalah masa peralihan manusia dari anak - anak menuju dewasa (http://www.sciencedaily).
b. Remaja akan mengalami banyak masalah apabila pendidikan dan pengasuhan seksualitas reproduksi mereka terabaikan. Akibatnya banyak terjadi IMS, kehamilan dini, kehamilan yang tidak diinginklan, dan usaha aborsi yang tidak aman diantara mereka.
c. Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan (Azrul Azwar).
d. Hal ini terjadi disebabkan oleh beberapa aspek diantaranya informasi yang tepat tentang masalah seksual dan reproduksi bagi remaja sangat kurang dan akses pelayanan yang bersifat youth friendly juga tidak memadai, bahkan tidak ada. Kemudian kurangnya pengetahuan dan komitmen petugas kesehatan untuk menangani masalah remaja dan terbatasnya fasilitas, membuat remaja tidak pernah mendapat perlindungan dan pemeliharaan dengan tepat.
e. Untuk itu disini perlu adanya peran dari pengambil kebijakan dan petugas kesehatan dalam menangani masalah ini, diantaranya :
V Perlu dikaji ulang bagaimana peraturan maupun undang-undang yang ada, aspek sosial, adat, dan budaya masyarakat yang pada banyak hal akan menghambat pemberian pelayan pada remaja.
V Petugas kesehatan baik pemerintah, swasta, dan LSM yang punya komitmen terhadap kesehatan remaja, memahami bahasa dan perilaku remaja agar dapat memberikan pelayanan yang tepat sesuai dengan karakteristik dan keinginan remaja.
V Pelayanan konseling sebelum memberikan pelayanan kepada remaja, agar hak mereka untuk mendapatkan informasi dan pelayanan dapat terpenuhi, yang pada akhirnya nanti remaja dapat terhindar dari IMS, HIV-AIDS, kehamilan tidak di inginkan dan usaha aborsi tidak aman. Pemberian pelayanan ini sebaiknya juga diberikan dala satu paket dengan pendidikan kespro bagi remaja.
4.2. Saran
Diharapkan kepada pembaca agar dapat memahami bagaimana Kurangnya Akses Pelayanan pada Remaja (Pelayanan Youth Friendly) oleh Petugas Kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Prawirohardjo, Sarwono. 2005
Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustak
Bari Syaifuddin, dkk. 2006
Panduan Praktis Pelayanan Kotrasepsi. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Supriadi. 2004
Kespro Modul Siswi. Jakarta : Yayasan Pendidikan Kesehatan Perempuan
Jurnal : Kohler PK, Manhart LE, Lafferty WE. 2008
Abstinence-only and comprehensive sex education and the initiation of sexual activity and teen pregnancy. J Adolesc Health 42(4)
Wijono, Djoko Haji.2000
Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Surabaya : Airlangga University Press

Materi Kesehatan: ASI Eksklusif


ASI Eksklusif
1.      Pengertian
ASI eksklusif atau lebih tepatnya pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpatanbahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biscuit, bubur nasi, dan tim. Pemberian ASI eksklusif ini dianjurkan untuk waktu sampai 6 bulan. Setelah bayi berumur 6 bulan, ia harus mulai diperkenalkan dengan makanan padat, sedangkan ASI dapat diberikan sampai berusia 2 tahun atau bahkan lebih (Roesli, 2005).
Pemberian makanan tambahan yang terlalu dini dapat mengganggu pemberian ASI eksklusif serta beresiko membahayakan kesehatan bayi dan meningkatkan resiko terkena penyakit. Selain itu, tidak ditemukan bukti yang menyokong bahwa pemberian makanan tambahan pada usia 4 atau 5 bulan lebih menguntungkan. Bahkan sebaliknya, hal ini akan mempunyai dampak yang negatif terhadap kesehatan bayi dan tidak ada dampak positif untuk perkembangan pertumbuhannya.
2.      Pertumbuhan bayi yang menyusu secara eksklusif
Keuntungan bayi yang disusui secara eksklusif adalah kecukupan zat gizi yang dikandung dalam ASI sehingga dapat menjamin pertumbuhan yang normal. Menyusui secara eksklusif dilakukan sampai umur 6 bulan, pada bayi cukup bulan maupun bayi premature atau berat lebih rendah (Suradi, 2003 : 3). Penelitian menunjukkan bahwa kenaikan berat badan bayi yang diberi susu formula terlalu banyak, sedangkan kenaikan berat badan bayi dengan ASI eksklusif normal. ASI menghindarkan kegemukan kelak bila ia besar. ASI dapat meningkatkan IQ bayi sampai 12,9 poin. Bayi ASI eksklusif memiliki bentuk rahang dan gigi yang bagus, dan mempunyai penglihatan yang lebih baik (Roesli, 2005 : 34).
3.      Alasan pemberian ASI eksklusif sampai 6 bulan
a.       ASI mengandung lebih dari 200 unsur-unsur pokok, antara lain zat putih telur, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, faktor pertumbuhan, hormone, enzime, zat kekebalan, dan sel darah putih. Semua zat ini terdapat secara proposional dan seimbang satu dengan yang lainnya. Cairan hidup yang mempunyai keseimbangan biokimia yang sangat tepat, yang tidak mungkin ditiru oleh buatan manusia. Komposisi ASI sesuai secara alamiah dengan kebutuhan untuk tumbuh kembang secara khusus bagi bayi (Roesli, 2005 : 24).
b.      Bayi dibawah usia 6 bulan belum mempunyai enzim pencernaan yang sempurna belum mampu mencerna makanan dengan baik. ASI mengandung beberapa enzim yang memudahkan pemecahan makanan selanjutnya.
c.       Ginjal bayi masih muda belum mampu bekerja dengan baik. Makanan tambahan termasuk susu sapi biasanya mengandung banyak mineral yang dapat memberatkan fungsi ginjal bayi yang belum sempurna.
d.      Makanan tambahan mungkin mengandung zat tambahan yang berbahaya bagi bayi, misalnya zat warna dan zat pengawet.
e.       Makanan tambahan bagi bayi yang belum berumur 6 bulan mungkin menimbulkan alergi (Suradi, 2003 : 4).
f.        ASI sudah didisain sedemikian rupa oleh Tuhan sehingga mudah dicerna, karena selain mengandung zat gizi yang sesuai, ASI juga disertai oleh zat-zat yang mengandung enzim-enzim yang berfungsi untuk mencernakan zat-zat gizi yang terdapat dalam ASI tersebut. ASI mengandung zat-zat gizi berkualitas tinggi yang berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan bayi. Selain mengandung protein yang tinggi, ASI memiliki perbandingan antara whei dan kasein yang sesuai untuk bayi (Anton Baskoro, 2008 : 6-7).
4.      Tujuh langkah kebersihan ASI eksklusif
Langkah-langkah yang terpenting dalam persiapan keberhasilan menyusui secara eksklusif adalah sebagai berikut :
a.       Mempersiapkan payudara bila diperlukan.
b.      Mempelajari ASI dan tata laksana menyusui.
c.       Menciptakan dukungan keluarga, teman, dan sebagainya.
d.      Memilih tempat melahirkan yang “sayang bayi”.
e.       Memilih tenaga kesehatan yang mendukung pemberian ASI secara eksklusif.
f.        Mencari ahli persoalan menyusui seperti Klinik laktasi.
g.       Menciptakan suatu sikap yang positif tentanf ASI dan menyusui.
5.      ASI eksklusif meningkatkan kecerdasan
Dengan memberikan ASI secara eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan menjamin tercapainya pengembangan kecerdasan anak secara optimal. Hal ini karena selain sebagai nutrient yang ideal. Dengan komposisi yang tepat, serta disesuaikan dengan kebutuhan bayi, ASI juga mengandung nutrient-nutrient khusus yang diperlukan otak bayi agar tumbuh optimal. Nutrient-nutrient khusus tersebut tidak terdapat atau hanya sedikit terdapat pada susu sapi.
Nutrient yang diperlukan untuk pertumbuhan otak bayi yang tidak ada atau sedikit sekali terdapat pada susu sapi, antara lain :
a.       Taurin;
Yaitu suatu bentuk zat putih telur yang hanya terdapat pada ASI.
b.      Laktosa;
Merupakan hidrat arang utama dari ASI yang hanya sedikit sekali terdapat pada susu sapi.
c.       Asam lemak ikatan panjang;
(DHA, AA, Omega-3, Omega-6) merupakan asam lemak utama dari ASI yang hanya terdapat sedikit dalam susu sapi.
Mengingat hal-hal tersebut di atas, dapat dimengerti bahwa pertumbuhan otak bayi yang biberi ASI secara eksklusif selama 6 bulan akan optimal dengan kualitas yang optimal pula.
6.      ASI eksklusif meningkatkan jalinan kasih sayang
Bayi yang sering berada dalam dekapan ibu karena menyusu akan merasaakan kasih sayang ibunya. Ia juga akan merasa aman dan tentram, terutama karena masih dapat mendengar detak jantung ibunya yang telah ia kenal sejak dalam kandungan. Perasaan terlindungi dan disayangi inilah yang akan menjadi dasar perkembangan emosi bayi dan membentuk kepribadian yang percaya diri dan dasar spiritual yang baik.
Pemberian ASI eksklusif akan memenuhi kebutuhan awal bayi untuk tumbuh kembang secara optimal baik fisik, kepandaian, emosional, spiritual maupun sosialisasinya.

Blog Archive