Monday, May 17, 2010

Pengetahuan dan keterampilan bidan tentang manajemen aktif kala III di wilayah puskesmas

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tolak ukur keberhasilan dari kemampuan pelayanan kesehatan satu negara diukur dengan angka kematian ibu. Indonesia termasuk negara dengan angka kematian ibu yang cukup tinggi bahkan tertinggi di ASEAN, yaitu sekitar 390 per 100.000 kelahiran hidup. AKI bervariasi diberbagai daerah dengan rentangan 330-700/100.000 kelairan hidup. Persalinan di Indonesia diperkirakan 5.000.000 pertahun, AKI 18.000 – 20.000 pertahun atau 53-55 perhari atau setiap 25-30 menit sekali (Manuaba, 2001).
Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan 60-70% masih menduduki urutan pertama, disusul dengan pre eklampsia dan eklampsia 10-20%, infeksi 10-20% termasuk partus terlantar, lainnya emboli air ketuban dan anestesi. Dalam hal ini pemerintah telah mencanangkan upaya agar dapat mencapai penurunan AKI 225 per 100.000 persalinan pada akhir Pelita VI (Manuaba, 2001). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Tingkat I Lampung (2001) AKI di Lampung sebesar 1.056 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab kematian ibu di Propinsi Lampung yaitu perdarahan 43,24% (Profil Dinas Kesehatan Tingkat I, 2002).
Perdarahan pasca persalinan sepuluh kali lebih tinggi dibandingkan perdarahan antepartum. Sebagian besar kematian ibu yang terjadi saat pertolongan pertama, sehingga masih mempunyai peluang yang besar untuk dapat melakukan pertolongan yang adekuat untuk menurunkannya. Waktu yang paling kritis untuk terjadinya perdarahan adalah ketika pelepasan plasenta dan segera setelah itu. Hal ini disebabkan karena terputusnya pembuluh darah tempat berimplantasinya plasenta. Salah satu langkah mempercepat kelahiran plasenta dan dapat mencegah atau mengurangi perdarahan post partum adalah manajemen aktif kala III persalinan, dimana tindakan tersebut meliputi pemberian oksitosin segera setelah bayi lahir, penegangan tali pusat terkendali, dan pemijatan uterus segera setelah plasenta lahir (Saifuddin, 2001).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Dinas Kesehatan Kota Metro Desember 2002 – November 2003 ditemukan angka kejadian kematian ibu sebanyak 96 per seratus ribu kelahiran atau 3 dari 3.212 kelahiran hidup (Dinas Kesehatan Kota Metro, 2002). Dari hasil prasurvey bulan Desember 2003 di wilayah Puskesmas Sumber Sari Bantul Kecamatan Metro Selatan, ditemukan 5 dari 9 bidan belum melaksanakan manajemen aktif kala III secara baik dan benar. Keadaan ini menggambarkan bahwa pengetahuan dan keterampilan tentang manajemen aktif kala III masih kurang.
Dari uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti gambaran pengetahuan dan keterampilan bidan tentang manajemen aktif kala III di wilayah Puskesmas Sumber Sari Bantul Kecamatan Metro Selatan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : “Bagaimanakah pengetahuan dan keterampilan bidan tentang manajemen aktif kala III di wilayah Puskesmas Sumber Sari Bantul Kecamatan Metro Selatan ?”

C. Ruang Lingkup Penelitian
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Objek Penelitian : Pengetahuan dan keterampilan bidan tentang manajemen aktif kala III.
3. Subjek Penelitian : Semua bidan di wilayah Puskesmas Sumber Sari Bantul Kecamatan Metro Selatan.
4. Tempat Penelitian : BPS di wilayah Puskesmas Sumber Sari Bantul Kecamatan Metro Selatan.
5. Waktu Penelitian : 17 Mei 2004 – 30 Mei 2004

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Memperoleh gambaran pengetahuan dan keterampilan bidan tentang manajemen aktif kala III di Wilayah Puskesmas Sumber Sari Bantul Kecamatan Metro Selatan.
2. Tujuan Khusus
a. Diperolehnya pengetahuan bidan tentang manajemen aktif kala III.
b. Diperolehnya keterampilan bidan tentang manajemen aktif kala III.

E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi tempat penelitian (Puskesmas Sumber Sari Bantul)
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Sumber Sari Bantul sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan bidan tentang manajemen aktif kala III.
2. Manfaat bagi bidan yang ada di wilayah Puskesmas Sumber Sari Bantul Kecamatan Metro Selatan.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan dapat meningkatkan mutu pelayanan.
3. Manfaat bagi Institusi Pendidikan Kebidanan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan atau masukan untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan manajemen aktif kala III.
4. Manfaat bagi Peneliti
Sebagai penerapan dari perkuliahan metode penelitian yang didapat di Politeknik Kesehatan Program Studi Kebidanan Metro.

Penatalaksanaan pijat bayi oleh dukun pijat bayi pada bayi usia 3-7 bulan di desa

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pijat merupakan salah satu bentuk terapi sentuh yang berfungsi sebagai salah satu teknik pengobatan penting yang sudah dikenal sejak lama, (Roesli. U., 2001). Melalui sentuhan pemijatan terhadap jaringan otot peredaran darah dapat meningkat lancar ataupun posisi otot dapat dipulihkan dan diperbaiki sehingga dapat meningkatkan fungsi-fungsi organ tubuh dengan sebaik-baiknya. Sentuhan atau pijatan pada bayi dapat merangsang produksi ASI, meningkatkan nafsu makan atau meningkatkan berat badannya (Luize., 1999).
Pijatan bayi merupakan salah satu cara yang menyenangkan untuk menghilangkan ketegangan dan kerewelannya. Karena pijatan lembut akan membantu mengendurkan otot-ototnya sehingga ia menjadi tenang dan tertidur. Pemijatan terhadap bayi oleh ibunya sendiri juga mempunyai makna sendiri, karena sangat berpengaruh terhadap hubungan batin atau hubungan kejiwaan antara ibu dan anak. Bagi sang bayi, pijatan ibu dapat dirasakan sebagai sentuhan kasih sayang yang sangat berarti bagi pembentukan kepribadiannya kelak dikemudian hari (Nestle., 2005).
Namun sayangnya masih banyak mitos-mitos dimasyarakat khususnya pada perawatan bayi yang tetap dipercaya, contohnya : masih banyak ibu-ibu yang enggan untuk melakukan pemijatan secara rutin kepada bayinya apalagi diawal-awal kelahirannya karena mereka beranggapan bahwa bayi tidak boleh sering dipijat, badannya masih lemah atau alasan lain yang tidak pernah dibuktikan kebenarannya. Padahal sentuhan pada bayi pada awal-awal kelahirannya bisa memberikan pengaruh positif pada pertumbuhan bayi (Nestle.,2005).
Sebuah penelitian tentang pijat bayi prematur dilakukan oleh psikologi Tiffany Field, direktur Touch Research Institute di University of Miami School Of Medicine tahun 1986 di Florida, menunjukkan bahwa pemijatan sehari-hari memberikan manfaat yang berlimpah. Berat bayi prematur yang dipijat selama 10 hari, terbukti dapat bertambah 47% lebih banyak dibandingkan dengan bayi yang tidak dipijat. Penelitian ini juga menemukan bahwa bayi yang mendapatkan pijatan lebih aktif dan waspada dan masa tinggal mereka di rumah sakit pun 6 hari lebih singkat dibandingkan dengan para bayi prematur yang tidak memperoleh pijatan (Seyburn. G. J., 2006)
Pijat bayi tidak hanya berpengaruh pada pertumbuhan fisik dan emosional bayi. Jika pijat bayi dilakukan oleh ayahnya, maka bisa meningkatkan produksi ASI pada tubuh ibu. Ini dinyatakan dalam suatu penelitian di Australia yang mengatakan bahwa ketika seorang ayah berinisiatif memijat bayi, hal itu akan menimbulkan perasaan positif pada istri. Inisiatif ini akan membuat istri merasa di sayang dan nyaman sehingga akan merangsang produksi oksitosin, dimana hormon ini berguna untuk memperlancar ASI. Penelitian menunjukkan 80% produksi hormon oksitosin dipengaruhi oleh kondisi psikis ibu. Selain itu, pijat akan membuat bayi cepat lapar sehingga makin banyak ASI yang disedot oleh bayi, maka produksi ASI makin meningkat (Waspada online.,2005).
Disamping itu data klinis terbaru hasil riset menunjukan bukti-bukti mengenai manfaat dari stimulasi sentuhan bayi dan ibu. Studi ini menunjukkan bahwa pijat bayi 47% mengurangi masalah tidur bayi dan 100% pria orang tua setuju bahwa pijatan tersebut memberikan pengalaman positif yang luar biasa antara bayi dan orang tuanya. Pijat juga meningkatkan fungsi motorik dan memperkuat jalinan otot yang mengalami down syndrome, termasuk 44% mempengaruhi perbaikan fungsi motorik bayi dan 82% perbaikan pada otot lengan dan kaki (Waspada online.,2005).
Meskipun pijat bayi mempunyai manfaat yang besar bagi bayi, namun kenyataannya banyak ibu yang tidak melakukan pemijatan pada bayinya. Mereka akan memijatkan bayinya pada dukun pijat bayi ketika bayi mereka rewel saja. Ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu tentang manfaat pijat bayi. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti pada bulan Maret 2007 terhadap para dukun bayi yang melakukan pijat bayi, ternyata mereka melakukan pijat bayi berdasarkan pengalaman saja tanpa dibekali pengetahuan tentang cara pijat bayi yang benar. Karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan pijat bayi oleh dukun pijat bayi pada usia 3-7 bulan di Desa Taman Fajar Kecamatan Purbolinggo Lampung Timur.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimanakah penatalaksanaan pijat bayi oleh dukun pijat bayi pada bayi usia 3-7 bulan di Desa Taman Fajar Kecamatan Purbolinggo Lampung Timur.

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah :
1. Jenis penelitian : Deskriptif
2. Objek penelitian : Penatalaksanaan pijat bayi oleh dukun pijat bayi pada bayi usia 3-7 bulan
3. Subjek penelitian : Dukun pijat bayi.
4. Tempat penelitian : Desa Taman Fajar Kecamatan Purbolinggo Lampung Timur.
5. Waktu penelitian : 5–10 Juni 2007

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan pijat bayi oleh dukun pijat bayi pada bayi usia 3-7 bulan di Desa Taman Fajar Kecamatan Purbolinggo Lampung Timur.
2. Tujuan Khusus
a. Diperoleh gambaran tentang persiapan alat-alat yang digunakan untuk pelaksanaan pijat bayi oleh dukun pijat bayi.
b. Diperoleh gambaran tentang cara kerja dalam melakukan penatalaksanaan pijat bayi :

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Dukun Pijat Bayi
Untuk dapat menambah wawasan sehingga dapat menerapkan pijat bayi yang benar dalam praktek memijat bayi sehari-hari.
2. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan pengetahuan masyarakat tentang manfaat pijat bayi pada bayi usia 3 – 7 bulan.
3. Bagi Prodi Kebidanan Metro
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kepustakaan dan bahan acuan dan perbandingan dalam melakukan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pijat bayi.

Penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas di ruang kebidanan RSU

BAB I PENDAHULUAN





A. Latar Belakang Masalah


Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan barometer pelayanan kesehatan ibu di suatu negara. Bila AKI masih tinggi berarti pelayanan kesehatan ibu belum baik. Sebaliknya bila AKI rendah berarti pelayanan kesehatan ibu sudah baik. Dengan besar kematian sekitar 585.000 setiap tahunnya maka berarti kematian ibu terjadi hampir setiap menit di seluruh dunia. Dari jumlah tersebut, sekitar 99% kematian maternal dan perinatal terjadi di negara sedang berkembang termasuk Indonesia (Manuaba, 2002: 18).


Saat ini angka kematian maternal dan neonatal di Indonesia adalah 334/100.000 kelahiran hidup dan 21,8/1000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan negara-negara lain, maka AKI di Indonesia adalah 15 kali AKI di Malaysia, 10 kali lebih tinggi daripada Thailand, atau 5 kali lebih tinggi daripada Filipina. Salah satu faktor penting dalam upaya penurunan angka kematian tersebut yaitu penyediaan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang berkualitas dekat dengan masyarakat (Saifuddin, 2002 : 4).


Asuhan masa nifas diperlukan karena periode ini merupakan masa kritis baik bagi ibu maupun bayi. Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama. Pelayanan kesehatan primer diperkirakan dapat menurunkan AKI sampai 20%, namun dengan sistem rujukan yang efektif AKI dapat ditekan sampai 80%. Menurut United Nations Children Emergency Fund (UNICEF), 80% kematian ibu dan perinatal terjadi di rumah sakit rujukan (Saifuddin, 2001 : 3).


Suatu tindakan obstetrik seperti seksio sesarea atau pengeluaran plasenta secara manual, dapat meningkatkan resiko seorang ibu terkena infeksi. Resiko tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :





Tabel 1. Distribusi Infeksi Bakterial Pada Pasien Obstetrik.





No. JENIS INFEKSI INSIDENS


1. Chorioamnionitis 0,5 – 1%


2. Postpartum Endometritis :


- Seksio Sesarea


- Persalinan Pervaginam 0,5 – 85%


<>

Penatalaksanaan manajemen aktif kala III oleh bidan di puskesmas

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu tolak ukur penting dalam menciptakan Indonesia sehat adalah menekan Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI). AKI di Indonesia masih relatif tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN. Risiko kematian ibu karena melahirkan di Indonesia adalah 1 dari 65, dibandingkan dengan 1: 1100 di Thailand. Hasil survey menunjukkan bahwa AKI di Indonesia telah turun menjadi 307 per 100.000 kelahiran hidup pada SDKI 1998-2002 (www.AKI.com, 2006).
Penyebab kematian ibu adalah perdarahan, eklamsia atau gangguan akibat tekanan darah tinggi saat kehamilan, partus lama, komplikasi aborsi dan infeksi. Perdarahan, yang biasanya tidak bisa diperkirakan dan terjadi secara mendadak, bertanggung jawab atas 28 % kematian ibu. Sebagian besar kasus perdarahan dalam persalinan terjadi karena retensio plasenta dan atonia uteri. Hal ini mengindikasikan kurang baiknya manajemen tahap ketiga proses kelahiran dan pelayanan emergensi obstetrik dan perawatan neonatal yang tepat waktu (www.AKI.com, 2006).
Perdarahan pasca persalinan sepuluh kali lebih tinggi dibandingkan dengan perdarahan antepartum. Sebagian besar kematian ibu yang terjadi saat pertolongan pertama, sehingga masih mempunyai peluang yang besar untuk dapat melakukan pertolongan yang adekuat untuk menurunkannya, waktu yang paling kritis untuk terjadinya perdarahan adalah ketika pelepasan plasenta dan segera setelah itu. Hal ini disebabkan karena terputusnya pembuluh darah ditempat berimplantasinya plasenta (Saifuddin, 2002).
Seorang ibu dapat meninggal karena perdarahan pasca persalinan dalam waktu kurang dari 1 jam, lebih dari 90 % dari seluruh kasus perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam setelah kelahiran bayi disebabkan oleh atonia uteri. Sebagian besar kematian akibat perdarahan pasca persalinan terjadi beberapa jam pertama setelah kelahiran bayi (APN IBI, 2004). Salah satu cara mempercepat kelahiran plasenta dan dapat mencegah atau mengurangi perdarahan pasca persalinan adalah dengan penatalaksanaan manajemen aktif kala III persalinan (Saifuddin, 2002).
Manajemen aktif kala III (MAKT) dapat mempercepat pelepasan plasenta. Dengan melaksanakan langkah-langkah manajemen aktif kala III sesuai dengan prosedur, dapat mengurangi banyaknya darah yang hilang dan dapat mengurangi angka kematian dan angka kesakitan yang berhubungan dengan perdarahan. Manajemen aktif kala III meliputi pemberian 10 unit oksitoksin segera setelah kelahiran bayi, sebelum kelahiran plasenta, dan diikuti oleh penegangan tali pusat terkendali (PTT) untuk membantu plasenta lahir lebih cepat dan terakhir memberi pijatan pada uterus (masase) untuk menjaganya tetap berkontraksi setelah kelahiran plasenta. Oksitoksin hanya dapat diberikan melalui injeksi sehingga memerlukan pertolongan bidan atau dokter. Karena tidak mungkin untuk meramalkan secara akurat, maka semua ibu yang melahirkan harus ditolong oleh tenaga kesehatan ahli yang dapat melaksanakan manajemen aktif kala III (Bidan Media Komunikasi Keluarga Indonesia, Edisi No 56/2003).
Di Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2002 angka kematian ibu (AKI) sejumlah 13 orang dari 20.162 kelahiran hidup (64,47/100.000 kh) dan pada tahun 2003 sebanyak 16 orang dari 25.140 kelahiran hidup (63,64/100.000 kh) dan pada tahun 2004 sebanyak 19 orang dari 30.118 kelahiran hidup (62,81/100.000 kh), hal ini menunjukkan adanya penurunan yang sangat signifikan. Dengan penyebab klinis kematian terbesar adalah karena perdarahan yaitu sebesar 39 %. (Dinkes Kabupaten Lampung Selatan, 2004).
Pie Diagram I : Penyebab Kematian Ibu Di Kabupaten Lampung Selatan
Tahun 2004
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Puskesmas Way Urang Kecamatan Kalianda Lampung Selatan pada bulan Januari – Desember 2005 jumlah persalinan 936 ditemukan sebanyak 22 orang yang mengalami perdarahan, dan 6 orang diantara meninggal akibat perdarahan tersebut, sehingga Angka Kematian Ibu di Puskesmas Way Urang periode Januari - Desember sejumlah 641 per 100.000 kh. Jika dibandingkan dengan Angka Kematian Ibu di Indonesia sekalipun Angka Nasional, maka Angka Kematian Ibu (AKI) di Puskesmas Way Urang jauh lebih tinggi (Puskesmas Way Urang Kecamatan Kalianda Lampung Selatan, 2005). Berdasarkan pra survey dari tanggal 6 - 11 April 2006 di wilayah Puskesmas Way Urang Kecamatan Kalianda, ternyata ditemukan 10 bidan. Setelah peneliti melakukan observasi terhadap 4 bidan dalam hal penatalaksanaan manajemen aktif kala III, hanya 1 bidan (25%) yang melaksanakan penatalaksanaan manajemen aktif kala III secara sistematis dan lengkap, sedangkan 3 bidan (75%) belum melaksanakan penatalaksaan manajemen aktif kala III yaitu pada saat pemberian suntikan oksitoksin dan pemijatan fundus uteri (masase) dilakukan secara tidak sistematis dan lengkap/dilakukan secara lengkap tetapi tidak sistematis.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti sejauhmana penatalaksanaan manajemen aktif kala III yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan khususnya bidan di Puskesmas Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, penulis dapat membuat rumusan masalah sebagai berikut : “Bagaimanakah Penatalaksanaan Manajemen Aktif Kala III oleh Bidan di Puskesmas Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Mengetahui penatalaksanaan manajemen aktif kala III oleh Bidan di Puskesmas Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan.
2. Tujuan Khusus
a. Diperolehnya gambaran tentang penatalaksanaan manajemen aktif kala III pada
Pemberian Suntikan Oksitoksin Oleh bidan.
b. Diperolehnya gambaran tentang penatalaksanaan manajemen aktif kala III pada Penegangan Tali Pusat Terkendali Oleh bidan.
b. Diperolehnya gambaran tentang penatalaksanaan manajemen aktif kala III pada Pemijatan Fundus Uteri Oleh bidan.

D. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Subjek Penelitian : Bidan
3. Objek Penelitian : Penatalaksanaan Manajemen Aktif Kala III
4. Lokasi Penelitian : Puskesmas Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan
5. Waktu Penelitian : Tanggal 08-13 Mei 2006

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Bidan Puskesmas
Sebagai masukkan untuk menambah wawasan bagi tenaga kesehatan khususnya tenaga bidan di Puskesmas tentang penatalaksanaan manajemen aktif kala III.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan kajian teori yang telah diperoleh Mahasiswi selama mengikuti kegiatan belajar mengajar (KBM) di Politeknik Kesehatan Tanjung Karang Program Studi Kebidanan Metro dan sekaligus sebagai bahan atau sumber bacaan diperpustakaan Institusi Pendidikan.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai perbandingan bagi penelitian selanjutnya untuk melakukan penelitian-penelitian atau yang serupa dan dapat lebih disempurnakan lagi.

Pemantauan perkembangan balita di posyandu …..wilayah kerja puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari upaya membangun manusia seutuhnya antara lain diselenggarakan melalui upaya kesehatan anak yang dilakukan sedini mungkin sejak dalam kandungan. Upaya kesehatan yang dilakukan sedini mungkin sejak anak masih didalam kandungan sampai lima tahun pertama kehidupannya, ditujukan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya sekaligus meningkatkan kualitas hidup agar anak mencapai tumbuh kembang optimal (Kaptiningsih,dkk,2005)
Perkembangan yang dialami anak merupakan rangkaian perubahan yang teratur dari satu tahap perkembangan ke tahap berikutnya dan berlaku secara umum (Ramba, dkk, 2001). Setelah lahir terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak masih berlangsung (Kaptiningsih,dkk,2005). Masa 3 tahun ini menetapkan landasan untuk kesehatan, perkembangan emosional, kemampuan sosial kemandirian dan hubungan antar manusia yang positif dimasa mendatang (Einsenberg, dkk 1998). Pada masa balita, perkembangan kemampuan bicara dengan bahasa kreatifitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat. Perkembangan moral serta dasar- dasar kepribadian anak juga dibentuk pada masa ini, sehingga setiap kelainan atau penyimpangan sekecil apapun apabila tidak dideteksi dan ditangani dengan baik akan mengurangi sumber daya manusia dikemudian hari (Kaptiningsih,dkk,2005).
Upaya pembinaan tumbuh kembang anak diarahkan untuk meningkatkan kesehatan fisik, mental dan psikososial anak. Upaya tersebut dilakukan sedini mungkin dengan perhatian khusus pada bayi dan anak balita yang menerapkan “masa kritis” dan “masa emas” bagi kelangsungan tumbuh kembang anak. Pembinaan perkembangan anak merupakan salah satu upaya prioritas dalam mempersiapkan anak Indonesia menjadi calon generasi penerus bangsa yang sehat cerdas, ceria, tangguh dan berbudi luhur (Kaptiningsih,dkk,2005)
Mengingat jumlah balita di Indonesia sangat besar yaitu 22.911.712 balita dari 203.456.005 jiwa jumlah penduduk Indonesia (www.google.co.id, 2000), maka sebagai calon generasi penerus bangsa, kualitas tumbuh kembang balita di Indonesia perlu mendapat perhatian serius yaitu mendapat gizi yang baik, stimulasi yang memadai serta terjangkau oleh pelayanan kesehatan berkualitas termasuk deteksi dan intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang (Kaptiningsih,dkk,2005)
Pembinaan perkembangan anak secara komperhensif dan berkualitas diselenggarakan melalui kegiatan stimulasi, deteksi dini dan intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang balita. Melakukan deteksi dini penyimpangan tumbuh kembang artinya melakukan skrining atau mendeteksi secara dini adanya penyimpangan tumbuh kembang balita termasuk menindak lanjuti setiap keluhan orang tua terhadap masalah tumbuh kembang anaknya (Kaptiningsih,dkk,2005). Kegiatan stimulasi, deteksi dan intervensi dini penyimpangan perkembangan balita diselenggarakan dalam bentuk kemitraan antara keluarga (orang tua, pengasuh anak dan anggota keluarga lainnya), masyarakat (kader, tokoh masyarakat, organisasi profesi, dan sebagainya) dengan tenaga profesional (kesehatan, pendidikan dan sosial) (Kaptiningsih,dkk,2005)
Indikator dari kegiatan stimulasi, deteksi dan intervensi dini perkembangan balita pada tahun 2010, adalah diharapkan 90% balita dan anak pra sekolah terjangkau oleh kegiatan stimulasi. Sedangkan indikator kegiatan deteksi dini tumbuh kembang dan stimulasi balita di Kota Metro untuk tahun 2006 adalah 80%.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada bulan April 2006 di Posyandu Sejahtera V Kelurahan Iring Mulyo Kecamatan Metro timur dari 9 ibu yang mempunyai balita, mereka tidak pernah melakukan pemantauan atau penilaian perkembangan pada balitanya. Sehingga mereka tidak tahu perkembangan balitanya sesuai dengan tahap perkembangan menurut usia anak atau terdapat penyimpangan. Berdasarkan studi pendahuluan tersebut maka peneliti ingin melakukan penelitian tentang gambaran perkembangan balita di Posyandu Sejahtera V Kelurahan Iring Mulyo Kecamatan Metro Timur.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian yang terdapat pada latar belakang maka diperoleh rumusan masalah dalam penelitian yaitu “Bagaimanakah gambaran perkembangan balita di Posyandu Sejahtera V Kelurahan Iring Mulyo Kecamatan Metro Timur Mei 2006”?.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran perkembangan balita di Posyandu Sejahtera V Kelurahan Iring Mulyo Kecamatan Metro Timur.
Tujuan Khusus
Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk memperoleh gambaran :
a. Perkembangan balita usia 1-3 tahun di Posyandu Sejahtera V Kelurahan Iring Mulyo Kecamatan Metro Timur.
b. Perkembangan balita usia 4-5 tahun di Posyandu Sejahtera V Kelurahan Iring Mulyo Kecamatan Metro Timur.

D. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang di teliti adalah sebagai berikut :
1. Sifat Penelitian : Penelitian Deskriptif
2. Objek Penelitian : Pemantauan perkembangan pada balita.
3. Subjek penelitian : Balita usia 1-5 tahun
4. Lokasi penelitian : Posyandu Sejahtera V Kelurahan Iring Mulyo Kecamatan Metro Timur.
5. Waktu Penelitian : 11 Mei dan 28 Mei 2006

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi pihak puskesmas sebagai bahan masukan mengenai evaluasi keluarga dalam melakukan pemantauan perkembangan balita khususnya di Posyandu Sejahtera V Kelurahan Iring Kecamatan Metro Timur.
1. Bagi kader Posyandu sebagai masukan untuk meningkatkan pemantauan perkembangan balita di BKB maupun penyuluhan terahadap keluarga yang mempunyai balita tentang pentingnya pemantauan perkembangan balita.
2. Bagi keluarga atau ibu yang mempunyai balita dapat menambah pengetahuan tentang pemantauan perkembangan terhadap anaknya dan memotivasi keluarga tentang pentingnya pemantauan dan penilaian perkembangan pada balita usia 1-5 tahun di Posyandu Sejahtera V Kelurahan Iring Mulyo Kecamatan Metro Timur.
3. Bagi peneliti lain sebagai referensi atau bahan perbandingan untuk melakukan penelitian lanjutan yang berhubungan pemantauan perkembangan seperti determinan atau faktor-faktor yang mempengaruhi pemantauan perkembangan terhadap balita di Posyandu Sejahtera V Kelurahan Iring Mulyo Kecamatan Metro Timur.

Pelaksanaan resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia oleh tenaga kesehatan di rumah bersalin

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Resusitasi merupakan upaya untuk mengembalikan bayi baru lahir dengan asfiksia berat menjadi keadaan yang lebih baik dapat bernapas atau menangis spontan dan denyut jantung menjadi teratur.
Pelaksanaan resusitasi pada bayi asfiksia berat sangat penting terbukti dari kenyataan, bahwa setiap derajat asfiksia dalam menit-menit pertama kehidupan dapat membuat anak cacat seumur hidup. Sumbatan jalan napas oleh mukus darah, meconium, kerusakan otak selama trauma, obat-obatan yang diberikan pada ibu dan kehilangan darah akibat kompresi tali pusat atau perdarahan dapat mengakibatkan asfiksia dan syok pada bayi baru lahir serta kerusakan otak yang menetap (Sadir, 1988:1).
Di Indonesia penyebab utama tingginya angka mordibitas dan mortalitas neonatal adalah asfiksia neonaturum sekitar 50-60 % (Manuba, 1988 : 19). Dalam Seminar Nasional Akademi Kebidanan Aisyiyah, Solo 26 Juli 2003 dijelaskan angka kematian perinatal (AKP) pada tahun 1984 diperkirakan 45/1000 kelahiran. Penyebab utama kematian perinatal adalah asfiksia, komplikasi pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), tetanus neonaturum dan trauma kelahiran, kematian tersebut sebenarnya dapat dicegah apabila kesehatan ibu selama kehamilan terjaga dengan baik dan pertolongan persalinan yang diberikan bersih dan aman sehingga sumbatan jalan napas, trauma persalinan dan perdarahan tidak akan terjadi.
Di Kabupaten Tanggamus data kematian tahun 2003, jumlah kematian bayi baru lahir 63 (0,37%) dari 17.185 kelahiran, yang meninggal karena asfiksia 19 (30,16%) bayi baru lahir. Sedangkan di Kecamatan Gadingrejo angka kematian bayi baru lahir 5 (0,36%) dari 1.397 kelahiran, yang meninggal karena asfiksia 3 (60%) bayi baru lahir.
Pada pra penelitian di Rumah Bersalin Mutiara Hati Gadingrejo bayi baru lahir pervaginan disebabkan oleh preeklamasi/eklamasi, kelainan presentasi, partus tak maju menderita asfiksia 28 (16,18%) dari 173 kelahiran, yang meninggal dunia 6 (21,43%) dari 28 bayi baru lahir yang menderita asfiksia berat (data Januari–Desember 2003). Berdasarkan data yang peneliti peroleh selama pra penelitian di Rumah Bersalin Mutiara Hati Gadingrejo, jumlah kematian bayi baru lahir dengan asfiksia berat masih sangat tinggi.
Dari uraian pada latar belakang penulis tertarik mengadakan penelitian tentang pelaksanaan resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia berat oleh tenaga kesehatan di RB Mutiara Hati Gadingrejo.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, penulis merumuskan masalah tentang “Bagaimanakah pelaksanaan resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia oleh tenaga kesehatan di RB Mutiara Hati Gading Rejo?”

C. Ruang Lingkup
1. Sifat penelitian : Deskriptif yaitu menggambarkan pelaksanaan resusitasi terhadap bayi baru lahir dengan asfiksia
2. Subjek penelitian : Tenaga kesehatan yang melakukan tindakan resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia.
3. Objek penelitian : Bayi baru lahir yang menderita asfiksia berat.
4. Lokasi penelitian : Rumah Bersalin Mutiara Hati Gadingrejo.
5. Waktu penelitian : 8 – 31 Mei 2004

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pelaksanaan resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia di Rumah Bersalin Mutiara Hati Gadingrejo tahun 2004.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui persiapan alat dalam pelaksanaan resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia oleh tenaga kesehatan di Rumah Bersalin Mutiara Hati Gadingrejo tahun 2004.
b. Untuk mengetahui persiapan penolong dalam pelaksanaan resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia oleh tenaga kesehatan di Rumah Bersalin Mutiara Hati Gadingrejo tahun 2004.
c. Untuk mengetahui cara kerja dalam pelaksanaan resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia oleh tenaga kesehatan di Rumah Bersalin Mutiara Hati Gadingrejo tahun 2004.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Instansi Rumah Bersalin Mutiara Hati
Menambah pengetahuan dalam pelaksanaan resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia sehingga pelaksanaan resusitasi dapat dilaksanakan dengan baik.
2. Bagi peneliti
Penelitian ini sangat berguna untuk menambah pengalaman penelitian serta sebagai bahan untuk menerapkan ilmu yang telah didapat selama kuliah, khususnya obstetrik ginekologi dan metode penelitian dalam rangka menganalisa kesehatan ibu dan anak khususnya masalah pelaksanaan resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia.
3. Bagi Program Studi Kebidanan Metro
Untuk menambah wawasan khususnya para mahasisiwi dalam melaksanakan asuhan kebidanan sehingga dapat cepat mengambil keputusan jika memerlukan tindakan segera.

Pelaksanaan rawat gabung di rumah bersalin handayani

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Program Pembangunan Nasional (Propenas) mengamanatkan bahwa pembangunan diarahkan pada meningkatnya mutu sumber daya manusia, yang dimulai sejak bayi dalam kandungan dilanjutkan pemberian Air Susu Ibu (ASI) sedini mungkin. Pemberian ASI yang dianjurkan di tingkat internasional dan nasional adalah pemberian ASI segera (30 menit) setelah bayi lahir (Saifudin : 2002)
Tidak ada persiapan yang ibu butuhkan selama kehamilan untuk menguatkan puting ibu untuk menyusui, sebagaimana banyak dipikirkan sebagian wanita, yang terpenting adalah kesiapan untuk menyusui. Oleh karena itu untuk memberi suport bahwa ibu mampu menyusui perlu dilakukan program pemberian ASI sedini mungkin. (Susan : 2005).
Pemberian ASI sejak usia dini terkait dengan pentingnya rawat gabung untuk memudahkan pemberian ASI ekslusif sekaligus memberi dampak positif, Rawat gabung merupakan metode perawatan yang merawat bayi baru lahir disamping ibunya, hingga ibu dan bayinya dirawat dalam satu kesatuan. Tujuan yang ingin diperoleh dengan cara rawat gabung ini ialah memberi kesempatan kepada ibu mendapat pengalaman cara merawat bayinya sedini mungkin.
1
Pentingnya rawat gabung untuk memudahkan pemberian ASI, karena pemberian ASI ekslusif memberi dampak positif, hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian di RSCM yaitu “angka mortalitas bayi pada rawat pisah 0,5%, sedangkan pada rawat gabung 0,04%. Angka morbiditas bayi pada rawat pisah 17,9% sedangkan pada rawat gabung 2,13%. Dan lama perawatan pada rawat pisah 4,7 + 2,6 hari sedangkan pada rawat gabung 2,5 + 1,5 hari”. (Suharyono : 1992).
Data di Propinsi Lampung tentang pemberian ASI ekslusif pada bayi 0 – 4 bulan adalah 24,2 – 32% (Profil Kesehatan Lampung : 2006). Selanjutnya hasil pelayanan program kesehatan ibu di Lampung Timur dari 22.582 ibu bersalin diperoleh data ibu yang bersalin dengan nakes mencapai 83 %, dengan bayi lahir hidup sebanyak 87 % (19.711 bayi) dimana terdapat kematian bayi 0,5% kelahiran hidup. angka mortalitas bayi ini sama dengan angka mortalitas bayi pada rawat pisah hasil penelitian di RSCM.
Hal di atas kemungkinan disebabkan tidak terlaksana kelas ibu di Puskesmas, melihat data yang diperoleh ternyata dari 28 Puskesmas, kelas ibu di Puskesmas hanya mencapai 28,6% (8 Puskesmas) (Evaluasi Kesga Din.Kes. Lam.Tim : 2007). Tidak terlaksana kelas ibu di Puskesmas memungkinkan tidak terlaksana juga program dan kegiatan rawat gabung yang salah satunya adalah pemberian ASI ekslusif. dan boding attachment (Robinson : 2002)
Mengingat pentingnya rawat gabung agar terlaksana program ASI Ekslusif, dan boding attachment maka perlu peningkatan kesadaran dan pemahaman tentang pentingnya rawat gabung pada ibu post partum, agar pelaksanaannya menjadi lebih efektif, mengingat pemberian ASI sebagai makanan paling sempurna bagi bayi sekaligus suatu upaya nyata dalam meningkatkan kesehatan dan gizi masyarakat.
Selanjutnya di Puskesmas Labuhan Maringgai dijumpai data dari 1.558 ibu bersalin diperoleh data ibu yang bersalin dengan nakes mencapai 83 %, dengan kematian neonatal bayi dan balita sebanyak 0,4% (7 bayi), namun bila dikaji lebih jauh ternyata kematian neonatal (0-7 hari) mencapai 86% ( 6 neonatus) (Evaluasi Kesga Din.Kes. Lam.Tim : 2007). Salah satu penyebab kematian pada neonatal antara lain karena pemberian ASI yang tidak adekwat. Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Indah Sukmaningsih melaporkan, berdasarkan penelitian WHO 1,5 juta bayi di dunia meninggal karena tidak diberi air susu ibu (Gloria.net : 2000).
Air Susu Ibu (ASI) telah dibuktikan dan diakui sebagai makanan utama bagi bayi baru lahir yang mampu memenuhi kebutuhan zat gizi. Menurut WHO pemberian selain ASI akan mempunyai resiko 17 kali lebih besar mengalami diare, dan 3 sampai 4 kali lebih besar kemungkinan terkena infeksi Saluran Pernafasan dibandingkan bayi mendapat ASI” (Saifuddin : 2002).
Saat pra survay di Rumah Bersalin Handayani Labuhan Maringgai Lampung Timur dari bulan Oktober 2006 sampai Januari 2007 diperoleh data 128 ibu bersalin dengan ibu primipara sebanyak 76%, dimana lebih dari separuhnya (54%) belum ada pengeluaran colostrum dan masih merasa takut saat merawat bayinya. (Register persalinan Rumah Bersalin Handayani : 2007)
Melihat hal di atas merupakan hal yang perlu menjadi perhatian bersama, salah satunya adalah perhatian ibu post partum, sehingga ibu post partum memahami pentingnya rawat gabung dan boding attachment dalam upaya kesehatan dan gizi yang mencakup seluruh siklus kehidupan sejak anak dalam kandungan karena terkait erat dengan kelangsungan hidup anak, perkembangan anak dan perlindungan anak. untuk itu maka penulis tertarik untuk mengetahui pelaksanaan rawat gabung di Rumah Bersalin Handayani Labuhan Maringgai Lampung Timur.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimanakah pelaksanaan rawat gabung di Rumah Bersalin Handayani Labuhan Maringgai Lampung Timur 2007 ?.”

C. Ruang Lingkup
Dalam rangka penelitian ini ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Subjek Penelitian : Bidan yang melaksanakan Rawat gabung di Rumah
Bersalin Handayani, Jumlahnya 3 orang yang sudah APN.
3. Objek Penelitian : Ibu Bersalin dan bayi baru lahir di R.B Handayani
4. Lokasi Penelitian : Rumah Bersalin Handayani Labuhan Maringgai
5. Waktu Penelitian : Mei – Juni 2007

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran Pelaksanaan Rawat gabung di Rumah Bersalin Handayani Labuhan Maringgai Lampung Timur
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran Pelaksanaan Rawat Gabung Di Kamar Bersalin Rumah Bersalin Handayani Labuhan Maringgai Lampung Timur.
b. Diketahuinya gambaran Pelaksanaan Rawat Gabung Di Ruang Perawatan Rumah Bersalin Handayani Labuhan Maringgai Lampung Timur.

E. Manfaat Penelitian
Pada penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Bagi Peneliti
Mengetahui dengan jelas mengenai pelaksanaan rawat gabung di Rumah Bersalin Handayani dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam penelitian serta sebagai bahan untuk menerapkan ilmu yang telah didapat.
2. Bagi Institusi Prodi Kebidanan Metro
Diharapkan hasil penelitian sebagai dokumentasi untuk dipakai sebagai bahan referensi/bacaan tentang pelaksanaan rawat gabung Bidan Praktek Swasta.
3. Petugas kesehatan, Puskesmas dan Instansi Terkait
Sebagai bahan informasi atau masukan mengenai Pelaksanaan Rawat Gabung, yang diharapkan dapat meningkatkan peran petugas kesehatan dalam memberikan informasi tentang rawat gabung sehingga pada akhirnya dapat memajukan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
4. Peneliti selanjutnya
Sebagai bahan referensi/bacaan dan sebagai bahan pertimbangan bagi peneliti di kemudian hari.

Kecemasan terhadap perubahan fisik wanita usia 45-55 tahun dalam menghadapi menopause

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Menopause adalah haid terakhir yang dialami oleh wanita yang masih dipengaruhi oleh hormon reproduksi yang terjadi pada usia menjelang atau memasuki 50 tahun ( Pakasi, 2000 ). Menopause dalam kehidupan seorang wanita merupakan suatu proses yang alami dan sudah pasti akan terjadi. Ketika wanita memasuki masa menopause yang umumnya terjadi pada usia sekitar 50 tahun akan terjadi perubahan-perubahan biologis pada tubuhnya, khususnya hormon yang dihasilkan oleh ovarium. Secara alami seorang wanita yang berusia 45-55 tahun, ovariumnya tidak lagi menghasilkan hormon estrogen dan hormon-hormon lainnya. Hilangnya estrogen dan progesteron secara progresif selama menopause meningkatkan resiko kesehatan wanita dan akan mempengaruhi kualitas hidup dikala seorang wanita seharusnya mencapai kesuksesan ( Sturdee, 2007 ).
Masalah-masalah kesehatan mulai muncul akibat hilangnya hormon estrogen yang berperan aktif dalam sistem kerja organ tubuh wanita. Perubahan yang banyak terjadi pada saat ini adalah perubahan fisik, mulai dari rambut, mata, kulit sampai keorgan-organ fisik lainnya. Target organ fisik seperti masalah di payudara dan vagina, serta muncul rasa panas yang menjalar di tubuh (hot flushes). Walaupun bukan suatu penyakit, peristiwa ini mempunyai dampak dalam kehidupan wanita terutama bagi wanita yang banyak aktif, sehingga dapat dirasakan sebagai suatu gangguan (Pakasi, 2000).
Tidak hanya perubahan fisik yang terjadi pada masa menopause, perubahan-perubahan psikis pun muncul pada saat ini. Masalah-masalah yang timbul dari perubahan psikis ini menimbulkan rasa cemas pada kebanyakan wanita. Kecemasan yang dialami oleh wanita usia 45-55 tahun ini dilihat dari adanya kenyataan bahwa terdapat banyak mitos tentang menopause yang bukan hanya omong kosong belaka. Keadaan ini mengakibatkan gangguan psikomatik, seperti cepat marah, merasa khawatir terus-menerus, merasa tidak percaya diri, depresi hingga menangis, bahkan ada yang tidak mau bertemu orang lain. Jika depresinya berat, biasanya datang ke psikiater. Hal ini tetapi tidak akan sembuh karena masalah ini disebabkan oleh adanya gangguan pada sistem hormon (Agustina, 2007). Pada penelitian Choirah (2004) di Jakarta, ditemukan hubungan antara penurunan kadar estrogen dengan perubahan mood yang terjadi pada masa premenopause. Dikatakan bahwa ditemukan depresi sebanyak 37,9% wanita premenopause yang mengalami penurunan kadar estrogen. Kadar estrogen yang rendah memiliki resiko untuk menjadi depresi 3,7 kali lebih besar dibandingkan dengan yang tidak mengalami penurunan estrogen (Kusumawardhani, 2006).
Setiap tahunnya diperkirakan 25 juta wanita di seluruh dunia akan memasuki masa menopause. Jumlah wanita yang berusia 50 tahun ke atas di seluruh dunia akan meningkat dari 500 juta menjadi lebih satu miliar pada tahun 2030 (Hill, 1996). Di Asia, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2025 jumlah wanita berusia tua akan meningkat dari 107 juta menjadi 373 juta. Hal ini didukung dengan Usia Harapan Hidup wanita yang semakin tinggi dan mereka justru lebih aktif setelah masa menopause. Di Indonesia umur harapan hidup dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 1971 umur harapan hidup penduduk indonesia adalah 46,5 tahun dan pada tahun 2005 mencapai 68,2 tahun. Disamping itu terjadi pergeseran umur menopause dari 46 tahun pada tahun 1980 menjadi 49 tahun pada tahun 2000. Peningkatan ini juga dialami oleh Propinsi Lampung, yaitu jumlah umur harapan hidup pada tahun 2002 adalah 66,1 tahun menjadi 67,6 tahun pada tahun 2004 dan Metro sebagai kota yang tertinggi jumlah umur harapan hidupnya yaitu 71,8 tahun dengan jumlah penduduk wanita pra usila sebanyak 8.948 orang. Wilayah Kecamatan Metro Timur jumlah penduduk wanita pra usila sebanyak 2017 orang (Badan Pusat Statistik propinsi Lampung, 2005).
Berdasarkan dari data pra survei yang penulis lakukan pada bulan Maret 2007 di Lingkungan V Kelurahan Iringmulyo Kecamatan Metro Timur, jumlah penduduk wanita usia 45-55 tahun sebanyak 146 jiwa dengan latar belakang pendidikan sebagai berikut : tidak sekolah sebanyak 1 orang, lulus SD 5 orang, lulus SMP 40 orang, lulus SMA 86 orang dan Perguruan Tinggi 14 orang. Berdasarkan latar belakang pendidikan yang dimiliki, terdapat 70% wanita usia 45-55 tahun yang merasa cemas, takut dan gelisah akibat dari adanya perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya saat memasuki menopause. Perasaan-perasaan tersebut juga timbul karena pengetahuan yang kurang tentang tanda-tanda dan gejala menopause. Selain itu, informasi dan penyuluhan-penyuluhan tentang adanya perubahan pada masa menopause belum mereka dapatkan, sehingga menimbulkan rasa takut dikucilkan atau tidak diperhatikan lagi oleh anggota keluarganya. Dilihat dari latar belakang masalah tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul ”Kecemasan Terhadap Perubahan Fisik Wanita Usia 45-55 Tahun Dalam Menghadapi Menopause Tahun 2007 ”.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang, penulis membuat rumusan masalah yaitu: ”Bagaimanakah kecemasan terhadap perubahan fisik wanita usia 45-55 tahun dalam menghadapi menopause di Lingkungan V Kelurahan Iringmulyo Kecamatan Metro Timur Tahun 2007?”

C. Ruang Lingkup Penelitian

Dalam melakukan penelitian, agar sesuai dengan rumusan masalah yang dibuat penulis membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Subjek Penelitian : Wanita usia 45-55 tahun
3. Objek Penelitian : Kecemasan terhadap perubahan fisik
4. Tempat Penelitian : Lingkungan V Kelurahan Iringmulyo Kecamatan Metro Timur.
5. Waktu Penelitian : Tanggal 30 Mei - 8 Juni 2007

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui kecemasan terhadap perubahan fisik wanita usia 45-55 tahun dalam menghadapi menopause.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya kecemasan terhadap perubahan fisik ditinjau dari adanya ketidakteraturan siklus haid.
b. Diketahuinya kecemasan terhadap perubahan fisik ditinjau dari adanya gelora panas dan berkeringat.
c. Diketahuinya kecemasan terhadap perubahan fisik ditinjau dari adanya kekeringan vagina.
d. Diketahuinya kecemasan terhadap perubahan fisik ditinjau dari adanya perubahan kulit.
e. Diketahuinya kecemasan terhadap perubahan fisik ditinjau dari adanya kerapuhan tulang (osteoporosis).

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Sebagai penerapan mata kuliah metodelogi penelitian dan menambah wawasan serta pengalaman mengenai kecemasan terhadap perubahan fisik wanita usia 45-55 tahun dalam menghadapi menopause.
2. Bagi Program Studi Kebidanan Metro
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan masukan untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan kecemasan terhadap perubahan fisik wanita usia 45-55 tahun dalam menghadapi menopause.
3. Bagi wanita usia 45-55 tahun
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan wawasan agar wanita usia 45-55 tahun memahami, menerima dan mengatasi perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya dalam menghadapi menopause, sehingga bermanfaat untuk meningkatkan kualitas hidup.

Pengetahuan dan sikap ibu balita tentang pemberian kapsul vitamin A di puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama ditemukan, vitamin A esensial untuk pemeliharaan kesehatan dan kelangsungan hidup. Diseluruh dunia (WHO, 1991) diantara anak-anak prasekolah diperkirakan terdapat sebanyak 6-7 juta kasus baru xeroftalmia tiap tahun, kurang lebih 10% diantaranya menderita kerusakan kornea. Diantara yang menderita kerusakan kornea ini 60% meninggal dalam waktu satu tahun, sedangkan diantara yang hidup 25% menjadi buta dan 50-60% setengah buta (Almatsier S, 2002).
Masalah kekurangan vitamin A banyak terjadi dinegara sedang berkembang termasuk India dan Indonesia. Di dua negara tersebut telah dilakukan usaha mengurangi penderitaan kekurangan vitamin A pada kalangan bayi dan anak-anak pra sekolah dengan cara memberikan vitamin A dosis tinggi sekali setahun. Percobaan dilakukan selama 2 tahun, dan dari hasil penelitian tersebut ternyata 300.000 IU vitamin A dalam minyak dapat menjaga kadar vitamin A dalam tubuh bayi dan anak-anak tersebut dalam kisaran waktu yang normal, yaitu sampai 6 bulan dan dapat mencegah terjadi gejala kekurangan vitamin A (Winarno, 1995). Kekurangan vitamin A meningkatkan resiko anak terhadap penyakit infeksi seperti penyakit saluran pernapasan dan diare, meningkatkan angka kematian karena campak, serta menyebabkan keterlambatan pertumbuhan (Almatsier S, 2002).
Strategi penanggulangan kekurangan vitamin A yaitu dengan cara pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi, yang diberikan pada bayi (6–11 bulan), balita (1–5 tahun) dan ibu nifas. Berdasarkan laporan tahun 2003, cakupan pemberian kapsul vitamin A pada balita masih di bawah 58,81% (Depkes. RI., 2003).
Pada tahun 2003, cakupan pemberian kapsul vitamin A sebesar 57%,sedangkan pada tahun 2004 terjadi penurunan cakupan kapsul vitamin A yaitu hanya mencapai 52,26% dengan target yang sama yaitu 65% (DinKes Prop. Lampung, 2004).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan penulis di Dinas Kesehatan Kota Metro mengenai cakupan pemberian kapsul vitamin A bayi dan anak balita tahun 2005 adalah sebagai berikut :
Tabel 1 : Cakupan Vitamin A Bayi dan Anbal Dinas Kesehatn Kota Metro
Tahun 2005
No Puskesmas Bayi Anbal
Sasaran Cakupan % Sasaran Cakupan %
1. Yosomulyo 439 344 78,35 784 668 85,20
2. Metro 306 244 79,73 617 159 25,76
3. Iringmulyo 680 928 136,47 2732 2483 90,88
4. Banjarsari 450 399 88,66 1486 1336 89,9
5. Sumbersari 299 514 171,9 481 476 98,96
6. Ganjar agung 396 413 104,29 1165 1163 99,82
Jumlah 2570 2842 110,58 7265 6685 92,01
Sumber data : Dinas Kesehatan Kota Metro 2005
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa anak balita yang mendapatkan kapsul vitamin A di wilayah kerja Puskesmas tahun 2005 menunjukkan angka cakupan terkecil yaitu hanya mencapai 159 (25,76%) dari 617 sasaran yang ada (Dinas Kesehatan Kota Metro, 2005).
Rendahnya cakupan pemberian kapsul vitamin A pada balita bisa terjadi karena masih rendahnya pengetahuan dan sikap ibu balita terhadap pemberian kapsul vitamin A dan karena manajemen distribusi belum optimal, misalnya tidak ada sweeping pemberian kapsul vitamin A, pencatatan dan pelaporan yang belum baik (DinKes Prop. Lampung, 2004), sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “pengetahuan dan sikap ibu balita tentang pemberian kapsul vitamin A di Puskesmas Metro”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : “Bagaimana Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita Tentang Pemberian Kapsul Vitamin A Di Puskesmas Metro?”

C. Ruang Lingkup

Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang diteliti sebagai berikut :
1. Sifat Penelitian : Studi Deskriptif
2. Subyek Penelitian : Ibu-ibu yang mempunyai balita di Puskesmas Metro.
3. Objek Penelitian : Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita Tentang Pemberian Kapsul Vitamin A Di Puskesmas Metro
4. Lokasi Penelitian : Wilayah kerja Puskesmas Metro.
5. Waktu Penelitian : Maret – Mei 2006

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap ibu balita tentang pemberian kapsul vitamin A di Puskesmas Metro.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu balita tentang pemberian kapsul vitamin A di Puskesmas Metro.
b. Untuk mengetahui gambaran sikap Ibu balita tentang pemberian kapsul vitamin A di Puskesmas Metro.

E. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat diperoleh beberapa manfaat, diantaranya yaitu :
1. Bagi Petugas Kesehatan di Puskesmas
Sebagai sumbangan pemikiran dalam upaya evaluasi dan pengembangan program pemberian kapsul vitamin A di Puskesmas Metro.
2. Bagi Ibu Balita
Sebagai masukan pada ibu balita agar lebih mengerti pentingnya manfaat pemberian kapsul vitamin A pada balita.
3. Bagi Penelitian Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dikembangkan dan tidak menutup kemungkinan untuk diterapkan dan dijadikan sebagai acuan bagi penelitian selanjutnya.

Pengetahuan dan sikap bidan dalam penatalaksanaan manajemen rujukan pada ibu bersalin dengan kelainan obstetri di wilayah puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil, bersalin dan nifas adalah masalah besar di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50 % kematian wanita subur disebabkan hal berkaitan dengan kehamilan. Kehamilan saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama mortalitas wanita muda pada masa puncak produktifitasnya. Tahun 1996, WHO memperkirakan lebih dari 585.000 ibu pertahunnya meninggal saat hamil atau bersalin. Di Asia selatan, wanita berkemungkinan 1:18 meninggal akibat kehamilan, persalinan selama kehidupannya, di banyak negara Afrika 1:14, sedangkan di Amerika utara hanya 1:6.336. Lebih dari 50% kematian di negara berkembang sebenarnya dapat dicegah dengan teknologi yang ada serta biaya relatif rendah (Saifuddin, 2002).
Saat ini angka kematian ibu di seluruh dunia masih cukup tinggi. Estimasi WHO tahun 2000 tentang AKI (Maternal Mortality Ratio/MMR per 100.000 kelahiran hidup) adalah sebagai berikut, di seluruh dunia sebesar 400, di negara industri AKI cukup rendah yaitu sebesar 20, di Eropa sebesar 24. Untuk negara berkembang angka kematian ibu masih cukup tinggi yaitu sebesar 440 per 100.000, di Afrika sebesar 830 per 100.000, di Asia sebesar 330 per 100.000 dan Asia Tenggara sebesar 210 per 100.000 (WHO, 2004).
Sementara itu diantara Negara-Negara ASEAN angka kematian ibu maternal yang tertinggi adalah di Laos (650 per 100.000), menyusul Kamboja (450 per 100.000), dan kemudian Myanmar (360 per 100.000) sedangkan yang terendah di Singapura (30 per 100.000), Brunai Darussalam (37 per 100.000) dan Malaysia (41 per 100.000) (Departemen Kesehatan Indonesia, 2003).
Di Indonesia angka kematian ibu masih cukup tinggi walaupun terjadi penurunan dari tahun-tahun sebelumnya. Menurut SKRT, AKI menurun dari 450 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1986 menjadi 425 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1992, kemudian menurun lagi menjadi 379 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1995. Pada SKRT 2001 tidak dilakukan survey mengenai AKI. Menurut SDKI pada tahun 2002-2003 AKI sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup (Departemen Kesehatan Indonesia, 2003).
Menurut Women Of our World 2005 yang diterbitkan oleh Population Reference Bureau (2005), AKI di Indonesia mencapai 230 per 100.000 kelahiran hidup, hampir dua kali lipat lebih tinggi dari AKI di Vietnam (130), lima kali lipat lebih tinggi dari AKI di Malaysia (41) dan Thailand (44) bahkan tujuh kali lipat lebih tinggi dari AKI di Singapura (30) (www.bappenas. go.id, 2007). Walaupun AKI di Indonesia mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya, tapi masih jauh dari angka kematian ibu yang diharapkan pada tahun 2010 yaitu sebesar 125 per 100.000 kelahiran hidup (www.tempo.com, 2007).
Di provinsi Lampung, cenderung terjadi peningkatan AKI sebesar 143 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1997 menjadi 153 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2002 (Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, 2003). Dan pada tahun 2003 angka kematian ibu sebesar 98 orang dari 186.248 (Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, 2004). Sementara itu kematian ibu di Kabupaten Lampung Tengah selama periode waktu 2001-2003, cenderung mengalami penurunan, yaitu mulai dari 32 kasus (156 per 100.000 kelahiran hidup) pada tahun 2001, 28 kasus (128 per 100.000 kelahiran hidup) tahun 2002, pada tahun 2003 dan 2004 sebesar 12 kasus (63,6 per 100.000 kelahiran hidup), tahun 2005 menjadi 16 kasus (62,1 per 100.000 kelahiran hidup) (Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Tengah, 2005).
Menurut data SKRT tahun 2001, 90% penyebab kematian ibu tersebut karena adanya komplikasi dan 28% diantaranya terjadi perdarahan di masa kehamilan dan persalinan. Ada beberapa sebab tidak langsung tentang masalah kesehatan ibu, yaitu pendidikan ibu-ibu terutama yang ada di pedesaan masih rendah, sosial ekonomi dan sosial budaya indonesia yang mengutamakan bapak daripada ibu, 4 terlalu dalam melahirkan yaitu terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering dan terlalu banyak dan tiga terlambat yaitu terlambat mengambil keputusan, terlambat untuk dikirim ke tempat pelayanan kesehatan dan terlambat mendapatkan pelayanan kesehatan (www. promosi kesehatan.com, 2007).
Mengingat kira-kira 90% kematian itu terjadi disaat sekitar persalinan dan kira-kira 95% penyebab kematian ibu adalah komplikasi obstetrik yang sering tidak dapat diperkirakan sebelumnya,maka kebijaksanaan Departemen Kesehatan untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu adalah mengupayakan agar setiap persalinan ditolong atau minimal didampingi oleh bidan dan pelayanan obstetrik sedekat mungkin kepada semua ibu hamil (Saifuddin, 2002).
Perubahan Paradigma menunggu terjadinya dan menangani komplikasi menjadi pencegahan terjadinya komplikasi dan dapat membawa perbaikan kesehatan bagi kaum ibu di Indonesia. Penyesuaian ini sangat penting dalam upaya menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir karena sebagian besar persalinan di Indonesia masih terjadi di tingkat pelayanan kesehatan primer dimana tingkat keterampilan dan pengetahuan petugas kesehatan difasilitas pelayanan tersebut masih belum memadai. Deteksi dini dan pencegahan komplikasi dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu serta bayi baru lahir, jika semua tenaga penolong persalinan dilatih agar mampu untuk mencegah atau deteksi dini komplikasi yang mungkin terjadi, merupakan asuhan persalinan secara tepat guna dan waktu, baik sebelum atau saat masalah terjadi dan segera melakukan rujukan saat kondisi masih optimal, maka para ibu akan terhindar dari ancaman kesakitan dan kematian (Depkes RI, 2004).
Telaah UNICEF tentang keselamatan ibu (1991) menemukan bahwa upaya kesehatan dasar hanya mampu menurunkan angka kematian sebesar 20%. Sebaliknya, pelayanan rujukan yang efektif mampu menurunkannya sampai sekitar 80%. Juga diketahui bahwa akibat berbagai keterlambatan 80% kematian ibu justru terjadi di RS rujukan. Menurut Rodes S. Cuban (1980), peluang untuk menyelamatkan pasien tergantung pada kemampuan penegakan diagnosis, persiapan rujukan, kedinian waktu rujukan dan penatalaksanaan kasus ditingkat penerima rujukan. Dengan demikian, kinerja jaringan rujukan akan sangat ditentukan oleh penatalaksanaan setiap kasus pada setiap unit pelayanan secara menyeluruh (www. tempo. co. id, 2007).
Jaringan rujukan pada dasarnya adalah suatu kesatuan pelayanan kesehatan di wilayah tertentu yang mendistribusikan kewenangan dan tanggung jawab pelayanan secara berjenjang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat. Dalam upaya pembentukan dan pembinaan jaringan rujukan, perlu diperhatikan beberapa hal mendasar yaitu daerah, cakupan jaringan, pelayanan standar dan tanggung jawab setiap jenjang tempat pelayanan (www.tempo.co.id, 2007).
Mengingat bahwa penyebab kematian ibu berupa komplikasi obstetri yang dapat muncul tak terduga di setiap tempat, pada setiap saat dan dalam segala situasi. Sementara, dalam keadaan yang serba terbatas, maka diperlukan suatu sistem rujukan yang efektif dari tingkat pe!ayanan primer, ke tingkat pelayanan kesehatan yang lebih memadai. Sehingga diharapkan ibu bersalin dengan komplikasi obstetrik dapat segera ditangani di tingkat pe!ayanan kesehatan yang lebih memadai dan fasilitas lebih lengkap.
Studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan maret 2007 di Puskesmas Rumbia Lampung Tengah, didapatkan hasil bahwa AKI di Kecamatan Rumbia selama tahun 2006 sebanyak 5 orang, AKB sebanyak 7 orang dan masing-masing 3 orang diantaranya meninggal di tempat rujukan. Kemudian didapatkan data mengenai pendidikan bidan di Puskesmas Rumbia yaitu terdapat 12 bidan dengan basis pendidikan bidan Diploma I sebanyak 9 orang dan pendidikan bidan Diploma III sebanyak 3 orang.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti tentang “Pengetahuan dan sikap bidan dalam penatalaksanaan manajemen rujukan pada ibu bersalin dengan kelainan obstetri di Wilayah Puskesmas Rumbia Lampung Tengah”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut: “Bagaimana pengetahuan dan sikap bidan dalam penatalaksanaan manajemen rujukan pada ibu bersalin dengan kelainan obstetri di Wilayah Puskesmas Rumbia Lampung Tengah Tahun 2007?”

C. Ruang lingkup penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang diteliti sebagai berikut:
1. Sifat penelitian : Studi deskriptif
2. Subjek penelitian : Semua bidan di Wilayah Puskesmas Rumbia Lampung Tengah
3. Objek penelitian : Pengetahuan dan sikap bidan dalam penatalaksanaan manajemen rujukan pada ibu bersalin
4. Lokasi Penelitian : Wilayah Puskesmas Rumbia Lampung Tengah
5. Waktu Penelitian : 4 Juni 2007 sampai dengan 10 Juni 2007

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap bidan dalam penatalaksanaan manajemen rujukan pada ibu bersalin di Wilayah Puskesmas Rumbia Lampung Tengah Tahun 2007.
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian mi adalah:
a. Untuk memperoleh gambaran pengetahuan bidan dalam penatalaksanaan manajement rujukan pada ibu bersalin dengan kelainan obstetri.
b. Untuk mengetahui gambaran sikap bidan dalam penatalaksanaan manajement rujukan pada ibu bersalin dengan kelainan obstetri

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Bidan
Penelitian ini diharapkan sebagai sumbangan pemikiran dan sebagai bahan evaluasi dalam Penatalaksanaan rujukan pada ibu bersalin yang efektif agar mendapat pelayanan kegawatdaruratan obstetri di tempat rujukan yang lebih memadai dalam upaya keselamatan ibu dan bayi.
2. Bagi Puskesmas Rumbia Lampung Tengah
Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Rumbia Lampung Tengah sehingga dapat meningkatkan pengetahuan bidan dalam penatalaksanaan rujukan pada ibu bersalin.
3. Bagi Prodi Kebidanan Metro
Sebagai dokumen dan bahan tambahan sumber bacaan bagi Mahasiswi Prodi Kebidanan Metro.
4. Bagi Peneliti
Sebagai penerapan dan perkuliahan yang telah didapat di Prodi Kebidanan Metro serta untuk mendapat informasi yang jelas mengenai pengetahuan dan sikap bidan dalam penatalaksanaan manajemen rujukan pada ibu bersalin, sehingga dapat memberikan informasi untuk penelitian lebih lanjut.

Blog Archive