Saturday, May 15, 2010

Pengetahuan dan sikap remaja tentang bahaya seks bebas di SMA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan dari masa kanak-kanak kemasa dewasa, suatu tahap perkembangan sudah dimulai namun yang pasti setiap laki-laki maupun perempuan akan mengalami suatu perubahan-perubahan yang terjadi pada remaja adalah munculnya dorongan-dorongan seks, perasaan yang terjadi pada remaja menimbulkan berbagai bentuk ekspresi hubungan seks (Pangkahila, 1998). Sudut pandang kesehatan masalah yang sangat mengkhawatirkan pada masa kelompok usia remaja adalah masalah yang berkaitan dengan seks bebas (unprotected sexuality), penyebaran Penyakit Menular Seksual (PMS), kehamilan diluar nikah atau kehamilan yang tidak diinginan dari kalangan remaja (adolocent unwanted Pregnancey) dan aborsi yang tidak aman (Laksmiwati, 1999).
Dikalangan remaja telah terjadi revolusi dalam hubungan seksual menuju kearah liberalisasi tanpa batas. Kebanggaan terhadap kemampuan untuk mempertahankan kegadisan sampai pada pelaminan telah sirna, oleh karena kedua belah pihak saling menerima kedudukan baru dalam seni pergaulan hidupnya. Informasi yang cepat dalam berbagai bentuk telah menyebabkan dunia semakin menjadi milik remaja. Informasi tentang kebudayaan hubungan seksual telah mempengaruhi kaum remaja Indonesia, sehingga telah tejradi suatu revolusi yang menjurus makin bebasnya hubungan seksual pranikah (Manuaba, 1998).
Data demografi menunjukkan bahwa remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia menurut Worl Health Organization (WHO) pada tahun 1995 sekitar seperlima dari penduduk dunia adalah remaja berumur 10-19 tahun. Sektiar 900 juta berada dinegara sedang berkembang. Data demografi di Amerika Serikat (1990) menunjukkan jumlah remaja berumur 10-19 tahun sekitar 15% populasi. Jumlah penduduk di Asia Pasifik merupakan 60% dari penduduk dunia, seperlimanya adalah remaja umur 10-19 tahun. Menurut Biro Pusat Statistik (1999) di Indonesia kelompok umur 10-19 tahun adalah sekitar 22%, yang terdiri dari 50,9% remaja laki-laki dan 49,1% remaja perempuan (Seotjiiningsih, 2004).
Praktik seks bebas (free sex) yang menjalar dikalangan remaja zaman sekarang telah menjadi problem serius. Berubahnya orientasi seks dari sesuatu yang sangat pribadi dan tertutup lalu kini dibuka lebar-lebar, seolah menjadi fenomena umum remaja modern. Mereka menjadi begitu permisif untuk saling menyentuh, bergandengan, berpelukan, Petting (bercumbu tanpa melakukan coitus) dan bahkan bersenggama dengan lawan jenis. Memang tidak semua remaja melakukan hal itu (www.pikiran-rakyat.com)
Kasus Infeksi Menular Seksual (IMS) di Amerika Serikat yang dilaporkan setahunnya terjadi 20 juta kasus IMS, 30% adalah remaja, dan lebih dari 50% merupakan kelompok remaja dan dewasa muda yaitu umur dibawah 25 tahun. Hampir diseluruh Inggris terjadi peningkatan insidensi IMS dan terjadi terutama pada kelompok remaja. Pada tahun 2000, dari seluruh infeksi klamidia tercatat 34% dan 40% dari Ghonorhoe pada perempuan dewasa, terdapat pada remaja perempuan. Berbagai laporan di Indonesia menunjukkan bahwa kelompok umur paling banyak menderita IMS adalah kelompok umur muda. Selama 2 tahun (1993-1994) di Rumah Sakit Pringadi Medan untuk penyakit kondiloma akuminata tercatat 35,4% adalah penderita kelompok umur 20-24 tahun, 33,3% dari kelompok umur 25-29 tahun. Selama 4 tahun (1990-1994) di Rumah Sakit Dr.Kariadi Semarang tercatat 3803 kasus IMS pada unit rawat jalan,1325 kasus(38,8%) adalah penderita umur 15-24 tahun,dan tercatat 1768 orang (46,5%) adalah umur 25-34 tahun. Demikian juga halnya di Rumah Sakit Umum Pemerintah Sanglah Denpasar, tercatat 59,1% dari penderita IMS yang tercatat antara tahun 1995-1997 adalah kelompok remaja. (Soetjiningsih, 2004)
Berdasarkan penelitian di berbagai kota besar di Indonesia, sekitar 20%-30% remaja mengaku pernah melakukan hubungan seks. Ancaman pola hidup seks bebas remaja secara umum baik dipondokan atau kos-kosan tampaknya berkembang semakin serius. Pakar seks di Jakarta mengungkapkan, dari tahun ke tahun data remaja yang melakukan hubungan seks bebas semakin meningkat. Dari sekitar 5% pada tahun 1980-an, menjadi 20% pada tahun 2000. Kisaran angka tersebut, menurut Dr.Boyke, dikumpulkan dari berbagai penelitian dibeberapa kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Palu, dan Banjarmasin. Bahkan di Pulau Palu, Sulawesi Tenggara, pada tahun 2000 lalu tercatat remaja yang pernah melakukan hubungan seks pra nikah mencapai 29,9%. (Majalah Gemari, 2001)
Dilihat dari sisi kesehatan, bahaya perilaku seks bebas bisa menimbulkan berbagai gangguan. Diantaranya, terjadi kehamilan yang tidak diinginkan. Selain tentunya kecenderungan untuk aborsi, juga menjadi salah satu penyebab munculnya anak-anak yang tidak diinginkan. Seks bebas juga bisa meningkatkan resiko kanker mulut rahim. Jika hubungan seks tersebut dilakukan sebelum usia 17 tahun, resiko terkena penyakit tersebut bisa mencapai empat hingga lima kali lipat. Selain itu, bahaya seks bebas akan meningkatkan kasus penyakit menular seksual, seperti sipilis, Ghonorhoe (GO), hingga Humman Immunodeficiency Virus (HIV) atau Acquired Immune Deficiency Syndrom (AIDS). (Majalah Gemari, 2001).
Hasil survey yang dilakukan peneliti pada tanggal 13 April di SMA Teladan menunjukkan bahwa pengetahuan siswa tentang bahaya seks bebas dalam kategori cukup atau 57 %.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah maka penulis mengambil Rumusan Masalah yaitu “Bagaimanakah pengetahuan dan sikap remaja tentang bahaya seks bebas di SMA Teladan Metro?”

C. Ruang Lingkup
1. Sifat Penelitian : Deskriptif
2. Subjek Penelitian : Remaja di SMA Teladan Metro
3. Objek Penelitian : Pengetahuan dan sikap remaja tentang bahaya seks bebas di SMA Teladan Metro
4. Lokasi Penelitian : Di SMA Teladan Metro
5. Waktu Penelitian : 24 April – 20 Mei 2006

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan dan sikap remaja tentang bahaya seks bebas di SMA Teladan Metro
2. Tujuan Khusus
Dengan memperhatikan masalah dan permasalahan dikemukakan diatas maka tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Diketahuinya pengetahuan remaja tentang bahaya seks bebas di SMA Teladan Metro
b. Diketahuinya sikap remaja tentang bahaya seks bebas di SMA Teladan Metro

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:
1. Bagi Remaja
Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman bagi remaja tentang bahaya seks bebas.
2. Bagi SMA Teladan Metro
Dengan adanya penelitian ini maka penulis berharap bahwa penelitian ini akan bermanfaat dan berguna untuk dijadikan bahan masukan bagi penelitian selanjutnya.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai sumber referensi dan bacaan untuk peneliti selanjutnya dalam kaitannya dengan pengetahuan dan sikap remaja tentang bahaya seks bebas.

Pengetahuan dan sikap remaja putri tentang menstruasi pada siswi kelas II SMP

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Tujuan jangka panjang pembangunan di bidang kesehatan adalah menciptakan Indonesia Sehat 2010, bukan hanya sehat fisik tetapi juga sehat psikologis. Salah satu sasaran yang ditetapkan untuk tahun 2010 adalah meningkatkan kesehatan reproduksi. Upaya menuju tersedianya Standar Pelayanan Medik dalam bidang kesehatan reproduksi telah dilaksanakan melalui berbagai kegiatan strategik dalam tahun-tahun terakhir, yang dimulai dengan dibentuknya Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi (JNPK-KR) serta diperkenalkannya pelatihan berdasarkan kompetensi pada tahun 1993 (Sarwono, 2003:5).
Berapa tahun terakhir masalah kesehatan reproduksi remaja menjadi kepudilian Nasional karena disadari bahwa remaja dalam hidupnya menghadapi berbagai masalah khusus yang membutuhkan perhatian yang khusus pula. Kebutuhan terhadap kesehatan reproduksi remaja sebenarnya merupakan permasalahan dunia, akan tetapi di negara kita hal ini tidak mendapatkan perhatian yang memadai (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI),2000:3).
Program kesehatan reproduksi remaja merupakan upaya untuk membantu remaja agar memiliki pengetahuan, kesadaran, sikap dan perilaku kehidupan reproduksi sehat dan bertanggungjawab. Kesehatan reproduksi ini tidak saja bebas dari penyakit dan kecacatan, namun juga sehat mental dan sosial dari alat, sistem, fungsi serta proses reproduksi (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN),2001:1).
Masalah kesehatan reproduksi yang sering dialami oleh remaja salah satunya tentang menstruasi. Masalah menstruasi sering membuat remaja cemas, was-was dan kurang percaya diri.
Remaja putri pada umumnya belajar tentang menstruasi dari ibunya, tapi sayang tidak semua ibu memberikan informasi yang memadai kepada putrinya bahkan sebagian enggan membicarakan secara terbuka. Menghadapi hal ini menimbulkan kecemasan pada anak, bahkan sering tumbuh keyakinan bahwa menstruasi itu sesuatu yang tidak menyenangkan atau serius. Mereka juga mengembangkan sikap negatif tentang menstruasi. Ia mungkin merasa malu dan melihatnya sebagai penyakit. Khususnya jika ketika mengalaminya ia merasa letih atau terganggu. Pandangan negatif tentang menstruasi berlanjut sampai menjelang dewasa (Liewellyn & Jones, 1997:33).
Panjang siklus menstruasi yang normal atau dianggap sebagai siklus menstruasi yang khas ialah 28 hari, tetapi variasinya cukup luas, bukan saja antara beberapa wanita tetapi juga pada wanita yang sama. Juga pada kakak beradik bahkan saudara kembar, siklusnya tidak terlalu sama. Rata-rata panjang siklus menstruasi pada gadis usia 12 tahun ialah 25,1 hari. Lama menstruasi biasanya antara 3-8 hari, pada setiap wanita biasanya lama menstruasi itu tetap (Sarwono, 2002 :103).
Dua hari sebelum menstruasi dimulai, banyak wanita merasa tidak enak badan, mereka mengalami pusing-pusing, perut kembung, letih atau mudah tersinggung dan mungkin merasakan tekanan di daerah pinggul, umumnya gejala hilang ketika menstruasi dimulai (Llewellyn & Jones, 1997 : 34).
Remaja putri yang secara emosional tidak stabil, apalagi jika mereka tidak mendapat penerangan yang baik tentang proses menstruasi, mudah sekali timbul dismenorea (Sarwono, 2002:230).
Menghadapi menstruasi tersebut para remaja diharapkan mengetahaui tentang menstruasi yang normal. Tidak sedikit para remaja yang belum mengetahui tentang menstruasi, sehingga akan berpengaruh terhadap remaja dalam menjalankan masa kedewasaannya. Apalagi pokok bahasan tentang mentruasi tidak di bahas, meskipun tentang kesehatan reproduksi sudah di bahas namun belum mengupas secara mendalam.
Berdasarkan hasil study pendahuluan yang dilakukan terhadap remaja putri siswi kelas II SMP Negeri 3 Metro, penulis temukan berjumlah 13 siswi mengalami siklus menstruasi panjang, 14 siswi mengalami sakit atau nyeri perut saat menstruasi. Menghadapi menstruasi tersebut mereka merasa resah, cemas, was-was, lebih dan terganggu. Sindroma pra-menstruasi yang sering dialami siswi ialah mudah marah 13 orang, pusing dan mual 10 orang serta payudara sakit 4 orang, dalam menghadapi menstruasi tersebut mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan, bahkan untuk berbicara kepada orang tua mereka malu, serta mereka mengatakan belum pernah mendapatkan penyuluhan tentang menstruasi.
Berdasarkan uraian di atas pentingnya pengetahuan remaja putri tentang menstruasi sejak dini, sudah dapat diberikan khusuanya para remaja putri siswi kelas II SMP Negeri 3 Metro. Mengingat masih banyak remaja putri yang belum mengerti tentang menstruasi, maka penulis tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan sikap remaja putri tentang menstruasi pada siswi kelas II SMP Negeri 3 Metro.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah, maka yang menjadi permasalah penulis yang nantinya akan diteliti pada Karya Tulis Ilmiah ini adalah “Bagaimanakah Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri tentang Menstruasi pada siswi kelas II SMP Negeri 3 Metro?”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Memperolehnya gambaran pengetahuan dan sikap remaja putri tentang menstruasi pada siswi kelas II SMP Negeri 3 Metro.
2. Tujuan Khusus
a. Memperolehnya gambaran pengetahuan remaja putri tentang menstruasi pada siswi kelas II SMP Negeri 3 Metro.
b. Memperolehnya gambaran sikap remaja putri tentang menstruasi pada pada siswi kelas II SMP Negeri 3 Metro.
D. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Subjek Penelitian : Siswi kelas II SMP Negeri 3 Metro
3. Objek Penelitian : Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri tentang Menstruasi
4. Lokasi Penelitian : SMP Negeri 3 Metro
5. Waktu Penelitian : Penelitian dilakukan tanggal 13 Maret 2006 s.d
21 Juni 2006

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Remaja Putri Siswi Kelas II SMP Negeri 3 Metro
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pemahaman remaja putri siswi kelas II SMP Negeri 3 Metro tentang menstruasi sehingga mampu mengatasi rasa kekhawatiran yang mereka alami.
2. Bagi Institusi Pendidikan SMP Negeri 3 Metro
Sebagai bahan bacaan untuk menambah pengetahuan guru mengenai menstruasi
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai bahan bacaan dan informasi untuk peneliti selanjutnya

Pengetahuan ibu mengenai kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) di puskesmas

BAB I

PENDAHULUAN



A. Latar Belakang

Sejak dirumuskannya tujuan “kesehatan bagi semua pada tahun 2000”, semua negara di dunia berusaha untuk memperkuat dan memperluas sistem pemeliharaan kesehatan dasar (PKD) negaranya. Deklarasi Alma Ata. pada tahun 1978 memperkenalkan delapan unsur utama pemeliharaan kesehatan dasar, yaitu pendidikan tentang cara mengenali dan mengatasi masalah kesehatan beserta upaya pencegahan dan pengendaliaannya; peningkatan penyediaan makanan dan gizi yang cukup; penyediaan air bersih dan sanitasi dasar;pemeliharaan kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana;imunisasi terhadap penyakit infeksi;pencegahan dan pengendalian penyakit endemik setempat; pengobatan yang benar terhadap penyakit dan cedera yang umum;dan pengadaan obat yang penting. (Tarimo, 1994)

Program imunisasi yang saat ini telah jauh berkembang dengan tantangan yang semakin banyak. Pada awal pelaksanaan program imunisasi, para petugas berjuang keras agar setiap wilayah mampu menyediakan pelayanan imunisasi sesuai standar pelayanan baik melalui pelatihan, pemantauan wilayah setempat, supervisi checklist maupun perencanaan wilayah setempat.

Pada tahun 2000, selain upaya pemerataan UCI (Universal Child Imunization) di setiap desa, program imunisasi telah mentargetkan sasaran-sasaran spesifik yaitu eliminasi tetanus neonatorum, eradikasi polio, reduksi campak serta perluasan imunisasi hepatitis B. Disamping itu,yang tak kalah penting adalah bahwa program imunisasi harus dapat meningkatkan kualitas pelayanan untuk menjamin potensi vaksin serta penyuntikan yang aman. program imunisasi adalah bagian dari upaya pelayanan kesehatan dasar. Program ini juga merupakan bagian upaya mempercepat upaya pemutusan mata rantai penularan PD3I (Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi) untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, antara lain melalui kegiatan PIN (Pekan Imunisasi Nasional), imunisasi TT 5 dosis pada wanita usia subur, serta penanggulangan KLB (Kejadian Luar Biasa) dari penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi khususnya KLB campak. (Depkes dan Kesos RI,2000).

Salah satu indikator yang penting untuk mengetahui derajat kesehatan di suatu negara adalah banyaknya bayi (umur 0-1 tahun) yang meninggal per 1000 kelahiran hidup yang disebut AKB. Walaupun angka kelahiran hidup telah menurun 10,3% pada akhir pelita II menjadi 90,3% pada akhir pelita III 76%. Angka kelahiran bayi di Indonesia yang tertinggi di negara ASEAN. (Suraatmadja, 1991)

Angka kematian bayi di Propinsi Lampung pada tahun 2002 berjumlah 42 bayi per 1000 kelahiran hidup, sedangkan angka kematian bayi tahun 2003 berjumlah 55 bayi per 1000 kelahiran hidup. Hal ini belum mencapai target Lampung Sehat 2010 dan Indonesia sehat 2010 dengan angka kematian bayi 40 bayi per 1000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Propinsi Lampung, 2004).

Angka kelahiran bayi yang tinggi ini perlu dilakukan upaya-upaya kesehatan yang lebih terarah supaya AKB di Indonesia dapat menurun. Pada penelitian penyebab kematian bayi di Indonesia ternyata 70% disebabkan karena diare, Radang akut pada saluran pernafasan, dan penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Jika program imunisasi dilaksanakan dengan baik dan menyeluruh 80% maka keefektifan imunisasi mencapai 85% sampai 90%. Lebih dari 115.000 kematian pada balita dapat dicegah. Hal ini tentu juga akan berpengaruh terhadap Angka Kematian Bayi (AKB). (Suraatmadja, 1991)

Imunisasi bertujuan untuk melindungi individu dan masyarakat terhadap serangan penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan imunisasi. Vaksin mutakhir aman namun tidak ada vaksin yang tanpa resiko. Maka, walaupun jarang sebagian orang dapat mengalami reaksi setelah imunisasi yang bersifat ringan sampai mengancam jiwa. Pada beberapa kasus reaksi disebabkan oleh vaksin. Pada kasus lain penyebabnya adalah kesalahan pemberian vaksin tetapi sebagian besar umumnya tidak berhubungan dengan vaksin. Apapun penyebabnya apabila timbul Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) masyarakat selalu bersikap menolak untuk pemberian imunisasi berikutnya, sehingga anak tersebut akan rentan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, sehingga dapat timbul kecacatan atau kematian. Untuk itu pelaporan KIPI yang tepat dan cepat diikuti dengan tindak lanjut yang benar dapat membantu pelaksanaan program mengatasi masalah di lapangan sehingga di masyarakat tidak resah dan tetap mendukung program imunisasi. (I.G.N Ranuh, dkk, 2001)

Reaksi KIPI imunisasi campak yang banyak dijumpai dengan gejala demam yang lebih dari 39,50C yang terjadi pada 5 –15% kasus, demam mulai dijumpai pada hari ke-5 – 6 sesudah imunisasi dan berlangsung selama 2 hari. Ruam dapat dijumpai pada 5% resepien, timbul pada hari ke-7 – 10 sesudah imunisasi dan berlangsung selama 2-4 hari. Pada penelitian yang mencakup 6.000 anak berusia 1-2 tahun dilaporkan setelah vaksin MMR dapat terjadi malaise, demam, atau ruam yang sering terjadi 1 minggu setelah imunisasi dan berlangsung selama 2-3 hari. Dalam masa 6 sampai 11 hari setelah imunisasi dapat terjadi kejang demam pada 0,1% anak, ensefalitis pasca imunisasi <>

Pengetahuan ibu hamil tentang kunjungan pemeriksaan kehamilan di BPS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Prawirohardjo (2002), untuk menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi dengan menetapkan salah satu sasaran untuk tahun 2010 adalah menurunkan angka kematian ibu menjadi 125 orang per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi menjadi 16 orang per 1.000 kelahiran hidup. Menurut Prawiroharjo (2001), untuk mencapai sasaran tersebut ditetapkan 4 strategi utama yang dinyatakan sebagai empat pilar safe motherhood yang salah satunya adalah pelayanan antenatal. Kemampuan pelayanan kesehatan suatu negara antara lain dinilai dengan perbandingan tinggi rendahnya angka kematian ibu dan angka kematian bayi setiap tahun sekitar 500.000 orang wanita di negara berkembang meninggal akibat kehamilannya, berjuta-juta ibu hamil mengalami komplikasi yang berat, dan terjadi 7 juta kematian sebagai akibat gangguan kesehatan ibu pada masa kehamilan atau proses persalinan (DEPKES RI, 1998).
WHO memperkirakan bahwa sekitar 15% dari seluruh wanita yang hamil akan mengalami komplikasi yang berkaitan dengan kehamilannya serta dapat mengancam jiwanya. Sebagian besar dari 5.600.000 orang wanita hamil di Indonesia, akan mengalami suatu komplikasi atau masalah yang berakibat fatal. Data tersebut menunjukkan, untuk bisa efektif dalam meningkatkan keselamatan ibu dan bayi yang baru lahir, maka asuhan antenatal harus lebih di fokuskan karena telah terbukti bermanfaat untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian ibu serta bayi baru lahir (Pusdiknakes – WHO – JHPIEGO, 2001). Saat ini, angka kematian ibu dan angka kematian bayi di Indonesia masih sangat tinggi. Menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI,2002/2003), angka kematian ibu adalah 307 orang per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi adalah 20 orang per 1.000 kelahiran hidup (http:///www.Google.co.id. 2005)
Penurunan angka kematian ibu merupakan indikator keberhasilan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan ibu hamil dalam hal ini adalah pengawasan pemeriksaan kehamilan yang masih belum memadai, sehingga masalah-masalah atau penyulit dalam kehamilan dengan hamil resiko tinggi terlambat diketahui bahkan tidak diketahui (Manuaba, 1998). Hal ini sesuai dengan visi Indonesia sehat 2010, dimana telah merumuskan visi pembangunan kesehatan yang menuju masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai dengan penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Pedoman Manajemen Terpadu Kesehatan Puskesmas, 2003).
Pada zaman dulu, pada umumnya masyarakat menyangka bahwa hal yang paling utama dan yang paling penting adalah berupa pertolongan sewaktu persalinan. Pada saat ini sangkaan itu dianggap salah, karena selain perkembangan pengetahuan pada masyarakat juga di dukung oleh kesadaran yang tinggi. Pengawasan yang baik, bermutu dan keteraturan dalam pemeriksaan, banyaknya penyulit-penyulit sewaktu hamil dapat diobati dan dicegah sehingga persalinan berjalan mudah dan normal. Apabila dalam peroses persalinan akan diambil suatu tindakan, hal ini seharusnya dilakukan sedini mungkin tanpa harus menunggu terjadinya komplikasi dan persalinan tidak terlantar (Moechtar, 1998).
Berdasarkan Kep. Menteri Kesehatan RI No. 1457/MenKes/SK/X/2003 cakupan K1 dan K4 pada tahun 2010 diharapkan mencapai target 95%. Di Propinsi Lampung terdapat 177.762 orang ibu hamil dimana perbandingan dari jumlah ibu hamil tersebut adalah dari 20 orang ibu hamil terdapat 13 orang ibu hamil yang memeriksakan dengan bidan atau di fasilitas kesehatan, contohnya Puskesmas atau Rumah Sakit (Profil Kesehatan Propinsi Lampung, 2004). Target yang harus dicapai Dinas Kesehatan Lampung Timur untuk K1 dan K4 sebesar 90% sedangkan data yang didapat dari pra survei di Dinas Kesehatan Lampung Timur, sasaran ibu hamil untuk cakupan K1 dan K4 di Kabupaten Lampung Timur pada tahun 2005 sebanyak 24.301 orang ibu hamil tetapi yang melaksanakan kunjungan awal kehamilan (K1) hanya 20.452 orang ibu hamil (84,2%) dan yang melaksanakan kunjungan ulang secara teratur minimal 4x (K4) hanya 19.151 orang ibu hamil (78,8%). Data pra survei di Puskesmas Sukaraja Nuban didapat sasaran ibu hamil untuk cakupan K1 dan K4 pada tahun 2005 sebanyak 1.129 orang ibu hamil tetapi yang melaksanakan kunjungan awal (K1) sebanyak 1.023 orang ibu hamil (90,6%) dan yang melakukan kunjungan ulang minimal 4x hanya 1.004 orang ibu hamil (88,9%). Berdasarkan data pada bulan Maret tahun 2006 dari BPS Suwarni, didapatkan 59 ibu hamil tetapi yang melakukan pemeriksaan ulang kehamilan hanya 43 orang ibu hamil dan yang tidak melakukan pemeriksaan ulang kehamilan ada 16 orang ibu hamil.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul
“Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah maka peneliti dapat membuat suatu rumusan masalah “Bagaimana Gambaran Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan di BPS Suwarni di Kelurahan Sukaraja Nuban Kecamatan Batanghari Nuban Kabupaten Lampung Timur tahun 2006 ?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu hamil tentang kunjungan pemeriksaan selama kehamilan di BPS Suwarni di Sukaraja Nuban.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu hamil tentang tujuan kunjungan pemeriksaan kehamilan.
b. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu hamil tentang manfaat kunjungan pemeriksaan kehamilan.
c. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu hamil tentang jumlah kunjungan pemeriksaan kehamilan.

D. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup objek dan materi penelitian sebagai berikut :
a. Jenis Penelitian : Deskriptif
b. Subjek penelitian : Ibu hamil dengan usia kehamilan 28 mgg atau lebih yang tidak melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur di BPS Suwarni Sukaraja Nuban
c. Objek Penelitian : Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan
d. Lokasi Penelitian : BPS Suwarni di Sukaraja Nuban Kelurahan Sukaraja Nuban Kecamatan Batanghari Nuban Kabupaten Lampung Timur
e. Waktu Penelitian : Penelitian dilakukan setelah seminar proposal disetujui

E. Manfaat Penelitian
1. Puskesmas Sukaraja Nuban Lampung Timur
Menambah wawasan serta dapat dijadikan tolak ukur para tenaga kesehatan terutama bidan di Puskesmas Sukaraja Nuban dalam melaksanakan tugas agar lebih aktif memberikan penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat khususnya ibu hamil tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan.
2. Lahan praktek BPS Suwarni di Sukaraja Nuban
Menambah wawasan, tolak ukur dan tindak lanjut para tenaga kesehatan khususnya bidan untuk melakukan atau menjalani tugas khususnya mengenai gambaran pengetahuan ibu hamil mengenai tingkat keteraturan dalam pemeriksaan kehamilan.
3. Bagi ibu hamil
Sebagai masukan bagi ibu hamil agar lebih meningkatkan kesadaran perlunya pemeriksaan kehamilan secara teratur serta menambah wawasan pengetahuan dan pandangan positif pada ibu hamil akan fungsi dan kepentingan mengenai pemeriksaan selama kehamilan sehingga di harapkan dapat menyakinkan ibu hamil untuk melakukan rutinitas dalam melakukan pemeriksaan selama kehamilan.
4. Bagi peneliti selanjutnya
Untuk memberikan masukan bagi kegiatan penelitian berikutnya terutama mengenai keteraturan pemeriksaan kehamilan serta memberikan gambaran untuk penelitian selanjutnya yang terkait dengan kunjungan pemeriksaan kehamilan dalam aspek tingkat ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pekerjaan.

Pengetahuan ibu hamil tentang HIS palsu di BPS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di Indonesia pada tahun 1996 angka kematian ibu masih cukup tinggi yaitu 425 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI, 1997). Berdasarkan surat Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002/2003, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih berada pada angka 307 per 100.000 kelahiran hidup, target yang akan dicapai pada tahun 2010 adalah angka kematian ibu menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup.
Di Propinsi Lampung, cenderung terjadi peningkatan AKI sebesar 143 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1997 menjadi 153 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2002 (Dinas Kes Propinsi Lampung, 2003). Menurut data terakhir di Kabupaten Lampung Tengah 12 orang ibu per 18839 (Dinkes RI Metro, 2004).
Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia, adalah perdarahan, infeksi dan eklamsia. Dimana penyebab perdarahan abortus, infeksi dan partus lama. Hanya sekitar 5% kematian ibu disebabkan oleh penyakit yang memburuk akibat kehamilan, misalnya penyakit jantung dan infeksi yang kronis (Saifuddin, 2002).
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam menurunkan Angka Kematian Ibu. Salah satu upaya yang dilakukan yaitu, dengan diadakannya program Safe Motherhood yang dimulai dari tahun 1997 (Saifuddin, 2002).
Agar persalinan sehat dapat berjalan lancar, diperlukan berbagai persiapan baik sebelum hamil maupun selama kehamilan sehingga ibu dan janin dalam keadaan sehat. Untuk itu sangat diharapkan bidan sebagai tenaga terlatih pada sistem kesehatan nasional salah satunya adalah meningkatkan pengetahuan kesehatan masyarakat.
Salah satu upaya meningkatkan pengetahuan kesehatan masyarakat khususnya ibu hamil adalah dengan diketahuinya tanda-tanda his palsu, seperti rasa nyeri ringan dibagian bawah, datangnya tidak teratur, tidak ada perubahan pada sakit / pembawaan tanda durasinya pendek dan tidak bertambah bila beraktifitas (Manuaba, 1998) sehingga ibu mengetahui waktu yang tepat untuk datang ke tenaga kesehatan.
Berdasarkan hasil prasurvei yang dilakukan di BPS Martha Kota Gajah Lampung Tengah, didapatkan data jumlah ibu hamil yang memeriksa kehamilan dengan usia kehamilan 28-32 minggu sebanyak 23 orang, dan berdasarkan hasil wawancara kepada ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya, penulis berasumsi bahwa 23 ibu hamil dengan usia kehamilan 28-32 minggu belum mengerti tentang his palsu. Dari uraian tersebut,maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang pengetahuan ibu hamil tentang his palsu di BPS Martha Kota Gajah Lampung Tengah

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah Penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut : “Bagaimanakah Pengetahuan Ibu Hamil Mengenai His Palsu di BPS Martha Kota Gajah Lampung Tengah Tahun 2006?”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengetahuan ibu hamil tentang his palsu di BPS Martha Kota Gajah Lampung Tengah.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengetahuan ibu hamil tentang pengertian his palsu di BPS Martha Kota Gajah Lampung Tengah.
b. Untuk mengetahui pengetahuan ibu hamil tentang sifat-sifat his palsu di BPS Martha Kota Gajah Lampung Tengah
c. Untuk mengetahui pengetahuan ibu hamil tentang tanda-tanda his palsu di BPS Martha Kota Gajah Lampung Tengah

D. Ruang Lingkup
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang diteliti sebagai berikut:
1. Metode penelitian : Studi deskriptif
2. Subjek penelitian : Ibu hamil usia kehamilan 28-32 minggu.
3. Objek penelitian : Pengetahuan ibu hamil tentang his palsu.
4. Lokasi penelitian : Di BPS Martha Kota Gajah Lampung Tengah.
5. Waktu penelitian : 13 – 20 Mei 2006

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi ibu hamil Diharapkan dapat lebih aktif mencari informasi tentang segala hal yang berkaitan dengan kehamilannya baik dari tenaga kesehatan maupun dari media elektronik dan media masa.
2. Bagi Insitusi Pendidikan Bagi Insitusi Pendidikan Poltekes Tanjungkarang Prodi Kebidanan Metro sebagai bahan referensi tentang pengetahuan ibu hamil tentang his palsu dan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.
3. Bagi Peneliti Lain Diharapkan dapat menjadi bahan masukkan dan perbandingan untuk penelitian selanjutnya, Khususnya tentang his palsu serta dapat mengkaji lebih dalam hal yang belum terungkap dalam penelitian ini.

Pengetahuan ibu balita tentang status gizi pada balita di kelurahan

BAB I

PENDAHULUAN



A. LATAR BELAKANG

Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat dan kesehatan yang prima disamping penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Kekurangan gizi dapat merusak kualitas SDM.

Pada saat ini, sebagian besar atau 50% penduduk Indonesia dapat dikatakan tidak sakit akan tetapi juga tidak sehat, umumnya disebut kekurangan gizi. Kejadian kekurangan gizi sering terlupakan dari penglihatan atau pengawasan biasa, akan tetapi secara perlahan berdampak pada tinginya angka kematian ibu, angka kematian bayi, angka kematian balita, serta rendahnya harapan hidup (Depkes RI, 2004).

Angka kematian balita (AKABA) adalah jumlah kematian anak umur 0 - <>

Pengetahuan ibu bersalin tentang rawat gabung di ruang kebidanan rumah sakit umum

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Garis – Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999 – 2004 dan Program Pembangunan Nasional (Propenas) mengamanatkan bahwa pembangunan diarahkan pada meningkatnya mutu sumber daya manusia. Modal dasar pembentukan manusia berkualitas dimulai sejak bayi dalam kandungan disertai dengan pemberian air susu ibu sejak usia dini. “Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Indah Sukmaningsih melaporkan, berdasarkan penelitian WHO 1,5 juta bayi di dunia meninggal karena tidak diberi air susu ibu” (www. Glorianet, 2000).
Pentingnya rawat gabung untuk memudahkan pemberian ASI, karena pemberian ASI ekslusif memberi dampak positif, hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian di RSCM yaitu “angka mortalitas bayi pada rawat pisah 0,4%, sedangkan pada rawat gabung 0,05%. Angka morbiditas bayi pada rawat pisah 17,9% sedangkan pada rawat gabung 2,13%. Dan lama perawatan pada rawat pisah 4,7 + 2,6 hari sedangkan pada rawat gabung 2,5 + 1,5 hari”. (FKUI, 1992 : 8).
Rawat gabung merupakan metode perawatan yang merawat bayi baru lahir disamping ibunya, hingga ibu dan bayinya dirawat dalam satu kesatuan. Diharapkan tujuan yang diperoleh dengan cara rawat gabung ini ialah memberi kesempatan kepada ibu mendapat pengalaman cara merawat bayinya sedini mungkin. Menurut ISA (dalam FKUI : 1992, 28) tujuan lain yang diperoleh dari rawat gabung ialah meningkatkan penggunaan ASI dalam rangka meningkatkan pemberian ASI pada bayi “Dengan adanya rawat gabung diharapkan hubungan batin ibu dan bayi yang ditimbulkan oleh kontak kulit paling sensitif 12 jam pertama terjalin, makin dini dan makin lama kontak bayi dan ibu, makin banyaklah produksi air sus09u ibu “ (FKUI, 1992 : 1)
Konvensasi hak – hak anak tahun 1990 antara lain menegaskan bahwa tumbuh kembang secara optimal merupakan salah satu hak anak. Berarti ASI selain merupakan kebutuhan, juga merupakan hak azasi bayi yang harus dipenuhi oleh orang tuanya. “Hal ini telah dipopulerkan pada pekan ASI sedunia tahun 2000 bahwa memberikan ASI adalah merupakan hak azasi ibu, sedangkan mendapatkan ASI juga merupakan hak azasi bayi”. (www.BKKBN, 2000)
Air Susu Ibu (ASI) telah dibuktikan dan diakui sebagai makanan utama bagi bayi baru lahir yang mampu memenuhi kebutuhan zat gizi bagi pertumbuhan bayi hingga usia 4 – 6 bulan, dengan tehnik menyusui yang benar dan jangka waktu lamanya pemberian ASI. “Menurut WHO pemberian selain ASI akan mempunyai resiko 17 kali lebih besar mengalami diare, dan 3 sampai 4 kali lebih besar kemungkinan terkena infeksi Saluran Pernafasan dibandingkan bayi mendapat ASI” (Saifuddin, 2002 : 1).
Menurut WHO pemberian ASI ekslusif diberikan dengan batas usia 0 – 6 bulan (Depkes RI, 2003 : 3). Hal ini didukung dengan adanya Undang – Undang RI No. 25 tahun 2000 tentang tingkat pencapaian pemberian ASI Ekslusif ibu kepada bayinya harus mencapai 80% (Saifuddin, 2003 : 3). “Menurut SDKI 1997 di Indonesia menunjukkan sebanyak 8,3% bayi baru lahir mendapat air susu ibu dalam 1 jam setelah lahir dan 53% bayi mendapat air susu ibu pada hari pertama” (www.BKKBN, 2000). “Pada Propinsi Lampung pemberian ASI ekslusif pada bayi 0 – 4 bulan adalah 24,2 – 32% (Profil Kesehatan Lampung, 2003).
Dari data prasurvey yang diperoleh di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro, ibu yang melahirkan normal pada bulan Maret 2004 sebanyak 19 orang, yang semuanya dilakukan rawat gabung, 3 diantara 5 orang ibu yang bersalin tidak segera memberikan ASI dengan alasan ASI belum keluar, dan sebagian ibu belum mengerti manfaat kontak kulit sedini mungkin.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimanakah pengetahuan ibu bersalin tentang rawat gabung di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro ?

C. Ruang Lingkup
Dalam rangka penelitian ini ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Subjek Penelitian : Ibu bersalin yang dilakukan rawat gabung di
Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro.
3. Objek Penelitian : Pengetahuan ibu bersalin tentang Rawat Gabung.
4. Lokasi Penelitian : Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum Ahmad
Yani Metro.
5. Waktu Penelitian : Tanggal 4 Mei 2004 sampai dengan 30 Mei 2004

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran tentang pengetahuan ibu bersalin tentang rawat gabung di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu bersalin pada tingkat tahu tentang rawat gabung di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro.
b. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu bersalin pada tingkat memahami tentang rawat gabung di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro.
c. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu bersalin pada tingkat aplikasi tentang rawat gabung di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro.

E. Manfaat Penelitian
Pada penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Untuk Dilahan Praktek Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro.
Sebagai masukan bagi rumah sakit khususnya kepada kepala Rumah Sakit agar meningkatkan fungsi rawat gabung dalam upaya gerakan sayang ibu dan bayi sehingga pemberian ASI sedini mungkin dapat ditingkatkan.
2. Untuk Petugas Kesehatan
Informasi yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan peran petugas kesehatan dalam memberikan informasi tentang rawat gabung sehingga ibu bersalin dapat mengerti dan memahami serta menyadari pentingnya menyusui sedini mungkin dan pentingnya kontak kulit sedini mungkin.

Pengetahuan dan sikap siswa SMU tentang seksualitas pada remaja di SMU

BAB I

PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Masalah

Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Suatu tahap perkembangan sudah dimulai, namun yang pasti setiap laki-laki maupun perempuan akan mengalami suatu perubahan baik fisik, emosional maupun sosial. Secara psikis perubahan-perubahan yang terjadi pada remaja adalah munculnya dorongan-dorongan seks, perasaan yang terjadi pada remaja menimbulkan berbagai bentuk ekspresi hubungan seks (Pangkahila, 1998 : 5). Sudut pandang kesehatan masalah yang sangat mengkhawatirkan pada kelompok usia remaja adalah masalah yang berkaitan dengan seks bebas (unprotected sexuality), penyebaran penyakit menular seksual (PMS), kehamilan di luar nikah atau kehamilan yang tidak diinginkan dari kalangan remaja (adolocent unwanted pregnancy), dan aborsi yang tidak aman. (Laksmiwati, 1999 : 1)

Diperkirakan dewasa ini ada kira-kira 1,4 milyar penduduk berusia remaja di seluruh dunia. Total jumlah penduduk dunia + 6 milyar, sekitar 20% terdiri dari remaja yang berusia 10 – 19 tahun dan 30% terdiri dari remaja yang berusia 10-24 tahun. Di negara-negara berkembang, kematian ibu usia remaja (<>

Pengetahuan dan sikap siswa kelas 1 SMP tentang pubertas di SMP

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Data demografi menunjukkan bahwa remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut WHO (1995) sekitar seperlima dari penduduk dunia adalah remaja berumur 10-19 tahun. Sekitar 900 juta berada di negara sedang berkembang. Data demografi di Amerika Serikat (1990) menunjukkan jumlah remaja berumur 10-19 tahun sekitar 15% populasi. Di Asia Pasifik dimana penduduknya merupakan 60% dari penduduk dunia, seperlimanya adalah remaja umur 10-19 tahun. Di Indonesia menurut Biro Pusat Statistik (1999) kelompok umur 10-19 tahun adalah sekitar 22%, yang terdiri dari 50,9% remaja laki-laki dan 49,1% remaja perempuan (dikutip dari Nancy P, 2002) (Soetjiningsih, 2004 : 1).
Seringkali dalam pembahasan soal remaja digunakan istilah pubertas. Istilah pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis yang meliputi morfologi dan fisiologi yang terjadi dengan pesat dari masa anak-anak ke masa dewasa, terutama kapasitas reproduksi yaitu perubahan alat kelamin dari tahap anak ke dewasa.
Pertumbuhan yang terjadi pada masa pubertas sekitar 20% dari tinggi akhir, rata-rata keseluruhannya 23-28 cm pada remaja perempuan dan 26-28 cm pada remaja laki-laki. Rata-rata pacu tumbuh terjadi selama 24-36 bulan. Puncak kecepatan tinggi badan (PHV) pada remaja perempuan terjadi 18-24 bulan lebih cepat dari pada remaja laki-laki (Soetjiningsih, 2004 : 5).
Pubertas terlambat (delayed puberty) pada perempuan didefinisikan tidak membesarnya payudara sampai umur 13 tahun, tidak adanya menstruasi sampai umur 15 tahun. Pada laki-laki pubertas terlambat adalah bila panjang testis tidak mencapai 2,5 cm atau volume testis tidak mencapai 4 ml sampai umur 14 tahun. Secara statistik pubertas yang mengalami keterlambatan sebanyak 2,5 dari normal populasi remaja pada kedua kelamin (Soetjiningsih, 2004 : 67).
Keterlambatan pubertas pada remaja sangat mempengaruhi secara psikososial. Pengaruh tersebut antara lain: Gejala tekanan emosional seperti mudah marah dan depresi, gangguan psikomotor seperti sakit perut, menjauhi teman-teman sebayanya, penampilan bersekolah yang kurang, peningkatan absen sekolah penurunan aktivitas olah raga, perkataan dan pendidikan yang tidak adekuat, peningkatan ketergantungan.
Kurangnya pemahaman tentang perilaku seksual pada masa remaja amat merugikan bagi remaja sendiri termasuk keluarga, sebab pada masa ini remaja mengalami perkembangan yang penting yaitu kognitif, emosi, sosial dan seksual. Perkembangan ini akan berlangsung mulai sekitar 12 tahun sampai 20 tahun. Kurangnya pemahaman ini disebabkan oleh berbagai faktor antara lain: adat istiadat, budaya, agama dan kurangnya informasi dari sumber yang benar. Kurangnya pemahaman ini akan mengakibatkan berbagai dampak yang justru amat merugikan kelompok remaja dan keluarganya. Dilaporkan bahwa 80% laki-laki dan 70% perempuan melakukan hubungan seksual selama masa pubertas dan 20% dari mereka mempunyai empat atau lebih pasangan. Ada sekitar 53% perempuan berumur antara 15-19 tahun melakukan hubungan seksual pada masa remaja, sedangkan jumlah laki-laki yang melakukan hubungan seksual sebanyak dua kali lipat dari pada perempuan (Soetjiningsih, 2004 : 133).
Berdasarkan uraian diatas didapat bahwa tingkat pengetahuan mengenai perubahan pada masa pubertas sangat mempengaruhi sikap dan pola perilaku remaja. Oleh karena itu peneliti merasa perlu melakukan penelitian tentang hal tersebut. Hal ini penting karena dengan mengetahui sejauh mana perubahan yang sering terjadi dalam diri remaja maka remaja akan mengambil sikap yang benar dalam menghadapi hal tersebut. Peneliti ingin mengetahui tingkat pengetahuan remaja mengenai perubahan masa pubertas yang dialami oleh remaja itu sendiri.
SMP Padjajara¬¬n Bandar Lampung adalah salah satu sekolah di Bandar Lampung dari studi pendahuluan yang penulis lakukan di SMP tersebut diatas melalui wawancara langsung dengan siswa-siswi kelas 1 tanggal 22 Maret 2007 sebanyak 11 orang, diperoleh bahwa belum pernah ada penyuluhan atau informasi tentang pubertas remaja. Dengan banyaknya jumlah remaja yang sedang masa pubertas dan kompleksitas permasalahan yang akan dihadapi remaja, maka penulis perlu mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap para siswa-siswi SMP Padjajaran Bandar Lampung kelas 1 khususnya tentang pubertas.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan diatas, maka penulis merumuskan masalah yaitu “Bagaimanakah tingkat pengetahuan dan sikap siswa-siswi kelas 1 tentang pubertas?”.

C. Ruang Lingkup Penelitian
Penulis membatasi ruang lingkup yang diteliti sebagai berikut :
1. Sifat Penelitian : Studi Deskriptif
2. Subyek Penelitian : Siswa kelas 1 SMP
3. Objek Penelitian : Pengetahuan dan sikap siswa kelas 1 tentang
pubertas
4. Lokasi Penelitian : SMP Padjajaran Bandar Lampung
5. Waktu Penelitian : Mei - Juni 2007

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Memperoleh tingkat pengetahuan dan sikap siswa SMP kelas 1 tentang pubertas.
2. Tujuan Khusus
a. Memperoleh pengetahuan siswa / siswi tentang pubertas di SMP Padjajaran Bandar Lampung.
b. Memperoleh pengetahuan siswa / siswi tentang ciri-ciri pubertas.
c. Memperoleh pengetahuan siswa / siswi tentang perubahan fisik yang terjadi pada saat pubertas.
d. Memperoleh pengetahuan siswa /siswi tentang bahaya pada masa puber.
e. Memperoleh sikap siswa / siswa tentang pubertas di SMP Padjajaran Bandar Lampung.

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi :
1. Instansi Tempat Penelitian
Sebagai masukan informasi bagi pihak sekolah tentang keadaan remaja awal saat ini sehingga pihak sekolah dapat mencari solusi dalam membantu menyelesaikan masalah yang siswa kelas 1 hadapi dan dapat membantu dalam mempersiapkan masa pubertasnya.
2. Bagi Siswa-Siswi
Penulis berharap bahwa penelitian ini akan bermanfaat sebagai bahan masukan bagi siswa yang sudah memasuki masa pubertas. Dengan adanya penyuluhan tentang pubertas disekolah, mudah-mudahan mereka memahami dan mengetahui masalah-masalah yang berhubungan dengan pubertas, agar mereka tidak terjerumus kearah negatif.
3. Bagi Penelitian Selanjutnya
Sebagai bahan informasi untuk penelitian selanjutnya yang akan melakukan penelitian yang lebih mendalam tentang pubertas.

Pengetahuan dukun terlatih tentang tiga bersih dalam pertolongan persalinan di desa

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologis yang normal. Menurut Prawirohardjo (2002) “Persalinan dan kelahiran yang normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin”. Selama persalinan petugas kesehatan memberikan asuhan persalinan yang bertujuan untuk mencapai pertolongan persalinan yang bersih dan aman, dengan memperhatikan aspek sayang ibu dan bayi.
Pertolongan persalinan yang bersih dan aman ini berupa tindakan tiga bersih dalam persalinan. Tindakan tiga bersih dalam persalinan merupakan suatu tindakan dalam persalinan yang harus memenuhi kriteria bersih tempat melahirkan, bersih alat pemotong tali pusat dan bersih tangan penolong. Tindakan tiga bersih dalam persalinan sangat berperan penting dalam pertolongan persalinan sebagai upaya pencegahan infeksi, yang mana sangat berpengaruh dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir (Dep.Kes RI, 2004).
Tiga bersih ini harus diterapkan secara rutin pada saat menolong persalinan dan kelahiran yang bertujuan untuk melindungi ibu, bayi baru lahir, keluarga, penolong persalinan dan tenaga kesehatan lainnya dengan jalan menghindarkan transmisi penyakit yang disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur (Dep.Kes RI, 2004). Persalinan yang tidak menggunakan prinsip 3 bersih akan menimbulkan berbagai dampak. Dampak yang paling utama akan dialami oleh ibu dan bayi baru lahir yang berupa infeksi post partum dan infeksi tali pusat pada bayi baru lahir (Manuaba, 1998). Kemudian dampak lain yang akan dialami oleh penolong persalinan, keluarga dan staf kesehatan lainnya, yang kemungkinan akan mengalami resiko terinfeksi penyakit-penyakit menular (Dep.Kes RI, 2004).
Berdasarkan hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2003 angka kematian ibu dan bayi masih tinggi yaitu angka kematian ibu sebesar 307/100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi sebesar 35/1000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Indonesia, 2003).
Angka kesakitan dan kematian ibu serta bayi yang masih tinggi ini berkaitan dengan pertolongan persalinan oleh dukun yaitu sebanyak 80%, yang rata-rata masih didominasi di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Pertolongan persalinan oleh dukun ini tidak sedikit yang menimbulkan berbagai masalah. Hal ini disebabkan karena mereka bekerja tidak berdasarkan ilmiah, maka mereka tidak mengenal tindakan antiseptik dan tindakan yang patologis (Martaadisoebrata, 1982). Sehingga tindakan pencegahan infeksi dengan tiga bersih masih banyak tidak dilakukan oleh para dukun.
Profil Kesehatan Kabupaten Lampung Tengah (2005) sekitar 33,07% persalinan ditolong oleh dukun baik terlatih maupun tidak terlatih dan dari 33,07% persalinan oleh dukun ini sekitar 6,25% ibu yang mengalami infeksi post partum dan 20% bayi baru lahir terinfeksi tali pusatnya. Fakta lain terjadi terutama di daerah pedesaan yaitu yang dialami di desa Bumi Nabung sekitar 37,5% ibu mengalami infeksi post partum dan 18,7% bayi baru lahir mengalami infeksi tali pusat dari 32,6% ibu bersalin yang ditolong oleh dukun (Arsip Laporan Puskesmas Bumi Nabung Utara, tahun 2006).
Penyebab tidak dilakukan tiga bersih dalam persalinan oleh dukun dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor sosial budaya berupa pengetahuan dukun yang kurang (ketidaktahuan dukun tentang tiga bersih) ini disebabkan karena sifat dukun yang turun temurun, sehingga dukun kurang menghiraukan cara pertolongan persalinan, yang bersih dan aman, faktor kedua yaitu faktor pelayanan medik yang meliputi kurangnya kemudahan untuk pelayanan kesehatan maternal, asuhan medik yang kurang baik, dan kurangnya tenaga terlatih dan obat-obat penyelamat jiwa. Kedua faktor penyebab tersebut yang mengakibatkan upaya pencegahan infeksi sulit diterapkan, sehingga angka kematian dan kesakitan ibu dan bayi masih tinggi (Prawirohardjo, 2002).
Menurut hasil prasurvey di Desa Bumi Nabung Utara Kecamatan Bumi Nabung Lampung Tengah terdapat 4 dukun bayi yang masih aktif menolong persalinan dari 20 dukun bayi terlatih yang ada di 6 desa di wilayah kerja Puskesmas Bumi Nabung, kemudian di desa Bumi Nabung Utara tidak terdapat bidan, hanya ada Puskesmas pembantu dengan satu tenaga paramedis. Mengingat peran dukun bayi yang cukup besar di desa Bumi Nabung Utara Kecamatan Bumi Nabung Lampung Tengah, penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana pengetahuan dukun terlatih tentang tiga bersih dalam pertolongan persalinan di Desa Bumi Nabung Utara Kecamatan Bumi Nabung Lampung Tengah.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut : “Bagaimana pengetahuan dukun terlatih tentang tiga bersih dalam pertolongan persalinan di desa Bumi Nabung Utara Kecamatan Bumi Nabung Lampung Tengah “?

C. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian : deskriptif
2. Subjek Penelitian : dukun bayi yang sudah terlatih di desa Bumi Nabung
3. Objek Penelitian : pengetahuan dukun terlatih tentang tiga bersih dalam pertolongan persalinan
4. Lokasi Penelitian : desa Bumi Nabung Utara, Kecamatan Bumi Nabung Kabupaten Lampung Tengah
5. Waktu Penelitian : tanggal 7-14 Juni 2007

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengetahuan dukun terlatih tentang tiga bersih dalam pertolongan persalinan di desa Bumi Nabung Utara Kecamatan Bumi Nabung Lampung Tengah.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya pengetahuan dukun tentang bersih tempat dalam pertolongan persalinan.
b. Diketahuinya pengetahuan dukun tentang bersih alat dalam pertolongan persalinan
c. Diketahuinya pengetahuan dukun tentang bersih penolong dalam pertolongan persalinan.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Dukun
Agar dukun bayi mengetahui pentingnya tiga bersih dalam setiap pertolongan persalinan.
2. Bagi Puskesmas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar memperbaiki dan mengembangkan kualitas pelayanan pertolongan persalinan yang dilakukan oleh dukun.
3. Bagi Institusi
Sebagai sumber bacaan dan referensi bagi perpustakaan di instansi pendidikan.

Blog Archive