Wednesday, May 12, 2010

Tinjauan efek samping alat kontrasepsi pada akseptor KB PIL

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang jumlah penduduknya cukup padat. Kepadatan ini dapat dilihat dari jumlah kelahiran sekitar 5.000.000 (lima juta) jiwa pertahun (Manuaba, 1998). Oleh karena itu pemerintah terus berupaya untuk dapat menurunkan laju pertumbuhanpenduduk dan angka kelairan yang masih cukup tinggi. Salah satu upaya yang ditempuh yaitu dengan mencanangkan Program Keluarga Berencana. Program ini berkembang pesat sehingga mampu menurunkan laju pertumbuhan penduduk.
Secara umum tujuan KB adalah mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera yang menjadi dasar terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui kelahiran dan pertumbuhan penduduk Indonesia (Sarwono, 1992)
Salah satu usaha dalam program keluarga berencana adalah membatasi jumlah kelahiran dengan metode kontrasepsi. Sekarang ini tersedia metode kontrasepsi yang dapat diandalkan untukmemilih secara bebas dan relatif mudah seperti : Pil, Suntik, Inplant, IUD. Pada umumnya masyarakat lebih memilih alat kontrasepsi yang sifatnya praktis dan efektifitasnya tinggi seperti pil dan suntik (Hartanto, 2002). Kontrasepsi hormonal seperti pil sejak pertama kali digunakan pada tahun 1955, jumlah wanita yang meminum pil setiap waktu meningkat menjadi 65 juta, pil yang digunakan dewasa ini berbeda dari pil yang digunakan 20 tahun silam, pil sekarang berisi hormon estrogen dan progesteron lebih rendah dari pil yang dahulu dan jauh lebih aman (Jones, 1997). Setiap metode kontrasepsi tentu mempunyai efek samping seperti gangguan haid, perubahan berat badan, pusing/sakit kepala dan kenaikan tekanan darah, mual-mual dan muntah, keputihan (Hartanto, 2002).
Kejadian efek samping KB Pil :
a. Nasional 34,57 % dari 652.562 akseptor KB Pil ( www.Google.com,2004)
b. Propinsi 25,07 % dari 702 akseptor KB Pil ( BKKBN Kota, 2004. Rek. Kab. F/II/KB/00/BL)
c. Kodya 23,31 % dari 502 akseptor KB Pil ( BKKBN Kota, 2004. Rek. Kab. F/II/KB/00/BL)
d. Kecamatan 41,34 % dari 208 akseptor KB Pil ( BKKBN Kota, 2004. Rek. Kab. F/II/KB/00/BL)
Berdasarkan hasil pra survey di daerah Tulung Salak Kelurahan Langkapura Kemiling Bandar Lampung dengan jumlah PUS sebesar 392 dan jumlah akseptor KB secara keseluruhan 274 orang yang terdiri dari 120 akseptor KB suntik, akseptor KB Pil 100 orang, Akseptor KB IUD 20, akseptor KB Implant 25 orang, akseptor MOW 5 orang, dan akseptor MOP 4 orang.
Sedangkan kejadian efek samping KB Pil di desa Tulung Salak Langkapura adalah seperti dalam tabel berikut :
Tabel 1. Efek Samping KB Pil di Tulung Salak Kelurahan Langkapura pada Bulan Mei 2004.
No. Efek Samping Jumlah Prosentase (%)
1
2
3
4
5
6 Gangguan Haid
Sakit Kepala
Kenaikan Tensi Darah
Perubahan Berat Badan
Mual
Keputihan 5
6
4
9
10
5 5
6
4
9
10
5
Jumlah 49 100
Sumber : Puskesmas Pembantu Tulung Salak Kelurahan Langkapura 2004.
Dari uraian pada latar belakang di atas maka penulis ingin mengetahui lebih lanjut tentang “ Gambaran mengenai efek samping yang dialami oleh akseptor KB Pil di Tulung Salak Kelurahan Langkapura Kecamatan Kemiling Bandar Lampung.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian masalah pada latar belakang, penulis membuat rumusan masalah adalah “Bagaimanakah gambaran efek samping pada akseptor KB Pil di Tulung Salak Kelurahan Langkapura Kecamatan Kemiling Kota Bandar Lampung?”

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini meliputi :
1. Sifat Penelitian : Penelitian Deskriptif
2. Objek Penelitian : Efek samping KB Pil
3. Subjek Penelitian : Ibu-ibu akseptor KB Pil
4. Lokasi Penelitian : Tulung Salak Kelurahan Langkapura
5. Waktu Penelitian : Juni 2004.

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tentang efek samping yang terjadi pada ibu-ibu yang menggunakan alat kontrasepsi pil.
2. Tujuan Khusus
a. Diperolehnya gambaran tentang akseptor KB Pil yang mengalami gangguan haid.
b. Diperolehnya gambaran tentang akseptor KB Pil yang mengalami Sakit Kepala
c. Diperolehnya gambaran tentang akseptor KB Pil yang mengalami kenaikan tekanan darah
d. Diperolehnya gambaran tentang akseptor KB Pil yang mengalami perubahan Berat Badan.
e. Diperolehnya gambaran tentang akseptor KB Pil yang mengalami Mual
f. Diperolehnya gambaran tentang akseptor KB Pil yang mengalami Keputihan

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Puskesmas Kemiling
Agar dapat dimanfaatkan sebagai asuhan dalam pembinaan akseptor KB, mencegah timbulnya drop out.
2. Bagi Peneliti
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang efek samping KB Pil sehingga dapat sebagai bahan untuk menerapkan ilmu yang telah di dapat khususnya pada mata kuliah asuhan kebidanan KB dan Metode penelitian.
3. Instansi Pendidikan Kebidanan
Sebagai sumber bacaan dan referensi bagi perpustakaan di Institusi Pendidikan khususnya bagi para pembaca
4. Akseptor KB Pil
Dapat menambah wawasan pemahaman pada akseptor KB Pil dan mau menerima, serta mampu mengatasi bila terjadi efek samping pada dirinya.

Studi tentang motivasi mahasiswi memilih profesi bidan di program studi kebidanan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sampai saat ini bisa dikatakan bahwa bidanmerupakan salah satu profesi primadona, khususnya di bidang kesehatan. Hal ini dapat dilihat dimana profesi ini telah mendudukkan peran dan posisi seorang bidan menjadi terhormat di masyarakat karena tugas yang diembannya dalam upaya memberikan pelayanan pada ibu hamil, bersalin, ibu nifas dan juga bayi/anak (IBI. 2001).
Sebagai konsekwensi dari perkembangan tingkat kebutuhan masyarakat yang semakin bermutu terhadap pelayanan kebidanan. Perubahan-perubahan yang cepat di masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) serta persainan ketat di era globalisasi, diperlukan tenaga kesehatan khususnya bidan yang berkualitas, baik pengetahuan, sikap dan keterampilan profesionalisme (IBI., 2001).
Untuk memenuhi kebutuhan tenaga bidan profesional perkembangan pendidikan kebidanan sebaiknya dipandang secara kesinambungan, berjenjang dan berkelanjutan sesuai dengan prinsip belajar seumur hidup bagi bidan yang mengabdi di tengah-tengah masyarakat. Untuk itu jalur, pendidikan formal kebidanan telah dimulai dengan berdirinya pendidikan Diploma III Kebidanan baik milik pemerintah, swasta, Pemda, dari jalur informal juga dicantumkan melalui pelatihan-pelatihan (Depkes., RI., 1997).
Program Studi Kebidanan Metro adalah salah satu lembaga pendidikan milik departemen kesehatan yang menyelenggarakan Program Diploma III Kebidanan dijalur formal yang berada di Kota Metro yang mempunyai tugas utama menghasilkan tenaga-tenaga bidan profesional ditingkat ahli madya (Depkes., RI., 2004).
Dari data perkembangan pendidikan diketahui bahwa peminat untuk mengikuti pendidikan kebidanan setiap tahunnya cenderung meningkat, sedang daya tampung sangat terbatas. Hal ini tentu memberikan gambaran kepada kita bahwa ada peningkatan motivasi terhadap profesi bidan (Depkes. RI., 2004).
Motivasi adalah dorongan individu atau seseorang untuk berbuat/ mengerjakan sesuatu dengan tujuan memenuhi kebutuhannya (Mc. Mahon, 1982). Motivasi merupakan faktor pendorong manusia untuk bertingkah laku di dalam mencapai kebutuhan atau sesuatu yang dicita-citakan (Sunarto, 1995). Pendapat ini diperkuat oleh Rogers dan Erikson, yang menyatakan bahwa perilaku manusia disebabkan oleh dorongan-dorongan atau motivasi (Notoatmodjo, S. 1993).
Hasil prastudi yang dilakukan di Perpustakaan Pendidikan Kebidanan Metro belum pernah dilakukan penelitian mengenai motivasi mahasiswi kebidanan memilih profesi bidan di Program Studi kebidanan Metro.
Berdasarkan uraian latar belakang, maka penulis tertarik untuk mengetahui tentang motivasi mahasiswi kebidanan memilih profesi di Program Studi kebidanan Metro.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut : “Bagaimana gambaran motivasi mahasiswi memilih profesi bidan di Program Studi Kebidanan Metro”.

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang motivasi mahasiswi memilih profesi di Program Studi Kebidanan Metro.

D. Ruang Lingkup Penelitian
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Subjek Penelitian : Mahasiswi Tingkat I Program Studi Kebidanan Metro Tahun AJAran 2003/2004.
3. Objek Penelitian : Motivasi Mahasiswi Memilih Profesi Bidan
4. Lokasi Penelitian : Program Studi Kebidanan Metro
5. Waktu Penelitian : 12 Mei sampai dengan 10 Juni 2004.

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :
1. Bagi Institusi Pendidikan Program Studi Kebidanan Metro
Penelitian ini diharapkan tidak hanya untuk bahan bacaan tentang motivasi mahasiswi memilih profesi di Pendidikan Kebidanan Metro, sehingga dapat dijadikan acuan dalam pengambilan kebijakan khususnya dalam penerimaan mahasiswa baru pada tahun ajaran yang akan datang. Dan memberikan masukan kepada dosen khususnya kepada pembimbing akademik.
2. Bagi peneliti
Peneliti ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan penulis dalam penulisan karya ilmiah sebagai penerapan ilmu yang didapat dengan proses pembelajaran secara nyata membuat suatu karya tulis ilmiah.
3. Bagi peneliti lain
Penelitian ini dapat membuka wawasan pada mahasiswi lain yang akan meneliti mengenai motivasi mahasiswi menjadi bidan profesional dengan variabel-variabel penelitian yang lebih kompleks.

Tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan KIA oleh bidan di puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Program menjaga mutu adalah suatu proses yang dilaksanakan secara berkesinambungan, sistematis, objektif dan terpadu dalam menetapkan masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan kesehatan berdasarkan standar yang telah ditetapkan, menetapkan dan melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, serta menilai hasil yang dicapai guna menyusun saran tindak lanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan kesehatan (Syaifuddin, 2002).
Banyak hal yang perlu diperhatikan untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Salah satu diantaranya yang dipandang mempunyai peranan yang cukup penting ialah menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Adapun yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat (Syaifuddin, 2002).
Syarat pelayanan kesehatan yang baik setidak-tidaknya dapat dibedakan atas 13 macam, yakni tersedia (availabel), menyeluruh (comprehensive), terpadu (integrated), berkesinambungan (continue), adil dan merata (equity), mandiri (sustainable), wajar (aapropriate), dapat diterima (acceptable), dapat dipahami (accessible), dapat dijangkau (affordable), efektif (effective), efisien (efficient), serta bermutu (quality) (Syaifuddin, 2002).
Ketiga belas syarat pelayanan kesehatan ini sama pentingnya. Namun pada akhir ini, dengan makin majunya ilmu dan teknologi kedokteran disatu pihak serta makin baiknya tingkat pendidikan serta keadaan sosial ekonomi penduduk dipihak lain, tampak syarat mutu makin bertambah penting. Mudah dipahami karena apabila pelayanan kesehatan yang bermutu dapat diselenggarakan, bukan saja akan dapat menghindari terjadinya pelbagai efek samping (side effect) karena penggunaan pelbagai kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran, tetapi sekaligus juga akan dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan kesehatan masyarakat (heallth needs and demands) yang semakin meningkat (Syaifuddin, 2002).
Untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh (comprehensive heallth care services) kepada seluruh masyarakat di wilayah kerjanya, Puskesmas menjalankan beberapa usaha pokok (gasic health care services) yang meliputi beberapa program, salah satunya yaitu Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) (Muninjaya, 1999).
Peningkatan kualitas Kesehatan Ibu dan Anak sangat berkaitan dengan pelayanan kebidanan. Pada pertemuan pengelola Safe Motherhood dari negara-negara di wilayah SEARO / Asia Tenggara pada tahun 1995, disepakati bahwa kualitas pelayanan kebidanan yang diberikan kepada setiap ibu yang memerlukannya perlu diupayakan agar memenuhi standar tertentu agar aman dan efektif. Sebagai tindak lanjutnya, WHO SEARO mengembangkan standar pelayanan kebidanan (DepKes RI, 2002).
Suatu standar akan efektif bila dapat diobservasi dan diukur, relistik, mudah dilakukan dan dibutuhkan. Standar penting untuk pelaksanaan, pemeliharaan dan penilaian kualitas pelayanan. Hal ini menunjukkan bahwa standar pelayanan perlu dimiliki oleh setiap pelaksana pelayanan. Standar pelayanan kebidanan dapat pula digunakan untuk menentukan kompetensi yang diperlukan bidan dalam menjalani praktek sehari-hari (DepKes RI, 2002).
Untuk itu tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan obstetri dan neonatal khususnya bidan, harus mampu dan terampil memberikan pelayanan sesuai dengan standar yang ditetapkan. Peningkatkan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak yang diberikan oleh bidan di Puskesmas diharapkan akan dapat mengatasi kecenderungan peningkatan angka kesakitan. kepusaan pasien yang rendah akan berdampak terhadap jumlah kunjungan yang akan mempengaruhi provibilitas rumah sakit, sedangkan sikap karyawan terhadap pasien yang akan berdampak terhadap kepuasan pasien dimana kebutuhan pasien dari waktu ke waktu akan meningkat, begitu pula tuntutannya akan mutu pelayanan yang diberikan.
Standar pelayanan menentukan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat dan sangat berpengaruh terhadap tingkat kepuasan pasien. Kepuasan pasien merupakan elemen penting dalam kualitas pelayanan kesehatan masyarakat. Kepuasan merupakan sesuatu yang subjektif dan sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Interaksi faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi kepuasan seseorang terhadap pelayanan yang diterimanya.
Didalam undang-undang pokok kesehatan tanggal 15-10-1960 BAB 1 Pasal 1 telah dinyatakan bahwa ”Tiap warga negara berhak memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dan perlu diikut sertakan dalam usaha-usaha kesehatan pemerintah” (Yasmin, 1994).
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, para ibu dan keluarganya serta masyarakat lainnya, disamping sebagi obyek, juga harus diikutsertakan dalam usaha-usaha BKIA yang bersangkutan. Dimana hal tersebut merupakan azas integrasi dari pelayanan dalam usaha KIA, sehingga secara optimal usaha-usaha BKIA yang bersangkutan akan dapat mencapai tujuan seperti yang diharapkan dalam kegiatan BKIA tersebut (Yasmin, 1994).
Di dalam Pasal 9 No. 2, juga telah dinyatakan bahwa, tujuan pokok Undang-Undang yang dimaksud adalah sebagai berikut :
”Meningkatkan derajat kesehatan ibu, bayi dan anak sampai usia 5 tahun, menjaga dan mencegah jangan sampai ketiga subjek ini tergolong dalam ”Vulnerable Group” atau Golongan Terancam bahaya (Yasmin, 1994).
Dari hasil wawancara pada saat pra survey bulan Maret 2007 yang peneliti lakukan dengan salah satu pasien setelah mendapat pelayanan KIA di Puskesmas Punggur, peneliti dapat menyimpulkan bahwa pasien tersebut merasa kurang puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh bidan di Puskesmas Punggur dan selain itu peneliti juga memperoleh data jumlah pasien yang mendapat pelayanan di ruang KIA Puskesmas Punggur adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Kunjungan Pasien di Ruang KIA Puskesmas Punggur
Bulan / Tahun Bayi / Balita Ibu Hamil
Januari 2007 171 70
Februari 175 51
Dari uraian di atas, untuk mengetahui bagaimanakah tingkat kepuasan berlangsung dalam melaksanakan suatu standar mutu pelayanan kesehatan pasien di ruang KIA, maka peneliti melakukan penelitian dengan mengambil judul ”Tingkat Kepuasan Pasien terhadap Pelayanan KIA oleh Bidan di Puskesmas Punggur Kabupaten Lampung Tengah”. Selain itu belum pernah diadakan penelitian serupa di Puskesmas tersebut.

B. Perumusan Masalah
Dari uraian di atas, maka penulis ingin mengetahui bagaimanakah tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan KIA yang terdiri dari pemeriksaan ibu hamil, KB, ibu nifas atau ibu menyusui, oleh Bidan di Puskesmas Punggur ?

C. Ruang Lingkup Penelitian
Di dalam penulisan ini penulis akan membatasi ruang lingkup penelitian agar tidak menyimpang jauh dari kontek data dan memberi kejelasan arah sesuai dengan tujuan penelitian sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Subyek Penelitian : Pasien yang memanfaatkan / mendapatkan pelayanan di ruang KIA
3. Objek Penelitian : Tingkat Kepuasan Pasien
4. Lokasi Penelitian : Di ruang KIA Puskesmas Punggur Lampung Tengah
5. Waktu Penelitian : Setelah proposal disetujui

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan KIA oleh Bidan di Puskesmas Punggur Lampung Tengah.
2. Tujuan Khusus
Penelitian ini untuk mengetahui :
a. Tingkat kepuasan ibu hamil terhadap pemeriksaan ibu hamil yang diberikan oleh Bidan di Puskesmas Punggur.
b. Tingkat kepuasan ibu yang mendapat pelayanan KB oleh Bidan di Puskesmas Punggur.
c. Tingkat kepuasan ibu nifas atau ibu menyusui yang memeriksakan diri, terhadap pelayanan yang diberikan oleh oleh Bidan di Puskesmas Punggur

E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi Peneliti
Penelitian ini sangat berguna untuk menambah wawasan dan pengalaman dalam penelitian serta bahan untuk penerapan ilmu yang sudah didapat selama kuliah. Khususnya mata kuliah ilmu kesehatan masyarakat dan metodologi penelitian.
2. Manfaat Bagi Tenaga Kesehatan Puskesmas Punggur
Sebagai upaya peningkatan kualitas pelayanan di Puskesmas, khususnya pada Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
3. Manfaat Bagi Prodi Kebidanan Metro
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan input bagi Politeknik Kesehatan Tanjung Karang Program Studi Kebidanan Metro, khususnya untuk memperluas cakrawal dibidang pelayanan Kesehatan Ibu Anak (KIA) dan dapat dijadikan sebagai acuan bagi peneliti selanjutnya
4. Manfaat Bagi Ilmu dan Teknologi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kemajuan ilmu dan teknologi serta dapat dijadikan referensi bagi penelitian selanjutnya.

Sikap ibu hamil terhadap pelayanan antenatal di puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Untuk memelihara kesehatan ibu hamil perlu dilakukan pemeriksaan antenatal yang teratur. Pemeriksaan antenatal merupakan pemeriksaan kehamilan yang dilakukan untuk memeriksa keadaan ibu dan janin secara berkala, yang diikuti dengan upaya koreksi terhadap penyimpangan yang ditemukan. Tujuannya yaitu untuk menjaga agar ibu hamil dapat melalui masa kehamilan, persalinan dan nifas dengan baik dan selamat serta menghasilkan bayi yang sehat. Selain itu juga untuk mempersiapkan fisik dan mental ibu sehingga keadaan post partum sehat dan normal, tidak hanya fisik akan tetapi juga mental.
Untuk melakukan pemeliharaan dan pengawasan wanita hamil secara baik maka diperlukan suatu pelayanan antenatal yang berkualitas atau sesuai dengan standar pelayanan kebidanan. Pelayanan antenatalcare (ANC) adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil sesuai dengan pedoman pelayanan antenatal yang ditentukan. (Depkes RI, 1992 : 1).
Suatu pelayanan yang berkualitas dapat dilihat diantaranya dari cakupan akses pelayanan antenatal kunjungan pertama (K1) dan cakupan pelayanan antenatal kunjungan keempat (K4) selain itu juga dapat dilihat dari bagaimana pelayanannya, sarana yang digunakan, petugas kesehatan yang memberikan pelayanan antenatal.
Menurut pedoman pelayanan antenatal di katakan bahwa pelayanan antenatal yang baik adalah bila target yang ditentukan di tingkat Nasional dapat dicapai yaitu : cakupan K1 minimal 80% cakupan K4 minimal 70 % yang diharapkan dapat mendukung pencapaian cakupan pertolongan persaliann oleh tenaga kesehatan sebesar 50 %. Target cakupan Pelayanan kebidanan dasar untuk KI 100%, untuk K4 90% dan untuk persalinan tenaga kesehatan 80% (Laporan evaluasi program seksi kesehatan keluarga Lampung Timur, 2003).
Dari hasil Pra survey ditemukan bahwa pelayanan antenatal di Puskesmas Braja Harjosari telah dilaksanakan dengan baik, hal ini dapat dilihat dari hasil evaluasi tahunan (2003) yaitu cakupan pelayanan (K1) sebanyak : 99,4%, cakupan pelayanan (K4) sebanyak : 95,3%, persalinan oleh tenaga kesehatan sebanyak 95,6 %. Jika dilihat dari target yang ditentukan, maka pelayanan antenatal di Puskesmas Braja Harjosari sudah mencapai target, berarti pelayanan yang ditentukan sudah baik. Namun dari hasil wawancara dengan ibu hamil pada Pra survey bulan Desember 2003 dari 120 ibu hamil ada 30 yang mengeluh kurang puas dengan pelayanan antenatal yang diberikan. Ada yang mengeluh pada saat memeriksa kehamilan menunggu lama, ada bebarapa ibu hamil yang tidak mengetahui hasil dari pemeriksaan kehamilannya, yang dilakukan oleh petugas kesehatan yang memberikan pelayanan.
Kepuasan pemakai pelayanan ini dapat dilihat dari pelayanannya, sarana yang digunakan dan petugas yang memberikan pelayanan. Atas dasar itulah penulis mengangkat masalah tentang : “Sikap Ibu Hamil terhadap Pelayanan Antenatal di Puskesmas Braja Harjosari tahun 2004”.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana sikap ibu hamil terhadap pelayanan antenatal di Puskesmas Braja Harjosari?

C. Ruang Lingkup Penelitian
1. Subyek penelitian : Ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya pada bulan Mei 2004
2. Obyek penelitian : Sikap ibu hamil terhadap pelayanan antenatal, sarana pelayanan antenatal dan petugas yang memberikan pelayanan antenatal
3. Lokasi Penelitian : Puskesmas Braja Harjosari Kecamatan Braja Selebah Lampung Timur.
4. Waktu Penelitian : 18 – 21 Mei 2004

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui sikap ibu hamil terhadap Pelayanan antenatal di Puskesmas Braja Harjosari.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahui sikap ibu hamil terhadap Pelayanan antenatal di Puskesmas Braja Harjosari.
b. Diketahui sikap ibu hamil terhadap sarana pelayanan antenatal di Puskesmas Braja Harjosari.
c. Diketahui sikap ibu hamil terhadap petugas kesehatan yang memberikan Pelayanan antenatal di Puskesmas Braja Harjosari.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Ibu Hamil
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan ibu hamil tentang pemeriksaan kehamilan (antenatal).
2. Bagi Instansi Puskesmas
Sebagai bahan pembinaan bagi staf puskesmas dan peningkatan mutu pelayanan serta manfaat sarana yang ada untuk mempertahankan pelayanan yang sudah baik.
3. Bagi Peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian-penelitian ditempat lain yang berkaitan dengan penelitian antenatal.
4. Bagi Peneliti
Menambah dan memperluas wawasan serta meningkatkan Pengetahuan Penelitian khususnya tentang pelayanan antenatal.

Perilaku remaja putri dalam menangani keputihan di sekolah menengah umum negeri

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehidupan seorang wanita terdapat beberapa keluhan penyakit, salah satu keluhan yang amat mengganggu itu adalah keputihan. Wanita yang menderita keputihan acapkali mempunyai masalah dengan reaksi kejiwaannya yang bermanifestasi sebagai rasa kecemasan yang berlebihan, tumbuhnya rasa takut atau khawatir. Sehingga wanita berusaha untuk menarik diri dari pergaulan dan lebih mengkhawatirkan dirinya sendiri (Sianturi, 1996).
Keputihan merupakan hal yang fisiologis. Jika terjadi pada masa dan menjelang dan sesudah menstruasi (Manuaba, 1999). Akan tetapi, jika keputihan tidak ditangani baik, dapat mengakibatkan infeksi kelamin wanita (Manuaba, 1999). Sedangkan menurut Octaviyanti (2006) keputihan dapat timbul sebagai gejala kanker leher rahim.
Jumlah wanita di dunia yang pernah mengalami keputihan sekitar 75% (Zubier, 2002), sedangkan wanita Eropa yang mengalami keputihan sebesar 25%, dan untuk wanita Indonesia yang mengalami keputihan berjumlah 75% (Octaviyanti, 2006). Sedangkan untuk kenker leher rahim berjumlah penderita di negara maju seperti Amerika Serikat, mencapai sekitar 12.000 per tahun dan untuk penderita kanker leher rahim di Indonesia di perkirakan 90-100 per 100.000 penduduk (Nasdaldy, 2006). Kasus kanker leher rahim 90% di tandai dengan keputihan (Octaviyanti, 2006).
Data di atas menunjukkan kejadian keputihan pada wanita cukup tinggi, akan tetapi karena wanita sering beranggapan keputihan sebagai salah satu gejala premenstrual syndrom, sedikit sekali wanita yang berusaha untuk mengobati keputihan adalah gangguan kesehatan yang perlu segera di obati dan di cari penyebabnya (Indarti, 2004).
Peyebab keputihan bermacam-macam. Keputihan dapat disebabkan oleh adanya infeksi bakteri, seperti gonococus, chlamydia, trichomatis, gardenella, treponena pallidum, adanya infeksi jamur seperti candida dan adanya infeksi parasit seperti trichomonas vaginalis, serta adanya infeksi virus seperti candyloma ta acuminata dan herpes. Keputihan juga dapat terjadi karena menderita sakit dalam waktu lama, kurang terjaganya kebersihan diri sehingga timbulnya jamur atau parasit dan kanker karena adanya benda-benda asing yang di masukkan secara sengaja atau tidak ke dalam vagina misalnya tampon, obat atau alat kontrasepsi (Rozanah, 2003).
Berdasarkan studi pendahuluan yang penulis lakukan pada tanggal 17 Maret 2007 di Sekolah Menengah Umum Negeri 1 (SMUN 1) Seputih Raman dengan cara menyebarkan kuesioner pada remaja putri kelas II SMU N 1 Seputih Raman sebanyak 60 orang siswi di temukan 60 orang (100%) yang mengalami keputihan dan dari 60 orang ada 3 orang (5%) yang mengalami keputihan dengan ciri-ciri keluar cairan dengan jumlah banyak, kental, dan gatal di sekitar vagina, dan keputihan keluar bukan pada saat menjelang dan sesudah menstruasi. Selain itu belum adanya penyuluhan kesehatan reproduksi dan penelitian mengenai penatalaksanaan keputihan di SMU N 1 Sequtih Raman mendorong penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah Penatalaksanaan keputihan pada remaja putri di SMU N 1 Seputih Raman”

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Jenis penelitian : Deskriptif
2. Subjek penelitian : Remaja Putri kelas II di SMU N 1 Seputih Raman Kecamatan Seputih Raman Kabupaten Lampung Tengah.
3. Objek penelitian : Prilaku remaja putri kelas II dalam menangani keputihan.
4. Tempat penelitian : SMU N 1 Seputih Raman
5. Waktu penelitian : Mei-Juni 2007

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum penelitian ini adalah :
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui perilaku remaja putri kelas II SMUN 1 Seputih Raman Lampung Tengah tahun 2007.
2. Tujuan Khusus penelitian ini adalah :
a. Mengetahui penanganan keputihan pada penggunaan pakaian dalam.
b. Mengetahui penanganan keputihan pada kebersihan vagina
c. Mengetahui penanganan keputihan pada pemakaian antiseptik vagina.
d. Mengetahui penanganan keputihan pada penggunaan toilet umum
e. Mengetahui penanganan keputihan pada pola nutrisi.

E. Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1. Penelit Selanjutnya
Untuk melakukan penelitian lebih lanjut yang belum ada pada penelitian ini SMU N 1 Seputih Raman
Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi masukan untuk memperluas wawasan bagi pcngelola pendidikan dan dapat menjadi bahan masukan dalam memberikan bimbingan konseling pada remaja putri .
2. Siswa kelas II SMUN 1 Seputih Raman
Di harapkan dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan keputihan dan bagaimana penatalaksanaan keputihan tersebut.
3. Prodi Kebdinan Metro
Di harapkan dapat menambah hahan bacaan perpustakaan dan untuk memperluas wawasan Mahasiswa Prodi Kebidanan Metro.

Perilaku remaja putri dalam menangani keputihan di sekolah menengah umum negeri

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehidupan seorang wanita terdapat beberapa keluhan penyakit, salah satu keluhan yang amat mengganggu itu adalah keputihan. Wanita yang menderita keputihan acapkali mempunyai masalah dengan reaksi kejiwaannya yang bermanifestasi sebagai rasa kecemasan yang berlebihan, tumbuhnya rasa takut atau khawatir. Sehingga wanita berusaha untuk menarik diri dari pergaulan dan lebih mengkhawatirkan dirinya sendiri (Sianturi, 1996).
Keputihan merupakan hal yang fisiologis. Jika terjadi pada masa dan menjelang dan sesudah menstruasi (Manuaba, 1999). Akan tetapi, jika keputihan tidak ditangani baik, dapat mengakibatkan infeksi kelamin wanita (Manuaba, 1999). Sedangkan menurut Octaviyanti (2006) keputihan dapat timbul sebagai gejala kanker leher rahim.
Jumlah wanita di dunia yang pernah mengalami keputihan sekitar 75% (Zubier, 2002), sedangkan wanita Eropa yang mengalami keputihan sebesar 25%, dan untuk wanita Indonesia yang mengalami keputihan berjumlah 75% (Octaviyanti, 2006). Sedangkan untuk kenker leher rahim berjumlah penderita di negara maju seperti Amerika Serikat, mencapai sekitar 12.000 per tahun dan untuk penderita kanker leher rahim di Indonesia di perkirakan 90-100 per 100.000 penduduk (Nasdaldy, 2006). Kasus kanker leher rahim 90% di tandai dengan keputihan (Octaviyanti, 2006).
Data di atas menunjukkan kejadian keputihan pada wanita cukup tinggi, akan tetapi karena wanita sering beranggapan keputihan sebagai salah satu gejala premenstrual syndrom, sedikit sekali wanita yang berusaha untuk mengobati keputihan adalah gangguan kesehatan yang perlu segera di obati dan di cari penyebabnya (Indarti, 2004).
Peyebab keputihan bermacam-macam. Keputihan dapat disebabkan oleh adanya infeksi bakteri, seperti gonococus, chlamydia, trichomatis, gardenella, treponena pallidum, adanya infeksi jamur seperti candida dan adanya infeksi parasit seperti trichomonas vaginalis, serta adanya infeksi virus seperti candyloma ta acuminata dan herpes. Keputihan juga dapat terjadi karena menderita sakit dalam waktu lama, kurang terjaganya kebersihan diri sehingga timbulnya jamur atau parasit dan kanker karena adanya benda-benda asing yang di masukkan secara sengaja atau tidak ke dalam vagina misalnya tampon, obat atau alat kontrasepsi (Rozanah, 2003).
Berdasarkan studi pendahuluan yang penulis lakukan pada tanggal 17 Maret 2007 di Sekolah Menengah Umum Negeri 1 (SMUN 1) Seputih Raman dengan cara menyebarkan kuesioner pada remaja putri kelas II SMU N 1 Seputih Raman sebanyak 60 orang siswi di temukan 60 orang (100%) yang mengalami keputihan dan dari 60 orang ada 3 orang (5%) yang mengalami keputihan dengan ciri-ciri keluar cairan dengan jumlah banyak, kental, dan gatal di sekitar vagina, dan keputihan keluar bukan pada saat menjelang dan sesudah menstruasi. Selain itu belum adanya penyuluhan kesehatan reproduksi dan penelitian mengenai penatalaksanaan keputihan di SMU N 1 Sequtih Raman mendorong penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah Penatalaksanaan keputihan pada remaja putri di SMU N 1 Seputih Raman”

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Jenis penelitian : Deskriptif
2. Subjek penelitian : Remaja Putri kelas II di SMU N 1 Seputih Raman Kecamatan Seputih Raman Kabupaten Lampung Tengah.
3. Objek penelitian : Prilaku remaja putri kelas II dalam menangani keputihan.
4. Tempat penelitian : SMU N 1 Seputih Raman
5. Waktu penelitian : Mei-Juni 2007

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum penelitian ini adalah :
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui perilaku remaja putri kelas II SMUN 1 Seputih Raman Lampung Tengah tahun 2007.
2. Tujuan Khusus penelitian ini adalah :
a. Mengetahui penanganan keputihan pada penggunaan pakaian dalam.
b. Mengetahui penanganan keputihan pada kebersihan vagina
c. Mengetahui penanganan keputihan pada pemakaian antiseptik vagina.
d. Mengetahui penanganan keputihan pada penggunaan toilet umum
e. Mengetahui penanganan keputihan pada pola nutrisi.

E. Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1. Penelit Selanjutnya
Untuk melakukan penelitian lebih lanjut yang belum ada pada penelitian ini SMU N 1 Seputih Raman
Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi masukan untuk memperluas wawasan bagi pcngelola pendidikan dan dapat menjadi bahan masukan dalam memberikan bimbingan konseling pada remaja putri .
2. Siswa kelas II SMUN 1 Seputih Raman
Di harapkan dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan keputihan dan bagaimana penatalaksanaan keputihan tersebut.
3. Prodi Kebdinan Metro
Di harapkan dapat menambah hahan bacaan perpustakaan dan untuk memperluas wawasan Mahasiswa Prodi Kebidanan Metro.

Pengetahuan wanita pramenopause tentang gejala-gejala fisik menopause di kelurahan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Salah satu tolak ukur kemajuan suatu bangsa seringkali dilihat dari angka harapan hidup penduduknya. Menurut data hasil Sensus Penduduk Indonesia tahun 2000 oleh Badan Pusat Statistik, jumlah perempuan sebanyak 102,8 juta jiwa. Usia harapan hidup untuk perempuan rata-rata 66 tahun dan laki-laki 62 tahun (Hendita, 2002).
Kesehatan reproduksi merupakan suatu keadaan sejahtera fisik, mental, sosial yang utuh bukan hanya bebas dari penyakit/kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan reproduksi fungsi serta prosesnya (WHO, 1992). Kesehatan reproduksi bukan hanya membahas masalah kehamilan atau kemandulan tetapi mencakup seluruh siklus kehidupan perempuan yang salah satunya adalah menopause.
Menopause merupakan transisi fisik alamiah yang dialami oleh setiap wanita saat dia bertambah umur. Sering diterjemahkan secara bebas sebagai berhentinya menstruasi terakhir dalam hidup seorang wanita. Beberapa wanita mengalami menopause sebagai transisi yang mulus dengan sedikit ketidaknyamanan fisik, dimana beberapa wanita yang lain mengalami banyak gejala-gejala yang tidak nyaman seperti rasa panas, keringat tengah malam, perdarahan berat tidak teratur, pengeroposan tulang dan pengeringan vagina (Satumed.com, 2004).
Sebanyak 80 % wanita mengalami menopause dengan reaksi negatif. Wanita mengalami gejala yang lebih buruk lagi bila mereka tengah berada dibawah stress emosi yang sangat kuat atau mempunyai kebiasaan makan tertentu yang melibatkan kafein dalam jumlah besar, gula atau konsumsi alkohol, kira-kira 40% wanita tersebut gejalanya menjadi sangat besar sehingga mereka mencari pertolongan medis (Satumed.com, 2004).
Terganggunya atau sampai hilangnya proses haid merupakan masalah normal yang sadar atau tidak sadar akan dilalui oleh wanita dalam kehidupannya. Memasuki usia dekade 40-an dianggap bagi wanita sebagai akhir dari segalanya karena menjadi tua seringkali amat traumatis bagi kebanyakan wanita. Mereka merasa rendah diri karena merasa tidak cantik lagi dan rasa takut kehilangan suami. Beberapa wanita merasa takut akan datangnya menopause karena akan membuat mereka merasa tidak menarik, kesepian, tak berguna dan tak berdaya. Mereka juga berduka karena tidak subur dan muda lagi (Rachman, 2000).
Karena menopause merupakan masalah normal sedangkan penerimaannya berbeda-beda maka alangkah baiknya apabila gejala-gejala menopause diketahui secara jelas oleh setiap wanita sebelum mereka memasuki masa menopause. Dengan memahami gejala-gejala tersebut diharapkan wanita tersebut dapat mengerti apa yang sedang terjadi didalam diri mereka (Kuntjoro, 2002).
Berdasarkan studi pendahuluan di Kelurahan Iring Mulyo Kecamatan Metro Timur Kota Madya Metro terdapat jumlah wanita berdasarkan golongan umur 46 – 50 tahun yaitu 317 orang. Dari hasil wawancara yang penulis lakukan pada wanita pra-menopause tersebut ternyata masih ada sebagian wanita pra-menopause (12 orang) yang belum mengerti tentang gejala-gejala fisik menopause.
Oleh sebab itu penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengetahuan wanita pra-menopause tentang gejala-gejala fisik menopause di Kelurahan Iring Mulyo Kecamatan Metro Timur Kota Madya Metro.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut :
“Bagaimanakah pengetahuan wanita pra-menopause tentang gejala-gejala fisik menopause di Kelurahan Iring Mulyo Kecamatan Metro Timur Kota Madya Metro”.

C. Ruang Lingkup
Dalam penelitian ini penulis memberi ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Penelitian Deskriptif
2. Objek Penelitian
Pengetahuan wanita pra-menopause tentang gejala-gejala fisik menopause.
3. Subjek Penelitian
Seluruh wanita pra-menopause di Kelurahan Iring Mulyo Kecamatan Metro Timur Kota Madya Metro.
4. Lokasi Penelitian
Kelurahan Iring Mulyo Kecamatan Metro Timur Kota Madya Metro.
5. Waktu Penelitian
Setelah ujian proposal bulan Mei 2004

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum penelitian ini adalah diketahuinya gambaran pengetahuan wanita pra-menopause tentang gejala-gejala fisik menopause.
2. Tujuan khusus penelitian ini yaitu :
a. Diketahuinya pengetahuan wanita pra-menopause tentang ketidakteraturan siklus haid
b. Diketahuinya pengetahuan wanita pra-menopause tentang rasa panas (hot flash)
c. Diketahuinya pengetahuan wanita pra-menopause tentang kekeringan liang senggama (vagina)
d. Diketahuinya pengetahuan wanita pra-menopause tentang perubahan kulit
e. Diketahuinya pengetahuan wanita pra-menopause tentang pengeroposan tulang (osteoporosis)
f. Diketahuinya pengetahuan wanita pra-menopause tentang sembelit (obstipasi)
g. Diketahuinya pengetahuan wanita pra-menopause tentang perubahan saluran kencing
h. Diketahuinya pengetahuan wanita pra-menopause tentang perubahan payudara

E. Manfaat Penelitian
1. Untuk Wanita Pra-Menopause
Informasi yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman secara benar tentang gejala-gejala fisik menopause, sehingga membantu ibu mempersiapkan diri dalam memasuki masa menopause.
2. Untuk Petugas Kelurahan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan penyuluhan kepada wanita pra-menopause tentang gejala-gejala fisik menopause.
3. Untuk Institusi
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan kajian terhadap teori yang telah diperoleh mahasiswi selama mengikuti kegiatan belajar mengajar di Politeknik Kesehatan Tanjung Karang Program Studi Kebidanan Metro sekaligus sebagai bahan bacaan di perpustakaan institusi pendidikan
4. Untuk Peneliti
Penelitian ini sangat berguna untuk menambah pengalaman dalam penelitian serta sebagai bahan untuk menerapkan ilmu yang telah didapat selama kuliah khususnya materi kesehatan reproduksi wanita dan metodologi penelitian.

Pengetahuan usia lanjut tentang kebutuhan gizi usia lanjut di posyandu lansia desa

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Keberhasilan pembangunan antara lain ditandai dengan terjadinya peningkatan usia harapan hidup yang pada akhirnya mengakibatkan peningkatan jumlah usia lanjut (Depkes RI, 2003). Usia lanjut merupakan salah satu fase kehidupan yang akan dilalui oleh setiap individu. Fase ini dapat dilalui dengan baik bila usia lanjut selalu berada dalam kondisi yang sehat. Salah satu upayanya adalah dengan asupan gizi yang adekuat. Selain itu gizi yang baik juga berperan dalam upaya menurunkan presentase timbulnya penyakit karena usia lanjut merupakan populasi yang rentan terhadap serangan penyakit yang merupakan konsekuensi adanya penurunan fungsi tubuh (Wirakusumah, 2001). Namun pada kenyataannya masih banyak ditemui usia lanjut yang tidak sehat. Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 memperlihatkan angka kesakitan pada usia lanjut diatas 45-59 tahun adalah sebesar 11,6% dan angka kesakitan pada usia >60 tahun sebesar 9,2% dimana mayoritas penyakit yang diderita adalah anemia (Depkes RI, 2003).
Hasil Survey Kesehatan Nasional (Surkesnas) tahun 2001 menemukan prevalensi penyakit tidak menular pada usia lanjut di Indonesia antara lain Anemia (46,3%), penyakit hipertensi (42,9%), penyakit sendi (39,6%), penyakit jantung dan pembuluh darah (10.7%) (Jurnal Kesmasnas, 2007).
Berdasarkan catatan yang ada di Puskesmas Waymuli Kecamatan Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan, dari 108 orang jumlah usia lanjut yang ada di posyandu lansia Balai Desa, mayoritas mengalami gangguan kesehatan seperti, Gout/rematik (31,50%), anemia klinis (29,62%), ISPA (12,04), hipertensi (12,90%), Diabetes Melitus (2,78%), lain-lain (11,10%). Dari 108 peserta posyandu yang ada di posyandu lansia Balai Desa terdapat 65 orang yang berusia diatas 60 tahun dan mayoritas mengalami gangguan kesahatan seperti Gout/rematik (30,77%), anemia klinis (27,69%), ISPA (13,85%), hipertensi (16,92%), Diabetes Melitus (2,78%), lain-lain (11,10%).
Kemunduran biologis dan depresi mental yang menyertai proses penuaan, seringkali menjadi hambatan bagi para usia lanjut untuk memperoleh asupan gizi yang berkualitas. Bahkan masalah-masalah fisiologis seperti terjadinya gangguan pencernaan, penurunan sensitivitas indera perasa dan pencium, malabsorpsi nutrisi, serta beberapa kemunduran fisik lainnya dapat menyebabkan rendahnya asupan gizi (Puspaswara, 2001). Kecuali itu penyakit yang diderita usia lanjut pada umumnya adalah penyakit degenerative, penyakit yang bersifat kronis, sering kambuh, multipatologis, proses penyembuhannya lama serta memerlukan biaya perawatan dan pengobatan yang relatif tinggi (Depkes RI, 2003). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Posyandu Lansia Desa Waymuli terdapat 108 peserta Posyandu dan 65 diantaranya berumur 60 tahun ke atas. Saat diberikan kuesioner pra survey kepada 10 orang usia lanjut ternyata 5 orang (50%) pengetahuan tentang kebutuhan gizi tidak baik, 4 orang (40%) kurang, 1 ornag (10%) pengetahuan cukup dan saat dilakukan wawancara terhadap 10 orang tersebut didapatkan 8 dari 10 orang hanya mengkonsumsi sedikit lauk dan sayur dalam seharinya. Sedangkan bila dilihat dari berat badan terdapat 4 orang yang IMT <18,5>25.
Dari data Biro Pusat Statistik tahun 2001 mengindikasikan bahwa banyak usia lanjut yang masih berperan sebagai kepala keluarga (55,7%). Umumnya mereka berpendidikan rendah, tidak tamat SD dan bahkan lebih dari 60% tidak mengenyam pendidikan formal di sekolah (Jurnal Kesmasnas, 2007). Berdasarkan data yang ada di Posyandu Lansia Desa Waymuli Kecamatan Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan tahun 2008, dari 108 peserta Posyandu, 85,19% berpendidikan rendah terdiri dari tidak sekolah 15,74% dan Sekolah Dasar 69,45%. Sedangkan bila dilihat berdasarkan usia diatas 60 tahun, 100% berpendidikan rendah yaitu 86,15% tidak sekolah dan 13,85% Sekolah Dasar. Di desa Waymuli Kecamatan Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan terdapat satu Posyandu Lansia dimana salah satu aktivitasnya adalah pengobatan, namun belum ada kegiatan pendidikan kesehatan bagi pesertanya.
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai gambaran pengetahuan usia lajut tentang kebutuhan gizi usia lanjut di Posyandu Lansia Desa Waymuli Kecamatan Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan tahun 2008.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang, maka penulis membuat rumusan masalah dalam penelitian “Bagaimanakah pengetahuan usia lanjut tentang kebutuhan gizi usia lanjut, di Posyandu Lansia Desa Waymuli Kecamatan Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan tahun 2008?

C. Ruang Lingkup Penelitian
1. Sifat Penelitian : Deskriptif.
2. Subjek Penelitian : Peserta Posyandu Lansia Desa Waymuli Kecamatan Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan
3. Objek Penelitian : Gambaran pengetahaun usia lanjut tentang kebutuhan gizi usia lanjut di Posyandu Lansia Desa Waymuli Kecamatan Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan tahun 2008
4. Lokasi Penelitian : Posyandu Lansia Desa Waymuli Kecamatan Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan
5. Waktu Penelitian : Setelah proposal disetujui (Mei-Juni 2008)

D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan usia lanjut tentang kebutuhan gizi usia lanjut yang ada di Posyandu Lansia Desa Waymuli Kecamatan Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan tahun 2008

E. Manfaat Penelitian
Dengan diperolehnya gambaran pengetahuan peserta posyandu usia lanjut tentang kebutuhan gizi usia lanjut, di Posyandu Lansia Desa Waymuli Kecamatan Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan tahun 2007, diharapkan mampu memberikan informasi yang berguna dan bermanfaat:
1. Peneliti
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan ilmu pengetahuan tentang pengetahuan lansia tentang kebutuhan gizi usia lanjut.
2. Tempat penelitian (Posyandu Lansia Desa Waymuli Kecamatan Rajabasa)
Diharapkan penelitian ini dapat menambah informasi bagi petugas dan peserta posyandu dalam hal pemenuhan kebutuhan gizi yang baik sehangga mencapai kesehatan yang optimal di usia lanjut
3. Institusi pendidikan (Prodi Kebidanan Metro)
Diharapkan penelitian ini dapat disosialisasikan para peserta didik sebagai bahan pelajaran atau pengambangan materi dan dapat dijadikan acuan (referensi) bagi penelitian selanjutnya.

Pengetahuan tentang gangguan menstruasi dan penatalaksanaannya pada remaja putri kelas II

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Wanita dalam kehidupannya tidak luput dari adanya siklus haid normal yang terjadi secara siklik. Ia akan merasa terganggu bila hidupnya mengalami perubahan, terutama bila haid menjadi lebih lama dan atau banyak, tidak teratur, lebih sering atau tidak haid sama sekali. Penyebab gangguan haid dapat karena kelainan biologik (organik atau disfungsional) atau dapat pula karena psikologik seperti keadaan-keadaan stres dan gangguan emosi atau gabungan biologik dan psikologik (Biran Affandi, 1992).
Peristiwa haid yang ditentukan oleh proses somato psikis sifanyat kompleks meliputi unsur-unsur hormonal, biokimiawi dan piskososial sering disertai gangguan fisik dan mental. Menurut Jeffcoate hanya kira-kira 20% diantara para wanita sama sekali tidak mengalami gangguan apapun. Banyak dan sifat gangguan haid sangat individual, tergantung pada pandangan wanita terhadap proses fisiologik dan pada keyakinan wanita untuk tidak membiarkan haidnya menganggu pekerjaan sehari-hari (Biran Affandi, 1992).
Salah satu penyebab infertilitas wanita antara lain dilihat dari riwayat menstruasinya, apakah siklus menstruasinya teratur. Kelainan fase luteal siklus menstruasi merupakan penyebab infertilitas yang penting (Sylvia Verralis, 2003). Disfungsi ovulasi berjumlah 10-25% dari kasus infertilitas wanita. Gangguan nutrisi yang berat (misalnya kelaparan, anoreksia nervosa), penurunan BB (misalnya : penyakit medis atau psikologis) dan aktivitas yang berat (misalnya : pelari maraton, penari balet) adalah berhubungan dengan gangguan ovulasi. Obesitas juga disertai dengan siklus anovulatorik karena peningkatan tonik kadar estrogen. Stress berat menyebabkan anovulasi dan amenore (Decherney, dkk, 1998). Ovulasi yang jarang, endometriosis dapat menyebabkan infertilitas. Nyeri haid seringkali dianggap sebagai gejala khas dari endometriosis. Ternyata scott dan felinde hanya mendapatkan 19% dengan dismenorea yang progresif (Sarwono, 2002).
Sebanyak dua pertiga dari wanita-wanita yang dirawat dirumah sakit untuk perdarahan disfungsional berumur diatas 40 tahun dan 3% dibawah 20 tahun. Sebetulnya dalam praktek banyak dijumpai perdarahan disfungsional dalam masa pubertas, akan tetapi karena keadaan ini biasanya dapat sembuh sendiri, jarang diperlukan perawatan di Rumah Sakit. Perdarahan ovulator merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan disfungsional dengan siklus pendek atau panjang (Sarwono, 2002).
Masalah ketegangan prahaid di Indonesia masih belum mendapatkan perhatian khusus karena wanita pada umumnya menganggap gejala-gejala akibat ketegangan prahaid adalah rutinitas tiap bulan dan dianggap akan sembuh dengan sendirinya. Sebenarnya jika ditelusuri lebih jauh, masalah ketegangan prahaid merupakan gangguan kesehatan yang paling umum dialami oleh wanita dan memiliki implikasi pada aktivitas rutin sehari-hari baik dalam kehidupan sosial, lingkungan dan wanita itu sendiri (www.Gangguan Menstruasi.co.id, 2004).
Gangguan haid pada remaja dan dewasa merupakan kenyataan yang banyak dijumpai dalam praktek pada Dokter Spesialis Obsetri Ginekologi bahkan Dokter Umum saat ini (Biran Affandi, 1992). Beberapa waktu yang lampau masalah remaja dengan alat reproduksinya kurang mendapat perhatian karena umur relatif muda, masih dalam status pendidikan sehingga seolah-olah bebas dari kemungkinan menghadapi masalah penyulit dan penyakit yang berkaitan dengan alat reproduksinya (Manuaba, 1998).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan April 2006 dengan mewawancarai 10 remaja putri kelas 2 MAN 1 Metro didapatkan 6 dari 10 remaja putri yang tidak mengetahui tentang kelainan dalam banyaknya darah, lamanya perdarahan, siklus yang panjang, perdarahan diluar haid dan 8 dari 10 remaja putri yang tidak mengetahui tentang rasa nyeri pada waktu ovulasi serta sebanyak 9 dari 10 remaja putri yang tidak mengetahui bagaimana penatalaksanaan tentang gangguan menstruasi. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai pengetahuan tentang gangguan menstruasi dan penatalaksanaannya pada remaja putri kelas 2 di MAN 1 Metro. Apabila remaja putri mengetahui tentang gangguan menstruasi diharapkan ia dapat segera menindaklanjuti masalah menstruasi yang ia hadapi sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya masalah penyulit dan penyakit yang berkaitan dengan alat reproduksinya serta dapat mempersiapkan kesehatan reproduksi yang sehat bila kelak ia menikah.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis membuat rumusan masalah penelitian sebagai berikut, “Bagaimanakah pengetahuan tentang gangguan menstruasi dan penatalaksanaannya pada remaja putri kelas 2 di MAN 1 Metro ?”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengetahuan tentang gangguan menstruasi dan penatalaksanaannya pada remaja putri kelas 2 di MAN 1 Metro.
2. Tujuan Khusus
a. Diperolehnya gambaran pengetahuan tentang kelainan dalam banyaknya darah, lamanya perdarahan haid dan penatalaksanaannya pada remaja putri kelas 2 di MAN 1 Metro.
b. Diperolehnya gambaran pengetahuan tentang kelainan siklus haid dan penatalaksanaannya pada remaja putri kelas 2 di MAN 1 Metro.
c. Diperolehnya gambaran tentang perdarahan diluar haid dan penatalaksanaannya pada remaja putri kelas 2 di MAN 1 Metro.
d. Diperolehnya gambaran pengetahuan tentang gangguan lain yang ada hubungannya dengan haid meliputi: dismenorea, mittelschmerz, premenstrual tension, mastalgia dan penatalaksanannya pada remaja putri kelas 2 MAN 1 Metro.
D. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang diteliti adalah sebagai berikut :
1. Sifat Penelitian : Studi Deskriptif
2. Subyek penelitian : Remaja putri kelas 2 MAN 1 Metro .
3. Obyek Penelitian : Pengetahuan tentang gangguan menstruasi dan penatalaksanaannya yang meliputi :
a. Kelainan dalam banyaknya darah, lamanya perdarahan pada haid dan penatalaksanaannya
b. Kelainan siklus haid dan penatalaksanaannya
c. Perdarahan diluar haid dan penatalaksanaannya
d. Gangguan lain yang ada hubungannya dengan haid dan penatalaksanaannya
4. Lokasi penelitian : MAN 1 Metro
5. Waktu Penelitian : 8 - 13 Mei 2006

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1. Bagi pihak Puskesmas dapat memberikan masukan guna memberikan pendidikan kesehatan mengenai pengetahuan tentang gangguan menstruasi dan penatalaksanaannya bagi wanita khususnya remaja putri, diwilayah kerja Puskesmas Batang Hari Kabupaten Lampung Timur.
2. Bagi remaja putri kelas 2 di MAN 1 Metro khususnya dan remaja putri pada umumnya dapat menjadi bahan masukan untuk meningkatkan pengetahuan tentang gangguan menstruasi dan penatalaksanaannya.
3. Bagi peneliti lain dapat dijadikan bahan perbandingan dan pertimbangan untuk melakukan penelitian-penelitian ditempat lain yang berkaitan dengan penelitian mengenai pengetahuan tentang gangguan menstruasi dan penatalaksanaannya.
4. Bagi MAN 1 Metro dapat menjadi bahan masukan khususnya bagi kegiatan Palang Merah Remaja (PMR) agar dapat membuat program kesehatan mengenai pengetahuan tentang gangguan menstruasi dan penatalaksanaannya.

Pengetahuan tentang ISPA pada ibu yang memiliki balita sakit ISPA yang berobat ke puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan “Suatu penyakit Inpeksi yang menyerang saluran pernafasan mulai dari hidung sampai paru – paru dan bersifat akut” (Depkes RI, 1995). ISPA merupakan masalah kesehatan karena penyakit ISPA merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada golongan usia balita. “Besarnya masalah ISPA ini karena setiap anak diperkirakan mengalami 3 sampai 6 episode penyakit ISPA setiap tahunnya, berarti seorang balita rata – rata mendapat serangan ISPA 3 – 6 kali per tahun” (Ditjen PPM dan PLP, 1995).
Penyakit ISPA sebetulnya meliputi beberapa penyakit yang sebagian besar infeksinya hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Keadaan demikian apabila dibiarkan anak akan menderita radang paru (pnemonia) yang bisa mengakibatkan kematian. Salah satu upaya yang dilakukan Departemen Kesehatan dalam mempercepat penurunan angka morbiditas dan mortalitas akibat ISPA adalah melalui Program Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (P2.ISPA), dimana Program P2.ISPA ini menitikberatkan upaya pemberantasan penyakit infeksi saluran pernafasan akut pada penyakit pneumonia (Ditjen PPM dan PLP, 1993).
Disisi lain penyakit ISPA pada saat ini tidak dapat dicegah secara langsung melalui imunisasi, karena belum tersedianya vaksin yang khusus untuk mencegah penyakit ISPA. Sedangkan “penyakit pneumonia membunuh sangat cepat kecuali jika mendapat pertolongan medis” (Arthag, 1992).
Kejadian ISPA terkait erat dengan pengetahuan tentang ISPA yang dimiliki oleh masyarakat khususnya ibu, karena “ibu sebagai penanggungjawab utama dalam pemeliharaan kesejahteraan keluarga. Mereka mengurus rumah tangga, menyiapkan keperluan rumah tangga, merawat keluarga yang sakit, dan lain sebagainya. Pada masa balita dimana balita masih sangat tergantung kepada ibunya, sangatlah jelas peranan ibu dalam menentukan kualitas kesejahteraan anaknya” (Nadesul, 2002). Karena itu sangatlah diperlukan adanya penyebaran informasi kepada masyarakat mengenai ISPA agar masyarakat khususnya ibu dapat menyikapi lebih dini segala hal – hal yang berkaitan dengan ISPA itu sendiri.
Selain itu program P2ISPA yang dilakukan oleh Depkes sendiri mengupayakan agar istilah ISPA lebih dikenal di masyarakat melalui berbagai kegiatan penyuluhan dan penyebaran informasi lainnya.
Penyakit ISPA masih menjadi urutan pertama 10 penyakit terbesar dibeberapa Puskesmas di Indonesia. Hasil SKRT tahun 1997 penyakit ISPA menempati urutan teratas sebagai penyebab utama kematian pada anak berumur dibawah 1 tahun (36,4%).
Kematian akibat pneumonia sebagai penyebab utama ISPA di Indonesia pada akhir tahun 2000 sebanyak lima kasus diantara 1.000 bayi / balita. Berarti, akibat pneumonia, sebanyak 150.000 bayi / balita meninggal tiap tahun atau 12.500 korban per bulan atau 416 kasus sehari atau 17 anak per jam atau seorang bayi / balita tiap lima menit (www.profil medis.com, 2004).
Gambaran penyakit ISPA di Propinsi Lampung dari tahun ke tahun berdasarkan laporan kegiatan di Kabupaten / Kota menunjukkan adanya peningkatan kasus. Pada tahun 2003 kasus terbanyak terjadi di Kota Bandar Lampung sebesar 37,60% dan terendah di Kabupaten Tanggamus sebesar 2,17% (Profil Dinas Kesehatan Propinsi Lampung, 2003). Sedangkan untuk Kotamadya Metro selama bulan Januari sampai Maret 2004 jumlah kasus sebesar 20% (Profil Dinas Kesehatan Metro, 2004).
Berdasarkan data hasil prasurvei di Puskesmas Yosomulyo Metro Pusat, penyakit ISPA menempati urutan teratas dari sejumlah kasus penyakit infeksi yang diderita oleh anak khususnya balita.
Tabel 1. Persentase dan Jumlah Kasus ISPA pada Puskesmas Yosomulyo Tahun 2004.
No Bulan Jumlah Kunjungan Balita Jumlah Kasus ISPA Persentase
1 Januari 481 299 62%
2 Februari 450 267 59%
3 Maret 455 312 68%
4 April 330 243 73%
Sumber : Laporan Bulanan Puskesmas Yosomulyo, 2004
Berdasarkan tabel 1, tampak bahwa jumlah kasus ISPA cenderung terjadi peningkatan, lebih dari separuh balita yang berkunjung ke Puskesmas menderita ISPA. Untuk itulah peneliti ingin mengetahui bagaimana pengetahuan tentang ISPA pada ibu ynag memiliki balita sakit ISPA yang berobat ke Puskesmas Yosomulyo Metro Pusat.

B. Rumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pengetahuan tentang ISPA pada ibu yang memiliki balita sakit ISPA yang berobat ke Puskesmas Yosomulyo Metro Pusat ?”

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah :
1. Sifat Penelitian : Deskriptif
2. Subyek Penelitian : Ibu yang memiliki balita sakit ISPA yang berobat ke Puskesmas Yosomulyo Metro Pusat pada bulan April tahun 2004
3. Objek Penelitian : Pengetahuan tentang ISPA pada ibu yang memiliki balita sakit ISPA
4. Lokasi Penelitian : Di Puskesmas Yosomulyo Metro Pusat
5. Waktu Penelitian : Pada tanggal 5 Mei sampai 30 Mei 2004.

D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah diketahuinya pengetahuan tentang ISPA yang meliputi pengertian, penyebab, penggolongan, tanda dan gejala serta penanganan dari ISPA pada ibu yang memiliki balita yang berobat ke Puskesmas Yosomulyo Metro Pusat.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan khususnya mengenai infeksi saluran pernafasan akut dan penerapan ilmu yang didapat selama studi.
2. Bagi Lahan Praktek Puskesmas Yosomulyo Metro Pusat
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan khususnya mengenai tingkat pengetahuan masyarakat diwilayah kerjanya tentang ISPA serta dapat meningkatkan program penyuluhan dan penyebaran informasi lebih lanjut kepada masyarakat.
3. Bagi Ibu yang Memiliki Balita Sakit ISPA
Informasi yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan menambah wawasan dan pengetahuan ibu sehingga ibu dapat mendeteksi dini penyakit ISPA pada anak dan cara penanggulangannya.
4. Bagi Poltekkes Tanjungkarang Program Studi Kebidanan Metro
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan untuk memperluas wawasan mahasiswanya tentang ISPA.

Memahami Cara Kerja Ponsel [Handphone]

Sebelum kita melangkah lebih jauh tentang mereparasi handphone, tentunya anda harus memahami dulu prinsip kerja handphone, agar dapat mempermudah proses analisa kerusakan pada ponsel.

kali ini akan dibahas secara garis besar dan secara umum, karena perkembangan teknologi seluler saat ini selalu berubah.

Pusat pengolahan perintah input/output

1.Perintah input

Setiap anda melakukan perintah kepada ponsel, misalkan mengetik sms, memainkan game, merubah pengaturan ponsel, merekam suara, foto, dan lain-lain. Semua perintah diatas merupakan suatu perintah dari pengguna ponsel kepada ponsel, dimana perintah tersebut bisa melewati alat seperti: keypad, kamera, infra red, Bluetooth. Semua perintah input tersebut akan diterima oleh CPU, kemudian CPU akan mengolah semua perintah masukan tersebut. CPU dapat memproses semua perintah input berdasarkan data operating system yang terdapat pada IC flash. IC flash akan menyimpan data input tersebut bila diperintahkan oleh CPU, Sedangkan IC RAM akan menerima data dari CPU untuk sementara.



2.Perintah Output

CPU akan memberikan terusan perintah dari perintah input, perintah dari CPU sangat universal pada keseluruhan system navigasi handphone misalkan: memberikan perintah untuk menampilkan informasi grafik pada LCD, memberikan perintah kepada UI (vibrator, buzzer, led), memberikan perintah kepada power supply untuk meretribusikan tegangan, dan lain-lain.



Power up/down (On/Off)

Power Supplay

Proses untuk menghidupkan ponsel tidak sama dengan rangkaian elektronik biasa seperti TV radio dll. Pada system handphone hampir sama dengan computer, dimana proses menghidupkan ataupun mematikan tidak dengan cara melepaskan hubungan daya kepada power supply. Pada system computer sebenarnya bila diberikan daya, system tersebut berfungsi hanya saja dalam keadaan nonaktif, bila di analogikan kepada manusia dalam keadaan tertidur, dimana system tersebut akan siap diberi perintah kapanpun untuk mengaktifkan semua system. Oleh karna itu bila handphone telah di pasangkan battery maka tegangan battery akan langsung masuk kepada IC power Supply, disaat bersamaan IC power supply akan memberikan tegangan kepada bagian processor. rangkaian SW On/Off handphone dapat anda lihat pada gambar diawah ini.



Rangkaian SW On/Off Handphone

Distribusi tegangan

Rangkaian pada handphone terdapat banyak subsistemnya, yang mana setiap sub system mempunyai kebutuhan supply tegangan yang berbeda-beda dan pada setiap system akan diberikan tegangan bila disaat diperlukan. Daya pada handphone pertama diberikan oleh battery, tegangan dari battrey akan dilanjutkan kepada IC power supply, oleh IC power supplylah semua supply tegangan akan diberikan tergantung kebutuhannya.


Pengisian battery

Proses pengisian battery pada handphone sangat teliti sekali, dimana system pengisian akan diatur secara komputerisasi. Tegangan battery akan di diteksi oleh IC power supply dan CPU, bila battery dalam keadaan penuh maka handphone akan menolak pengisian dari trafo charger. System pengisian ini diproses oleh IC charging.

Transmisi data informasi

Pada dasarnya system transmisi pada system komunikasi terdapat dua system, bagian penerimaan (receiver) yang berfungsi sebagai penerimaan data informasi suara ataupun data alfanumerik dan grafik dari base station kepada handphone. Sedangkan bagian pemancaran (transmitter) berfungsi sebagai pengiriman data informasi suara ataupun data alfanumerik, grafik dan proses registrasi jaringan.

Proses registrasi jaringan

Inisialisasi

Pertama kali ponsel anda melakukan proses pemanggilan disebut dengan inisialisasi. Hal ini terjadi saat anda pertama kali mengaktifkan ponsel anda. Anda akan mendapatkan koneksi dari sell site terdekekat, kemudian jaringan seluler akan melakukan pemeriksaan account atau keanggotaan anda masih aktif atau tidak, maka panggilan anda akan diproses lebih lanjut.

Pemeriksaan daftar frekuensi

onsel anda akan melakukan pemeriksaan daftar frekuensi yang ada di SIM anda. Pemeriksaan meliputi kualitas aliran frekuensi carrie, kemudian mencari Broadcash Control Channel atau BCCH. Setiap BCCH akan mentransmisikan penanda data yang unik, membedan antara AMPS dan GSM. Di system AMPS menggunakan system frekuensi radio yang terdedikasi pada setiap sel, sedangkan pada GSM semua frekuensi dapat membawa informasi, akan tetapi yang lebih penting adalah channel yang digunakan untuk aliran datanya bukan radio frekuensinya.

Identifikasi informasi

Base station atau Broadcash Control Center akan melanjutkan pengiriman untuk melakukan identifikasi informasi tentang sell site. Identitas jaringan tersebut adalah Carreier wireless itu sendiri, kode area lokasi saat itu, dan frekuensi yag digunakan, serta informasi tentang sel sekitarnya. Kesemua informasi tersebut digunakan untuk mengetahui apakah ponsel anda sedang aktif dan membutuhkan pelayanan. BCCH adalah bukan merupakan frekuensi radio yang didedicated. BBCH akan menggunakan channel yang akan membawa informasi dalam bentuk bit pada semua frekuensi didalam sebuah sel.

Pemeriksaan Broadcash Control Control Channel

Frekuensi radio ponsel akan melakukan pemeriksaan bradcash control channel, dimana ponsel anda akan mengirimkan sinyal untuk memriksa apakah sinyal tersebut masih di dalam jangkauan. Ponsel akan melakukan scanning seperti radio keseluruh daftar frekuensi BCCH satu-persatu serta memeriksa penerimaan sinyal. Pengukuran akan dilakukan pada setiap level channel. Cell site akan mengirimkan sinyal kuat ke ponsel anda. Sementara itu di broadcash control channel yang merupakan mobile monitor melakukan data stream dari ase station yang disebut frekuensi control burs atau frequency control channel burs (FCCB). Sinyal ponsel mobile anda akan melakukan sinkronisasi dengan system selular dengan sarana koneksi wireless. Setelah ponsel anda dengan base station telah berkomunikasi, maka semuanya siap digunakan.

Pemancaran data informasi

pengolahan signal data suara, grafik, alfanumerik.

Disaat pengguna handphone sedang melakukan komunikasi, maka gelombang sinyal suara yang dihasilkan dari pengguna ponsel akan merambat di udara. Gelobang signal suara tersebut akan di terima oleh microphone untuk dirubah menjadi gelombang elektromagnetik. Dan akan dilanjutkan kepada bagian audio processor untuk dikuatkan dan diproses.

Jika pengguna handphone melakukan sms, maka perintah yang di ketik oleh pengguna handphone kepada keyboard akan di proses oleh CPU (Central Proccesor Unit)

WiGig 10 Kali Lipat Kecepatan WiFi

WiGig Alliance adalah teknologi Wireless level terbaru yang kabarnya dapat melakukan transfer data antara 1 Gbps hingga 7 Gbps artinya bisa mencapa 60 kali lipat transfer Wifi.

Perangkat WiGig sebenarnya tidak jauh berbeda dengan perangkat Wifi hanya perbedaan kecepatan yang membedakannya, kedua teknologi ini juga bisa saling berkomunikasi bersama-sama dengan jarak efektif hingga 100 meter.


Pengembangan teknologi baru WiGig Alliance ini di sponsori oleh perusahan besar seperti Microsoft, LG, Dell, Samsung, Intel, Broadcom yang akan mulai diterapkan pada awal tahun 2010 nanti :)

WiGig adalah era baru dalam penggunaan teknologi komunikasi multi gigabit yang dapat mencepai transfer data 7 Gbps merupakan stadart yang ideal untuk penggunaan HD streaming yang mampu menampilkan full video 1080 pixel dari PC ke TV melalui wireless.

Teknologi WiFi terbukti andal mentransmisikan data melalui internet secara nirkabel. Kecepatannya pun makin tinggi. Walau saat ini baru hitungan Mbps atau megabit per second, ke depan kecepatannya bisa mencapai 10 kali lipat kecepatan saat ini atau dalam skala Gbps (gigabit per second).

WiFi Alliance yang merupakan organisasi pengembang teknologi tersebut telah bergabung dengan Wireless Gigabit Alliance (WiGig) untuk mencapai target tadi. Salah satu manfaat transmisi data kecepatan tinggi yakni bisa menggantikan kabel untuk mengirimkan format video HD dari satu perangkat ke perangkat lainnya. Misalnya, dari Blu-ray player atau kamera langsung ke TV.

"Teknologi tersebut mungkin akan tersedia dua tahun lagi," kata Kelly Davis-Felner, Direktur Marketing WiFi Alliance, seperti dilansir AP, Senin (10/5/2010). Hal tersebut didorong kebutuhan pasar di samping konten multimedia yang kini semakin kaya.

Saat ini, sejumlah konsorsium teknologi memang tengah bahu-membahu mengembangkan teknologi serupa. Sebelumnya, kelompok lain yang menamakan WirelessHD Consortium juga mengembangkan teknologi mirip WiGig. Banyak perusahaan yang tergabung dalam kedua konsorsium ini, seperti Samsung, Panasonic, dan Toshiba.

Blog Archive