Sunday, January 3, 2010

Prebiotik dan Probiotik

Pencernaan kita perlu diisi dengan bakteri baik. Sejak bayi lahir, ususnya sudah dihuni bakteri yang masuk ke mulut bayi saat melewati jalan lahir ibu. Bakteri baik tumbuh hingga triliunan di dalam usus, dari seribu spesies, dan sebagian besar spesies berasal dari rongga mulut.

Peternakan bakteri di dalam usus di sebut “Flora Usus”. Flora usus membantu proses pencernaan, menyintesis vitamin K, membantu pembentukan sistem kekebalan usus, membasmi kuman patogen yang memasuki usus, menetralisir efek samping obat, selain itu juga membantu terapi diare.


Bila pencernaan kekurangan bakteri (sering menggunakan pencahar, sering diare), akan menyebabkan metabolisme menjadi tidak lancar, cenderung mengalami radang usus besar, dan pembentukan feses yang tidak normal.


Oleh karena itu, setiap hari pencernaan membutuhkan makanan untuk ternak bakteri usus atau prebiotik, seperti yang dapat diperoleh dari bawang, pisang, asparagus, tomat, sereal, susu yoghurt, madu, dan buah-buahan, agar koloni flora normal (probiotik) tumbuh dengan subur.


(Sumber: Dr. Hendrawan N. 2007. Sehat itu murah. Jakarta: Penerbit Buku Kompas


http://askep-askeb-kita.blogspot.com/

Baby Blues

Baby Blues:

Baby blues dialami oleh 50 sampai 75% ibu baru. Gangguan ini paling sering terjadi dan bentuk reaksi pascamelahirkan yang paling ringan. Gejalanya antara lain:


- Menangis tanpa penyebab yang jelas


- Tidak sabar; merasa sendiri


- Peka rangsang; kehilangan identitas


- Gelisah’ merasa sedih


- Cemas; harga diri rendah


- Lebih sensitif dan rentan


Gejala-gejala di atas memang tidak menyenangkan, tetapi dapat diatasi. Baby blues mulai terjadi pada hari ketiga sampai keempat setelah kelahiran dan berlangsung seminggu sampai dua minggu. wanita sering mengalami kebingungan atau disorientasi. Wanita sangat memerlukan dukungan dari orang-orang di sekitarnya, seperti pasangan, ibu-ibu yang mengalami hal sama, dan tenaga medis. Apabila gejala yang anda mengganggu kemampuan ibu merawat diri dan bayinya, wanita mungkin mengalami depresi pascamelahirkan.

http://askep-askeb-kita.blogspot.com/

ABORTUS alias Keguguran


Abortus

Abortus atau lebih dikenal dengan istilah keguguran adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar rahim. Janin belum mampu hidup di luar rahim, jika beratnya kurang dari 500 g, atau usia kehamilan kurang dari 20 minggu karena pada saat ini proses plasentasi belum selesai. Pada bulan pertama kehamilan yang mengalami abortus, hampir selalu didahului dengan matinya janin dalam rahim.



Keguguran atau abortus disebabkan oleh banyak faktor, antara lain:


- Kelainan sel telur ibu, biasanya terjadi di awal kehamilan.


- Kelainan anatomi organ reproduksi ibu, misalnya mengalami kelainan atau gangguan pada rahim.


- Gangguan sirkulasi plasenta akibat ibu menderita suatu penyakit, atau kelainan pembentukan plasenta.


- Ibu menderita penyakit berat seperti infeksi yang disertai demam tinggi, penyakit jantung atau paru yang kronik, keracunan, mengalami kekurangan vitamin berat, dll.


- Antagonis Rhesus ibu yang merusak darah janin.



Ada beberapa jenis abortus atau keguguran, yaitu:


Abortus Iminens


Ditandai dengan perdarahan pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu, ibu mungkin mengalami mulas atau tidak sama sekali. Pada abortus jenis ini, hasil konsepsi atau janin masih berada di dalam, dan tidak disertai pembukaan (dilatasi serviks)


Abortus Insipiens


Terjadi perdarahan pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu dan disertai mulas yang sering dan kuat. Pada abortus jenis ini terjadi pembukaan atau dilatasi serviks tetapi hasil konsepsi masih di dalam rahim.


Abortus Inkomplet


Terjadi pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu, sementara sebagian masih berada di dalam rahim. Terjadi dilatasi serviks atau pembukaan, jaringan janin dapat diraba dalam rongga uterus atau sudah menonjol dari os uteri eksternum. Perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa hasil konsepsi dikeluarkan, sehingga harus dikuret.


Abortus komplet


Pada abortus jenis ini, semua hasil konsepsi dikeluarkan sehingga rahim kosong. Biasanya terjadi pada awal kehamilan saat plasenta belum terbentuk. Perdarahan mungkin sedikit dan os uteri menutup dan rahim mengecil. Pada wanita yang mengalami abortus ini, umumnya tidak dilakukan tindakan apa-apa, kecuali jika datang ke rumah sakit masih mengalami perdarahan dan masih ada sisa jaringan yang tertinggal, harus dikeluarkan dengan cara dikuret.


Abortus Servikalis


Pengeluaran hasil konsepsi terhalang oleh os uteri eksternum yang tidak membuka, sehingga mengumpul di dalam kanalis servikalis (rongga serviks) dan uterus membesar, berbentuk bundar, dan dindingnya menipis.

http://askep-askeb-kita.blogspot.com/

Prebiotik dan Probiotik

Pencernaan kita perlu diisi dengan bakteri baik. Sejak bayi lahir, ususnya sudah dihuni bakteri yang masuk ke mulut bayi saat melewati jalan lahir ibu. Bakteri baik tumbuh hingga triliunan di dalam usus, dari seribu spesies, dan sebagian besar spesies berasal dari rongga mulut.

Peternakan bakteri di dalam usus di sebut “Flora Usus”. Flora usus membantu proses pencernaan, menyintesis vitamin K, membantu pembentukan sistem kekebalan usus, membasmi kuman patogen yang memasuki usus, menetralisir efek samping obat, selain itu juga membantu terapi diare.


Bila pencernaan kekurangan bakteri (sering menggunakan pencahar, sering diare), akan menyebabkan metabolisme menjadi tidak lancar, cenderung mengalami radang usus besar, dan pembentukan feses yang tidak normal.


Oleh karena itu, setiap hari pencernaan membutuhkan makanan untuk ternak bakteri usus atau prebiotik, seperti yang dapat diperoleh dari bawang, pisang, asparagus, tomat, sereal, susu yoghurt, madu, dan buah-buahan, agar koloni flora normal (probiotik) tumbuh dengan subur.


(Sumber: Dr. Hendrawan N. 2007. Sehat itu murah. Jakarta: Penerbit Buku Kompas


http://askep-askeb-kita.blogspot.com/

Baby Blues

Baby Blues:

Baby blues dialami oleh 50 sampai 75% ibu baru. Gangguan ini paling sering terjadi dan bentuk reaksi pascamelahirkan yang paling ringan. Gejalanya antara lain:


- Menangis tanpa penyebab yang jelas


- Tidak sabar; merasa sendiri


- Peka rangsang; kehilangan identitas


- Gelisah’ merasa sedih


- Cemas; harga diri rendah


- Lebih sensitif dan rentan


Gejala-gejala di atas memang tidak menyenangkan, tetapi dapat diatasi. Baby blues mulai terjadi pada hari ketiga sampai keempat setelah kelahiran dan berlangsung seminggu sampai dua minggu. wanita sering mengalami kebingungan atau disorientasi. Wanita sangat memerlukan dukungan dari orang-orang di sekitarnya, seperti pasangan, ibu-ibu yang mengalami hal sama, dan tenaga medis. Apabila gejala yang anda mengganggu kemampuan ibu merawat diri dan bayinya, wanita mungkin mengalami depresi pascamelahirkan.

http://askep-askeb-kita.blogspot.com/

ABORTUS alias Keguguran


Abortus

Abortus atau lebih dikenal dengan istilah keguguran adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar rahim. Janin belum mampu hidup di luar rahim, jika beratnya kurang dari 500 g, atau usia kehamilan kurang dari 20 minggu karena pada saat ini proses plasentasi belum selesai. Pada bulan pertama kehamilan yang mengalami abortus, hampir selalu didahului dengan matinya janin dalam rahim.



Keguguran atau abortus disebabkan oleh banyak faktor, antara lain:


- Kelainan sel telur ibu, biasanya terjadi di awal kehamilan.


- Kelainan anatomi organ reproduksi ibu, misalnya mengalami kelainan atau gangguan pada rahim.


- Gangguan sirkulasi plasenta akibat ibu menderita suatu penyakit, atau kelainan pembentukan plasenta.


- Ibu menderita penyakit berat seperti infeksi yang disertai demam tinggi, penyakit jantung atau paru yang kronik, keracunan, mengalami kekurangan vitamin berat, dll.


- Antagonis Rhesus ibu yang merusak darah janin.



Ada beberapa jenis abortus atau keguguran, yaitu:


Abortus Iminens


Ditandai dengan perdarahan pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu, ibu mungkin mengalami mulas atau tidak sama sekali. Pada abortus jenis ini, hasil konsepsi atau janin masih berada di dalam, dan tidak disertai pembukaan (dilatasi serviks)


Abortus Insipiens


Terjadi perdarahan pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu dan disertai mulas yang sering dan kuat. Pada abortus jenis ini terjadi pembukaan atau dilatasi serviks tetapi hasil konsepsi masih di dalam rahim.


Abortus Inkomplet


Terjadi pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu, sementara sebagian masih berada di dalam rahim. Terjadi dilatasi serviks atau pembukaan, jaringan janin dapat diraba dalam rongga uterus atau sudah menonjol dari os uteri eksternum. Perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa hasil konsepsi dikeluarkan, sehingga harus dikuret.


Abortus komplet


Pada abortus jenis ini, semua hasil konsepsi dikeluarkan sehingga rahim kosong. Biasanya terjadi pada awal kehamilan saat plasenta belum terbentuk. Perdarahan mungkin sedikit dan os uteri menutup dan rahim mengecil. Pada wanita yang mengalami abortus ini, umumnya tidak dilakukan tindakan apa-apa, kecuali jika datang ke rumah sakit masih mengalami perdarahan dan masih ada sisa jaringan yang tertinggal, harus dikeluarkan dengan cara dikuret.


Abortus Servikalis


Pengeluaran hasil konsepsi terhalang oleh os uteri eksternum yang tidak membuka, sehingga mengumpul di dalam kanalis servikalis (rongga serviks) dan uterus membesar, berbentuk bundar, dan dindingnya menipis.

http://askep-askeb-kita.blogspot.com/

Kenali Penyebab Keguguran (Abortus)

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) diketahui bahwa sekitar 15% kehamilan mengalami keguguran, sedangkan data lain menyebutkan bahwa sekitar 15-40% dari kehamilan yang terjadi. Angka sebenarnya mungkin lebih besar, karena bisa saja keguguran terjadi sebelum seorang wanita menyadari bahwa dirinya hamil. Dari jumlah tersebut, sekitar 60-75% angka keguguran terjadi sebelum usia kehamilan mencapai 12 minggu.

Apa penyebabnya?

Menurut dr. Kanadi Sumapraja, SpOG (K) staf bagian obstetri dan Ginekologi FKUI-RSCM, keguguran adalah penghentian proses kehamilan pada usia kehamilan di bawah 20 minggu. Pada saat itu, janin memiliki berat setidaknya 500 gram. Keguguran atau abortus ada yang bersifat sporadis (terjadi dalam satu waktu), dan ada juga yang dikenal dengan keguguran berulang. Keguguran sporadis tidak memiliki pola dan sebagian besar disebabkan adanya kelainan kromosom, mungkin pada sel telur atau sel sperma.


Pada awalnya sel telur atau sperma yang memiliki kelainan kromosom ini masih mampu melakukan pembuahan hingga akhirnya menempel di dinding rahim. Akan tetapi, tubuh ibu memiliki kemampuan mendeteksi kelainan tersebut, sehingga hasil pembuahan ini ditolak tubuh, dan terlihat sebagai proses keguguran. Demikian penjelasan dari staf sub bagian imunoendokrinologi reproduksi ini.


Selain penyebab kelainan kromosom, ada banyak faktor yang diduga menjadi penyebab keguguran. Diantaranya:

1. Penyakit autoimun, seperti penyakit lupus eritematosus sistemik (SLE, systemic lupus erythematosus) dan adanya antibodi antifosfolipid (APLAs).

2. Kelainan anatomi, biasanya disebabkan adanya kelainan pada rahim atau leher rahim ibu.

3. Infeksi. Ada beberapa jenis kuman yang dapat menyebabkan keguguran seperti Chlamydia trachomatis dan Neisseria gonorrhoe.

4. Pengaruh lingkungan dan gaya hidup. Merokok dan kekurangan hormon progesteron juga dapat menjadi faktor penyebab keguguran.


Berbagai faktor tersebut memang belum diketahui secara langsung dapat mengakibatkan keguguran. Akan tetapi, wanita yang termasuk dalam kelompok di atas perlu waspada saat hamil. Apabila berkenaan dengan gaya hidup, sebaiknya menghindari gaya hidup yang negatif, seperti berhenti merokok atau menghindari berdekatan dengan perokok atau menjauhi minuman beralkohol. Sedangkan, jika berhubungan dengan penyakit, sebaiknya mencari pengobatan untuk menyembuhkan penyakit seperti rubela atau infeksi HPV.


http://askep-askeb-kita.blogspot.com/

KONSEPSI DAN PERKEMBANGAN JANIN DI DALAM RAHIM

Konsepsi adalah hasil proses pembuahan sel sperma pada telur yang kita kenal dengan istilah fertilisasi. Periode ini adalah awal terjadinya kehamilan pada seorang wanita. Sang calon ibu mungkin tidak menyadari proses ini terjadi dalam tubuhnya, karena tidak ada perubahan atau gangguan yang dirasakan ibu. Akan tetapi, periode ini sampai trimester pertama (tiga pertama) adalah masa yang sangat penting dan kritis bagi perkembangan janin, karena merupakan masa pembentukan awal yang sangat memengaruhi pertumbuhan dan kehidupan janin selanjutnya sampai lahir.

Pranatal atau perkembangan di dalam rahim berlangsung sekitar 9 bulan hitungan kalender matahari (10 bulan kalender bulan) atau 38–40 minggu, bergantung metode penghitungan yang digunakan. (Hitungan kalender bulan adalah 28 hari). Jika dihitung dari hari terjadinya konsepsi, tahapan kehidupan ini berlangsung selama 38 minggu atau 9½ bulan kalender bulan. Jika dihitung dari hari pertama haid terakhir, rata-rata lama masa pranatal adalah 10 bulan kalender bulan atau 40 minggu.


Biasanya, masa kehamilan dibagi ke dalam 3 periode yang disebut trimester, masing-masing trimester berlangsung selama 3 bulan. Setiap trimester memiliki tanda-tanda tertentu yang menandai perubahan perkembangan pada ibu dan janin. Dua fase perkembangan dalam rahim juga berdasarkan penghitungan trimester.. Fase embrionik di trimester pertama dan fase janin trimester kedua dan ketiga.


Fase embrionik merupakan periode perkembangan ovum yang telah dibuahi menjadi organisme yang memiliki sebagian besar bentuk manusia. Periode ini meliputi 8 minggu usia kehamilan.


Dalam 3 minggu pertama kehidupan, jaringan embrio berdiferensiasi menjadi 3 lapisan—ektoderm (lapisan luar), mesoderm (lapisan tengah), dan endoderm atau entoderm (lapisan dalam). Ektoderm dan endoderm terbentuk pada minggu ke-2; mesoderm terbentuk pada minggu ke-3. Dari permulaan minggu ke-3 hingga minggu ke-8 setelah konsepsi, ketiga lapisan tersebut membentuk struktur dasar seluruh sistem dan organ kompleks tubuh. Sebagai contoh, lapisan ektoderm membentuk otak dan tulang belakang, mesoderm membentuk jantung, dan endoderm membentuk kandung kemih dan uretra (Pillitteri, 2003).


Tiga peristiwa lain yang terjadi selama tiga minggu pertama kehamilan:



  1. Embrio tertanam di endometrium uterus.

  2. Membran janin berdiferensiasi menjadi korion, bakal plasenta dan amnion, serta bakal kantung amnion.

  3. Plasenta mulai berfungsi. Plasenta merupakan organ datar berbentuk pipih dan memiliki banyak sistem sirkulasi darah. Normalnya, plasenta terbentuk di segmen atas endometrium uterus (lapisan dalam rahim). Fungsinya untuk pertukaran nutrisi dan gas antara embrio atau janin dan ibu.


Perkembangan fase janin dikarakteristikkan dengan periode pertumbuhan ukuran janin yang cepat. Faktor genetik dan lingkungan memengaruhi pertumbuhan janin.


Pada akhir trimester ke-2, atau usia 6 bulan menurut kalender bulan, bentuk janin menyerupai bayi yang kecil. Lemak yang terdapat di bawah kulit sangat sedikit sehingga kulit tampak berkerut, merah, dan transparan. Pembuluh darah yang terdapat di bawahnya terlihat jelas. Lapisan pelindung, yang disebut verniks kaseosa, mulai terbentuk pada kulit. Substansinya menyerupai keju dan berwarna putih, yang menempel pada kulit dan tebalnya sampai seperdelapan cm saat lahir. Lanugo, yaitu rambut-rambut halus, juga menutupi tubuh. Pada usia kehamilan sekitar 5 bulan, ibu pertama kali merasakan gerakan janin (quickening), dan denyut jantung janin dapat didengar.


Pada akhir trimester ke-3 (9½ bulan menurut kalender bulan), janin telah berkembang kurang lebih mencapai pajang badan 50 cm dan berat janin 3,2–3,4 kg. Lanugo menghilang, dan warna kulit lebih normal dan kerutan pada kulit berkurang. Lemak subkutan yang bertambah membuat bayi tampak lebih montok; masa dua bulan terakhir di dalam rahim sebagian besar bertujuan untuk meningkatkan berat badan janin. Kotak 22–1 berisi daftar faktor-faktor maternal yang dapat menyebabkan risiko bayi BBLR (berat badan lahir rendah) lebih tinggi.


Perubahan yang Terjadi pada Ibu


Selama tahap perkembangan di dalam rahim, embrio atau janin bergantung pada aliran darah ibu melalui plasenta untuk memenuhi kebutuhan dasarnya guna bertahan hidup. Kesehatan ibu sangat penting untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan janin yang sesuai masa kehamilan.


Beberapa faktor pada ibu yang meningkatkan risiko BBLR



Berat badan sebelum kehamilan rendah (di bawah normal)


Pertambahan berat badan selama kehamilan kurang dari 10,5 kg


Perawatan pranatal yang kurang


Berusia 16 tahun atau kurang atau 35 tahun atau lebih


Tingkat sosial ekonomi rendah


Nutrisi yang buruk selama kehamilan


Merokok selama kehamilan


Mengonsumsi obat-obatan terlarang atau alkohol selama kehamilan


Komplikasi selama kehamilan, status kesehatan yang buruk, terpajan infeksi


Tingkat stres yang tinggi, termasuk penganiayaan fisik dan emosi


Catatan: Dari Health Promotion Strategies Through the Life Span, ed. 7. (hlm. 309), oleh R. B. Murray


dan J. P. Zentner, 2001. Dicetak ulang dengan izin.


Oksigen


Aliran darah ibu hamil mengalami peningkatan sebesar sepertiga aliran darah normal untuk memenuhi kebutuhan oksigen janin, dan mencapai puncaknya pada 8 bulan kehamilan; frekuensi pernapasan meningkat sekitar 40%, curah jantung meningkat secara bermakna. Pada awalnya, jantung embrio berada di bagian luar tubuh, tetapi organ tersebut masuk ke dalam dada pada awal trimester ke-2. Oleh sebab itu, apabila terjadi gangguan pada trimester ke-2 ini, bayi dapat mengalami kelainan letak jantung.


Sirkulasi janin mengalir dari plasenta melalui dua arteri umbilikus yang membawa darah yang miskin oksigen keluar dari janin. Setelah 20 minggu kehamilan, denyut jantung janin dapat didengar melalui fetoskop (alat khusus untuk mendengar detak jantung janin); pada usia 10 bulan, denyut jantung dapat didengar dengan menggunakan stetoskop Doppler ultrasonografi.


Nutrisi dan Cairan


Janin memperoleh makanan dari sirkulasi plasenta dan dengan menelan cairan amnion. Kebutuhan nutrisi terpenuhi pada ibu yang melakukan diet seimbang dengan kandungan kalori yang cukup untuk memenuhi kebutuhan ibu dan janinnya.


Asam folat, salah satu jenis vitamin B, dalam jumlah yang cukup penting untuk mencegah defek tuba neural atau NTD [neural tube defect] (contohnya, spina bifida) pada janin. Salah satu tujuan Healthy People 2010 adalah untuk meningkatkan proporsi kehamilan yang dimulai dengan pemenuhan kadar asam folat optimum (USDHHS, 2000). Defek tuba neural terjadi pada minggu-minggu pertama perkembangan janin. Oleh sebab itu, wanita yang berkemungkinan hamil dianjurkan mengonsumsi 400 mikrogram asam folat per hari. Wanita juga dianjurkan mengonsumsi makanan yang banyak mengandung folat (seperti sayuran hijau, jeruk, kacang polong kering) dan suplemen vitamin yang mengandung asam folat.


Istirahat dan Aktivitas


Janin tidur hampir sepanjang waktu tetapi tetap membentuk pola tidur-bangun yang dapat terus berlanjut setelah lahir. Aktivitas janin dapat dirasakan oleh ibu antara bulan keempat dan kelima kehamilan.


Pengeluaran Feses dan Kemih


Feses janin yang dibentuk di usus berasal dari cairan amnion yang tertelan selama di dalam rahim, tetapi normalnya tidak dikeluarkan hingga setelah kelahiran. Oksigenasi janin yang tidak adekuat selama trimester ke-3 dapat menyebabkan relaksasi sfingter anus dan keluarnya feses ke dalam cairan amnion. Normalnya, urine dikeluarkan ke dalam cairan amnion pada saat ginjal matur (16–20 minggu).


Pengaturan Suhu


Cairan amnion yang mengelilingi janin dapat menciptakan lingkungan dengan suhu yang konstan. Perubahan yang bermakna pada suhu tubuh ibu dapat mengubah suhu cairan amnion dan janin. Suhu tubuh yang meningkat secara bermakna akibat penyakit, berendam di air panas, atau sauna dapat menyebabkan bayi cacat lahir.


Keselamatan


Sistem tubuh terbentuk selama periode embrionik. Hal ini menyebabkan embrio sangat rentan mengalami kerusakan oleh zat-zat yang bersifat teratogen, yaitu zat-zat yang dapat membahayakan perkembangan sel-sel normal pada embrio atau janin (Venes, 2001). Pengetahuan adanya kemungkinan kehamilan sangat penting pada pemberian obat-obatan yang bersifat teratogen untuk menghindari efek yang merusak pada janin. Selain itu, wanita harus menghindari pemeriksaan radiografi (sinar-x).


Kebiasaan merokok dan mengonsumsi alkohol dapat mempengaruhi lingkungan janin. Menurut para ahli merokok selama kehamilan dianggap sebagai penyebab berat badan lahir rendah atau BBLR dan juga dikaitkan dengan bayi lahir mati, sindrom kematian bayi mendadak (sudden infant death syndrome [SIDS]), palatum sumbing (sumbing di bagian langit-langit mulut), dan bibir sumbing. Curet dan Hsi (2002) melaporkan bahwa “pajanan alkohol selama periode kehamilan meningkatkan risiko berat badan lahir rendah, abnormalitas perkembangan dan perilaku, aborsi spontan, dan bayi lahir mati


http://askep-askeb-kita.blogspot.com/

Kenali Penyebab Keguguran (Abortus)

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) diketahui bahwa sekitar 15% kehamilan mengalami keguguran, sedangkan data lain menyebutkan bahwa sekitar 15-40% dari kehamilan yang terjadi. Angka sebenarnya mungkin lebih besar, karena bisa saja keguguran terjadi sebelum seorang wanita menyadari bahwa dirinya hamil. Dari jumlah tersebut, sekitar 60-75% angka keguguran terjadi sebelum usia kehamilan mencapai 12 minggu.

Apa penyebabnya?

Menurut dr. Kanadi Sumapraja, SpOG (K) staf bagian obstetri dan Ginekologi FKUI-RSCM, keguguran adalah penghentian proses kehamilan pada usia kehamilan di bawah 20 minggu. Pada saat itu, janin memiliki berat setidaknya 500 gram. Keguguran atau abortus ada yang bersifat sporadis (terjadi dalam satu waktu), dan ada juga yang dikenal dengan keguguran berulang. Keguguran sporadis tidak memiliki pola dan sebagian besar disebabkan adanya kelainan kromosom, mungkin pada sel telur atau sel sperma.


Pada awalnya sel telur atau sperma yang memiliki kelainan kromosom ini masih mampu melakukan pembuahan hingga akhirnya menempel di dinding rahim. Akan tetapi, tubuh ibu memiliki kemampuan mendeteksi kelainan tersebut, sehingga hasil pembuahan ini ditolak tubuh, dan terlihat sebagai proses keguguran. Demikian penjelasan dari staf sub bagian imunoendokrinologi reproduksi ini.


Selain penyebab kelainan kromosom, ada banyak faktor yang diduga menjadi penyebab keguguran. Diantaranya:

1. Penyakit autoimun, seperti penyakit lupus eritematosus sistemik (SLE, systemic lupus erythematosus) dan adanya antibodi antifosfolipid (APLAs).

2. Kelainan anatomi, biasanya disebabkan adanya kelainan pada rahim atau leher rahim ibu.

3. Infeksi. Ada beberapa jenis kuman yang dapat menyebabkan keguguran seperti Chlamydia trachomatis dan Neisseria gonorrhoe.

4. Pengaruh lingkungan dan gaya hidup. Merokok dan kekurangan hormon progesteron juga dapat menjadi faktor penyebab keguguran.


Berbagai faktor tersebut memang belum diketahui secara langsung dapat mengakibatkan keguguran. Akan tetapi, wanita yang termasuk dalam kelompok di atas perlu waspada saat hamil. Apabila berkenaan dengan gaya hidup, sebaiknya menghindari gaya hidup yang negatif, seperti berhenti merokok atau menghindari berdekatan dengan perokok atau menjauhi minuman beralkohol. Sedangkan, jika berhubungan dengan penyakit, sebaiknya mencari pengobatan untuk menyembuhkan penyakit seperti rubela atau infeksi HPV.


http://askep-askeb-kita.blogspot.com/

KONSEPSI DAN PERKEMBANGAN JANIN DI DALAM RAHIM

Konsepsi adalah hasil proses pembuahan sel sperma pada telur yang kita kenal dengan istilah fertilisasi. Periode ini adalah awal terjadinya kehamilan pada seorang wanita. Sang calon ibu mungkin tidak menyadari proses ini terjadi dalam tubuhnya, karena tidak ada perubahan atau gangguan yang dirasakan ibu. Akan tetapi, periode ini sampai trimester pertama (tiga pertama) adalah masa yang sangat penting dan kritis bagi perkembangan janin, karena merupakan masa pembentukan awal yang sangat memengaruhi pertumbuhan dan kehidupan janin selanjutnya sampai lahir.

Pranatal atau perkembangan di dalam rahim berlangsung sekitar 9 bulan hitungan kalender matahari (10 bulan kalender bulan) atau 38–40 minggu, bergantung metode penghitungan yang digunakan. (Hitungan kalender bulan adalah 28 hari). Jika dihitung dari hari terjadinya konsepsi, tahapan kehidupan ini berlangsung selama 38 minggu atau 9½ bulan kalender bulan. Jika dihitung dari hari pertama haid terakhir, rata-rata lama masa pranatal adalah 10 bulan kalender bulan atau 40 minggu.


Biasanya, masa kehamilan dibagi ke dalam 3 periode yang disebut trimester, masing-masing trimester berlangsung selama 3 bulan. Setiap trimester memiliki tanda-tanda tertentu yang menandai perubahan perkembangan pada ibu dan janin. Dua fase perkembangan dalam rahim juga berdasarkan penghitungan trimester.. Fase embrionik di trimester pertama dan fase janin trimester kedua dan ketiga.


Fase embrionik merupakan periode perkembangan ovum yang telah dibuahi menjadi organisme yang memiliki sebagian besar bentuk manusia. Periode ini meliputi 8 minggu usia kehamilan.


Dalam 3 minggu pertama kehidupan, jaringan embrio berdiferensiasi menjadi 3 lapisan—ektoderm (lapisan luar), mesoderm (lapisan tengah), dan endoderm atau entoderm (lapisan dalam). Ektoderm dan endoderm terbentuk pada minggu ke-2; mesoderm terbentuk pada minggu ke-3. Dari permulaan minggu ke-3 hingga minggu ke-8 setelah konsepsi, ketiga lapisan tersebut membentuk struktur dasar seluruh sistem dan organ kompleks tubuh. Sebagai contoh, lapisan ektoderm membentuk otak dan tulang belakang, mesoderm membentuk jantung, dan endoderm membentuk kandung kemih dan uretra (Pillitteri, 2003).


Tiga peristiwa lain yang terjadi selama tiga minggu pertama kehamilan:



  1. Embrio tertanam di endometrium uterus.

  2. Membran janin berdiferensiasi menjadi korion, bakal plasenta dan amnion, serta bakal kantung amnion.

  3. Plasenta mulai berfungsi. Plasenta merupakan organ datar berbentuk pipih dan memiliki banyak sistem sirkulasi darah. Normalnya, plasenta terbentuk di segmen atas endometrium uterus (lapisan dalam rahim). Fungsinya untuk pertukaran nutrisi dan gas antara embrio atau janin dan ibu.


Perkembangan fase janin dikarakteristikkan dengan periode pertumbuhan ukuran janin yang cepat. Faktor genetik dan lingkungan memengaruhi pertumbuhan janin.


Pada akhir trimester ke-2, atau usia 6 bulan menurut kalender bulan, bentuk janin menyerupai bayi yang kecil. Lemak yang terdapat di bawah kulit sangat sedikit sehingga kulit tampak berkerut, merah, dan transparan. Pembuluh darah yang terdapat di bawahnya terlihat jelas. Lapisan pelindung, yang disebut verniks kaseosa, mulai terbentuk pada kulit. Substansinya menyerupai keju dan berwarna putih, yang menempel pada kulit dan tebalnya sampai seperdelapan cm saat lahir. Lanugo, yaitu rambut-rambut halus, juga menutupi tubuh. Pada usia kehamilan sekitar 5 bulan, ibu pertama kali merasakan gerakan janin (quickening), dan denyut jantung janin dapat didengar.


Pada akhir trimester ke-3 (9½ bulan menurut kalender bulan), janin telah berkembang kurang lebih mencapai pajang badan 50 cm dan berat janin 3,2–3,4 kg. Lanugo menghilang, dan warna kulit lebih normal dan kerutan pada kulit berkurang. Lemak subkutan yang bertambah membuat bayi tampak lebih montok; masa dua bulan terakhir di dalam rahim sebagian besar bertujuan untuk meningkatkan berat badan janin. Kotak 22–1 berisi daftar faktor-faktor maternal yang dapat menyebabkan risiko bayi BBLR (berat badan lahir rendah) lebih tinggi.


Perubahan yang Terjadi pada Ibu


Selama tahap perkembangan di dalam rahim, embrio atau janin bergantung pada aliran darah ibu melalui plasenta untuk memenuhi kebutuhan dasarnya guna bertahan hidup. Kesehatan ibu sangat penting untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan janin yang sesuai masa kehamilan.


Beberapa faktor pada ibu yang meningkatkan risiko BBLR



Berat badan sebelum kehamilan rendah (di bawah normal)


Pertambahan berat badan selama kehamilan kurang dari 10,5 kg


Perawatan pranatal yang kurang


Berusia 16 tahun atau kurang atau 35 tahun atau lebih


Tingkat sosial ekonomi rendah


Nutrisi yang buruk selama kehamilan


Merokok selama kehamilan


Mengonsumsi obat-obatan terlarang atau alkohol selama kehamilan


Komplikasi selama kehamilan, status kesehatan yang buruk, terpajan infeksi


Tingkat stres yang tinggi, termasuk penganiayaan fisik dan emosi


Catatan: Dari Health Promotion Strategies Through the Life Span, ed. 7. (hlm. 309), oleh R. B. Murray


dan J. P. Zentner, 2001. Dicetak ulang dengan izin.


Oksigen


Aliran darah ibu hamil mengalami peningkatan sebesar sepertiga aliran darah normal untuk memenuhi kebutuhan oksigen janin, dan mencapai puncaknya pada 8 bulan kehamilan; frekuensi pernapasan meningkat sekitar 40%, curah jantung meningkat secara bermakna. Pada awalnya, jantung embrio berada di bagian luar tubuh, tetapi organ tersebut masuk ke dalam dada pada awal trimester ke-2. Oleh sebab itu, apabila terjadi gangguan pada trimester ke-2 ini, bayi dapat mengalami kelainan letak jantung.


Sirkulasi janin mengalir dari plasenta melalui dua arteri umbilikus yang membawa darah yang miskin oksigen keluar dari janin. Setelah 20 minggu kehamilan, denyut jantung janin dapat didengar melalui fetoskop (alat khusus untuk mendengar detak jantung janin); pada usia 10 bulan, denyut jantung dapat didengar dengan menggunakan stetoskop Doppler ultrasonografi.


Nutrisi dan Cairan


Janin memperoleh makanan dari sirkulasi plasenta dan dengan menelan cairan amnion. Kebutuhan nutrisi terpenuhi pada ibu yang melakukan diet seimbang dengan kandungan kalori yang cukup untuk memenuhi kebutuhan ibu dan janinnya.


Asam folat, salah satu jenis vitamin B, dalam jumlah yang cukup penting untuk mencegah defek tuba neural atau NTD [neural tube defect] (contohnya, spina bifida) pada janin. Salah satu tujuan Healthy People 2010 adalah untuk meningkatkan proporsi kehamilan yang dimulai dengan pemenuhan kadar asam folat optimum (USDHHS, 2000). Defek tuba neural terjadi pada minggu-minggu pertama perkembangan janin. Oleh sebab itu, wanita yang berkemungkinan hamil dianjurkan mengonsumsi 400 mikrogram asam folat per hari. Wanita juga dianjurkan mengonsumsi makanan yang banyak mengandung folat (seperti sayuran hijau, jeruk, kacang polong kering) dan suplemen vitamin yang mengandung asam folat.


Istirahat dan Aktivitas


Janin tidur hampir sepanjang waktu tetapi tetap membentuk pola tidur-bangun yang dapat terus berlanjut setelah lahir. Aktivitas janin dapat dirasakan oleh ibu antara bulan keempat dan kelima kehamilan.


Pengeluaran Feses dan Kemih


Feses janin yang dibentuk di usus berasal dari cairan amnion yang tertelan selama di dalam rahim, tetapi normalnya tidak dikeluarkan hingga setelah kelahiran. Oksigenasi janin yang tidak adekuat selama trimester ke-3 dapat menyebabkan relaksasi sfingter anus dan keluarnya feses ke dalam cairan amnion. Normalnya, urine dikeluarkan ke dalam cairan amnion pada saat ginjal matur (16–20 minggu).


Pengaturan Suhu


Cairan amnion yang mengelilingi janin dapat menciptakan lingkungan dengan suhu yang konstan. Perubahan yang bermakna pada suhu tubuh ibu dapat mengubah suhu cairan amnion dan janin. Suhu tubuh yang meningkat secara bermakna akibat penyakit, berendam di air panas, atau sauna dapat menyebabkan bayi cacat lahir.


Keselamatan


Sistem tubuh terbentuk selama periode embrionik. Hal ini menyebabkan embrio sangat rentan mengalami kerusakan oleh zat-zat yang bersifat teratogen, yaitu zat-zat yang dapat membahayakan perkembangan sel-sel normal pada embrio atau janin (Venes, 2001). Pengetahuan adanya kemungkinan kehamilan sangat penting pada pemberian obat-obatan yang bersifat teratogen untuk menghindari efek yang merusak pada janin. Selain itu, wanita harus menghindari pemeriksaan radiografi (sinar-x).


Kebiasaan merokok dan mengonsumsi alkohol dapat mempengaruhi lingkungan janin. Menurut para ahli merokok selama kehamilan dianggap sebagai penyebab berat badan lahir rendah atau BBLR dan juga dikaitkan dengan bayi lahir mati, sindrom kematian bayi mendadak (sudden infant death syndrome [SIDS]), palatum sumbing (sumbing di bagian langit-langit mulut), dan bibir sumbing. Curet dan Hsi (2002) melaporkan bahwa “pajanan alkohol selama periode kehamilan meningkatkan risiko berat badan lahir rendah, abnormalitas perkembangan dan perilaku, aborsi spontan, dan bayi lahir mati


http://askep-askeb-kita.blogspot.com/

KEJANG DEMAM

KEJANG DEMAM: "
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada saat seorang bayi atau anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Anak akan terlihat aneh untuk beberapa saat, kemudian kaku, kelojotan dan memutar matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa waktu, napas akan terganggu, dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya. Setelah kejang, anak akan segera normal kembali. Kejang biasanya berakhir kurang dari 1 menit, tetapi walaupun jarang dapat terjadi selama lebih dari 15 menit.

Anak merupakan hal yang penting artinya bagi sebuah keluarga. Selain sebagai penerus keturunan, anak pada akhirnya juga sebagai generasi penerus bangsa. Oleh karena itu tidak satupun orang tua yang menginginkan anaknya jatuh sakit, lebih-lebih bila anaknya mengalami kejang demam.

Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki. (ME. Sumijati, 2000;72-73)

Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data adanya peningkatan insiden kejang demam. Pada tahun 1999 ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83 orang dari 193 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Pada tahun 2000 ditemukan pasien kejang demam 132 orang dari 236 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Dari data di atas menunjukkan adanya peningkatan insiden kejadian sebesar 37%.

Bangkitan kejang berulang atau kejang yang lama akan mengakibatkan kerusakan sel-sel otak kurang menyenangkan di kemudian hari, terutama adanya cacat baik secara fisik, mental atau sosial yang mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. (Iskandar Wahidiyah, 1985 : 858) .

Kejang demam merupakan kedaruratan medis yang memerlukan pertolongan segera. Diagnosa secara dini serta pengelolaan yang tepat sangat diperlukan untuk menghindari cacat yang lebih parah, yang diakibatkan bangkitan kejang yang sering. Untuk itu tenaga perawat/paramedis dituntut untuk berperan aktif dalam mengatasi keadaan tersebut serta mampu memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga dan penderita, yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara terpadu dan berkesinambungan serta memandang klien sebagai satu kesatuan yang utuh secara bio-psiko-sosial-spiritual. Prioritas asuhan keperawatan pada kejang demam adalah : Mencegah/mengendalikan aktivitas kejang, melindungi pasien dari trauma, mempertahankan jalan napas, meningkatkan harga diri yang positif, memberikan informasi kepada keluarga tentang proses penyakit, prognosis dan kebutuhan penanganannya. (I Made Kariasa, 1999; 262).

Anak merupakan makhluk yang unik, karena anak memilki karakteristik tersendiri sesuai tahapan usia anak. Kejang demam pada anak diklasifikasikan berdasarkan usia anak. Kejang demam yang biasa dialami anak ialah usia 6 bulan sampai 4 tahun. Jika kejang dialami oleh anak usia lebih dari 6 tahun lebih dikategorikan sebagi kejang tanpa demam ( epilepsi ).

Berdasarkan hal tersebut kelompok tertarik untuk membahas tentang penyakit kejang demam dan dapat mengaplikasikan dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya kepada anak.

B. Tujuan penulisan

1. Tujuan umum

Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan anak pada klien dengan gangguan sistem saraf yaitu kejang demam

2. Tujuan khusus

Mahasiswa dapat menjelaskan :

1. definisi penyakit kejang demam pada anak.

2. etiologi penyakit kejang demam pada anak.

3. manifestasi klinik penyakit kejang demam pada anak .

4. patofisiologi penyakit kejang demam pada anak.

5. komplikasi penyakit kejang demam pada anak.

6. pemeriksaan diagnostik penyakit kejang demam pada anak .

7. penatalaksanaan penyakit kejang demam pada anak.

8. asuhan keperawatan yang harus diberikan pada klien dengan kejang demam.

BAB II

TINJAUAN TEORI

I. Konsep dasar Kejang Demam

A. Pengertian Kejang Demam

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 380 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. (Arif Mansjoer. 2000)

Kejang demam (febrile convulsion) ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. (Taslim. 1989)

Kejang Demam (KD) adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi. Suhu badan yang tinggi ini disebabkan oleh kelainan ekstrakranial. (Livingston, 1954)

Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996).

Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala dengan demam (Walley and Wong’s edisi III,1996).

Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).

Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada saat seorang bayi atau anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat (1,2). Hal ini dapat terjadi pada 2-5 % populasi anak. Umumnya kejang demam ini terjadi pada usia 6 bulan – 5 tahun dan jarang sekali terjadi untuk pertama kalinya pada usia <> 3 tahun. (Nurul Itqiyah, 2008)

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.

Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan. (Ngastiyah, 1997; 229).

B. Etiologi Kejang Demam

Penyebab kejang demam menurut Buku Kapita Selekta Kedokteran belum diketahui dengan pasti, namun disebutkan penyebab utama kejang demam ialah demam yag tinggi. Demam yang terjadi sering disebabkan oleh :

1. Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA)

2. Gangguan metabolik

3. Penyakit infeksi diluar susunan saraf misalnya tonsilitis, otitis media, bronchitis.

4. Keracunan obat

5. Faktor herediter

6. Idiopatik.

(Arif Mansjoer. 2000)

C. Patofisiologi Kejang Demam

(klik aja biar keliatan)

D. Klasifikasi Kejang Demam

Menurut Livingston ( 1954) Kejang demam di bagi atas dua :

Kejang demam sederhana : Kejang demam yang berlangsung singkat. Yang digolongkan kejang demma sederhana adalah

a. kejang umum

b. waktunya singkat

c. umur serangan kurang dari 6 tahun

d. frekuensi serangan 1-4 kali per tahun

e. EEG normal

Sedangkan menurut subbagian saraf anak FKUI, memodifikasi criteria livingston untuk membuat diagnosis kejang demam sederhana yaitu :

a. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun

b. Kejang berlangsung sebentar, tidak melebihi 15 menit.

c. Kejang bersifat umum.

d. Kejang timbul dalam 16 jam pertama

e. Pemeriksaan neurologist sebelum dan sesudah kejang normal

f. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal tidak menunjukkan kelainan.

g. Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.

(Taslim. 1989)

E. Manifestasi klinis

Gejala berupa

1. Suhu anak tinggi.

2. Anak pucat / diam saja

3. Mata terbelalak ke atas disertai kekakuan dan kelemahan.

4. Umumnya kejang demam berlangsung singkat.

5. Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekauan atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.

6. Serangan tonik klonik ( dapat berhenti sendiri )

7. Kejang dapat diikuti sementara berlangsung beberapa menit

8. Seringkali kejang berhenti sendiri.

(Arif Mansjoer. 2000)

F. Komplikasi

Menurut Taslim S. Soetomenggolo dapat mengakibatkan :

1. Kerusakan sel otak

2. Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama lebih dari 15 menit dan bersifat unilateral

3. Kelumpuhan (Lumbatobing,1989)

G. Pemeriksaan laboratorium

1. EEG

Untuk membuktikan jenis kejang fokal / gangguan difusi otak akibat lesi organik, melalui pengukuran EEG ini dilakukan 1 minggu atau kurang setelah kejang.

2. CT SCAN

Untuk mengidentifikasi lesi serebral, mis: infark, hematoma, edema serebral, dan Abses.

3. Pungsi Lumbal

Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis

4. Laboratorium

Darah tepi, lengkap ( Hb, Ht, Leukosit, Trombosit ) mengetahui sejak dini apabila ada komplikasi dan penyakit kejang demam.

(Suryati, 2008), ( Arif Mansyoer,2000), (Lumbatobing,1989)

H. Penatalaksanaan Medis

Pada penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan yaitu :

1. Pengobatan Fase Akut

Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar oksigennisasi terjami. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh tinggi diturunkan dengan kompres air dan pemberian antipiretik.

Obat yang paling cepat menghentikan kejangadalah diazepam yang diberikan intravena atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut. Bila diazepam intravena tidak tersedia atau pemberiannya sulit gunakan diazepam intrarektal 5 mg (BB<10>10kg). bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang 5 menit kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBb/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan Nacl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.

Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan -1 tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg secara intramuscular. Empat jama kemudian diberikan fenobarbital dosis rumat. Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan secara suntikan dan setelah membaik per oral. Perhatikan bahwa dosis total tidak melebihi 200mg/hari. Efek sampingnya adalah hipotensi,penurunan kesadaran dan depresi pernapasan. Bila kejang berhenti dengan fenitoin,lanjutkna fenitoin dengan dosis 4-8mg/KgBB/hari, 12-24 jam setelah dosis awal.

2. Mencari dan mengobati penyebab

Pemeriksaan cairan serebrospinalis dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitiss, misalnya bila ada gejala meningitis atau kejang demam berlangsung lama.

3. Pengobatan profilaksis

Ada 2 cara profilaksis, yaitu (1) profilaksis intermiten saat demam atau (2) profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan setiap hari. Untuk profilaksis intermiten diberian diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat diberikan pula secara intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5mg (BB<10kg)>10kg) setiap pasien menunjukkan suhu lebih dari 38,5 0 C. efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan hipotonia.

Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsy dikemudian hari. Profilaksis terus menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5mg.kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan

Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1 atau 2) yaitu :

1. sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologist atau perkembangan (misalnya serebral palsi atau mikrosefal)

2. Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologist sementara dan menetap.

3. Ada riwayat kejang tanpa demma pada orang tua atau saudara kandung.

4. bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multiple dalam satu episode demam.

Bila hanya mmenuhi satu criteria saja dan ingin memberikan obat jangka panjang maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan diazepam oral atau rectal tuap 8 jam disamping antipiretik.

( Arif Mansyoer,2000)

II. Konsep asuhan keperawatan

A. Pengkajian

Menurut Doenges (1993 ) dasar data pengkajian pasien adalah :
a. Aktifitas / Istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan umum
Keterbatasan dalam beraktifitas / bekerja yang ditimbulkan oleh diri sendiri / orang terdekat / pemberi asuhan kesehatan atau orang lain.
Tanda : Perubahan tonus / kekuatan otot
Gerakan involunter / kontraksi otot ataupun sekelompok otot.

b. Sirkulasi
Gejala : Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sianosis
Posiktal : Tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan.

c. Eliminasi
Gejala : Inkontinensia episodik.
Tanda : Iktal : Peningkatan tekanan kandung kemih dan
tonus sfingter.
Posiktal : Otot relaksasi yang menyebabkan inkontenensia ( baik urine / fekal ).

d. Makanan dan cairan
Gejala : Sensitivitas terhadap makanan, mual / muntah yang
berhubungan dengan aktifitas kejang.

e. Neurosensori
Gejala : Riwayat sakit kepala, aktifitas kejang berulang, pingsan, pusing. Riwayat trauma kepala, anoksia dan infeksi cerebral.

f. Nyeri / kenyaman
Gejala : Sakit kepala, nyeri otot / punggung pada periode posiktal.
Tanda : Sikap / tingkah laku yang berhati –hati.
Perubahan pada tonus otot.
Tingkah laku distraksi / gelisah.

g. Pernafasan
Gejala : Fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun / cepat, peningkatan sekresi mukus.
Fase posiktal : apnea.

B. Pemeriksaan diagnostik

1. Periksa darah / lab : Hb. Ht, Leukosit, Trombosit

2. EEG

3. Lumbal punksi

4. CT-SCAN

C. Diagnosa keperawatan

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah

2. Tidak Efektinya Bersihan Jalan Nafas b.d Peningkatan Sekresi Mukus

3. Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhann tubuh b.d peningkatan suhu tubuh

4. Resiko tinggi kejang berulang b.d riwayat kejang

5. Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat.

D. Intervensi keperawatan

1. Dx 1 Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan cairan klien terpenuhi.

Kriteria hasil :

- TTV stabil

- Menunjukkan adanya keseimbangan cairan seperti output urin adekuat.

-Turgor kulit baik

- membrane mukosa mulut lembab

Intervensi :

1. Ukur dan catat jumlah muntah yang dikleuarkan, warna, konsistensi.

R/ : menentukan kehilangan dan kebutuhan cairan tubuh

2. Berikan makanan dan cairan

R/ : memnuhi kebutuhan makan dan minum

3. Berikan support verbal dalam pemberian cairan

R/ : meningkatkan konsumsi cairan klien

4. Kolaborasi berikan pengobatan seperti obat antimual.

R/ : menurunkan dan menghentikan muntah klien

5. Pantau Hasil Pemeriksaan Laboratorium

R/ Untuk mengetahui status cairan klien.

2. Dx 2 Tidak Efektinya Bersihan Jalan Nafas b.d Peningkatan Sekresi Mukus

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan bersihan jalan nafas efektif

Kriteria hasil :

-sekresi mukus berkurang

- tak kejang

- gigi tak menggigit

Intervensi :

1. Ukur Tanda-tanda vital klien.

R/ : untuk mengetahui status keadaan klien secara umum.

2. Lakukan penghisapan lendir

R/ : menurunkan resiko aspirasi

3. Letakan klien pada posisi miring dan permukaan datar

R/ : mencegah lidah jatuh kebelakang dan menyumbat jalan nafas

4. Tanggalkan pakaian pada daerah leher atau dada dan abdomen

R/ : untuk memfasilitasi usaha bernafas

3. Dx. 3 Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhann tubuh b.d peningkatan suhu tubuh

Tujuan : Keseimbangan cairan terpenuhi

1. Observasi TTV (suhu tubuh) tiap 4 jam

R/ peningkatan suhu tubuh dari yang normal membutuhkan penambahan cairan.

2. Hitung Intak & Output setiap pergantian shift.

R/ Untuk mengetahui keseibangan cairan klien.

3. Anjurkan pemasukan/minum sesuai program.

R/ membantu mencagah kekurangan cairan.

4. Kolaborasi pemeriksaan lab : Ht, Na, K.

R/ mencerminkan tingkat / derajat dehidrasi.

4. Dx. 4 Resiko tinggi kejang berulang b.d riwayat kejang

Tujuan : Agar tidak terjadi kejang berulang

1. Observasi TTV (suhu tubuh) tiap 4 jam

R/ peningkatan suhu tubuh dapat mengakibatkan kejang berulang.

2. Observasi tanda-tanda kejang.

R/ untuk dapat menentukan intervensi dengan segera.

3. Kolaborasi pemberian obat anti kejang /konvulsi.

R/ menanggulangi kejang berulang.

5. Dx. 5 Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat.

Tujuan : Peningkatan status nutrisi

1. Tingkatkan intake makanan dengan menjaga privasi klien, mengurangi gangguan seperti bising/berisik, menjaga kebersihan ruangan.

R/ cara khusus meningkatkan napsu makan.

2. Bantu klien makan

R/ membantu klien makan.

3. selingi makan dengan minum

R/ memudahkan makanan untuk masuk.

4. Monitor hasil lab seperti HB, Ht

R/ : Monitor status nutrisi klien

5. Atur posisi semifowler saat memberikan makanan.

R/ : Mengurangi regurtasi.

E. Evaluasi

1. Kekurangan volume cairan tidak terjadi

2. Bersihan Jalan Nafas kembali efektif

3. Keseimbangan kebutuhan cairan klien tercukupi.

4. Resiko tinggi kejang berulang tidak terjadi

5. kebutuhan Nutrisi klien dapat terpenuhi.

BAB III

CONTOH GAMBARAN KASUS

A. Gambaran kasus

Klien An. D umur 3 tahun 6 bulan dirawat di RSF dari tanggal 10 Juni 2008 dengan keluhan kejang demam selama dirumah 3 kali selama 24 jam, kejang pertama ± 15 menit, kejang kedua ±10 menit, kejang ketiga ± 5 menit, tangan dan kaki mengepal pada saat kejang, suhu klien 39,5O C. Keadaan umum klien lemah,nadi 120x/menit, RR 26 kali/menit, Suhu 39,5O C, klien terlihat gelisah, ubun-ubun besar cekung, mukosa mulut kering, BB saat masuk RS IGD 9,5 kg,Berat badan saat ini 8,1 kg, Lingkar lengan atas 14 cm (ideal 16 cm) ,Tb 75 cm, muntah sebanyak ½ aqua geas (120cc) berisi cairan kuning kecoklatan, sebelum & saat dirawat klien tidak mau makan. Intake klen minum sebanyak 300 cc & infuse 400 cc, total 700 cc, Output BAK&BAB :340 cc, Iwl 110 cc, Total :450 cc, Balance : 250 cc Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 10 Juni 2008 Hb: 11,6 g/dl (N:13,2-17,3 g/dl), Ht: 38% (N:31-59%), Leukosit : 13.500/ul, Trombosit: 81 ribu/ul, Eritrosit: 3.51 juta/ul. Leukosit: 13.500/µL(N= 6.000 – 17.500/µL), Trombosit : 400.000 /µL (N= 150.000 – 440.000/µL), Eritrosit : 5juta/µL(N= 3,60 – 5,20 juta/µL), Natrium : 131 mmol/L (N= 135 – 145 mmol/L), Kalium: 2,4 mmol/L (N= 3,5 – 5,5 mmol/L), Clorida : 100 mmol/L (N= 98 – 105 mmol/L)

B. Diagnosa, Intervensi, Implementasi dan Evaluasi Keperawatan.

Dari data diatas penulis mengangkat tiga diagnosa keperawatan adalah sebagai berikut :

Diagnosa 1 : Kekurangan Volume cairan b.d mual dan muntah. Ditandai dengan : DS : -. DO : keadaan umum lemah, mucosa mulut kering,konjungtiva anemis, capilarry refill 3 detik, muntah ± ½ aqua gelas (120cc) berisi cairan kuning kecoklatan, Nadi :120x/menit, RR 26x/menit, Suhu : 39,5º C, Hasil Lab 10 Juni 2008 Natrium: 131 mmol/L (N= 135 – 145 mmol/L), Kalium: 2,4 mmol/L (N= 3,5 – 5,5 mmol/L), Clorida : 100 mmol/L (N= 98 – 105 mmol/L).

Perencanaan keperawatan : Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam kebutuhan cairan klien terpenuhi. Kriteria hasil : Tanda – tanda vital dalam batas normal :N : 60 – 80 x / mnt, S : 36º - 37ºC, RR : 16 – 20 x / mnt, mukosa mulut lembab, muntah teratasi,konjungtiva tidak anemis, capilarry refill < style=""> hasil laboratorium normal Natrium: 135 – 145 mmol/L, Kalium: 3,5 – 5,5 mmol/L, Clorida : N= 98 – 105 mmol/L.

Intervensi : Ukur dan catat jumlah muntah yang dikleuarkan, warna, konsistensi. Berikan makanan dan cairan, Berikan support verbal dalam pemberian cairan, Kolaborasi berikan pengobatan seperti obat antimual, Pantau Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Implementasi : Ukur dan catat jumlah muntah yang dikleuarkan, warna, konsistensi. Berikan makanan dan cairan, Berikan support verbal dalam pemberian cairan, Kolaborasi berikan pengobatan seperti obat antimual, Pantau Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Evaluasi akhir : S : Klien mengatakan sudah dapat minum. O : Tanda – tanda vital dalam batas normal :N : 60 – 80 x / mnt, S : 36º - 37ºC, RR : 16 – 20 x / mnt, mukosa mulut lembab, muntah teratasi, Lingkar lengan atas ideal 16 cm, hasil laboratorium normal Natrium: 135 – 145 mmol/L, Kalium: 3,5 – 5,5 mmol/L, Clorida : N= 98 – 105 mmol/L.. A: Masalah kekurangan cairan dapat teratasi. P : hentikan intervenís

Diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat Ditandai dengan data – data sebagai berikut : DS: Ibu klien mengatakan sebelum dan saat dirawat tidak napsu makan. DO: K.U: lemah, BB awal mei 2008 9,5 kg saat masuk RS IGD 8,1 kg, muntah ½ gelas Aqua(120cc), Lingkar lengan atas 14 cm ( ideal 16 cm), Hasil Laboratorium tanggal 10 Juni 2008 Hb: 11,6 g/dl (N:13,2-17,3 g/dl), Ht: 38% (N:31-59%).

Perencanaan keperawatan, Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperwatan 3 x 24 jam nutrisi terpenuhi dan berat badan meningkat. Kriteria hasil : BB naik 0.25kg(ideal 12kg), mual dan muntah klien dapat teratasi, napsu makan bertambah, Hb&Ht dalam batas normal (Hb:10.8-15.6 g/dl & Ht: 35-43%).

Intervensi : Tingkatkan intake makanan dengan menjaga privasi klien, mengurangi gangguan seperti bising/berisik, menjaga kebersihan ruangan. Bantu klien makan, selingi makan dengan minum, Monitor hasil lab seperti HB & Ht, Atur posisi semifowler saat memberikan makanan.

Implementasi : Tingkatkan intake makanan dengan menjaga privasi klien, mengurangi gangguan seperti bising/berisik, menjaga kebersihan ruangan. Bantu klien makan, selingi makan dengan minum, Monitor hasil lab seperti HB & Ht, Atur posisi semifowler saat memberikan makanan. Evaluasi akhir : S: ibu mengatakan susu diberikan sesuai jadwal. O : BB naik 0.3 Kg jadi 9.5kg Hb: 9.2g/dl, Ht: 30%, A : masalah kekurangan nutrisi belum teratasi. P : lanjutkan intervensi Dx.2

Diagnosa 3 : Resiko injuri berhubungan dengan kejang berulang. Ditandai dengan data – data sebagai berikut : DS : ibu klien bertanya penanganan kejang. DO : penghalang tempat tidur tidak terpasang, S : 38.3ºC, N: 124x/menit, RR:42X/menit

Perencanaan keperawatan : Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam injuri tidak terjadi. Kriteria hasil : orang tua dapat mengidentifikasi faktor yang dapat menimbulkan cidera, mampu melakukan penanganan kejang, menunjukan koping positif.

Intervensi : berikan posisi yang aman, memasang pengaman tempat tidur, memberikan penjelasan kepada orang tua tentang penanganan kejang.

Implementasi : observasi suhu(penyebab kejang), memberikan posisi yang aman, memberikan penjelaan kepada orang tua tentang penanganan kejang..

Evaluasi akhir : S : ibu klien mengatakan sudah tidak terjadi kejang, sudah memasang penghalang. O : S : 37,2ºC, N: 124x/menit, RR: 42X/menit. Klien tidak kejang, pengaman tempat tidur sudah terpasang dengan baik A : masalah resiko injuri tidak terjadi. P: Lanjutkan intervensi Dx.2

.

BAB IV

PENUTUP

Pada bab ini penulis akan membahas contoh asuhan keperawatan pada An.D yang mengalami kejang demam yang telah divas pada bab III serta memberikan saran untuk masalah keperawatan yang harus diintervensi serta berkesinambungan.

A. Kesimpulan

1. Dari hasil pengkajian pada An. D menurut contoh gambaran kasus diatas mendapatkan hasil data yang sesuai dengan teori yaitu seperti adanya kejang demam yang disebabkan demam yang tinggi yaitu dengan suhu 39,5º , tidak ada respon verbal, frekuensi pernapasan meningkat 26 x/menit.

2. Diagnosa keparawatan yang ditemukan pada klien sesuai gambaran kasus diatas yaitu : Kekurangan Volume cairan b.d mual dan muntah, Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat, Resiko injuri berhubungan dengan kejang berulang.

3. Intervensi keperawatan pada An. D telah disusun sesuai dengan teori atau konsep dasar asuhan keperawatan. Intervensi meliputi juga tindakan yang dilakukan secara mandiri dan kolaborasi dengan tim kesehatan lain.

4. Implementsi keperawatan yang dilakukan sesuai dengan intervensi yang dibuat dan disesuaikan dengan keadaan klien yang terjadi di rumah sakit.

5. Adapun evaluasi akhir dari keseluruhan asuhan keperawatan yang telah diberikan. Evaluasi dilaksanakan secara sumatif yaitu dengan memberikan kesimpulan dari hasil pelaksanaan asuhan keperawatan secara keseluruhan.

B. Saran

Pada kesempatan ini penulis akan mengemukakan beberapa saran sebagai bahan masukan yang bermanfaat bagi usaha peningkatan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang akan datang, diantaranya :

1. Dalam melakukan asuhan keperawatan, perawat mengetahui atau mengerti tentang rencana keperawatan pada pasien dengan kejang demam, pendokumentasian harus jelas dan dapat menjalin hubungan yang baik dengan klien dan keluarga.

2. Dalam rangka mengatasi masalah resiko injuri pada klien dengan kejang demam maka tugas perawat yang utama hádala sering memantau frekuensi pernapsan anak, memperhatikan posisi anak, pengaman pada tempat tidur anak.

3. Untuk keluarga diharapkan selalu membantu dan memotivasi klien dalam proses penyembuhan.




DAFTAR PUSTAKA

Lumbantobing. 1989. Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada Anak.Jakarta : FKUI

Mansjoer, arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III vol. 1. Jakarta : Media Aesculapius.

Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta

Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 2, hal 847. Cetakan ke 9. 2000 bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI

Doenges, E, Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.

khaidirmuhaj (http://khaidirmuhaj.blogspot.com/2009/02/askep-anak-kejang-demam.html)

"

Blog Archive