Sunday, January 3, 2010

Chlamydia Trachomatis


BAB I

PENDAHULUAN


  1. Latar Belakang


Mikrooganisme normal adalah mikrooganisme yang terdapat pada tubuh bagian tertentu dan pada usia tertentu. Mikroorganisme yang secara alamiah menghuni tubuh manusia disebut flora normal.

Mikroorganisme normal tubuh manusia yang sehat perlu diketahui karena alasan-alasan berikut :

  1. Diketahui hal ini dapat membantu menduga macam infeksi yang mungkin timbul setelah terjadinya kerusakan jaringan pada organ-organ yang khusus.
  2. Hal ini memberikan petunjuk mengenai kemungkinan sumber dan pentingnya mikroorganisme yang teramati pada beberapa infeksi klinis.
  3. Hal ini dapat membuat kita menaruh perhatian lebih besar terhadap infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme yang merupakan mikrobiota normal atau asli pada inang manusia. Hal ini penting, karena terlihat adanya peningkatan timbulnya infeksi yang disebabkan oleh jasad-jasad renik yang bersumber dari luar.


Dalam makalah ini penulis akan mengmbil salah satu infeksi Chlamydia trachomatis pada genetalia wanita. Infeksi Chlamidya trachomatis pada banyak negara merupakan penyebab utama infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual. Laporan WHO tahun 1995 menunjukkan bahwa infeksi oleh C. trachomatis diperkirakan 89 juta orang. Di Indonesia sendiri sampai saat ini belum ada angka yang pasti mengenai infeksi C. Trachomatis.


C. trachomatis merupakan penyebab Uretritis Non Spesifik (UNS) terbanyak dibanding dengan organisme lain. Dari berbagai studi dilaporkan bahwa 30 -60 % dari penderita UNS dapat diisolasi C. trachomatis.

Dalam bidang penyakit menular seksual (PMS) C. trachomatis dapat merupakan penyebab uretritis, servisitis, endometritis, salpingitis, perihepatitis, epididimitis, limfogranuloma venerium dan seterusnya. Angka transmisi seksual C. trachomatis sering melebihi 20 % pada wanita muda.

Hutapea NO (1992) melahporkan penularan terhadap mitra seksual 38 pria UNS dengan positif Chlamydia terjadi pada 17 wanita (45 %). Diperkirakan 25 -50 % infeksi C. trachomatis bersifat asimtomatik, terutama pada wanita (80 %), akan tetapi C. trachomatis mempunyai peranan penting pada servisitis mukopurulen dan infeksi radang panggul (PID). Di Amerika 25 -50 % kasus PID oleh karena C. trachomatis dan meliputi 5 -8 % wanita muda yang datang ke beberapa klinik maternitas dan merupakan karier C. trachomatis.

Infeksi C. trachomatis sampai saat ini masih merupakan problematik karena keluhan ringan, kesukaran fasilitas diagnostik, mudah menjadi kronis dan residif, dan mungkin menyebabkan komplikasi yang serius seperti infertilitas dan kehamilan ektopik. Selain itu bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi mempunyai resiko untuk menderita konjungtivitis dan atau pneumonia.

Mengingat tingginya angka kejadian infeksi C. trachomatis baik secara tunggal ataupun bersamaan dengan PMS lain, serta dampak dari komplikasinya maka perlu diberikan perhatian yang besar dalam hal diagnosis dan pengobatannya.


  1. Tujuan


  • Tujuan umum:

    Untuk memenuhi salah satu persyaratan kriteria penilaian dalam mata kuliah miikrobiologi.


  • Tujuan Khusus:

    Diharapkan mahasiswa mampu:

    • Mengetahui penyebab dari Chlamydia trachomatis.
    • Mengetahui gejala yang timbul oleh Chlamydia trachomatis.
    • Mengetahui cara pengobatan dan pencegahan terhadap Chlamydia trachomatis.


  1. Ruang Lingkup Materi


Ruang lingkup materi yaitu pengertian pengertian chlamydia trachomatis, klafikasi C. trachomatis, gambaran klinik C. trachomatis, metode pemeriksaan C. trachomatis, diagnosis, dan pengobatan.



  1. Metode Penulisan


Dalam pembuatan tugas masalah ini digunakan beberapa metode untuk menyelesaikannya. Metode yang dilakukan :


  1. Studi literatur


    kegitan ini bertujuan untuk mencari bahan-bahan teori yang di jadikan referensi dalam pembuatan makalah ini.


  2. Konsultasi


    Metode yang dilakukan selanjutnya adalah metode konsultasi yang di berikan oleh dosen. Dengan adanya konsultasi diharapkan kesulitan yang ada dapat diatasi dan informasi yang di berikan oleh pembimbing.


  3. Media internet


1.5 Sistematik Penulisan


BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Tujuan

1.3 Ruang lingkup materi

1.4 Metode penuisan

1.5 Sistematik penulisan


BAB II. TINJAUAN MATERI

2.1 Pengertian Chlamydia Trachomatis

2.2 Klasifikasi C. trachomatis

2.3 Gambaran klinik C. Trachomatis

2.3.1 Gejala

2.3.2 Penelitian

a. Endometritis

b. Salfingitis

c. Perihepatitis

2.4 Metode pemeriksaan C. Trachomatis

2.4.1 Biakan

2.4.2 Pemeriksaan mikroskopik

2.4.3 Deteksi antigen langsung

2.4.4 Serologi

2.4.5 Test DNA Chlamydia


2.5 Diagnosis

2.6 Pencegahan C. trachomatis

2.7 Pengobatan C. trachomatis


BAB III. KESIMPULAN dan SARAN

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran


BAB II

TINJAUAN MATERI

  1. Pengertian


Chlamydia merupakan bakteri obligat intraselular, hanya dapat berkembang biak di dalam sel eukariot hidup dengan membentuk semacam koloni atau mikrokoloni yang disebut badan inklusi (BI).

  1. Klafikasi Chlamydia Trachomatis


Dalam hal taksonomi C. trachomatis termasuk dalam ordo chlamydiales, famili chlamydia ceae, genus chlamydia. Spesiesnya adalah Chlamydia trachomatis, Chlamydia psittaci, Chalmydia pneumonia dan Chlamydia pecorum.

Species C. trachomatis mempunyai 515 serovar, dimana serovar A,B dan C menyebabkan tarchoma, serovar D sampai K menyebabkan infeksi genital, serovar L1 sampai L3 menyebabkan limfogranuloma venereum (LGV). Chlamydia membelah secara benary fision dalam badan intrasitoplasma.

C. trachomatis berbeda dari kebanyakkan bakteri karena berkembang mengikuti suatu siklus pertumbuhan yang unik dalam dua bentuk yang berbeda, yaitu berupa Badan Inisial. Badan Elementer (BE) dan Badan Retikulat (BR) atau Badan Inisial. Badan elementer ukurannya lebih kecil (± 300 nm) terletak ekstraselular dan merupakan bentuk yang infeksius, sedangkan badan retikulat lebih besar (± 1 um) terletak intraselular dan tidak infeksius.

Antigen pada permukaan chlamydia dapat diklasifikasikan sebagai Lipopolisakharida (LPS) dan Major Outer Membrane Protein (MOMP) yang merupakan antigen spesifik Chlamydia. Heat Shock Protein (HSP) yang terkode secara genetik berhubungan dengan respon imunopathologik. Namun sampai sekarang belum jelas apakah respon antibodi terhadap CHSP 60 memang terlibat dalam imunopatologik chlamydia atau semata-mata sebagai petanda infeksi chlamydial yang persinten.


  1. Gambaran Klinik


Manifestasi klinis infeksi C. trachomatis serovar D-K dalam beberapa hal mirip dengan infeksi N. gonorrhoeae. Infeksi genital oleh chlamydia lebih lebih sering pada orang-orang muda aktif seksual.

2.3.1 Gejala

Gejala mula timbul dalam waktu 3-12 hari atau lebih setelah terinfeksi. Pada penis atau vagina muncul lepuhan kecil berisi cairan yang tidak disertai nyeri. Lepuhan ini berubah menjadi ulkus (luka terbuka) yang segera membaik sehingga seringkali tidak diperhatikan oleh penderitanya. Selanjutnya terjadi pembengkakan kelenjar getah bening pada salah satu atau kedua selangkangan. Kulit diatasnya tampak merah dan teraba hangat, dan jika tidak diobati akan terbentuk lubang (sinus) dikulit yang terletak diatas kelenjar getah bening tersebut. Dari lubang ini akan keluar nanah atau cairan kemerahan, lalu akan membaik; tetapi biasanya meninggalkan jaringan parut atau kambuh kembali. Gejala lainnya adalah demam, tidak enak badan, sakit kepala, nyeri sendi, nafsu makan berkurang, muntah, sakit punggung dan infeksi rektum yang menyebabkan keluarnya nanah bercampur darah. Akibat penyakit yang berulang dan berlangsung lama, maka pembuluh getah bening bisa mengalami penyumbatan, sehingga terjadi pembengkakan jaringan.

Infeksi rektum bisa menyebabkan pembentukan jaringan parut yang selanjutnya mengakibatkan penyempitan rektum.

2.3.2 Penelitian

Pada penelitian yang menghubungkan servisitis dengan ektopi serviks, prevalerisi servisitis yang disebabkan C. trachomatis lebih banyak ditemukan pada penderita yang menunjukkan ektopi serviks dibandingkan yang tidak ektopi. Penggunaan kontrasepsi oral dapat menambah resiko infeksi chlamydia trachomatis pada serviks, oleh karena kontrasepsi oral dapat menyebabkan ektopi serviks.


Pada laki-laki, uretritis merupakan manifestasi klinis yang paling sering, sedangkan pada wanita adalah servisitis, endometritis dan salfingitis, disamping dapat juga terjadi gejala uretritis.


  • Infeksi pada Wanita


Sekitar setengah dari wanita dengan infeksi C. trachomatis di daerah genital ditandai dengan bertambahnya duh tubuh vagina dan atau nyeri pada waktu buang air kecil, sedangkan yang lainnya tidak ada keluhan yang jelas. Pada penyelidikan pada wanita usia reproduktif yang datang ke klinik dengan gejala-gejala infeksi traktus urinarius 10 % ditemukan carier C. trachomatis.

Faktor resiko infeksi C. trachomatis pada wanita adalah :

  • Usia muda, kurang dari 25 tahun
  • Mitra seksual dengan uretritis
  • Multi mitra seksual
  • Swab endoserviks yang menimbulkan perdarahan
  • Adanya sekret endoserviks yang mukopurulen
    • Memakai kontra sepsi 'non barier' atau tanpa kontrasepsi.
  • Servisitis

Chlamydia trachomatis menyerang epitel silindris mukosa serviks. Tidak ada gejala-gejala yang khas membedakan servisitis karena C. trachomatis dan servisitis karena organisme lain. Pada pemeriksaan dijumpai duh tubuh yang mukopurulen dan serviks yang ektopi.


  • Endometritis


Servisitis oleh karena infeksi C. trachomatis dapat meluas ke endometrium sehingga terjadi endometritis. Tanda dari endometritis antara lain menorrhagia dan nyeri panggul yang ringan. Pada pemeriksaan laboratorium, chlamydia dapat ditemukan pada aspirat endometrium.


  • Salfingitis (PID)


Salfingitis terjadi oleh karena penjalaran infeksi secara ascenden sehingga infeksi sampai ke tuba dan menyebabkan kerusakan pada tuba (terjadi tuba scarring). Hal ini dapat menyebabkan infertilitas dan kehamilan ektopik.


  • Perihepatitis (Fitz -Hugh -Curtis Syndrome)


Infeksi C. trachomatis dapat meluas dari serviks melalui endometrium ke tuba dan kemudian parakolikal menuju ke diafragma kanan. Beberapa dari penyebaran ini menyerang permukaan anterior liver dan peritoneum yang berdekan sehingga menimbulkan perihepatitis. Parenchym hati tidak diserang sehingga tes fungsi hati biasanya normal.


2.4 Berbagai Metode untuk Pemeriksaan Chlamydia Trachomatis


Untuk menunjukkan adanya infeksi genital oleh C. trachomatis bahan pemeriksaan harus diambil uretra atau serviks dengan menggunakan swab kapas dengan tangkai metal. Pada wanita C. trachomatis lebih sering dapat diisolasi di serviks dari pada uretra.


2.4.1 Biakan


Sampai tahun 1980-an diagnosis infeksi C. trachomatis terutama berdasarkan pada isolasi organisma dalam biakan sel jaringan. Ini merupakan metode tradisional untuk diagnosis laboratorium dan tetap sebagai metode pilihan untuk spesimen medikolegal dimana sensitifitas diperkirakan 80-90 % dan spesitasnya 100 %. Yang dapat digunakan adalah sel-sel Mc. Coy yaitu sel-sel yaitu sel-sel fibroblas tikus (L-cells).

Biakan sel dapat juga digunakan mencari bahan inklusi Chlamydia dengan bantuan grup spesifik fluorescein -labelled antibodi monoklonal terhadap C. trachomatis. Prosedur ini memb utuhkan mikroskop fluorescens.


2.4.2 Pemeriksaan Mikroskopik


Pemeriksaan dalam gelas objek diwarnai dengan pewarnaan giemsa atau larutan jodium dan diperiksa dengan mikroskop cahaya biasa. Pada pewarnaan Giemsa, Badan Inklusi (BI) terdapat intra sitoplasma sel epitel akan nampak warna ungu tua, sedangkan dengan pewarnaan yodium akan terlihat berwarna coklat. Jika dibanding dengan cara kultur, pemeriksaan mikrosopik langsung ini sensitifitasnya rendah dan tidak dianjurkan pada infeksi asimtomatik.


2.4.3 Deteksi Antigen Langsung


Dikenal 2 cara pemeriksaan antigen yaitu :


  1. Direct Fluorescent Antibody (DFA)

    Cara ini merupakan test non-kultur pertama dimana C. trachomatis dapat ditemukan secara langsung dengan metode monoklonal antibodi yang dilabel dengan fluorescein. Dengan teknik ini Chlamydia bebas ekstraseluler yang disebut badan elementer (BE) dapat ditemukan. Kadang-kadang juga dapat ditemukan badan inklusi intrasitoplasmik. Cara ini tidak dapat membedakan antara organisme mati atau hidup, tetapi keuntungannya tidak membutuhkan biakan sel jaringan dan hasilnya dapat diketahui dalam 30 menit.

2. Enzym Immuno Assay (EIA)

Banyak tes-tes yang tersedia saat ini menggunakan teknik ini. Tidak seperti DFA, EIA bersifat semiautomatik dan sesuai digunakan untuk memproses spesimen dalam jumlah besar.


2.4.4 Serologik


Tes serologik tidak digunakan secara rutin dan luas untuk diagnosi infeksi traktus genitalis chlamydial kecuali untuk LGV, oleh karena dijumpai prevalensi antibodi pada populasi seksual aktif yang mempunyai resiko tinggi terhadap infeksi C. trachomatis, yaitu berkisar 45 -60 % dari individu yang diperiksa.

Walupun tidak selalu dijumpai pada setiap kasus infeksi genital tanpa komplikasi, antibodi terhadap C. trachomatis biasanya timbul setelah infeksi dan dapat menetap selama bertahun-tahun. Respon Ig M dapat dilihat pada infeksi episode pertama.

Berbagai teknik serologik diaplikasikan untuk mempelajari infeksi clamydial antara lain :


  1. Complement Fixation (CFT)


CFT menggunakan antigen 'group' chlamydia untuk mendeteksi serum antibodi terhadap semua anggota genus ini. Konsekwensinya, deteksi antiboditerhadap antigen lipopolysacharida chlamydial tidak dapat membedakan antara infeksi C. trachomatis dengan C. psittaci dan juga tidak cukup sensitif untuk deteksi antibodi terhadap C. pneumonia.


  1. Microimmunofluorescence (MIF)


MIF menggunakan antigen chlamydial purifikasi tertentu yang ditempatkan diatas slide kaca bereaksi dengan serum penderita. Test ini sensitif dan spesifik, dimana pada sebagian besar kasus dapat memberikan informasi mengenai serotype infeksi C. trachomatis.


Selain di serum, antibodi dapat juga ditemukan pada sekresi lokal tubuh lainnya seperti air mata dan sekresi genital. Antibodi C.trachomatis dapat diklasifikasikan menurut Ig (IgM, IgG dan IgA) dengan teknik ini. Respon IgM merupakan ciri infeksi akut dan terutama digunakan dalam diagnosis infant chlamydial pneumonia.


Hasil serologik chlamydial biasanya diinterprestasikan sebagai berikut:

  • Infeksi akut ; titer IgM > l ; 8 dan/atau peningkatan 4 kali lipat atau lebih, atau penurunan titer IgG.
  • Infeksi kronik ; titer IgG tetap tinggi > l : 256. l5


2.4.5 Test DNA Chlamydia


1. DNA Hibridisasi (DNA Probe)

Test ini sensitifitasnya kurang dibandingkan metode kultur yaitu 75-80% dan spesifitas lebih dari 99 %.


2. Nucleic Acid Amplification

Teknik amplifikasi nukleat yang terbanyak dipakai yaitu : Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Ligase Chain Reaction (LCR). Test ini memiliki sensitifitas dan spesifisitas tinggi, dan dapat menggunakan non-invasif spesimen seperti urine untuk menskrining infeksi asimtomatik pada wanita maupun pria.


  1. Diagnosis


    Diagnosis infksi C. trachomatis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinik dan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium merupakan dasar dalam menegakkan diagnosis. Pada pemeriksaan laboratorium, infeksi C. trachomatis pada genital ditegakkan bila dijumpai suatu tes chlamydial yang positif, serta tidak dijumpai kuman penyebab spesifik. Untuk laboratorium dengan fasilitas yang terbatas, sebagai pedoman infeksi C.trachomatis pada pria memberi gejala berupa sekret uretraeropurulen/mukopurulen serta ditemukan sel PMN > 5 Ipb dan tidak ditemukan diplokok negatif Gram intra/ekstra sel pada pemeriksaan sediaan apus sekret uretra. Sedangkan pada wanita adanya sekret serviks sero/mukopurulen dan sel PMN > 30 Ipb serta tidak ditemukan kuman diplokok Gram negatif intra/ekstraseluler pada sediaan apus atau T. vaginalis.


    2.6 Pencegahan


    Cara yang paling baik untuk mencegah penularan penyakit ini adalah abstensia. Untuk mengurangi resiko tertular oleh penyakit ini sebaiknya menjalani perilaku seksual yang aman (tidak berganti – ganti pasangan seksual atau menggunakan kondom)


    2.7 Pengobatan


    Penting untuk dijelaskan pada pasien dengan infeksi genital oleh C. trachomatis, mengenai resiko penularan kepada pasangan seksualnya, Contact tracing (pemeriksaandan pengobatan partner seksual) diperlukan untuk keberhasilan pengobatan.

    Untuk pengobatan, Tetrasiklin adalah antibodi pilihan yang sudah digunakan sejak lama untuk infeksi genitalia yang disebabkan oleh C.trachomatis. Dapat diberikan dengan dosis 4 x 500 mg/h selama 7 hari atau 4 x 250 mg/hari selama 14 hari. Analog dari tetrasiklin seperti doksisiklin dapat diberikan dengan dosis 2 x l00 mg/h selama 7 hari. Obat ini yang paling banyak dianjurkan dan merupakan drug of choice karena cara pemakaiannya yang lebih mudah dan dosisnya lebih kecil. Azithromisin merupakan suatu terobosan baru dalam pengobatan masa sekarang. Diberikan dengan dosis tunggal l gram sekali minum.


    Regimen alternatif dapat diberikan :

  • Erythromycin 4 x 500 mg/hari selama 7 hari atau 4 x 250 mg/hari selama l4 hari.
  • Ofloxacin 2 x 300 mg/hari selama 7 hari


Regimen untuk wanita hamil :

  • Erythromycin base 4 x 500 mg/hari selama 7 hari



BAB III

KESIMPULAN dan SARAN


3.1 Kesimpulan


Chlamydia Trachomatis merupakan penyebab infeksi genital non spesifik yang terbanyak sekarang ini dibandingkan dengan organisma lain, baik di negara maju maupun negara berkembang. Diperlukan indentifikasi/diagnosis dini dan pengobatan yang cepat dan tepat dalam usaha memutus mata rantai penularan dalam masyarakat dan mencegah sequele jangka panjang.


3.2 Saran


Cara yang paling baik untuk mencegah penularan penyakit ini adalah:

  • Abstensia ( tidak melakukan hubungan seksual dengan mitra seksual yang diketahui menderita penyakit ini ).
  • Hindari oral seks dengan pasangan yang positif chlamydia karena infeksi ini dapat ditularkan melalui rongga mulut.
  • Chlamydia tak jarang pula bisa di tularkan lewat liang dubur jika melakukan sodomi dan disarankan perilaku tersebut tidak dilakukan.
  • Untuk mengurangi resiko tertular oleh penyakit ini sebaiknya menjalani perilaku seksual yang aman (tidak berganti – ganti pasangan seksual atau menggunakan kondom).






DAFTAR PUSTAKA



Daili. 1999. Penatalaksaan Infeksi Chlamydia Trachomatis Genital. Surabaya: imposium Prakonas PERDOSKI IX PMS.


Daili SF, Makes WIB, Zubier F, Yudarsono J. 1997. Penyakit Menular Seksual. Jakarta : BalaiPenerbit FK-UI.


Geo. F. Brooks, dkk. 1996. Mikrobiologi
Kedokteran edisi 20. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.


Harris JRW, Foster SM. 1991. Genital Chlamydial Infections. Clinic Aspects, Diagnosis, Treatment.


Hutapea, Ramsi RR. Uretritis
Non Gonore dalam Penyakit yang ditularkan Melalui Hubungan Seksual. Medan: FK -USU.


Hutapea NO, Tarigan J. 1992. Infeksi
Chlamydia di antara Mitra Seksual. Bukit Tinggi: Kumpulan Makalah Ilmiah Konas VII PERDOSKI


Yudarsono. 1987. Infeksi Chlamydia pada Genitalia. Bali: Kursus Penyegar Penyakit Seksual PADVI.


Anonim, 2004, Klamidia, http://www.pppl.depkes.go.id, diakses tanggal 11 Mei 2008.


Anonim,2006,LimfogranulomaVenereum, http://www.indonesiaindonesia.com, diakses tanggal 11 Mei2008.


http://askep-askeb-kita.blogspot.com/

Blog Archive