Thursday, April 29, 2010

Tinjauan Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit Umur 2 Bulan Sampai 5 Tahun

KTI KEBIDANAN
TINJAUAN PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN DI PUSKESMAS

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Derajat kesehatan merupakan pecerminan kesehatan perorangan, kelompok, maupun masyarakat yang digambarkan dengan umur harapan hidup, mortalitas, morbiditas, dan status gizi masyarakat. Sehat dapat mencakup pengertian yang sangat luas, yakni bukan saja bebas dari penyakit tetapi juga tercapainya keadaan kesejahteraan baik fisik, sosial dan mental (Profil Kesehatan Propinsi ..........., 2009).

Derajat kesehatan yang optimal akan dilihat dari unsur kualitas hidup serta unsur-unsur mortalitas yang memengaruhinya, yaitu morbiditas dan status gizi. Untuk kualitas hidup, yang digunakan sebagai indikator adalah angka harapan hidup waktu lahir (Lo). Sedangkan untuk mortalitas telah disepakati lima indikator yaitu angka kematian bayi (AKB) per 1000 kelahiran hidup, angka kematian balita (AKABA) per 1000 kelahiran hidup, angka kematian pneumonia pada balita per 1000 balita, angka kematian diare pada balita per 1000 balita per 1000 balita dan Angka Kematian Ibu melahirkan (AKI) per 1000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Propinsi ..........., 2009).

Menurut Susenas 2001 Angka Kematian Balita di Indonesia sebesar 68 per 1000 kelahiran hidup, maka 340 ribu anak meninggal pertahun sebelum usia lima tahun dan diantaranya 155 ribu adalah bayi sebelum berusia satu tahun. Dari seluruh kematian tersebut sebagian besar disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan akut, diare dan gangguan perinatal/neonatal (Manajemen Terpadu Balita Sakit Modul-1 Depkes RI, 2004).

Angka Kematian Bayi di propinsi ........... periode tahun 1995-2000 di perkirakan 65 per 1000 kelahiran hidup. Pada tahun 2000 berdasarkan Proyeksi Penduduk BPS menjadi 49 per 1000 kelahiran hidup. Kemudian pada tahun 2001 menjadi 41 per 1000 kelahiran hidup. Tetapi pada tahun 2003 angka kematian bayi meningkat menjadi 55 per seribu kelahiran hidup. Hal ini menunjukan bahwa sistem pencatatan dan pelaporan sudah mengalami peningkatan/tercovernya kasus baik secara aktif maupun pasif. Hasil ini belum mencapai target 2003 yaitu 42 per 1000 kelahiran hidup dan target ........... sehat 2010 dan Indonesia sehat 2010 40 per 1000 KH (Profil Kesehatan Propinsi ..........., 2009).

Penyebab kematian bayi adalah pneumonia sebesar 34%, diare 15% dan lain-lain 51%.

Grafik 1.1 Kasus kematian bayi per 1000 KH menurut Kab./Kota di Propinsi ........... tahun 2009.

Sumber : Profil Kesehatan Kab./Kota Tahun 2006

Berdasarkan grafik 1.1 di atas terlihat bahwa Kota ........... pada kasus kematian bayi per 1000 kelahiran hidup lebih besar jika dibandingkan dengan Kab./Kota lainnya.

Angka kematian balita (0-<5>

silahkan download dalam bentuk dokumen word KTI KEBIDANAN

TINJAUAN PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN DI PUSKESMAS

(isi: Pendahuluan; Tinjauan Pustaka; Metodelogi Penelitian;

Hasil Penelitan dan Pembahasan; Kesimpulan dan Saran)

Gambaran Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Usia 10-19 Tahun Tentang Kebersihan Alat Kelamin Pada Saat Menstruasi di Dusun

KTI KEBIDANAN
GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI USIA 10-19 TAHUN TENTANG KEBERSIHAN ALAT KELAMIN PADA SAAT MENSTRUASI DI DUSUN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Para remaja dewasa ini generasi terbesar dalam usia 10-19 tahun dan beranjak dewasa di dunia yang sangat berbeda daripada dunia di waktu para orang tua mereka beranjak dewasa. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Istilah ini menunjuk masa dari awal pubertas sampai tercapainya kematangan; biasanya mulai dari usia 14 pada pria dan usia 12 pada wanita. Transisi ke masa dewasa bervariasi dari satu budaya kebudayaan lain, namun secara umum didefinisikan sebagai waktu dimana individu mulai bertindak terlepas dari orang tua mereka (www.situs.kesrepro.info/krr/materi/remaja.htm, 2006)
Peristiwa terpenting yang terjadi pada remaja putri adalah datang haid yang pertama kali, biasanya umur 10-16 tahun. Saat haid yang pertama ini datang dinamakan menarche. Di desa-desa kecil, menarche dianggap sebagai tanda kedewasaan, dan remaja yang mengalami menarche dianggap sudah masanya melakukan tugas-tugas sebagai seorang wanita. Sikap semacam itu hingga kini masih dipertahankan di beberapa daerah. Oleh sebab-sebab tertentu yang dikaitkan dengan keadaan gizi yang lebih baik, haid pertama menjadi lebih awal. Di Inggris, rata-rata haid pertama datang pada usia 13 tahun. Dibandingkan dengan keadaan di abad yang lalu, dimana haid pertama pada umumnya datang pada umur 15 tahun. Nampaknya anak-anak remaja putri yang dari orang tua yang lebih berada, mengalami menarche lebih cepat daripada mereka yang mempunyai orang tua kurang berada. Tetapi rata-rata perbedaan itu tidak lebih dari 6 sampai 9 bulan. Anggapan remaja di daerah tropis mengalami menarche lebih awal dari remaja daerah dingin tidak terbukti. Kedatangan haid yang pertama lebih tergantung pada tingkat sosial ekonomi daripada iklim tempat tinggal (Llewelln-Jones, 1997).
Haid pertama bisa menjadi saat yang menyusahkan bagi anak perempuan, seringkali dibarengi perasaan yang campur aduk, takut dan cemas serta membingungkan hal ini umumnya disebabkan karena kurang atau salahnya informasi mengenai haid. Bagi anak perempuan yang telah dipersiapkan, biasanya tidak bingung lagi menghadapi haid pertamanya. Umumnya orang takut melihat darah, apalagi anak-anak. Ketidaktahuannya dapat menyebabkannya secara keliru, mengaitkan haid dengan penyakit atau luka bahkan memandangnya sebagai sesuatu yang memalukan, karena tidak mendapatkan penjelasan yang benar. Menurut penelitian hasil dari partisipan dari 23 negara sepertiga responden mengatakan mereka tidak diberitahu tentang haid sebelumnya, sehingga tidak siap dan tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Dari survei tersebut, mereka yang tidak pernah tahu masalah haid, para wanita itu mengatakan hal ini merupakan pengalaman yang sangat buruk dan haid pertama membuat panik, trumatis, malu, dan takut (www.dwp.or.id, 2006)
Dalam masyarakat kita sering menemukan berbagai pandangan, pendapat, persepsi, dan kepercayaan tentang suatu hal yang dipercaya oleh masyarakat karena dianggap benar, padahal belum tentu benar. Pandangan yang sering muncul dan berkembang dalam masyarakat karena beberapa hal, yaitu penyampaian informasi yang kurang tepat atau kurang lengkap, penyampaian informasi terlalu berlebihan sehingga menimbulkan sikap diskriminasi dikalangan remaja atau masyarakat terhadap berbagai masalah, salah satu diantaranya mengenai masalah menstruasi. Sangat banyak sekali cerita yang berkembang dikalangan masyarakat sehubungan dengan menstruasi sedangkan kebenarannya belum dapat dibuktikan secara ilmiah. Salah satu mitos yang sering terdengar diantaranya adalah bahwa remaja yang sedang mens dianggap kotor dan sakit. Sebenarnya, menstrusi tidak membuat remaja perempuan menjadi kotor dan sakit. Namun memang benar jika sedang haid remaja putri harus menjaga kebersihan, seperti mengganti pembalut.
Kebiasaan menjaga kebersihan, termasuk kebersihan organ-organ seksual atau reproduksi, merupakan awal dari usaha menjaga kesehatan. Pada saat menstruasi, pembuluh darah dalam rahim sangat mudah terkena infeksi. Oleh karena itu kebersihan daerah genitalia harus lebih dijaga karena kuman mudah sekali masuk dan dapat menimbulkan penyakit pada saluran reproduksi. Salah satu keluhan yang dirasakan pada saat menstruasi adalah rasa gatal yang disebabkan oleh jamur kandida yang akan subur tumbuhnya pada saat haid.
Perawatan kesehatan dan kebersihan adalah hal yang banyak dibicarakan dalam masyarakat. Biasanya hal ini diajarkan oleh orangtua kita sejak kita masih kecil. Tetapi, karena orangtua sering kali tidak merasa nyaman membicarakan masalah seksual, biasanya masalah kesehatan dan kebersihan yang dibicarakan hanya menyangkut hal yang umum saja, sedangkan urusan kesehatan organ seksual jarang kita dapatkan dari mereka (Sarwono cit www.gizi.net, 2006)
Dari hasil pra survei yang dilakukan dengan melakukan wawancara langsung kepada remaja putri di dusun Serbajadi Kecamatan Natar Lampung Selatan didapatkan bahwa dari 10 responden 7 orang mengatakan belum mengerti tentang bagaimana menjaga kebersihan alat kelamin saat menstruasi seperti berapa kali harus mengganti pembalut dalam sehari serta bagaimana cara memasang pembalut yang benar. Adapun jumlah penduduk berdasarkan umur di dusun Serbajadi Kecamatan Natar Lampung Selatan tahun 2005 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 1.1 Jumlah penduduk dusun Serbajadi Kecamatan Natar Lampung Selatan Tahun 2005.
No Umur Jenis Kelamin Jumlah
L P
1 0-4 tahun 134 294 428
2 5-9 tahun 196 256 452
3 10-14 tahun 115 123 238
4 15-19 tahun 101 156 257
5 20-24 tahun 391 487 878
6 25-29 tahun 192 286 478
7 30-34 tahun 387 389 776
8 35-39 tahun 265 269 534
9 40-44 tahun 292 295 587
10 45-49 tahun 288 301 589
11 50-54 tahun 197 199 396
12 55-59 tahun 129 131 260
13 >60 tahun 116 383 499
Sumber: Register Pendataan Keluarga (RPK) dusun Serbajadi 2005

1.2 Identifikasi Masalah
Dari latar belakang di atas, maka penulis mengidentifikasi masalah yang ada yaitu:
1.2.1 Pada hasil penelitian dari partisipasi 23 negara sepertiga responden mengatakan mereka tidak diberitahu tentang haid sebelumnya, sehingga tidak siap dan tidak tahu apa yang harus dilakukan
1.2.2 Salah satu keluhan yang dirasakan saat menstruasi adalah rasa gatal yang disebabkan oleh jamur kandida yang timbul akibat kurangnya kebersihan alat kelamin pada saat menstruasi.
1.2.3 Dari hasil prasurvei yang dilakukan dengan melakukan wawancara langsung kepada remaja putri di dusun Serbajadi Kecamatan Natar Lampung Selatan didapatkan bahwa dari 10 responden 7 orang mengatakan belum mengerti tentang bagaimana menjaga kebersihan saat menstruasi seperti: berapa kali harus mengganti pembalut dan tampon dalam sehari serta bagaimana cara memasang pembalut yang benar.

1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalah pada karya tulis ilmiah ini yaitu bagaimana gambaran tingkat pengetahuan remaja putri usia 10-19 tahun tentang kebersihan alat kelamin pada saat menstruasi di dusun Serbajadi Kecamatan Natar Lampung Selatan tahun 2006?

1.4 Pertanyaan Penelitian
Adapun pertanyaan dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah gambaran tingkat pendidikan remaja putri di dusun Serbajadi Kecamatan Natar Lampung Selatan tahun 2006?
2. Bagaimanakah gambaran tingkat pengetahuan remaja putri tentang kebersihan alat kelamin pada saat menstruasi di dusun Serbajadi Kecamatan Natar Lampung Selatan tahun 2006?

1.5 Tujuan Penelitian
1.5.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan remaja putri tentang kebersihan alat kelamin pada saat menstruasi di dusun Serbajadi Kecamatan Natar Lampung Selatan tahun 2006.
1.5.2 Tujuan khusus
1. Untuk dapat mengidentifikasikan tingkat pendidikan remaja putri di dusun Serbajadi Kecamatan Natar Lampung Selatan tahun 2006.
2. Untuk dapat mengidentifikasikan tingkat pengetahuan remaja putri tentang kebersihan alat kelamin pada saat menstruasi di dusun Serbajadi Kecamatan Natar Lampung Selatan tahun 2006.

1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Bagi remaja putri
Untuk memberikan informasi tentang menstruasi khususnya bagaimana menjaga kebersihan alat kelamin pada saat menstruasi kepada remaja putri.
1.6.2 Bagi masyarakat
Manfaat penelitian bagi masyarakat, yaitu untuk memberikan informasi tentang bagaimana menjaga kebersihan alat kelamin pada saat menstruasi, sehingga masyarakat khususnya orang tua yang memiliki remaja putri bisa memberikan masukan mengenai kebersihan alat kelamin pada saat menstruasi.
1.6.3 Bagi Pihak Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan di perpustakaan AKBID Wira Buana Metro
1.6.4 Bagi peneliti
Sebagai penerapan mata kuliah metodologi penelitian dan menambah pengalaman dalam penulisan karya tulis ilmiah, serta sebagai masukan pengetahuan tentang kebersihan alat kelamin pada saat menstruasi.
1.6.5 Bagi peneliti lainnya
Dapat menjadi bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian-penelitian lebih lanjut dengan variabel yang belum diteliti.

1.7 Ruang Lingkup Penelitian
Jenis Penelitian : deskriptif
Subjek : remaja putri dengan usia 10-19 tahun
Objek : pengetahuan remaja putri tentang kebersihan alat kelamin pada saat menstruasi
Lokasi penelitian : dusun Serbajadi Kecamatan Natar Lampung Selatan
Waktu : Penelitian dilaksanakan pada tanggal 22 s.d 29 Juni tahun 2006
Alasan : di dusun Serbajadi Kecamatan Natar Lampung Selatan banyak terdapat remaja putri yang berusia 10-19 tahun, sedangkan dari hasil pra survei didapatkan bahwa dari 10 responden 7 orang mengatakan belum mengerti tentang bagaimana menjaga kebersihan alat kelamin pada saat menstruasi seperti berapa kali harus mengganti pembalut dalam sehari serta bagaimana cara memasang pembalut yang benar.

silahkan download dalam bentuk dokumen word KTI KEBIDANAN
GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI USIA 10-19 TAHUN TENTANG KEBERSIHAN ALAT KELAMIN PADA SAAT MENSTRUASI DI DUSUN
(isi: Pendahuluan; Tinjauan Pustaka; Metodelogi Penelitian;
Hasil Penelitan dan Pembahasan; Kesimpulan dan Saran)

keterangan tambahan:
harap diperhatikan kecepatan koneksi internet anda karena KTI yang anda download sebesar 4,5 M (dengan format file word versi 2007 agar lebih kecil ukuran filenya) jika anda masih memakai versi 2003 dan memerlukan KTI ini maka bisa dikirim via email)

Karakteristik Akseptor Kb Suntik di Puskesmas Kabupaten

KTI KEBIDANAN
KARAKTERISTIK AKSEPTOR KB SUNTIK DI PUSKESMAS KABUPATEN

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Dalam rencana Strategi Nasional Making Pregnancy Safer (MPS) di Indonesia tahun 2001-2002 di sebutkan bahwa dalam konteks Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010, visi MPS adalah kehamilan dan persalinan di Indonesia berlangsung aman serta yang dilahirkan hidup dan sehat (Sarwono Prawirohardjo, 2002).
Pada tahun 1999, WHO meluncurkan strategi MPS didukung oleh badan-badan internasional seperti UNFAA, UNICEF dan World Bank. Pada dasarnya MPS meminta perhatian pemerintah dan masyarakat di setiap negara untuk menempatkan Safe Motherhood sebagai prioritas utama dalam rencana pembangunan nasional dan internasional (Sarwono Prawirohardjo, 2002).
Dalam upaya Safe Motherhood, masalah kematian ibu adalah masalah yang kompleks, meliputi hal-hal nonteknis seperti wanita dan pendidikan. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan intervensi yang mempunyai dampak nyata dalam waktu relatif pendek. Intervensi strategis dalam upaya Safe Motherhood dinyatakan sebagai empat pilar yaitu KB, pelayanan antenatal, persalinan yang aman, pelayanan obstetri esensial. Dari keempat intervensi Safe Motherhood, program KB – sebagai pilar pertama telah dianggap berhasil. Karen penyebab kematian ibu yang terbesar adalah perdarahan, infeksi dan eklamsia (Sarwono Prawirohardjo, 2002).
Visi paradigma baru program keluarga berencana nasional adalah untuk mewujudkan keluarga berkualitas tahun 2015. keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, tanggung jawab, harmonis dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan misi dari keluarga berencana nasional pada paradigma baru adalah menekankan pentingnya upaya menghormati hak-hak reproduksi sebagai integral dalam meningkatkan kualitas keluarga. Keluarga adalah salah satu dari lima matra kependudukan yang sangat mempengaruhi terwujudnya penduduk yang berkualitas (Sarwono Prawirihardjo, 2003).
Jumlah penduduk di propinsi Lampung adalah 6.983.699 jiwa. Penggunaan kontrasepsi oleh peserta KB baru selama tahun 2005 sangat didominasi oleh suntikan 47,54%, pil 36,70%, Implan 10,55%, IUD 2,55%, kondom 2,34%, MOP/MOW 0,33%. Pada tahun 2005 peserta KB baru yang menggunakan kontrasepsi suntik meningkat sebanyak 47,54% yang sebelumnya 45,83% tahun 2004. Cakupan pengguna kontrasepsi oleh peserta KB aktif terhadap PUS (cenderung berfluktuatif) naik turun. Pada tahun 2003 cakupan pencapaian peserta KB aktif mencapai 70,79%. Meningkat pada tahun 2004 sebesar 72,79% dan menurun pada tahun 2005 sebesar 69,64%. Pada tahun 2005 pengguna kontrasepsi oleh peserta KB aktif didominasi oleh pil 35,92%, suntik 35,08%, IUD 13,01%, implan 12,80%, MOP 2,85%, kondom 0,34% (BKKBN, 2009).

Adapun pengguna kontrasepsi peserta KB baru di daerah ................... tahun 2009 mencapai 28.389 orang, untuk jumlah kontrasepsi suntik 14.863 orang. Pengguna kontrasepsi peserta KB aktif di daerah ................... tahun 2009 adalah 113.817 orang, dan untuk jumlah kontrasepsi suntik 45.771 orang (BKKBN, ..................., 2009).
Data yang diperoleh dari Puskesmas ................... pada tahun 2005 akseptor KB suntik berjumlah 99 orang, pil 83 orang, implant 17 orang, kondom 12 orang, dan pada tahun 2009 akseptor KB suntik masih mendominasi berjumlah 156 orang, pil 100 orang, implant 20 orang, kondom 15 orang, dan untuk IUD dan MOW/MOP tidak ada
Berdasarkan hasil pra survey yang penulis lakukan di Puskesmas ................... Kabupaten ................... jumlah akseptor KB suntik pada bulan Januari-Desember 2005 berjumlah 99 orang. Sedangkan untuk bulan Januari-Desember 2009 akseptor KB suntik berjumlah 156 orang.
Mengacu pada hal tersebut di atas, akseptor KB suntik mengalami peningkatan dari tahun 2005 ke tahun 2009 sebesar 63%, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang karakteristik ibu akseptor KB suntik di wilayah kerja Puskesmas ................... Kabupaten ....................

B. Rumusan Masalah
Dari uraian pada latar belakang masalah, maka diperoleh rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu “Bagaimana karakteristik akseptor KB Suntik di Puskesmas ................... Kabupaten ................... tahun 2009 ?”.

C. Ruang Lingkup Penelitian
Jenis penelitian : Deskriptif
Subyek : Ibu-ibu akseptor KB suntik di Puskesmas ................... Kabupaten ...................
Objek : karakteristik ibu akseptor KB suntik di Puskesmas ................... Kabupaten ....................
Lokasi penelitian : Puskesmas ................... Kabupaten ...................
Waktu : April-Mei 2009
Alasan : Berdasarkan data pra survey ditemukan adanya peningkatan jumlah akseptor KB suntik di Puskesmas ................... Kabupaten ....................

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui karakteristik akseptor KB suntik di Puskesmas ................... Kabupaten ................... tahun 2009.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui karakteristik akseptor KB suntik berdasarkan usia ibu di Puskesmas ................... Kabupaten ................... tahun 2009.
b. Untuk mengetahui karakteristik akseptor KB suntik berdasarkan tingkat pendidikan ibu di Puskesmas ................... Kabupaten ................... tahun 2009
c. Untuk mengetahui karakteristik akseptor KB suntik berdasarkan tingkat ekonomi keluarga ibu di Puskesmas ................... Kabupaten ................... tahun 2009
d. Untuk mengetahui karakteristik akseptor KB suntik berdasarkan paritas ibu di Puskesmas ................... Kabupaten ................... tahun 2009.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Sebagai bahan untuk meningkatkan dan menambah pengetahuan serta pengalaman agar lebih memahami dan mengerti hal-hal yang berhubungan dengan ibu akseptor KB suntik.
2. Bagi Tenaga Kesehatan
Sebagai salah satu bahan masukan bagi tenaga kesehatan untuk menambah pengetahuan mengenai karakteristik akseptor KB suntik yang berada di Puskesmas ................... Kabupaten ................... tahun 2009.
3. Bagi Akademi Kebidanan ............
Sebagai masukan untuk memperluas wawasan mahasiswa dan menambah sumber referensi di perpustakaan Akbid ............ .............


silahkan download dalam bentuk dokumen word KTI KEBIDANAN
KARAKTERISTIK AKSEPTOR KB SUNTIK DI PUSKESMAS ................... KABUPATEN
(isi: Pendahuluan; Tinjauan Pustaka; Metodelogi Penelitian;
Hasil Penelitan dan Pembahasan; Kesimpulan dan Saran)

Gambaran Kejadian Diare Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas

KTI KEBIDANAN
GAMBARAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit diare kini masih merupakan salah satu penyakit utama pada bayi dan anak di Indonesia. Diperkirakan angka kesakitan berkisar diantara 150-430 per seribu penduduk setahnnya. Dengan upaya yang sekarang telah dilaksanakan, angka kematian dirumah sakit dapat ditekan menjadi kurang dari 3%.
Hippocrates mendefinisikan diare sebagai pengeluaran tinja yang tidak normal dan cair. Dibagian ilmu kesehatan anak FKUI / RSCM diare diartikan sebagai buang airbesar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. (Ilmu Kesehatan Anak, 2005).
Diare merupakan buang air besar (defeksi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari biasanya (normal 100-200 ml per jam tinja) dengan tinja yang berbentuk cairan setengah cair (setengah padat) dapat pula disertai frekuensi defeksi yang lebih meningkat (Kapita Selekta Kedokteran, 2001).
Diare atau penyakit mencret pada saat ini di Indonesia masih menjadi penyebab kematian yang utama, yaitu nomor dua pada balita dan nomor tiga pada semua umur, penyakit diare terjadi pada 28 dari 100 penduduk (www.geoggle.com)
Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak, bila frekuensinya lebih dari 3 kali.
Gastroentritis sering dijuluki sebagai flu perut, pada dasarnya, diare dan muntah adalah upaya tubuh untuk mengeluarkan racun dan patogen yang menyerang saluran pencernaan, dengan kata lain, gastroentritis adalah suatu mekanisme alamiah untuk melindungi saluran cerna. Jadi gastrointeritis itu adalah gejala, bukan penyakit. Gastrointritis merupakan alarm, pertanda ada sesuatu yang tengah menyerang saluran cerna.
Yang pertama harus dilakukan adalah pikirkan penyebabnya, kedua, cegah terjadinya dehidrasi. (Bayiku Anakku dr. Purnawati S. Pujiarto, SPAK, MMPed, 2005)
Diare akut adalah diare yang awalnya mendadak dan berlangsung singkat, dalam beberapa jam sampai 7 atau 14 hari. Diare kronik bagi bayi dan anak adalah diare yang berlangsung lebih dari batas waktu dua minggu.sebagian besar ibu-ibu tidak mengetahui penyebab diare pada anaknya, seperti makanan yang diberikan atau lingkungan yang kotor yang tidak disadari dapat menyebabkan diare disini peneliti mengambil batasan pada faktor-faktor penyebab diare adalah faktor lingkungan, makanan, infeksi virus atau infeksi bakteri pada saluran pencernaan, malabsorbsi, dan faktor psikologis.
Diare masih merupakan masalah kesehatan nasional karena angka kejadian dan angka kematiannya yang masih tinggi. Balita di Indonesia rata-rata akan mengalami diare 2-3 kali pertahun. Dengan dikenalkannya oralit, angka kematian akibat diare telah turun, yang lain dapat merupakan penyakit diare pada anak. Dari hasil prasurvey Puskesmas ............ merupakan urutan kedua paling tinggi kejadian diare pada balita pada tahun 2008 terdapat 91 balita yang menderita diare.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas penulis merumuskan permasalahan penelitian yaitu "Bagaimanakah kejadian diare pada balita di Puskesmas ............ .............."?

C. Ruang Lingkup
Dalam penelitian ini, ruang lingkup penelitian adalah sebagai berikut :
1. Sifat penelitian : Diskriptif
2. Subjek penelitian : Seluruh balita yang menderita diare di desa ............ ...............
3. Objek penelitian : Kejadian diare
4. Lokasi penelitian : Wilayah ............ ..............
5. Waktu penelitian : Juni 2009
6. Alasan Penelitian : Masih banyaknya ditemukan balita yang menderita diare di Puskesmas ............ .............. tahun 2008 yaitu 91 balita.

D. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah diketahuinya gambaran kejadian diare di Puskesmas ............ ...............

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan memberikan manfaat :
1. Bagi ibu
Menambah pengetahuan ibu tentang penyebab diare.
2. Bagi Petugas kesehatan
Meningkatkan mutu pelayanan dan pencegahan diare.
3. Bagi institusi pendidikan
Diharapkan dapat memberikan manfaat khususnya untuk dapat menambah referensi perpustakaan untuk bahan acuan penelitian yang akan datang.
4. Bagi penelitian
Sebagai pengalaman penulisan ilmiah, menambah pengetahuan dan wawasan dalam bidang kesehatan masyarakat.


silahkan download dalam bentuk dokumen word KTI KEBIDANAN
GAMBARAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
(isi: Pendahuluan; Tinjauan Pustaka; Metodelogi Penelitian;
Hasil Penelitan dan Pembahasan; Kesimpulan dan Saran)

Cakupan Pemberian Vitamin A Pada Ibu Nifas di BPS Wilayah Kerja

KTI KEBIDANAN
CAKUPAN PEMBERIAN VITAMIN A PADA IBU NIFAS DI BPS WILAYAH KERJA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa nifas adalah masa yang dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, yang lamanya kira-kira 6 minggu (Maternal Neonatal, 2002)
Dalam masa nifas diperlukan suatu asuhan yang bertujuan untuk menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis serta memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, KB, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat. Pada asuhan masa nifas yang berhubungan dengan nutrisi, ibu nifas mempunyai kebutuhan dasar yaitu minum vitamin A (200.000 unit) agar bisa memberikan vitamin A kepada bayinya melalui ASI.
Vitamin A adalah suatu vitamin yang berfungsi dalam sistem penglihatan, fungsi pembentukan kekebalan dan fungsi reproduksi (Depkes RI, 2007). Vitamin A perlu diberikan dan penting bagi ibu selama dalam masa nifas. Pemberian kapsul vitamin A bagi ibu nifas dapat menaikkan jumlah kandungan vitamin A dalam ASI, sehingga meningkatkan status vitamin A pada ibu yang disusuinya.
Pada tahun 1998, badan kesehatan dunia WHO menyatakan bahwa ibu dan bayi yang disusuinya akan mendapatkan manfaat dari pemberian satu kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 IU) yang diberikan paling lambat 60 hari (8 minggu /2 bulan) setelah melahirkan. Berbagai studi menunjukkan bahwa, pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi (200,000 SI) seperti yang direkomendasikan sebelumnya dirasakan kurang memadai. Pada bulan Desember 2002, The International Vitamin A Consultative Goup (IVCG) mengeluarkan rekomendasi bahwa seluruh ibu nifas seharusnya menerima 400,000 SI atau dua kapsul dosis tinggi @ 200,000 SI. Pemberian kapsul pertama dilakukan segera setelah melahirkan, dan kapsul kedua diberikan sedikitnya satu hari setelah pemberian kapsul pertama dan tidak lebih dari 6 minggu kemudian.
Pedoman nasional yang ada saat ini merekomendasikan bahwa 100% ibu nifas menerima satu kapsul vitamin A dosis tinggi 200.000 SI paling lambat 30 hari setelah melahirkan. Walaupun begitu data NSS di beberapa Propinsi menunjukkan bahwa cakupannya hanya berkisar 15 – 25% saat ini, ibu nifas mungkin mendapatkan kapsul vitamin A bila mereka melahirkan di Puskesmas atau rumah sakit. Walaupun begitu tidak tertutup kemungkinan ibu nifas mendapatkan kapsul vitamin A melalui kader atau bidan di desa saat mereka melakukan kunjungan rumah.
Di Indonesia, terutama di daerah pedesaan, mayoritas ibu masih melahirkan dirumah, sering terjadi bahwa bidan ataupun mereka yang membantu kelahiran tidak selalu memiliki akses akan kapsul vitamin A. Selain itu kunjungan rumah oleh kader untuk memberikan kapsul vitamin A jarang dilakukan. Banyak ibu maupun petugas kesehatan yang tidak tahu mengenai adanya program pemerintah mengenai pemberian kapsul vitamin A ibu nifas (Buletin Kesehatan dan Gizi, 2004).
Menurut Data Dinas Kesehatan Metro Januari 2009, cakupan pemberian vitamin A yang paling rendah adalah di Puskesmas Iringmulyo yaitu 212 (30,76%) dari 689 sasaran. Untuk itu peneliti ingin mengetahui cakupan pemberian vitamin A di BPS Wilayah Kerja ............. Tahun 2009.
Berdasarkan pra survai yang peneliti lakukan pada bulan Februari di 3 BPS Wilayah Kerja Puskesmas ............. yaitu BPS D dengan jumlah persalinan 3, BPS F dengan jumlah persalinan 4, dan di BPS M dengan jumlah persalinan 4, ternyata dari ke-3 BPS hanya ada 2 BPS yang memberikan vitamin A pada ibu nifas.
Dari data Dinkes tentang cakupan vitamin A pada ibu nifas dan hasil pra survei pada 3 BPS di Wilayah Kerja Puskesmas ............. peneliti tertarik mengadakan penelitian tentang "Cakupan Pemberian Vitamin A Pada Ibu Nifas di BPS Wilayah Kerja Puskesmas ............. Tahun 2009".

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah penelitian yaitu "Bagaimana Cakupan Pemberian Vitamin A Pada Ibu Nifas di BPS Wilayah Kerja Puskesmas ............. Tahun 2009"?

C. Ruang Lingkup
Dalam penelitin ini, ruang lingkup penelitiannya adalah sebagai berikut :
1. Sifat Penelitian : Deskriptif
2. Subjek Penelitian : Ibu Nifas di BPS Wilayah Kerja Puskesmas .............
3. Objek Penelitian : Pemberian vitamin A
4. Lokasi Penelitian : Kecamatan .............
5. Waktu Penelitian : Maret – April 2009
6. Alasan Penelitian : Karena cakupan pemberian vitamin A yang paling rendah adalah di Puskesmas ............. yaitu 212 (30,76%) dari 689 sasaran. Hasil prasurvey dari 3 BPS hanya 2 BPS yang memberikan vitamin A pada ibu nifas.

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana cakupan pemberian vitamin A pada ibu nifas di BPS Wilayah Kerja Puskesmas ..............

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Untuk menerapkan ilmu dari perkuliahan, metode penelitian yang didapat di Akademi Kebidanan ..............
2. Bagi Tempat Penelitian
Sebagai bahan masukan bagi BPS-BPS di Wilayah Kerja Puskesmas ............. sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan dan menambah wawasan tenaga kesehatan tentang perlunya vitamin A bagi ibu nifas.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan manfaat, khususnya untuk dapat menambah informasi dan referensi di perpustakaan.

silahkan download dalam bentuk dokumen word KTI KEBIDANAN
CAKUPAN PEMBERIAN VITAMIN A PADA IBU NIFAS DI BPS WILAYAH KERJA
(isi: Pendahuluan; Tinjauan Pustaka; Metodelogi Penelitian;
Hasil Penelitan dan Pembahasan; Kesimpulan dan Saran)

Blog Archive