Tuesday, February 2, 2010

Para Pembelot Cantik dari Negeri Zionis Israel




Muda, cantik, dan molek. Dengan penampilan sememikat itu dan ditunjang tubuh
ramping, ia lebih pantas menjadi seorang model. Berlenggak-lenggok di atas
panggung ketimbang memanggul senjata di medan tempur.

Omer Goldman, 18
tahun, memang bukan seorang model. Ia adalah salah satu pelajar kelas tiga SMA
yang menolak ikut wajib militer. Bersama 40 rekannya dari organisasi “Anarki
Anti Tembok Pemisah”, ia pernah membagikan selebaran yang menentang penjajahan
Israel terhadap Tepi Barat dan Jalur Gaza di gerbang sekolah.

Tahun ini,
ia bersama 40 teman sekolahnya mengirim surat protes kepada Perdana Menteri
Israel Ehud Olmert yang bakal mundur secara resmi setelah pemilu 10 Februari
tahun depan. Surat protes pertama yang dikirimkan pelajar terjadi pada 1970
kepada Perdana Menteri Golda Meir.

Sikapnya bukan hal baru dan asing di
negara Zionis itu. Sudah banyak generasi muda Israel yang menolak aturan itu.
Mereka berpandangan wajib militer hanya makin menambah kebencian dan serangan
terror oleh warga Palestina. Militer Israel pun mencatat, tahun ini saja sekitar
58 persen usia wajib militer membangkang dan tidak mendaftar.

Sebagai
negara yang hidup di pusaran konflik selama 60 tahun, Israel menerapkan wajib
militer. Beleid ini mengharuskan lelaki dan perempuan berusia minimal 18 tahun
ikut aturan itu. Bagi pria, wajib militer berlangsung tiga tahun, sedangkan
perempuan dua tahun.

Namun keputusan Omer itu sungguh mengejutkan dan
menarik perhatian publik. Maklum saja, ia adalah putri mantan wakil direktur
Mossad (dinas rahasia luar negeri Israel). Ayahnya yang dikenal dengan nama “N”
adalah spesialis Iran. Ia berhenti pada Juni tahun lalu karena bertengkar dengan
atasannya, Meir Dagan. Keluarganya hidup berkecukupan di kawasan elite Ramat
Hasharon, Tel Aviv.

Omer hidup dengan kawalan ketat aparat intelijen dan
militer, pihak yang kini ia benci. Tapi ia sadar risiko yang akan ia hadapi.
Penjara paling lama sembilan bulan dan diasingkan oleh masyarakat yang membenci
dia karena dianggap tidak cinta tanah air. Karena itu, beberapa bulan sebelum ia
memutuskan menolak, saban pekan ia pergi ke ahli jiwa untuk mempersiapkan hidup
di tahanan militer.

Hari itu pun datang pada 23 September lalu. Ia
menolak. Pengadilan militer lantas memenjarakan dia 21 hari. Selepas itu,
pengadilan digelar kembali. Semua berlangsung hingga ada salah satu pihak yang
menyerah. Namun ia bersikap tegas meski ayahnya tidak mendukung. “Ia dan saya
mempunya karakter sangat mirip. Saya juga akan berjuang sampai akhir atas apa
yang saya yakini,” kata Omer.







Ia tidak sendirian, bulan sebelumnya,
pengadilan militer menghukum Sahar Vardi karena menolak mengikuti wajib militer.
Perempuan 18 tahun ini adalah anggota Shminitism, gerakan pelajar kelas tiga SMA
yang menolak kekejaman militer Israel terhadap rakyat Palestina. “Penjajahan itu
kejam dan saya tidak akan membiarkan diri saya menjadi bagian dari kekejama
terhadap orang lain,” Sahar menegaskan.

Rakyat Israel boleh saja
memandang mereka sebagai pembelot. Yang pasti para penolak wajib militer itu
tidak mengkhianati prinsip kemanusiaan dan kemerdekaan.

Jerusalem
Post/Haaretz/Faisal Assegaf
TKP
"

Blog Archive