Sunday, February 7, 2010

Mengukur Intensitas Gempa

Intensitas gempa bumi terungkap kekuatannya dengan menggunakan Skala Richter angkanya berkisar antara 1,5 hingga 10. Angka-angka ini menun-jukkan kerasnya gempa bumi dan kerusakan yang terjadi setelah gempa bumi tersebut. Skala Richter, yang dikembangkan pada tahun 1935 oleh seorang ahli gempa bumi, Charles Richter, bersifat logaritma, yang berarti bahwa masing-masing keseluruhan angka berturut-turut mencerminkan meningkatnya kekuatan dan intensitas sepuluh kali lipat. Meskipun skala Richter tidak lagi banyak digunakan oleh para ahli gempa bumi (teknologi pada masa kini memberikan pencatatan aktivitas gempa bumi secara jauh lebih rinci dan akurat), umumnya kekuatan gempa bumi masih diungkapkan dengan menggunakan skala Richter yang tidak asing lagi.

Sistem lain yang digunakan untuk melukiskan intensitas gempa bumi adalah skala Intensitas Gempa Bumi Mercalli, yang dikembangkan pada tahun 1902 oleh seorang ahli gempa bumi berkebangsaan Italia, Giuseppe Mercalli. Meski telah usang, gambaran akan efek gempa bumi dalam dua belas tingkat pada wilayah berpenduduk yang disusun oleh Mercalli mampu melukiskan kerusakan yang terjadi pada berbagai tingkat intensitas gempa secara akurat. Tingkat-tingkat tersebut dicakupkan berikut ini untuk tujuan penggambaran. Intensitas di atas angka 9 digolongkan sebagai bencana besar.

Skala Mercalli

Level I: (Tingkat 2 dalam Skala Richter) Pada umumnya tidak dirasakan oleh manusia, tetapi bisa tertangkap oleh para ahli gempa bumi.

Level II: (Tingkat 2 dalam Skala Richter) Dirasakan oleh sedikit orang. Beberapa benda seperti lampu gantung akan terayun.

Level III: (Tingkat 3 dalam Skala Richter) Dirasakan oleh sedikit orang yang
sebagian besar berada di dalam ruangan. Tingkat ini dilukiskan seperti getaran
yang dirasakan saat sebuah truk sedang melintas.

Level IV: (Tingkat 4 dalam Skala Richter) Dirasakan oleh banyak orang yang
berada di dalam ruangan, tetapi hanya sedikit sekali orang yang^erada di luar
ruangan bisa merasakannya. Kaca-kaca jendela, piring-piring, dan pintu-pintu
berderak.

Level V: (Tingkat 4 dalam Skala Richter) Dirasakan oleh orang-orang baik di
dalam ruangan maupun di luar ruangan. Orang-orang yang sedang tidur ter-
bangun; benda-benda kecil yang tidak stabil akan jatuh dan pecah; pintu-pintu
bergerak.

Level VI: (Tingkat 5 dalam Skala Richter) Dirasakan oleh semua orang.
Beberapa perabot yang berat mungkin bergerak; orang-orang berjalan dengan
goyah; kaca-kaca jendela pecah; piring-piring jatuh dan pecah; buku-buku jatuh
dari rak; semak-semak dan pepohonan tampak berguncang.

Level VII: (Tingkat 5-6 dalam Skala Richter) Sulit untuk tetap dalam posisi
berdiri, dan terjadi kerusakan menengah hingga parah pada gedung-gedung
yang tidak dibangun dengan baik. Plester, ubin, bata akan goyah, dan batu-
batu akan berjatuhan; akan terjadi tanah longsor dalam skala kecil di
lereng-lereng; air menjadi buram saat endapan bergejolak.

Level VIII: (Tingkat 6 dalam Skala Richter) Sulit untuk mengendalikan mobil.
dan terjadi kerusakan pada cerobong-cerobong asap, monumen-monumen,
dan menara-menara. Tangki-tangki air yang berada di tempat tinggi terjatuh.
dahan-dahan pepohonan patah; lereng-lereng yang curam retak.

Level IX (Tingkat 7 dalam Skala Richter) Terjadi kerusakan yang meluas pada
gedung-gedung; fondasi-fondasi retak; terjadi kerusakan serius pada waduk-
waduk; pipa-pipa di bawah tanah pecah.

Level X (Tingkat 7-8 dalam Skala Richter) Sebagian besar gedung.
struktur-struktur kerangka, dan fondasi-fondasi hancur. Terjadi sejumlah
tanah longsor yang besar; air meluap dari tepi-tepi sungai dan danau-danau; di
beberapa tempat rel kereta api melengkung.

Level XI (Lebih dari tingkat 8 dalam Skala Richter) Hanya sedikit gedung yang
masih berdiri; jalur-jalur rel kereta api melengkung dengan hebat; banyak
jembatan yang hancur; pipa-pipa di bawah tanah sama sekali tidak bisa berfungsi

Level XII (Lebih dari tingkat 8 dalam Skala Richter) Nyaris mencapai kehancuran total. Batu-batu besar berpindah dari tempatnya; benda-benda terlempar dengan ganasnya ke udara.

Blog Archive