Sunday, January 24, 2010

IMPLIKASI PSIKOSOSIAL DALAM KEPERAWATAN KRITIS

PENDAHULUAN

Aspek psikososial dari sakit kritis merupakan suatu tantangan yang unik bagi perawat pada keperawatan kritis. Perawat harus secara seimbang dalam memenuhi kebutuhan fisik dan emosional dirinya maupun kliennya dalam suatu lingkungan yang dapat menimbulkan stress dan dehumanis. Untuk mencapai keseimbangan ini perawat harus mempunyai pengetahuan tentang bagaimana keperawatan kritis yang dialami mempengaruhi kesehatan psikososial pasien, keluarga dan petugas kesehatan.

FENOMENA STRES

ICU seringkali digambarkan sebagai suatu tempat yang penuh dengan stress, tidak hanya bagi klien dan keluarganya tetapi juga bagi perawat. Pemahaman yang baik tentang stres dan akibatnya akan membantu ketika bekerja pada unit keperawatan kritis. Pemahaman ini dapat memungkinkan perawat untuk mengurangi efek destruktif stress dan meningkatkan potensi positif dari stress baik pada pasien dan dirinya sendiri.

Stres

Stress didefinisikan sbg respon fisik dan emosional terhadap tuntutan yang dialami individu yang diiterpretasikan sebagai sesuatu yang mengancam keseimbangan (Emanuelsen & Rosenlicht, 1986). Stres merupakan suatu fenomena komplek, dimana sekumpulan komponen saling berinteraksi dan bekerja serentak. Ketika sesuatu hal mengubah satu komponen subsistem, maka keseluruhan sistem dapat terpengaruh. Jika tuntutan untuk berubah menyebabkan ketidakseimbangan (disequilibrium) pada sistem, maka terjadilah stress. Individu kemudian memobilisasi sumber-sumber koping untuk mengatasi stress dan mengembalikan keseimbangan. Idealnya, stress bergabung dengan perilaku koping yang tepat akan mendorong suatu perubahan positif pada individu. Ketika stress melebihi kemampuan koping seseorang, maka potensi untuk menjadi krisis dapat terjadi.

Stresor

Stressor merupakan faktor internal maupun eksternal yang dapat mengubah individu dan berakibat pada terjadinya fenomena stress (Emanuelsen & Rosenlicht, 1986). Sumber stressor dapat berasal dari subsistem biofisikal, psikososial atau masyarakat. Stressor biofisik antara lain organisme infeksius, proses penyakit atau nutrisi yang buruk. Sedangkan contoh stressor psikososial adalah harga diri yang rendah, masalah hubungan interpersonal, dan krisis perkembangan. Stressor ini berasal dari masyarakat luas seperti fluktuasi ekonomi polusi dan teknologi tinggi.

Bagaimana orang mengalami suatu stressor tergantung pada persepsinya tentang stressor dan sumber kopingnya. Stress juga merupakan tambahan (additive). Jika seseorang mendapat serangan stressor yang multipel, maka respon stress akan lebih hebat.

Respon stres

Rspon stress dapat diinduksi oleh stressor biofisik, psikososial atau stressor social. Hans Selye dalam Emanuelsen & Rosenlicht (1986) mengemukakan temuanya tentang stress kedalam suatu model stress yang disebut general adaptation syndrome (GAS). GAS terdiri atas 3 tahap yaitu (a) alarm respon, (b) stage of resistance dan stage of exhaustion.

Alarm respon. Merupakan tahap pertama dan ditandai oleh respon cepat, singkat, melindungi/memelihara kehidupan dimana merupakan aktivitas total dari system saraf simpatis. Tahap ini sering disebut dengan istilah menyerang atau lari (fight-or-flight response).

Stage of resistance. Merupakan tahap kedua, dimana tubuh beradaptasi terhadap ketidakseimbangan yang disebabkan oleh stressor. Tubuh bertahan pada tahap ini sampai stressor yang membahayakan hilang dan tubuh mampu kembali kekeadaan homeostasis. Jika semua energi tubuh tubuhnya digunakan untuk koping, maka dapat terjadi tahap yang ketiga yaitu tahap kelelahan.

Stage of exhaustion. Saat semua energi telah digunakan untuk koping, maka tubuh mengalami kelelahan dan berakibat pada terjadinya sakit fisik, gangguan psikososial dan kematian.

KLIEN

Klien yang sakit dan harus masuk ke ruang ICU tidak saja bertambah menderita akibat stress sakit fisiknya tetapi juga stress akibat psikososialnya. Konsekuensinya, perawat yang melakukan asuhan keperawatan pada unit keperawatan kritis didesign untuk memelihara atau mengembalikan semua fungsi fisik vital dan fungsi-fungsi psikososial yang terganggu oleh keadaan sakitnya.

Respon psikososial

Respon psikososial klien terhadap pengalaman keperawatan kritis mungkin dimediasi oleh fenomena internal seperti keadaan emosional dan mekanisme koping atau oleh fenomena eksternal seperti kuantitas dan kualitas stimulasi lingkungan.

Reaksi emosional. Intensitas reaksi emosional dapat mudah dipahami jika menganggap bahwa ICU adalah tempat dimana klien berusaha menghindari kematian. Klien dengan keperawatan kritis memperlihatkan reaksi emosional yang dapat diprediksi dimana mempunyai cirri-ciri yang umum, berkaitan dengan sakitnya. Takut dan kecemasan secara umum adalah reaksi pertama yang tampak. Klien mungkin mengalami nyeri yang menakutkan, prosedur yang tidak nyaman, mutilasi tubuh, kehilangan kendali, dan/atau meninggal.

Depresi seringkali muncul setelah takut dan kecemasan. Depresi seringkali merupakan respon terhadap berduka dan kehilangan.pengalaman kehilangan dapat memicu memori dimasa lalu muncul kembali dengan perasaan sedih yang lebih hebat.

Marah dapat terjadi setelah atau selama depresi. Seringkali marah menyembunyikan adanya depresi dan dapat mencegah klien jatuh ke dalam depresi yang lebih dalam. Klien dapat merasa marah atau benci tentang sakitnya dan seringkali mengeluh bahwa hidup tidaklah adil.

Mekanisme koping

Mekanisme koping merupakan skumpulan strategi mental baik disadari maupun tidak disadari yg digunakan untuk menstabilkan situasi yang berpotensi mengancam dan membuat kembali ke dalam keseimbangan (Emanuelsen & Rosenlicht, 1986). Strategi koping klien merupakan upaya untuk menimbulkan stabilitas emosional, menguasai lingkungan, mendefinisikan kembali tugas/tujuan hidup, dan memecahkan masalah yang ditimbulkan oleh karena sakit/penyakit. Beberapa contoh perilaku koping adalah humor, distraksi, bertanya untuk suatu informasiberbicara dengan yang lain tentang keluhan/perasaan-perasaannya, mendefinisikan kembali masalah kedalam istilah yang lebih disukai, menghadapi masalah dengan dengan melakukan beberapa tindakan, negosiasi kemungkinan pilihan/alternatif, menurunkan ketegangan dengan minum, makan atau menggunakan obat, menarik diri, menyalahkan seseorang atau sesuatu, menyalahkan diri sendirimenghindar dan berkonsultasi dengan ahli agama.

DAFTAR PUSTAKA

Emanuelsen, K.L. & Rosenlicht, J.McQ. (1986). Handbook of critical care nursing. New York: A Wiley Medical Publication.

http://askep-askeb.cz.cc/

Blog Archive