Friday, January 22, 2010

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. M P2A1 POST PARTUM MATURUS DENGAN SEKSIO SESAREA ATAS INDIKASI CEFALO PELVIK DISPROPORTION HARI KE DUA S.D HARI KE TUJUH DI RUANG AA RUMAH SAKIT 1313

CONTOH KTI-SKRIPSI
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. M P2A1 POST PARTUM MATURUS DENGAN SEKSIO SESAREA ATAS INDIKASI CEFALO PELVIK DISPROPORTION HARI KE DUA S.D HARI KE TUJUH DI RUANG AA RUMAH SAKIT 1313

ABSTRAK






viii, 4 bab, 101 halaman, 4 lampiran



Karya tulis ini dilatarbelakangi oleh cukup banyaknya jumlah ibu post partum dengan seksio sesarea atas indikasi CPD dirumah sakit immanuel, yaitu 17,5% dan kompleksnya masalah yang ditimbulkan oleh tindakan seksio sesarea terhadap ibu maupun janin. Tujuan penulisan karya tulis ini untuk memperoleh pengalaman nyata dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien post partum maturus dengan seksio sesarea atas indikasi CPD secara komprehensif. Metode yang digunakan dalam menyusun karya tulis ini adalah deskriptif berbentuk studi kasus. Saat pengkajian klien tidak kooperatif, namun penulis tidak bosan melakukan pendekatan yang akhirnya klien percaya dan ditemukan beberapa masalah, diantaranya: gangguan rasa nyaman: nyeri, resiko tinggi infeksi, resiko tinggi gangguan laktasi, gangguan pemenuhan ADL, dan ketidakmampuan klien memilih jenis kontrasepsi. Tindakan yang telah dilakukan: memberi penyuluhan, mengganti balutan, memberi motivasi, dan mendemonstrasikan cara perawatan payudara. Hasil yang sudah tercapai dalam memberikan asuhan keperawatan yaitu meningkatnya pengetahuan klien, keterampilan dalam perawatan payudara, dan perawatan luka, yang belum tercapai yaitu resiko infeksi, penulis memotivasi klien untuk tetap melakukan perawatan luka sampai sembuh dan mengidentifikasi adanya tanda-tanda infeksi. Kesimpulan dari studi kasus ini adalah tidak semua diagnosa keperawatan yang ada dalam teori muncul pada kasus dilapangan, karena manusia adalah mahluk yang unik, sehingga respon yang timbul pada satu individu akan berbeda dengan individu yang lain. Saran bagi adik kelas, jangan bosan melakukan pendekatan dengan komunikasi terapeutik pada klien tidak kooperatif, untuk institusi, agar memperbanyak buku-buku literatur untuk bahan referensi sebagai acuan mahasiswa dalam proses belajar dan penyusunan karya tulis, serta bagi perawat agar selalu melengkapi pendokumentasian asuhan keperawatan ke dalam status klien sehingga data mudah didapat.



Kepustakaan 18 sumber (1986-2005)

"

HUBUNGAN PENGETAHUAN, KOMUNIKASI INTERPERSONAL, DAN KETERAMPILAN TEKNIK DENGAN PENERAPAN PROSES KEPERAWATAN DI RSUD 1212

CONTOH KTI-SKRIPSI
HUBUNGAN PENGETAHUAN, KOMUNIKASI INTERPERSONAL, DAN KETERAMPILAN TEKNIK DENGAN PENERAPAN PROSES KEPERAWATAN
DI RSUD 1212

ABSTRAK

Keperawatan sebagai suatu profesi mengharuskan pelayanan keperawatan diberikan secara profesional berdasarkan pelaksanaan proses keperawatan dengan menggunakan pengetahuan, komunikasi interpersonal, dan keterampilan teknik yang baik. RSUD Kota Yogyakarta mempunyai perawat dengan berbagai perbedaan pengetahuan, keterampilan komunikasi interpersonal, dan keterampilan teknik yang tentunya akan berpengaruh terhadap pelaksanaan proses keperawatan.


Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan penerapan proses keperawatan di RSUD Kota Yogyakarta, hubungan antara komunikasi interpersonal dengan penerapan proses keperawatan di RSUD Kota Yogyakarta, hubungan antara keterampilan teknik yang dimiliki perawat dengan penerapan proses keperawatan di RSUD Kota Yogyakarta.



Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode


Hasil penghitungan hubungan antara pengetahuan dengan penerapan proses keperawatan didapatkan rho = 0,186 dan p = 0,197; penghitungan hubungan komunikasi interpersonal dengan penerapan proses keperawatan didapatkan rho = 0,384 dan p = 0,006; penghitungan hubungan keterampilan teknik dengan penerapan proses rho = 0,343 dan p = 0,015.


Penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan penerapan proses keperawatan; ada hubungan positif dan bermakna antara komunikasi interpersonal dengan penerapan proses keperawatan; ada hubungan positif dan bermakna antara keterampilan teknik dengan penerapan proses keperawatan.


cross-sectional. Data pengetahuan responden dikumpulkan dengan kuesioner, data tentang komunikasi interpersonal, keterampilan teknik, dan penerapan proses keperawatan dikumpulkan dengan observasi. Subyek penelitian berjumlah 50 orang yaitu semua perawat pelaksana yang melakukan asuhan keperawatan yang bertugas di ruang rawat inap dan instalansi rawat darurat dengan kriteria : pendidikan minimal SPK, telah bekerja di rumah sakit tersebut minimal 1 tahun, tidak sedang cuti dan mendapat tugas belajar, bersedia menjadi responden. Uji hipotesis menggunakan analisis korelasi Rank Spearman dengan tingkat kepercayaan 95% atau ά= 0,05.

Kata kunci:



Penerapan proses keperawatan, keterampilan teknik, komunikasi interpersonal, pengetahuan




ABSTRACT



Nursing, as a profession, required a nursing service given professionally based on accomplishment of nursing process by means of good knowledge, interpersonal communication, and technical skill. RSUD Kota Yogyakarta employed nurses of various knowledge, interpersonal communications, and technical skills, which eventually brought influences in completing the nursing process.


This study was aimed to identify the correlation of knowledge to the application of nursing process at RSUD Kota Yogyakarta, the correlation of interpersonal communication to the application of nursing process at RSUD Kota Yogyakarta, and the correlation of technical skill to the application of nursing process at RSUD Kota Yogyakarta.



This study was descriptive by means of quantitative framework employing a cross-sectional method. Data of respondents’ knowledge was gathered through questionnaires, while data of nurses’ interpersonal communication, technical skill, and the application of nursing process were obtained from observations. The number of research subjects involved in this study was all 50 nurse practitioners who had been giving upbringing treatment and assigned in hospitalizing and emergency installations, who met the criteria of: having minimum education of SPK, had been employed in the hospital at a minimum of a year, not on leave nor assigned for higher education, available becoming respondent. Hypothesis test was using Spearman Rank correlation at a significance level of 95% or



The calculation resulted in the correlation of knowledge to the application of nursing process at rho = 0.186 and p = 0.197; the correlation of interpersonal communication to the application of nursing process at rho = 0.384 and p = 0.006; and the correlation of technical skill to the application of nursing process at rho = 0.343 and p = 0.015.


This study showed that there was no significant correlation of knowledge to the application of nursing process; there was a positive and significant correlation of interpersonal communication to the application of nursing process; and there was a positive and significant correlation of technical skill to the application of nursing process.




Key words:





51 halaman, 8 tabel, 1 diagram gambar, 27 daftar pustaka, 3 lampiran kuesioner


Application of nursing process, technical skill, interpersonal communication, knowledge
α = 0.05.

"

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA TN.A DENGAN TB PARU PADA TN.A DI RT.07 RW 08 KELURAHAN AAA KECAMATAN BBB WILAYAH KERJA PUSKESMAS CCC KOTA DDD

CONTOH KTI-SKRIPSI

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA TN.A DENGAN TB PARU PADA TN.A DI RT.07 RW 08 KELURAHAN AAA KECAMATAN BBB WILAYAH KERJA PUSKESMAS CCC KOTA DDD: "

ABSTRAK







vii dan 114 halaman, 4 bab, 4 lampiran



Karya tulis ini dilatarbelakangi oleh masih cukup tingginya kejadian TB paru di Jawa Barat. Tahun 2003, tercatat 33.451 orang yang dinyatakan penderita baru TB paru, dan 269 orang yang harus menjalani pengobatan ulang. Di wilayah kerja Puskesmas CCC kejadian TB paru masih tinggi ditandai masih adanya yang terdeteksi TB paru setiap bulannya. Periode bulan Februari sampai Juli 2005 terdapat 27 pasien baru BTA (+). Tujuan karya tulis ini adalah untuk memperoleh pengalaman dalam memberikan asuhan keperawatan keluarga dengan TB paru secara komperehensif. Metode yang digunakan dalam penyusunan karya tulis ini adalah deskriftif berbentuk studi kasus. Tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan studi dokumentasi. Dari hasil pengkajian ditemukan masalah keperawatan pada Tn.A yaitu gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan dan resiko penularan penyakit TB paru pada anggota keluarga lain. Tindakan yang telah dilakukan adalah penyuluhan kesehatan pada keluarga tentang gangguan nutrisi dan menu seimbang TKTP, penularan TB paru dan cara pencegahan penularan pada orang lain, demonstrasi pembuatan sputum pot, dan memberikan motivasi pada keluarga untuk menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada. Hasil yang telah dicapai adalah meningkatnya pengetahuan, kemauan dan kemampuan keluarga dalam mengatasi masalah yang dihadapi keluarga. Secara umum pelaksanaan asuhan keperawatan pada keluarga Tn.A sesuai dengan perencanaan. Tetapi ada tindakan yang belum mencapai hasil maksimal, adapun yang belum tercapai adalah penggunaan sarana pelayanan kesehatan oleh keluarga. Karenanya penulis menyarankan untuk melakukan kerjasama dengan pihak Puskesmas untuk tindak lanjut perawatan dan pengobatan.





Daftar Pustaka, 13 buah ( 1995-2004 )

"

HUBUNGAN PENGETAHUAN, KOMUNIKASI INTERPERSONAL, DAN KETERAMPILAN TEKNIK DENGAN PENERAPAN PROSES KEPERAWATAN DI RSUD 1212

CONTOH KTI-SKRIPSI
HUBUNGAN PENGETAHUAN, KOMUNIKASI INTERPERSONAL, DAN KETERAMPILAN TEKNIK DENGAN PENERAPAN PROSES KEPERAWATAN
DI RSUD 1212

ABSTRAK

Keperawatan sebagai suatu profesi mengharuskan pelayanan keperawatan diberikan secara profesional berdasarkan pelaksanaan proses keperawatan dengan menggunakan pengetahuan, komunikasi interpersonal, dan keterampilan teknik yang baik. RSUD Kota Yogyakarta mempunyai perawat dengan berbagai perbedaan pengetahuan, keterampilan komunikasi interpersonal, dan keterampilan teknik yang tentunya akan berpengaruh terhadap pelaksanaan proses keperawatan.


Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan penerapan proses keperawatan di RSUD Kota Yogyakarta, hubungan antara komunikasi interpersonal dengan penerapan proses keperawatan di RSUD Kota Yogyakarta, hubungan antara keterampilan teknik yang dimiliki perawat dengan penerapan proses keperawatan di RSUD Kota Yogyakarta.



Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode


Hasil penghitungan hubungan antara pengetahuan dengan penerapan proses keperawatan didapatkan rho = 0,186 dan p = 0,197; penghitungan hubungan komunikasi interpersonal dengan penerapan proses keperawatan didapatkan rho = 0,384 dan p = 0,006; penghitungan hubungan keterampilan teknik dengan penerapan proses rho = 0,343 dan p = 0,015.


Penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan penerapan proses keperawatan; ada hubungan positif dan bermakna antara komunikasi interpersonal dengan penerapan proses keperawatan; ada hubungan positif dan bermakna antara keterampilan teknik dengan penerapan proses keperawatan.


cross-sectional. Data pengetahuan responden dikumpulkan dengan kuesioner, data tentang komunikasi interpersonal, keterampilan teknik, dan penerapan proses keperawatan dikumpulkan dengan observasi. Subyek penelitian berjumlah 50 orang yaitu semua perawat pelaksana yang melakukan asuhan keperawatan yang bertugas di ruang rawat inap dan instalansi rawat darurat dengan kriteria : pendidikan minimal SPK, telah bekerja di rumah sakit tersebut minimal 1 tahun, tidak sedang cuti dan mendapat tugas belajar, bersedia menjadi responden. Uji hipotesis menggunakan analisis korelasi Rank Spearman dengan tingkat kepercayaan 95% atau ά= 0,05.

Kata kunci:



Penerapan proses keperawatan, keterampilan teknik, komunikasi interpersonal, pengetahuan




ABSTRACT



Nursing, as a profession, required a nursing service given professionally based on accomplishment of nursing process by means of good knowledge, interpersonal communication, and technical skill. RSUD Kota Yogyakarta employed nurses of various knowledge, interpersonal communications, and technical skills, which eventually brought influences in completing the nursing process.


This study was aimed to identify the correlation of knowledge to the application of nursing process at RSUD Kota Yogyakarta, the correlation of interpersonal communication to the application of nursing process at RSUD Kota Yogyakarta, and the correlation of technical skill to the application of nursing process at RSUD Kota Yogyakarta.



This study was descriptive by means of quantitative framework employing a cross-sectional method. Data of respondents’ knowledge was gathered through questionnaires, while data of nurses’ interpersonal communication, technical skill, and the application of nursing process were obtained from observations. The number of research subjects involved in this study was all 50 nurse practitioners who had been giving upbringing treatment and assigned in hospitalizing and emergency installations, who met the criteria of: having minimum education of SPK, had been employed in the hospital at a minimum of a year, not on leave nor assigned for higher education, available becoming respondent. Hypothesis test was using Spearman Rank correlation at a significance level of 95% or



The calculation resulted in the correlation of knowledge to the application of nursing process at rho = 0.186 and p = 0.197; the correlation of interpersonal communication to the application of nursing process at rho = 0.384 and p = 0.006; and the correlation of technical skill to the application of nursing process at rho = 0.343 and p = 0.015.


This study showed that there was no significant correlation of knowledge to the application of nursing process; there was a positive and significant correlation of interpersonal communication to the application of nursing process; and there was a positive and significant correlation of technical skill to the application of nursing process.




Key words:





51 halaman, 8 tabel, 1 diagram gambar, 27 daftar pustaka, 3 lampiran kuesioner


Application of nursing process, technical skill, interpersonal communication, knowledge
α = 0.05.

"

Pemahaman Ibu Tentang Pemakaian KB Susuk Di Puskesmas 999

CONTOH KTI-SKRIPSI
Pemahaman Ibu Tentang Pemakaian KB Susuk Di Puskesmas 999


Untuk mencapai masa depan yang lebih baik melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia dan peningkatn kemampuan untuk bersaing dalam era globalisasi, maka pencernaan jumlah dan susunan anggota kelurga harus dilaksanakan sehingga tercapai suatu norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera (NKKBS). Masalah kemiskinan keterbelakangan dan sebagaian disebabkan karena tidak terencananya kelahiran (Manuaba, 1, 1987; 330).


Berbagai metode yang dilakukan dalam rangka menjarangkan kehamilan, ditemukannya berbagai alat kontrasepsi merupakan solusi yang tepat dan moderen, sehingga laju kepadatan penduduk dapat diatasi melalui program keluarga berencana.


Pembatasan kelahiran dalam rangka panjang dapat menurunkan angka kematian ibu. Seperti diketahui, sebab utama dari kematian ibu adalah pendarahan waktu melahirkan dan calon pendarahan utama adalah ibu - ibu yang telah mempunyai 4 anak keatas. Pembatasan kelahiran akan menurunkan insiden keganasan serviks oleh karena salah satu faktor timbulnya keganasan serviks yang merupakan tumor ganas yang terbanyak di Indonesia, adalah melahirkan anak yang terlalu banyak (Hatrono, H, 2004 ;11).


Alat kontrasepsi bawah kulit (AKBK) atau KB susuk sejak tahun 1981 telah mulai diteliti dan dikembangkan di indonesia. KB susuk telah diuji coba klinik secara baik, kemudian dipakai sebagai alat kontrasepsi sejak tahun 1972 diberbagai negara di indonesia. Sejak tahun 1981 cara ini telah dipakai oleh ± 10.000 wanita dan mulai dapat diterima oleh masyarakat (Mochtar, R, 1987; 278).


Sesuai sumber BKKBN, di Indonesia diperkirakan setiap tahunnya terjadi pertambahan jumlah penduduk yang cepat, pada tahun 1994 penduduk berjumlah 192.498.346 jiwa pada tahun 1995 195.658.172 jiwa jadi diperkirakan setiap tahunnya bertambah 3.159.826 jiwa, setiap hari bertambah 8.657 jiwa, setiap satu jam 361 jiwa dan setiap satu menit bertambah 6 jiwa. Akhir pelita lima berjumlah 189,1 juta, sehingga terjadi laju pertumbuhan penduduk (LPP) (Hartanto, H, 2004; 16).


Dari studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 3 Nopember 2008 di Dulalowo Kecamatan Kota Tengah didapatkan bahwa sikap ibu msih kurang memahami terhadap alat kontrasepsi bawah kulit. Karena pada umumnya ibu-ibu belum mengetahui tentang pemakaian KB susuk, ada ibu yang datang hanya sekedar ikut-ikutan memasang KB susuk dan tidak mengetahui keuntungan dari pemakaian KB susuk selain itu berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang ibu yang memakai KB susuk mengatakan bahwa dia belum terlalu mengerti tentang keuntungan dari pemakaian KB susuk.


Menurut data dari BKKBN Kota Gorontalo tahun 2007 tentang jumlah pemakaian alat kontrasepsi dengan jumlah pemakai KB susuk sekitar 489 orang, IUD 641 orang, MOP 74 orang, suntik 1668 orang, pil 283 orang, kondom 38 orang. Menurut data dari BKKBN tahun 2007 tentang pemakaian alat kontrasepsi KB susuk berjumlah 108 orang, IUD 1377 orang, Mop 76 orang, suntik 489 orang, pil 805 orang, kondom 6 orang. Berdasarkan dari Puskesmas Dulalowo Kecamatan Kota Tengah jumlah pemakaian KB susuk 98 orang, IUD 28 orang, MOP 1 orang, suntik 879 orang, pil 838 orang, kondom 6 orang.


Berdasarkan laporan Puskesmas Dulalowo Kota Gorontalo pada tahun 2008 penggunaan alat kontrasepsi KB susuk mencapai 60 akseptor, dari jumlah tersebut pada umumnya Ibu-ibu tidak mengetahui cara penggunaan sehingga Af implant yang seharusnya dikeluarkan setelah 3 tahun namun kenyataanya banyak diantara ibu-ibu telah mengeluarkan Af inplant tersebut sebelum waktunya, sehingga dapat mengakibatkan efek samping terhadap akseptor.


15 daftar pustaka (1999-2006)


"

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN SUAMI TENTANG ASUHAN KEHAMILAN DENGAN PARTISIPASI SUAMI DALAM ASUHAN KEHAMILAM

CONTOH KTI-SKRIPSI:

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN SUAMI TENTANG ASUHAN KEHAMILAN DENGAN PARTISIPASI SUAMI DALAM ASUHAN KEHAMILAM


XV + 77 halaman + 7 table + 2 gambar + 8 lampiran



ABSTRAK



Partisipasi suami dalam asuhan kehamilan akan mendukung kehamilan dan persalinan yang aman. Namun pada umumnya keterlibatan suami dalam hal asuhan kehamilan dan kelahiran bayi masih rendah. Hal ini dipengaruhi oleh faktor pengetahuan, tingkat pendidikan, budaya, pendapatan, dan lain-lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan suami dalam asuhan kehamilan di BPS 888


Metode penelitian dilakukan secara analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penetian adalah semua suami ibu hamil yng mememeriksakan diri di BPS 888 , Temanggung pada bulan Juni 2008 dengan jumlah 33 orang. Dalam penelitian ini pengambilan sample dilakukan dengan tehnik total sampling. Alat pengumpul data adalah kuesioner berbentuk pernyataan tertutup. Analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah analisis Kendall Tau (?).


Hasil penelitian ini didapatkan adanya hubungan tingkat pengetahuan suami tentang asuhan kehamilan dengan partisipasi suami dalam asuhan kemilan di BPS 888 pada bulan Juni 2008 (p = 0,029). Oleh karena itu perlu direkomendasikan untuk dipertahankan dan meningkatkan partisipasi suami dalam asuhan kehamilan melalui tenaga kesehatan dengan KIE tentang asuhan kehamilan pada pihak suami secara berkesinambungan mendukung upaya MPS serta melaksanakan eviden based practice dalam asuhan kehamilan.


Kata kunci : Pengetahuan , Partisipasi suami dalam asuhan kehamilan


Kepustakan : 17 (tahun 1998-2008)


"

Ketuban Pecah Dini (KPD)

Ketuban Pecah Dini (KPD)

Pengertian

Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan, dan ditunggu satu jam belum dimulainya tanda persalinan. Waktu sejak pecah ketuban sampai terjadi kontraksi rahim disebut “kejadian ketuban pecah dini” (periode laten).


Etiologi

Penyebab ketuban pecah dini (KPD) mempunyai dimensi multifaktorial yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
  • Serviks inkopeten
  • Ketegangan rahim berlebihan; kehamilan ganda, hidramnion
  • Kelainan letak janin dalam rahim, letak sunsang, letang lintang
  • Kemungkinan kesempitan panggul : perut gantung, bagian terendah belum masuk PAP, sepalopelvik disproforsi
  • Kelainan bawaan dari selaput ketuban
  • Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga menyebabkan ketuban pecah.

Patofisiologi

Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai berikut :
  • Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi.
  • Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban.

Penatalaksanaan
  1. Konservatif
    • Rawat rumah sakit dengan tirah baring.
    • Tidak ada tanda-tanda infeksi dan gawat janin.
    • Umur kehamilan kurang 37 minggu.
    • Antibiotik profilaksis dengan amoksisilin 3 x 500 mg selama 5 hari.
    • Memberikan tokolitik bila ada kontraksi uterus dan memberikan kortikosteroid untuk mematangkan fungsi paru janin.
    • Jangan melakukan periksan dalam vagina kecuali ada tanda-tanda persalinan.
    • Melakukan terminasi kehamilan bila ada tanda-tanda infeksi atau gawat janin.
    • Bila dalam 3 x 24 jam tidak ada pelepasan air dan tidak ada kontraksi uterus maka lakukan mobilisasi bertahap. Apabila pelepasan air berlangsung terus, lakukan terminasi kehamilan.

  2. Aktif
    Bila didapatkan infeksi berat maka berikan antibiotik dosis tinggi. Bila ditemukan tanda-tanda inpartu, infeksi dan gawat janin maka lakukan terminasi kehamilan.
    • Induksi atau akselerasi persalinan.
    • Lakukan seksiosesaria bila induksi atau akselerasi persalinan mengalami kegagalan.
    • Lakukan seksio histerektomi bila tanda-tanda infeksi uterus berat ditemukan.

Daftar Pustaka

Dr. Santosa NI, SKM (1990), “ Perawatan Kebidanan yang Berorientasi Pada Keluarga (Perawatan II) “, Jakarta : Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Asrining Surasmi, Siti Handayani, Heni Nur Kusuma, (2002), “Perawatan Bayi Risiko Tinggi”, Jakarta : EGC.

Prof. Dr. Abdul Bari Saifudin, SPOG, MPHD ( 2002 ), “ Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Material & Neonatal “, : Jakarta : EGC.

Marilyn E. Doengoes, Mary Frances Mooorhouse (2001), “Rencana Perawatan Maternal/Bayi “, Jakarta : EGC.

Prof. dr. Ida Bagus Gde Manuaba, SpOG (1998), “Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan”, Jakarta : EGC
"

KTI KEPERAWATAN: HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI USIA 1-6 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDUNGWUNI I TAHUN

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI USIA 1-6 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDUNGWUNI I TAHUN

Skripsi, Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Semarang.


Prioritas pembangunan kesehatan diarahkan pada upaya penurunan angka

kematian bayi. Salah satu penyebab utama kematian menurut Survey Kesehatan

Rumah Tangga (SKRT) 2001 adalah kejadian diare. Pada era sekarang 80% bayi

yang baru lahir di Indonesia tidak lagi menyusu sejak 24 jam pertama setelah

mereka lahir padahal, pemberian makanan padat pada bayi dibawah usia 4 bulan

sering menyebabkan gangguan diare. Permasalahan dalam penelitian ini adalah

apakah ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare pada

bayi usia 1-6 bulan, sedangkan tujuan diadakan penelitian ini adalah untuk

mengetahui apakah ada hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare

pada bayi usia 1-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kedungwuni I.

Jenis penelitian yang dilakukan adalah explanatory research dengan

metode survei melalui pendekatan cross sectional. Pengambilan sampel

berdasarkan teknik purposive dari populasi bayi yang berusia 1-6 bulan. Untuk

mengumpulkan data yang berkaitan dengan variabel yang diteliti yaitu tentang

pemberian ASI eksklusif dan Kejadian diare dilakukan dengan memberikan

kuesioner kepada ibu bayi, kemudian data yang diperoleh diolah dan dianalisa

menggunakan uji Kendall’s tau_b, dari uji tersebut dapat diambil simpulan ada

hubungan yang signifikan jika asymp sig kurang dari 0,05 dan sebaliknya tidak

ada hubungan yang signifikan jika nilai asymp sig lebih dari 0,05.

Hasil penelitian diperoleh kategori pemberian ASI persentase tertinggi

pada bayi yang tidak diberi ASI secara eksklusif sampai minimal usia 4 bulan

sebesar 68%, sedangkan untuk kategori kejadian diare terdapat pada bayi yang

tidak mengalami kejadian diare yaitu sebesar 64%. Dari uji kendall’s tau_b

didapat koefisien korelasi sebesar 0,425 lebih kecil dari 0,5 dengan nilai asymp

sig sebesar 0.003 lebih kecil dari 0,05, sehingga dari penelitian ini dapat diambil

simpulan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif

dengan kejadian diare, dimana dari uji kendall’s tau_b tersebut diketahui bahwa

semakin lama bayi diberi ASI secara eksklusif semakin kecil kemungkinan bayi

untuk terkena kejadian diare.

Saran dari penelitian ini karena masih ada pemberian ASI Eksklusif pada

bayi usia kurang dari 4 bulan, maka perlu meningkatkan frekuensi pemberian

informasi tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif sampai bayi usia 4-6

bulan. Bagi ibu-ibu balita di wilayah kerja Puskesmas Kedungwuni I harus

berusaha memberikan ASI eksklusif sampai bayi berumur minimal 4 bulan. Bagi

setiap instansi ataupun pabrik serta tempat kerja lain diharapkan dapat

memberikan kelonggaran cuti melahirkan dan kemudian memberikan ijin kepada

pekerjanya untuk menyusui anaknya dalam waktu kerja.

Kata Kunci : ASI eksklusif , Kejadian Diare

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Telah dipertahankan dihadapan sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu

Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang.

Pada hari : Senin

Tanggal : 15 Agustus 2005

Panitia Ujian

Ketua Panitia, Sekretaris,

DR. Khomsin, M.Pd Drs. Herry Koesyanto, M.S

NIP. 1319933872 NIP. 131571549

Dewan Penguji,

1. Eram Tunggul P, S.KM, M.Kes (Ketua)

NIP. 132303558

2. dr. Oktia Woro, KH. M.Kes (Anggota)

NIP. 131695159

3. Drs. Bambang Wahyono (Anggota)

NIP. 131674366

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

“ Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang

berilmu”(QS.Al Mujadalah: 11).

“ Keberanian terbesar adalah kesabaran dan guru terbaik adalah pengalaman” (Ali bin Abi

Thalib).

“ Kenikmatan terindah adalah rasa syukur kepada Allah SWT” (Penulis).

PERSEMBAHAN

Untaian- untaian kata ini kupersembahkan untuk

1. Ayah dan ibu tercinta yang selalu menghiasi relung

jiwaku dengan segenap cinta, pengorbanan dan do’a.

2. Kakak dan adikku yang selalu memacu asaku untuk

menggapai kemilau cita-cita.

3. Keponakanku terkasih.

4. Almamaterku.

5. Rekan-rekan Wisma RHI 007.

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,

hidayah dan Inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “ Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Diare Pada Bayi

Usia 1-6 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungwuni I Pekalongan Tahun

2004/2005”.

Dalam penyusunan skripsi ini, banyak pihak yang telah memberikan

bantuan yang tidak ternilai harganya. Untuk itu, penulis menyampaikan rasa

terima kasih kepada:

1. Drs. Sutardji, M.S, Dekan Fakulas Ilmu Keolahragaan yang telah memberikan

izin penelitian.

2. Ibu dr. Oktia Woro KH, M.Kes selaku Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan

sekaligus Pembimbing I yang telah membimbing dan memberi pengarahan

hingga selesainya skripsi ini.

3. Bapak Drs. Bambang Wahyono selaku Pembimbing II atas petunjuk dan

bimbingan dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu Dosen jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat yang telah

memberikan bekal ilmu pengetahuan yang bermanfaat dalam rangka

penyusunan skripsi ini.

5. Ibu drg. Endang Susilowati, Kepala Puskesmas Kedungwuni I yang telah

memberikan ijin selama penelitian.

6. Masyarakat wilayah kerja Puskesmas Kedungwuni I Pekalongan yang telah

ikut berpartisipasi dalam penelitian ini.

vi

7. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Akhirnya, penulis berharap mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat

bagi pembaca.

Semarang, Agustus 2005

Penulis

vii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………………. i

SARI ………………………………………………………………………………………….. ii

HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………………….. iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN …………………………………………………. iv

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………….. v

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………. vii

DAFTAR TABEL ……………………………………………………………………….. x

DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………………………. xi

DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………………… xii

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………. 1

1.1 Latar Belakang ………………………………………………………………………. 1

1.2 Permasalahan …………………………………………………………………………. 5

1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………………………………………. 5

1.4 Penegasan Istilah ……………………………………………………………………. 5

1.5 Manfaat Penelitian ………………………………………………………………….. 6

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS ……………………………. 7

2.1 Landasan Teori ………………………………………………………………………. 7

2.1.1 Air Susu Ibu (ASI) ……………………………………………………………….. 7

2.1.1.1 Pengertian ASI …………………………………………………………………… 7

2.1.1.2 Komposisi ASI ………………………………………………………………….. 8

2.1.1.3 Volume ASI ………………………………………………………………………. 9

2.1.1.4 Aspek Imunologik ASI ……………………………………………………….. 10

2.1.1.5 Penggunaan ASI secara Tepat ………………………………………………. 13

2.1.1.6 Faktor faktor yang Mempengaruhi Penggunan ASI ………………….. 14

viii

2.1.2 Pemberian ASI Eksklusif ……………………………………………………….. 14

2.1.2.1 Pengertian Pemberian ASI eksklusif ………………………………………. 14

2.1.2.2 Manfaat Pemberian ASI Eksklusif Bagi Bayi ………………………….. 15

2.1.3 Minuman Buatan Sebagai Pengganti ASI …………………………………. 17

2.1.4 Diare …………………………………………………………………….. 18

2.1.4.1 Definisi Diare …………………………………………………………….. 18

2.1.4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare ………………….. 19

2.1.4.3 Pencegahan Penyakit Diare ………………………………………………….. 20

2.1.5 Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Diare ……….. 21

2.1.6 Kerangka Teori…………………………………………………………………….. 22

2.2 Hipotesis ……………………………………………………………………………….. 23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……………………………………… 24

Populasi Penelitian ……………………………………………………………………

24

Sampel Penelitian……………………………………………………………………..

24

Variabel Penelitian ……………………………………………………………………

25

Rancangan Penelitian ……………………………………………………………….. 26

Prosedur Penenelitian ……………………………………………………………….. 26

Teknik Pengumpulan Data ………………………………………………………… 27

Alat Pengumpul Data ……………………………………………………………….. 28

Pengolahan Data ………………………………………………………………………

29

Validitas dan Reliabiitas Data ……………………………………………………. 30

Analisis Data …………………………………………………………………………..

31

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……………………. 33

4.1 Deskripsi Data ………………………………………………………………………. 33

ix

4.2 Hasil Penelitian ……………………………………………………………………… 33

4.2.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ………………………………………… 33

4.2.2 Karakterisik Sampel ……………………………………………………………… 37

4.3 Pembahasan ………………………………………………………………………….. 42

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ……………………………………………….. 50

Simpulan ………………………………………………………………………………… 50

Saran ……………………………………………………………………………………… 50

DAFTAR KEPUSTAKAAN ………………………………………………………….. 52

LAMPIRAN-LAMPIRAN ……………………………………………………………… 54

x

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Tabel Kenaikan Berat Badan Rata-Rata menurut Umur ……………….. 13

2. Tabel Jumlah Bayi Usia 1-6 bulan menurt Desa di Wilayah Kerja Puskesmas

Kedungwuni I Pekalongan ………………………………………………………. 35

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Teori …………………………………………………………………… 24

2. Grafik Distribusi Sampel menurut Pemberian ASI Eksklusif ……… 37

3. Grafik Distribusi Sampel menurut Jenis Kelamin ……………………… 38

4. Grafik Distribusi Sampel menurut Kelompok Umur …………………. 39

5. Grafik Distribusi Sampel menurut Kejadian Diare ……………………. 39

6. Grafik Distribusi Sampel menurut Pemberian Kolostrum …………… 40

7. Grafik Distribusi Sampel menurut Alasan Tidak Diberikannya ASI

Eksklusif …………………………………………………………………………… 40

8. Grafik Distribusi Sampel menurut Kebersihan Penyediaan Makanan atau

Minuman Pengganti ASI ……………………………………………………… 41

9. Grafik Distribusi Pemberian ASIEksklusif dengan Kejadian Diare 42

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Kuesioner Penyaring……………………………………………………………. 55

2. Kuesioner Utama ………………………………………………………………… 57

3. Data Kasar Validitas dan Reliabitas Kuesioner Penyaring ………….. 61

4. Hasil validitas dan Reliabilitas Kuesioner Penyaring ………………… 62

5. Data Kasar Validitas dan Reliabitas Kuesioner Utama ……………… 63

6. Hasil validitas dan Reliabilitas Kuesioner Utama. …………………….. 64

7. Penentuan Kriteria Deskritif Hasil Penelitian …………………………… 65

8. Tabulasi Data Hasil Penelitian ………………………………………………. 66

9. Tabel Frekuensi Hasil Penelitian ……………………………………………. 68

10. Tabel Crosstab dan korelasi non parametrik pemberian ASI eksklusif

dengan kejadia diare ……………………………………………………………. 70

11. Tabel Product Moment ………………………………………………………… 71

12. Surat Ijin Penelitian dari Badan Peencanaan Daerah Kabupaten

Pekalongan ………………………………………………………………………… 72

13. Surat Keterangan telah mengadakan Penlitian di Wilayah Kera Puskesmas

Kedungwuni I Pekalongan ……………………………………………………. 73

14. Surat Pengangkatan atau penguji Skripsi…………………………………. 74

15. Surat Undangan Dosen Penguji……………………………………………… 75

16. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Kedungwuni …………………………… 76

xiii

1

BAB I

P E N DA H U L U A N

1.1 Latar Belakang

Prioritas pembangunan kesehatan diarahkan pada upaya penurunan angka

kematian bayi dan balita. Dalam dokumen Propenas 2000-2004 upaya-upaya ini

termaktub dalam tiga program pembangunan kesehatan nasional, yaitu program

kesehatan lingkungan, perilaku sehat dan pemberdayaan masyarakat; program

upaya kesehatan; serta perbaikan gizi masyarakat (UNDP, 2004:5).

Pada beberapa dekade terakhir ini, Indonesia telah mengalami kemajuan

yang signifikan dalam upaya penurunan angka kematian bayi. Pada tahun 1960,

Angka Kematian Bayi (AKB) Indonesia adalah 128 per 1000 kelahiran. Angka ini

turun menjadi 68 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1989, 57 per 1000

kelahiran hidup pada tahun 1992 dan 46 per 1000 kelahiran hidup pada tahun

1995 (UNDP, 2004:2).

Meskipun angka pencapaian penurunan kematian telah begitu

menggembirakan, namun tingkat kematian di Indonesia masih tergolong tinggi

jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, yaitu 4,6 kali lebih tinggi dari

Malaysia, 1,3 kali lebih tinggi dari Filipina dan 1,8 kali lebih tinggi dari Thailand.

Oleh karena itu sampai saat ini, upaya penurunan angka kematian bayi dan balita

tetap merupakan salah satu prioritas dalam pembangunan kesehatan. (UNDP,

2004:2).

2

Salah satu penyebab utama kematian di Indonesia menurut Survei

Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995 yang dikutip (Nuraini Irma Susanti,

2004:1) adalah kejadian diare. Demikian juga pada tahun 2001, kejadian diare

masih merupakan penyebab utama kematian bayi seperti pada periode

sebelumnya. Sedangkan kejadian diare pada bayi menurut (Nuraini Irma Susanti,

2004:1) dapat disebabkan karena kesalahan dalam pemberian makan, dimana bayi

sudah diberi makan selain ASI sebelum berusia 4 bulan. Perilaku tersebut sangat

beresiko bagi bayi untuk terkena diare karena alasan sebagai berikut; (1)

pencernaan bayi belum mampu mencerna makanan selain ASI, (2) bayi

kehilangan kesempatan untuk mendapatkan zat kekebalan yang hanya dapat

diperoleh dari ASI serta yang ke (3) adanya kemungkinan makanan yang

diberikan bayi sudah terkontaminasi oleh bakteri karena alat yang digunakan

untuk memberikan makanan atau minuman kepada bayi tidak steril. Berbeda

dengan makanan padat ataupun susu formula, ASI bagi bayi merupakan makanan

yang paling sempurna. Pemberian ASI secara dini dan eksklusif sekurangkurangnya

4-6 bulan akan membantu mencegah penyakit pada bayi. Hal ini

disebabkan karena adanya antibodi penting yang ada dalam kolostrum dan ASI

(dalam jumlah yang sedikit). Selain itu ASI juga selalu aman dan bersih sehingga

sangat kecil kemungkinan bagi kuman penyakit untuk dapat masuk ke dalam

tubuh bayi (General Java Online, 2004:1).

Pada era sekarang 80% bayi di Indonesia tidak lagi menyusu sejak 24 jam

pertama sejak mereka lahir, dimana seharusnya ibu memberikan ASI yang

merupakan makanan utama yang sangat diperlukan bayi. Berdasarkan hasil

3

penelitian Unicef di Indonesia setelah krisis ekonomi dilaporkan bahwa hanya

14% bayi yang disusui dalam 12 jam setelah kelahiran. Kolostrum dibuang oleh

kebanyakan ibu karena dianggap kotor dan tidak baik bagi bayi. Unicef juga

mencatat penurunan yang tajam dalam menyusui berdasarkan tingkat umur dari

pengamatannya diketahui bahwa 63% disusui hanya pada bulan pertama, 45%

bulan kedua, 30% bulan ketiga, 19% bulan keempat, 12% bulan kelima dan hanya

6% pada bulan keenam bahkan lebih dari 200.000 bayi atau 5% dari populasi bayi

di Indonesia saat itu tidak disusui sama sekali (MM Novaria, 2005:2).

Hasil penelitian terhadap 900 ibu disekitar Jabotabek (1995) diperoleh

fakta bahwa yang dapat memberikan ASI eksklusif selama 4 bulan pertama

kelahiran bayi hanya sekitar 5%, padahal 98% ibu-ibu tersebut menyusui bayinya.

Dari penelitian tersebut juga didapatkan bahwa 37,9% ibu-ibu tidak pernah

mendengar informasi tentang ASI sedangkan 70,4% ibu-ibu tidak pernah

mendengar informasi tentang ASI eksklusif (Utami Roesli , 2001:21).

Berdasarkan hasil penelitian Utami Roesli terhadap ibu-ibu yang

menghentikan pemberian ASI eksklusif kepada bayinya dilaporkan bahwa alasan

yang paling sering dikemukakan oleh masyarakat tidak memberikan ASI

eksklusif sampai bayi berusia minimal 4 bulan yaitu karena merasa ASI tidak

cukup untuk memenuhi kebutuhan bayinya walaupun sebenarnya hanya sedikit

sekali (2-5%) yang secara biologis memang kurang produksi ASInya. Alasan

berikutnya yaitu karena ibu bekerja untuk mereka beranggapan bahwa ASI saja

tidak cukup untuk kebutuhan hidup bayi, takut di tinggal suami, tidak di beri ASI

4

tetap berhasil “jadi orang”, takut bayi akan tumbuh menjadi anak yang tumbuh

manja (Utami Roesli, 2000:47).

Proses menyusui memerlukan pengetahuan dan latihan yang tepat, supaya

proses menyusui dapat berjalan dengan baik, namun sering kali proses menyusui

dilakukan tidak tepat, akhirnya ASI tidak keluar dan ibu tidak mau menyusui dan

bayinya pun tidak mau menyusu (Utami Roesli, 2001:65). Tidak heran bila hasil

survei membuktikan masih sedikit bayi yang menerima ASI eksklusif sampai bayi

berusia minimal 4 bulan. Dari Hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia

(SDKI) 1997 tercatat bahwa pemberian ASI eksklusif sampai bayi berumur 4

bulan di Indonesia hanya 52%. Memang, angka pencapaian tersebut telah

meningkat sebesar 36% bila dibandingkan dengan hasil survei serupa yang

diadakan oleh WHO (World Health Organization) pada tahun 1986. Namun, bila

dibandingkan dengan target yang harus segera dicapai pada tahun 2020, angka

pencapaian tersebut belum menggembirakan, karena belum mencapai target 80%.

(BKKBN, 2002:1).

Data mengenai kejadian diare dari Dinas Kesehatan Kabupaten

Pekalongan tahun 2004 diketahui bahwa jumlah penderita diare semua umur

sebanyak 20.900 jiwa yang tersebar di 24 Puskesmas. Wilayah kerja Puskesmas

Kedungwuni I persentase penderita diare bayinya sebesar 19,17%, jumlah

tersebut paling besar bila dibandingkan 23 Puskesmas lainnya. Berdasarkan latar

belakang diatas, penulis tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui apakah

ada hubungan antara pemberian ASI secara eksklusif dengan kejadian diare pada

5

bayi usia 1-6 bulan di Wilayah kerja Puskesmas Kedungwuni I Pekalongan pada

tahun 2004/2005.

1.2 Permasalahan

Pada prinsipnya suatu penelitian tidak terlepas dari permasalahan,

sehingga perlu kiranya masalah tersebut untuk diteliti, dianalisis dan dipecahkan.

Setelah diketahui dan dipahami latar belakang masalahnya, maka yang menjadi

permasalahan dalam penelitian ini yaitu: Apakah ada hubungan antara pemberian

ASI eksklusif dengan kejadian diare pada bayi usia 1-6 bulan di wilayah kerja

Puskesmas Kedungwuni I Pekalongan tahun 2004/2005?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada

hubungan antara pemberian ASI eksklusif ngan kejadian diare pada bayi usia 1-6

bulan di wilayah kerja Puskesmas Kedungwuni I Pekalongan tahun 2004/2005.

1.4 Penegasan Istilah

Agar tidak terjadi penafsiran yang berbeda perlu ditegaskan beberapa

istilah sebagai berikut:

1. Pemberian ASI eksklusif.

Pemberian ASI eksklusif yaitu bayi yang hanya diberi ASI saja tanpa

tambahan cairan lain seperti, susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan

6

tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit,

bubur nasi, dan nasi tim (Utami Roesli 2001:1).

2. Kejadian Diare.

Kejadian diare merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya

konsistensi tinja yang melembek sampai cair dan frekuensi buang air besar

(defekasi) bertambah lebih dari biasanya (lebih dari 3 kali dalam sehari) (Siti

Habsyah Masri 2004:1).

3. Bayi usia 1-6 bulan.

Bayi usia 1-6 bulan adalah bayi yang sudah berusia 1 bulan sampai bayi yang

sudah berusia tepat 6 bulan (UNICEF, 2005:1).

1.5 Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Sebagai pengalaman langsung dalam melakukan penelitian dan dapat

menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh.

2. Bagi Masyarakat

Masyarakat memahami tentang pentingnya pemberian ASI secara eksklusif

sebagai modal dasar bagi kelangsungan hidup dan tumbuh kembang seorang

anak.

3. Bagi Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat

Sebagai tambahan kepustakaan dalam pengembangan Ilmu Kesehatan

Masyarakat.

7

BAB II

LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

2.1 LandasanTeori

2.1.1 Air Susu Ibu (ASI)

2.1.1.1 Pengertian ASI

Secara alamiah, seorang ibu mampu menghasilkan Air Susu Ibu (ASI)

segera setelah melahirkan. ASI diproduksi oleh alveoli yang merupakan bagian

hulu dari pembuluh kecil air susu. ASI merupakan makanan yang paling cocok

bagi bayi karena mempunyai nilai gizi yang paling tinggi dibandingkan dengan

makanan bayi yang dibuat oleh manusia ataupun susu yang berasal dari hewan

seperti susu sapi, susu kerbau, atau susu kambing. Pemberian ASI secara penuh

sangat dianjurkan oleh ahli gizi diseluruh dunia. Tidak satupun susu buatan

manusia (susu formula) dapat menggantikan perlindungan kekebalan tubuh

seorang bayi, seperti yang diperoleh dari susu kolostrum (Diah Krisnatuti dan

Yeni Yenrina, 2001:5).

Pernyataan tersebut didukung oleh Syahmien Moehji (2002:23) yang

mengatakan bahwa ASI merupakan makanan yang mutlak untuk bayi yaitu pada

usia 4-6 bulan pertama kehidupannya. ASI mengandung semua zat gizi yang

diperlukan oleh bayi dengan komposisi yang sesuai dengan kebutuhan bayi. Jika

dibandingkan dengan susu sapi, Air Susu Ibu (ASI) mempunyai kelebihan antara

lain mampu mencegah penyakit infeksi, ASI mudah didapat dan tidak perlu

8

dipersiapkan terlebih dahulu. Melalui ASI dapat dibina kasih sayang, ketentraman

jiwa bagi bayi yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan jiwa

bayi. Dengan demikian ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi dan

mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki oleh susu sapi.

Oleh karena itu ASI harus diberikan pada bayi, sekalipun produksi ASI

pada hari-hari pertama baru sedikit, namun mencukupi kebutuhan bayi.

Pemberian air gula, air teh, air tajin dan makanan prelaktal (sebelum ASI lancar

produksi) lain, harus dihindari untuk mendapatkan manfaat maksimal dari ASI,

maka sebaiknya menyusui dilakukan setelah bayi lahir (dalam waktu 30 menit

setelah bayi lahir) karena daya hisap pada saat itu paling kuat untuk merangsang

pengeluaran ASI selanjutnya (Utami Roesli, 2000:12).

2.1.1.2 Komposisi ASI.

ASI memiliki komposisi yang berbeda-beda dari hari ke hari.

1. Kolostrum.

Kolostrum merupakan cairan pertama yang berwarna kekuning-kuningan

(lebih kuning dibandingkan susu matur). Cairan ini dari kelenjar payudara dan

keluar pada hari kesatu sampai hari keempat-tujuh dengan komposisi yang

selalu berubah dari hari kehari. Kolostrum mengandung zat anti infeksi 10-17

kali lebih banyak dibandingkan ASI matur. Selain itu, kolostrum dapat

berfungsi sebagai pencahar yang ideal untuk membersihkan zat yang tidak

terpakai dari usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan

makanan bayi bagi makanan yang akan datang.

9

2. ASI Transisi (Peralihan).

ASI transisi diproduksi pada hari ke-4 sampai 7 hari ke-10 sampai 14. Pada

masa ini kadar protein berkurang, sedangkan kadar karbohidrat dan lemak

serta volumenya semakin meningkat.

3. ASI Mature.

ASI mature merupakan ASI yang diproduksi sejak hari ke-14 dan seterusnya

dengan komposisi yang relatif konstan. Pada ibu yang sehat dan memiliki

jumlah ASI yang cukup, ASI ini merupakan makanan satu-satunya yang paling

baik bagi bayi sampai umur enam bulan (Utami Roesli, 2001:25).

2.1.1.3 Volume ASI

Hasil penyelidikan Suhardjo yang dikutip oleh Yeni Yenrina dan Diah

Krisnatuti (2002:9), volume ASI dari waktu ke waktu berubah, yaitu:

1 Enam bulan pertama : 500-700 ml ASI/ 24 jam

2 Enam bulan kedua : 400-600 ml ASI/ 24 jam

3 Setelah satu tahun : 300-500ml ASI/ 24 jam

Menurut Deddy Muchtadi (1996:30) bahwa dalam kondisi normal kirakira

100 ml ASI pada hari kedua setelah melahirkan, dan jumlahnya akan

meningkat sampai kira-kira 500 ml dalam minggu kedua. Secara normal,

produksi ASI yang efektif dan terus-menerus akan dicapai pada kira-kira 10-14

hari setelah melahirkan. Selama beberapa bulan berikutnya bayi yang sehat akan

mengkonsumsi sekitar 700-800 ml ASI setiap 24 jam.

Volume ASI yang dapat dikonsumsi bayi dalam satu kali menyusu

selama sehari penuh sangat bervariasi. Ukuran payudara tidak ada hubungannya

10

dengan volume air susu yang dapat diproduksi, meskipun umumnya payudara

yang berukuran sangat kecil, terutama yang ukurannya tidak berubah selama

masa kehamilan, hanya memproduksi sejumlah kecil ASI. Emosi seperti tekanan

(stress) atau kegelisahan merupakan faktor penting yang mempengaruhi jumlah

produksi ASI selama minggu-minggu pertama menyusui.

2.1.1.4 Aspek Imunologik Air Susu Ibu.

Imunoglobulin adalah suatu golongan protein yang mempunyai daya zat

anti terhadap infeksi. Di dalam tubuh manusia terdapat 5 macam imunoglobulin.

1. Imunoglobulin G.

IgG sudah terbentuk pada kehamilan bulan ketiga, dapat menembus plasenta

pada waktu bayi lahir kadarnya sudah sama dengan kadar IgD ibunya. Fungsi

dari pada IgG ini ialah anti bakteri, anti jamur, anti virus dan anti toksik.

2. Imunoglobulin M.

IgM mulai dibentuk pada kehamilan minggu ke-14 dan mencapai kadar seperti

orang dewasa pada umur 1-2 tahun. Fungsi dari pada IgM ini ialah untuk

aglutinasi.

3. Imunoglobulin A.

IgA sudah dibentuk pula oleh janin tetapi jumlahnya masih sangat sedikit. Ada

2 macam IgA ialah serum (di dalam darah) dan IgA sekresi (berasal dari sel

mokosa) yang selanjutnya disebut SigA. IgA serum mencapai kadar seperti

pada orang dewasa pada usia 12 tahun, sedangkan SigA sudah mencapai

puncaknya pada usia 1 tahun.

11

4. Imunoglobulin D.

IgD belum banyak diketahui, baik pembentukannya maupun fungsinya.

5. Imunoglobulin E.

IgE belum diketahui tetapi diduga berfungsi seperti anti alergik.

6. Perpindahan Immunoglobulin dari Ibu ke Bayi.

Terdapat bukti yang nyata bahwa ada hubungan yang erat antara

imunoglobulin ibu dan anak, baik pada manusia maupun pada binatang

menyusui (mamalia). Selama janin masih didalam kandungan, janin telah

mendapat imunoglobulin dari pada ibunya melalui plasenta, terutama

imunoglobulin G, oleh karena itulah janin tidak pernah sakit (infeksi) selama

didalam kandungan (Sunoto 2001:17).

Selain imunoglobulin, ASI mengandung pula faktor-faktor kekebalan

seperti berikut ini:

1. Faktor Bifidus

Merupakan suatu karbohidrat yang mengandung nitrogen, diperlukan untuk

pertumbuhan bakteri Lactobacillus bifidus. Dalam usus bayi yang diberi ASI,

bakteri ini mendominasi flora bakteri dan memproduksi asam laktat dari

laktosa. Asam laktat ini akan menghambat pertumbuhan bakteri yang

berbahaya dan parasit lainnya (Deddy Muchtadi, 1996:36).

2. Faktor Laktoferin

Suatu protein yang mengikat zat besi ditemukan terdapat dalam ASI. Zat besi

yang terikat tersebut tidak dapat digunakan oleh bakteri-bakteri usus yang

berbahaya, yang membutuhkannya untuk pertumbuhan. Oleh karena itu,

12

pemberian zat besi tambahan kepada bayi yang disusui harus dicegah, karena

mungkin dapat mempengaruhi daya perlindungan yang diberikan laktoferin

(Deddy Muchtadi, 1996:30).

3. Faktor Laktospirosidase

Merupakan enzim yang terdapat dalam ASI dan bersama-sama dengan

peroksidase hydrogen dan ion tiosinat membantu membunuh streptokokus

(Solihin Pudjiadi, 2003:15).

4. Faktor Anti Stafilokokus

Faktor tersebut merupakan asam lemak yang melindungi bayi terhadap

penyerbuan stafilokokus (Solihin Pudjiadi, 2003:15).

5. Faktor Sel -Sel Fagosit

Merupakan pemakan bakteri yang bersifat patogen (Diah Krisnatuti dan Yeni

Yenrina, 2001:7)

6. Sel Limfosit dan Makrofag

Berfungsi untuk mengeluarkan zat antibodi untuk meningkatkan imunitas

terhadap penyakit (Diah Krisnatuti dan Yeni Yenrina, 2001:7)

7. Lisozim

Lisozim merupakan salah satu enzim yang terdapat dalam ASI sebanyak 6-300

mg/100 ml, dan kadarnya bisa naik hingga 3000-5000 kali lebih banyak

dibandingkan dengan kadar lisozim dalam susu sapi. Enzim demikian

memiliki fungsi bakteriostatik terhadap enterobakteria dan kuman gram

negatif mungkin juga berperan sebagai pelindung terhadap berbagai macam

virus.

13

8. Interferon

Berfungsi menghambat pertumbuhan virus (Diah Krisnatuti dan Yeni Yenrina,

2001:7).

2.1.1.5 Penggunaan ASI secara Tepat

ASI betapapun baik mutunya sebagai makanan bayi, tapi belumlah

merupakan jaminan bahwa gizi selalu baik, kecuali apabila ASI tersebut

diberikan secara tepat dan benar (Sjahmien Moehji, 2002:19). Ibu tidak dapat

melihat berapa banyak ASI yang telah masuk ke perut bayi (Joan Nelson,

2001:49)

Untuk mengetahui banyaknya produksi ASI, beberapa kriteria yang dapat

dipakai sebagai patokan untuk mengetahui jumlah ASI cukup atau tidak yaitu:

1. Air Susu Ibu yang banyak dapat merembes keluar melalui puting

2. Sebelum disusukan payudara merasa tegang

3. Berat badan naik dengan memuaskan sesuai dengan umur, untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 1

Kenaikan berat padan rata-rata menurut Umur

Umur Kenaikan Berat Badan Rata-Rata

1-3 bulan 700 gr/ bulan

4-6 bulan 600 gr/ bulan

7-9 bulan 400 gr/ bulan

Sumber: Soetjiningsih(1997:20).

4. Jika ASI cukup, setelah menyusu bayi akan tertidur tenang selama 3-4 jam

5. Bayi kencing lebih sering, sekitar 8 kali sehari (Soetjiningsih, 1997:20).

14

2.1.1.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan ASI.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi ibu memberikan ASI kepada bayinya

antara lain:

1. Perubahan sosial budaya.

1) Ibu-ibu bekerja atau kesibukan sosial lainnya.

2) Meniru teman, tetangga atau orang terkemuka yang memberikan susu botol.

2. Faktor psikologis

1) Takut kehilangan daya tarik sebagai seorang wanita.

2) Tekanan batin

3. Faktor fisik ibu

Ibu sakit, seperti mastitis biasanya enggan menyusui bayinya karena

payudaranya terasa nyeri bila digunakan untuk menyusui bayinya.

4. Faktor kurangnya petugas kesehatan, sehingga masyarakat kurang mendapat

penerangan atau dorongan tentang manfaat pemberian ASI.

5. Meningkatkan promosi susu kaleng sebagai pengganti ASI.

6. Penerangan yang salah justru datangnya dari petugas kesehatan sendiri yang

menganjukan penggantian ASI dari susu kaleng (Soetjiningsih, 1997:17).

2.1.2 Pemberian ASI Eksklusif

2.1.3.1 Pengertian pemberian ASI Eksklusif

ASI eksklusif atau lebih tepatnya pemberian ASI secara eksklusif adalah

bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula,

15

jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang,

pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim (Utami Roesli 2000:3)

Pemberian ASI eksklusif ini dianjurkan untuk jangka waktu minimal 4

bulan dan akan lebih baik lagi apabila diberikan sampai bayi berusia 6 bulan.

Setelah bayi berusia 6 bulan ia harus mulai diperkenalkan dengan makanan padat,

dan pemberian ASI dapat diteruskan sampai ia berusia 2 tahun (Utami Roesli,

2001:1).

2.1.3.2 Manfaat Pemberian ASI Eksklusif Bagi Bayi.

Menurut Utami Roesli (2001:31), manfaat pemberian ASI sangat banyak

antara lain:

1. Sebagai Nutrisi Terbaik.

ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang

seimbang karena disesuaikan dengan kebutuhan bayi pada masa

pertumbuhannya. ASI adalah makanan yang paling sempurna, baik kualitas

maupun kuantitasnya. Dengan melaksanakan tata laksana menyusui yang tepat

dan benar, produksi ASI seorang ibu akan cukup sebagai makanan tunggal

bagi bayi normal sampai dengan usia 6 bulan. Meningkatkan Daya Tahan

Tubuh

Bayi yang baru lahir secara alamiah mendapat zat kekebalan atau daya tahan

tubuh dari ibunya melalui plasenta. Tetapi kadar zat tersebut akan cepat

menurun setelah kelahiran bayi. Sedangkan kemampuan bayi membantu daya

tahan tubuhnya sendiri menjadi lambat, selanjutnya akan terjadi kesenjangan

daya tahan tubuh. Kesenjangan tersebut dapat diatasi apabila bayi diberi ASI

16

sebab ASI adalah cairan yang mengandung zat kekebalan tubuh yang dapat

melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, dan jamur.

2. Tidak mudah tercemar

ASI steril dan tidak mudah tercemar, sedangkan susu formula mudah dan

sering tercemar bakteri, terutama bila ibu kurang mengetahui cara pembuatan

susu formula yang benar dan baik.

3. Melindungi bayi dari infeksi

ASI mengandung berbagai antibodi terhadap penyakit yang disebabkan

bakteri, virus, jamur dan parasit yang menyerang manusia..

4. Mudah dicerna

ASI mudah dicerna, sedangkan susu sapi sulit dicerna karena tidak

mengandung enzim pencerna.

5. Menghindarkan bayi dari alergi

Bayi yang diberi susu sapi terlalu dini mungkin menderita lebih banyak

masalah alergi, misalnya asma dan alergi.

2.1.3 Minuman Buatan sebagai Pengganti Air Susu Ibu

Betapapun baiknya ASI sebagai makanan bayi dan keberatan para ahli

kesehatan anak di seluruh dunia terhadap penggunaan susu sapi sebagai makanan

bayi, akan tetapi dalam keadaan tertentu, susu sapi akan sangat diperlukan

sebagai minuman buatan untuk bayi. Karena itu, perlulah diketahui dalam

keadaan apakah ASI dapat diganti dengan minuman buatan.

17

Menurut Syahmien Moehji (2002:41), minuman buatan yang terbuat dari

susu hewan terutama susu sapi, dapat diberikan kepada bayi sebagai pelengkap

atau sebagai pengganti ASI dalam keadaan sebagai berikut:

1. Air susu ibu tidak keluar sama sekali, dalam keadaan seperti ini satu-satunya

makanan yang dapat menggantikan ASI adalah susu sapi.

2. Ibu meninggal sewaktu melahirkan atau waktu bayi masih memerlukan ASI.

3. ASI keluar tetapi jumlahnya tidak cukup untuk memenuhi bayi karena itu

perlu tambahan.

Pemberian makanan atau minuman pengganti ASI berbahaya bagi bayi

karena saluran pencernaan bayi belum cukup kuat untuk mencernakan makanan

atau minuman selain ASI (Dep Kes, 1997:11).

Selain karena sulitnya dicerna, bahaya lain dari pemberian susu formula

bagi bayi yaitu karena selama penyiapan susu formula ada kemungkinan

terkontaminasi oleh bakteri dan terlalu encernya air susu dapat terjadi. Umumnya

sulit untuk memberikan susu formula kepada bayi secara higienis. Namun

kemungkinan adanya kontaminasi oleh bakteri dapat berkurang dengan

memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Dot botol.

Karena dot botol mudah terkontaminasi, maka sebaiknya dot botol harus

terbuat dari bahan yang bermutu tinggi dan tahan terhadap proses pendidihan.

Lubang pada dot harus dapat mengeluarkan air susu dengan kecepatan yang

tetap (konstan) bila botol dibalikkan.

18

2. Pencucian alat.

Cuci semua alat makan atau minum bayi segera setelah digunakan,

menggunakan air dingin dan sabun atau detergen dengan memakai sikat botol.

Dot botol dilumuri dengan garam untuk menghilangkan gumpalan susu. Lalu

semuanya dicuci dengan baik.

3. Sterilisasi alat.

Setelah itu sterelisasi dengan air mendidih kemudian letakkan peralatan

termasuk dot botol dalam satu wadah yang berisi air sepertiganya, kemudian

penuhi dengan air dan didihkan selama 5 menit. Tiriskan dan keringkan, dan

simpan dalam keadaan tertutup sampai saatnya digunakan. Apabila dirasakan

tidak praktis untuk mendidihkannya setiap habis digunakan, maka pendidihan

satu atau dua kali dalam sehari sudah cukup.

Bila sterilisasi dengan cara pendidihan tidak mungkin dilakukan, alat

seperti diatas dapat dicuci menggunakan air panas, kemudian dibilas dengan air

minum (air matang yang telah dingin) atau larutan garam. Setelah itu ditiriskan

dan dikeringkan, serta peralatan diletakkan dalam keadaan tertutup. Usahakan

untuk melakukan pendidihan paling tidak sekali dalam sehari.

2.1.4 Diare

2.1.4.1 Definisi Diare

Diare merupakan suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan

bentuk dan konsistensi tinja yang cair dan frekuensi buang air besar lebih dari

biasanya (3 kali dalam sehari), namun tak selamanya mencret dikatakan diare.

19

Misalnya pada bayi yang berusia kurang dari sebulan, yang bisa buang air hingga

lima kali sehari dan fesesnya lunak (Siti Habsyah Masri, 2004:1).

Selain itu beliau juga menjelaskan bahwa diare merupakan mekanisme

perlindungan tubuh untuk mengeluarkan sesuatu yang merugikan atau racun dari

dalam tubuh, namun banyaknya cairan tubuh yang dikeluarkan bersama tinja

akan mengakibatkan dehidrasi yang dapat berakibat kematian.

Oleh karena itu, diare tidak boleh dianggap sepele, keadaan ini harus

dihadapi dengan serius mengingat cairan banyak keluar dari tubuh, sedangkan

tubuh manusia pada umumnya 60% terdiri dari air, sebab itu bila seseorang

menderita diare berat, maka dalam waktu singkat saja tubuh penderita sudah

kelihatan sangat kurus.

Sedangkan diare menurut Prabu (2002:57) merupakan simtom, jadi bukan

penyakit, sama halnya dengan demam panas, bukan suatu penyakit tetapi

merupakan gejala dari suatu penyakit tertentu, contoh: malaria, radang, paru,

influinza, dan lain-lain.

Ada dua jenis diare menurut lama hari terjadinya yaitu diare akut dan diare

kronik. Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak

yang sebelumnya sehat serta berlangsung antara 3-5 hari. Sedangkan diare kronik

adalah diare yang berlanjut lebih dari 2 minggu, disertai kehilangan berat badan

atau tidak bertambahnya berat badan.

2.1.4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare.

Kejadian diare pada bayi dapat di pengaruhi oleh beberapa faktor antara

lain:

20

1. Pemberian ASI eksklusif

Pemberian ASI eksklusif pada bayi sampai berusia 4-6 bulan, akan

memberikan kekebalan kepada bayi terhadap berbagai macam penyakit karena

ASI adalah cairan yang mengandung zat kekebalan tubuh yang dapat

melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, jamur dan

parasit. Oleh karena itu, dengan adanya zat anti infeksi dari ASI, maka bayi

ASI eksklusif dapat terlindung dari penyakit diare (Utami Roesli 2001:20).

2. Status Gizi.

Penderita gizi buruk akan mengalami penurunan produksi antibodi serta

terjadinya atropi pada dinding usus yang menyebabkan berkurangnya sekresi

berbagai enzim sehingga memudahkan masuknya bibit penyakit ke dalam

tubuh terutama penyakit diare (Sjahmiem Moehji, 2003:13).

3. Laktosa Intoleran.

Laktosa hanya dapat diserap oleh usus setelah dihidrolisis menjadi

monosakarida oleh laktosa, namun dalam keadaan tertentu aktivitas laktosa

menurun atau tidak ada sama sekali, sehingga pencernaan laktosa terganggu

dan laktosapun tidak dapat dicerna. Laktosa yang tidak dapat dicerna tersebut

akan masuk ke usus besar, dan di dalam usus besar ini akan di fermentasi oleh

mikro flora usus sehingga dihasilkan asam laktat dan beberapa macam gas.

Adanya produksi gas ini dapat menyebabkan diare.

2.1.4.3 Pencegahan Penyakit Diare.

Menurut Siti Habsyah Masri (2004:4), cara mencegah diare pada bayi yang

benar dan efektif yang dapat dilakukan adalah memberikan ASI sebagai makanan

21

yang paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia dalam bentuk yang

ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja

sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan bayi sampai umur 4-6 bulan.

ASI steril, berbeda dengan sumber susu lain, susu formula atau cairan lain

disiapkan dengan air atau bahan-bahan yang terkontaminasi dalam botol yang

kotor. Pemberian ASI saja tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa

menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain

yang akan menyebabkan diare. ASI mempunyai khasiat mencegah secara

imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI

turut memberikan perlindungan terhadap diare.

2.1.2 Hubungan Pemberian ASI secara Eksklusif dengan Kejadian Diare

Pada waktu bayi baru lahir secara alamiah mendapat zat kekebalan tubuh

dari ibunya melalui plasenta, tetapi kadar zat tersebut akan cepat turun setelah

kelahiran bayi, padahal dari waktu bayi lahir sampai bayi berusia beberapa bulan,

bayi belum dapat membentuk kekebalan sendiri secara sempurna. Sehingga

kemampuan bayi membantu daya tahan tubuhnya sendiri menjadi lambat

selanjutnya akan terjadi kesenjangan daya tahan tubuh. Kesenjangan daya tahan

tersebut dapat diatasi apabila bayi diberi ASI (Utami Roesli 2001:20).

Pemberian makanan berupa ASI sampai bayi mencapai usia 4-6 bulan, akan

memberikan kekebalan kepada bayi terhadap berbagai macam penyakit karena

ASI adalah cairan yang mengandung zat kekebalan tubuh yang dapat melindungi

bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, jamur dan parasit. Oleh karena

22

itu, dengan adanya zat anti infeksi dari ASI, maka bayi ASI eksklusif akan

terlindungi dari berbagai macam infeksi baik yang disebabkan oleh bakteri, virus,

jamur dan parasit.

Menurut Soekirman (1991) dalam (Wahyu W Bachtiar, 2000:3) bahwa ada

perbedaan yang signifikan antara bayi yang mendapat ASI eksklusif minimal 4

bulan dengan bayi yang hanya diberi susu formula. Bayi yang diberikan susu

formula biasanya mudah sakit dan sering mengalami problema kesehatan seperti

sakit diare dan lain-lain yang memerlukan pengobatan sedangkan bayi yang

diberikan ASI biasanya jarang mendapat sakit dan kalaupun sakit biasanya ringan

dan jarang memerlukan perawatan.

Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian di Filipina yang menegaskan

tentang manfaat pemberian ASI ekskusif serta dampak negatif pemberian cairan

tambahan tanpa nilai gizi terhadap timbulnya penyakit diare. Seorang bayi yang

diberi air putih atau minuman herbal, lainnya beresiko terkena diare 2-3 kali lebih

banyak dibandingkan bayi yang diberi ASI Eksklusif (BKKBN, 2004:5).

Penelitian lagi juga menyimpulkan bila dalam dua bulan kehidupan bayi

tidak mendapat ASI eksklusif, maka bayi beresiko meninggal 25 kali lebih besar

akibat diare dibandingkan bayi yang mendapat ASI eksklusif (Admin 2004:1).

2.1.6 Kerangka Teori

Landasan teori diatas merupakan penjelasan dari kerangka teori sebagai

berikut:

23

Gambar 1

Kerangka teori penelitian

Keterangan :

= Ada hubungan dan diteliti.

= Ada hubungan namun tidak diteliti.

2.2 Hipotesis

Berdasarkan landasan teori dan perumusan masalah maka hipotesis dan

perumusan masalah maka hipotesis atau dugaan sementara yang dapat diajukan

yaitu: Ada hubungan antara pemberian ASI secara Eksklusif dengan kejadian

diare pada bayi usia 1-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kedungwuni I

Pekalongan Tahun 2004/2005.

Kekebalan

tubuh

Status gizi

Pemberian

ASI

Eksklusif

Intoleransi

Laktosa

Kejadian

Diare

Pemenuhan

Kebutuhan

bayi

Penyakit

lain

Kebersihan

24

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah subjek penelitian, yaitu seluruh bayi yang

berusia 1-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kedungwuni I Pekalongan tahun

2004/2005 yang berjumlah 94 bayi.

3.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian subjek penelitian yang diambil dari populasi.

Dikatakan penelitian sampel apabila kita bermaksud menggeneralisasikan atau

mengangkat simpulan penelitian yang berlaku bagi populasi (Suharsimi

Arikunto,. 1996:117).

Teknik pengambilan sampel dilakukan melalui teknik purposive, yaitu

sampel dipilih berdasarkan pada suatu pertimbangan yang dibuat oleh peneliti

(Soekidjo Notoadmojo, 2000:89). Adapun kriteria populasi yang memenuhi

syarat menjadi sampel adalah sebagai berikut:

1. Status gizi bayi baik.

2. Bayi tidak mengalami intoleransi laktosa

3. Kebutuhan minum pada bayi terpenuhi.

Untuk memperoleh kriteria sampel yang diharapkan maka pengambilan

sampel dilakukan dengan memberikan kuesioner penyaring terlebih dahulu

kepada seluruh populasi, sehingga didapatkan sampel yang sesuai dengan kriteria

25

syarat sampel, dimana dalam penelitian ini diperoleh sampel sebanyak 50 bayi di

wilayah kerja Puskesmas Kedungwuni I Pekalongan tahun 2004/2005.

3.3 Variabel Penelitian

Variabel adalah obyek penelitian atau apa yang menjadi pusat perhatian

suatu penelitian (Suharsimi Arikunto, 1998:99). Adapun variabel dalam

penelitian ini adalah:

1. Variabel bebas (x)

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel lain yang sering

disebut independent variabel. Variabel bebas dalam penelitian adalah

pemberian ASI Eksklusif.

Skala : ordinal

Kategori:

a. Bayi dengan diberi ASI eksklusif

b. Bayi tanpa di beri ASI eksklusif.

2. Variabel terikat (Y)

Variabel terikat adalah variabel akibat yang sering disebut sebagai variabel

dependent. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian diare.

Skala :o rdinal

Kategori:

a. Bayi dengan kejadian diare

b. Bayi tanpa kejadian diare

26

3.4 Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksplanatory research, yaitu

penelitian yang dilakukan untuk menyoroti hubungan antara variabel-variabel

penelitian dan menguji hipotesis yang dirumuskan sebelumnya.

Metode yang digunakan oleh peneliti adalah metode survei dengan

pendekatan cross sectional, dimana informasi yang dikumpulkan pada suatu saat

tertentu. (Soekidjo Notoadmojo 2000:15)

3.5 Prosedur Penelitian

3.6.1 Persiapan Penelitian

1. Mengajukan surat ijin observasi pada jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat

selanjutnya surat ijin dibawa ke BAPPEDA ( Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah) Kabupatan Pekalongan, setelah mendapatkan ijin dari

BAPPEDA kemudian memberikan surat rekomendasi dari BAPPEDA kepada

Dinas Kesehatan Kabupaten Pekalongan, selanjutnya setelah dari Dinas

Kesehatan Kabupaten Pekalongan memberikan ijin, kemudian meminta ijin

Kepala Puskesmas tempat dilaksanakannya survei.

2. Setelah survei selesai dilaksanakan kemudian peneliti siap melaksanakan

penelitian dengan terlebih dahulu mengajukan surat ijin penelitian pada

jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, selanjutnya surat ijin dari Jurusan

tersebut dibawa ke BAPPEDA ( Badan Perencanaan Pembangunan Daerah)

Kabupatan Pekalongan, setelah mendapatkan ijin dari BAPPEDA kemudian

memberikan surat rekomendasi dari BAPPEDA kepada KESBANGLINMAS

(Kesatuan Bangsa dan Pelindung Masyarakat), Kepala Dinas Kesehatan

27

Kabupaten Pekalongan, Kepala Camat Kedungwuni dan Kepala Puskesmas

Kedungwuni I.

3. Setelah mendapatkan ijin dari pihak terkait, langkah selanjutnya yaitu mencari

informasi dari bidan di tempat penelitian tentang jumlah bayi usia 1-6 bulan

yang berada di wilayah kerja Puskesmas Kedungwuni I serta jadwal

pelaksanaan Posyandu.

4. Menetapkan waktu pelaksanaan dari penelitian, dimana dalam hal ini

penelitian dilakukan selama 1 bulan.

3.6.2 Pelaksanaan Penelitian

1. Peneliti datang ke posyandu lebih awal dari jadwal yang sudah ditetapkan.

2. Setelah itu apa bila ada populasi yang sudah datang ke posyandu kemudian

peneliti memberikan kuesioner penyaring kepada populasi dengan terlebih dulu

mengutarakann maksud dan tujuan peneliti kepada responden. Setelah

kuesioner penyaring selesai diisi kemudian bila memenuhi syarat sampel maka

dilanjutkan kuesioner berikutnya, sebaliknya apabila tidak sesuai syarat sampel

maka pengisian kuesioner tidak dilanjutkan.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder.

1. Data primer

Data primer diperoleh melalui metode kuesioner. Metode kuesioner adalah

metode pengumpulan data melalui sejumlah pertanyaan tertulis untuk

memperoleh informasi tentang pemberian ASI Eksklusif dan Kejadian diare.

28

2. Data sekunder

Sumber data sekunder diperoleh melalui metode dokumentasi. Metode

dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui dan

mendapatkan data tentang jumlah bayi usia 1-6 bulan. Selain itu data

sekunder juga dapat diperoleh melalui hasil penelitian lain yang tersusun

dalam bentuk buku dan profil puskesmas tempat penelitian.

3.7 Alat Pengumpul Data

Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

dokumentasi dan kuesioner.

1. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu alat pengumpul data dengan dokumen untuk mencatat data

yang dibutuhkan dalam penelitian. Data yang dapat diperoleh dengan alat

dokumentasi dalam penelitian ini berupa daftar bayi yang berusia 1-6 bulan

dan gambaran umum wilayah kerja Puskesmas Kedungwuni I Pekalongan.

2. Kuesioner

Kuesioner yaitu alat pengumpul data yang berupa pertanyaan-pertanyaan

tertulis. Dalam penelitian ini menggunakan tipe pertanyaan tertutup dan

terbuka yang dibuat berdasarkan indikator variabel.

Pemberian kode pada pilihan jawaban menggunakan simbol sebagai berikut:

a. Pilihan jawaban a simbol 0.

b. Pilihan jawaban b simbol 1.

29

Sedangkan untuk jenis pertanyaan terbuka pemberian kode sebagai berikut:

a. Di beri paket diberi simbol 0

b. ASI tidak cukup di beri simbol 1

c. Bayi tidak mau menyusu diberi simbol 2

d. Ibu bekerja di beri simbol 3

e. Di suruh orang tua ataupun mertua di beri simbol 5

3.8 Pengolahan Data

Cara pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan komputer yang

meliputi editing, koding, dan tabulating data.

1. Editing

Editing dilakukan untuk memeriksa kembali apakah pengisian hasil pengisian

kuesioner sudah lengkap. Editing ini dapat berupa koreksi terhadap kesalahan

angka, huruf ataupun konsistensi jawaban dari responden.

2. Koding

Setelah data diteliti, langkah berikutnya adalah memberi kode angka pada

pada atribut variabel untuk memudahkan analisis data.

3. Tabulasi data

Mengelompokkan data sesuai dengan tujuan penelitian, kemudian dimasukkan

ke dalam tabel yang telah ditetapkan.

30

3.9 Validitas dan Reabilitas Data

3.9.1 Validitas Instrumen

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevaliditan atau

kesahihan sesuatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai

validitas tinggi. Sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti mempunyai

validitas rendah. Instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang

digunakan (Suharsimi Arikunto: 1998,160).

Berdasarkan hasil uji validitas angket dengan menggunakan program

komputer, pengambilan keputusan jika r hasil> r table, maka butir atau variabel

tersebut valid, sebaliknya jika r hasil < r tabel, maka butir atau variabel tersebut

tidak valid.

3.9.2 Reliabilitas Instrumen.

Reliabilitas adalah suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk

digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik

(Suharsimi Arikunto, 1998:170). Dikatakan variabel (handal) jika jawaban

seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu.

Berdasarkan hasil uji reliabilitas angket dengan menggunakan program

komputer, pengambilan keputusan jika r hasil> r table, maka butir atau variabel

tersebut valid, sebaliknya jika r hasil < r tabel, maka butir atau variabel tersebut

tidak reliabilitas (handal).

31

3.10 Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian dianalisis, adapun analisis data

meliputi:

1. Analisis univariat

Analisis ini digunakan untuk menjelaskan masing-masing variabel yang

meliputi variabel bebas dan variabel terikat. Analisisnya meliputi analisis

persentase.

2. Analisis bivariat

Analisa ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan pemberian

ASI eksklusif dengan kejadian diare. Karena variabelnya merupakan data

ordinal maka untuk analisanya digunakan uji Kendall’s tau_b dengan

program komputer.

Langkah-langkah analisis data (Singgih Santoso, 2000:232) sebagai berikut:

1. Pengisian data untuk masing-masing variabel yaitu pemberian ASI eksklusif

dan kejadian diare.

2. Setelah data selesai, pilih menu Analyze pilih sub menu Corelatte, lalu pilih

Bivariat.

3. Dari kotak dialog korelasi bivariat, untuk pengisian variabel masukkan

variabel yang akan dikorelasikan, kemudian untuk kolom Correlasi

Coeffiicient, pilih uji Kendall’s tau_b. Selanjutnya untuk test of signifikansi

pilih two tailed karena untuk mengetahui hubungan dua arah.

Untuk dasar pengambilan keputusan dapat dilihat pada bagian kedua out

put (kolom sig (2-tailed)) pada kendall’s tau_b, pada korelasi variabel kategori

32

ASI dengan kejadian diare apabila didapat angka probabilitas lebih kecil dari

0,05 maka Ho ditolak yang berarti ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif

dengan kejadian diare, sebaliknya jika angka probabilitas lebih besar dari 0,05

maka Ho diterima yang berarti ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif

dengan kejadian diare.

Untuk mengukur keeratan hubungan dapat dilihat berdasarkan besaran

angka. Sebagai pedoman sederhana, angka korelasi diatas 0,5 menunjukkan

korelasi yang cukup kuat sebaliknya, angka korelasi dibawah 0,5 menunjukkan

korelasi yang lemah.

Dengan uji kendall’s tau_b, dapat diketahui arah hubunganya. Tanda –

(negatif) pada out put menunjukkan adanya arah hubungan yang berlawanan,

yang berarti bayi yang diberi ASI eksklusif semakin sering terkena diare,

sedangkan tanda + (positif) menunjukkan arah hubungan yang sama, yang berarti

bayi yang diberi ASI eksklusif semakin jarang terkena diare.

33

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Data

Deskripsi data dalam penelitian ini ada 2 macam yaitu data mengenai

gambaran umum lokasi penelitian yang diperoleh dari dokumentasi Puskesmas

Kedungwuni I Pekalongan dan data mengenai karakteristik sampel yang terdiri

dari data mengenai pemberian ASI eksklusif dan kejadian diare pada bayi usia 1-

6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kedungwuni I Pekalongan. Data ini

diperoleh dari responden yang dalam hal ini yaitu ibu bayi di wilayah kerja

Puskesmas Kedungwuni I Pekalongan yang berjumlah 50 orang. Data tentang

pemberian ASI eksklusif diklasifikasikan dalam dua kriteria, yaitu di beri ASI

eksklusif atau tidak diberi ASI eksklusif, demikian juga untuk data tentang

kejadian diare diklasifikasikan menjadi dua kriteria, yaitu mengalami kejadian

diare dan tidak mengalami kejadian diare.

4.2 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian.

4.1.1.1 Keadaan Geografis.

Secara geografis wilayah kerja Puskesmas Kedungwuni I Pekalongan

mempunyai luas 2075,521 Ha, yang terdiri atas:

1. Tanah sawah : 578.000 Ha

2. Tanah kering : 807.069 Ha

34

3. Irigasi teknis : 616.000 Ha

4. Lain-lain : 74.452 Ha

Wilayah kerja Puskesmas Kedungwuni terdiri dari 9 desa dan 1 kelurahan

dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

1. Sebelah utara :Berbatasan dengan wilayah Puskesmas

Kedungwuni II & Kecamatan Buaran

2. Sebelah Selatan :Kecamatan Wonopringgo & Kecamatan Doro

3. Sebelah Barat :Wilayah Puskesmas Kedungwuni II & Kecamatan

Wonopringgo.

4. Sebelah Timur :Kecamatan Karangdadap

Relief tanah sebagian besar adalah dataran rendah dengan ketinggian 10-

18m diatas permukaan air laut.

4.1.1.2 Lingkungan Fisik

Keadaan rumah penduduk sebagai tempat tinggal merupakan indikator

penting dalam menunjang tercapainya kesejahteraan masyarakat. Type rumah

penduduk pada tahun 2004 tercatat 65,58% rumah permanen, 26,43% semi

permanen dan 7,99% tidak permanen.

Air bersih yang digunakan sebagai air minum telah memenuhi syarat

kesehatan. Sumber air minum diperoleh dari sumur pompa tangan (50,99%),

sumur gali (26,8%), PAM (21,77%) dan 0,44% menggunakan sumber air lain.

35

4.1.1.3 Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk wilayah kerja Puskesmas Kedungwuni I pada tahun 2004

sebanyak 47.106 jiwa yang terdiri dari laki-laki 23.027 jiwa dan perempuan

sebanyak 24.079 jiwa sedangkan sex ratio sebesar 1.

Jumlah bayi usia 1-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kedungwuni I

adalah sebagai berikut:

Tabel 2

Jumlah Bayi Usia 1-6 Bulan Menurut Desa di Wilayah Kerja Puskesmas

Kedungwuni I tahun 2004/2005

No Nama Desa Jumlah Bayi

1 Pakis Putih 5

2 Rowo Cacing 4

3 Langkap 5

4 Tosaran 10

5 Pajomblangan 7

6 Proto 6

7 Kwayangan 8

8 Kedungwuni 27

9 Podo 13

10 Salak Brojo 9

Sumber: Register Posyandu Puskesmas Kedungwuni I 2005.

Angka beban tanggungan (dependency ratio) sebesar 51,9 % di peroleh

dengan menghitung jumlah penduduk usia produktif (15-64 th) dibandingkan

dengan jumlah penduduk usia (0-14 th) ditambah dengan usia > 64 tahun.

36

4.1.1.4 Upaya Pelayanan Kesehatan

Upaya pelayanan kesehatan di Puskesmas bertujuan untuk meningkatkan

fungsi Puskesmas yaitu pelayanan, pemerataan dan perluasan jangkauan serta

peningkatan peran serta masyarakat untuk tercapainya hidup sehat guna menuju

derajat kesehatan yang optimal.

1. Posyandu

Posyandu merupakan salah satu lembaga atau wadah partisipasi

masyarakat di bidang kesehatan di tingkat desa dengan pelayanan dasar paripurna

meliputi KB kesehatan dan sasaran utama adalah bayi, balita, ibu hamil, ibu

menyusui dan pasangan usia subur. Keadaan posyandu di wilayah kerja

Puskesmas Kedungwuni I adalah sebagai berikut:

a. Jumlah Posyandu seluruhnya 51 buah.

b. Rasio Posyandu perdesa : 5 buah

c. Jumlah Kader aktif : 157 orang

d. Rasio kader terhadap posyandu : 3 kader / posyandu

e. Rasio kader terhadap KK : 2 kader/100 KK.

2. Penyuluhan.

Program penyuluhan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan kepada

masyarakat tentang kesehatan. Penyuluhan di Puskesmas Kedungwuni I, waktu

pelaksanaanya di jadwalkan bersamaan dengan kegiatan Posyandu, sehingga

tidak sulit untuk mengumpulkan warga yang akan di berikan penyuluhan. Materi

yang pernah diberikan untuk penyuluhan selama tahun 2004 adalah tentang

37

penyakit Demam Berdarah dan polio serta penyuluhan tentang kesehatan gigi dan

mulut di Sekolah Dasar maupun Madrasah Ibtidaiyah.

4.1.1.5 Derajat Kesehatan.

Keadaan gizi masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Kedungwuni I Pada

tahun 2004 terutama pada status gizi balita, yang digolongkan status gizi baik,

gizi kurang dan gizi buruk. Status gizi tersebut diperoleh dari pemantauan hasil

penimbangan setiap bulannya di Posyandu.

Dari jumlah balita 3.378 status gizi adalah sebagai berikut:

a. Gizi baik : 3263 (96,57%)

b. Gizi kurang : 101 (3,17%)

c. Gizi buruk : 9 (0,27%).

4.1.2 Karakteristik.

4.1.2.1 Hasil Analisis Univariat.

4.1.2.1.1 Pemberian ASI Eksklusif.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

ASI eksklusif ASI tidak eksklusif

Persentase

Gambar 2

Grafik distribusi sampel menurut Pemberian ASI Eksklusif

38

Distribusi sampel menurut pemberian ASI eksklusif, persentase tertinggi

pada sampel yang di beri ASI eksklusif sebesar 68% (34 sampel) dibandingkan

sampel yang tidak diberi ASI eksklusif sebesar 32% (16 sampel).

4.1.2.1.2 Jenis Kelamin

32

68

0

10

20

30

40

50

60

70

80

ASI eksklusif ASI tidak eksklusif

persentase

Gambar 3

Grafik distribusi sampel menurut jenis kelamin

Distribusi sampel menurut jenis kelamin, diperoleh bahwa sampel dengan

jenis kelamin wanita sebesar 58% (29 sampel), jumlah ini lebih besar bila

dibandingkan dengan sampel yang berjenis kelamin laki-laki yang jumlahnya

sebesar 42% (21 sampel).

4.1.2.1.3 Umur.

Distribusi sampel menurut umur diperoleh persentase terbesar terdapat

pada sampel yang berumur 3 bulan sebesar 28% (14 sampel), persentase terbesar

berikutnya terdapat pada sampel yang berumur 2 bulan sebesar 24% (10 sampel),

kemudian untuk sampel yang persentasenya paling kecil terdapat pada sampel

yang berumur 6 bulan yakni sebesar 4% (2 sampel).

39

14

24

28

22

8

4

0

5

10

15

20

25

30

1 bulan

2 bulan

3 bulan

4 bulan

5 bulan

6 bulan

Persentase

Gambar 4

Grafik distribusi sampel menurut kelompok umur

4.1.2.1.4 Distribusi Sampel menurut Kejadian Diare.

36

64

0

10

20

30

40

50

60

70

Diare Tidak Diare

persentase

Gambar 5

Grafik distribusi sampel menurut kejadian diare

Distribusi sampel menurut kejadian diare yang dikategorikan berdasarkan

frekuensi Buang Air Besar (BAB) & konsistensi tinja diperoleh bahwa persentase

tertinggi pada sampel yang tidak diare sebesar 64% (32 sampel) dibandingkan

sampel yang mengalami kejadian diare sebesar 36% (18 sampel).

40

4.1.2.1.5 Distribusi Sampel menurut Pemberian Kolostrum

6

94

0

20

40

60

80

100

tidak diberi

kolostrum

di beri kolostrum

persentase

Gambar 6

Grafik distribusi sampel menurut pemberian kolostrum

Berdasarkan 50 sampel yang diberi ASI, terdapat 94% (47 sampel) yang

diberi kolostrum, sedangkan sampel yang lain yaitu sebesar 6% (3 sampel).

4.1.2.1.6 Distribusi Responden menurut Alasan Tidak Diberikannya ASI

Eksklusif.

12

32

47

6

3

0 5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

paket

bekerja

tidak cukup

bayi tidak mau

orang tua

persentase

Gambar 7

Grafik distribusi Responden menurut alasan tidak memberikan ASI Eksklusif.

Berdasarkan alasan 34 responden yang tidak memberikan ASI eksklusif

sampai bayi berumur minimal 4 bulan, persentase tertinggi pada bayi yang

beralasan bahwa ASI tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi yaitu sebesar

41

47% (16 ibu), kemudian alasan tertinggi berikutnya yaitu karena harus bekerja

32% (11 ibu), sedangkan 21% (7 ibu) lainnya yaitu karena diberi paket, bayi tidak

mau menyusu, dan disuruh orang tua.

4.1.2.1.7 Distribusi Responden menurut Kebersihan Persiapan Makanan

Pendamping ASI.

26

74

0

20

40

60

80

kurang baik

persentase

Gambar 8

Grafik distribusi responden menurut kebersihan penyediaan makanan atau

minuman pengganti ASI.

Distribusi 34 responden yang memberikan makanan pendamping ASI

kepada bayinya menurut kebersihan dalam penyediaan minuman atau makanan

pengganti ASI, diperoleh bahwa persentase pada responden yang kebersihannya

baik dalam mempersiapkan makanan atau minuman pendamping ASI sebesar

74% (37 responden) sedangkan sampel yang kebersihannya kurang,

persentasenya sebesar 26% (13 responden).

4.1.2.2 Hasil Analisa Bivariat

Hasil tabulasi silang pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare

diperoleh jumlah terbesar kejadian diare pada sampel yang tidak di beri ASI

42

eksklusif, sedangkan untuk sampel yang diberi ASI eksklusif dengan kejadian

diare hanya 1 sampel.

17 17

1

15

0

5

10

15

20

diare tidak diare

ASI tdk eksklusif

ASI eksklusif

Gambar 9

Grafik distribusi Pemberian ASI eksklusif menurut Kejadian Diare

4.1.2.3 Hasil Analisis Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian

Diare.

Analisa dilakukan dengan menggunakan uji Kendall’s tau_b karena kedua

variabelnya memiliki data yang berskala ordinal. Dari uji Kendall’s tau_b didapat

koefisien korelasi sebesar 0,425 dengan nilai signifikansi sebesar 0,003 (kurang

dari 0,05), sehingga dapat ditarik kesimpulan Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini

menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif

dengan kejadian diare.

4.3 Pembahasan

4.2.1 Gambaran Umum Wilayah Kerja Puskesmas Kedungwuni I

Pekalongan Tahun 2004/2005.

Keadaan wilayah kerja Puskesmas Kedungwuni I sebagian besar relief

tanah berupa dataran rendah dengan ketinggian 10-18 m diatas permukan air laut.

43

Keadaan rumah penduduk sebagai tempat tinggal masih ada yang belum

memenuhi persyaratan kesehatan, sebesar 7,99% belum memiliki rumah

permanen, namun demikian air bersih yang digunakan sebagai sumber air minum

telah memenuhi syarat kesehatan.

Upaya untuk mencapai keberhasilan pembangunan kesehatan bayi di

wilayah kerja Puskesmas Kedungwuni I dilakukan dengan dilaksanakannya

proram posyandu yang pelaksanaanya dilakukan 1 bulan sekali ditiap posyandu.

Program posyandu tersebut, didalamnya meliputi kegiatan penimbangan,

imunisasai dan penyuluhan. Namun, dari ketiga kegiatan yang terdapat dalam

Posyandu hanya kegiatan penimbangan dan imunisasi yang berjalan dengan

lancer, sedangkan penyuluhan jarang sekali dilakukan. Menurut tenaga kesehatan

bagian gizi dan KIA (Kesehatan Ibu dan Anak), penyuluhan yang sudah pernah

dilasanakan selama tahun 2004 hanya tentng penyakit Demam Berdarah yang

dilaksanakan oleh bagian P2M (Pemberantasan Penyakit Menular) dan

penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut yang dilaksanakan di Sekolah Dasar

maupun Madrasah Ibtida’iyah.

Salah satu tolak ukur untuk menilai keberhasilan pembangunan kesehatan

dilihat dari pencapaian status gizi bayi dan balita. Dari data yang didapatkan,

balita yang status gizinya baik mencapai 96,55%. Sekilas angka pencapaian

tersebut sudah cukup baik, namun jika dilihat jumlah status gizi buruk balita juga

tinggi, maka hal ini perlu mendapatkan perhatian khusus.

44

4.2.2 Karakteristik sampel

Bayi yang diambil sampel adalah bayi yang berusia 1-6 bulan yang

berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Kedungwuni I Pekalongan.

4.2.1.1 Pemberian ASI eksklusif

Berdasarkan hasil penelitian tentang pemberian ASI eksklusif terhadap 50

sampel, terdapat 68% (34 sampel) yang tidak diberi ASI eksklusif. Jumlah ini

lebih besar bila dibandingkan bayi yang diberi ASI eksklusif yaitu sebesar 32%

(16 sampel ).

Hasil pencapaian pemberian ASI secara eksklusif hingga saat ini belum

menggembirakan, karena masih jauh dari target yang ingin dicapai yaitu sebesar

80%. Hal ini sesuai dengan penelitian Unicef di Indonesia setelah krisis ekonomi,

dilaporkan bahwa hanya 14 % bayi yang disusui dalam 12 jam setelah kelahiran.

Kolostrum dibuang oleh kebanyakan ibu karena dianggap kotor dan tidak baik

bagi bayi. Unicef juga mencatat penurunan yang tajam dalam menyusui

berdasarkan tingkat umur, dari pengamatannya tercatat 63 % bayi disusui hanya

pada bulan pertama, 45 % bulan kedua, 30 % bulan ketiga, 19 % bulan keempat,

12 % bulan kelima dan hanya 6 % pada bulan keenam bahkan lebih dari 200.000

bayi atau 5 % dari populasi bayi di Indonesia saat itu tidak disusui sama sekali

(MM Novaria, 2005:1).

Penelitian lain dari hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia

tahun 2002 menunjukkan bayi di Indonesia rata-rata hanya mendapat ASI

eksklusif sampai usia 1,6 bulan saja sedangkan bayi yang mendapat ASI sampai

usia 4-5 bulan hanya 14% (Admin, 2005:1).

45

Begitu juga penelitian terhadap 900 ibu disekitar Jabotabek (1995:2)

diperoleh fakta bahwa yang dapat memberikan ASI eksklusif selama 4 bulan

pertama kelahiran bayi hanya sekitar 5%, padahal 98% ibu-ibu tersebut menyusui

bayinya. Dari penelitian tersebut juga didapatkan bahwa 37,9% ibu-ibu tidak

pernah mendengar informasi tentang ASI sedangkan 70,4% ibu-ibu tidak pernah

mendengar informasi tentang ASI eksklusif (Utami Roesli, 2001:21).

Berdasarkan hasil penelitian penulis, ibu bayi yang merupakan responden

dalam penelitian ini mengungkapkan alasan mereka memberikan makanan atau

minuman selain ASI pada bayi yaitu 47% karena ibu merasa ASInya tidak cukup

untuk memenuhi kebutuhan bayi, 32% karena ibu harus bekerja serta 21%

lainnya karena sejak kelahiran bayi sudah diberi paket oleh bidan yang membantu

melahirkan bayinya, bayi tidak mau menyusu serta karena orang tua

menyarankan untuk segera memberi makanan agar bayi cepat besar.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Utami Roesli terhadap ibu-ibu yang

menghentikan pemberian ASI eksklusif kepada bayinya dilaporkan bahwa alasan

yang paling sering dikemukakan oleh masyarakat tidak memberikan ASI

eksklusif sampai bayi berusia minimal 4 bulan yaitu karena merasa ASI tidak

cukup untuk memenuhi kebutuhan bayinya walaupun sebenarnya hanya sedikit

sekali (2-5%) yang secara biologis memang kurang produksi ASInya. Alasan

berikutnya yaitu karena ibu bekerja untuk mereka beranggapan bahwa ASI saja

tidak cukup untuk kebutuhan hidup bayi, takut di tinggal suami, tidak di beri ASI

tetap berhasil “jadi orang”, takut bayi akan tumbuh menjadi anak yang tumbuh

manja (Utami Roesli, 2000:47).

46

Keadaan seperti ini benar-benar sangat menghawatirkan, oleh karenanya

ibu-ibu balita serta orang yang berpengaruh terhadap proses menyusui bayi perlu

ditekankan dan diberi penyuluhan agar memberikan ASI eksklusif kepada

bayinya sehingga dapat mengetahui tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif

pada bayinya serta dapat melaksanakannya, karena dengan memberikan ASI, bayi

bukan hanya mendapatkan makanan yang ideal, terbaik dan mudah dicerna oleh

sistem pencernaan bayi, namun juga mengandung zat kekebalan yang melindungi

bayi dari berbagai infeksi. (Depkes, 1997:11

4.2.1.2 Kejadian Diare

Diare dalam penelitian ini adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda

adanya perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang cair dan frekuensi buang air

besar lebih dari biasanya (3 kali dalam sehari) buang air hingga lima kali sehari

dan fesesnya lunak (Siti Habsyah Masri, 2004:1).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase pada sampel yang tidak

diare lebih tinggi dibandingkan persentase bayi yang diare. Tingginya persentase

bayi yang tidak mengalami kejadian diare ini dikarenakan ada beberapa faktor

yang mendukung diantaranya sebagian besar ibu memberikan kolostrum kepada

bayinya pada 24 jam pertama setelah kelahiran bayi, sehingga antibodi penting

yang terkandung dalam kolostrum dapat melindungi bayi dari berbagai macam

penyakit.

Hal ini sesuai dengan teori Machtinger and Moss (1996) dalam General

Java Online (2004:1), yang mengatakan bahwa pemberian ASI secara dini akan

membantu mencegah berbagai penyakit anak, termasuk gangguan lambung, diare,

47

dan saluran nafas pada anak-anak. Hal ini disebabkan adanya antibodi dalam

kolostrum dan ASI yang dapat melindungi bayi baru lahir dan mencegah

timbulnya alergi.

Faktor berikutnya yang mendukung tingginya persentase bayi yang tidak

mengalami kejadian diare yaitu karena kebersihan dalam menyiapkan makanan

atau minuman yang diberikan kepada bayi dapat terjaga dengan baik, sehingga

kemungkinan bakteri untuk dapat masuk ke dalam tubuh bayi lebih kecil bila

dibandingkan bayi yang mendapatkan makanan dengan kebersihan dalam

persiapan makanan kurang. Hal tersebut sesuai dengan yang dikatakan Nuraini

Irma Susanti bahwa gangguan diare pada bayi di bawah usia 4 bulan sering dapat

disebabkan karena makanan atau minuman yang dikonsumsi bayi sudah

terkontaminasi oleh kuman penyakit, namun dengan kemauan yang tinggi kuman

penyakit tidak dapat masuk ke dalam tubuh bayi apabila kebersihan selalu dijaga

dalam mempersiapkan makanan atau minuman bayi.

Faktor lain yang mendukung yaitu karena bayi yang dijadikan sampel

dalam penelitian ini semuanya berstatus gizi baik. Dalam keadaan yang demikian

tubuh mempunyai cukup kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap

penyakit infeksi (diare). Hal ini sesuai dengan teori dari Syahmien Moehji

(2002:23) yang mengatakan bahwa antara keadaan gizi buruk dan penyakit diare

terdapat hubungan yang sangat kuat, sungguhpun sulit untuk mengatakan apakah

terjadinya gizi buruk akibat adanya diare ataukah kejadian diare disebabkan

keadaan gizi buruk.

48

4.2.3 Analisis Hasil Perhitungan Statistik Hubungan Pemberian ASI

Eksklusif dengan Kejadian Diare.

Hasil uji statistik menjelaskan adanya hubungan yang signifikan antara

pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare. Bila dilihat dari hasil tabulasi

silang bahwa bayi yang diberi ASI eksklusif lebih jarang terkena diare

dibandingkan bayi yang tidak diberi ASI eksklusif sampai usia minimal 4 bulan.

Hal ini karena ASI eksklusif memberikan kekebalan terhadap bayi seperti yang

diungkapkan dalam buku Departemen Kesehatan Jakarta (1997:2) yang

mengatakan bahwa keuntungan yang diperoleh dari pemberian ASI eksklusif

kepada bayi antara lain karena bayi akan mendapatkan zat kekebalan terhadap

berbagai penyakit yang disebabkan bakteri, virus jamur, dan parasit yang sering

menyerang manusia sehingga bayi dapat terhindar dari berbagai penyakit infeksi

terutama diare (Dep Kes, 1997:11). Selain itu, saluran pencernaan bayi mudah

mencerna ASI yang masuk ke pencernaan bayi karena ASI yang diminum bayi

mengandung enzim pencerna sehingga ASI dapat diserap dengan sempurna dan

tidak menimbulkan diare (Nuraini Irma Susanti, 2004:1).

Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan dari Soekirman (dalam W

Bachtiar, 2000:1) yang mengemukakan bahwa ada perbedaan yang signifikan

antara bayi yang mendapat ASI eksklusif minimal 4 bulan dengan bayi yang

hanya diberi susu formula. Bayi yang diberikan susu formula biasanya mudah

sakit dan sering mengalami masalah kesehatan yang memerlukan pengobatan

sedangkan bayi yang diberikan ASI biasanya jarang sakit.

49

Hal tersebut didukung hasil penelitian di Filipina yang menegaskan

tentang manfaat pemberian ASI ekskusif serta dampak negatif pemberian cairan

tambahan tanpa nilai gizi terhadap timbulnya penyakit diare. Seorang bayi yang

diberi air putih atau minuman herbal lainnya beresiko terkena diare 2-3 kali lebih

banyak dibandingkan bayi yang diberi ASI Eksklusif (BKKBN, 2004:1).

Penelitian lain juga menyimpulkan bila dalam dua bulan kehidupannya

bayi tidak mendapat ASI eksklusif, maka bayi beresiko meninggal 25 kali lebih

besar akibat diare dibandingkan bayi yang mendapat ASI eksklusif (Admin,

2004:1).

50

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian dapat ditarik simpulan sebagai

berikut:

1. Bayi yang tidak diare persentasenya lebih tinggi bila dibandingkan bayi yang

mengalami kejadian diare.

2. Persentase tertinggi untuk pemberian ASI eksklusif ada pada bayi yang tidak

diberi ASI eksklusif.

3. Ada hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan

kejadian diare.

4. Ada hubungan yang lemah antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian

diare pada bayi usia 1-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kedungwuni I

Pekalongan tahun 2004/2005.

5.2. Saran

Berdasarkan simpulan hasil penelitian diatas, saran-saran yang dapat

diberikan adalah sebagai berikut:

1. Bagi ibu-ibu balita di wilayah kerja Puskesmas Kedungwuni I harus berusaha

memberikan ASI eksklusif sampai bayi berumur minimal 4 bulan.

2. Bagi pengelola program gizi Puskesmas Kedungwuni I, diharapkan dapat

memberikan penyuluhan tentang ASI eksklusif kepada masyarakat, khususnya

kepada ibu-ibu balita di wilayah kerja Puskesmas Kedungwuni I.

51

3. Bagi setiap instansi ataupun pabrik serta tempat kerja lain diharapkan dapat

memberikan kelonggaran cuti melahirkan dan kemudian memberikan ijin

kepada pekerjanya untuk menyusui anaknya dalam waktu kerja.

4. Bagi peneliti perlu penelitian lebih lanjut mengenai variabel-variabel perancu

lain yang berhubungan dengan kejadian diare.

52

DAFTAR PUSTAKA

Admin. 2004. Dorong ASI eksklusif.


http://www.lycos.co.ok/budiw/index.php?m=200411-20k-22


BKKBN. 2004a. ASI Eksklusif Turunkan Kematian Bayi.


http://www.pikas.bkkbn.go.id/print.php?tid+2&rid=136-6k-sp


DB. Jellief. 2004. Kesehatan Anak di Daerah Tropis. Jakarta: Bumi Aksara.

Deddy Muchtadi. 1996. Gizi untuk Bayi: ASI, Susu Formula dan Makanan

Tambahan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Dep Kes. 1997. Petunjuk Pelaksanaan Peningkatan ASI Eksklusif Bagi Petugas

Puskesmas. Jakarta: Dep Kes Jakarta.

Diah Krisnatuti dan Rina Yenrina. 2000. Menyiapkan Makanan Pendamping ASI.

Jakarta: Puspa Swara.

Dinas Kesehatan.2002. Diare. http://www.Dinkes-dki.go.id/penyakit.html

General Java Online. 2004. Pemberian ASI secara Dini dan Eksklusif.


http://www.sroggyn.www3.50megs.com/mnh/asi.html-9ksupplemental


Joan Nelson. 2001. Cara Menyusui yang Baik. Jakarta: Penerbit Arcan.

Nuraini Irma Susanti. 2004. Usia Tepat Mendapat Makanan Tambahan.


http://www.tabloit-nakita.com/artikel-ph3?edisi=0406rubrik


Prabu. 1996. Penyakit-Penyakit Infeksi Umum Jilid I. Jakarta: Widya Medika.

Profil Kesehatan Puskesmas Kedungwuni I Tahun 2004.

Singgih Santoso. 2004. Mengatasi Berbagai Masalah Statistik dengan SPSS

Versi 11.5. Jakarta: Penerbit PT Elex Komputindo.

Siti Habsyah Masri. 2004. Diare Penyebab Kematian 4 Juta Balita Per Tahun.


http://www.waspada.co.id/serba-serbi/kesehatan/artikel.,php?artikelid=


61175-35k

Sjahmien Moehji. 2002. Pemeliharaan Gizi Bayi dan Balita. Jakara: Bhratara.

______________. 2003. Ilmu Gizi 2. Jakarta: Penerbit Papas Sinar Sinanti.

53

Soekidjo Notoadmojo.2002. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka

Cipta.

Soetjiningsih. 1997. Seri Gizi Klinik ASI Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sugiyono. 2002. Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Suharsimi Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.

Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Sunoto. 2001. Di Balik Kontrovensi ASI- Susu Formula. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia.

Utami Roesli. 2000a. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: PT Elex Komputindo.

__________. 2001. Bayi Sehat Berkat ASI Eksklusif. Jakarta: PT Elex

Komputindo.

UNDP. 2004. Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan

Millenium Indonesia.

http://www.undp.or.id/pubs/imdg2004/BI/indonesiaMDG-BI Goal1-pdf

UNICEF. 2005. Rekomendasi tentang Pemberian Makanan Bayi pada Situasi

Darurat. Http://www. Who.

Or.id/ind/contents/aceh/pemberian%20makan%20bayi%20pada%20situ

asi%20bencana.pdf.

Wahyu WB. 2000. ASI, Anugerah Terindah yang Kadang Terlupakan.


http://www.indomedia.com/bpost/122000/18/opini/opini1.htm-10ksupplemental

http://askep-askeb.cz.cc/

Blog Archive