Showing posts with label Contoh KTI. Show all posts
Showing posts with label Contoh KTI. Show all posts

Thursday, April 22, 2010

Gambaran perilaku ibu menyusui tentang pemberian ASI pada satu hari pertama di RB


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada usia 0-1 tahun mempunyai arti yang penting, terutama pemenuhan kebutuhan gizi dan zat-zat pembentuk kekebalan tubuh terhadap berbagai penyakit (Dinkes Propinsi Lampung, 2006). Dengan memberikan ASI, dapat meningkatkan jalinan kasih antara ibu dan bayi (perasaan hangat dan nyaman bagi ibu dan bayi). ASI mengandung zat makanan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bayi yang tidak mungkin dibuat oleh manusia (Roesli, 2000).
ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi, tidak dapat diganti dengan makanan lainnya dan tidak ada satu pun makanan yang dapat menyamai ASI baik dalam kandungan gizinya, enzim, hormon, maupun kandungan zat imunologik dan antiinfeksi.
Rendahnya pengetahuan ibu mengenai manfaat ASI pada satu hari pertama bayak ibu-ibu tidak memberikan ASI pada satu hari pertama kepada bayinya, karena ASI pada satu hari pertama merupakan ASI yang kotor (karena warnanya kekuningan), jika diberikan kepada bayi maka bayi menjadi tidak sehat dan sering sakit-sakitan (Hapsari, 2000).
Bayi yang diberi ASI, Terlindungi dari penyakit, terlindungi dari reaksi alergi, asma, eksem dan lain-lain, dapat mencegah kuman penyakit masuk ke dalam tubuh, membuat bayi lebih cerdas dikemudian hari. Mencegah bakteri penyebab panyakit lainnya untuk bertumbuh dalam saluran percernaan dan karena itu mencegah diare dan mencegah pertumbuhan kuman penyakit (Savitri, 2006). Bayi yang tidak diberi ASI dua kali lebih sering sakit dibandingkan bayi yang diberi Air Susu Ibu (ASI), kemungkinan dirawat di rumah sakit karena infeksi bekteri hampir empat kali lebih sering dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI, juga lebih sering menderita penyakit muntaber, kematian bayi yang mendadak, penyakit hati dan penderitaan-penderitaan lain seperti kurang gizi dan busung lapar (Roesli, 2000).
Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002, hanya 3,7% bayi yang memperoleh ASI pada hari pertama. Hasil susenas 2003 yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) menyajikan informasi mengenai persentase anak usia 2-4 tahun yang disusui selama 0 bulan adalah 0,23%. Untuk Propinsi Lampung adalah 0,61%.
Di Kabupaten Lampung Tengah balita yang mendapatkan ASI menurut lamanya disusui adalah 13.6% selama lebih dari 25 bulan (Dinkes, 2006). Berdaarkan hasil perhitungan data, persentase bayi 0-6 bulan yang menerima Air Susu Ibu ASI eksklusif diwilayah punggur dengan jumlah bayi 790 jiwa, tetapi yang diberikan ASI eksklusif adalah 39 bayi dengan persentase 4,94% (Dinkes Lampung Tengah, 2006).
Berdasarkan data pada waktu melakukan prasurvei di RB Kasih Ibu Punggur Lampung Tengah bulan April sampai 5 Mei 2007 jumlah bayi adalah 12 orang. Tetapi jumlah bayi dari 12 orang yang diberikan ASI pada satu hari pertama adalah 4 orang. Berdasarkan data uraian tersebut, pemberian ASI pada satu hari pertama masih rendah. Karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang perilaku ibu menyusui tentang pemberian ASI pada satu hari pertama.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, penulis membuat rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu “Bagaimana gambaran perilaku ibu menyusui tentang pemberian ASI pada satu hari pertama di RB Kasih Ibu Punggur Lampung Tengah?”

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian dengan :
1. Jenis Penelitian : Deskritif
2. Objek Penelitian : Perilaku ibu menyusui tentang pemberian ASI di RB Kasih Ibu Punggur
3. Subjek Penelitian : Ibu menyusui pada satu hari pertama melahirkan di RB Kasih Ibu Punggur
4. Lokasi Penelitian : RB Kasih Ibu Punggur
5. Waktu Penelitian : Mei-Juni 2007

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran perilaku ibu menyusui tentang pemberian ASI pada satu hari pertama di RB Kasih Ibu Punggur pada bulan Mei-Juni 2007.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran perilaku tentang persiapan ibu memberikan Air Susu Ibu (ASI) pada satu hari pertama di RB Kasih Ibu Punggur.
b. Mengetahui gambaran perilaku tentang langkah memberikan Air Susu Ibu (ASI) pada satu hari pertama di RB Kasih Ibu Punggur.
c. Mengetahui gambaran perilaku tentang cara ibu memberikan Air Susu Ibu (ASI) pada satu hari petama di RB Kasih Ibu Punggur.
d. Mengetahui gambaran perilaku tentang lamanya ibu memberikan Air Susu Ibu (ASI) pada satu hari petama di RB Kasih Ibu Punggur.
e. Mengetahui gambaran perilaku tentang tehknik ibu memberikan Air Susu Ibu (ASI) pada satu hari petama di RB Kasih Ibu Punggur.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis, mendapat gambaran tentang perilaku ibu menyusui pada satu hari pertama di RB Kasih Ibu Punggur.
2. Bagi pendidikan, memberikan masukan untuk kegiatan penelitian berikutnya serta menambah wawasan khususnya program studi kebidanan Metro.
3. Bagi ibu menyusui, sebagai informasi dalam menambah pengetahuan tentang perilaku, persiapan menyusui, langkah menyusui, cara menyusui, lama menyusui, tehknik menyusui khususnya ASI pada satu hari pertama.
4. Bagi lokasi penelitian, memberikan masukkan pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA.

DOWNLOAD KLIK LINK BERIKUT:
Gambaran perilaku ibu menyusui tentang pemberian ASI pada satu hari pertama di RB

Gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu di kampung ….. wilayah kerja puskesmas


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keberhasilan suatu bangsa tergantung pada keberhasilan pembangunan manusianya. Tentang pembangunan yang akan datang memerlukan peningkatan mutu manusia masa depan yang semakin tangguh (DepKes RI, 1987). Keberhasilan pembangunan dibidang kesehatan tergantung pada keberhasilan dalam membina masyarakat agar mampu untuk memecahkan masalah yang dihadapinya dalam bentuk peran serta luas. Maka yang perlu dilakukan adalah mengembangkan pengertian kesadaran, kemampuan dan prakarsa masyarakat. Dalam arti masyarakat berperan serta aktif dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan kesehatan (Departemen Kesehatan RI, 2000).
Pembangunan dibidang kesehatan ini lebih diarahkan pada upaya dalam menurunkan angka kematian bayi, anak balita dan angka kelahiran. Sesuai dengan tujuan pembangunan kesehatan yaitu “Meningkatkan kesadaran, kemauan, kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal”. (Undang-undang no.23 tahun 1992 tentang kesehatan). Secara operasional, ditingkat desa/kelurahan, upaya untuk menurunkan angka kematian bayi, balita dan angka kelahiran terutama dilakukan melalui Posyandu.
Posyandu merupakan kegiatan oleh dan untuk masyarakat, akan menimbulkan komitmen masyarakat, terutama para ibu, dalam menjaga kelestarian hidup serta tumbuh kembang anak. Posyandu juga merupakan suatu forum komunikasi, ahli teknologi dan pelayanan kesehatan masyarakat oleh dan untuk masyarakat yang mempunyai nilai strategis untuk mengembangkan sumber daya manusia sejak dini (DepKes RI, 1994). Posyandu diselenggarakan untuk kepentingan masyarakat, sehingga masyarakat sendiri yang aktif membentuk, menyelenggarakan dan memanfaatkan posyandu sebaik-baiknya atau dengan kata lain peran serta masyarakat sangat diperlukan dalam pemanfaatan posyandu. Dalam upaya pelayanan posyandu tidak dapat dicapai hanya lewat usaha kesehatan saja. Tetapi harus disertai upaya bidang lain : ekonomi, pendidikan, sosial dan sebagainya. Untuk mencapainya diperlukan usaha bersama dengan seluruh lapisan masyarakat dan tanggung jawab bidang kesehatan juga memerlukan keikutsertaan masyarakat (DepKes RI, 1984).
Upaya meningkatkan peran serta masyarakat antara lain melalui sistem pengkaderan dengan pelatihan, penyuluhan, dan bimbingan untuk menumbuhkan sikap mandiri sehingga mampu menggali dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia serta menumbuhkan dan memecahkan masalah yang dihadapi guna mencapai pelayanan yang optimal. Untuk itu diperlukan kader kesehatan yang baik, yang dapat menyumbangkan tenaga dan pikirannya untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Petugas kesehatan hanya mengawasi dan membantu upaya yang bukan wewenang kader posyandu. Pada kenyataannya dalam setiap pelaksanaan kegiatan posyandu peran petugas kesehatan dan bidan lebih menonjol.
Posyandu diwilayah kerja Puskesmas Seputih Raman sebanyak 66 posyandu dengan jumlah kader 330 orang kader (Puskesmas Seputih Raman, 2005). Berdasarkan studi pendahuluan diperoleh data, di Kampung Rama Oetama terdiri dari 6 posyandu dengan jumlah kader 30 orang. Masing-masing posyandu memiliki 5 orang kader. Dari ke-30 orang kader posyandu tersebut, hanya 20 orang (66,67%) saja yang aktif dan 10 orang kader (33,33%) yang tidak aktif. Penyuluhan yang seharusnya dilakukan oleh kader, ternyata dilaksanakan oleh bidan. Berdasarkan latar belakang maka penulis memilih judul penelitian tentang peran serta kader dalam kegiatan program posyandu di wilayah kerja Puskesmas Seputih Raman.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka penulis merumuskan masalah penelitiannya sebagai berikut : “Bagaimanakah gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu di Kampung Rama Oetama ?”

C. Ruang Lingkup Penelitian
Adapun yang menjadi ruang lingkup dari penelitian tentang gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu adalah :
1. Sifat Penelitian : Deskriptif
2. Subjek Penelitian : Kader posyandu di Kampung Rama Oetama
3. Objek Penelitian : Peran serta kader dalam kegiatan posyandu di Kampung Rama Oetama
4. Lokasi Penelitian : Posyandu di Kampung Rama Oetama yang terdiri dari 6 posyandu
5. Waktu Penelitian : Mei – Juni 2007
D. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu di Kampung Rama Oetama.
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :
1) Untuk mengetahui gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu karena kesadaran
2) Untuk mengetahui gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu karena imbalan
3) Untuk mengetahui gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu karena paksaan

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Untuk menerapkan ilmu pengetahuan tentang metodologi penelitian dalam penelitian tentang gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu

2. Bagi Posyandu di Kampung Rama Oetama
Sebagai bahan evaluasi tentang peran serta kader dalam kegiatan posyandu di Kampung Rama Oetama.

3. Bagi Pengembangan Ilmu
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan bacaan di perpustakaan dan sebagai referensi dalam penelitian selanjutnya yang sejenis.

DOWNLOAD KLIK LINK BERIKUT:
Gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu di kampung ….. wilayah kerja puskesmas

Wednesday, April 21, 2010

Gambaran pengetahuan remaja wanita kelas II tentang diet seimbang


BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehidupan seseorang mengalami masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menjadi dewasa, pada masa ini seseorang terus berkembang baik fisik, sosial dan psikologis (Khomsan, 2002). Selama pertumbuhan pesat masa remaja terjadi perubahan fisik penting diantaranya adalah perubahan ukuran tubuh baik tinggi maupun berat badan, perubahan proporsi tubuh ditandai dengan daerah-daerah tubuh tertentu yang tadinya kecil menjadi besar karena kematangan tercapai lebih cepat dari daerah-daerah tubuh yang lain, organ seks mencapai ukuran yang matang dan ciri-ciri seks sekunder berada pada tingkat perkembangan yang matang pada akhir masa remaja (Hurlock,1997).
Salah satu tugas perkembangan remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial, untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus membuat banyak penyesuaian baru, yang terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, karena remaja lebih banyak berada diluar rumah maka dapat dimengerti bahwa pengaruh teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku lebih besar dari pada pengaruh keluarga (Hurlock, 1997). Salah satu contoh keterpengaruhan ini adalah dalam hal pemilihan makanan. Kegemaran yang tidak lazim, seperti pilihan untuk menjadi vegetarian atau food fadism (Arisman, 2004).
Supaya Pertumbuhan dan perkembangan berjalan optimal tubuh memerlukan nutrisi yang memadai, kecukupan energi, protein, lemak dan suplai semua nutrien esensial yang menjadi basis pertumbuhan. Asupan energi mempengaruhi pertumbuhan tubuh dan bila asupan tidak adekuat, menyebabkan seluruh unit fungsional remaja ikut menderita, antara lain adalah derajat metabolisme, tingkat aktifitas, tampilan fisik dan maturasi seksual (Soetjiningsih, 2004).
Kecemasan akan bentuk tubuh yang tidak ideal membuat remaja sengaja tidak makan, kesibukan menyebabkan mereka memilih makan di luar, atau hanya menyantap kudapan. Kebiasaan ini di pengaruhi oleh teman, media terutama iklan di televisi, atau bahkan dari keluarga. Teman sebaya berpengaruh besar pada remaja, dalam hal memilih jenis makanan. Makanan siap saji (junk food) kini semakin di gemari oleh remaja, baik hanya sebagai kudapan maupun makanan besar. Makanan ini mudah di peroleh, di samping lebih dikenal karena terpengaruh iklan. Bahan makanan jenis ini sangat sedikit bahkan tidak ada sama sekali kandungan kalsium, besi, riboflavin, asam folat, vitamin A dan C, sementara kandungan lemak jenuh, kolesterol dan natrium tinggi. Mengkonsumsi makanan jenis ini secara berlebihan dapat berakibat kegemukan dan kekurangan zat gizi lain (Arisman,2004).
Kebiasaan makan yang di peroleh semasa remaja akan berdampak pada kesehatan dalam fase kehidupan selanjutnya, setelah dewasa dan berusia lanjut. Kekurangan zat besi misalnya, dapat menimbulkan anemia dan keletihan, terutama remaja wanita yang membutuhkan zat besi lebih tinggi untuk mengganti besi yang hilang bersama darah haid. Ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran energi mengakibatkan pertambahan berat badan. Obesitas yang muncul pada usia remaja cenderung berlanjut hingga kedewasa dan lansia. Sementara obesitas itu sendiri merupakan salah satu faktor resiko penyakit degeneratif seperti kardiovaskuler, diabetes melitus, atritis, penyakit kantung empedu, beberapa jenis kanker, gangguan fungsi pernafasan, dan berbagai gangguan kulit (Arisman, 2004).
Berdasarkan data berat badan dan tinggi badan sebagai hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 28 April 2006, diperoleh hasil penghitungan sebagai berikut : dari seluruh remaja wanita kelas II MAN 2 Metro yang berjumlah 193 orang, 30 orang diantaranya (15,54%) memiliki berat badan ideal, 137 orang (70,98%) memiliki berat badan kurang dari berat badan ideal dan 26 orang (13,47%) memiliki berat badan lebih dari berat badan ideal. Berdasarkan hasil studi pendahuluan tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai gambaran pengetahuan remaja wanita kelas II tentang diet seimbang di MAN 2 Metro.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang, maka penulis membuat rumusan masalah dalam penelitian yaitu “Bagaimanakah Gambaran Pengetahuan Remaja wanita kelas II tentang diet seimbang di MAN 2 Metro?”

C. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Mengetahui gambaran pengetahuan remaja wanita kelas II tentang diet seimbang di MAN 2 Metro.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus pada penelitian ini adalah untuk :
Mengetahui gambaran pengetahuan remaja wanita kelas II tentang pengertian diet seimbang di MAN 2 Metro.
Mengetahui gambaran pengetahuan remaja wanita kelas II tentang konsumsi makanan sesuai dengan pedoman umum gizi seimbang (PUGS) di MAN 2 Metro.
Mengetahui gambaran pengetahuan remaja wanita kelas II tentang pengaruh gizi pada proses tubuh di MAN 2 Metro.

D. Ruang Lingkup Penelitian
Adapun yang menjadi ruang lingkup dari penelitian mengenai gambaran pengetahuan remaja wanita kelas II tentang diet seimbang di MAN 2 Metro adalah :
Sifat Penelitian : Deskriptif
Subyek Penelitian : Remaja Wanita Kelas II MAN 2 Metro
Objek penelitian : Pengetahuan remaja wanita kelas II tentang diet seimbang di MAN 2 Metro.
Lokasi penelitian : Sesuai dengan latar belakang penelitian ini maka penulis menetapkan lokasi untuk melakukan penelitian di Madrasah Aliyah Negeri 2 Metro.
Waktu Penelitian : April – Mei 2006
E. Manfaat Penelitian
Bagi Remaja Wanita
Sebagai informasi sehingga dapat meningkatkan pengetahuan remaja wanita tentang diet seimbang

Bagi Insitusi yang diteliti
Sebagai sumber informasi yang dapat digunakan untuk menambah pengetahuan seluruh siswa tentang diet seimbang

Bagi Peneliti Lain
Sebagai referensi atau bahan perbandingan bagi penelitian selanjutnya khususnya yang berhubungan dengan diet seimbang

DOWNLOAD KLIK LINK BERIKUT:
Gambaran pengetahuan remaja wanita kelas II tentang diet seimbang

Gambaran pengetahuan klimakterium tentang menopause di dusun


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan reproduksi merupakan keadaan sehat secara menyeluruh, meliputi aspek fisik, mental, sosial, dan bukan hanya bebas dari penyakit yang berkaitan dengan sistem reproduksi dan fungsinya. Kesehatan reproduksi bukan hanya membahas masalah kehamilan atau persalinan, tetapi mencakup seluruh siklus kehidupan wanita yang salah satunya adalah masa menopause, yaitu suatu masa yang dimulai pada akhir masa reproduksi dan berakhir pada masa senium (lanjut usia), yaitu pada usia 40-65 tahun (Pakasi, 2000). Pada usia ini akan banyak muncul masalah kesehatan karena masalah kesehatan sangat erat kaitannya dengan peningkatan usia (Curtis, Glade B, 2000).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan Umur Harapan Hidup (UHH) orang Indonesia adalah 75 tahun. Umur harapan hidup wanita adalah 67 tahun dan pria 63 tahun (yminti online, 2007). UHH dari 10 Kabupaten di Propinsi Lampung dari tahun 2002-2004 mengalami peningkatan bila dilihat per kabupaten atau per kota, UHH berkisar 66,4 tahun. UHH Kota Metro adalah 71,8 tahun dan Kabupaten Lampung Timur memiliki UHH 69,3 tahun (Profil Kesehatan Lampung, 2005). Hal ini berarti wanita memiliki UHH lebih tinggi dari pada pria dan akan menghadapi masalah kesehatan yang lebih rumit. (yminti online, 2007).
Menopause adalah haid terakhir atau saat terjadinya haid terakhir yang disebabkan menurunnya fungsi ovarium dan diagnosa dibuat setelah terdapat Amenorea (tidak haid) sekurang-kurangnya satu tahun (medicastore online, 2007). Sebenarnya menopause bukan merupakan masalah patologis tetapi merupakan masalah fisiologis yang dialami setiap wanita di dunia tetapi sangat mengganggu kebahagiaan sebuah keluarga dan wanita itu sendiri. Di dalam pengalaman hidupnya, seorang wanita akan mengalami perubahan-perubahan alamiah ini. Namun proses alamiah ini berbeda pada setiap wanita menopause. Ada yang melewatinya tanpa merasa terganggu, namun sebagian besar wanita menopause melalui perubahan alamiah ini dengan cobaan yang berat, gangguan fisik dan tekanan psikis yang menekan (Pakasi, 2000). Hal ini disebabkan karena berhentinya produksi estrogen dan menurunnya daya tahan tubuh seiring dengan bertambahnya usia (yminti online, 2007).
Perubahan fisik pada wanita biasanya terlihat pada perubahan kulit yang terlihat semakin mengendor, mudah terbakar sinar matahari, dan tumbuh bintik hitam (Manuaba, 1999). Perubahan fisik yang lain seperti incontinentia urin, berkurangnya penglihatan, pendengaran, patah tulang, dan sakit kepala (yminti online, 2007).
Berdasarkan penelitian Choirah pada tahun 2004 di Jakarta, ditemukan hubungan antara penurunan kadar estrogen dengan perubahan psikis yang terjadi pada masa menopause. Ditemukan adanya depresi sebanyak 37,9 % pada wanita menopause yang mengalami penurunan estrogen (Kusumawardhani, 2006), karena adanya ketidakseimbangan pisikologis dan emosional (Nirmala, 2003). Sedangkan penelitian Gail Saltz yang disitasi oleh Kusumawadhani tahun 2006 menemukan bahwa sepertiga wanita yang berusia diatas 50 tahun mengalami disfungsi seksual, tidak tertarik lagi dalam aktifitas seksual terjadi penurunan minat, gairah, dan berkurangnya sensitifitas fisik.
Berdasarkan hasil pra survey yang dilakukan pada tanggal 21 Maret 2007 di Dusun III Desa Cempaka Nuban Kecamatan Batanghari Nuban Lampung Timur menunjukkan bahwa jumlah wanita klimakterium yaitu wanita yang berusia 45-60 tahun berjumlah 52 orang. Dari hasil wawancara yang penulis lakukan pada wanita klimakterium, ternyata 61,5% wanita klimakterium belum mengerti tentang menopause.
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang gambaran pengetahuan wanita klimakterium tentang menopause, di Dusun III Desa Cempaka Nuban Kecamatan Batanghari Nuban Lampung Timur.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian masalah di atas maka penulis membuat rumusan masalah “Bagaimana pengetahuan wanita klimakterium tentang menopause di Dusun III Desa Cempaka Nuban Kecamatan Batanghari Nuban Lampung Timur?”

C. Ruang Lingkup
Sifat Penelitian : Studi Deskriptif
Subjek Penelitian : Wanita klimakterium, yaitu pre-menopause, menopause, dan post menopause.
Objek Penelitian : Tingkat pengetahuan Wanita pre-menopause, menopause, dan post menopause tentang menopause.
Lokasi Penelitian : Dusun III Desa Cempaka Nuban Kecamatan Batanghari Nuban Lampung Timur.
Waktu penelitian : 5 Mei -7 Juni 2007

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya gambaran pengetahuan wanita tentang menopause di Dusun III Desa Cempaka Nuban Kecamatan Batanghari Nuban Lampung Timur.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran pengetahuan wanita tentang menopause berdasarkan perubahan fisik.
b. Diketahuinya gambaran pengetahuan wanita tentang menopause berdasarkan perubahan psikis.

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :
1. Peneliti
Menambah pengetahuan dan pengalaman untuk penerapan ilmu yang telah di dapat selama kuliah, dalam rangka pemahaman pengetahuan wanita tentang menopause.
2. Wanita klimakterium di dusun III Desa Cempaka Nuban Kec. Batanghari Nuban Lampung Timur.
Hasil penelitian ini diharapkan meningkatkan pengetahuan pada wanita tentang menopause, sehingga membantu mempersiapkan diri dalam memasuki masa menopause.
3. Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi proses penelitian selanjutnya terutama yang berhubungan dengan menopause.

DOWNLOAD KLIK LINK BERIKUT:
Gambaran pengetahuan klimakterium tentang menopause di dusun

Gambaran pengetahuan pasangan infertil tentang infertilitas di desa


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Memiliki anak penting bagi semua masyarakat di dunia dan perkawinan merupakan salah satu sarana untuk mendapat keturunan, dengan adanya keturunan diharapkan dapat membangun keluarga yang aman, damai, sejahtera dan bahagia sehingga pertumbuhan dan perkembangan anak sebagai generasi penerus dengan kualitas sumber daya manusia dapat diandalkan. (Manuaba,1999). Infertilitas (ketidakmampuan konsepsi atau memiliki anak) merupakan sumber keluhan dan kecemasan pada pasangan. Walaupun Infertilitas tidak berpengaruh pada aktivitas fisik dan tidak mengancam jiwa, bagi banyak pasangan hal ini berdampak besar pada kehidupan keluarga (POGI,1996).
Selain itu faktor psikokultural mempengaruhi sikap pasangan terhadap masalah ini, sehingga ada upaya-upaya irasional (alternatif, shinse, herbalisme, dll) untuk mempunyai anak. Memang apa yang dilakukan pasangan tidak dapat disalahkan sepenuhnya, karena ilmu kedokteran yang mutakhir sekalipun belum dapat menjawab seluruh masalah Infertilitas secara memuaskan (www.kompas.com 2007).
Berdasarkan catatan WHO, di dunia ada sekitar 50-80 juta Pasutri mempunyai problem Infertilitas dan setiap tahunnya muncul sekitar 2 juta pasangan infertil (ketidakmampuan mengandung atau menginduksi konsepsi) baru. Tidak tertutup kemungkinan jumlah itu akan terus meningkat. Berdasarkan penelitian dari setiap 100 pasangan, pada pasangan suami istri yang sudah mempunyai anak dan mereka menginginkan anak kembali seperempatnya atau 15% berada di bawah kesuburan normal (Alia,Maret 2005).
Program Keluarga Berencana (KB) menurut World Health Organization (WHO) juga mencakup pelayanan pasangan infertilitas. Hal ini sesuai dengan tujuan program Nasional Kependudukan dan Keluarga Berencana di Indonesia yaitu “Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS)”. Oleh karena itu kepada pasangan suami istri yang belum dikaruniai anak seyogyanya juga diberikan pelayanan infertilitas agar mereka juga dapat mewujudkan tujuan NKKBS bagi diri dan keluarga (Hartanto,2002).
Penyebab utama Infertilitas dibeberapa Negara berkembang adalah infeksi yang disebabkan karena kuman gonorrea dan clamydia. Infeksi tersebut dapat menyebabkan penyakit radang panggul (PRP), penyumbatan tuba, Infeksi postpartum dan post abortus pada wanita serta epididimitis pada laki-laki (POGI.1996). Seperti halnya penanggulangan penyakit pada umumnya, usaha pertama yang selalu harus diusahakan adalah mencari penyebab Infertilitas (www.kompas.com 2007).
Hasil survey sebuah website wanita menunjukan bahwa gagalnya kehamilan pada pasangan menikah selama 12 bulan, 40 % nya disebabkan Infertilitas pada pria, 40 % pada wanita dan 20 % lagi adalah kombinasi keduanya. Jadi tidak benar anggapan bahwa kaum wanita lebih bertanggungjawab terhadap kesulitan mendapatkan anak, bahkan penelitian beberapa tahun terakhir ini, 50 % gangguan kesuburan disebabkan oleh pria (Alia,Maret 2005).
Evaluasi terhadap pria penderita infertilitas yang datang ke klinik infertilitas bagian urologi RSUPN Cipto Mangunkusumo menunjukkan, 20-25% penderita tidak diketahui penyebabnya. Penyebab terbanyak infertilitas pria adalah pelebaran pembuluh darah balik atau vena disekitar buah zakar yang disebut varikokel. Varikokel ditemukan pada 40% penderita. Temuan ini tidak jauh berbeda dengan temuan salah satu pusat penanggulangan infertilitas terkenal di Baylor College of Medicine, Amerika Serikat yaitu 42%. Penyebab lain dari infertilitas pada pria adalah sumbatan/obstruksi pada saluran sperma. Hal ini terjadi pada 15% penderita. Pada 20% sisanya, infertilitas diakibatkan oleh berbagai faktor, misalnya gangguan hormon, kelainan bawaan, pengaruh obat, gangguan ereksi/ejakulasi, radiasi, keracunan pestisida, gangguan imunologi, operasi di daerah panggul dan lain-lain (www.kompas.com 2007).
Pada wanita penyebab infertilitas terbanyak adalah karena tertutupnya saluran tuba sebanyak 30%, 25% disebabkan karena gangguan ovulasi, masalah serviks sebanyak 15%, masalah-masalah endokrin seperti tumor hipofisis dan kelainan kongenital juga dapat menyebabkan infertilitas pada wanita, hal ini terjadi sebanyak 10% penderita (POGI,1996).
Di Indonesia banyaknya pasangan Infertil dapat diperhitungkan dari banyaknya wanita yang pernah kawin dan tidak mempunyai anak yang masih hidup, maka menurut Sensus Penduduk terdapat 12% baik didesa maupun dikota, atau kira-kira 3 juta pasangan infertil di seluruh Indonesia. Makin lama pasangan itu kawin tanpa kehamilan, makin menurun kejadian kehamilannya.
Di Propinsi Lampung dengan jumlah penduduk 6.983.700 jiwa dengan jumlah pasangan usia subur (PUS) 1.380.636 pasangan dan diperkirakan yang mengalami infertilitas adalah 138.064 (10%) pasangan (Profil Kesehatan Provinsi Lampung, 2005). Di kabupaten Lampung Timur dengan jumlah penduduk 919.017 jiwa dan jumlah pasangan usia subur (PUS) 184.379 pasangan dan yang mengalami Infertilitas lebih kurang 18.438 (10%) pasangan. Selanjutnya untuk kecamatan Batanghari dengan jumlah penduduk 50.741 jiwa dengan jumlah pasangan usia subur (PUS) 10.400 pasangan dan diperkirakan yang mengalami infertilitas 1040 (10%) pasangan (BPS, Kantor Catatan Sipil dan BKKBN Lampung Timur, 2006).
Berdasarkan data pra survey pada bulan Juli sampai dengan Desember 2006 di desa Sri Basuki Batanghari dengan jumlah penduduk 1994 jiwa dan jumlah pasangan usia subur 414 pasangan terdapat 21 pasangan infertil yang sedang berupaya untuk mendapatkan keturunan dimana sebagian besar dilakukan dengan cara-cara non medis, padahal apabila semua pasangan infertil mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan infertilitas dan cara yang harus ditempuh serta bagaimana penanggulangannya maka problem infertilitas bagi pasangan infertil dapat segera tertanggulangi.
Timbulnya Infertilitas sebenarnya dapat dicegah, beberapa hal dapat dilakukan untuk mencegah maupun menanggulangi Infertilitas (www.kompas.com 2007). Ilmu Kedokteran masa kini baru berhasil menolong 50% pasangan Infertil memperoleh anak. Bahkan berkat kemajuan tekhnologi kedokteran beberapa pasangan dimungkinkan memperoleh anak dengan jalan Inseminasi Buatan Donor, bayi tabung atau membesarkan dirahim wanita lain (Sarwono,1999).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik ingin mengetahui Gambaran Pengetahuan Pasangan Infertil tentang Infertilitas di desa Sri Basuki Batanghari Lampung Timur.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka dapat dibuat rumusan masalah penelitian yaitu : Bagaimana Gambaran Pengetahuan Pasangan Infertil tentang Infertilitas di desa Sri Basuki Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur ?

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam melakukan penelitian agar sesuai dengan rumusan masalah yang dibuat, penulis membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Obyek Penelitian : Pengetahuan Pasangan Infertil tentang Infertilitas
3. Subyek Penelitian : Pasangan Infertil yang bertempat tinggal di desa Sri Basuki Batanghari Lampung Timur
4. Lokasi Penelitian : Desa Sri Basuki Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur
5. Waktu Penelitian : Tanggal 15 Mei 2007 – 19 Mei 2007

D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan pasangan infertil tentang infertilitas di Desa Sri Basuki Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur.

E. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi :
1. Bagi Peneliti
a. Menambah pengalaman dalam penelitian serta menerapkan ilmu yang didapat selama mengikuti kuliah
b. Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai gambaran pengetahuan pasangan Infertil tentang Infertilitas

2. Bagi Tenaga Kesehatan di Desa Sri Basuki
Sebagai sumbangan pemikiran tentang pasangan yang mengalami Infertil ditinjau dari aspek pengetahuan tentang Infertilitas sehingga bidan dapat memberikan bantuan berupa konseling atau bimbingan dengan demikian meningkatkan mutu layanan reproduksi wanita.

3. Bagi Institusi Prodi Kebidanan Metro
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Politehnik Kesehatan Tanjung Karang umumnya dan khususnya Program Studi Kebidanan Metro sebagai bahan referensi bagi perpustakaan dan peneliti lainnya

4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Dapat dijadikan sebagai acuan bagi penelitian yang akan datang sebagai bahan literatur

DOWNLOAD KLIK LINK BERIKUT:
Gambaran pengetahuan pasangan infertil tentang infertilitas di desa

Friday, February 26, 2010

KTI tentang Diabetes Mellitus DM

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan kesehatan Indonesia mempunyai visi yaitu sehat 2010 yang merupakan suatu proyeksi tentang keadaan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia pada tahun 2010 yang akan datang yang ditandai oleh mayoritas penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, meliputi kemampuan menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta berada dalam derajat kesehatan yang optimal. Perawatan kesehatan keluarga adalah perawatan kesehatan masyarakat yang ditujukan atau dipusatkan pada keluarga sebagai unit pelayanan karena masalah kesehatan keluarga saling berkaitan dan saling mempengaruhi antara sesama anggota keluarga dan akan mempengaruhi pula keluarga-keluarga di sekitarnya dan masyarakat secara keseluruhan. Dalam memberikan asuhan keperawatan kegiatan yang ditekankan adalah upaya promotif dan preventif dengan tidak melupakan upaya-upaya kuratif, rehabilitatif dan resosialitatif. (Effendy. N, 1998)
Menurut penelitian epidemiologis yang sampai saat ini telah dilaksanakan di Indonesia, kekerapan DM tipe-2 berkisar antara 1,4-1,6%. Berdasarkan atas kekerapan DM sebesar 1,5 %, maka diperkirakan jumlah penderita DM di Indonesia pada tahun 2000 sebesar 4 juta dan tahun 2020 diprediksikan sebesar 6,5 juta.
Diabetes Melitus merupakan penyakit kronik yang tidak dapat disembuhkan, tetapi sangat potensial untuk dapat dicegah dan dikendalikan melalui pengelolaan DM. Pilar utama pengelolaan DM adalah perencanaan makan, latihan jasmani, obat berkhasiat hipoglikemik dan penyuluhan. Diabetes Melitus juga merupakan penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup, oleh karena itu berhasil tidaknya pengelolaan DM sangat tergantung dari pasien itu sendiri, dalam mengubah perilakunya, sehingga pasien dapat mengendalikan kondisi penyakitnya dengan menjaga agar kadar glukosa darahnya dapat tetap terkendali.
Hasil penelitian dari Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) menunjukkan bahwa pengendalian DM yang baik dapat mengurangi komplikasi kronik DM antara 20-30%. Penelitian tingkat kepatuhan pasien DM terhadap pengelolaan DM, didapati 80% diantaranya menyuntik insulin dengan cara yang tidak tepat, 58% memakai dosis yang salah, 75% tidak mengikuti diet yang dianjurkan. Ketidakpatuhan ini selalu menjadi hambatan untuk tercapainya usaha pengendalian DM sehingga mengakibatkan pasien memerlukan pemeriksaan atau pengobatan yang sebenarnya tidak diperlukan. (Jazilah, 2003)

B. Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah komprehensif antara lain :
1. Tujuan Umum
Penulis ingin mendapatkan pengalaman nyata dalam memberikan asuhan keperawatan keluarga dengan salah satu anggota keluarga yang menderita Diabetes Melitus dengan menggunakan proses keperawatan, bagi keluarga dapat meningkatkan kemampuan dalam memelihara kesehatan keluarga sehingga dapat meningkatkan status kesehatan keluarganya.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melaksanakan asuhan keperawatan keluarga dengan salah satu anggota keluarga yang menderita Diabetes Melitus, mengetahui faktor-faktor penghambat dan pendukung dalam perawatan kesehatan.
b. Meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengenal masalah kesehatan yang dialami salah satu anggota keluarga yang menderita penyakit Diabetes Melitus.
c. Meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan yang tepat dalam mengatasi masalah kesehatan anggota keluarganya.
d. Meningkatkan kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap anggota keluarganya yang menderita Diabetes Melitus.
e. Dapat memodifikasi lingkungan yang dapat mendukung peningkatan kesehatan.
f. Dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedia untuk meningkatkan kesehatan.

C. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan
Meliputi latar belakang masalah, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan
BAB II : Konsep Dasar
a. Konsep Penyakit
Terdiri dari pengertian, etiologi, gambaran klinis, pathofisiologi, pathway, komplikasi dan penatalaksanaan.
b. Konsep Keperawatan Keluarga
Terdiri dari pengkajian, dan fokus intervensi dari penyakit Diabetes Melitus.
BAB III : Resume Kasus
Meliputi tentang pengkajian identitas, riwayat kesehatan klien, pemeriksaan fisik, pola fungsional, data penunjang, analisa data, skoring, prioritas masalah, perencanaan tindakan, implementasi dan evaluasi yang disajikan dalam catatan perkembangan.
BAB IV : Pembahasan
Meliputi problem solving dengan argumentasi ilmiah atau logis dari permasalahan ilmiah yang timbul dalam tinjauan kasus yang tidak sesuai dengan konsep dasar.
BAB V : Kesimpulan dan Saran
Meliputi kesimpulan dan usulan yang sifatnya lebih operasional atau rekomendasi. Rekomendasi ditujukan pada institusi, organisasi profesi atau anggota profesi.
BAB II
KONSEP DASAR

A. Konsep Penyakit
1. Pengertian
Diabetes militus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. (Price, 1995).
Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemi kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron.
(Mansjoer, 1999)

2. Etiologi
a.. Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM).
- Kerusakan sel beta pankreas.
- Infeksi virus.
- Autoimun.
b. Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM).
- Obesitas / kegemukan
- Penurunan sensitifitas reseptor insulin.
- Respon autoimun terhadap insulin.
( Mansjoer, 1999;Soegondo, 2002 )
http://askep-askeb.cz.cc/
3. Tanda Dan Gejala
a.. Polidipsi atau rasa haus yang berlebihan.
b. Poliuri atau sering kencing dengan jumlah yang banyak.
c. Poliphagi atau lapar yang bertambah.
d. Berat badan turun.
e. Badan lemah.
f. Luka yang sulit sembuh.
(Soegondo, 2002)

4. Klasifikasi Diabetes Melitus
Klasifikasi Diabetes Melitus yaitu :
a. Type I atau IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus) ciri-cirinya :
1) Usia kurang dari 30 tahun
2) Rata-rata badan kurus
3) Tergantung insulin seumur hidup
b. Type II atau NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus) ciri-cirinya :
1) Usia lebih dari 30 tahun
2) 80 % mempunyai badan gemuk
c. Diabetes Melitus Gestasional (GDM)
(Mansjoer, 1999)


5. Patofisiologi
Dalam keadaan normal jika terdapat insulin, asupan glukosa yang melebihi normal atau melebihi kebutuhan kalori akan di simpan sebagai glikogen dalam sel–sel hati dan sel–sel otot. Proses glikogenesis ini mencegah hiperglikemi, jika terdapat defisit insulin, empat perubahan metabolik terjadi menimbulkan hiperglikemi:
a. Transport glukosa yang melintasi membran sel-sel berkurang.
b. Gligogenisis berkurang dan tetap terdapat kelebihan glukosa dalam darah.
c. Glikolisis meningkat, sehingga cadangan glikogen berkurang dan glukosa “hati” di curahkan ke dalam darah secara terus menerus melebihi kebutuhan.
d. Glukoneogenesis meningkat dan melebihi banyak lagi glukosa “hati” yang tercurah ke dalam darah dari hasil pemecahan asam amino dan lemak.
Defisiensi insulin gagal untuk melakukan asupan glukosa bagi jaringan-jaringan peripheral yang tergantung pada insulin. Jika tidak terdapat glukosa sel-sel otot memetabolisme cadangan glikogen yang mereka miliki dan mengkatabolisme protein dimana asam amino yang dihasilkan digunakan substrat yang diperlukan untuk glukoneogenesis dalam hati. Kelemahan, penurunan berat badan dan hilangnya kekuatan dapat terjadi. Defisiensi insulin juga dapat meningkatkan metabolisme lemak (peningkatan lipolisis).
Hiperglikemi meningkatkan osmolalitas darah, peningkatan osmolalitas darah dan peningkatan konsentrasi glukosa darah akan menimbulkan dehidrasi dengan melalui dua mekanisme:
a. Glikosuria dan diurisis asmotik terjadi jika glukosa darah melebihi ambang ginjal sehingga dapat terjadi kehilangan kalori, air dan elektrolit dalam jumlah besar.
b. Perpindahan cairan dari ruang interseluler ke ruang ekstraseluler yang memiliki konsentrasi lebih tinggi, mengakibatkan defisit cairan intraseluler.
Hiperglikemi juga dapat meningkatkan metabolisme dengan cara melepaskan enzim aldose reduktase, dimana enzim aldose reduktase mengatur perubahan atau bentuk lain glukosa menjadi sorbitol dan kemudian di metabolisme secara lambat menjadi fruktosa. Diurisis asmotik menimbulkan peningkatan volume urin (poliuria) dan rasa harus terstimulasi sehingga pasien akan minum air dalam jumlah besar atau banyak (polidipsi), karena adanya kehilangan kalori dan starvasi seluler, maka selera makan menjadi meningkat dan orang akan sering makan (polifagia). Jika disertai kelemahan dan penurunan berat badan “tiga P” merupakan tanda–tanda klasik dari hiperglikami. (Long, 1996)

6. Komplikasi
a. Komplikasi Metabolik Akut
1) Ketoasidosis Diabetik
Bila kadar insulin sangat menurun pasien mengalami hiperglikemi dan glukosia berat, penurunan lipogenesis, peningkatan liposis dan peningkatan aksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton, peningkatan benda keton dalam plasma mengakibatkan ketosis, peningkatan ketosis, peningkatan beban ion hydrogen dan asiodasis metabolik. Glukosuria dan ketonuria mengakibatkan diuresis osmotic dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit, pasien dapat mengalami syok.
2) Hipoglikemi
Merupakan komplikasi terapi insulin. Penderita mungkin suatu saat menerima insulin yang jumlahnya lebih banyak dari yang dibutuhkan.
b. Komplikasi Vaskular Jangka Panjang
Melibatkan pembuluh-pembuluh kecil – microangiopati dan pembuluh-pembuluh sedang dan besar – makroangiopati. Microangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopati diabetik), glumerulus ginjal (nefropati diabetik), dan syaraf-syarat perifer (neuropatik diabetik). Manifestasi dini retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran sakular yang kecil) dari arteoila retina. Akibatnya terjadi perdarahan, neovaskularisasi dan jaringan parut retina yang dapat mengakibatkan kebutaan. Manifestasi dini nefropati berupa proteinuria dan hipertensi jika hilangnya fungsi netron terus berkelanjutan pasien akan menderita insufisiensi ginjal dan uremia. Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran histopatologis berupa aterosklerosis. Makroangiopati mengakibatkan penyumbatan vaskuler. Jika mengenai arteria-arteria perifer mengakibatkan insufiensi vaskuler perifer yang disertai kladikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas. Jika terkena arteri koronaria dan aorta mengakibatkan angina dan infark miokardium. (Price, 1995)

7. Penatalaksanaan
Kerangka utama penatalaksanaan DM yaitu perencanaan makan, latihan jasmani, obat hipoglikemik dan penyuluhan.
a. Perencanaan makan (meal planning)
Standar yang dianjurkan adalah santapan dengan komposisi seimbang berupa karbohidrat (60-70%), protein (10-15%) dan lemak (20-25%), jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai berat badan ideal. Konsumsi garam dibatasi bila terdapat hipertensi.
Cara menghitung kalori pada pasien
1) Tentukan dulu berat badan ideal
BB ideal = TB dalam cm – 100) – 10% kg
Pada laki-laki yang tingginya kurang dari 160 atau perempuan yang tingginya < ideal =" (TB"> 40 tahun) adalah resiko tinggi untuk DM (Syaifoellah N, 1996).
b. Genogram
Dengan adanya genogram dapat diketahui faktor genetik atau faktor bawaan yang sudah ada pada diri manusia untuk timbulnya diabetes melitus. Dan diketahui bahwa diabetes melitus adalah penyakit autoimun yang ditentukan secara genetik. (Price, 1995)
c. Status Sosial
Status sosial ekonomi keluarga dapat dilihat dari pendapatan kepala keluarga maupun dari anggota keluarga lainnya dan juga kebutuhan-kebutuhan yang dikeluarkan oleh keluarga (Rekawati, 2000). Pada pengkajian status sosial ekonomi diketahui bahwa tingkat status sosial ekonomi berpengaruh pada tingkat kesehatan seseorang. Dampak dari ketidakmampuan keluarga membuat seseorang enggan memeriksakan diri ke dokter dan fasilitas kesehatan lainnya.
d. Riwayat Keluarga Inti
Yang perlu dikaji mengenai riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga dan apakah dari anggota keluarga tersebut ada yang mempunyai penyakit keturunan. Karena sebagaimana telah diketahui bahwa diabetes melitus juga merupakan salah satu dari penyakit keturunan, disamping itu juga perlu dikaji tentang perhatian keluarga terhadap pencegahan penyakit, sumber pelayanan kesehatan yang biasa digunakan keluarga serta pengalaman-pengalaman terhadap pelayanan kesehatan.
e. Karakteristik Lingkungan
Yang pelu dikaji dari karakteristik lingkungan adalah karakteristik rumah, tetangga dan komunitas, geografis keluarga, sistem pendukung keluarga dimana karakteristik rumah dan penataan lingkungan yang kurang pas dapat menimbulkan suatu cidera, karena pada penderita diabetes melitus bila mengalami suatu cidera atau luka biasanya sulit sembuh.
f. Fungsi Keluarga
1) Fungsi afektif
Hal yang perlu dikaji yaitu gambaran diri anggota keluarga, perasaan memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan keluarga terhadap anggota keluarga dan bagaimana keluarga mengembangkan sikap saling menghargai. Semakin tinggi dukungan keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit, semakin mempercepat kesembuhan dari penyakitnya. Merupakan basis sentral bagi pembentukan dan kelangsungan unit keluarga. Fungsi ini berkaitan dengan persepsi keluarga terhadap kebutuhan emosional para anggota keluarga. Apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi akan mengakibatkan ketidakseimbangan keluarga dalam mengenal tanda-tanda gangguankesehatan selanjutnya.
2) Fungsi Keperawatan
a) Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan sejauh mana keluarga mengetahui fakta-fakta dari masalah kesehatan yang meliputi pengertian, faktor penyebab, tanda dan ejala serta yang mempengaruhi keluarga terhadap masalah, kemampuan keluarga dapat mengenal masalah, tindakan yang dilakukan oleh keluarga akan sesuai dengan tindakan keperawatan, karena diabetes melitus memerlukan perawatan yang khusus yaitu mengenai pengaturan makannya. Jadi disini keluarga perlu tahu bagaimana cara pengaturan makan yang benar pada diabetes melitus.
b) Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat. Yang perlu dikaji adalah bagaimana keluarga mengambil keputusan apabila anggota keluarga terserang diabetes melitus. Kemampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat akan mendukung kesembuhan.
c) Untuk mengetahui sejauh mana keluarga merawat anggota keluarga yang sakit. Yang perlu dikaji sejauhmana keluarga mengetahui keadaan penyakitnya dan cara merawat anggota keluarga yang sakit diabetes melitus.
d) Untuk mengetahui sejauhmana kemampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang sehat. Yang perlu dikaji bagaimana keluarga mengetahui keuntungan atau manfaat pemeliharaan lingkungan kemampuan keluarga untuk memodifikasi lingkungan akan dapat mencegah kekambuhan dari pasien diabetes melitus.
e) Untuk mengetahui sejauhmana kemampuan keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang mana akan mendukung terhadap kesehatan seseorang.
4) Fungsi Reproduksi
Pada penderita diabetes militus perlu dikaji riwayat kehamilannya untuk mengetahui adanya tanda-tanda diabetes melitus gestasional, karena diabetes gestasional terjadi pada saat kehamilan.
5) Fungsi Ekonomi
Status ekonomi keluarga sangat mendukung terhadap kesembuhan penyakit. Biasanya karena faktor ekonomi orang segan untuk mencari pertolongan dokter ataupun petugas kesehatan lainnya. (Friedman, 1998 )

2. Fokus Intervensi
a. Hiperglikemi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, gula darah kembali normal

Intervensi :
1) Cek gula darah secara teratur.
2) Pantau tanda dan gejala diabetik ketoasidosis.
3) Pantau status neurologis.
4) Jangan izinkan klien yang sedang pulih untuk minum dalam jumlah besar, berikan es batu untuk mengurangi haus.

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Intervensi :
1) Timbang berat badan setiap hari
2) Tentukan program diet dan pola makan teratur
3) Libatkan keluarga dalam perencanaan makan sesuai dengan indikasi
4) Observasi tanda-tanda hipoglikemi
5) Lakukan pemeriksaan gula darah

c. Resiko infeksi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan infeksi tidak terjadi.
Intervensi :
1) Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan.
2) Pertahankan teknik aseptik.
3) Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh.
4) Anjurkan untuk makan dan minum adekuat.
5) Lakukan pemeriksaan kultur dan sensitifitas sesuai dengan indikasi.

d. Resiko cidera
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan cidera tidak terjadi.
Intervensi :
1) Identifikasi situasi yang mendukung kecelakaan.
2) Kurangi situasi-situasi yang berbahaya.
3) Memodifikasi lingkungan yang aman terhadap cidera.

e. Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dan keluarga mengerti tentang penyakit dan pengobatannya.
Intervensi :
1) Jelaskan tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala, serta para perawatan penyakitnya.
2) Diskusikan tentang rencana diet.
3) Memilih strategi belajar misalnya demontrasi, keahlian dan pasien mendemonstrasikan ulang.
4) Tekankan pentingnya mempertahankan pemeriksaan gula darah rutin.
5) Buat jadwal latihan yang teratur.
(Corpenito, 1998; Doengoes, 1999; Friedman, 1998)
BAB III
RESUME KASUS

A. Pengkjian Keluarga
1. Data Umum
a. Nama kepala keluarga : Tn. S
b. Usia : 54 tahun
c. Pendidikan : SPG
d. Pekerjaan : Guru SD
e. Alamat : Kraguman, Kraguman, Jogonalan
f. Komposisi keluarga
No
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Hubungan dengan KK
Pendidikan
Keterangan
1.
Ny. W
43 th
Perempuan
Istri
SD
Hidup
2.
An. W
22 th
Laki-laki
Anak
Perguruan Tinggi
Hidup
3.
An R
20 th
Perempuan
Anak
Perguruan Tinggi
Hidup
4.
An. S
16 th
Laki-laki
Anak
SMA
Hidup

Ny. W
43 th
Tn. S
54 th
An. W
22 th
An. R
20 th
An. S
16 th
Stroke
DM
Liver
Hipertensi
DMg. Genogram





Keterangan :
: Laki-laki : Meninggal
: Perempuan : Identifikasi kasus
: Menikah : Tinggal serumah

2. Data Fokus
a. Riwayat Keluarga Inti
Tn. S mulai merasakan gejala-gejala kalau dia sakit kurang lebih 4 tahun yang lalu, setelah dibawa periksa ke dokter Tn. S dianjurkan untuk mengurangi konsumsi gula, sejak saat itu Tn. S mengurangi konsumsi gula, tapi setelah merasa enak Tn. S tidak lagi memperhatikan dietnya. Tn. S dalam melakukan cek gula darah juga tidak rutin, kadang satu bulan sekali kadang 3 bulan sekali. Tn. S juga rutin minum obat glukodek tapi sekarang sudah jarang meminumnya, hanya kalau cek gula darah dan kadar gula darahnya tinggi Tn. S baru minum obat dan mengurangi konsumsi gula. sekarang ini Tn. S tidak merasakan apa-apa, karena Tn. S tidak begitu memikirkan penyakitnya dengan serius. Tn. S juga tidak mengetahui tentang diet yang bernar pada penderita diabetes melitus.

b. Fungsi Keperawatan Kesehatan
1) Kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan.
Keluarga Tn. S mengetahui kalau Tn.S menderita diabetes melitus sekitar 4 tahun yang lalu. Tapi belum mengetahui secara pasti penyakit diabetes militus, baik tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala, penanganan serta diit yang benar pada Diabetes Militus.
2). Kemampuan keluarga mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat.
Keluarga mengetahui kalau penyakit Diabetes Militus adalah penyakit yang memerlukan penanganan khusus seperti pada pola makannya, tapi keluarga tidak tau secara pasti tentang diit pada Diabetes Militus. Jadi keluarga hanya mengurangi konsumsi gula Tn. S.
Masalah kesehatan Tn. S juga dirasakan oleh keluarga dan mereka berusaha untuk membantu Tn. S dalam menjaga kondisi (menyiapkan menu makan), keluarga juga selalu mengingatkan agar Tn. S selalu mematuhi diit. Keluarga juga merasa khawatir terhadap akibat yang mungkin bisa ditimbulkan oleh penyakit tersebut, tapi itupun juga tidak dianggap sangat serius, karena nanti malah akan membuat pusing. Keluarga beranggapan kalau ada anggota keluarga yang sakit seperti Tn. S itu harus segera diperiksakan ke Puskesmas atau rumah sakit.
3). Kemampuan keluarga merawat anggota yang sakit.
Keluarga hanya tahu kalau Tn. S harus melakukan cek gula darah rutin, serta melakukan diet, tapi Tn. S tidak melakukan diet dengan benar hanya mengurangi konsumsi gula serta minum obat glukodek. Keluarga ingin Tn. S cepat sembuh, keluarga memeriksakan gula darah Tn. S di rumah sakit Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, dalam melakukan cek gula darah tidak rutin, kadang sebulan sekali kadang tiga bulan sekali. Bila tau kadar gula darahnya tinggi Tn.S baru mau mengurangi konsumsi gula tapi hanya sedikit. Keluarga belum tau cara perawatan Diabetes Militus dengan benar, khususnya tentang dietnya.


4). Kemampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang sehat.
Keluarga Tn. S sangat senang dengan kebersihan. Keluarga beranggapan kalau bersih itu sehat. Keluarga juga mengatakan kalau penyakit Diabetes Militus dapat di cegah dengan mengurangi konsumsi gula. Lingkungan rumah keluarga Tn. S terlihat bersih serta penataan perabot rumah tangganya tertata dengan rapi. Tidak ada benda–benda berbahaya yang dapat menimbulkan luka. Jadi semua sudah di tata dengan baik.
5). Kemampuan keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan.
Keluarga Tn. S sudah tau kalau ada anggota keluarga yang sakit harus dibawa ke puskesmas atau rumah sakit terdekat. Keluarga Tn. S percaya pada petugas kesehatan karena dapat membantu menyembuhkan penyakit yang diderita Tn. S. Keluarga juga beranggapan kalau fasilitas kesehatan yang ada sangat membantu dan bermanfaat bagi keluarga Tn. S serta masyarakat sekitar.

c. Stresor jangka pendek
Keluarga Tn. S memikirkan bagaimana cara tercepat untuk menurunkan kadar gula darah Tn. S, tapi itu juga tidak begitu dipikirkan oleh keluarga, karena keluarga juga memikirkan anaknya nanti mau kerja di mana kalau sudah lulus kuliah.

d. Stresor jangka panjang
Keluarga memikirkan kalau sewaktu-waktu gula darah Tn. S meningkat, apa yang harus dilakukan. Keluarga juga memikirkan sakit yang diderita Tn. S yang memerlukan waktu lama untuk penyembuhannya. Tapi keluarga menganggap semua itu tidak harus dipikir secara serius tetapi tetap berharap untuk sembuh.

e. Pemeriksan fisik
Nama Tn. S, umur 45 tahun, tinggi badan 152 Cm, berat badan 53 kg, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 88 X/mnt, suhu 366 °C, respirasi 20 X/mnt.

Kepala :
Bentuk normal, rambut hitam dan bersih.
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pandangan agak kabur.
Hidung : Bersih tidak ada sekret.
Telinga : Bersih tidak ada serumen, pendengaran baik.
Mulut : Mukosa lembab, gigi sudah ada yang tanggal, lidah bersih.
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada nyeri tekan tidak ada peningkatan JVP
Dada :
Paru : Inspeksi : tidak terlihat retraksi dada.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler
Jantung : Inspeksi : ictus kordis tidak terlihat.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : pekak
Auskultasi : S1 dan S2 murni.
Abdomen : Inspeksi : tidak ada pembesaran.
Auskultasi: peristaltik 16 kali per menit.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : tympani
Ekstrimitas : ekstremitas atas dan bawah tidak ada keluhan, tidak ada oedem tidak ada luka, kekuatan otot penuh, kulit baik.

B. Prioritas Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik pada Tn.S berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal masalah Diabetes Militus.
(Total Skore 4½).
2. Resiko Hiperglikemi pada Tn. S berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit. (Total Skore : 3 5/6).
3. Resiko cidera pada Tn.S berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal faktor resiko yang dapat menyebabkan cidera. (Total Skore : 2 ½ ).

C. Intervensi
Intervensi pada tanggal 12 Juli 2004
1. Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik pada Tn.S berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal masalah Diabetes Militus.
a. Tujuan umum : Setelah dilakukan kunjungan 3 x dalam 1 minggu selama 40 menit diharapkan keluarga mengerti dan memahami tentang Diabetes Militus.
b. Tujuan khusus : Setelah dilakukan kunjungan selama 30 menit diharapkan keluarga mengenal masalah Diabetes Militus (pengertian, penyebab, tanda dan gejala serta perawatannya).
c. Intervensi :
1) Beri kesempatan pada keluarga untuk mengungkapkan tentang Diabetes Militus sebatas yang diketahui saat ini.
2) Beri reinforcement atas jawaban yang diberikan.
3) Beri penyuluhan tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala, serta perawatannya.
4) Beri kesempatan pada keluarga untuk mengulangi penjelasan yang telah diberikan.

2. Resiko hiperglikemi pada Tn.S dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.
a. Tujuan umum : Setelah dilakukan kunjungan 3 x dalam 1 minggu selama 40 menit diharapkan hiperglikemi tidak terjadi.
b. Tujuan khusus :
1) Setelah dilakukan kunjungan selama 30 menit diharapkan keluarga mampu mengenal pengertian hiperglikemi, pencegahan hiperglikemi dan diit Diabetes Militus.
2) Setelah dilakukan kunjungan selama 30 menit keluarga dapat mengambil keputusan yang tepat untuk mengatasi Diabetes Militus.
3) Setelah dilakukan kunjungan selama 30 menit diharapkan keluarga dapat melakukan perawatan dan menyebutkan makanan apa saja yang dibatasi, dianjurkan dan yang tidak boleh diberikan pada Diabetes Militus.
4) Setelah dilakukan kunjungan selama 30 menit keluarga dapat memodifikasi lingkungan psikis.
5) Setelah dilakukan kunjungan selama 30 menit keluarga dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada.
Intervensi :
1) Beri penjalasan tentang pengertian hiperglikemi, cara pencegahan hiperglikemi dan diit Diabetes Militus.
2) Beri kesempatan pada keluarga untuk mengulangi penjelasan yang telah diberikan.
3) Motivasi keluarga untuk mengambil keputusan pada Diabetes Militus.
4) Jelaskan tentang cara merawat Diabetes Militus.
5) Diskusikan dengan keluarga tentang manfaat pelayanan kesehatan.
6) Beri reinforcement atas jawaban yang diberikan.

3. Resiko cidera pada Tn.S berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal faktor yang dapat menyebabkan cidera.
a. Tujuan umum : Setelah dilakukan kunjungan 3 x dalam 1 minggu selama 40 menit tidak terjadi cidera.
b. Tujuan khusus : Setelah dilakukan kunjungan selama 30 menit keluarga dapat mengenal faktor resiko cidera serta akibat dari cidera.
c. Intervensi :
1) Beri penjelasan tentang faktor–faktor penyebab cidera.
2) Beri kesempatan keluarga untuk mengulangi penjelasan yang telah di berikan.
3) Beri penjelasan tentang akibat dari cidera.
4) Motivasi keluarga untuk mengambil keputusan terhadap cidera.

D. Implementasi
Implementasi pada tanggal 13 Juli 2004
Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal masalah Diabetes Militus.
Jam : 10.15 WIB memberikan penyuluhan tentang pengertian Diabetes Militus, penyebab, tanda dan gejala, serta perawatannya. Memberi kesempatan pada keluarga untuk mengulangi penjelasan yang telah diberikan. Memberi reinforcement atas jawaban yang diberikan.
Resiko hiperglikemi berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.
Jam : 10.10 WIB memberikan penyuluhan tentang diit Diabetes Militus yang meliputi tujuan diit, makanan yang dianjurkan, dibatasi dan tidak boleh diberikan serta contoh menu pada Diabetes Militus, memberi kesempatan pada keluarga untuk bertanya, dan memberi reinforcement atas jawaban yang diberikan.
Resiko cidera berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal faktor yang dapat menyebabkan cidera.
Jam 10.30 WIB mendiskusikan dengan keluarga tentang faktor–faktor yang dapat menyebabkan cidera, mendiskusikan tentang akibat dari cidera, mendiskusikan cara yang tepat untuk menghindari cidera dan memberi reiforcement atas jawaban yang diberikan.

E. Evalusi
Evalusi tanggal 13 Juli 2004
1. Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal masalah Diabetes Militus.
Jam 10.15 WIB
S : Keluarga mengatakan sudah mengerti tentang Diabetes Militus (pengertian, penyebab, tanda dan gejala serta perawatannya)
O : Keluarga bisa menyebutkan pengertian, tanda dan gejala serta perawatan Diabetes Militus.
A : Masalah teratasi sebagian.
P : Anjurkan keluarga untuk mancari informasi lebih lanjut tentang Diabetes Militus ke pusat pelayanan kesehatan (puskesmas).

2. Resiko Hiperglikemi berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.
Jam 10.15 WIB
S : Keluarga mengatakan sudah tau tentang diit pada Diabetes Militus.
O : Keluarga mampu menyebutkan cara pengaturan makan dengan memperhatikan makanan apa saja yang boleh di makan, makanan yang dibatasi, makanan yang tidak boleh dimakan, serta contoh menu makanan dengan ukuran rumah tangga.
A : Masalah teratasi sebagian.
P : Anjurkan keluarga untuk mengganti menu makanan selama 2 minggu sekali dan kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan contoh menu makanan yang baru.

3. Resiko cidera berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal faktor yang dapat menyebabkan cidera.
Jam 10.30 WIB
S : Keluarga mengatakan mau memutuskan cara untuk menghindari cidera.
O : Keluarga bisa menyebutkan cara menghindari cidera.
A : Masalah teratasi sebagian.
P : Anjurkan keluarga untuk mencari cara yang baru dalam menghindari terjadinya cidera dengan bertanya kepada petugas kesehatan terdekat.

http://askep-askeb.cz.cc/

Wednesday, February 24, 2010

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBERIAN VITAMIN A PADA BAYI OLEH KADER DI POSYANDU WILAYAH PUSKESMAS XXX

Di Indonesia gerakan nasional Peningkatan Pemanfaatan Air Susu Ibu (PP-ASI) yang telah dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia kedua pada acara puncak peringatan hari ibu ke-62 tanggal 22 Desember 1990, menunjukkan dukungan pemerintah dalam Peningkatan Pemanfaatan Air Susu Ibu (PP-ASI) (Soetjiningsih, 1998).

Dewasa ini di Indonesia 80-90% para ibu di daerah pedesaan masih menyusui anaknya sampai umur lebih dari dua tahun, tetapi di kota-kota Air Susu Ibu (ASI) sudah banyak diganti dengan susu botol. Banyak faktor yang menyebabkan penurunan penggunaan ASI ini. Di kota-kota banyak ibu-ibu ikut bekerja untuk mencari nafkah, sehingga tidak dapat menyusui anaknya dengan baik dan teratur (Tumbelaka dalam Soetjiningsih, 1997).

ASI tidak perlu diragukan lagi, karena ASI merupakan makanan anak yang paling baik dan ASI juga bermanfaat bagi tumbuh kembang anak untuk lebih optimal, akan tetapi ada kalanya oleh suatu sebab misalnya ibu yang bekerja harus menambah atau mengganti ASI dengan makanan tambahan bahkan harus dilakukan penyapihan dini (Soetjiningsih, 1998).
ASI mempunyai manfaat praktis dan psikologis yang harus dipertimbangkan bila ibu memilih metode untuk pemberian makanannya. Air susu ibu adalah yang paling cocok dari semua susu yang tersedia untuk anak manusia, karena ia secara unik disesuaikan untuk kebutuhan dirinya (Nelson, 1999).

ASI merupakan makanan ideal untuk anak, secara psikologis maupun biologis. ASI memberikan keuntungan bagi keluarga maupun bagi anak dan balita. ASI mengandung zat gizi untuk membangun dan penyediaan energi dalam susunan yang diperlukan dan melindungi anak terhadap infeksi terutama infeksi pencernaan (Pudjiadi, 1997).

Pada usia sampai dengan enam bulan kebutuhan anak dapat dipenuhi oleh ASI. Setelah itu kebutuhan anak semakin bertambah dengan pertumbuhan dan perkembangan anak dan produksi ASI menurun. Karena itu anak memerlukan makanan tambahan (PASI) ini dilihat dari pemenuhan kebutuhan fisik. Namun demikian saat menyusui dapat dibentuk pemenuhan psikologis, sehingga menyusui dapat diteruskan minimal satu tahun, karena anak dibawah usia satu tahun dalam fase oral, dimana anak akan memerlukan kebutuhan rasa aman yang sangat dominan (Moehji, 2000).

Penyapihan anak diberbagai tempat dilakukan pada berbagai umur anak. Di masyarakat pedesaan umumnya penyapihan jarang dilakukan terhadap anak sebelum umur satu tahun, bahkan berlangsung lebih lama lagi, sampai umur lebih dari dua tahun. Dalam beberapa kasus, anak tidak disapih sampai berumur empat tahun. Dilain pihak, pada masyarakat perkotaan terdapat kecenderungan yang jelas bahwa penyapihan anak dilakukan pada umur yang lebih dini, bahkan ada pula yang menyapihkannya pada umur baru beberapa minggu (Suhardjo, 2000).

Penyapihan dibawah 1 tahun dapat mempengaruhi pertumbuhan anak, misalnya Kurang Energi Protein (KEP). KEP dapat terjadi karena para ibu yang telah melahirkan, dan ibu kembali lagi bekerja sehingga harus meninggalkan anak dari pagi sampai sore. Dengan demikian anak tersebut tidak mendapat ASI yang merupakan nutrisi pokok disamping Pemberian Air Susu Ibu (PASI) atau makanan tambahan tidak diberikan sebagaimana mestinya (Pudjiadi, 1997).

Kebanyakan anak sedikit demi sedikit mengurangi volume frekuensi kebutuhan ASI-nya pada usia 6-12 bulan dan mereka menjadi terbiasa dengan penambahan jumlah makanan padat dan cairan dengan botol dan cangkir. Karena anak hanya butuh sedikit ASI, penyediaan ASI ibu makin lama makin berkurang, menyebabkan ibu terbebas dari kencang payudara. Penyapihan harus dimulai dengan mengganti susu formula atau susu sapi dengan botol atau cangkir pada sebagian ASI dan selanjutnya untuk semua bagian ASI (Nelson, 1999).

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN IBU MEMBERIKAN 5 (LIMA) IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYINYA (ANALISIS KUALITATIF)

Kesehatan merupakan masalah yang penting dalam sebuah keluarga, terutama yang berhubungan dengan bayi dan anak. Mereka merupakan harta yang paling berharga sebagai titipan Tuhan Yang Maha Esa, juga dikarenakan kondisi tubuhnya yang mudah sekali terkena penyakit. Oleh karena itu, bayi dan anak merupakan prioritas pertama yang harus dijaga kesehatannya.

Pemerintah mewajibkan setiap anak untuk mendapatkan imunisasi dasar terhadap tujuh macam penyakit yaitu penyakit TBC, Difteria, Tetanus, Batuk Rejan (Pertusis), Polio, Campak (Measles, Morbili) dan Hepatitis B, yang termasuk dalam Program Pengembangan Imunisasi (PPI) meliputi imunisasi BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatitis B. Imunisasi lain yang tidak diwajibkan oleh pemerintah tetapi tetap dianjurkan antara lain terhadap penyakit gondongan (mumps), rubella, tifus, radang selaput otak (meningitis), HiB, Hepatitits A, cacar air (chicken pox, varicella) dan rabies.

Kendala utama untuk keberhasilan imunisasi bayi dan anak dalam sistem perawatan kesehatan yaitu rendahnya kesadaran yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan dan tidak adanya kebutuhan masyarakat pada imunisasi, jalan masuk ke pelayanan imunisasi tidak adekuat, melalaikan peluang untuk pemberian vaksin dan sumber-sumber yang adekuat untuk kesehatan masyarakat dan program pencegahannya.

Peran seorang ibu pada program imunisasi sangatlah penting. Karenanya suatu pemahaman tentang program ini amat diperlukan untuk kalangan tersebut. Dalam hal ini peran orang tua, khususnya ibu menjadi sangat penting, karena orang terdekat dengan bayi dan anak adalah ibu. Demikian juga tentang pengetahuan, kepercayaan, dan perilaku kesehatan ibu. Pengetahuan, kepercayaan, dan perilaku kesehatan seorang ibu akan mempengaruhi kepatuhan pemberian imunisasi dasar pada bayi dan anak, sehingga dapat mempengaruhi status imunisasinya. Masalah pengertian, pemahaman dan kepatuhan ibu dalam program imunisasi bayinya tidak akan menjadi halangan yang besar jika pendidikan dan pengetahuan yang memadai tentang hal itu diberikan.

Tuesday, February 23, 2010

FAKTOR PENYEBAB SUAMI MEMILIH ALAT KONTRASEPSI VASEKTOMI DAN TIDAK MEMILIH ALAT KONTRASEPSI VASEKTOMI (ANALISIS KUALITATIF)

Perkembangan penduduk saat ini terus mengalami peningkatan yang begitu pesat. Kesadaran dunia tentang bahaya pertumbuhan penduduk yang besar dan cepat telah mengundang pemimpin dunia untuk mempersoalkan penduduk dunia yang makin membahayakan, dunia semakin sempit pada hari hak asasi manusia 1967 dengan inti bahwa persoalan penduduk setiap negara merupakan masalah vital dalam kaitan dengan tujuan pembangunan untuk meningkatkan martabat manusia.vasektomi adalah operasi sederhana untuk memotong saluran kecil pembawa sperma dari kantongnya (zakar) ke penis.
Di wilayah Propinsi Lampung saat ini pengguna vasektomi sangat rendah. Hal ini dapat dilihat dari target BKKBN program vasektomi hingga september 2007 sebanyak 1100 akseptor yang tercapai 887 akseptor.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran secara mendalam mengenai faktor penyebab suami memilih alat kontrasepsi vasektomi dan suami tidak memilih alat kontrasepsi vasektomi di wilayah Kec. Metro selatan tahun 2009.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan penerapan pendekatan kualitatif, subjek penelitian yaitu suami pengguna alat kontrasepsi vasektomi dan suami yang tidak menggunakan alkon vasektomi. Sedangkan objek penelitiannya adalah Faktor penyebab suami memilih alat kontrasepsi vasektomi dan suami tidak memilih alat kontrasepsi vasektomi.. Total populasi pada penelitian ini yaitu suami yang menggunakan vasektomi di Metro Timur yang berjumlah 4 orang dan suami yang tidak memakai vasektomi sebanyak 1.946 orang, sedangkan sampel yang diambil adalah 4 responden dengan teknik. non probabilitas. Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian kualitatif ini terdiri dari panduan wawancara mendalam (in-depth interview guidelines). Alat lain yang digunakan adalah alat perekam (tape recorder) dan alat tulis.
Hasil penelitian serta kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi suami memilih dan tidak memilih vasektomi meliputi faktor pengetahuan, sikap, adat-agama, dukungan istri/keluarga, dan sikap petugas kesehatan.

Kata Kunci
: Faktor penyebab, suami, alat kontrasepsi vasektomi.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SIKAP REMAJA TENTANG SEKS PRANIKAH DI PONDOK PESANTREN DINIYAH PUTRI XXXXX (ANALISIS KUALITATIF)

Remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda-beda tergantung faktor sosial dan budaya. Cirinya adalah alat reproduksi mulai berfungsi, libido mulai muncul, intelegensi mencapai puncak perkembangannya, emosi sangat labil, kesetiakawanan yang kuat terhadap teman sebaya dan belum menikah. Kondisi yang belum menikah menyebabkan remaja secara sosial budaya termasuk agama dianggap belum berhak atas informasi dan edukasi apalagi pelayanan medis untuk kesehatan reproduksi (Sarlito, 1998). Dengan masuknya remaja ke dalam dunia hubungan sosial yang luas maka mereka tidak saja harus mulai adaptasi dengan norma perilaku sosial tetapi juga sekaligus dihadapkan dengan munculnya perasaan dan keinginan seksual ( Djoko Hartono 1998 ).

Dorongan perasaan dan keinginan seksual cukup pesat pada remaja dapat mengakibatkan remaja menjadi rentan terhadap pengaruh buruk dari luar yang mendorong timbulnya perilaku seksual yang beresiko tinggi. Pengaruh buruk tersebut dapat berupa informasi-informasi yang salah tentang hubungan seksual, misalnya film-film, buku-buku, dan lainnya. Hal tersebut dapat mendorong remaja untuk berprilaku seksual aktif (melakukan hubungan intim sebelum menikah), yang mempunyai resiko terhadap remaja itu sendiri. Resiko tersebut dapat berupa kehamilan remaja dengan berbagai konsekuensi psikologi seperti putus sekolah, rasa rendah diri, kawin muda, dan perceraian dini. Selain itu, resiko lain yang dihadapi dari perilaku seksual aktif tersebut adalah abortus, penyakit menular, gangguan saluran reproduksi pada masa berikutnya (tumor), dan berbagai gangguan serta tekanan psikoseksual/sosial di masa lanjut yang timbul akibat hubungan seksual remaja pranikah (Badan Kependudukan Catatan Sipil dan Keluarga Berencana Kota Metro, 2006).

Dengan terus berkembangnya teknologi, maka informasi yang salah tentang seksual mudah sekali didapatkan oleh para remaja, sehingga media massa dan segala hal yang bersifat pornografis akan menguasai pikiran remaja yang kurang kuat dalam menahan pikiran emosinya, karena mereka belum boleh melakukan hubungan seks yang sebenarnya yang disebabkan adanya norma-norma, adat, hukum dan juga agama. Semakin sering seseorang tersebut berinteraksi atau berhubungan dengan pornografi maka akan semakin beranggapan positif terhadap hubungan seks secara bebas demikian pula sebaliknya, jika seseorang tersebut jarang berinteraksi dengan pornografi maka akan semakin beranggapan negatif terhadap hubungan seks secara bebas. Apabila anak remaja sering dihadapkan pada hal-hal yang pornografi baik berupa gambar, tulisan, atau melihat aurat, kemungkinan besar dorongan untuk berhubungan secara bebas sangat tinggi, bisa lari ketempat pelacuran atau melakukan dengan teman sendiri. Hal-hal yang merugikan dari perilaku terhadap seks bebas tidak akan terjadi, apabila individu memiliki kesadaran bertanggung jawab yang kuat. Dan bila remaja dihadapkan pada rangsangan sosial yang tidak baik seperti seks bebas maka remaja akan dapat menentukan sikap yang tepat yaitu sikap yang negatif atau tidak mendukung perilaku terhadap seks bebas, sebaliknya bila remaja memiliki sikap dengan tanggung jawab yang rendah maka terbentuklah pribadi yang lemah sehingga mudah terjerumus pada pergaulan yang salah sehingga berlanjut kepada perilaku sek bebas (http://www.balipost.co.id, 2009).

Perilaku seks bebas di dunia saat ini terus mengalami peningkatan yang sangat pesat. Pitchkal (2002) melaporkan bahwa di AS, 25% anak perempuan berusia 15 tahun dan 30% anak laki-laki usia 15 tahun telah berhubungan intim. Di Inggris, lebih dari 20% anak perempuan berusia 14 tahun rata-rata telah berhubungan seks dengan tiga laki-laki. Di Spanyol, dalam survei yang dilakukan tahun 2003, 94,1% pria hilang keperjakaannya pada usia 18 tahun dan 93,4% wanita hilang keperawanannya pada usia 19 tahun.

Beberapa hasil penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa perilaku seks pranikah di kalangan remaja mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Survey terhadap pelajar SMU di Jakarta dan Surabaya menyebutkan terjadinya peningkatan presentase seks pranikah dari tahun 1997-1999. 9 % remaja putra dan 1 % remaja putri di Jakarta telah melakukan hubungan seks pranikah pada tahun 1997, dan angka ini mengalami peningkatan menjadi 23 % remaja putra dan 4 % remaja putri pada tahun 1999 dalam “Remaja,”2001). Sementara hasil penelitian yang dilakukan Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan-Pusat Pelatihan Bisnis Humaniora Yogyakarta pada tahun 1999-2002 terhadap 1660 mahasiswi Yogyakarta menemukan bahwa 97,05 % responden telah kehilangan kegadisannya dalam masa kuliah (http://lib.atmajaya.ac.id , 2009).

Sebuah survei terbaru terhadap 8084 remaja laki-laki dan remaja putri usia 15-24 tahun di 20 kabupaten pada empat propinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lampung) menemukan 46,2% remaja masih menganggap bahwa perempuan tidak akan hamil hanya dengan sekali melakukan hubungan seks. Kesalahan persepsi ini sebagian besar diyakini oleh remaja laki-laki (49,7%) dibandingkan pada remaja putri (42,3%). Dari survei yang sama juga didapatkan bahwa hanya 19,2% remaja yang menyadari peningkatan risiko untuk tertular PMS bila memiliki pasangan seksual lebih dari satu. 51% mengira bahwa mereka akan berisiko tertular HIV hanya bila berhubungan seks dengan pekerja seks komersial (PSK) (http://www.kesrepro.info, 2009).

Penelitian lain yang dilakukan tahun 2005-2006 menunjukkan di kota-kota besar mulai Jabotabek, Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Makassar, 47,54 persen remaja mengaku melakukan hubungan seks sebelum nikah. Namun, hasil survey terakhir tahun 2008 meningkat menjadi 63 persen

Mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hubungan seksual pranikah, survei MCR-PKBI Jabar membagi dalam 8 faktor. Berdasar jawaban yang masuk, faktor sulit mengendalikan dorongan seksual menduduki peringkat tertinggi, yakni 63,68%. Selanjutnya, faktor kurang taat menjalankan agama (55,79%), rangsangan seksual (52,63%), sering nonton blue film (49,47%), dan tak ada bimbingan orangtua (9,47%). Tiga faktor terakhir yang turut menyumbang hubungan seksual pranikah adalah pengaruh tren (24,74%), tekanan dari lingkungan (18,42%), dan masalah ekonomi (12,11). (http://www.tempointeractive.com, 2009)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT IBU TERHADAP PEMAKAIAN KONTRASEPSI IMPLANT DI DESA XXX

Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia dan negara-negara lain relatif tinggi, Penurunan AKI serta peningkatan derajat kesehatan ibu menjadi prioritas utama dalam pembangunan, bidang kesehatan di Indonesia. Adapun salah satu upaya yang dapat dilakukan dapat terwujud dalam bentuk safe motherhood atau disebut juga penyelamat ibu dan bayi (Sarwono, 2002).
Pelayanan KB yang berkualitas belum sepenuhnya menjangkau seluruh wilayah nusantara. Pemerintah terus menekan laju pertambahan jumlah penduduk melalui program keluarga berencana (KB). Sebab jika tidak meningkatkan peserta KB maka jumlah penduduk Indonesia akan mengalami peningkatan.

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor faktor-faktor yang mempengaruhi minat ibu terhadap pemakaian kontrasepsi implant di Desa Bangunrejo Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah tahun 2006.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif diambil 10% dari 810 responden, sedangkan tehnik yang digunakan adalah tehnik sampling jenuh. Untuk mengumpulkan data digunakan metode angket dan alat ukur berupa kuisioner.

Dari hasil penelitian
yang telah dilakukan di desa Bangunrejo Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah secara umum didapatkan hasil bahwa tingkat pendidikan pasangan Usia Subur dikategorikan masih rendah yaitu tingkat SMP (37,04%), dan tingkat pengetahuan Pasangan Usia Subur baik (87,65%), tingkat pendapatan dikategorikan sedang (54,32%), dan sikap responden menolak terhadap pemakaian implant sebanyak 65,43%.
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian adalah faktor yang mempengaruhi PUS terhadap pemakaian kontrasepsi implant di desa Bangunrejo Kecamatan Gunung Sugih Kabupaten Lampung Tengah adalah tingkat pendidikan PUS yang masih dikategorikan rendah, tingkat pendapatan PUS yang masih dikategorikan sedang, dan sikap PUS yang menolak atau tidak menerima terhadap kontrasepsi implant.

Kata Kunci : Minat Pemakaian Kontrasepsi Implant

PENGETAHUAN DAN APLIKASI MAHASISWI TINGKAT II AKBID XXXX TENTANG PARTOGRAF

Partograf merupakan alat bantu untuk membuat keputusan klinik, memantau, mengevaluasi dan menatalaksana persalinan Sebagian besar penyebab kematian dapat dicegah dengan penanganan yang adekuat. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petugas kesehatan dalam menolong persalinan. Partograf dapat digunakan untuk mendeteksi dini masalah dan penyulit dalam persalinan sehingga dapat sesegera mungkin menatalaksana masalah tersebut atau merujuk ibu dalam kondisi optimal. Instrumen ini merupakan salah satu komponen dari pemantauan dan penatalaksanaan proses persalinan secara lengkap.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan aplikasi mahasiswi tingkat II AKBID Wira Buana Metro tentang Partograf. Subjek penelitian ini adalah seluruh mahasiswi tingkat II AKBID Wira Buana Metro yang berjumlah 60 mahasiswi dan objek penelitian ini adalah pengetahuan dan Aplikasi mahasiswi tingkat II AKBID Wira Buana Metro tentang partograf.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, pengumpulan data dilakukan dengan alat bantu kuisioner berupa pertanyaan bentuk multiple choice dan soal aplikasi.

Hasil penelitian dengan kuisioner berupa multiple choice menunjukkan bahwa 15 responden (25%) masuk dalam kategori baik, 29 responden (48,33%) dalam kategori cukup, 15 responden (25%) dalam kategori kurang, dan 1 responden (1,66%) masuk dalam kategori kurang sekali. Hasil Penelitian dengan kuisioner berupa soal aplikasi menunjukan bahwa 29 responden (46,66%) masuk dalam kategori baik, 6 responden (10%) masuk dalam kategori cukup, 2 responden (3,33%) masuk dalam kategori kurang, dan 23 responden (38,33%) masuk dalam kategori kurang sekali.

Kesimpulan dari penelitian ini bahwa rata-rata pengetahuan mahasiswa Tingkat II Akbid Wira Buana Metro tentang partograf dengan tipe soal multiple chois termasuk dalam kategori cukup dengan kemampuan menjawab 66,25% dan rata-rata pengetahuan mahasiswa tentang partograf dengan tipe soal aplikasi masuk dalam kategori cukup dengan kemampuan menjawab 68,92%.

Kata kunci : Pengetahuan, partograf

GAMBARAN RENDAHNYA CAKUPAN PENIMBANGAN BALITA DI POSYANDU XXX

Dalam beberapa tahu terakhir AKB telah banyak mengalami penurunan yang cukup menggembirakan meskipun tahun 2001 meningkat kembali sebagai dampak dari berbagai krisis yang melanda Indonesia. Pada tahun 1971 Angka Kematian Bayi (AKB) diperkirakan sebesar 152 per 1000 kelahiran hidup, kemudian turun menjadi 117 pada tahun 1980, dan turun lagi menjadi 44 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2000. Berdasarkan Estimasi Susenas tahun 2002-2003 Angka Kematian Bayi (AKB) berturut-turut pada tahun 2001 sebesar 50 per 1000 kelahiran hidup dan pada tahun 2002 sebesar 45 per 1000 kelahiran hidup (Indikator Kesejahteraan Anak 2000 (Estimasi SUPAS 1995) dan Estimasi Susenas 2002-2003).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan penimbangan balita di Posyandu Sinar Purnomo Desa Siraman Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur.

Subjek dalam penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai balita. Sedangkan Objek dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya Cakupan Penimbangan Balita di Posyandu. Populasi yang diteliti adalah 50 ibu yang mempunyai balita dan juga merupakan sebagai sampel yang diteliti sebanyak 50 ibu (penelitian populasi).

Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu menggambarkan tentang karakterisitik ibu dan pengetahuan ibu yang tidak membawa balitanya untuk di timbang di posyandu. Pengumpulan data dilakukan dengan tehnik angket menggunakan instrumen pengumpulan data kuisioner. Data dikumpulkan dan diolah dengan tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang tidak menimbangkan balitanya tingkat umur terbesar berumur 20-35 tahun dengan jumlah 24 responden (66,7%), paritas terbesar adalah multipara dengan jumlah 22 responden (66,7%), tingkat pendidikan terbesar berpendidikan Perguruan Tinggi dengan jumlah 2 responden (100%), jenis pekerjaan yang terbesar bekerja sebagai PNS dengan jumlah 1 responden (100%), tingkat ekonomi terbesar memiliki pendapatan Rp. 750.000 - Rp.1.400.000,- dengan jumlah 8 responden (80%), tingkat pengetahuan responden yang terbesar yaitu baik dengan jumlah 21 responden (70%).
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa gambaran rendahnya cakupan penimbangan balita di Posyandu Sinar Purnomo Desa Siraman Kecamatan Pekalongan Lampung Timur dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: paritas, pekerjaan dan ekonomi.

Kata kunci : Gambaran, cakupan penimbangan balita.

Monday, February 22, 2010

Frekuensi ibu hamil dengan anemia di Indonesia relatif tinggi yaitu 63,5% kekurangan gizi dan perhatiannya kurang terhadap ibu hamil merupakan predisposisi anamie defisiensi ibu hamil di Indonesia. Jika persediaan Fe minimal, maka setiap kehamilan akan menguras persediaan Fe tubuh dan akhirnya menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya. Pada kehamilan relatif terjadi anemia karena ibu hamil mengalami hemodilusi (pengencerah) dengan peningkatan volume 30% sampai 40% yang puncaknya pada kehamilan 32 – 34 minggu. Akan tetapi dalam kenyataan tidak semua ibu hamil yang anemia mendapat tablet zat besi meminumnya secara rutin. Hal ini disebabkan karena faktor ketidaktahuan pentingnya zat besi untuk kehamilannya. Dampak yang diakibatkan minum tablet zat besi dan peningkatan kadar Hb sesuai yang diharapkan. Faktor lain yang berhubungan dengan anemia adalah faktor sosial ekonomi yang rendah juga memegang peranan penting kaitannya dengan asupan gizi ibu selama hamil.

Penelitian adalah penelitian deskriptif, yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi anemia dalam kehamilan di BPS Yusriyana Karya Mukti Lampung Timur Tahun 2008.

Instrumen dalam penelitian menggunakan lembar koesioner kemudian dilakukan pengolahan data dan disajikan dalam tabel distribusi frekuensi. Subjek penelitian yaitu pada ibu hamil yang trimester III di BPS Yusriyana Karya Mukti Lampung Timur, sedangkan objek penelitiannya adalah para ibu hamil trimester III yang mengalami anemia. Populasi dalam penelitian adalah 18 orang ibu hamil yang mengalami anemia sehingga sampel pada penelitian ini adalah populasi yaitu seluruh populasi dijadikan sampel.

Berdasarkan hasil penelitian
, diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi anemia dalam kehamilan berdasarkan tingkat pengetahuan di BPS Yusriyana Karya Mukti Lampung Timur dalam kategori kurang yaitu 9 orang (51,39%), tingkat konsumsi tablet Fe 90 tablet dan tidak berturut-turut sebanyak 13 orang (72%) dan tingkat sosial ekonomi termasuk dalam ekonomi rendah yaitu sebanyak 10 orang (55%).

Kata Kunci : Faktor yang Mempengaruhi, Anemia, Kehamilan.

GAMBARAN PENATALAKSANAAN CARA MEMANDIKAN NEONATUS 0-7 HARI TERHADAP IBU NIFAS DI BPS XXXX

Bayi yang baru lahir sebaiknya tidak dimandikan walaupun dengan air hangat, karena bayi belum bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Jika bayi dibasahi dengan air maka panas yang ada dalam tubuhnya akan terambil sehingga suhu tubuhnya akan turun drastis. Jika bayi yang baru lahir kehilangan suhu tubuh, darah yang mengalir dalam tubuh yang berfungsi membawa oksigen ke seluruh tubuhnya akan berkurang. Memandikan bayi bagi ibu nifas merupakan pekerjaan yang berat dan membingungkan karena kondisi tali pusat bayi yang masih basah, di tambah lagi dengan kondisi ibu setelah proses persalinan yang melelahkan dan bertambah sulit lagi jika ibu bersalin post sesio secarea atau post vakum. Namun jika mengetahui pedoman penatalaksanaan memandikan bayi yang benar maka hal itu bukanlah pekerjaan yang berat (Dr. Bona Simanungkalit, DH.SM., M.Kes., 2007).

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui Gambaran Penatalaksanaan Cara Memandikan Neonatus 0-7 Hari terhadap Ibu Nifas di BPS Dwi Yuni Fitariyanti Tegineneng Lampung Selatan. Subjek dari penelitian ini adalah Ibu Nifas di BPS Dwi Yuni Fitariyanti Tegineneng Lampung Selatan, sedangkan objek penelitiannya adalah Cara Memandikan Neonatus 0-7 hari. Populasi yang diteliti adalah keseluruhan ibu nifas sebanyak 40 orang, dan sampel yang diambil adalah keseluruhan populasi yang berjumlah 40 orang sehingga penelitian ini adalah penelitian populasi.

Jenis penelitian yang diambil adalah penelitian deskriptif yang menggambarkan pelaksanaan cara memandikan neonatus 0-7 hari. Pengumpulan data dilakukan dengan instrumen penelitian berupa cheklist pelaksanaan memandikan neonatus oleh ibu nifas dimana data yang diperoleh kemudian diolah menggunakan tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa pelaksanaan cara memandikan neonatus 0-7 oleh ibu nifas di BPS Dwi Yuni Fitariyanti Tegineneng Lampung Selatan yang termasuk dalam kategori baik sebanyak 8 orang (20%), dalam kategori cukup sebanyak 31 orang (77,50%), dalam kategori kurang sebanyak 1 orang (2,50%), sedangkan dalam kategori kurang sekali tidak ada.

Kata kunci : Memandikan neonatus 0-7 hari, Ibu Nifas.

ANALISA SENAM HAMIL PADA IBU HAMIL DI KELAS IBU DI POSYANDU XXXXX

Mengajarkan senam membantu fisik mendorong istirahat dan relaksasi rutinitis fisik kemudian di buat pada masa antenatal untuk meningkatkan kesehatan fisik dan membantu mencegah masalah dalam program penekanan diberikan pada wanita hamil yang belajar rileks dan nafas dalam selama kontraksi. Thomas dan Grantly Dick read menawarkan program persalinan dan menjadi orang tua mencakup pendidikan relaksasi dan pernafasan.
Nyeri pinggang bawah lazim terjadi pada kehamilan dengan insiden yang dilaporkan bervariasi kira-kira 50% di Inggris (Monk, 1994) sampai mendekati 70% di Australia (Bullock Sasyton, 1988) manhe melaporkan bahwa 16%.

Wanita-wanita yang diteliti mengeluh nyeri punggung yang hebat 36%. Materi persiapan senam ibu menjadi orang tua umumnya dibatasi hanya untuk senam abdomen dan senam dasar panggul dan banyak ibu membimbing lanjutan dan senam dasar panggul dan banyak ibu meminta bimbingan lanjutan untuk mendapatkan senam yang bermanfaat telah tercatat bahwa hampir 45% dari ibu-ibu mengikuti senam ……..dari 1000 wanita yang disurvai melanjutkan aktifitas selama mereka hamil.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan pelaksanaan senam hamil pada ibu hamil di kelas ibu di posyandu Yosomulyo 21 Metro Pusat tahun 2008.

Jenis penelitian adalah analitik, dengan instrumen penelitian lembar kuesioner dan ceklist kemudian dilakukan pengolahan data dan disajikan dalam tabel distribusi frekuensi. Subyek penelitian yaitu ibu hamil yang melaksanakan senam hamil di kelas ibu di posyandu Yosomulyo 21 Metro Pusat sedangkan obyek penelitian adalah ibu hamil yang melaksanakan senam hamil di kelas ibu.

Populasi dalam penelitian adalah 30 ibu hamil yang melaksanakan senam hamil sehingga sampel pada penelitian ini adalah populasi yaitu seluruh populasi dijadikan sampel.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui pengetahuan berpengaruh pada pelaksanaan senam hamil pada ibu hamil di kelas ibu di posyandu Yosomulyo Metro Pusat.

Kata kunci : Analisa, senam hamil

Pengetahuan ibu primigravida tentang kehamilan di RB XXXX

Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar dinegara berkembang dan dinegara miskin. Sekitar 25 – 50% kematian wanita usia subur disebabkan hal yang berkaitan dengan kehamilan. World Heath Organization (WHO) memperkirakan lebih dari 585 000 ibu pertahunnya meninggal saat hamil atau bersalin. Di Asia selatan wanita berkemungkinan 1 : 18 meninggal akibat kehamilan / persalinan selama kehidupan, Negara afrika 1 : 14 sedangkan di Amerika Utara 1 : 6,366. Lebih dari 50% kematian di Negara berkembang sebenarnya dapat di cegah dengan tehnologi yang ada serta biaya relatif rendah (Sarwono Prawirohardjo, 2002: 3)

Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan, infeksi dan eklamsi. Sekitar 5% kematian ibu disebabkan oleh penyakit yang memburuk akibat kehamilan, misalnya penyakit jantung dan infeksi kronis. Selain itu keadaan ibu sejak prahamil dapat berpengaruh terhadap kehamilannya. Hal ini disebabkan rendahnya pengetahuan ibu tentang kehamilan. (Sarwono Prawirohardjo, 2002 : 6).

Penyebab tak langsung kematian ibu antara lain adalah : anemia, Kekurangan Energi Kronik (KEK) dan keadaan “4 terlalu” (terlalu muda/ tua, sering dan banyak. Kematian ibu di Indonesia diwarnai oleh hal hal non teknis yang masuk katagori penyebab mendasar seperti : rendahnya status wanita, ketidak berdayaannya dan taraf pendidikan yang rendah (Sarwono Prawirohardjo, 2002: 6).

Akses terhadap pelayanan antenatal sebagai pilar ke dua Safe Motherhood cukup baik, yaitu 87% pada tahun 1997 namun mutunya perlu ditingkatkan terus (Sarwono Prawirohardjo, 2002 : 7)

Pengetahuan Ibu Menyusui Tentang Dampak Pemberian Makanan Pendamping ASI Pada Bayi Usia Kurang Dari 6 Bulan di Desa XXXX

ASI ekslusif adalah pemberian ASI sedini mungkin setelah persalinan diberikan setiap saat dan tidak diberikan makanan tambahan lain walau pun hanya air putih sampai bayi berumur 6 bulan. Menurut data profil kesehatan Propinsi Lampung pada tahun 2002 jumlah bayi yang ada sebesar 159. 987 bayi yang diberikan ASI ekslusif hanya 68.527 bayi atau (42,83%). Sebagian besar ibu sudah memberikan makanan pendamping ASI pada bayi usia kurang dari 6 bulan karena ibu sibuk bekerja dan kurangnya pengetahuan ibu tentang pemberian ASI ekslusif. Bayi yang diberikan makanan pendamping ASI kurang dari 6 bulan dapat mengakibatkan resiko jangka panjang dan jangka pendek. Resiko jangka panjang dapat terjadi obesitas, hipertensi arteriosklerosis, alergi. Pada resiko jangka pendek dapat terjadi penurunan produksi ASI, anemia, gastroenteritis dan berbagai penyakit infeksi, seperti diare, batuk, pilek, radang tenggorokan dan gangguan pernafasan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu menyusui tentang dampak pemberian makanan pendamping ASI pada bayi kurang dari 6 bulan di Desa Banjarrejo Puskesmas Batanghari kab. Lampung Timur.

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif, instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner dengan teknik analisa menggunakan persentase dan skala ukur ordinal. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara acak sederhana atau sampel random sampling. Subyek penelitian ini adalah seluruh ibu menyusui yang memiliki bayi usia kurang dari 6 bulan dan yang telah memberikan makanan pendamping ASI di Desa Banjarrejo Wilayah Kerja Puskesmas Batanghari Kabupaten Lampung Timur.

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa pengetahuan ibu menyusui tentang dampak pemberian makanan pendamping ASI pada bayi usia kurang dari 6 bulan termasuk kategori cukup dengan persentase (58,85%) dan yang termasuk kategori cukup dengan persentase (48,15%).

Kesimpulan dari penelitian ini adalah pengetahuan ibu menyusui di Desa Banjarrejo Wilayah Kerja Puskesmas Batanghari tentang dampak pemberian makanan pendamping ASI pada bayi kurang dari 6 bulan termasuk dalam kategori kurang (58,85%).

Kata kunci : Pengetahuan, ibu menyusui, makanan pendamping ASI

Sunday, February 21, 2010

GAMBARAN PENYAPIHAN ANAK KURANG DARI 2 TAHUN DI DESA XXXXXXX

Pada waktu dilahirkan, jumlah sel otak bayi telah mencapai 66% dan beratnya 25% dari ukuran otak orang dewasa, periode pertumbuhan otak yang paling kritis dimulai sejak janin sampai anak berusia 2 tahun, jadi apabila pada masa tersebut seorang anak menderita gizi dapat berpengaruh negatif terhadap jumlah dan ukuran sel otaknya, dalam hal ini pemberian ASI hingga 2 tahun sangat dianjurkan (Krisnatuti dan Yenrina, 2000).

Keputusan berhenti menyusui adalah pilihan masing-masing ibu. Usia menyapih biasanya 2 tahun, namun ada juga yang sampai 4 tahun atau lebih. Menurut beberapa penelitian komposisi ASI terus berubah hingga anak usia 2 tahun dan masih tetap mengandung nutrisi penting yang berguna untuk membangun system kekebalan tubuh anak (Nadesul, 2007).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk dapat mengetahui gambaran penyapihan anak kurang dari 2 tahun di Desa Gondang Rejo 32 B, yang menjadi subyek adalah semua ibu yang melakukan penyapihan anak kurang dari 2 tahun. Sedangkan objek dalam penelitian ini adalah gambaran penyapihan anak kurang dari 2 tahun di Desa Gondang Rejo 32 B. Jumlah populasi dalam penelitian ini yaitu 45 dan yang dijadikan sampel adalah seluruh jumlah populasi.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang menggambarkan tentang Pengetahuan ibu, karakteristik ibu, kehamilan, cara penyapihan dan status gizi anak pada ibu yang melakukan penyapihan anak kurang dari 2 tahun. Data dikumpulkan dan diolah dengan tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan dengan kategori tinggi sebanyak 27 orang (60%), pendidikan yang paling banyak adalah tingkat pendidikan SLTP yaitu sebanyak 19 orang (42,22%), pekerjaan yang paling banyak adalah petani sebanyak 23 orang (51,1%), kehamilan yang paling banyak adalah ibu tidak hamil pada saat menyusui sebanyak 41 orang (91,11%), cara penyapihan yang paling banyak adalah dengan cara metode bertahap sebanyak 38 orang (84,44%), setatus gizi balita yang paling banyak adalah berat badan balita berada pada garis kuning sebanyak 26 orang (57,78%).

Kata Kunci : Penyapihan, kurang dari 2 tahun

Blog Archive