Masa kecil yang tak bahagia menurut saya bukan hanya di dominasi masyarakat kelas bawah, namun dewasa ini sudah merambah ke menengah ke atas. Banyak anak anak kecil sekarang yang sudah berani ikut casting acara pencarian bakat semisal idola cilik dan mungkin acara acara serupa lainnya. Pada awalnya mungkin mereka berangkat dari keterbatasan ekonomi namun sesaat kemudian setelah ketenaran mereka raih yakinlah masa kecil akan berlalu begitu cepat ! Time is running out ! Karena tanpa disengaja mereka sudah menjadi mesin kecil pengeruk uang yang mungkin bisa saja berdampak ekonomi yang cerah bagi penghidupannya kelak maupun keluarganya. Banyak kasus Orang tua mempekerjakan mereka di bidang itu untuk menjadikannya “mesin uang” maka tak jarang pada saat sang anak menjadi seorang selebriti sang bunda bertindak sebagai manager, saya yakin para pembaca sekalian pernah tahu beberapa artis cilik kita yang berkasus serupa.
Di sisi lain banyak anak anak kecil hidup dengan memeras keringat menjual koran dipinggir jalan dan tempat tak layak lainnya yang syarat bahaya, mulai bahaya kejahatan seksual, bahaya kecelakaan lalu lintas dan masih banyak bahaya lainnya melintas.Ironis memang, namun hal hal seperti ini masih sangat banyak terjadi di Indonesia.Seperti kejadian dukun cilik ponari di jombang kemarin, hal yang sama menimpa ponari karena hak masa kecilnya untuk menikmati kegembiraan dan kesenangan dan juga pendidikan tentunya. Sang dukun cilik dengan terpaksa melayani ribuan orang yang berobat, bahkan sampai meninggalkan sekolah karena di takutkan apabila dia sekolah, massa akan melurug Ponari di sekolahan.Kalau sudah begini akhirnya pendidikan yang notabene untuk masa depan sudah di abaikan bukan?
Dalam hal ini, hak hak atas anak yang sewajibnya di mengerti semua orang tua adalah sebagai berikut:
1.Hak untuk menikmati masa kecil dengan gembira, bermain dan berkreasi dengan alam sekitar.
2.Hak untuk mengenyam pendidikan, mengingat masa kecil adalah masa 'pondasi dasar' yang ke depannya tentu akan sangat berguna baik bagi diri si anak tersebut ataupun keluarga dan mungkin untuk Negara nya.
3.Hak menerima kasih sayang semestinya dari Orang tua keluarga dan lingkungan sekitar.
Kejahatan kejahatan terhadap anak di bawah umur pada saat ini sangat bervariasi dan kita sebagai masyarakat di harapkan mengetahui dan dapat menghindari nya. Yang terjadi akhir akhir ini adalah antara lain:
1.Traficking, selain wanita, anak anak sangat rawan di jadikan sasaran traficking. Dan perdagangan anak anak adalah sebuah kejahatan yang sangat tidak manusiawi.
2.Sexual abuse atau pelecehan seksual. UU untuk menangkal kejahatan ini sudah ada yaitu UU. No. 23/2002 pasal 13 Perlindungan Anak, mengingat kejahatan pada tingkat ini sangat mempengaruhi kejiwaan sang anak dan menjadi sebuah memori buruk yang bisa saja terbawa saat dewasa nanti. Mereka menjadi korban karena karakter mereka yang beberapa diantaranya mempermudah pelaku untuk memperdayanya. Briggs dan Hawkins (1997: 114-115) pun mengungkapkan beberapa penyebab yang membuat anak-anak mudah menjadi sasaran child sexual abuse, yaitu: anak-anak yang polos mempercayai semua orang dewasa, anak-anak yang berusia belia tidak mampu mendeteksi motivasi yang dimiliki oleh orang dewasa, anak-anak diajarkan untuk menuruti orang dewasa, secara alamiah, anak-anak memiliki rasa ingin tahu mengenai tubuhnya, dan anak-anak diasingkan dari informasi yang berkaitan dengan seksualitasnya.Oleh karena anak-anak memiliki berbagai karakter yang dapat menjerumuskan mereka menjadi korban child sexual abuse.
Dari sedikit pembahasan diatas saya berharap anak anak bangsa kita mendatang dapat terhindar dari bahaya bahaya yang terjadi diatas, agar bangsa ini semakin berkualitas dan juga tak kalah pentingnya kita sebagai masyarakat dan orang tua untuk membimbing anak anak selayaknya apa yang harus mereka dapatkan. Kebahagiaan masa kecil tak pernah datang dua kali. Anda tahu lagu “sweet Child o'mine”? Saya rasa semua itu menggambarkan betapa masa kecil merupakan masa masa yang akan selalu terkenang bahkan pada detik detik terakhir hidup kita