Tuesday, December 8, 2009

Penyakit Kencing Manis

Penyakit Kencing Manis (Diabetes Mellitus)

KONSEP DASAR PENYAKIT DIABETES MELLITUS
1. Pengertian
Diabetes Mellitus adalah gangguan metabolik kronis yang tidak dapat di
sembuhkan tetapi dapat dikontrol yang di karakterisasikan dengan hiperglikemia
karena definisi insulin atau ketidakadekuatan penggunaan insulin, (Engram,
1998).
Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemia kro -nik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pa-da mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai le si pada
membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektronik.
(Mansjoer, 2001).
Diabetes mellitus adalah gangguan kronis yang ditandai dengan metabolisme
karbohidrat dan lemak yang diakibatkan oleh kekurangan insulin atau secara
relatif kekurangan insulin. (Tucker, 1998).

2. Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Mellitus dan gangguan toleransi glukosa (Tjokro Prawiro,
1999) :
a) Klasifikasi klinik
1). Diabetes Mellitus
(a) Diabetes Mellitus tergantung Insulin (Tipe I)
(b) Diabetes Mellitus tak tergantung Insulin(Tipe II)
-Tidak gemuk
-Gemuk
2). Diabetes tipe lain yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom
tertentu :
(a) Penyakit pankreas
(b) Hormonal
(c) Obat atau bahan kimia
(d) Kelainan reseptor
(e) Kelainan gestional
3). Toleransi glukosa terganggu
a). Tidak gemuk
b). Gemuk

4). Diabetes Gestasional


b) Klasifikasi Resiko Statistik
1). Toleransi glukosa pernah abnormal
2). Toleransi glukosa potensial abnormal

3. Etiologi
Menurut Mansjoer dkk. (1999), etiologi penyakit Diabe -tes Mellitus adalah
sebagai berikut :
a. Diabetes mellitus Tipe I (DMT I)
Diabetes Mellitus tipe ini disebabkan oleh deskripsi sel beta pulau langer
haus akibat proses auto imun, sebab -sebab multi faktor seperti presdisposisi
genetik.
b. Diabetes Mellitus Tipe II (DMT II)
Diabetes mellitus tipe ini disebabkan kegagalan relatif sel beta dan resistensi
insulin, resistensi insulin adalah tu -runnya kemampuan insulin untuk
merangsang pengambilan glukkosa oleh jaringan perifer dan untuk
menghambat pro-duksi glukosa oleh hati. Sel beta tidak ada maupun
mengimbangi resestensi insulin ini se penuhnya, artinya ter-jadi defisiensi
relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin
pada rangsangan gluko-sa, maupun pada rangsangan glukosa bersama
bahan perangsang sekresi insuin lain. Berarti sel beta pankreas mengalami
desensetisasi terhadap glukosa.

4. Patofisiologi Diabetes Mellitus
a. Menurut Brunner dan Suddarth(2001), patofisiologi DM yaitu:
1). Diabetes Tipe I
Pada diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan untuk menghasilkan
insulin karena sel-sel beta pan-kreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiper-glikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak
terukur oleh hati. Di samping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak
dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia post prandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar : akibatnya,
glukosa ter-sebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang
berlabihan diekskresikan ke urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebihan pula. Keadaan ini dinamakan diuresis
osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien
akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsia).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolis -me protein dan lemak yang
menyebabkan penu-runan berat badan. Pasien dapat mengalami pening -
katan seera makan (Polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori, gejala
lainnya mencakup kelelahan dan kele-mahan.
2). Diabetes Tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yaitu yang
berhubungan dengan insulin, yaitu : resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus
pada permukaan sel sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi sel resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intra sel ini. Dengan demikian insuliin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mence -gah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan
pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini ter-jadi akibat
sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan
pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun untuk
mengimbangi pe-ningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa
akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.

5. Manifestasi klinik
Menurut Price (1995) manifestasi klinis dari DM adalah sebagai berikut :
a. DM tergantung insulin / DM Tipe I
Memperlihatkan gejala yang eksplosif dengan polidipsi, poliuri, polifagia,
turunnya BB, lemah, mengantuk yang terjadi selama sakit atau beberapa
minggu, pende-rita menajdi sakit berat dan timbul ketosidosis dan dapat
meninggal kalau mendapatkan pengobatan dengan sege -ra, biasanya
diperlukan terapi insulin untuk mengontrol metabolisme dan umumnya
penderita peka terhadap insulin.
b. DM tidak tergantung insulin / DM Tipe II
Penderita mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun, pada
hiperglikemia yang lebih berat, mung -kin memperlihatkan polidipsi, poliuri,
lemah, dan somno-len, biasanya tidak mengalami ketoasidosis, kalau hiperglikemia
berat dan idak respon terhadap terapi diet mung -kin diperlukan
terapi insulin untuk menormalkan kadar glu -kosanya. Kadar insulin sendiri
mungkin berkurang normal atau mungkin meninggi tetapi tidak memadai
untuk mem-pertahankan kadar glukosa darah normal. Penderita juga resisten
terhadap insulin eksogen.

6. Komplikasi
Komplikasi diabetes Mellitus adalah sebagai berikut (Mansjoer, 1999) :
a. Komplikasi akut
1).Kronik hipoglikemia
2).Ketoasidosis untuk DM tipe I
3).Koma hiperosmolar nonketotik untuk DM Tipe II
b. Komplikasi kronik
1). Makroangiopati mengenai pembuluh darah besar, pem -buluh darah
jantung, pembuluh darah tepi, dan pembu -luh darah otak
2). Mikroangiopati mengenai pembuluh darah kecil retino -pati diabetik dan
nefropati diabetik
3). Neuropati diabetik
4). Rentan infeksi seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran kemih
5). Ulkus diabetikum
Pada penderita DM sering dijumpai adanya ulkus yang disebut dengan ulkus
diabetikum. Ulkus adalah ke-matian jaringan yang luas dan disertai invasif
kuman saprofit. Adanya kuman sap rofit tersebut menyebabkan ulkus berbau,
ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan
penyakit DM dengan neuropati perifer. Ulkus terjadi karena arteri menyempit
dan selain itu juga terdapat gula berlebih pada jaringan yang merup akan
medium yang baik sekali bagi kuman, ulkus timbul pada daerah yang sering
mendapat tekan-an ataupun trauma pada daerah telapak kaki ulkus
berbentuk bulat biasa berdiameter lebih dari 1 cm berisi massa jaringan
tanduk lemak, pus, serta krusta di atas. Grade ulkus diabetikum yaitu :
1). Grade 0 : tidak ada luka
2). Grade I : merasakan hanya sampai pada permukaan kulit
3). Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
4). Grade III : terjadi abses
5). Grade IV : gangren pada kaki, bagian distal
6). Grade V : gangren pad seluruh kaki dan tungkak bawah distal
Pengobatan dan perawatan ulkus dilakukan de -ngan tujuan pada penyakit
yang mendasar dan terha-dap ulkusnya sendiri yaitu :
Usahakan pengobatan dan perawatan ditujukan terhadap penyakit terhadap
penyakit kausal yang men-dasari yaitu DM.
Usaha yang ditujukan terhadap ulkusnya antara lain dengan antibiotika atau
kemoterapi. Pemberian luka dengan mengompreskan ulkus dengan larutan
klorida atau larutan antiseptik ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium
permanganat 1 : 500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa steril.
Alat-alat ortopedi yang secara mekanik yang da -pat merata tekanan tubuh
terhadap kaki yang luka. Am-putasi mungkin diperlukan untuk kasus DM

7. Penatalaksanaan
Dalam jangka pendek penatalaksanaan DM bertujuan untuk menghilangkan
keluahan atau gejala sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk
mencegah komplikasi tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara menormalkan
kadar glukosa. Penatalaksanaan pada diabetes melitus yaitu :
a. Perencanaan makan
Menurut Tjokro Prawiro (1999) Pada konsensus perkumpulan endokrinologi
indonesia (PERKENI) telah ditetapkan bahwa standar yang dianjurkan adalah
santapan dengan komposisi seimbang berupa :
Karbohidrat : 60-70 %
Protein : 10-15 %
Lemak : 20-25 %
Pada diet DM harus memperhatikan jumlah kalori, jadwal makan, dan jenis
makan yang harus dipantang gula.
Menurut Tjokro Prawiro,(1999) Penentuan gizi penderita dilakukan dengan
menghitung prosentase Relatif Body Weigth dan dibedak an menjadi
1). Kurus : berat badan relatif : <90%
2). Normal : berat badan relatif : 90-110%
3). Gemuk : berat badan relatif : >110 %
4). Obesitas : berat badan relatif : >120 %
a). Obesitas ringan 120 – 130 %
b). Obesitas sedang 130 – 140 %
c). Obesitas berat 140 – 200 %
d). Obesitas morbid > 200 %

Apabila sudah diketahui relatif body weigthnya maka jumlah kalori yang
diperlukan sehari-hari untuk penderita DM adalah sebagai berikut :
1). Kurus : BB x 40-60 kalori / hari
2). Normal ; BB x 30 kalori / hari
3). Gemuk : BB x 20 kalori / hari
4). Obesitas : BB x 10-15 kalori / hari
b. Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secar teratur 3 -4 x tiap minggu selama ½ jam.
Latihan dapat dijadikan pilihanadalah jalan kaki, joging, lari, renang,
bersepeda dan mendayung.
Tujuan latihan fisik bagi penderita DM :
1). Insulin dapat lebih efektif
2). Menambah reseptor insulin
3). Menekankenaikan berat badan
4). Menurunkan kolesterol trigliseriid dalam darah
5). Meningkatkan aliran darah
c. Obat berkhasiat hipoglikemik
1). Sulfonil urea
2). Biguanid
3). Inhibitor alfa glukosidase
4). Insulin sensitizing agen
Indikasi penggunaan insulin pada DM Tipe I adalah sebagai berikut :
1). DM dengan berat badan menurun cepat
2). Ketoasidosis, asidosis laktat, dan hipoosmolar
3). DM stress berat (interaksi sistemik, operasi berat)
4). DM kehamilan
5). DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosis
maksimal atau ada kontra indikasi dengan obat tersebut.
d. Penyuluhan kesehatan
Penyuluhan kesehatan meliputi pengertian, penye -bab, tanda gejala, jenis
atau macamnya, komplikasi, pena -talaksanaan pada penderita DM.

8. Diabetes mellitus pada usia lanjut
Menurut Ikram (1999), bahwa meningkatnya umur intoletrensi terhadap glukosa
juga meningkat. Jadi untuk golongan umur usia lanjut diperlukan batas glukosa
darah yang lebih tinggi dari pada batas yang dipakai untuk menegakkan
diagnosa DM pada orang dewasa non usila.
Beberapa faktor yang berkaitan sebagai penyebab diabetes pada usia lanjut.
Peningkatan kadar gula darah pada usia lanjut disebabkan beberapa hal :
1. Fungsi sel pankreas dan sekresi insulin yang berkurang.
2. Perubahan-perubahan karena usia lanjut sendiru yang berkaitan dengan
resistensi insulin, akibat kurangnya massa otot dan perubahan vaskular.
3. Aktifivitas fisisyang berkurang, banyak makan, badan kegemukan.
4. Keberadaan penyakit lain, sering menderita stres, operasi da istila h lain.
Sering menggunakan bermacam-macam obat-obatan.
a. Adanya faktor keturunan
b. Gambaran Klinis
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia, pada DM usia
lanjut umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien ialah
keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan syaraf.
Pada DM usila, terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menjadi tua,
sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus
dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang mengganggu sehingga
menyebabkan ia datang berobat ialah gangguan penglihatan karena katarak, rasa
kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada
tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan yang lazim.

http://askep-askeb.cz.cc/

Monday, December 7, 2009

Dokumentasi Keperawatan


Dokumentasi Keperawatan

Pendokumentasian dilakukan setelah pelaksanaan setiap tahap
proses keperawatan keluarga dilakukan dan disesuaikan urutan
waktu.Adapun manfaat dari pendokumentasian diantaranya sebagai alat
komunikasi antar anggota tim kesehatan lainnya, sebagai dokum en resmi
dalam sistem pelayanan kesehatan, sebagai alat pertanggungjawaban dan
pertanggunggugatan asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien
(Effendi, 1995).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pendokumentasian
menurut Potter dan Perry dalam Nur salam(2001), memberikan panduan
sebagai petunjuk cara pendokumentasian dengan benar yaitu :
1. Jangan menghapus dengan tipe -x atau mencoret tulisan yang salah.
Cara yang benar adalah dengan membuat satu garis pada tulisan yang
salah, tulis kata “salah” lalu diparaf kemudian tulis catatan yang benar.
2. Jangan menulis komentar yang bersifat mengkritik klien ataupun tenaga
kesehatan lain. Tulislah hanya uraian obyektif perilaku klien dan tindakan
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.
3. Koreksi kesalahan sesegera mungk in.
4. Catat hanya fakta catatan harus akurat dan realible.
5. Jangan biarkan pada catatan akhir perawat kosong.
6. Semua catatan harus dapat dibaca, ditulis dengan tinta dan
menggunakan bahasa yang lugas.
7. Catat hanya untuk diri sendiri karena perawat bertanggungj awab dan
bertanggunggugat atas informasi yang ditulisnya.
8. Hindari penulisan yang bersifat umum. Tulisan harus lengkap, singkat,
padat dan obyektif.
9. Mulailah mencatat dokumentasi dengan waktu dan diakhiri dengan tanda
tangan.
Dengan demikian dokumentasi keperawatan harus bersifat obyektif, akurat dan
menggambarkan keadaan klien serta apa yang terjadi pada diri klien. Sehingga
apabila diperlukan, dokumentasi ini dapat menunjukkan bahwa perawat telah
mencatat dengan benar dan tidak bertentangan dengan kebijaka n atau peraturan
institusi pemberi pelayanan kesehatan

Dokumentasi merupakan pernyataan dari kejadian atau aktivitas yang otentik dengan mempertahankan catatan-catatan yang tertulis. Manfaat dokumentasi menurut Allen (1998) antara lain:

  • Sebagai wahana komunikasi antar tim keperawatan dan dengan tim kesehatan lain
  • Sebagai bagian yang permanen dari rekam medik.
  • Sebagian dokurnen yang legal dan dapat diterima di pengadilan.

Tueng (1996) menambahkan, dengan:

  • Untuk menghindari pemutarbalikan fakta.
  • Untuk mencegah kehilangan informasi.
  • Agar dapat dipelajari perawat lain.

Prinsip-prinsip dokumentasi menurut AIlen (1998), yaitu:

  • Tersedia format untuk dokumentasi.
  • Dokumentasi dilakukan oleh orang yang melakukan tindakan atau mengobservasi langsung.
  • Dokumentasi dibuat segera setelah melakukan tindakan.
  • Catatan dibuat kronologis.
  • Penulisan singkatan dilakukan secara umum.
  • Mencantumkan tanggal, waktu tanda tangan, dan inisial penulis.
  • Dokumentasi akurat, benar, komplit jelas, dapat dibaca dan ditulis dengan tinta.
  • Tidak dibenarkan menghapus tulisan pada catatan menggunakan tip-ex. penghapus tinta atau bahan lainnya.

Sistem pencatatan keperawatan dapat mempergunakan bermacam­-macam tipe format (Allen, 1998):

  • Lembar pengkajian

Lembar pengkajian dengan jelas menggambarkan data-data yang perlu dikurnpulkan, perawat tinggal mengisi data sesuai dengan yang tercantum dalam lembar pengkajian

  • Catatan perawat berbentuk narasi

Deskripsi informasi klien dalam bentuk naratif.

  • Catatan bentuk SOAP

Pancatatan SOAP digunakan dengan catatan medik yang berorientasi pada masalah klien (Problem Oriented Medical Record) yang menggambarkan kemajuan klien yang terus menerus ke arah resolusi masalah. Pencatatan SOAP terdiri dari empat bagian, yaitu data subyektif, data obyektif, analisis data dan rencana. Data subyektif ditulis dalam tanda kutip tentang keluhan klien yang dicatat yaitu data yang dapat dilihat,didengar dan dirasa oleh perawat; analisis dilakukan megintepretasikan data subyektif dan obyektif, kemajuan kearah diangosa keperawatan yang dicatat. Planning dilakukan dengan mencatat rencana untuk mengatasi masalah yang dianalisa.

  • Catatan Fokus

Perawat mencatat masalah berfokus pada masalah yang spesifik yang terdiri dari komponen diagnosa keperawatan, data subyektif dan obyektif yang mendukung, tindakan keperawatan, respon klien terhadap intervensi keperawatan dan penyuluhan.

  • Grafik dan Flow sheet

Catatan flow sheet dan grafik menggambarkan data berulang klien yang harus senantiasa dipantau oleh perawat, seperti nadi, tekanan darah, obat-obatan, masukan dan pengeluaran.


http://askep-askeb.cz.cc/

Sunday, December 6, 2009

Tumbuh Kembang (balita usia 3 tahun)


Pertumbuhan dan Perkembangan balita usia 3 tahun
Menurut Wong (2004), pertumbuhan dan perkembangan anak terdiri
atas pencapaian fisik, motorik kasar, motorik halus, bahasa, sosialis asi,
kognitif, dan hubungan keluarga.
1) Pencapaian fisik
Penambahan berat badan umumnya 1,8 sampai 2,7 Kg dan rata -rata
berat badan 14,6 Kg. Sedangkan penambahan tinggi badan umumnya 7,5
cm dan rata-rata tinggi badan 95 cm. Pada usia ini anak telah mencapai
kontrol malam hari terhadap usus dan kandung kemih.
2) Motorik kasar
Perkembangan motorik kasar usia tiga tahun adalah :
a) Mengendarai sepeda roda tiga.
b) Melompat dari langkah dasar .
c) Berdiri pada satu kaki untuk beberapa detik .
d) Menaiki tangga dengan kaki bergan tian, dapat tetap turun dengan
menggunakan kedua kaki untuk melangkah .
e) Melompat panjang.
f) Mencoba berdansa, tetapi keseimbangan mungkin tidak adekuat .
3) Motorik halus
Perkembangan motorik halus usia tiga tahun adalah :
a) Membangun menara dari sembilan atau sepuluh kotak.
b) Membangun jembatan dengan tiga kotak .
c) Secara benar memasukkan biji -bijian dalam botol berleher sempit .
d) Menggambar lingkaran, silangan, menyebutkan apa yang telah
digambar.
4) Bahasa
Kemampuan bahasa yang dimiliki :
a) Mempunyai perbendaharaan kata ± 900 kata.
b) Menggunakan kalimat lengkap dari tiga sampai empat kata.
c) Bicara tanpa henti tanpa peduli apakah seseorang memperhatikannya .
d) Mengulang kalimat dari enam suku kata.
e) Mengajukan banyak pertanyaan .
5) Sosialisasi
Kemampuan sosialisasi anak usia tiga tahun adalah :
a) Berpakaian sendiri, mencocokkan sepatu kanan kiri.
b) Mengalami peningkatan rentang perhatian .
c) Makan sendiri sepenuhnya.
d) Dapat menyiapkan makanan sederhana, seperti sereal .
e) Dapat membantu mengatur meja, dapat mengeringkan piring tanpa
pecah.
f) Merasa takut, khususnya pada kegelapan dan pergi tidur .
g) Mengetahui jenis kelamin sendiri dan orang lain .
6) Kognitif
a) Egosentrik dalam berpikir dan berperilaku .
b) Mulai memahami waktu, menggunakan banyak ekspresi yang
berorientasi waktu, bicara masa lalu dan masa kini , berpura-pura
memberi tahu waktu.
c) Mengalami perbaikan konsep tentang ruang seperti ditunjukkan dalam
pemahaman tentang preposisi dan kemampuan untuk mengikuti
perintah langsung.
7) Hubungan keluarga
a) Berusaha untuk menyenangkan orang tua dan menyesuaikan diri
dengan permintaan mereka.
b) Kecemburuan terhadap saudara kandung yang lebih muda sudah
berkurang.
c) Menyadari hubungan keluarga dan fungsi peran jenis kelamin .
d) Kemampuan untuk berpisah dengan mudah dan nyaman dari orang
tua untuk jangka waktu pendek telah men ingkat.
e. Upaya Peningkatan Kualitas Tumbuh Kembang Anak
Menurut Soetjiningsih (1995), ada beberapa upaya yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan tumbuh kembang anak yaitu:
1) Pemberian gizi yang sesuai
Menurut markum (1991), pemberian makan yang tepat untuk anak usia
tiga tahun adalah :
a) Makanan tidak terlalu keras, tidak terlalu pedas.
b) Jenis makanan yang tidak disukai jangan dipaksakan, tetapi
diusahakan dengan cara lain yang menarik perhatian anak.
c) Jadwal pemberian makan adalah tiga kali sehari dan diantaranya
dapat diberikan makanan kecil seperti biskuit, roti kering dan makanan
tambahan bubur kacang hijau.
d) Makanan yang diberikan berupa makanan pokok, lauk, sayur, dan
buah-buahan.
e) Beri tambahan susu dua gelas sehari.
2) Pemberian stimulasi
Menurut DDST II, stimulasi yang diberikan berupa :
a) Personal sosial : latih anak menyebutkan nama teman, memakai baju,
menggosok gigi, dan mengambil makanan.
b) Adaptif-motorik halus : latih anak menggambar garis vertikal, membuat
menara dari kubus, menggoyangkan ibu jari, manggamb ar lingkaran,
dan memilih garis yang lebih panjang.
c) Bahasa : berikan latihan kepada anak tentang arti kata sifat, warna,
kegunaan benda, menghitung.
d) Motorik kasar : berikan latihan berdiri, berjalan, dan melompat.
e) Memeriksakan kesehatan anak

http://askep-askeb.cz.cc/

Konsep Dasar Stroke

Konsep Dasar Stroke

1. Pengertian Umum Stroke
Stroke adalah kehilangan fungsi otak diakibatkan oleh berhentinya suplai
darah ke bagian otak, biasanya merupakan kulminasi penyakit serebrovaskuler
selama beberapa tahun (Smeltzer, 200 1).
Stroke merupakan sindrom klinis yang timbulnya mendadak, progresi
cepat, berupa defisit neurologis fokal dan atau global yang berlangsung 24 jam
atau lebih, bisa juga langsung menimbulkan kematian yang disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak n on traumatik (Mansjoer, 2000).
Stroke digunakan untuk menamakan sindrom hemiparesis atau
hemiparalis akibat lesi vaskular yang bisa bangkit dalam beberapa detik sampai
hari, tergantung pada jenis penyakit yang menjadi kausanya (Sidharta, 1994).
2. Klasifikasi Stroke
Menurut Satyanegara (1998), gangguan peredaran darah otak atau stroke
dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
a. Non Haemorrhagi/Iskemik/Infark
1)Transient Ischemic Attack (TIA)/Serangan Iskemi Sepintas
TIA merupakan tampilan peristiwa berupa episode-episode serangan
sesaat dari suatu disfungsi serebral fokal akibat gangguan vaskuler,
dengan lama serangan sekitar 2 -15 menit sampai paling lama 24 jam.
2) Defisit Neurologis Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurologi Defisit
(RIND)
Gejala dan tanda gangguan neurologis yang berlangsung lebih lama dari
24 jam dan kemudian pulih kembali (dalam jangka waktu kurang dari tiga
minggu).
3) In Evolutional atau Progressing Stroke
Gejala gangguan neurologis yang progresif dalam waktu enam jam atau
lebih.
4) Stroke Komplit (Completed Stroke / Permanent Stroke )
Gejala gangguan neurologis dengan lesi -lesi yang stabil selama periode
waktu 18-24 jam, tanpa adanya progesifitas lanjut.
b. Stroke Haemorrhagi
Perdarahan intrakranial dibedakan berdasarkan tempat perda rahannya, yakni
di rongga subararakhnoid atau di dalam parenkhim otak (intraserebral). Ada
juga perdarahan yang terjadi bersamaan pada kedua tempat di atas seperti:
perdarahan subarakhnoid yang bocor ke dalam otak atau sebaliknya.
Selanjutnya gangguan-gangguan arteri yang menimbulkan perdarahan otak
spontan dibedakan lagi berdasarkan ukuran dan lokasi regional otak.
3. Faktor Risiko Terjadinya Stroke
Menurut Baughman (2000) yang menentukan timbulnya manifestasi
stroke dikenal sebagai faktor risiko stroke. A dapun faktor-faktor tersebut:
a. Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang potensial.
b. Diabetes Mellitus merupakan faktor risiko terjadi stroke yaitu dengan
peningkatan aterogenesis.
c. Penyakit Jantung/Kardiovaskuler berpotensi untuk menimbulkan stroke. Faktor risiko ini akan menimbulkan embolisme serebral yang berasal dari
jantung.
d. Kadar hematokrit normal tinggi yang berhubungan dengan infark cerebral.
e. Kontrasepsi oral, peningkatan oleh hipertensi yang menyertai, usia di atas 35 tahun, perokok, dan kadar es trogen tinggi.
f. Penurunan tekanan darah yang berlebihan atau dalam jangka panjang dapat
menyebabkan iskemia cerebral umum.
g. Penyalahgunaan obat, terutama pada remaja dan dewasa muda.
h. Konsumsi alkohol
Sedangkan menurut Harsono (1996), semua faktor yang menen tukan
timbulnya manifestasi stroke dikenal sebagai faktor risiko stroke. Adapun faktor -
faktor tersebut antara lain:
a. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang potensial. Hipertensi dapat
mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak.
Apabila pembuluh darah otak pecah maka timbullah perdarahan otak dan
apabila pembuluh darah otak menyempit maka aliran darah ke otak akan
terganggu dan sel – sel otak akan mengalami kematian.
b. Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak yang
berukuran besar. Menebalnya dinding pembuluh darah otak akan
menyempitkan diameter pembuluh darah tadi dan penyempitan tersebut
kemudian akan mengganggu kelancaran aliran ke otak, yang pada akhirnya
akan menyebabkan infark sel – sel otak.
c. Penyakit Jantung
Berbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke. Faktor risiko
ini akan menimbulkan hambatan/sumbatan aliran darah ke otak karena
jantung melepas gumpalan darah atau sel – sel/jaringan yang telah mati ke
dalam aliran darah.
d. Gangguan Aliran Darah Otak Sepintas
Pada umumnya bentuk – bentuk gejalanya adalah sebagai berikut :
Hemiparesis, disartri, kelumpuhan otot – otot mulut atau pipi (perot),
kebutaan mendadak, hemiparestesi dan afasia.
e. Hiperkolesterolemi
Meningginya angka kolesterol dalam darah, terutama low density lipoprotein
(LDL), merupakan faktor risiko penting untuk terjadinya arteriosklerosis
(menebalnya dinding pembuluh darah yang kemudian diikuti penurunan
elastisitas pembuluh darah). Peningkatan kad ar LDL dan penurunan kadar
HDL (High Density Lipoprotein) merupakan faktor risiko untuk terjadinya
penyakit jantung koroner.
f. Infeksi
Penyakit infeksi yang mampu berperan sebagai faktor risiko stroke adalah
tuberkulosis, malaria, lues, leptospirosis, dan in feksi cacing.
g. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung.
h. Merokok
Merokok merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya infark jantung.
i. Kelainan pembuluh darah otak
Pembuluh darah otak yang tidak normal suatu saat akan pecah dan
menimbulkan perdarahan.
j. Lain – lain
Lanjut usia, penyakit paru – paru menahun, penyakit darah, asam urat yang
berlebihan, kombinasi berbagai faktor risiko secara teori.
4. Etiologi
Menurut Smeltzer (2001) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari
empat kejadian yaitu:
a. Trombosis serebral
Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah
penyebab utama trombosis serebral, yang merupakan penyebab paling
umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi. Sakit kepala
adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien dapat mengalami pusing,
perubahan kognitif, atau kejang, dan beberapa mengalami awitan yang tidak
dapat dibedakan dari haemorrhagi intracerebral atau embolisme serebral.
Secara umum, trombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba, dan
kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau parestesia pada setengah
tubuh dapat mendahului awitan paralisis berat pada beberapa jam atau hari.
b. Embolisme serebral
Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang -
cabangnya, yang merusak sirkulasi serebral. Awitan hemiparesis atau
hemiplegia tiba-tiba dengan afasia atau tanpa afasia atau kehilangan
kesadaran pada pasien dengan penyakit jantung atau pulmonal adalah
karakteristik dari embolisme serebral.
c. Iskemia serebral
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena
konstriksi ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
d. Haemorrhagi serebral
1) Haemorrhagi ekstradural (haemorrhagi epidural) adalah kedaruratan
bedah neuro yang memerlukan perawata n segera. Keadaan ini biasanya
mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah arteri
meninges lain, dan pasien harus diatasi dalam beberapa jam cedera
untuk mempertahankan hidup.
2) Haemorrhagi subdural pada dasarnya sama dengan haemorrhagi epidu ral,
kecuali bahwa hematoma subdural biasanya jembatan vena robek.
Karenanya periode pembentukan hematoma lebih lama dan
menyebabkan tekanan pada otak. Beberapa pasien mungkin
mengalami haemorrhagi subdural kronik tanpa menunjukkan tanda atau
gejala.
3) Haemorrhagi subarakhnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau
hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisme
pada area sirkulus Willisi dan malformasi arteri vena kongenital pada
otak.
4) Haemorrhagi intracerebral adalah perdar ahan di substansi dalam otak
paling umum pada pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral,
karena perubahan degeneratif karena penyakit ini biasanya
menyebabkan ruptur pembuluh darah. Biasanya awitan tiba -tiba,
dengan sakit kepala berat. Bila ha emorrhagi membesar, makin jelas
defisit neurologik yang terjadi dalam bentuk penurunan kesadaran dan
abnormalitas pada tanda vital.
5. Patofisiologi
Menurut Long (1996), otak sangat tergantung kepada oksigen dan tidak
mempunyai cadangan oksigen. Bila terjadi anoksia seperti halnya yang terjadi
pada CVA, metabolisme di otak segera mengalami perubahan, kematian sel dan
kerusakan permanen dapat terjadi dalam 3 sampai 10 menit. Tiap kondisi yang
menyebabkan perubahan perfusi otak akan menimbulkan hipoksia atau a noksia.
Hipoksia menyebabkan ischemik otak. Ischemik dalam otak waktu lama
menyebabkan sel mati permanen dan berakibat terjadi infark otak yang disertai
dengan edema otak. Karena pada daerah yang dialiri darah terjadi penurunan
perfusi dan oksigen serta peningkatan karbondioksida dan asam laktat.
Menurut Satyanegara (1998), adanya gangguan peredaran darah otak
dapat menimbulkan jejas atau cedera pada otak melalui empat mekanisme yaitu:
a. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan atau
penyumbatan lumen sehingga aliran darah dan suplainya ke sebagian otak
tidak adekuat, serta selanjutnya akan mengakibatkan perubahan -perubahan
iskemik otak. Bila hal ini terjadi sedemikian hebatnya, dapat menimbulkan
nekrosis (infark).
b. Pecahnya dinding arteri cerebral akan menyebabkan bocornya darah ke
jaringan (haemorrhagi).
c. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan
jaringan otak (misalnya: malformasi angiomatosa, aneurisma).
d. Edema cerebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interst isiel
jaringan otak.
6. Manifestasi Klinik.
Menurut Smeltzer (2001) manifestasi klinis stroke terdiri atas:
a. Defisit Lapang Penglihatan
1) Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang penglihatan)
Tidak menyadari orang atau objek ditempat kehilanga n, penglihatan,
mengabaikan salah satu sisi tubuh, kesulitan menilai jarak.
2) Kehilangan penglihatan perifer
Kesulitan melihat pada malam hari, tidak menyadari objek atau batas objek.
3) Diplopia
Penglihatan ganda.
b. Defisit Motorik
1) Hemiparesis
Kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama.
Paralisis wajah (karena lesi pada hemisfer yang berlawanan).
2) Ataksia
Berjalan tidak mantap, tegak
Tidak mampu menyatukan kaki, perlu dasar berdiri yang luas.
3) Disartria
Kesulitan dalam membentuk kata.
4) Disfagia
Kesulitan dalam menelan.
c. Defisit Verbal
1) Afasia Ekspresif
Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami, mungkin mampu
bicara dalam respon kata tunggal.
2) Afasia Reseptif
Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan, mam pu bicara tetapi tidak
masuk akal.
3) Afasia Global
Kombinasi baik afasia reseptif dan ekspresif.
d. Defisit Kognitif
Pada penderita stroke akan kehilangan memori jangka pendek dan panjang,
penurunan lapang perhatian, kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi ,
alasan abstrak buruk, perubahan penilaian.
e. Defisit Emosional
Penderita akan mengalami kehilangan kontrol diri, labilitas emosional,
penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress, depresi, menarik
diri, rasa takut, bermusuhan dan marah, per asaan isolasi.
7. Pemeriksaan Fisik
Pada pasien stroke perlu dilakukan pemeriksaan lain seperti tingkat
kesadaran, kekuatan otot, tonus otot, pemeriksaan radiologi dan laboratorium.
Pada pemeriksaan tingkat kesadaran dilakukan pemeriksaan yang dikenal
sebagai Glascow Coma Scale untuk mengamati pembukaan kelopak mata,
kemampuan bicara, dan tanggap motorik (gerakan).
Pemeriksaan tingkat kesadaran adalah dengan pemeriksaan yang dikenal
sebagai Glascow Coma Scale (GCS) yaitu sebagai berikut:
a. Membuka mata
1) Membuka spontan : 4
2) Membuka dengan perintah : 3
3) Membuka mata karena rangsang nyeri : 2
4) Tidak mampu membuka mata : 1
b. Kemampuan bicara
1) Orientasi dan pengertian baik : 5
2) Pembicaraan yang kacau : 4
3) Pembicaraan tidak pantas dan kasar : 3
4) Dapat bersuara, merintih : 2
5) Tidak ada suara : 1
c. Tanggapan motorik
1) Menanggapi perintah : 6
2) Reaksi gerakan lokal terhadap rangsang : 5
3) Reaksi menghindar terhadap rangsang nyeri : 4
4) Tanggapan fleksi abnormal : 3
5) Tanggapan ekstensi abnormal : 2
6) Tidak ada gerakan : 1
Sedangkan untuk pemeriksaan kekuatan otot adalah sebagai berikut:
0 : Tidak ada kontraksi otot
1 : Terjadi kontraksi otot tanpa gerakan nyata
2 : Pasien hanya mampu menggeserkan tangan atau kaki
3 : Mampu angkat tangan, tidak mampu menahan gravitasi
4 : Tidak mampu menahan tangan pemeriksa
5 : Kekuatan penuh
Menurut Carpenito (1998), evaluasi masing – masing AKS (Aktivitas
Kehidupan Sehari – hari) menggunakan skala sebagai berikut:
0 : Mandiri keseluruhan
1 : Memerlukan alat bantu
2 : Memerlukan bantuan minimal
3 : Memerlukan bantuan dan/atau beberapa pengawasan
4 : Memerlukan pengawasan keseluruhan
5 : Memerlukan bantuan total
Menurut Tucker (1998), fungsi saraf cranial adalah sebagai berikut:
a. Saraf Olfaktorius (N.I): Penghidu/penciuman.
b. Saraf Optikus (N.II): Ketajaman penglihatan, lapang pandang.
c. Saraf Okulomotorius (N.III): Reflek pupil, otot ocular, eksternal termasuk
gerakan ke atas, ke bawah dan medial, kerusakan akan menyebabkan otosis
dilatasi pupil.
d. Saraf Troklearis (N.IV): Gerakan ocular menyebabkan ketidak mampuan
melihat ke bawah dan ke samping.
e. Saraf Trigeminus (N.V): fungsi sensori, reflek kornea, kulit wajah dan dahi,
mukosa hidung dan mulut, fungsi motorik, reflek rahang.
f. Saraf Abduschen (N.VI): gerakan o cular, kerusakan akan menyebabkan
ketidakmampuan ke bawah dan ke samping.
g. Saraf Facialis (N.VII): fungsi motorik wajah bagian atas dan bawah,
kerusakan akan menyebabkan asimetris wajah dan poresis.
h. Saraf Akustikus (N.VIII): tes saraf koklear, pendengaran, konduksi udara dan
tulang, kerusakan akan menyebabkan tinitus atau kurang pendengaran atau
ketulian.
i. Saraf Glosofaringeus (N.IX): fungsi motorik, reflek gangguan faringeal atau
menelan.
j. Saraf Vagus (N.X): bicara.
k. Saraf Asesorius (N.XI): kekuatan otot trape sus dan sternokleidomastouides,
kerusakan akan menyebabkan ketidakmampuan mengangkat bahu.
l. Saraf Hipoglosus (N.XII): fungsi motorik lidah, kerusakan akan menyebabkan
ketidakmampuan menjulurkan dan menggerakkan lidah.
Menurut Tucker (1998), pemeriksaan pada penderita coma antara lain:
a. Gerakan penduler tungkai
Pasien tetap duduk di tepi tempat tidur dengan tungkai tergantung, kemudian
kaki diangkat kedepan dan dilepas. Pada waktu di lepas akan ada gerakan
penduler yang makin lama makin kecil dan biasanya ber henti 6 atau 7
gerakan. Beda pada regiditas ekstramidal akan ada pengurangan waktu
tetapi tidak teratur atau tersendat – sendat.
b. Menjatuhkan tangan
Tangan pasien diangkat kemudian dijatuhkan. Pada kenaikan tonus
(hipertoni) terdapat penundaan jatuhnya le ngan kebawah. Sementara pada
hipotomisitas jatuhnya cepat.
c. Tes menjatuhkan kepala
Pasien berbaring tanpa bantal, pasien dalam keadaan relaksasi, mata
terpejam. Tangan pemeriksa yang satu diletakkan dibawah kepala pasien,
tangan yang lain mengangkat kepala dan menjatuhkan kepala lambat. Pada
kaku kuduk (nuchal regidity) oleh karena iritasi meningeal terdapat hambatan
dan nyeri pada fleksi leher.
8. Prognosis Stroke
Menurut Harsono (1996) dipengaruhi oleh beberapa faktor:
a. Tingkat kesadaran: sadar 16 % mening gal, somnolen 39 % meninggal, yang
stupor 71 % meninggal, dan bila koma 100 % meninggal.
b. Usia: pada usia 70 tahun atau lebih, angka – angka kematian meningkat
tajam.
c. Jenis kelamin: laki – laki lebih banyak (16 %) yang meninggal dari pada
perempuan (39 %).
d. Tekanan darah: tekanan darah tinggi prognosis jelek.
e. Lain – lain: cepat dan tepatnya pertolongan.
9. Penatalaksanaan Stroke
Menurut Harsono (1996), kematian dan deteriosasi neurologis minggu
pertama stroke iskemia oleh adanya odema otak. Odem otak timbul dalam
beberapa jam setelah stroke iskemik dan mencapai puncaknya 24 -96 jam.
Odema otak mula - mula cytofosic, karena terjadi gangguan pada
metabolisme seluler kemudian terdapat odema vasogenik karena rusaknya
sawar darah otak setempat. Untuk menurunkan od ema otak, dilakukan hal
sebagai berikut:
a. Naikkan posisi kepala dan badan bagian atas setinggi 20 -30.
b. Hindarkan pemberian cairan intravena yang berisi glukosa atau cairan
hipotonik.
c. Pemberian osmoterapi yaitu :
1) Bolus marital 1gr/kg BB dalam 20 -30 menit kemudian dilanjutkan dengan
dosis 0,25 gr/kg BB setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam. Target
osmolaritas 300-320 mmol/liter.
2) Gliserol 50% oral 0, 25 - 1gr/kg BB setiap 4 atau 6 jam atau geiseral 10%.
Intravena 10 ml/kg BB dalam 3 -4 jam (untuk odema cerebr i ringan,
sedang).
3) Furosemide 1 mg/kg BB intravena.
d. Intubasi dan hiperventilasi terkontrol dengan oksigen hiperbarik sampai
PCO2 = 29-35 mmHg.
e. Tindakan bedah dikompresif perlu dikerjakan apabila terdapat supra tentoral
dengan pergeseran linea mediarea atau cerebral infark disertai efek rasa.
f. Steroid dianggap kurang menguntungkan untuk terapi udara cerebral oleh
karena disamping menyebabkan hiperglikema juga naiknya resiko infeksi.
10. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Harsono (1996) pemeriksaan penunjang yang da pat dilakukan
pada penderita stroke adalah sebagai berikut:
a. Head CT Scan
Pada stroke non hemorhargi terlihat adanya infark sedangkan pada stroke
haemorhargi terlihat perdarahan.
b. Pemeriksaan lumbal pungsi
Pada pemeriksaan pungsi lumbal untuk pemeriksaan dia gnostik diperiksa
kimia sitologi, mikrobiologi, virologi . Disamping itu dilihat pula tetesan cairan
cerebrospinal saat keluar baik kecepatannya, kejernihannya, warna dan
tekanan yang menggambarkan proses terjadi di intra spinal. Pada stroke non
hemorargi akan ditemukan tekanan normal dari cairan cerebrospinal jernih.
Pemeriksaan pungsi cisternal dilakukan bila tidak mungkin dilakukan pungsi
lumbal. Prosedur ini dilakukan dengan supervisi neurolog yang telah
berpengalaman.
c. Elektrokardiografi (EKG)
Untuk mengetahui keadaan jantung dimana jantung berperan dalam suplai
darah ke otak.
d. Elektro Encephalo Grafi
Elektro Encephalo Grafi mengidentifikasi masalah berdasarkan gelombang
otak, menunjukkan area lokasi secara spesifik.
e. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui keadaan darah, kekentalan
darah, jumlah sel darah, penggumpalan trombosit yang abnormal dan
mekanisme pembekuan darah.
f. Angiografi cerebral
Pada cerebral angiografi membantu secara spesifik penyebab stroke seperti
perdarahan atau obstruksi arteri, memperlihatkan secara tepat letak
oklusi atau ruptur.
g. Magnetik Resonansi Imagine (MRI)
Menunjukkan darah yang mengalami infark, haemorhargi, Malformasi Arterior
Vena (MAV). Pemeriksaan ini lebih canggih dibanding CT Scan.
h. Ultrasonografi dopler
Mengidentifikasi penyakit Malformasi Arterior Vena .
(Harsono,1996).
Menurut Wibowo (1991), pemeriksaan X-Ray kepala dapat menunjukkan
perubahan pada glandula peneal pada sisi yang berlawanan dari massa yang
meluas, klasifikasi karotis internal yang dapat dilihat pada trombosis cerebral,
klasifikasi parsial pada dinding aneurisme pada perdarahan subarachnoid.
11. Komplikasi
Komplikasi stroke menurut Satyanegara (1998):
a. Komplikasi Dini (0-48 jam pertama)
1) Edema serebri: defisit neurologis cenderung memberat, dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, herniasi, dan akhirnya
menimbulkan kematian.
2) Infark miokard: penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal.
b. Komplikasi Jangka pendek (1-14 hari pertama)
1) Pneumonia: Akibat immobilisasi lama
2) Infark miokard
3) Emboli paru: Cenderung terjadi 7 -14 hari pasca stroke, seringkali pada
saat penderita mulai mobilisasi.
4) Stroke rekuren: Dapat terjadi pada setiap saat.
c. Komplikasi Jangka panjang
Stroke rekuren, infark miokard, ga ngguan vaskular lain: penyakit vaskular
perifer.
Menurut Smeltzer (2001), komplikasi yang terjadi pada pasien stroke
yaitu:
a. Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenasi
b. Penurunan darah serebral
c. Embolisme serebral.

Saturday, December 5, 2009

Konsep Dasar Tuberculosis


a. Pengertian
Tuberculosis adalah penyakit akibat infeksi menahun kuman
Mycobacterium tuberculosis mengena hampir semua organ tubuh, dengan lokasi
terbanyak diparu yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Depkes,
2003). Menurut Suriadi, dkk (2001) Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi
pada paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis , yaitu suatu
bakteri tahan asam.
Menurut Evelyn (1995) paru-paru merupakan alat pernafasan utama.
Paru-paru terletak di rongga dada sebelah kanan dan kiri dan ditengah
dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah besar dan struktur lainnya.
b. Etiologi
Menurut Suriadi, dkk (2001) etiologi dari tuberculosis paru adalah:
Mycobacterium tuberculosis
Mycobacterium bovis
Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang terinfeksi oleh Mycobacterium
tuberculosis:
1. Herediter: resistensi seseorang terhadap infeksi kemungkinan diturunkan
secara genetik.
2. Jenis kelamin: pada akhirnya masa kanak -kanak dan remaja, angka
kematian dan kesakitan lebih banyak terjadi pada anak perempuan.
3. Usia: pada masa bayi kemungkinan terinfeksi sangat tinggi.
4. Keadaan stress: situasi yang penuh stress ( injury atau penyakit, kurang
nutrisi, stress emosional, kelelahan yang kron ik)
5. Meningkatnya sekresi steroid adrenal yang menekan reaksi inflamasi dan
memudahkan untuk perluasan infeksi.
6. Anak yang mendapatkan terapi kortikosteroid kemungkinan teinfeksi lebih
mudah.
7. Nutrisi: status nutrisi yang kurang
8. Infeksi berulang: HIV, meales s, pertusis
9. Tidak mematuhi aturan pengobatan
c. Patofisiologi
Depkes (2003) terjadinya TB Paru dibedakan menjadi:
1. Infeksi primer
Terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB Paru.
Droplet yang terhirup ukurannya sangat kecil, hingga da pat melewati
mukosilier bronkus dan terus berjalan sampai di alveolus dan menetap
disana. Infeksi dimulai saat kuman TB PARU berhasil berkembang biak
dengan cara membelah diri di Paru, yang mengakibatkan peradangan pada
Paru, dan ini disebut komplek primer . Waktu antara terjadinya infeksi sampai
pembentukan komplek primer adalah sekitar 4 -6 minggu.
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman
yang masuk dan besarnya respon daya tahan (imunitas seluluer). Pada
umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan
perkembangan kuman TB PARU. Meskipun demikian, ada beberapa kuman
akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur), kadang-kadang
daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman,
akibatnya dalam beberapa bulan yang bersangkutan akan menjadi penderita
TB PARU. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi
sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.
2. Infeksi Pasca Primer (Post Primary TB PARU)
TB PARU pasca primer biasanya terjadi s etelah beberapa bulan atau
tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun
akibat terinfeksi HIV atau status gizi buruk. Ciri khas dari TB PARU pasca
primer adalah kerusakan Paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi
pleura.
d. Manifestasi klinik
Gejala-gejala Menurut Depkes (2003) dibagi:
Gejala Umum: Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau
lebih. Pada TB Paru anak terdapat perbesaran kelenjar limfe superfisialis.
Gejala lain yang sering dijumpai:
a). Dahak bercampur darah.
b). Batuk darah.
c). Sesak nafas dan rasa nyeri dada.
d). Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang
enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan,
demam meriang lebih dari sebulan.
Gejala-gejala tersebut diatas dijumpai pula pada penyakit Paru selain
TB Paru. Oleh karena itu setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala
tersebut diatas, harus dianggap sebagi seorang “ suspek TB Paru” atau
tersangka penderita TB Paru, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis langsung.
Menurut Depkes (2003) TB diklasifikasikan menjadi:
1. TB Paru: adalah TB yang menyerang jaringan Paru, tidak termasuk
pleura. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB Paru di bagi dalam :
a). TB Paru BTA Positif
b). TB Paru BTA Negatif
2. TB ekstra Paru, menyerang organ selain Paru, misalnya pleura, selaput
jantung, kelenjar limfe, tulang, persendian, dll. TB ekstra Paru dibagi
berdasarkan pada tingkat keparahan penyakit yaitu:
a). TB ekstra Paru ringan, misalnya TB kelenjar lim fe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan
kelenjar adrenal.
b). TB ekstra Paru ringan, misalnya meningitis, milier, perikardits,
peritonitis, pleuritis eksudasi duplex, TB tulang belakang, TB
usus, TB saluran kencing dan alat kelamin.
Menurut Depkes (2003) komplikasi yang sering terjadi pada penderita
TB Paru stadium lanjut:
1. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya
jalan nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3. Bronkiectasis dan fribosis pada Paru.
4. Pneumotorak spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan Paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal
dan sebagainya.
6. Insufisiensi Kardio Pulmoner.
e. Penatalaksanaan
Menurut Depkes (2003) tujuan pengobatan TB adalah untuk
menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan dan
menurunkan tingkat penularan. Salah satu komponen dalam DOTS adalah
pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan lansung dan
untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang pengawas
menelan obat (PMO). Pemberian paduan OAT didasarkan pada klasifikasi TB.
Prinsip pengobatan TB adalah obat TB diberikan dalam be ntuk
kombinasi dari beberapa jenis (Isoniasid, Rifampisin, Pirasinamid, Streptomisin,
Etambutol) dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6 -8 bulan, supaya
semua kuman (termasuk kuman persister) dapat dibunuh. Dosis tahap intensif
dan tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada saat perut
kosong. Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan
diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT.
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secar a tepat, penderita
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar
penderita TB Paru BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) pada akhir
pengobatan intensif.
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk
membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadi kekambuhan. Pada
anak, terutama balita yang tinggal serumah atau kontak erat dengan penderita
TB Paru BTA positif, perlu dilakukan pemeriks aan: bila anak punya gejala
seperti TB Paru maka dilakukan pemeriksaan seperti alur TB Paru anak dan
bila tidak ada gejala sebagai pencegahan diberikan Izoniasid 5 mg per kg berat
badan perhari selama enam bulan.
Penggunaan OAT mempunyai beberapa efek samp ing diantaranya:
1. Rifampisin: tidak nafsu makan, mual, sakit perut, warna kemerahan pada air
seni, purpura dan syok.
2. Pirasinamid: nyeri sendi
3. INH: kesemutan sampai dengan rasa terbakar dikaki.
4. Streptomisin: Tuli, gangguan keseimbangan.
5. Etambutol: gangguan penglihatan.
Hampir semua OAT memberikan efek samping gatal dan kemerahan,
ikhterus tanpa penyebab lain, binggung dan muntah -muntah (Depkes, 2003)
Menurut Suriadi (2001) penatalaksanaan terapeutik TB Paru meliputi nutrisi
adekuat, kemoterapi, pembedahan da n pencegahan.

http://askep-askeb.cz.cc/

Friday, December 4, 2009

Konsep Dasar Keluarga


a. Pengertian Keluarga
Definisi keluarga menurut Burgess dkk dalam Friedman (1998), yang
berorientasi pada tradisi dan digunakan sebagai referensi secara luas :
1) Keluarga terdiri dari orang-orang yang disatukan dengan ikatan
perkawinan, darah dan ikatan adopsi.
2) Para anggota sebuah keluarga biasanya hidup bersama -sama dalam satu
rumah tangga, atau jika mereka hidup secara terpisah, mereka tetap
menganggap rumah tangga tersebut sebagai rumah mereka.
3) Anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu s ama lain dalam
peran-peran sosial keluarga seperti suami -istri, ayah dan ibu, anak laki -
laki dan anak perempuan, saudara dan saudari.
4) Keluarga sama-sama menggunakan kultur yang sama, yaitu kultur yang
diambil dari masyarakat dengan beberapa ciri unik terse ndiri.
Menurut Whall dalam Friedman (1998), mendefinisikan keluarga sebagai
kelompok yang mengidentifikasi diri dengan anggotanya terdiri dari dua
individu atau lebih, asosiasinya di cirikan oleh istilah-istilah khusus, yang
boleh jadi tidak diikat oleh hu bungan darah atau hukum, tapi berfungsi
sedemikian rupa sehingga mereka menganggap diri mereka sebagai sebuah
keluarga.
Menurut Departemen Kesehatan dalam Effendy (1998), mendefinisikan
keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat , terdiri atas kepala keluarga
dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah
suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan .
Menurut Friedman dalam Suprajitno (2004), mendefinisikan bahwa
keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama den gan
keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing -
masing yang merupakan bagian dari keluarga.
b. Tipe Keluarga
Ada enam tipe keluarga menurut Effendi (1998), yaitu :
1) Keluarga inti (Nuclear Family), terdiri dari ayah, ibu, dan anak -anak.
2) Keluarga besar (Extended Family), adalah keluarga inti ditambah dengan
sanak saudara, misalnya : nenek, kakak, keponakan, saudara sepupu,
paman, bibi dan sebagainya.
3) Keluarga berantai (Serial Family), terdiri dari wanita dan pria yang
menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti.
4) Keluarga duda/janda (Single Family), adalah keluarga yang terjadi karena
perceraian atau kematian.
5) Keluarga berkomposisi (Composite), adalah keluarga yang
perkawinannya berpoligami dan hidup secara bersama.
6) Keluarga kabitas (Cohabitation), adalah dua orang menjadi satu tanpa
pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga.
Keluarga Indonesia umumnya menganut tipe keluarga besar (Extended
Family), karena masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai suku hidup dalam
suatu komunitas dengan adat istiadat yang sangat kuat.
c. Fungsi Keluarga
Ada lima fungsi yang dapat dijlankan keluarga menurut Effendi ( 1998),
yaitu :
1) Fungsi biologis
a) Untuk meneruskan keturunan.
b) Memelihara dan membesarkan anak .
c) Memenuhi kebutuhan gizi keluarga.
d) Memelihara dan merawat anggota keluarga .
2) Fungsi psikologis
a) Memberikan kasih sayang dan rasa aman .
b) Memberikan perhatian diantara anggota keluarga .
c) Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga .
d) Memberikan identitas keluarga.
3) Fungsi sosialisasi
a) Membina sosialisi pada anak.
b) Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat
perkembangan anak.
c) Meneruskan nilai-nilai budaya.
4) Fungsi ekonomi
a) Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan
keluarga.
b) Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi
kebutuhan keluarga.
c) Menabung untuk memenuhi kebutuhan -kebutuhan keluarga dimasa
yang akan datang, misalnya pendidikan anak-anak, jaminan hari tua
dan sebagainya.
5) Fungsi pendidikan
a) Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, ketrampilan ,
dan membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang
dimilikinya.
b) Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang
dalam memenuhi peranannya sebagai orang dewasa.
c) Mendidik anak sesuai dengan tingkat -tingkat perkembangannya.
d. Tahap dan Tugas Perkembangan Keluarga
Siklus kehidupan setiap keluarga mempunyai tahapan-tahapan. Seperti
individu-individu yang mengalami tahap pertumbuhan dan perkembangan
yang berturut-turut, keluarga juga mengalami tahap perkembangan yang
berturut-turut. Adapun tahap-tahap perkembangan menurut Duvall dan Miller
dalam Friedman (1998) adalah :
1) Tahap I : keluarga pemula
Perkawinan dari sepasang insan menandai bermulanya sebuah keluarga
baru dan perpindahan dari keluarga asal atau status lajang ke hubungan
baru yang intim.
2) Tahap II : keluarga sedang mengasuh anak
Dimulai dengan kelahiran anak pertama hingga bayi berusia 30 bulan.
3) Tahap III : keluarga dengan anak usia pra sekolah
Dimulai ketika anak pertama berusia dua setengah tahun, dan berakhir
ketika anak berusia lima tahun.
4) Tahap IV : keluarga dengan anak usia sekolah
Dimulai ketika anak pertama telah berusia enam tahun dan mulai masuk
sekolah dasar dan berakhir pada usia 13 tahun, awal dari masa remaja.
5) Tahap V : keluarga dengan anak remaja
Dimulai ketika anak pertama melewati umur 13 tahun, berlangsung
selama enam hingga tujuh tahun. Tahap ini dapat lebih singkat jika anak
meninggalkan keluarga lebih awal atau lebih lama jika anak masih tinggal
di rumah hingga berumur 19 atau 20 tahun.
6) Tahap VI : keluarga yang melepas anak usia dewasa muda
Ditandai oleh anak pertama meninggalkan rumah orang tua dan berakhir
dengan “rumah kosong,” ketika anak terakhir meninggalkan rumah. Tahap
ini dapat singkat atau agak panjang, tergantung pada berapa banyak anak
yang belum menikah yang masih tinggal di rumah. Fase ini ditandai oleh
tahun-tahun puncak persiapan dari dan oleh anak -anak untuk kehidupan
dewasa yang mandiri.
7) Tahap VII : orangtua usia pertengahan
Dimulai ketika anak terakhir meninggalkan rumah dan berakhir pada saa t
pensiun atau kematian salah satu pasangan.
8)Tahap VIII : keluarga dalam masa pensiun dan lansia
Dimulai dengan salah satu atau kedua pasangan memasuki masa
pensiun, hingga salah satu pasangan meninggal dan berakhir dengan
pasangan lainnya meninggal.
Sedangkan tugas-tugas perkembangan keluarga dengan anak usia
sekolah menurut Duvall dan Miller, Carter dan McGoldrik dalam Friedman
(1998) yaitu :
1) Mensosialisasikan anak-anak, termasuk meningkatkan prestasi sekolah
dan mengembangkan hubungan dengan teman seba ya yang sehat.
2) Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan .
3) Memenuhi kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga.
e. Tugas Keluarga Di Bidang Kesehatan
Keluarga mempunyai tugas di bidang kesehatan yang perlu dipahami
dan dilakukan, meliputi (Suprajitno, 2004):
1) Mengenal masalah kesehatan keluarga. Orang tua perlu mengenal
keadaan kesehatan dan perubahan -perubahan yang dialami anggota
keluarga. Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga
secara tidak langsung menjadi perhatian orang tua atau keluarga.
2) Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga. Tugas ini
merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang
tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa di
antara keluarga yang mempunyai kemampuan memutuska n untuk
menentukan tindakan keluarga. Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh
keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau
bahkan teratasi.
3) Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan.
4) Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga.
5) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi keluarga.

http://askep-askeb.cz.cc/

Thursday, December 3, 2009

Gambaran Umum Pasien Dengan Perilaku Kekerasan


1. Pengertian

Perilaku kekerasan adalah perilaku individu yang dapat membahayakan orang,
diri sendiri baik secar fisik, emosional, dan atau sexua litas ( Nanda, 2005 ).
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz,
1993 dalam Depkes, 2000). Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul
sebagai respon terhadap kecemasan, kebutuhan yang tidak terpenuhi yang
dirasakan sebagai ancaman ( Stuart dan Sunden, 1997 ).
Keberhasilan individu dalam berespon terhadap kemarahan dapat
menimbulkan respon asertif. Respon menyesuaikan dan menyelesaikan
merupakan respon adaptif. Kemarahan atau rasa tidak setuju yang dinyatakan
atau diungkapkan tanpa menyakiti orang lain akan memberi kelegaan pada
individu dan tidak akan menimbulkan masalah. Kegagalan yang menimbulkan
frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan melarikan diri atau respon
melawan dan menantang. Respon melawan dan menantang merupakan respon
yang maladaptif yaitu agresif–kekerasan. Frustasi adalah respon yang terjadi
akibat gagal mencapai tujuan. Dalam keadaan ini tidak ditemukan alternatif lain.
Pasif adalah suatu keadaan dimana individu tidak mampu untuk
mengungkapkan perasaan yang sedang dialami untuk menghindari suatu
tuntutan nyata. Agresif adalah perilaku yang menyertai marah da n merupakan
dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontrol. Amuk
atau kekerasan adalah perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai
kehilangan kontrol diri. Individu dapat merusak diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan (Stuart and Sundeen, 1997 dalam Depkes, 2001).
Faktor predisposisi dan faktor presipitasi dari perilaku kekerasan (Keliat,
2002) adalah :
a. Faktor Predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor
predisposisi, artinya mungkin terjadi/mu ngkin tidak terjadi perilaku kekerasan
jika faktor berikut dialami oleh individu:
1. Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak -kanak yang tidak
menyenangkan yaitu perasaan ditolak, d ihina, dianiaya atau sanksi
penganiayaan.
2. Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan,
sering mengobservasi kekerasan di rumah atau diluar rumah, semua aspek
ini mestimulasi individu mengadopsi perilaku kerasan.
3. Sosial budaya, budaya tertutup dan membahas secara diam (pasif agresif)
dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan
menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima ( permisive)
4. Bioneurologis, banyak pendapat bahwa kerusakan sistim limbik, lobus frontal,
lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmiter turut berperan dalam
terjadinya perilaku kekerasan.
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi
dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fi sik (penyakit fisik),
keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi
penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang
ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang
dicintai atau pekerjaan, dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain.
2. Tanda dan Gejala
Keliat (2002) mengemukakan bahwa tanda -tanda marah adalah sebagai
berikut :

a. Emosi : tidak adekuat, tidak aman, rasa terganggu, marah (dendam), jengkel.
b. Fisik : muka merah, pandangan tajam, nafas pendek, keringat, sakit fisik,
penyalahgunaan obat dan tekanan darah.
c. Intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan.
d. Spiritual : kemahakuasaan, kebajikan/kebenaran diri, keraguan, tidak
bermoral, kebejatan, kreativitas terhambat.
e. Sosial : menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan humor.
Tanda ancaman kekerasan (Kaplan and Sadock, 1997) adalah:
a. Tindakan kekerasan belum lama, termasuk kekerasan terhadap barang milik.
b. Ancaman verbal atau fisik.
c. Membawa senjata atau benda lain yang dapat digunakan sebagai senjata
(misalnya : garpu, asbak).
d. Agitasi psikomator progresif.
e. Intoksikasi alkohol atau zat lain.
f. Ciri paranoid pada pasien psikotik.
g. Halusinasi dengar dengan perilaku kekerasan tetapi tidak semua pas ien
berada pada resiko tinggi.
h. Penyakit otak, global atau dengan temuan lobus fantolis, lebih jarang pada
temuan lobus temporalis (kontroversial).
i. Kegembiraan katatonik.
j. Episode manik tertentu.
k. Episode depresif teragitasi tertentu.
l. Gangguan kepribadian (kekerasan, penyerangan, atau diskontrol implus).
3. Patofisiologi Terjadinya Marah
Depkes (2000) mengemukakan bahwa stress, cemas dan marah
merupakan bagian kehidupan sehari -hari yang harus dihadapi oleh setiap
individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yan g menimbulkan perasaan
tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan
yang mengarah pada perilaku kekerasan. Respon terhadap marah dapat
diekspresikan secara eksternal maupun internal. Secara eksternal dapat berupa
perilaku kekerasan sedangkan secara internal dapat berupa perilaku depresi dan
penyakit fisik.
Mengekspresikan marah dengan perilaku konstruktif dengan
menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti
orang lain, akan memberikan perasaan lega, menu runkan ketegangan, sehingga
perasaan marah dapat diatasi (Depkes, 2000).
Apabila perasaan marah diekspresikan dengan perilaku kekerasan, biasanya
dilakukan individu karena ia merasa kuat. Cara demikian tentunya tidak akan
menyelesaikan masalah bahkan dapat menimbulkan kemarahan yang
berkepanjangan dan dapat menimbulkan tingkah laku destruktif, seperti
tindakan kekerasan yang ditujukan kepada orang lain maupun lingkungan.
Perilaku yang tidak asertif seperti perasaan marah dilakukan individu karena
merasa tidak kuat. Individu akan pura-pura tidak marah atau melarikan diri dari
rasa marahnya sehingga rasa marah tidak terungkap. Kemarahan demikian
akan menimbulkan rasa bermusuhan yang lama dan pada suatu saat dapat
menimbulkan kemarahan destruktif yang ditujukan kepada diri sendiri (Depkes,
2000)
4. Penatalaksanaan
a. Tindakan Keperawatan
Keliat dkk. (2002) mengemukakan cara khusus yang dapat dilakukan
keluarga dalam mengatasi marah klien yaitu :
1) Berteriak, menjerit, memukul
Terima marah klien, diam sebentar, arahkan klien untuk memukul barang
yang tidak mudah rusak seperti bantal, kasur
2) Cari gara-gara
Bantu klien latihan relaksasi misalnya latihan fisik maupun olahraga.
Latihan pernafasan 2x/hari, tiap kali 10 kali tarikan dan hembusan nafas.
3) Bantu melalui humor
Jaga humor tidak menyakiti orang, observasi ekspresi muka orang yang
menjadi sasaran dan diskusi cara umum yang sesuai.
b. Terapi Medis
Psikofarmaka adalah terapi menggunakan obat dengan tujuan untuk
mengurangi atau menghilangkan gejala gangguan jiwa.
Menurut Depkes (2000), jenis obat psikofarmaka adalah :
1) Clorpromazine (CPZ, Largactile)
Indikasi untuk mensupresi gejala -gejala psikosa : agitasi, ansietas,
ketegangan, kebingungan, insomnia, halusinasi, waham, dan gejalagejala
lain yang bisanya terdapat pda penderita skizofrenia, manik
depresif, gangguan personalitas, psikosa involution, psikosa masa kecil.
Cara pemberian untuk kasus psikosa dapat diberikan per oral atau
suntikan intramuskuler. Dosis permulaan ada lah 25 – 100 mg dan diikuti
peningkatan dosis hingga mencapai 300 mg perhari. Dosis ini
dipertahankan selama satu minggu. Pemberian dapat dilakukan satu kali
pada malam hari atau dapat diberikan tiga kali sehari. Bila gejala psikosa
belum hilang, dosis dapat dinaikkan secara perlahan-lahan sampai 600 –
900 mg perhari. Kontra indikasi sebaiknya tidak diberikan kepada klien
dengan keadaan koma, keracunan alkohol, barbiturat, atau narkotika dan
penderita yang hipersensitif terhadap derifat fenothiazine. Efek samping
yang sering terjadi misalnya lesu dan mengantuk, hipotensi orthostatik,
mulut kering, hidung tersumbat, konstipasi, amenorrhae pada wanita,
hiperpireksia atau hipopireksia, gejala ekstrapiramida. Intoksikasinya
untuk penderita non psikosa dengan do sis yang tinggi menyebabkan
gejala penurunan kesadaran karena depresi susunan saraf pusat,
hipotensi, ekstrapiramidal, agitasi, konvulsi, dan perubahan gambaran
irama EKG. Pada penderita psikosa jarang sekali menimbulkan
intoksikasi.
2) Haloperidol (Haldol, Serenace)
Indikasinya yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma gilles
de la Tourette pada anak-anak dan dewasa maupun pada gangguan
perilaku yang berat pada anak -anak. Dosis oral untuk dewasa 1 – 6 mg
sehari yang terbagi menjadi 6 – 15 mg untuk keadaan berat. Dosis
parenteral untuk dewasa 2 – 5 mg intramuskuler setiap 1 – 8 jam,
tergantung kebutuhan. Kontra indikasinya depresi sistem saraf pusat atau
keadaan koma, penyakit parkinson, hipersensitif terhadap haloperidol.
Efek samping yang sering adalah mengantuk, kaku, tremor, lesu, letih,
gelisah, gejala ekstrapiramidal atau pseudo parkinson. Efek samping yang
jarang adalah nausea diare, konstipasi, hipersalivasi, hipotensi, gejala
gangguan otonomik. Efek samping yang sangat jarang yaitu alergi, reak si
hematologis. Intoksikasinya adalah bila klien memakai dalam dosis
melebihi dosis terapeutik dapat timbul kelemasan otot atau kekakuan,
tremor, hipotensi, sedasi, koma, depresi pernafasan.
3) Trihexiphenidyl (THP, Artane, Tremin)
Indikasinya untuk penatalaksanaan manifestasi psikosa khususnya
gejala skizofrenia. Dosis dan cara pemberian untuk dosis awal sebaiknya
rendah (12,5 mg) diberikan tiap 2 minggu. Bila efek samping ringan, dosis
ditingkatkan 25 mg dan interval pemberian diperpanjang 3 – 6 mg setiap
kali suntikan, tergantung dari respon klien. Bila pemberian melebihi 50 mg
sekali suntikan sebaiknya peningkatan perlahan -lahan. Kontra indikasinya
pada depresi susunan saraf pusat yang hebat, hipersensitif terhadap
fluphenazine atau ada riwayat sensitif ter hadap phenotiazine. Intoksikasi
biasanya terjadi gejala-gejala sesuai dengan efek samping yang hebat.
Pengobatan over dosis; hentikan obat berikan terapi simptomatis dan
suportif, atasi hipotensi dengan levarterenol hindari menggunakan
ephineprine.
Terapi Medis ( Kaplan dan Sadock, 1997 )
Rang paranoid atau dlam keadaan luapan katatonik memerlukan
trankuilisasi. Ledakan kekerasan yang episodic berespon terhadap lithium
( Eskalith ), penghambat – beta, dan carbamazepine ( Tegretol ). Jika
riwayat penyakit mengarahkan suatu gangguan kejang, penelitian klinis
dilakukan untuk menegakkan diagnosis, dan suatu pemeriksaan dilakukan
untuk memastikan penyebabnya. Jika temuan adalah positif,
antikonvulsan adalah dimulai, atau dilakukan pembedahan yang sesuai (
sebagai contohnya, pada masa serebral ). Untuk intoksikasi akibat zat
rekreasional, tindakan konservatif mungkin adekuat. Pada beberapa
keadaan, obat-obat seperti thiothixene ( Navane ) dan haloperidol, 5
smaapi 10 mg setiap setengah jam samapai satu jam, adalah diperlukan
sampai pasien distabilkan. Benzodiazepine digunkan sebagai pengganti
atau sebgai tambahan antipsikotik. Jika obat rekresinal memiliki sifat
antikolinergik yang kuat, benzodiazepine adalah lebih tepat dibandingkan
antipsikotik.
Pasien yang melakukan kekerasan dan melawan paling efektif
ditenangkan dengan sedative atau antipsikotik yang sesuai. Diazepam (
valium ), 5 sampai 10 mg, atau lorazepam ( Ativan ), 2 smapai 4 mg, dpat
diberikan intravena ( IV ) perlahan -lahan selama 2 menit. Klinis harus
memberikan mediksi IV dengan sangat hati -hati, sehingga henti pernafsan
tidak terjadi. Pasien yang memerlukan medikasi IM dapat disedasi dengan
haloperidol, 5 smapi 10 mg IM, atau dengan Chlorpromazine 25 mg IM.
Jika kemarahan disebabkan oleh alcohol atau sebagi bagian dari
gangguan psikomotor pascakejang, tidur yang ditimbulkan oleh medikasi
IV dengan jumlah relative kecil dapat berlangsung selama berjam -jam.
Saat terjaga, pasien seringkali sepenuhnya terjaga dan rasional dan
biasanya memiliki amnesia lengkap untuk episode kekerasan.
5. Penggolongan Diagnosa Pada Gangguan Jiwa
Menurut PPDGJ III diagnosa pada gangguan jiwa dapat digolongkan menjadi 5
axis, yaitu:
a. Axis I (Diagnosis Utama)
Menunjukkan gangguan klinis dan kondisi lain yang menjadi pusat
perhatian, contohnya : skizofrenia residual eksaserbasi akut. Skizofrenia
residual eksaserbasi akut adalah suatu keadaan residual yang menahun dari
skizofrenia dengan gejala-gejala yang tidak lengkap lagi dibidang halusinasi,
waham, proses pikir dan keadaan afekti f (Kaplan and Sadock, 1997).
b. Axis II (Tipe Kepribadian)
Menunjukan gangguan kepribadian, misalnya : cenderung paranoid.
Kepribadian paranoid ialah suatu gangguan kepribadian dengan sikap curiga
yang menonjol; orang seperti ini mungkin agresif dan setiap o rang lain yang
dilihat sebagai seorang agresor terhadapnya, ia harus mempertahankan
harga dirinya. Ia bersikap sebagai pemberontak dan angkuh untuk
mempertahankan harga dirinya, sering ia mengancam orang lain sebagai
akibat proyeksi rasa bermusuhan sendiri (Maramis, 2004).
c. Axis III (Penyakit fisik)
Kondisi medis umum yang ditemukan disamping gangguan mental,
misalnya epilepsi. Kaplan and Sadock (1997) menyatakan bahwa epilepsi
ditandai oleh kejang yang berulang yang disebabkan oleh disfungsi sistem
saraf pusat. Epilepsi juga dapat dikatakan sebagai gangguan faal listrik otak
yang paroxismal dan sejenak, timbul secara mendadak, dan berhenti secara
spontan serta cenderung untuk terulang (Brain, 1991 dalam Depkes, 1983)
d. Axis IV (Stressor psikososial dan lingkun gan)
Menunjukkan masalah psikologis dan lingkungan secara bermakna,
berperan pada perkembangan gangguan sekarang.
e. Axis V (Taraf fungsi satu tahun terakhir)
Mempertimbangkan keseluruhan tingkat fungsional klien.

http://askep-askeb.cz.cc/

Wednesday, December 2, 2009

Gambaran Umum Kerusakan Interaksi Sosial


1. Pengertian
Kerusakan interaksi sosial adalah satu gangguan kepribadian yang tidak
fleksibel, tingkah maladaptif dan mengganggu fungsi individu dalam hubungan
sosialnya (Stuart dan Sundeen, 1 998), pengertian kerusakan sosial menurut
Townsend (1998) adalah suatu keadaan seseorang berpartisipasi dalam
pertukaran sosial dengan kuantitas dan kualitas yang tidak efektif. Klien yang
mengalami kerusakan interaksi sosial mengalami kesulitan dalam ber interaksi
dengan orang lain yang salah satunya mengarah pada perilaku menarik diri.
2. Etiologi
Menurut Townsend (1998) penyebab penarikan diri dari masa bayi sampai
tahap akhir perkembangan adalah :
a. Kelainan pada konsep diri
b. Perkembangan ego yang terlambat
c. Perlambatan mental yang ringan sampai sedang
d. Abnormalitas SSP tertentu, seperti adanya neurotoksin, epilepsi, serebral palsi,
atau kelainan neurologist lainnya
e. Kelainan fungsi dari sistem keluarga
f. Lingkungan yang tidak terorganisir dan semrawut
g. Penganiayaan dan pengabaian anak
h. Hubungan orang tua-anak tidak memuaskan
i. Model-model peran yang negatif
j. Fiksasi dalam fase perkembangan penyesuaian
k. Ketakutan yang sangat terhadap penolakan dan terlalu terjerumus
l. Kurang identitas pribadi
Manusia dalam memenuhi kebut uhan sehari-hari, selalu membutuhkan
orang lain dan lingkungan sosial. Rentang respon sosial berfluktuasi dengan
rentang adaptif sampai rentang maladaptif.

Rentang Respon Perilaku
Respon adaptif Respon maladaptif
Solitud Kesepian Manipulasi
Otonomi Menarik diri Impulsif
Bekerjasama Tergantung Narkisisme
Saling tergantung
Gambar 1. Gambar Rentang Respon Sosial
(Stuart dan Sundeen, 1998)
Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma -norma
sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku di masyarakat. Respon adaptif
terdiri dari : solitud, otonomi, bekerjasama dan saling tergantung.
Respon maladaptif adalah respon yang menimbulkan gangguan dengan
berbagai tingkat keparahan (Stuart dan Sundeen, 1998). Respon mala daptif terdiri
dari manipulasi, impulsif dan narkisisme.
Berdasarkan gambar 1 rentang respon sosial diatas, menarik diri termasuk
dalam transisi antara respon adaptif dengan maladaptif sehingga individu
cenderung berfikir ke arah negatif.
Berbagai faktor dapat menimbulkan respon yang maladaptif. Menurut Stuart
dan Sundeen (1998), belum ada suatu kesimpulan yang spesifik tentang
penyebab gangguan yang mempengaruhi hubungan interpersonal. Faktor yang
mungkin mempengaruhi antara lain :
a. Faktor pencetus
1) Faktor perkembangan
Sistem keluarga yang terganggu dapat menunjang perkembangan
respon sosial yang maladaptif. Beberapa orang percaya bahwa individu
yang mempunyai masalah ini adalah orang yang tidak berhasil memisahkan
diri dari orang tua. Norma keluarga mungkin tidak mendukung hubungan
keluarga dengan pihak lain di luar keluarga. Keluarga seringkali mempunyai
peran yang tidak jelas. Orang tua pecandu alkohol dan penganiaya anak
juga dapat mempengaruhi seseorang berespons sosial maladaptif.
Organisasi anggota keluarga bekerjasama dengan tenaga profesional untuk
mengembangkan gambaran yang lebih tepat tentang hubungan antara
kelainan jiwa dan stress keluarga. Pendekatan kolaboratif sewajarnya
mengurangi menyalahkan keluarga oleh tenaga profesional.
2) Faktor Biologis
Faktor genetik juga dapat menunjang terhadap respons sosial
maladaptif. Ada bukti terdahulu tentang terlibatnya neurotransmiter dalam
perkembangan gangguan ini, namun masih tetap diperlukan penelitian lebih
lanjut mengenai kebenaran keterlibatan neurotransmiter.
3) Faktor sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini
akibat dari norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain
atau tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif, seperti
lansia, orang cacat, dan berpenyakit kronik. Isolasi dapat terjadi karena
mengadopsi norma, perilaku, dan sistem nilai yang berbeda dari kelompok
budaya mayoritas. Harapan yang tidak realistik terhadap hubungan
merupakan faktor lain yang berkaitan dengan gangguan ini.
b. Stresor pencetus
Stresor pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehidupan yang
penuh stres seperti kehilangan, yang mempengaruhi kemampuan individu
untuk berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan ansietas. Stresor
pencetus dapat dikelompokkan dalam kategori:
1) Stresor sosiokultural
Stres dapat ditimbulkan oleh :
a). Menurunnya stabilitas unit keluarga
b). Perpisahan dengan orang yang berarti dalam kehidupannya, misalnya
karena dirawat di rumah sakit.
2) Stresor psikologis
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah
dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi
kebutuhan untuk ketergantungan dapat menimbulkan ansietas tinggi.
3. Penatalaksanaan
Menurut Keliat, dkk.,(1998), prins ip penatalaksanaan klien menarik diri
adalah:
a. Bina hubungan saling percaya
b. Ciptakan lingkungan yang terapeutik
c. Beri klien kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya
d. Dengarkan klien dengan penuh empati
e. Temani klien dan lakukan komunikasi tera peutik
f. Lakukan kontak sering dan singkat
g. Lakukan perawatan fisik
h. Lindungi klien
i. Rekreasi
j. Gali latar belakang masalah dan beri alternatif pemecahan
k. Laksanakan program terapi dokter
l. Lakukan terapi keluarga
Penatalaksanaan medis (Rasmun,2001):
a. Obat anti psikotik
1) Clorpromazine (CPZ)
a) Indikasi
Untuk syndrome psikosis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai
realitas, kesadaran diri terganggu, daya nilai norma sosial dan tilik diri
terganggu, berdaya berat dalam fungsi -fungsi mental: waham,
halusinasi, gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau, tidak
terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari -hari, tidak
mampu bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
b) Mekanisme kerja
Memblokade dopamine pada reseptor paska sina p di otak khususnya
sistem ekstra piramidal.
c) Efek samping
Sedasi, gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/ parasimpatik,
mulut kering, kesulitan dalam miksi, dan defikasi, hidung tersumbat,
mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama ja ntung),
gangguan ekstra piramidal (distonia akut, akatshia, sindroma
parkinson/tremor, bradikinesia rigiditas), gangguan endokrin, metabolik,
hematologik, agranulosis, biasanya untuk pemakaian jangka panjang.
d) Kontra indikasi
Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung, febris,
ketergantungan obat, penyakit SSP, gangguan kesadaran disebabkan
CNS Depresan.
2) Haloperidol (HP)
a) Indikasi
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi netral
serta dalam fungsi kehidupan sehari -hari.
b) Mekanisme kerja
Obat anti psikosis dalam memblokade dopamine pada reseptor paska
sinaptik neuron di otak khususnya sistem limbik dan sistim ekstra
piramidal.
c) Efek samping
Sedasi dan inhibisi psikomotor, gangguan otonomik (hipotensi,
antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan miksi dan defikasi,
hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intraokuler meninggi, gangguan
irama jantung).
d) Kontra indikasi
Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung, febris,
ketergantungan obat, penyakit SSP, gangguan kesadaran.
3) Trihexy phenidyl (THP)
a) Indikasi
Segala jenis penyakit parkinson,termasuk paska ensepalitis dan
idiopatik,sindrom parkinson akibat obat misalnya reserpin dan
fenotiazine.
b) Mekanisme kerja
Obat anti psikosis dalam memblokade dopamin pada reseptor p aska
sinaptik nauron diotak khususnya sistem limbik dan sistem ekstra
piramidal.
c) Efek samping
Sedasi dan inhibisi psikomotor
Gangguan otonomik (hypertensi, anti kolinergik/ parasimpatik, mulut
kering, kesulitanmiksi dan defikasi, hidung tersumbat, mata k abur,
tekanan intra oluker meninggi, gangguan irama jantung).
d) Kontra indikasi
Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung, fibris,
ketergantungan obat, penyakit SSP, gangguan kesadaran .

http://askep-askeb.cz.cc/

Demam Berdarah

Gejala demam berdarah
1. Suhu badan mendadak tinggi (38 -39°C) selama 2-7 hari.
2. Terkadang diikuti timbul bintik -bintik merah pada permukaan kulit.
3. Dapat disertai pedarahan pada hidung.
4. Kadang-kadang terjadi muntah darah dan buang air besar disertai darah.
5. Sering terasa nyeri pada ulu hati.
6. Penderita sering gelisah, tangan dan kaki dingin dan berkeringat.
Tidakan untuk menolong
1. Cek secara berkala suhu badan penderita dengan menggunakan termometer.
2. Bila suhu badan masih tinggi, beri penderita minum sebanyak mungkin.
3. Kompres dengan menggunakan air es.
4. Beri obat penurun panas bila perlu.
5. Bawa segera ke dokter, puskesmas, atau rumah sakit, bila mana suhu badan tidak
menurun, terutama bila penderita tampak gelisah atau kaki tanganya terasa dingin

Tuesday, December 1, 2009

FLORENCE NIGHTINGALE

FLORENCE NIGHTINGALE
A. Sejarah Florence Nightingale
Florence Nightingale lahir di Florence, Italia pada 12 Mei 1820 dan diberi nama berdasarkan kota dimana ia dilahirkan. Nama depannya, Florence merujuk kepada kota kelahirannya, Firenze dalam bahasa Italia atau Florence dalam bahasa Inggris. Semasa kecilnya ia tinggal di Lea Hurst, sebuah rumah besar dan mewah milik ayahnya, William Nightingale yang merupakan seorang tuan tanah kaya di Derbyshire, London, Inggris. Sementara ibunya adalah keturunan ningrat dan keluarga Nightingale adalah keluarga terpandang. Florence Nightingale memiliki seorang saudara perempuan bernama Parthenope. Pada masa remaja mulai terlihat perilaku mereka yang kontras dan Parthenope hidup sesuai dengan martabatnya sebagai putri seorang tuan tanah. Pada masa itu wanita ningrat, kaya, dan berpendidikan aktifitasnya cenderung bersenang-senang saja dan malas, sementara Florence lebih banyak keluar rumah dan membantu warga sekitar yang membutuhkan. Perawat pada masa itu perawat dianggap pekerjaan hina karena:
  • Perawat disamakan dengan wanita tuna susila atau 'buntut' (keluarga tentara yang miskin) yang mengikuti kemana tentara pergi.
  • Profesi perawat banyak berhadapan langsung dengan tubuh dalam keadaan terbuka, sehingga dianggap profesi ini bukan profesi sopan wanita baik-baik dan banyak pasien memperlakukan wanita tidak berpendidikan yang berada dirumah sakit dengan tidak senonoh § Perawat di Inggris pada masa itu lebih banyak laki-laki daripada perempuan karena alasan-alasan tersebut di atas.
  • Perawat masa itu lebih sering berfungsi sebagai tukang masak.
Nama harum Florence melejit saat pecah perang Krim antara Inggris, Perancis, dan Turki melawan Rusia pada tahun 1854-1856. Saat itu banyak sekali tentara Inggris yang terluka dan dibiarkan terlantar di rumah sakit darurat di medan perang karena tak cukupnya tenaga perawat di tempat itu. Florence dengan tulus dan berani membawa 38 orang perawat ke rumah sakit itu. Selama 21 bulan, ia mengabdi tak kenal lelah merawat, menghibur tentara yang terluka dan mengusahakan perbaikan fasilitas rumah sakit darurat tersebut. Florence tak pernah absen untuk selalu berpatroli menjenguk korban yang terluka bahkan di tengah malam yang dingin. Kedatangan Florence yang berjalan kaki membawa lentera selalu dinantikan para pasien. Florence memperoleh julukan Malaikat dengan Lentera. Berkat pengabdian Florence dan timnya, persentase kematian prajurit yang terluka parah membaik dari 42% menjadi hanya 2%. Bekerja nonstop tak kenal lelah sempat membuat kesehatan Florence memburuk. Ia terkena penyakit demam yang parah. Namun, berkat cinta kasihnya dan kerinduannya untuk meringankan penderitaan orang lain, serta doa restu dari semua orang yang mengenalnya, penyakit tersebut berhasil dikalahkannya dan pengabdian dapat dilanjutkannya. Florence menerima penghargaan dari Ratu Victoria dan rakyat Inggris berupa medali emas berukirkan ”Kebahagiaan dan Cinta Kasih Abadi”. ”Dana Nightingale” yang terkumpul yang sedianya digunakan untuk membuat medali ini ternyata sangat besar jauh di atas target. Florence pun membentuk Yayasan Nightingale yang memperoleh sumbangan dari dari banyak pihak. Dana tersebut digunakan untuk mendirikan sekolah perawat. Pada tahun 1860 Florence menulis buku Catatan tentang Keperawatan (Notes on Nursing) buku setebal 136 halaman ini menjadi buku acuan pada kurikulum di sekolah Florence dan sekolah keperawatan lainnya. Buku ini juga menjadi populer dikalangan orang awam dan terjual jutaan eksemplar diseluruh dunia. Pada tahun 1861 cetakan lanjutan buku ini terbit dengan tambahan bagian tentang perawatan bayi. Beberapa penghargaan yang pernah diperolehnya:
  • Pada tahun 1883 Florence di anugrahkan medali Palang Merah Kerajaan (The Royal Red Cross) oleh Ratu Victoria.
  • Pada tahun 1907 pada umurnya yang ke 87 tahun Raja Inggris, dihadapan beratus-ratus undangan menganugrahkan Florence Nightingale dengan bintang jasa The Order Of Merit dan Florence Nightingale menjadi wanita pertama yang menerima bintang tanda jasa ini.
  • Pada 1908 ia dianugrahkan Honorary Freedom of the City dari kota London. Cinta kasih dan pengabdian tulus Florence mengilhami Henri Dunant untuk mendirikan Palang Merah.
Florence menulis beberapa buku terlaris termasuk buku fenomenal Notes on Nursing. Florence, yang dilahirkan ketika keluarganya sedang bertamasya ke Florence Italia tahun 1820, terus berkarya sampai usia lanjut dan akhirnya meninggal dunia pada tanggal 13 Agustus 1910 dalam usia 90 tahun.

B. Teori Umum Florence Nightingale
Teori Environmental Nightngale yang dicetuskan oleh Florence Nightingale “Ibu dari keperawatan modern” meletakkan keperawatan menjadi sesuatu yang sakral untuk dipenuhi oleh seorang wanita. Teorinya difokuskan pada lingkungan keperawatan, walaupun tema ini tidak pernah dimunculkan di tiap tulisannya, ia menghubungkan kesehatan dengan lima faktor lingkungannya.

C. Definisi Teori dari Florence Nightingale
Pasien/Klien Seseorang dengan preses vital penyembuhan yang berhadapan dengan penyakit dan memulihkan kesehatan tetapi pasif terhadap pengaruh dari usaha keperawatan. Lingkungan Konsep utama bagi kesehatan adalah ventilasi, kehangatan, cahaya, diet, kebersihan dan ketenangan. Walaupun lingkungan mempunyai kehidupan sosial, emosional, dan aspek fisikal, Nightingale menekankan pada aspek fisiknya. Kesehatan Tetap sehat dan menggunakan stamina tubuh untuk kebutuhan yang luas. Kesehatan merupakan usaha menjaga agar tetap sehat sebagai upaya menghindari penyakit yang berasal dari faktor kesehatan lingkungan. Wabah penyakit adalah proses menyebaran secara alami karena adanya sesuatu yang kurang diperhatikan. Keperawatan Merupakan gambaran jelas dari kondisi optimal guna membantu proses penyembuhan pasien dan proses pencegah dari proses penyebaran melalui suatu tindakan. Subsistem kedua adalah merupakan sistem yang memiliki pengaruh besar yang merupakan manifestasi dari kemampuan dan kegiatan reguler. Hal ini berisikan empat gaya adaptip :
1. Gaya Psikologik
Mengembangkan kebutuhan psikologi dasar tubuh dan bagaimana cara tubuh memperoleh cairan dan elektrolit, akitivitas dan istirahat, sirkulasi dan oksigen, nutrisi dan penyerapan makanan, perlingdungan, perasaan dan neurologi serta fungsi endokrin.
2. Gaya konsep diri.
Termasuk di dalamnya dua komponen yritu : fisik diri, yang mengembangkan indra peraba dan gambaran tubuh serta personal diri yang melibatkan ideal diri, konsistensi diri dan etika moral diri
3. Gaya aturan fungsi
Adalah yang ditentukan oleh kebutuhan akan interaksi sosial dan mengacu pada performa dalam melakukan aktivitas berdasarkan posisinya dalam kehidupan sosial.
4. Gaya interdependen
Mencakup suatu hubungan dengan orang lain yang bertentang dan mendukung sistem yang membutuhkan pertolongan, kasih sayang dan perhatian

D. Beberapa pendapat mengenai Konsep Dasar Keperawatan Florence Nightingale
Penulis kontemporer mulai menggali hasil pekerjaan Florence Nightingale sebagai sesuatu yang mempunyai potensi menjadi teori dan model konseptual dari keperawatan (Meleis, 1985, Torres, 1986; Marriner-Toorey, 1994; Chin and Jacobs, 1995). Meleis (1985) mencatat bahwa konsep Nightingale menempatkan lingkungan sebagai fokus asuhan keperawatan dan perhatian dimana perawat tidak perlu memahami seluruh proses penyakit merupakan proses awal untuk memisahkan antara profesi keperawatan dan kedokteran. Nightingale tidak memandang perawat secara sempit yang hanya sibuk dengan masalah pemberian obat dan pengobatan, tetapi lebih berorientrasi pada pemberian udara, lampu, kenyamanan lingkungan, kebersihan, ketenangan, dan nutrisi yang adekuat (Nightingale,1860; Torres, 1986). Melalui observasi dan pengumpulan data Nightingale menghubungkan antara status kesehatan klien dengan faktor lingkiungan dan sebgai hasil yang menimbulkan perbaikan kondisi hygiene dan sanitasi selama perang Crimean. Torres (1986) mencatat bahwa Nightingale memberikan konsep dan penawaran yang dapat divalidasi memberikan dan digunakan untuk menjalankan praktik keperawatan. Nightingale dalam teori deskripsinya memberikan cara berfikir tentang keperawatan dan kerangka rujukan yang berfokus pada klien dan lingkungan (Torres, 1986). Surat Nightingale dan tulisan tangannya menuntun perawat untuk bekerja atas nama klien. Marriner-Tomey, (1994), prinsipnya mencakup bidang pelayanan, penelitian dan pendidikan . hal paling penting adalah konsep dan prinsip yang membentuk dan melingkupi praktik keperawatan . Nightingale berfikir dan menggunakan proses keperawatan. Ia mencatat bahwa observasi (pengkajian) bukan demi berbagai informasi/fakta yang mencurigakan, tetapi demi mnyelematkan hidup dan meningkatkan kesehatan dan keamanan.
"

Tanda Bahaya Kehamilan



1. Pengertian


Tanda bahaya kehamilan adalah tanda -tanda yang

mengindikasikan adanya bahaya yang dapat terjadi selama

kehamilan/periode antenatal, yang apabila tidak dilaporkan atau tidak

terdeteksi bisa menyebabkan kematian ibu (Pusdiknakes,2003).

2. Macam-macam tanda bahaya kehamilan

Enam tanda bahaya kehamilan selama periode antenatal menurut

Pusdiknakes (2003) :

a. Perdarahan pervaginam

b. Sakit kepala yang hebat

c. Masalah penglihatan

d. Bengkak pada muka atau tangan

e. Nyeri abdomen yang hebat

f. Bayi kurang bergerak seperti biasa

Berbagai macam tanda bahaya yang perlu segera dirujuk untuk

segera mendapatkan pertolongan :

a. Keluar darah dari jalan lahir

Perdarahan vagina dalam kehamilan adalah jarang yang

normal. Pada masa awal sekali kehamilan, ibu mungkin akan

mengalami perdarahan yang sedikit atau spotting disekitar waktu

pertama haidnya. Perdarahan ini adalah perdarahan implantasi,

dan ini normal terjadi.

Pada waktu yang lain dalam kehamilan, perdarahan ringan

mungkin pertanda dari servik yang rapuh atau erosi. Perdarahan

semacam ini mungkin normal atau mungkin suatu tanda adanya

infeksi.

Pada awal kehamilan, perdarahan yang tidak normal adala h

yang merah, perdarahan yang banyak, atau perdarahan dengan

nyeri. Perdarahan ini dapat berarti abortus, kehamilan mola atau

kehamilan ektopik. Pada kehamilan lanjut, perdarahan yang tidak

normal adalah merah, banyak, dan kadang -kadang, tetapi tidak

selalu, disertai dengan rasa nyeri. Perdarahan semacam ini bisa

berarti plasenta previa atau abrupsio plasenta (Pusdiknakes,

2003).

b. Keluar air ketuban sebelum waktunya

Yang dinamakan ketuban pecah dini adalah apabila terjadi

sebelum persalinan berlangsung yang disebabkan karena

berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan

intra uteri atau oleh kedua faktor tersebut, juga karena adanya

infeksi yang dapat berasal dari vagina dan servik dan penilaiannya

ditentukan dengan adanya cairan ketuban di vagina. Penentuan

cairan ketuban dapat dilakukan dengan tes lakmus (nitrazin test)

merah menjadi biru (Saifuddin, 2002).

c. Kejang

Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya

keadaan dan terjadinya gejala -gejala sakit kepala, mual, nyeri ulu

hati sehingga muntah. Bila semakin berat, penglihatan semakin

kabur, kesadaran menurun kemudian kejang. Kejang dalam

kehamilan dapat merupakan gejala dari eklampsia (Saifuddin,

2002).

d. Gerakan janin tidak ada atau kurang (minimal 3 kali dalam 1 jam)

Ibu mulai merasakan gerakan bayi selama bulan ke-5 atau ke-

6. Beberapa ibu dapat merasakan gerakan bayinya lebih awal.

Jika bayi tidur gerakannya akan melemah. Bayi harus bergerak

paling sedikit 3 kali dalam 1 jam jika ibu berbaring atau beristirahat

dan jika ibu makan dan minum dengan baik (Pusdiknakes, 2003).

e. Demam Tinggi

Ibu menderita demam dengan suhu tubuh >38ºC dalam

kehamilan merupakan suatu masalah. Demam tinggi dapat

merupakan gejala adanya infeksi dalam kehamilan. Penanganan

demam antara lain dengan istirahat baring, mi num banyak dan

mengompres untuk menurunkan suhu (Saifuddin,2002).

Demam dapat disebabkan oleh infeksi dalam kehamilan yaitu

masuknya mikroorganisme pathogen ke dalam tubuh wanita hamil

yang kemudian menyebabkan timbulnya tanda atau gejala -gejala

penyakit. Pada infeksi berat dapat terjadi demam dan gangguan

fungsi organ vital. Infeksi dapat terjadi selama kehamilan,

persalinan dan masa nifas (Pusdiknakes, 2003).

f. Nyeri perut yang hebat

Nyeri abdomen yang tidak berhubungan dengan persalinan

normal adalah tidak normal. Nyeri abdomen yang mungkin

menunjukkan masalah yang mengancam keselamatan jiwa adalah

yang hebat, menetap, dan tidak hilang setelah istirahat. Hal ini

bisa berarti appendiksitis, kehamilan ektopik, aborsi, penyakit

radang pelviks, persalinan pre term, gastritis, penyakit kantong

empedu, iritasi uterus, abrupsi placenta, infeksi saluran kemih atau

infeksi lainnya (Pusdiknakes, 2003).

g. Sakit kepala yang hebat

Sakit kepala bisa terjadi selama kehamilan, dan seringkali

merupakan ketidaknyamanan yang no rmal dalam kehamilan. Sakit

kepala yang menunjukkan suatu masalah yang serius adalah sakit

kepala hebat yang menetap dan tidak hilang dengan beristirahat.

Kadang-kadang dengan sakit kepala yang hebat tersebut, ibu

mungkin menemukan bahwa penglihatannya men jadi kabur atau

berbayang. Sakit kepala yang hebat dalam kehamilan adalah

gejala dari pre-eklampsia (Pusdiknakes, 2003).

h. Muntah terus dan tidak bisa makan pada kehamilan muda

Mual dan muntah adalah gejala yang sering ditemukan pada

kehamilan trimester I. Mual biasa terjadi pada pagi hari, gejala ini

biasa terjadi 6 minggu setelah HPHT dan berlangsung selama 10

minggu. Perasaan mual ini karena meningkatnya kadar hormon

estrogen dan HCG dalam serum. Mual dan muntah yang sampai

mengganggu aktifitas sehari -hari dan keadaan umum menjadi

lebih buruk, dinamakan Hiperemesis Gravidarum (Wiknjosastro,

2002).

i. Selaput kelopak mata pucat

Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan keadaan

hemoglobin di bawah 11gr% pada trimester I dan III, <10,5gr%>Gejala tertentu saat hamil kadang butuh pertolongan dokter

segera. Jika ibu menemui gejala -gejala berikut ini, itu artinya alarm

tanda bahaya telah berbunyi, dan segeralah telepon dokter untuk

meminta saran tindakan apa yang seharusnya dilakukan:

a. Sakit perut yang hebat atau bertahan lama.

b. Perdarahan atau terjadi bercak pada vagina.

c. Bocornya cairan atau perubahan dalam cairan yang keluar dari

vagina. Yakni jika menjadi berair, lengket, atau berdarah.

d. Adanya tekanan pada panggul, sakit dipunggung bagian bawah

atau kram sebelum usia 37 minggu kehamilan.

e. Pipis yang sakit atau terasa seperti tebakar.

f. Sedikit pipis atau tidak pipis sama sekali.

g. Muntah berat atau berulangkali.

h. Menggigil atau demam di atas 101 º F(38,3 º C).

i. Rasa gatal yang menetap diseluruh tubuh, khususn ya jika

dibarengi kulit tubuh menguning, urine berwarna gelap, dan feses

berwarna pucat.

j. Gangguan penglihatan, seperti pandangan ganda, pandangan

kabur, buram, atau ada titik mata yang terasa silau jika

memandang sesuatu.

k. Sakit kepala berat yang bertahan l ebih dari 2-3 jam.

l. Pembengkakan atau terasa berat akibat cairan (edema) pada

tangan, muka dan sekitar mata, atau penambahan berat badan

yang tiba-tiba, sekitar 1 kilo atau lebih, yang tidak berkaitan

dengan pola makan.

m. Kram parah yang menetap pada kaki ata u betis, yang tidak

mereda ketika ibu hamil menekuk lutut dan menyentuhkan lutut itu

ke hidung.

n. Penurunan gerakan janin. Sebagai panduan umum, jika terjadi

kurang dari 10 gerakan dalam 12 jam pada kehamilan minggu ke -

26 atau lebih, artinya kondisi janin ti dak normal.

o. Trauma atau cedera pada daerah perut.

p. Pingsan atau pusing-pusing , dengan atau tanpa palpitasi (pupil

mata menyempit).

q. Masalah kesehatan lain yang biasanya membuat ibu telepon ke

dokter, meski jika tidak sedang hamil (Herl, 2003).



http://askep-askeb.cz.cc/

Konsep Dasar Tumbuh Kembang


Pengertian
Istilah tumbuh kembang mencakup dua peristiwa yang sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dibedakan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur. Sedangkan perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur sebagai hasil dari proses pematangan (Soetjiningsih, 1995).
Whaley dan Wong dalam Supartini (2004) mengemukakan pertumbuhan sebagai suatu peningkatan jumlah dan ukuran, sedangkan perkembangan menitikberatkan pada perubahan yang terjadi secara bertahap dari tingkat yang paling rendah ke tingkat yang paling tinggi dan kompleks melalui proses maturasi dan pembelajaran.
Faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang
Menurut Soetjiningsih (1995), secara umum terdapat dua faktor yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, yaitu :
1) Faktor genetik
Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang anak. Melalui intruksi genetik yang terkandung di dalam sel telur yang telah dibuahi, dapat ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan. Ditandai dengan intensitas dan kecepatan pembelahan, derajat sensitivitas jaringan terhadap rangsangan, umur pubertas dan berhentinya pertumbuhan tulang. Termasuk faktor genetik antara lain adalah berbagai faktor bawaan yang normal dan patologik, jenis kelamin, suku bangsa.
2) Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan. Faktor lingkungan ini secara garis besar dibagi menjadi :
a) Faktor lingkungan pada waktu masih di dalam kandungan (faktor prenatal).
Faktor prenatal yang berpengaruh antara lain gizi ibu pada waktu hamil, faktor mekanis, toksin atau zat kimia, endokrin, radiasi, infeksi, stress, imunitas, dan anoksia embrio.
b) Faktor lingkungan setelah lahir (faktor postnatal)
Lingkungan postnatal dapat digolongkan menjadi :
(1) Lingkungan biologis
Meliputi ras, jenis kelamin, umur, gizi, perawatan kesehatan, kepekaan terhadap penyakit, penyakit kronis, fungsi metabolisme, dan hormon.
(2) Faktor fisik
Meliputi cuaca, sanitasi, keadaan rumah, dan radiasi.
(3) Faktor psikososial
Meliputi stimulasi, motivasi belajar,ganjaran atau hukuman yang wajar, kelompok sebaya, stress, sekolah, cinta dan kasih sayang, dan kualitas interaksi anak-orang tua.
(4) Faktor keluarga dan adat istiadat
Meliputi pekerjaan atau pendapatan keluarga, pendidikan orang tua, jumlah saudara, jenis kelamin dalam keluarga, stabilitas rumah tangga, kepribadian orang tua, adat-istiadat, agama, urbanisasi, dan kehidupan politik dalam masyarakat yang mempengaruhi prioritas kepentingan anak dan anggaran.
Ciri-ciri tumbuh kembang anak
Tumbuh kembang anak yang dimulai sejak konsepsi sampai dewasa mempunyai cirri-ciri tersendiri, yaitu (Soetjiningsih, 1995) :
Tumbuh kembang adalah proses yang kontinyu sejak konsepsi sampai maturitas atau dewasa, dipengaruhi oleh faktor bawaan dan lingkungan.
Dalam periode tertentu terdapat adanya masa percepatan atau masa perlambatan, serta laju tumbuh kembang yang berlainan diantara organ-organ.
Pola perkembangan anak adalah sama, tetapi kecepatannya berbeda antara anak satu dengan lainnya.
Perkembangan erat hubungannya dengan maturasi system susunan saraf.
Aktivitas seluruh tubuh diganti respon individu yang khas.
Arah perkembangan anak adalah cephalocaudal.
Refleks primitive seperti refleks memegang dan berjalan akan menghilang sebelum gerakan volunter tercapai.

Klasifikasi
Secara garis besar menurut Markum (1994) tumbuh kembang dibagi menjadi 3, yaitu;
a. Tumbuh kembang fisis
Tumbuh kembang fisis meliputi perubahan dalam ukuran besar dan fungsi organisme atau individu. Perubahan ini bervariasi dari fungsi tingkat molekuler yang sederhana seperti aktifasi enzim terhadap diferensi sel, sampai kepada proses metabolisme yang kompleks dan perubahan bentuk fisik di masa pubertas.
b. Tumbuh kembang intelektual
Tumbuh kembang intelektual berkaitan dengan kepandaian berkomunikasi dan kemampuan menangani materi yang bersifat abstrak dan simbolik,seperti bermain, berbicara, berhitung, atau membaca.
c. Tumbuh kembang emosional
Proses tumbuh kembang emosional bergantung pada kemampuan bayi untuk membentuk ikatan batin, kemampuan untuk bercinta kasih

Prinsip tumbuh kembang menurut Potter & Perry ( 2005 )
A. Perkembangan merupakan hal yang terartur dan mengikuti rangkaian tertentu
B. Perkembangan adalah sesuatu yang terarah dan berlangsung terus menerus, dalam pola sebagai berikut
Cephalocaudal, pertumbuhan berlangsung terus dari kepala ke arah bawah bagian tubuh
Proximodistal, perkembangan berlangsung terus dari daerah pusat ( proksimal ) tubuh kea rah luar tubuh ( distal )
Differentiation, ketika perkembangan berlangsung terus dari yang mudah kearah yang lebih kompleks.
C. Perkembangan merupakan hal yang kompleks, dapat diprediksi , terjadi dengan pola yang konsisten dan kronologis

http://askep-askeb.cz.cc/

Blog Archive