Showing posts with label Hukum Kesehatan. Show all posts
Showing posts with label Hukum Kesehatan. Show all posts

Sunday, February 28, 2010

Kepemimpinan dalam Keperawatan

Kepemimpinan dalam Keperawatan
Definisi kepemimpinan
Kepemimpinan didefinisikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi, menggerakkan dan mengarahkan suatu tindakan pada diri seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu pada situasi tertentu (Sujak, 1990). Menurut Robbin (1996), kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya tujuan. Koonzt (1984), bahwa kepemimpinan sebagai pengaruh, seni atau proses mempengaruhi orang-orang sehingga mereka akan berusaha mencapai tujuan kelompok dengan kemampuan dan antusias. Dari beberapa pengertian kepemimpinan tersebut, Manduh (1997) memberikan pengertian singakat tentang kepemimpinan yaitu proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas-aktivitas tugas dari orang-orang dalam kelompok.
Dalam kepemimpinan terdapat beberapa kegiatan kepemimpinan. Menurut Gillies (1997) untuk mencapai kepemimpinan yang efektif harus dilaksanakan kegiatan penugasan dan memberikan pengarahan, memberikan bimbingan, mendorong kerja sama dan partisipasi, mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan, observasi dan supervisi serta evaluasi dari hasil penampilan kerja. Pemimpin yang efektif adalah seorang katalisator dalam memudahkan interaksi yang efektif diantara tenagakerja, bahan dan waktu. Untuk dapat melaksanakan tugas tersebut, maka seorang pemimpin harus memiliki pengetahuan yang luas dan kompleks tentang sistem manusia, mempunyai kemampuan hubungan antar manusia terutama dalam mempengaruhi orang lain dan memiliki sekelompok nilai-nilai dalam mengenal orang lain dengan baik. Di samping itu, pemimpin harus mempertimbangkan kewaspadaan diri, karakteristik kelompok, karakteristik individu serta motivasi yang ada dalam menggerakkan orang lain dalam mencapai tujuan organisasi.
2.1.2 Pendekatan/Teori Kepemimpinan
Dalam mengembangkan model kepemimpinan terdapat beberapa teori yang mendasari terbentuknya gaya kepemimpinan. Menurut Whitaker (1996), ada empat macam pendekatan kepemimpinan yaitu:
1) Teori Bakat
Teori bakat terdiri dari bakat intelegensi dan kepribadian. Kemampuan ini merupakan bawaan sejak lahir yang mempunyai pengaruh besar dalam kepemimpinan. Beberapa hal yang menonjol pada teori bakat adalah kepandaian berbicara, kemampuan/keberanian dalam memutuskan sesuatu, penyesuaian diri, percaya diri, kreatif, kemampuan interpersonal dan prestasi yang dapat menjadi bekal dalam membentuk kepemimpinan sehingga seseorang pemimpin dapat mempengaruhi bawahannya.
2) Teori Perilaku
Teori perilaku kepemimpinan memfokuskan pada perilaku yang dipunyai oleh pemimpin dan yang membedakan dirinya dari non pemimpin. Menurut teori ini seorang pemimpin dapat mempelajari perilaku pemimpin supaya dapat menjadi pemimpin yang efektif. Dengan demikian teori perilaku kepemimpinan lebih sesuai dengan pandangan bahwa pemimpin dapat dipelajari, bukan bawaan sejak lahir.
3) Teori Situasi (Contingency)
Teori situasi mengasumsikan bahwa tidak ada satu gaya kepemimpinan yang paling baik, tetapi kepemimpinan tergantung pada situasi, bentuk organisasi, kekuasaan atau otoriter dari pemimpin, pekerjaan yang kompleks dan tingkat kematangan bawahan.
4) Teori Transformasi
Teori transformasi mengasumsikan bahwa pemimpin mampu melakukan kepemimpinannya dalam situasi yang sangat cepat berubah atau situasi yang penuh krisis. Menurut Bass (Dikutip Gibson, 1997) seorang pemimpin transformasional adalah seorang yang dapat menampilkan kepemimpinan yang kharismatik, penuh inspirasi, stimulasi intelektual dan perasaan bahwa setiap pengikut diperhitungkan.
2.1.3 Gaya Kepemimpinan
Gaya diartikan sebagai cara penampilan karakteristik atau tersendiri. Menurut Follet (1940), gaya didefiniskan sebagai hak istimewa tersendiri dari si ahli dengan hasil akhir dicapai tanpa menimbulkan isu sampingan. Gillies (1997), menyatakan bahwa gaya kepemimpinan dapat diidentifikasikan berdasarkan perilaku pemimpin. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh pengalaman bertahun-tahun dalam kehidupannya, oleh karena itu kepribadian seseorang akan mempengaruhi gaya kepemimpinan yang digunakan. Gaya kepemimpinan seseorang cenderung sangat bervariasi dan berbeda-beda. Menurut para ahli ada beberapa gaya kepemimpinan yang dapat diterapkan dalam suatu organisasi antara lain:
1) Gaya Kepemimpinan menurut Tannenbau dan Warren H. Schmidt.
Menurut kedua ahli tersebut, gaya kepemimpinan dapat dijelaskan melalui dua titik ekstrim yaitu kepemimpinan berfokus pada atasan dan kepemimpinan berfokus pada bawahan. Gaya tersebut dipengaruhi oleh faktor manajer, faktor karyawan dan faktor situasi. Jika pemimpin memandang bahwa kepentingan organisasi harus didahulukan dibandingkan kepentingan individu, maka pemimpin akan lebih otoriter. Jika bawahan mempunyai pengalaman yang lebih baik, menginginkan partisipasi, maka pemimpin dapat menerapkan gaya partisipasi.
Gaya Kepemimpinan menurut Likert
Likert mengelompokan gaya kepemimpinan dalam empat sistem yaitu:
Sistem Otoriter-Eksploitatif
Pemimpin tipe ini sangat otoriter, mempunyai kepercayaan yang rendah terhadap bawahannya, memotivasi bawahan melalui ancaman atau hukuman. Komunikasi yang dilakukan satu arah ke bawah (top-down).

(2) Sistem Benevolent-Authoritative
Pemimpin mempercayai bawahan sampai tingkat tertentu, memotivasi bawahan dengan ancaman atau hukuman tetapi tidak selalu dan membolehkan komunikasi ke atas. Pemimpin memperhatikan ide bawahan dan mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan meskipun masih melakukan pengawasan yang ketat.
(3) Sistem Konsultatif
Pemimpin mempunyai kepercayaan terhadap bawahan cukup besar. Pemimpin menggunakan balasan (insentif) untuk memotivasi bawahan dengan kadang-kadang menggunakan ancaman atau hukuman. Komunikasi dua arah dan membolehkan keputusan spesifik dibuat oleh bawahan.
(4) Sistem Partisipatif
Pemimpin mempunyai kepercayaan sepenuhnya terhadap bawahan, selalu memamfaatkan ide bawahan, menggunakan insentif ekonomi untuk memotivasi bawahan. Komunikasi dua arah dan menjadikan bawahan sebagai kelompok kerja.

Gaya Kepemipinan menurut Teori X dan Teori Y
Teori ini di kemukakan oleh Douglas Mc Gregor dalam bukunya "The Human Side of Enterprise" (1960), menyebutkan bahwa perilaku seseorang dalam suatu organisasi dapat dikelompokan dalam dua kutub utama yaitu sebagai Teori X dan Teori Y. Teori X diasumsikan bahwa pemimpin itu tidak menyukai pekerjaan, kurang ambisi, tidak mempunyai tanggung jawab, cendrung menolak perubahan dan lebih suka dipimpin daripada memimpin. Sebaliknya Teori Y diasumsikan bahwa pemimpin itu senang bekerja, bisa menerima tanggung jawab, mampu mandiri, mampu mengawasi diri, mampu berimajinasi dan kreatif. Dari teori ini, gaya kepemimpinan dibedakan menjadi empat macam yaitu:
Gaya kepemimpinan ditaktor
Gaya kepemimpinan yang dilakukan dengan menimbulkan ketakutan serta menggunakan ancaman dan hukuman merupakan bentuk dari pelaksanaan teori X
(2) Gaya kepemimpinan autokratis
Pada dasarnya hampir sama dengan gaya kepemimpinan ditaktor namun bobotnya agak kurang. Segala keputusan berada ditangan pemimpin, pendapat dari bawahan tidak pernah dibenarkan, Gaya ini juga merupakan pelaksanaan dari teori X.
(3)Gaya kepemimpinan demokratis
Ditemukan adaya peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan yang dilakukan secara musyawarah. Gaya kepemimpinan ini pada dasarnya sesuai dengan teori Y.
(4) Gaya kepemimpinan santai
Peranan pemimpin hampir tidak terlihat karena segala keputusan diserahkan pada bawahan. Gaya kepemimpinan ini sesuai dengan teori Y (Azwar, 1996).

3) Gaya kepemimpinan menurut Robert House
Berdasarkan teori motivasi pengharapan, Robert House mengemukakan empat gaya kepemimpinan yaitu:
(1) Directive
Pemimpin menyatakan kepada bawahan tentang bagaimana melaksanakan suatu tugas. Gaya ini mengandung arti bahwa pemimpin berorientasi pada hasil.
(2) Supportive
Pemimpin berusaha mendekatkan diri dengan bawahan dan bersikap ramah terhadap bawahan.
(3) Participative
Pemimpin berkonsultasi dengan bawahan untuk mendapatkan masukan dan saran dalam rangka pengambilan keputusan.
Achievement oriented
Pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan berusaha untuk mencapai tujuan tersebut seoptimal mungkin (Sujak, 1990).
4) Gaya kepemimpinan menurut Hersey dan Blanchard
Ciri-ciri gaya kepemimpinan menurut Hersey dan Blanchard meliputi:
Instruksi
- Tinggi tugas dan rendah hubungan
- Komunikasi searah
- Pengambilan keputusan berada pada pimpinan,peran bawahan sangat minimal.
- Pemimpin banyak memberikan pengarahan atau instruksi yang spesifik serta mengawasi dengan ketat.
(2) Konsultasi
- Tinggi tugas dan tinggi hubungan
- Komunikasi dua arah
- Peran pemimpin dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan cukup besar, bawahan diberi kesempatan untuk memberi masukan dan menampung keluhan.
(3) Partisipasi
- Tinggi hubungan rendah tugas
- Pemimpin dan bawahan bersama-sama memberi gagasan dalam pengambilan keputusan.
(4) Delegasi
- Rendah hubungan dan rendah tugas
- Komunikasi dua arah terjadi diskusi antara pemimpin dan bawahan dalam pemecahan masalah serta bawahan diberi delegasi untuk mengambil keputusan .

5) Gaya kepemimpinan menurut Ronald Lippits dan Rapiph K. White
Menurut Ronald Lippith dan Rapiph K. White, ada tiga gaya kepemimpinan yaitu: otoriter, demokrasi dan liberal yang mulai dikembangkan di Universitas Iowa.
Otoriter
Gaya kepemimpinan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Wewenang mutlak berada pada pimpinan
Keputusan selalu dibuat oleh pimpinan
Kebijaksanaan selalu dibuat oleh pimpinan
Komunikasi berlangsung satu arah dari pimpinan kepada bawahan
Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para bawahan dilakukan secara ketat
Prakarsa harus selalu berasal dari pimpinan
Tiada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran, pertimbangan atau pendapat
Tugas-tugas bawahan diberikan secara instruktif
Lebih banyak kritik daripada pujian
Pimpinan menuntut prestasi sempurna dari bawahan tanpa syarat
Pimpinan menuntut kesetiaan tanpa syarat
Cenderung adanya paksaan, ancaman dan hukuman
Kasar dalam bertindak
Kaku dalam bersikap
Tanggung jawab keberhasilan organisasi hanya dipikul oleh pimpinan
Demokratis
Kepemimpinan gaya demokratis adalah kemampuan kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara berbagai kegiatan yang akan dilakukan ditentukan bersama antara pimpinan dan bawahan.
Gaya kepemimpinan ini memiliki cirri-ciri sebagai berikut:
Wewenang pimpinan tidak mutlak
Pimpinan bersedia melimpahkan sebagian wewenang kepada bawahan
Keputusan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan
Kebijaksanaan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan
Komunikasi berlangsung timbal-balik
Pengawasan dilakukan secara wajar
Prakarsa dapat datang dari bawahan
Banyak kesempatan dari bawahan untuk menyampaikan saran dan pertimbangan
Tugas-tugas kepada bawahan diberikan dengan lebih bersifat permintaan daripada instruktif
Pujian dan kritik seimbang
Pimpinan mendorong prestasi sempurna para bawahan dalam batas masing-masing
Pimpinan meminta kesetiaan bawahan secara wajar
Pimpinan memperhatikan perasaan dalam bersikap dan bertindak
Terdapat suasana saling percaya, saling hormat menghormati dan saling menghargai
Tanggung jawab keberhasilan organisasi ditanggung secara bersama-sama
(3) Liberal atau Laissez Faire
Kepemimpinan gaya liberal atau Laissez Faire adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan dengan cara berbagai kegiatan yang dilakukan lebih banyak diserahkan kepada bawahan.
Gaya kepemimpinan ini bercirikan sebagai berikut:
Pemimpin melimpahkan wewenang sepenuhnya kepada bawahan
Keputusan lebih banyak dibuat oleh bawahan
Kebijaksanaan lebih banyak dibuat oleh bawahan
Pimpinan hanya berkomunikasi apabila diperlukan oleh bawahan
Hampir tiada pengawasan terhadap tingkah laku bawahan
Prakarsa selalu berasal dari bawahan
Hampir tiada pengarahan dari pimpinan
Peranan pimpinan sangat sedikit dalam kegiatan kelompok
Kepentingan pribadi lebih penting dari kepentingan kelompok
Tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul oleh perorangan

6) Gaya kepemimpinan berdasarkan kekuasaan dan wewenang
Menurut Gillies (1996), gaya kepemimpinan berdasarkan wewenang dan kekuasaan dibedakan menjadi 4 yaitu:
(1) Otoriter
Merupakan kepemimpinan yang berorientasi pada tugas/pekerjaan. Menggunakan kekuasaan posisi dan power dalam memimpin. Pemimpin menentukan semua tujuan yang akan dicapai dalam pengambilan keputusan. Informasi diberikan hanya pada kepentingan tugas. Motivasi dengan reward dan punishment.
(2) Demokratis
Merupakan kepemimpinan yang menghargai sifat dan kemampuan setiap staf. Menggunakan kekuasaan posisi dan pribadinya untuk mendorong ide dari staf , memotivasi kelompok untuk menentukan tujuan sendiri. Membuat rencana dan pengontrolan dalam penerapannya. Informasi diberikan seluas-luasnya dan terbuka.

(3) Partisipatif
Merupakan gabungan antara otokratik dan demokrasi, yaitu pemimpin yang menyampaikan hasil analisa masalah dan mengusulkan tindakannya. Staf diminta saran dan kritiknya serta mempertimbangkan respon staf terhadap usulnya. Keputusan akhir oleh kelompok.
(4) Bebas Tindak
Merupakan pimpinan offisial, karyawan menentukan sendiri kegiatan tanpa pengarahan, supervisi dan koordinasi. Staf/bawahan mengevaluasi pekerjaan sesuai dengan caranya sendiri. Pimpinan hanya sebagai sumber informasi dan pengendalian minimal.
Lester R. Bitel menyebutkan bahwa semua gaya kepemimpinan ini memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Pemimpin yang sukses adalah yang mampu menyesuaikan diri dengan situasi.
Dalam penelitian ini, peneliti memilih gaya kepemimpinan berdasarkan wewenang dan kekuasaan yang merupakan gabungan dari teori Hersey dan Blanchard dengan teori Ronald lippits dan Ralph K. White. Kedua teori ini dapat digunakan untuk menilai kecendrungan gaya kepemimpinan kepala ruangan dengan memodifikasi pertanyaan sesuai dengan situasi perawatan.

Saturday, February 27, 2010

STANDAR PRAKTEK KEPERAWATAN PROFESIONAL DI – INDONESIA

PENDAHULUAN

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sebagai organisasi profesi suara perawat nasional, mempunyai tanggung jawab utama yaitu melindungi masyarakat / publik, profesi keperawatan dan praktisi perawat.

Praktek keperawatan ditentukan dalam standar organisasi profesi dan system pengaturan serta pengendaliannya melalui perundang – undangan keperawatan (Nursing Act), dimanapun perawat itu bekerja (PPNI, 2000).

Keperawatan hubungannya sangat banyak keterlibatan dengan segmen manusia dan kemanusiaan, oleh karena berbagai masalah kesehatan actual dan potensial. Keperawatan memandang manusia secara utuh dan unik sehingga praktek keperawatan membutuhkan penerapan ilmu Pengetahuan dan keterampilan yang kompleks sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan objektif pasien/klien. Keunikan hubungan ners dan klien harus dipelihara interaksi dinamikanya dan kontuinitasnya.

Penerimaan dan pengakuan keperawatan sebagai pelayanan professional diberikan dengan perawat professional sejak tahun 1983, maka upaya perwujudannya bukanlah hal mudah di Indonesia. Disisi lain keperawatan di Indonesia menghadapi tuntutan dan kebutuhan eksternal dan internal yang kesemuanya membutuhkan upaya yang sungguh – sungguh dan nyata keterlibatan berbagai pihak yang terkait dan berkepentingan.

Dalam kaitannya dengan tanggungjawab utama dan komitmen tersebut di atas maka PPNI harus memberikan respon, sensitive serta peduli untuk mengembangkan standar praktek keperawatan. Diharapkan dengan pemberlakuan standar praktek keperawatan di Indonesia akan menjadi titik inovasi baru yang dapat digunakan sebagai : pertama falsafah dasar pengembangan aspek – aspek keperawatan di Indonesia, kedua salah satu tolak ukur efektifitas dan efisiensi pelayanan keperawatan dan ketiga perwujudan diri keperawatan professional.

PENGERTIAN DAN SUMBER – SUMBER STANDAR KEPERAWATAN

Standar keperawatan uraian pernyataan tingkat kinerja yang diinginkan, sehingga kualitas struktur, proses dan hasil dapat dinilai. Standar asuhan keperawtan berarti pernyataan kualitas yang didinginkan dan dapat didnilai pemberian asuhan keperawatan terhadap pasien/klien. Hubungan anatara kualitas dan standar menjadi dua hal yang saling terkait erat, karena malelui standar dapat dikuantifikasi sebagai bukti pelayanan meningkat dan memburuk.

Terjadi kesepakatan antara praktisi terhadap tingkat kinerja dan menawarkan ukuran penilaian agar praktek keperawatan terbaru dapat dibandingkan. Penilaian essensial asuhan keperawatan melalui penataan standar sebagai dasar kesepakatan untuk mencapai asuhan keperawatan optimal. Standar keperawatan dalam prakteknya harus dapat diterima, dimana setiap klien berhak mendapatkan asuhan berkualitas, tanpa membedakan usia dan diagnosa. Dengan demikian standar dapat diharapkan memberikan fondasi dasar dalam mengukur kualitas asuhan keperawatan.

Setiap hari perawat bekerja sesuai standar – standar yang ada seperti merancang kebutuhan dan jumlah tenaga berdasarkan volume kerja, standar pemerataan dan distribusi pasien dalam unit khusus, standar pendidikan bagi perawat professional sebagai persyaratan agar dapat masuk dan praktek dalam tatanan pelayanan keperawatan professional.

Bertolak dari uaraian sepintas diatas tentang pengertian standar maka secara singkat standar dapat diartikan sebagai : Pedoman, ukuran, criteria, peraturan, keperingkatan, undang-undang, indicator, pengukuran atau penafsiran, etik dan prinsip, prototype atau model, norma dan kegiatan, ada kekhasan, pernyataan kompetensi serta persyaratan akreditasi.

Persyaratan Operasional : - Pedoman (persyaratan kebijakan umum), dan mengukur perbedaan (criteria) dan tingkat keunggulan yang diinginkan (tujuan akhir).

SUMBER STANDAR KEPERAWATAN

Pada dasarnya ada tiga sumber informasi utama, untuk mengembangkan standar yaitu : penelitian, keputusan kelompok ahli/spesialis, observasi cara praktek keperawatan actual. Dalam organisasi pelayanan keperawatan standar bersumber baik dari sumber eksternal maupun internal.

KEGUNAAN STANDAR KEPERAWATAN

Tujuan utama standar memberikan kejelasan dan pedoman untuk mengidentifikasi ukuran dan penilaian hasil akhir, dengan demikian standar dapat meningkatkan dan memfasilitasi perbaikan dan pencapaian kualitas asuhan keperawatan. Criteria kualitas asuhan keperawatan mencakup : aman, akurasi, kontuinitas, efektif biaya, manusiawi dan memberikan harapan yang sama tentang apa yang baik baigi perawat dan pasien. Standar menjamin perawat mengambil keputusan yang layak dan wajar dan melaksanakan intervensi – intervensi yang aman dan akontebel.

Pengembangan dan penetapan standar keperawatan melalui tahapan yaitu : harus diumumkan, diedarkan atau disosialisasikan dan terakhir penerapan dalam bebagai tatanan pelayanan. Pengembangan ini bertujuan pertama, meningkatkan kualitas asuhan keperawatan, kedua mengurangi biaya asuhan, ketiga dasar untuk menentukan ada tidaknya "negligence" perawat.

Pelayanan keperawatan adalah essensial bagi kehidupan dan kesejahteraan klien oleh karena itu profesi keperawatan harus akontebel terhadap kualitas asuhan yang diberikan. Pengembangan ilmu dan teknologi memungkinkan perawat untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan dalam rangka menerapkan asuhan bagi klien dengan kebutuhan yang kompleks. Untuk menjamin efektifitas asuhan keperawatan pada klien, harus tersedia criteria dalam area praktek yang mengarahkan keperawatan mengambil keputusan dan melakukan intervensi keperawatan secara aman.

Pada saat ini biaya asuhan kesehatan telah meningkat tajam walaupun hari rawat singkat. Melalui penataan standar keperawatan, maka tindakan keperawatan sesuai kebutuhan dan harapan pasien tanpa mengurangi kesejahteraan pasien namun biaya lebih terjangkau. Untuk mengeliminasi pemborosan anggaran dan fasilitas dan kesalahan praktek perawat standar asuhan keperawatan hendaknya dapat digunakan dalam semua situasi pelayanan kesehatan. Standar asuhan keperawatan menjadi essensial terutama jika diterapkan dalam unit-unit pelayanan yang secara relatif terdapat sedikit jumlah perawat yang berpengalaman tapi harus memberikan pelayanan untuk berbagai jenis penyakit dan memnuhi kebutuhan kesehatan yang kompleks.

Berdasarkan uraian diatas tadi maka beberapa keuntungan dapat diperoleh dari adanya standar keperawatan sebagai dasar rasional dalam merencanakan keperawatan, mencapai efisiensi organisasi, mengevaluasi membina dan upaya perbaikan, alat komunikasi dan koordinasi asuhan keperawatan diseluruh system pelayanan kesehatan, menentukan kebutuhan perawat dan pola utilitasnya.

Aspek-aspek penting mengapa standar keperawatan harus ditentukan : pertama memebrikan arah kedua mencapai persetujuan sesuai harapan / ekspekstasi ketiga memantau dan menilai hasil memnuhi standar, tidak memenuhi standar atau melampaui standar, dan keempat merupakan petunjuk bagi organisasi/manajemen, profesi dan pasien dalam organisasi tatanan pelayanan untuk memperoleh hasil optimal.

PENGEMBANGAN STANDAR KEPERAWATAN

Dalam menata standar dibutuhkan pertimbangan-perimbangan kerangka kerja yang akan digunakan dan berbagai komponen agara standar terpenuhi, selanjutnya dipertimbangkan siapa yang menata standar dan bagaimana proses tersebut dikoordinasikan.

Kerangka kerja yang lazim dalam penataan standar 1) Donabedian Model – Struktur, proses, hasil, 2) Proses model "crossby" 3) Model kualitas enam dimensi "Maxwell dan 4) Model "Criteria Listing"(Crossby, 1989 dan Maxwell, 1984).

Standar keperawatan secara luas menggunakan dan mengadopsi kerangka kerja Model Donabedian yang dipadukan dengan berbagai konsep keprawatan.

Standar harus tersedia diberbagai tatanan dengan bermacam-macam pengertian dan persyaratan, namun essensial bagi setiap operasional pelayanan kesehatan. Keperawatan profesi yang paling responsive dalam menata standar karena banyak hal-hal yang berperan penting dalam asuhan pasien yang tidak disentuh (intangibles). Oleh karena itu dalam pengembangan standar keperawatan membutuhkan pengertian yang sangat mendasar tentang hakekat keperawatan sebagai persyaratan awal, harus diidentifikasi dengan jelas pengertian multifokal tujuan keperawatan. Selanjutnya perlu diidentifikasi hasil asuhan pasien / klien – hasil yang diharapkan menjadi standar asuhan, kemudian performance kinerja perawat professional berorientasi pada proses keperawatan – menjadi stanar praktek dan berpotensial tidak merugikan – struktur pengelolaan menjadi standar biaya / anggaran. Persyaratan awal diatas tadi untuk menentukan hasil yang spesifik dan kaitannya dengan proses keperawatan dan hasil yang diharapkan.

KESIMPULAN DAN PENUTUP

Pengembangan standar praktek keperawatan di Indonesia merupakan tanggung jawab PPNI karena tekanan dan tuntutan kebutuhan terhadap kualitas asuhan keperawatan makin tinggi. Pengertian standar sangat luas namun harus dapat diterima dan dicapai. Dalam pengembangan standar dibutuhkan sumber-sumber pengembangan standar keperawatan.

Tujuan dan manfaat standar keperawatan pada dasarnya mengukur kuaitas asuhan kinerja perawat dan efektifitas menejemen organisasi. Dalam pengembangan standar menggunakan pendekatan dan kerangka kerja yang lazim sehingga dapat ditata siapa yang bertanggung jawab mengembangkan standar bagaimana proses pengembangan tersebut.

Berbagai jenis keperawatan dapat dikembangkan dengan focus, orientasi dan pendekatan yang saling mendukung.

Standar asuhan berfokus pada hasil pasien, standar praktik berorientasi pada kinerja perawat professional untuk memberdayakan proses keperawatan. Standar finansial juga harus dikembangkan dalam pengelolaan keperawatan sehingga dapat bermanfaat bagi pasien, profesi perawat dan organisasi pelayanan.

Semoga bermanfaat

Sumber referensi:
-PP PPNI
-Yohana R. Kawonal, SMIP., CVRN.

Thursday, February 18, 2010

Tiga Resep Obat yang Paling Banyak Disalahgunakan

Penyalahgunaan obat-obatan hasil resep dokter untuk menangani masalah non medis makin merebak. Fenomena itu terus meningkat tiap tahunnya bahkan mengalahkan pemakaian kokain dan methamphetamine.
Kematian bintang pop Michael Jackson karena overdosis memunculkan perhatian para pakar kesehatan mengenai peresepan obat yang sewenang-wenang. Tren penyalahgunaan obat memang meningkat akhir-akhir ini, media internet pun dijadikan alat transaksi obat secara ilegal.
Menurut laporan dari National Survey on Drug Use and Health, satu dari lima remaja dan orang dewasa di Amerika menggunakan obat-obatan hasil resep dokter untuk menangani masalah non medis.
Para pakar kesehatan menduga penggunaan obat sewenang-wenang diakibatkan karena kemudahan akses untuk mendapatkan obat tersebut. Masyarakat juga lebih merasa aman mengonsumsi obat resep dokter daripada obat jalanan.
Menurut Dr Wilson Compton, direktur Division of Epidemiology, Services and Prevention Research di US National Institute on Drug Abuse, ada tiga jenis obat resep yang sering disalahgunakan yaitu:

1. Obat penghilang rasa nyeri
Contoh obat ini adalah codeine, oxycodone dan morfin untuk menghilangkan rasa sakit, trauma atau seseorang yang melakukan operasi.

2. Obat sedatif (penenang)
Contohnya Valium, Librium dan Xanax yang banyak diresepkan sebagai obat penenang atau obat tidur.
3. Obat stimulan (perangsang)
Contohnya obat Ritalin, Adderall dan Dexedrine sebagai obat penurun berat badan atau membantu orang hiperaktif.

"Diantara ketiga jenis obat tersebut, obat penghilang rasa sakit adalah obat yang paling sering disalahgunakan. Mereka biasanya mendapatkan obat-obatan tersebut dari teman atau kolega yang mendapatkan obat tersebut dari dokter," kata Compton seperti dikutip dari Health24, Senin (4/1/2010).
Orang yang menyalahgunakan obat itu biasanya berhasil meyakinkan dokter untuk menuliskan resep demi mendapatkan obat-obatan yang mereka inginkan. Mereka juga bisa mendapatkan resep obat tersebut dari situs farmasi di internet."Saat ini lebih mudah untuk mendapatkan obat secara online daripada membeli heroin di jalanan secara sembunyi-sembunyi," ujar Compton.

The Ryan Haight Online Pharmacy Consumer Protection Act, perusahaan yang menyediakan jasa penjualan obat secara online setuju untuk membuat sistem penjualan obat online dengan lebih ketat. Hal itu didasari oleh sejarah seorang remaja 17 tahun, Ryan Haight yang meninggal dunia karena overdosis pada tahun 2001 karena membeli obat secara online.

"Seharusnya setiap kali orang datang ke bagian farmasi maka informasi resep dokter dimasukkan dalam database sehingga bisa dijadikan alat untuk melacak penyalahgunaan obat," tutur Compton (sumber: detik.com)

Saturday, February 13, 2010

Hak-hak Pasien

Hak-hak Pasien
Hak pasien merupakan bagian dari hak mengingat hak merupakan tyntutan secara rasional dalam situasi terte:nu- Setiap manusia mempunvai hak untuk dihargai sebagai manusia. Beberapa hak pasien dalam pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut:
1. Hak mendapatkan pelayanan kesehatan memadai dan berkualitas.
2. Hak untuk diberikan informasi.
3. Hak untuk dilibatkan dalam pembuatam keputusann tentang pengobatan dan perawatan.
4. Hak untuk diberikan informed consent.
5. Hak untuk menolak suatu consent.
6. Hak untuk mengetahui nama dan status tenaga kesehatan yang menolong.
7. Hak untuk mempunyai pendapat.
8. Hak untuk diperlakukan secara horrnat.
9. Hak untuk konfidentialitas termasuk privasi.
10. Hak untuk memilih integritas tubuh.
11. Hak untuk kompensasi terhadap cedera ti ang tidak legal.
12. Hak untuk mempertahankam kemuliaan (elignitas) (Prihardjo, Robert, 1995)
"

Monday, February 8, 2010

Landasan Dasar Praktek Kebidanan

Pengertian
1. Bidan
Bidan merupakan profesi yang diakui secara nasional maupun internasional dengan sejumlah praktisi di seluruh dunia. Pengertian bidan dan bidang prakteknya secara internasional telah diakui oleh International Confederation of Midwives (ICM) tahun 1972 dan International Federation of International Gynaecologist and Obstetritian (FIGO) tahun 1973, WHO dan badan lainnya. Pada tahun 1990 pada Pertemuan Dewan di Kobe, ICM menyempurnakan definisi tersebut yang kemudian disahkan oleh FIGO (1991) dan WHO (1992).

Secara lengkap pengertian bidan adalah:
Bdian adalah seseorang yang telah menyelesaikan Program Pendidikan Bidan yang diakui oleh negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk menjalankan praktek kebidanan di negeri itu. Dia harus mampu memberikan supervisi, asuhan dan memberikan nasehat yang dibutuhkan kepada wanita selama masa hamil, persalinan dan masa pasca persalinan (post partum period), memimpim persalinan atas tanggung jawabnya sendiri serta asuhan pada bayi baru lahir dan anak. Asuhan ini termasuk tindakan preventif, pendeteksian kondisi abnormal pada ibu dan bayi, dan mengupayakan bantuan medis serta melakukan tindakan pertolongan gawat darurat pada saat tidak hadirnya tenaga medik lainnya. Dia mempunyai tugas penting dalam konsultasi dan pendidikan kesehatan, tidak hanya untuk wanita tersebut, tetapi juga termasuk keluarga dan komunitasnya. Pekerjaan itu termasuk pendidikan antenatal, dan persiapan untuk menjadi orang tua, dan meluas ke daerah tertentu dari ginekologik, keluarga berencana dan asuhan anak. Bidan dapat berpraktek di rumah sakit, klinik, unit kesehatan, rumah perawatan atau tempat-tempat pelayanan lainnya.

Dari pernyataan di atas terlihat bahwa bidan mempunyai tugas penting dalam memberikan bimbingan, asuhan dan penyuluhan kepada ibu hamil, persalinan, nifas dan menolong persalinan dengan tanggung jawabnya sendiri serta memberikan asuhan pada bayi baru lahir.

Dalam melaksanakan praktek bidan harus mampu memberikan asuhan sesuai dengan kebutuhan, terhadap warita yang sedang hamil, melahirkan dan post partum, maupun massa interval, melaksanakan pertolongan persalinan atas tanggung jawabnya sendiri dan memberikan asuhan pada bayi baru lahir, bayi dan anak balita dalam rangka menyiapkan sumber daya manusia/generasi penerus yang berkualitas. Asuhan tersebut termasuk tindakan pemeliharaan, pencegahan deteksi serta intervensi dan rujukan pada keadaan resiko tinggi termasuk kegawatan para ibu dan anak.

2. Kebidanan/Midwifery
Merupakan ilmu yang terbentuk dari sintesa berbagai disiplin ilmu (multi disiplin) Yang terkait dengan pelayanan kebidanan, meliputi ilmu kedokteran, ilmu keperawatan, ilmu sosial, ilmu perilaku, ilmu budaya, ilmu kesehatan masyarakat dan ilmu manajemen untuk dapat memberikan pelayanan kepada ibu dalam masa pra konsepsi, masa hamil, ibu bersalin, post partum, bayi baru lahir. Pelayanan tersebut meliputi pendeteksian keadaan abnormal pada ibu dan anak, melaksanakan konseling dan pendidikan kesehatan terhadap individu keluarga dan masyarakat.

3. Pelayanan Kebidanan (Midwifery Services)
Adalah seluruh tugas yang menjadi tanggung jawab praktek profesi bidan dalam sistem pelayanan kesehatan yang bertujuan meningkatkan kesehatan ibu dan anak dalam rangka mewujudkan kesehatan keluarga dan masyarakat.

4. Praktek Kebidanan
Adalah penerapan ilmu kebidanan dalam memberikan pelayanan/asuhan kebidanan kepada klien dengan pendekatan manajemen kebidanan.

5. Manajemen Kebidanan
Adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis mulai dari pengkajian analisa data, diagnosa kebidanan, perencanaan; pelaksanaan dan evaluasi

6. Asuhan Kebidanan
Adalah penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi tanggung jawab dalam memberikan pelayanan kepada klien yang mempunyai kebutuhan/masalah dalam bidang kesehatan ibu masa hamil, masa persalinan, nifas, bayi setelah lahir serta keluarga berencana.

Falsafah Kebidanan
Sebagai bangsa Indonesia yang mempunyai pandangan hidup Pancasila, seorang bidan menganut filosofi yang mempunyai keyakinan di dalam dirinya bahwa semua manusia adalah mahluk bio psiko sosio kultural dan spiritual yang unik merupakan satu kesatuan jasmani dan rohani yang utuh dan tidak ada individu yang sama.
  1. Manusia terdiri dari pria dan wanita yang kemudian kedua jenis individu itu berpasangan menikah membentuk keluarga dan mempunyai anak. Keluarga adalah suami, istri disertai anak dad suami istri tersebut dan juga individu Yang mempunyai hubungan kekeluargaan yang tinggal di bawah satu atap.
  2. Keluarga-keluarga yang berada- di suatu wilayah/daerah membentuk masyarakat. Kumpulan dari masyarakat Indonesia terhimpun di Main satu kesatuan bangsa Indonesia. Masyarakat terbentuk karena adanya interaksi antara manusia dan budaya dalam lingkungan yang bebas dan dinamis mempunyai tujuan dan nilai-nilai yang terorganisir.
  3. Bidan berkeyakinan bahwa setiap individu berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang aman dan memuaskan sesuai dengan kebutuhan manusia dan perbedaan budaya. Setiap individu berhak untuk menentukan nasib sendiri, mendapat informasi yang cukup dan untuk berperan di segala aspek pemeliharaan kesehatannya.
  4. Persalinan adalah satu proses yang alami, peristiwa normal, namun apabila tidak dikelola dengan tepat, dapat berubah menjadi abnormal.
  5. Setiap individu berhak untuk dilahirkan secara sehat, untuk itu maka setiap wanita usia subur, ibu hamil, melahirkan dan bayinya berhak mendapatkan pelayanan yang berkualitas.
  6. Pengalaman melahirkan anak merupakan tugas perkembangan keluarga, yang membutuhkan persiapan mulai anak menginjak masa remaja.
  7. Kesehatan ibu periode reproduksi dipengarnhi oleh perilaku ibu, lingkungan dan pelayanan kesehatan.
Paradigma Kebidanan
Kebidanan dalam bekerja memberikan pelayanan keprofesiannya berpegang pada Paradigma, berupa Pandangan terhadap manusia/wanita, lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan/kebidanan dan keturunan.
1. Wanita
Wanita/manusia adalah mahluk bio-psiko-sosial-kultural dan spiritual yang utuh dan unik, mempunyai kebutuhan dasar yang bermacam-macam sesuai dengan tingkat perkembangannya. Wanita/ibu adalah penerus generasi keluarga dan bangsa sehingga keberadaan wanita yang sehat jasmani dan rohani serta sosial sangat diperlukan. Wanita/ibu adalah Pendidik pertama dan utama dalam keluarga. Kualitas manusia sangat ditentukan oleh keberadaan/kondisi dari wanita/ibu dalam keluarga. Para wanita di masyarakat adalah penggerak dan pelopor dari peningkatan kesejahteraan keluarga.

2. Lingkungan
Lingkungan adalah semua yang ada di lingkungan dan terlibat dalam interaksi individu pada waktu melaksanakan aktifitasnya. Lingkungan tersebut meliputi lingkung fisik, lingkungan psiko sosial, lingkungan biologis dan lingkungan budaya. Lingkungan psiko sosial meliputi keluarga, kelompok, komuniti dan masyarakat.
Keluarga mencakup sekelompok individu yang berhubungan erat secara terus-menerus terjadi interaksi satu sama lain secara perorangan maupun secara bersama-sama. keluarga dalam fungsinya mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan dimana berada.

3. Perilaku
Perilaku merupakan hasil dari berbagai pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya, yang terwujud dalam bentuk pengetahuan sikap dan tindakan. Perilaku manusia bersifat holistik (menyeluruh).
Perilaku ibu selama kehamilan akan mempengaruhi kehamilan, perilaku ibu dalam mencari penolong persalinan akan mempengaruhi kesejahteraan ibu dan janin yang dilahirkan. Demikian pula perilaku ibu pada masa nifas akan mempengaruhi kesehatan ibu dan bayinya.

4. Pelayanan Kebidanan
Pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, yang diarahkan untuk mewujudkan kasehatan keluarga, dalam rangka tercapai keluarga kecil bahagia dan sejahtera.
Pelayanan kebidanan merupaikan layanan yang diberikan oleh bidan sesuai kewenangan yang diberikannya dengan maksud meningkatkan kesehatan dan anak dalam rangka tercapainya keluarga kecil, bahagia dari sejahtera.

Sasaran pelayanan kebidanan adalah individu, keluarga dan masyarakat, y meliputi upaya peningkatan, pencegahan, penyembuhan dan pemulihan.

Layanan kebidanan dapat dibedakan menjadi:
  • Layanan kebidanan Primer ialah layanan bidan yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab bidan.
  • Layanan kebidanan Kolaborasi adalah layanan yang dilakukan oleh bidan sebagai anggota tim yang kegiatannya dilakukan secara bersamaan atau sebagai salah satu urutan dari sebuah proses kegiatan pelayanan kesehatan
  • Layanan kebidanan Rujukan adalah layanan yang diakukan oleh bidan dalam rangka rujukan ke sistem pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya yaitu pelayanan yang dilakukan oleh bidan sewaktu menerima rujukan dari dukun yang menolong persalinan, juga layanan rujukan yang dibawa oleh bidan ke tempat/fasilitas pelayanan kesehatan lain secara horisontal maupun vertikal atau ke profesi kesehatan lainnya. Layanan kebidanan yang tepat akan meningkatkan keamanan dan kesejahteraan ibu serta bayinya.
5. Keturunan
Kualitas manusia, diantaranya ditentukan oleh keturunan. Manusia yang sehat dilahirkan oleh ibu yang sehat. Hal ini menyangkut penyiapan wanita sebelum perkawinan, masa kehamilan, masa kelahiran dan masa nifas.

Tinjauan Keilmuan
Salah satu ciri profesi mandiri adalah adanya suatu landasan pengetahuan teoritis (Body of Knowledge) yang jelas dan adanya institusi pendidikan. Kebidanan sebagai profesi memerlukan pengetahuan teoritis yang jelas dan spesifik serta dapat memenuhi karakteristik keilmuan yang berdimensi dan bersifat ilmiah.

Dari segi keilmuan, kebidanan yang mandiri perlu dirunuskan dengan berpedoman kepada filsafat ilmu, sehingga dapat memenuhi ciri atau karakteristik dan spesifikasi pengetahuan yang berdimensi dan bersifat ilmiah. Beberapa pokok karakteristik, dan spesifikasi ilmu kebidanan meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Obyek Materi IImu Kebidanan
Obyek materi ilmu kebidanan adalah wanita dalam masa reproduksi terutama pada masa pra konsepsi, masa kehamilan, masa melahirkan, masa nifas/masa menyusui dan bayi baru lahir.

2. Obyek Formal Ilmu Kebidanan
Obyek forma ilmu kebidanan adalah upaya keamanan dan kesejahteraan ibu dan janinnya pada pra konsepsi masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas/ masa menyusui, sehingga tercapai kondisi yang sejahtera pada ibu dan janinnya dan selanjutnya ibu tersebut tercapai kondisi yang sejahtera pada ibu dan janinnya dan selanjutnya ibu tersebut dapat memelihara bayinya secara optimal.

Untuk dapat tercapainya keamanan dankesejahteraan bagi ibu dengan janinnya dapat dikembangkan prinsip dari kebidanan dalam pemberian asuhannya. Pelayanan bidan di Indonesia berdasarkan konsep yang menjelaskan proses asuhan kebidanan sebagai berikut:
  1. Tindakan kebidanan yang tepat dan aman, yaitu semua tindakan yang diberikan oleh bidan untuk ibu/wanita, bayi dan keluarga terhadap hal¬-hal yang dapat merugikan kesehatannya.
  2. Memberi kepuasan klien adalah tindakan yang dilakukan sesuai dengan keadaan permasalahannya dan hasil yang dicapai dari tindakan tersebut.
  3. Menghargai derajat manusia dan haknya untuk dapat mengambil keputusan sendiri, yaitu: tindakan yang dilakukan menunjukkan sikap bahwa bidan dihargai ibu/wanita sebagai individu yang mandiri dan mengambil keputusan yang berkaitan dengan kesehatan dirinya yang diberikan.
  4. Menghargai perbedaan sosial budaya seseorang yaitu tindakan yang menunjukkan pengertian bahwa tiap individu dan keadaan kesehatan dapat dipengaruhi oleh adat kebiasaan dan perilaku keluarga atau lingkungan.
  5. Kontak keluarga adalah tindakan/asuhan yang diberikan dengan mengikuti sertakan keluarga sebagai komponen penting dalam kehamilan, persalinan dan nifas serta meningkatkan secara optimal kesehatan keluarga sesuai keinginan ibu maupun keluarga.
  6. Peningkatan kesehatan adalah tindakan yang mendukung perilaku dapat meningkatkan kesehatan ibu/wanita sepanjang siklus kehidupan terutama berkaitan dengan proses kehamilan, persalinan dan nifas yang normal.
  7. Mengikutsertakan masyarakat dalam hal ini kelompok ibu-ibu. Dengan menggerakkan peran serta masyarakat adalah upaya menyadarkan masyarakat, agar masyarakat dapat mengerti dalam memecahkan masalah kesehatannya sendiri terutama yang berhubungan dengan kehamilan, persalinan dan nifas dalam mencapai kesehatan reproduksi akan tercapainya NKKBS.
Dengan demikian kajian ilmu kebidanan dapat dikembangkan berdasarkan konsep dasar tersebut diatas. Yaitu tubuh mengetahuan teoritis yang khas, bedimensi dan bersifat ilmiah.

Penerapan ilmu kebidanan di dalam pelayanan kebidanan menggunakan pendekatan ilmiah yang dikenal dengan manajemen kebidanan yang didasarkan pada landasan kerangka konseptual (Epistimologi dan pertimbangan etis yang menjadi rujukan ilmu dan pengembangan teknologi kebidanan.

Monday, February 1, 2010

Undang-Undang Keperawatan

Undang-Undang Keperawatan
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 32 TAHUN 1996
TENTANG
TENAGA KESEHATAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, dipandang perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tenaga Kesehatan.

Mengingat : Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495).

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TENAGA KESEHATAN

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan;
Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan;
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat;
Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan.

BAB II
JENIS TENAGA KESEHATAN
Pasal 2

Tenaga kesehatan terdiri dari:
tenaga medis;
tenaga keperawatan;
tenaga kefarmasian;
tenaga kesehatan masyarakat;
tenaga gizi;
tenaga keterapian fisik;
tenaga keteknisian medis.
Tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi.
Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan.
Tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker.
Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan dan sanitarian.
Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien.
Tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan terapis wicara.
Tenaga keteknisian medis meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, otorik prostetik, teknisi transfusi dan perekam medis.

BAB III
PERSYARATAN
Pasal 3

Tenaga kesehatan wajib memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang kesehatan yang dinyatakan dengan ijazah dari lembaga pendidikan.

Pasal 4
Tenaga kesehatan hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah tenaga kesehatan yang bersangkutan memiliki ijin dari Menteri.
Dikecualikan dari pemilikan ijin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bagi tenaga kesehatan masyarakat.
Ketentuan lebih lanjut mengenai perijinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri.

Pasal 5
Selain ijin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), tenaga medis dan tenaga kefarmasian lulusan dari lembaga pendidikan di luar negeri hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah yang bersangkutan melakukan adaptasi.
Ketentuan lebih lanjut mengenai adaptasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri.

BAB IV
PERENCANAAN, PENGADAAN DAN PENEMPATAN

Bagian Kesatu
Perencanaan

Pasal 6

Pengadaan dan penempatan tenaga kesehatan dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan yang merata bagi seluruh masyarakat.
Pengadaan dan penempatan tenaga kesehatan dilaksanakan sesuai dengan perencanaan nasional tenaga kesehatan.
Perencanaan nasional tenaga kesehatan disusun dengan memperhatikan faktor:
jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat;
sarana kesehatan;
jenis dan jumlah tenaga kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan.
Perencanaan nasional tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan oleh Menteri.

Bagian Kedua
Pengadaan
Pasal 7

Pengadaan tenaga kesehatan dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan di bidang kesehatan.

Pasal 8
Pendidikan di bidang kesehatan dilaksanakan di lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau masyarakat.
Penyelenggaraan pendidikan di bidang kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan berdasarkan ijin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 9
Pelatihan di bidang kesehatan diarahkan untuk meningkatkan keterampilan atau penguasaan pengetahuan di bidang teknis kesehatan.
Pelatihan di bidang kesehatan dapat dilakukan secara berjenjang sesuai dengan jenis tenaga kesehatan yang bersangkutan.


Pasal 10
Setiap tenaga kesehatan memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan di bidang kesehatan sesuai dengan bidang tugasnya.
Penyelenggara dan/atau pimpinan sarana kesehatan bertanggung jawab atas pemberian kesempatan kepada tenaga kesehatan yang ditempatkan dan/atau bekerja pada sarana kesehatan yang bersangkutan untuk meningkatkan keterampilan atau pengetahuan melalui pelatihan di bidang kesehatan.

Pasal 11
Pelatihan di bidang kesehatan dilaksanakan di balai pelatihan tenaga kesehatan atau tempat pelatihan lainnya.
Pelatihan di bidang kesehatan dapat diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.

Pasal 12
Pelatihan di bidang kesehatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah dilaksanakan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pelatihan di bidang kesehatan yang diselenggarakan oleh masyarakat dilaksanakan atas dasar ijin Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai perijinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur oleh Menteri.

Pasal 13
Pelatihan di bidang kesehatan wajib memenuhi persyaratan tersedianya:
calon peserta pelatihan;
tenaga kepelatihan;
kurikulum;
sumber dana yang tetap untuk menjamin kelangsungan penyelenggaraan pelatihan;
sarana dan prasarana.
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan pelatihan di bidang kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri.

Pasal 14
Menteri dapat menghentikan pelatihan apabila pelaksanaan pelatihan di bidang kesehatan yang diselenggarakan oleh masyarakat ternyata:
tidak sesuai dengan arah pelatihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1);
tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1);
Penghentian pelatihan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat mengakibatkan dicabutnya ijin pelatihan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penghentian pelatihan dan pencabutan ijin pelatihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Menteri.

Bagian Ketiga
Penempatan

Pasal 15
Dalam rangka pemerataan pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat, Pemerintah dapat mewajibkan tenaga kesehatan untuk ditempatkan pada sarana kesehatan tertentu untuk jangka waktu tertentu.
Penempatan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan cara masa bakti.
Pelaksanaan penempatan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 16
Penempatan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab Menteri.

Pasal 17
Penempatan tenaga kesehatan dengan cara masa bakti dilaksanakan dengan
memperhatikan:
kondisi wilayah dimana tenaga kesehatan yang bersangkutan ditempatkan;
lamanya penempatan;
jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat;
prioritas sarana kesehatan.

Pasal 18
Penempatan tenaga kesehatan dengan cara masa bakti dilaksanakan pada:
sarana kesehatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah;
sarana kesehatan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang ditunjuk oleh Pemerintah;
lingkungan perguruan tinggi sebagai staf pengajar;
lingkungan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Pelaksanaan ketentuan huruf c dan huruf d sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri setelah mendengar pertimbangan dari pimpinan instansi terkait.

Pasal 19
Tenaga kesehatan yang telah melaksanakan masa bakti diberikan surat keterangan dari Menteri.
Surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan persyaratan bagi tenaga kesehatan untuk memperoleh ijin menyelenggarakan upaya kesehatan pada sarana kesehatan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri.

Pasal 20
Status tenaga kesehatan dalam penempatan tenaga kesehatan dapat berupa:
pegawai negeri; atau
pegawai tidak tetap.

BAB V
STANDAR PROFESI DAN PERLINDUNGAN HUKUM

Bagian Kesatu
Standar Profesi
Pasal 21

Setiap tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi tenaga kesehatan.
Standar profesi tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 22
Bagi tenaga kesehatan jenis tertentu dalam melaksanakan tugas profesinya berkewajiban untuk:
menghormati hak pasien;
menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi pasien;
memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan dilakukan;
meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan;
membuat dan memelihara rekam medis.
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 23
Pasien berhak atas ganti rugi apabila dalam pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 mengakibatkan terganggunya kesehatan, cacat atau kematian yang terjadi karena kesalahan atau kelalaian.
Ganti rugi sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Kedua
Perlindungan Hukum

Pasal 24
Perlindungan hukum diberikan kepada tenaga kesehatan yang melakukan tugasnya sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan.
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

BAB VI
PENGHARGAAN

Pasal 25
Kepada tenaga kesehatan yang bertugas pada sarana kesehatan atas dasar prestasi kerja, pengabdian, kesetiaan, berjasa pada negara atau meninggal dunia dalam melaksanakan tugas diberikan penghargaan.
Penghargaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diberikan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.
Bentuk penghargaan dapat berupa kenaikan pangkat, tanda jasa, uang atau bentuk lain.

BAB VII
IKATAN PROFESI
Pasal 26
Tenaga kesehatan dapat membentuk ikatan profesi sebagai wadah untuk meningkatkan dan/atau mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, martabat dan kesejahteraan tenaga kesehatan.
Pembentukan ikatan profesi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VIII
TENAGA KESEHATAN WARGA NEGARA ASING

Pasal 27
Tenaga kesehatan warga negara asing hanya dapat melakukan upaya kesehatan atas dasar ijin dari Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai perijinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang tenaga kerja asing.

BAB IX
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Bagian Kesatu
Pembinaan
Pasal 28
Pembinaan tenaga kesehatan diarahkan untuk meningkatkan mutu pengabdian profesi tenaga kesehatan.
Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui pembinaan karier, disiplin dan teknis profesi tenaga kesehatan.

Pasal 29
Pembinaan karier tenaga kesehatan meliputi kenaikan pangkat, jabatan dan pemberian penghargaan.
Pembinaan karier tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 30
Pembinaan disiplin tenaga kesehatan menjadi tanggung jawab penyelenggara dan/atau pimpinan sarana kesehatan yang bersangkutan.
Pembinaan disiplin tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 31
Menteri melakukan pembinaan teknis profesi tenaga kesehatan.
Pembinaan teknis profesi tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui:
bimbingan;
pelatihan di bidang kesehatan;
penetapan standar profesi tenaga kesehatan.

Bagian Kedua
Pengawasan

Pasal 32

Menteri melakukan pengawasan terhadap tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugas profesinya.


Pasal 33
Dalam rangka pengawasan, Menteri dapat mengambil tindakan disiplin terhadap tenaga kesehatan yang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan yang bersangkutan.
Tindakan disiplin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa:
teguran;
pencabutan ijin untuk melakukan upaya kesehatan.
Pengambilan tindakan disiplin terhadap tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB X
KETENTUAN PIDANA
Pasal 34
Barangsiapa dengan sengaja menyelenggarakan pelatihan di bidang kesehatan tanpa ijin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), dipidana sesuai dengan ketentuan Pasal 84 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

Pasal 35
Berdasarkan ketentuan Pasal 86 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, barangsiapa dengan sengaja:
melakukan upaya kesehatan tanpa ijin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1);
melakukan upaya kesehatan tanpa melakukan adaptasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1);
melakukan upaya kesehatan tidak sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1);
tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1); dipidana denda paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 36
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan tenaga kesehatan yang telah ada masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 37
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
"

Sunday, January 31, 2010

Peran dan Fungsi Bidan

Peran dan Fungsi Bidan: "
PERAN DAN FUNGSI BIDAN

Peran Bidan
Dalam melaksanakan profesinya bidan memiliki peran sebagai pelaksana, pengelola, pendidik, dan peneliti.
A. Peran Sebagai Pelaksana
Sebagai pelaksana, bidan memiliki tiga kategori tugas, yaitu tugas mandiri, tugas kolaborasi, dan tugas ketergantungan.
1. Tugas mandiri
Tugas-tugas mandiri bidan, yaitu:
1) Menetapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan yang diberikan, mencakup:
a. Mengkaji status kesehatan untuk memenuhi kebutuhan asuhan klien.
b. Menentukan diagnosis.
c. Menyusun rencana tindakan sesuai dengan masalah yang dihadapi.
d. Melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
e. Mengevaluasi tindakan yang telah diberikan.
f. Membuat rencana tindak lanjut kegiatan/tindakan.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan kegiatan/tindakan.

2) Memberi pelayanan dasar pranikah pada anak remaja dan dengan melibatkan mereka sebagai klien, mencakup:
a. Mengkaji status kesehatan dan kebutuhan anak remaja dan wanita dalam masa pranikah.
b. Menentukan diagnosis dan kebutuhan pelayanan dasar.
c. Menyusun rencana tindakan/layanan sebagai prioritas mendasar bersama klien.
d. Melaksanakan tindakan/layanan sesuai dengan rencana.
e. Mengevaluasi hasil tindakan/layanan yang telah diberikan bersama klien.
f. Membuat rencana tindak lanjut tindakan/layanan bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan kebidanan.

3) Memberi asuhan kebidanan kepada klien selama kehamilan normal, mencakup:
a. Mengkaji status kesehatan klien yang dalam keadaan hamil.
b. Menentukan diagnosis kebidanan dan kebutuhan kesehatan klien.
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan bersama klien sesuai dengan prioritas masalah.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
e. Mengevaluasi hasil asuhan yang telah diberikan bersama klien.
f. Membuat rencana tindak lanjut asuhan yang telah diberikan bersama klien.
g. Membuat rencana tindak lanjut asuhan kebidanan bersama klien,
h. Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan kebidanan yang telah diberikan.

4) Memberi asuhan kebidanan kepada klien dalam masa persalinar dengan melibatkan klien/keluarga, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada klien dalam masa persalinan.
b. Menentukan diagnosis dan kebutuhan asuhan kebidanan dalam masa persalinan.
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan bersama klien sesuai dengar prioritas masalah.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
e. Mengevaluasi asuhan yang telah diberikan bersama klien.
f. Membuat rencana tindakan pada ibu selama masa persalinan sesuai dengan prioriras.
g. Membuat asuhan kebidanan.

5) Memberi asuhan kebidanan pada bayi baru lahir, mencakup:
a. Mengkaji status keselhatan bayi baru lahir dengan melibatkan keluarga.
b. Menentukan diagnosis dan kebutuhan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir.
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan sesuai prioritas.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah dibuat.
e. Mengevaluasi asuhan kebidanan yang telah diberikan.
f. Membuat rencana tindak lanjut.
g. Membuat rencana pencatatan dan pelaporan asuhan yang telah diberikan.

6) Memberi asuhan kebidanan pada klien dalam masa nifas dengan melibatkan klien/keluarga, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas.
b. Menentukan diagnosis dan kebutuhan asuhan kebidanan pada masa nifas.
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan berdasarkan prioritas masalah.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana.
e. Mengevaluasi bersama klien asuhan kebidanan yang telah diberikan.
f. Membuat rencana tindak lanjut asuhan kebidanan bersama klien.
7) Memberi asuhan kebidanan pada wanita usia subur yang membutuhkan pelayanan keluarga berencana, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan pelayanan keluarga berencana pada pus (pasangan usia subur)
b. Menentukan diagnosis dan kebutuhan pelayanan.
c. Menyusun rencana pelayanan KB sesuai prioritas masalah bersama klien.
d. Melaksanakan asuhan sesuai dengan rencana yang telah dibuat.
e. Mengevaluasi asuhan kebidanan yang telah diberikan.
f. Membuat rencana tindak lanjut pelayanan bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan laporan.

8) Memberi asuhan kebidanan pada wanita dengan gangguan sistem reproduksi dan wanita dalam masa klimakterium serta menopause, mencakup:
a. Mengkaji status kesehatan dan kebutuhan asuhan klien.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, prioritas, dan kebutuhan asuhan.
c. Menyusun rencana asuhan sesuai prioritas masalah bersama klien.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana.
e. Mengevaluasi bersama klien hasil asuhan kebidanan yang telah diberikan.
f. Membuat rencana tindak lanjut bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan kebidanan.


9) Memberi asuhan kebidanan pada bayi dan balita dengan melibatkan keluarga, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan sesuai dengan tumbuh kembang bayi/balita.
b. Menentukan diagnosis dan prioritas masalah.
c. Menyusun rencana asuhan sesuai dengan rencana.
d. Melaksanakan asuhan sesuai dengan prioritas masalah.
e. Mengevaluasi hasil asuhan yang telah diberikan.
f. Membuat rencana tindak lanjut.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan.

2. Tugas Kolaborasi
Tugas-tugas kolaborasi (kerja sama) bidan, yaitu:
1) Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai fungsi kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga. mencakup:
a. Mengkaji masalah yang berkaitan dengan komplikasi dan kondisi kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
c. Merencanakan tindakan sesuai dengan prioriras kegawatdaruratan dan hasil kolaborasi serta berkerjasama dengan klien.
d. Melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana dan dengan melibatkan klien.
e. Mengevaluasi hasil tindakan yang telah diberikan.
f. Menyusum rencana tindak lanjut bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan.

2) Memberi asu6an kebidanan pada ibu hamil dengan risiko tinggi dan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan pada kasus risiko tinggi dan keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
b. Menentukam diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan faktor risiko serta keadaan kegawatdaruratan pada kasus risiko tinggi.
c. Menyusun rencana asuhan dan tindakan pertolongan pertama sesuai dengn prioritas
d. Melaksanalkan asuhan kebidanan pada kasus ibu hamil dengan risiko tinggi dan memberi pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama.
f. Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan.
3) Memberi asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan resiko tinggi serta keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan pertolongan pertama dengan tindakan kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan risiko tinggi dan keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan faktor risiko dan keadaan kegawatdaruratan
c. Menyusun rrencana asuhan kebidanan pada i6tl dalam masa persalinan dengan risiko tinggi dan pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan risiko tinggi dan memberi pertolongan pertama sesuai dengan priositas.
e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama pada ibu hamil dengan risiko tinggi.
f. Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan.

4) Memberi asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan risiko tinggi serta pertolongan pertama dalam keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi bersama klien dan keluarga, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan pada ibu dalam masa nifas dengan risiko tinggi dan keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan faktor risiko serta keadaan kegawatdaruratan.
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan risiko tinggi dan pertolongan pertarna sesuai dengan prioritas.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan dengan risiko tinggi dan memberi pertolongan pertama sesuai dengan rencana.
e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama.
f. Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan.

5) Memberi asuhan kebidanan pada bay, baru lahir dengan risiko tinggi dan pertolongan pertama dalam keadaan kegawatdaruraran yang memerlukan tindakan kolaborasi bersama klien dan keluarga, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir de ngan risiko tinggi dan keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan Faktor risiko serta keadaan kegawatdaruratan.
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan risiko tinggi dan memerlukan pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan risiko tinggi dan pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama.
f. Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan.

6) Memberi asuhan kebidanan pada balita dengan risiko cinggi serta pertolongan pertama dalam keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi betsamut klien dan keluarga, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan pada balita dengan risiko tinggi dan keadaan kegawatdaruratan yang nemerlukan tindakan kolaborasi.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioricas sesuai dengan faktor risiko serta keadaan kegawatdaruratan.
c. Menyvsun rencana asuhan kebidanan pada balita dengan risiko tinggi dan memerlukan pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan pada balita dengan risiko tinggi dan pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidaman dan pertolongan pertama.
f. Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan pelaporaan.

3. Tugas ketergantungan
Tugas-tugas ketergantungan (merujuk) bidan, yaitu:
1) Menerapkan manajamen kebidanan ,pada setiap asuhan kebidanan sesuai dengan fungsi keterlibatan klien dan keluarga, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebndanan yang memerlukan tindakan di luar lingkup kewenangan bidan dan memerlukan rujukan.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas serta sumbersumber dan fasilitas untuk kebmuuhan intervensi lebih lanjut bersama klien/keluarga.
c. Merujuk klien uncuk keperluan iintervensi lebih lanjuc kepada petugas/inscitusi pelayanan kesehaatan yang berwenang dengan dokumentasi yang lengkap.
d. Membuat pencatatan dan pelaporan serta mendokumentasikan seluruh kejadian dan incervensi.

2) Membeci asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada kasus kehamilan dengan risiko tinggi serta kegawatdaruratan, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas.
c. Memberi pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan.
d. Memberi asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan.
e. Mengirim klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada petugas/institusi pelayanan kesehatan yang berwenang.
f. Membuat pencatatan dan pelaporan serta mendokumentasikan seluruh kejadian dan intervensi.
3) Memberi asuhan kebidanan melalui konsultasi serta rujukan pada masa persalinan dengan penyulit tertentu dengan melibatkan klien dan keluarga, mencakup:
a. Mengkaji adanya penyulit dan kondisi kegawatdaruratan pada ibu dalam persalinan yang memerlukan konsultasi dan rujukan.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas.
c. Memberi pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan.
d. Merujuk klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada petugas/institusi pelayanan kesehatan yang berwenang.
e. Membuat pencatatan dan pelaporan serta mendokumentasikae seluruh kejadian dan intervensi.

4) Memberi asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada ibu dalam masa nifas yang disertai penyulit tertentu dan kegawatdaruratan dengan melibatkan klien dan keluarga, mencakup:
a. Mengkaji adanya penyulit dan kondisi kegawatdaruratan pada ibu dalam masa nifas yang memerlukan konsultasi serta rujukan.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas.
c. Memberi pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan.
d. Mengirim klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada petugas/institusi pelayanan kesehatan yang berwenang
e. Membuat pencatatan dan pelaporan serta mendokumentasikan seluruh kejadian dan intervensi.

5) Memberi asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan kelainan tertentu dan kegawatdaruratan yang memerlukan konsultasi serta rujukan dengan melibatkan keluarga, mencakup:
a. Mengkaji adanya penyulit dan kondisi kegawatdaruratan pada bayi baru lahir yang memerlukan konsulrasi serta rujukan.
b. Menentatkan diagnosis, prognosis, dan prioritas.
c. Memberi pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan
d. Merujuk klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada petugas/institusi pelayanan kesehatan yang berwenang.
e. Membuat pencatatan dan pelaporan serta dokumentasi.

6) Memberi asuhan kebidanan kepada anak balita dengan kelainan tertentu dan kegawatdaruratan yang memerlukan konsultasi serta rujukan dengan melibatkan klien/keluarga, mencakup:
a. Mengkaji adanya penyulit dan kegawatdaruratan pada balita yang memerlukan konsultasi serta rujukan.
b. Menenrukan diagnosis, prognosis, dan prioritas.
c. Memberi pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan
d. Merujuk klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada petugas/institusi pelayanan kesehatan yang berwenang.
e. Membuat pencatatan dan pelaporan serta dokumentasi.

B. Peran Sebagai Pengelola
Sebagai pengelola bidan memiliki 2 tugas, yaitu tugas pengembangan pelayanan dasar kesehatan dan tugas partisipasi dalam tim.
1. Mengembangkan pelayanan dasar kesehatan
Bidan bertugas; mengembangkan pelayanan dasar kesehatan, terutama pelayanan kebnjanan untuk individu, keluarga kelompok khusus, dan masyarakat di wilayah kerja dengan melibatl;can masyarakat/klien, mencakup:
1) Mengkaji kebutuhan terutama yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan anak untuk meningkatkan serta mengembangkan program pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya bersama tim kesehatan dan pemuka masyarakat.
2) Menyusun rencana kerja sesuai dengan hasil pengkajian bersama masyarakat.
3) Mengelola kegiatan-kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat, khususnya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana (KB) sesuai dengan rencana.
4) Mengoordinir, mengawasi, dan membimbing kader, dukun, atau petugas kesehatan lain dalam melaksanakan program/kegiatan pelayanan kesehatan ibu dan anak-serta KB.
5) Mengembangkan strategi untuk meningkatkan keseharan masyarakat khususnya kesehatan ibu dan anak serta KB, termasuk pemanfaatan sumber-sumber yang ada pada program dan sektor terkait.
6) Menggerakkan dan mengembanglran kemampuan masyarakat serta memelihara kesehatannya dengan memanfaatkan potensi-potensi yang ada.
7) Mempertahankan, meningkatkan mutu dan keamanan praktik profesional melalui pendidikan, pelatihan, magang sena kegiatankegiatan dalam kelompok profesi.
8) Mendokumentasikan seluruh kegiatan yang telah dilaksanakan.

2. Berpartisipasi dalam tim
Bidan berpartisipasi dalam tim untuk melaksanakan program kesehatan dan sektor lain di wilayah kerjanya melalui peningkatan kemampuan dukun bayi, kader kesehatan, serta tenaga kesehatan lain yang berada di bawah bimbingan dalam wilayah kerjanya, mencakup:
1) Bekerja sama dengan puskesmas, institusi lain sebagai anggota tim dalam memberi asuhan kepada klien dalam bentuk konsultasi rujukan dan tindak lanjut.
2) Membina hubungan baik dengan dukun bayi dan kader kesehatan atau petugas lapangan keluarga berencaca (PLKB) dan masyarakat.
3) Melaksanakan pelatihan serta membimbing dukun bayi, kader dan petugas kesehatan lain.
4) Memberi asuhan kepada klien rujukan dari dukun bayi.
5) Membina kegiatan-kegiatan yang ada di masyarakat, yang berkaitan dengan kesehatan.

C. Peran Sebagai Pendidik
Sebagai pendidik bidan memiliki 2 tugas yaitu sebagai pendidik dan penyuluh kesehatan bagi klien serta pelatih dan pembimbing kader.
1. Memberi pendidikan dan penyuluhan kesehatan pada klien
Bidan memberi pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada klien (individu, keluarga, kelompok, serta maryarakat) tentang penanggulangan masalah kesehatan, khususnya yang berhubungarn dengan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana, mencakup:
1) Mengkaji kebutuhan pendidikan dan penyuluhan kesehatan, khususnya dalam bidang kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana bersama klien.
2) Menyusun rencana penyuluhan kesehatan sesuai dengan kebutuhan yang telah dikaji, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang bersama klien.
3) Menyiapkan alat serta materi pendidikan dan penyuluhan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
4) Melaksanakan program/rencana pendidikan dan penyuluhan kesehatan sesuai dengan rencana jangka pendek serta jangka panjang dengan melibatkan unsur-unsur terkait, termasuk klien.
5) Mengevaluasi hasil pendidikan/penyuluhan kesehatan bersama klien dan menggunakannya untuk memperbaiki serta meninglcatkan program dl masa yang akan datang.
6) Mendokumentasikan semua kegiatan dan hasil pendidikan/ penyuluhan kesehatan secara lengkap serta sistematis.

2. Melatih dan membimbing kader
Bidan melatih dan membimbing kader, peserta didik kebidanan dan keperawatan, serta membina dukun dl wilayah atau tempat kerjanya, mencakup:
1) Mengkaji kebutuhan pelatihan dan bimbingan bagi kader, dukun bayi, serta peserta didik
2) Menyusun rencana pelatihan dan bimbingan sesuai dengan hasil pengkajian.
3) Menyiapkan alat bantu mengajar (audio visual aids, AVA) dan bahan untuk keperluan pelatihan dan bimbingan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
4) Melaksanakan pelatihan untuk dukun bayi dan kader sesuai dengan rencana yang telah disusun dengan melibatkan unsur-unsur terkait.
5) Membimbing peserta didik kebidanan dan keperawatan dalam lingkup kerjanya.
6) Menilai hasil pelatihan dan bimbingan yang telah diberikan.
7) Menggunakan hasil evaluasi untuk meningkatkan program bimbingan.
8) Mendokumentasikan semua kegiatan termasuk hasil evaluasi pelatihan serta bimbingan secara sistematis dan lengkap.
D. Peran Sebagai Peneliti/Investigator
Bidan melakukan investigasi atau penelitian terapan dalam bidang kesehatan baik secara mandiri maupun berkelompok, mencakup:
1. Mengidentifikasi kebutuhan investigasi yang akan dilakukan.
2. Menyusun rencana kerja pelatihan.
3. Melaksanakan investigasi sesuai dengan rencana.
4. Mengolah dan menginterpretasikan data hasil investigasi.
5. Menyusun laporan hasil investigasi dan tindak lanjut.
6. Memanfaatkan hasil investigasi untuk meningkatkan dan mengembangkan program kerja atau pelayanan kesehatan.

FUNGSI BIDAN
Berdasarkan peran bidan seperti yang dikemukakan di atas, maka fungsi bidan adalah sebagai berikut.
A. Fungsi Pelaksana
Fungsi bidan sebagai pelaksana mencakup:
1. Melakukan bimbingan dan penyuluhan kepada individu, keluarga, serta masyarakat (khususnya kaum remaja) pada masa praperkawinan.
2. Melakukan asuhan kebidanan untuk proses kehamilan normal, kehamilan dengan kasus patologis tertentu, dan kehamilan dengan risiko tinggi.
3. Menolong persalinan normal dan kasus persalinan patologis tertentu.
4. Merawat bayi segera setelah lahir normal dan bayi dengan risiko tinggi.
5. Melakukan asuhan kebidanan pada ibu nifas.
6. Memelihara kesehatan ibu dalam masa menyusui.
7. Melakukan pelayanan kesehatan pada anak balita dan pcasekolah
8. Memberi pelayanan keluarga berencanasesuai dengan wewenangnya.
9. Memberi bimbingan dan pelayanan kesehatan untuk kasus gangguan sistem reproduksi, termasuk wanita pada masa klimakterium internal dan menopause sesuai dengan wewenangnya.

B. Fungsi Pengelola
Fungsi bidan sebagai pengelola mencakup:
1. Mengembangkan konsep kegiatan pelayanan kebidanan bagi individu, keluarga, kelompok masyarakat, sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat yang didukung oleh partisipasi masyarakat.
2. Menyusun rencana pelaksanaan pelayanan kebidanan di lingkungan unit kerjanya.
3. Memimpin koordinasi kegiatan pelayanan kebidanan.
4. Melakukan kerja sama serta komunikasi inter dan antarsektor yang terkait dengan pelayanan kebidanan
5. Memimpin evaluasi hasil kegiatan tim atau unit pelayanan kebidanan.

C. Fungsi Pendidik
Fungsi bidan sebagai pendidik mencakup:
1. Memberi penyuluhan kepada individu, keluarga, dan kelompok masyarakat terkait dengan pelayanan kebidanan dalam lingkup kesehatan serta keluarga berencana.
2. Membimbing dan melatih dukun bayi serta kader kesetan sesuai dengan bidang tanggung jawab bidan.
3. Memberi bimbingan kepada para peserta didik bidan dalam kegiatan praktik di klinik dan di masyarakat.
4. Mendidik peserta didik bidan atau tenaga kesehatan lainnya sesuai dengan bidang keahliannya.



D. Fungsi Peneliti
Fungsi bidan sebagai peneliti mencakup:
1. Melakukan evaluasi, pengkajian, survei, dan penelitian yang dilakukan sendiri atau berkelompok dalam lingkup pelayanan kebidanan.
2. Melakukan penelitian kesehatan keluarga dan keluarga berencana.


BIDAN SEBAGAI PROFESI

Bidan Suatu Profesi
Sejarah menunjukkan bahwa bidan merupakan salah satu profesi tertua di dunia sejak adanya peradaban umat manusia. Bidan muncul sebagai wanita terpercaya dalam mendampingi dan menolong ibu melahirkan. Peran dan posisi bidan di masyarakat sangat dihargai dan dihormati karena tugasnya yang sangat mulia, memberi semangat, membesarkan hati, dan mendampingi, serta menolong ibu melahirkan sampai ibu dapat merawat bayinya dengan baik.

Dalam naskah kuno, pada zaman prasejarah, tercatat bahwa bidan dari Mesir (Siphrah dan Poah) berani mengambil risiko menyelamatkan bayi laki-laki bangsa Yahudi (orang-orang yang dijajah bangsa Mesir) yang diperintahkan oleh Firaun untuk dibunuh. Mereka sudah menunjukkan sikap etika moral yang tinggi dan takwa kepada Tuhan dalam membela orang-orang yang berada pada posisi lemah, yang pada zaman modern ini kita sebut perara advokasi. Dalam menjalankan tugas dan praktiknya, bidan bekerja berdasarkan pandangan filosofis yang dianut, keilmuan, metode kerja, standar praktik pelayanan, serta kode etik profesi yang dimilikinya.

Ciri profesi bidan:
1. Bidan disiapkan melalui pendidikan formal agar lulusannya dapat melaksanakan pdcerjaan yang menjadi tanggung jawabnya secara profesional.
2. Bidan memiliki alat yang dijadikan panduan dalam menjalankan profesinya yaitu Standar Pelayanan Kebidanan, Kode Etik, dan Etika Kebidanan.
3. Bidan memiliki kelompok pengetahuan yang jelas dalam menjalankan profesinya.
4. Bidan memiliki kewenangan dalam menjalankan tugasnya.
5. Bidan memberi pelayanan yang aman dan memuaskan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
6. Bidan memiliki organisasi profesi.
7. Bidan memiliki karakteristik yang khusus dan dikenal serta dibutuhkan masyarakat.
8. Profesi bidan dijadikan sebagai suatu pekerjaan dan sumber utama penghidupan.

Arti dan Ciri Jabatan Profesional
Secara populer, seseorang yang bekerja di bidang apa pun sering diberi predikat profesional Seorang pekerja profesional menurut bahasa keseharian adalah seorang pekerja yang terampil atau cakap dalam kerjanya meskipun keterampilan atau kecakapan tersebut merupakan hasil minat dan belajar dari kebiasaan.

Pengertian jabatan profesional perlu dibedakan dengan predikat profesional yang diperoleh dari jenis pekerjaan hasil pembiasaan melakukan keterampilan tertentu (melalui magang/keterlibatan langsung dalam situasi kerja tertenru dan mendapatkan keterampilan kerja sebagai warisan orang tuanya atau pendahulunya).

Seorang pekerja profesional perlu dibedakan dart seorang teknisi. Baik pekerja profesional maupun teknisi dapat saja terampil dalam unjuk kerja (mis., menguasai teknik kerja yang sama, dapat memecahkan masalah teknis dalam bidang kerjanya). Akan tetapi, seorang pekerja profesional dituntut menguasai visi yang mendasari keterampilannya yang menyangkut wawasan filosofis, pertimbangan rasional, dan memiliki sikap yang positif dalam melaksanakan serta mengembangkan mucu karyanya.
C.V. Good menjelaskan bahwa-jenis pekerjaan profesional memiliki ciri-ciri tertentu, yaitu: memerlukan persiapan atau pendidikan khusus bagi pelakunya (membutuhkan pendidikan prajabatan yang relevan), kecakapannya memenuhi persyaratan yang telah dibakukan oleh pihak yang berwenang (mis., organisasi profesional, konsorsium dan pemerintah), serta jabatan tersebut mendapat pengakuan dari masyarakat dan/atau negara.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa bidan adalah jabatan profesional karena memenuhi ketiga persyaratan di atas. Secara lebih rind, ciri-ciri jabatan profesional adalah sebagai berikut:
1. Pelakunya secara nyata (de facto) dituntut memiliki kecakapan kerja (keahlian) sesuai dengan tugas-tugas khusus serta tuntutan dari jenis jabatannya (spesialisasi).
2. Kecakapan atau keahlian seorang pekerja profesional bukan sekadar hasil pembiasaan atau latihan rutin yang terkondisi, tetapi harus didasari oleh wawasan keilmuwan yang mantap. Jabatan profesional juga menuntut pendidikan formal. Jabatan yang terprogram secara relevan dan berbobot akan terselenggara secara efektif, efisien, serta memiliki tolak ukur evaluasi yang terstandardisasi.
3. Pekerja profesional dituntut berwawasan sosial yang luas sehingga pilihan jabatan serta kerjanya didasarkan pada kerangka nilai tertentu, bersikap positif terhadap jabatan dan perannya, serta memiliki motivasi dan upaya urituk berkarya sebaik-baiknya. Hal ini mendorong pekerja profesional yang bersangkutan untuk selalu meningkatkan (menyempurnakan) diri serra karyanya. Orang tersebut secara nyata mencintai profesinya dan memiliki etos kerja yang tinggi.
4. Jabatan profesional perlu mendapat pengesahan dari maryarakat dan/ atau negara. Jabatan profesional memiliki syarat-syarat serra kode etik yang harus dipenuhi oleh pelakunya. Hal ini menjamin kepantasan berkarya dan merupakan tanggung jawab sosial profesional tersebut.
Sehubungan dengan profesionalisme jabatan bidan, perlu dibahas bahwa bidan tergolong jabatan profesional. Jabatan dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu jabatan struktural dan jabatan fungsional. Jabatan struktural adalah jabatan yang secara tegas ada dan diatur berjenjang dalam suatu organisasi, sedangkan jabatan fungsional adalah jabatan yang ditinjau serta dihargai dari aspek fungsinya yang vital dalam kehidupan masyarakat dan negara.

Selain fungsi dan perannya yang vital dalam kehidupan masyarakat, jabatan fungsional juga berorientasi kualitatif. Dalam konteks inilah jabatan bidan adalah jabatan fungsional profesional, dan wajarlah apabila bidan tersebut mendapat tunjangan fungsional.

Bidan Suatu Jabatan Profesional
Sesuai dengan uraian di atas, sudah jelas bahwa bidan adalah jabatan profesional. Persyaratan dari bidan sebagai jabatan profesional telah dimiliki oleh bidan tersebut. Persyaratan tersebut adalah sebagai berikut.
1. Memberi pelayanan kepada masyarakat yang bersifac khusus atau spesialis.
2. Melalui jenjang pendidikan yang menyiapkan bidan sebagai tenaga profesional.
3. Keberadaannya diakui dan diperlukan oleh masyarakat.
4. Memiliki kewenangan yang disahkan atau diberikan oleh pemerintah.
5. Memiliki peran dan fungsi yang jelas.
6. Memiliki kompetensi yang jelas dan terukur.
7. Memiliki organisasi profesi sebagai wadah.
8. Memiliki kode etik bidan.
9. Memiliki etika kebidanan.
10. Memiliki standar pelayanan.
11. Memiliki standar praktik.
12. Memiliki standar pendidikan yang mendasari dan mengembangkan profesi sesuai dengan kebutuhan pelayanan.
13. Memiliki standar pendidikan berkelanjutan sebagai wahana pengembangan kompetensi.
"

RUU KEPERAWATAN

GOLKAN RUU KEPERAWATAN MENJADI UU KEPERAWATAN TAHUN INI JUGA

JIKA ANDA PERAWAT TOLONG SEBARKAN ISI BLOG INI

Rancangan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR ………………………

TENTANG

KEPERAWATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang:a. bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945;

b. bahwa kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau.

c. bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan merupakan bagian integral dari penyelenggaraan upaya kesehatan yang dilakukan oleh perawat berdasarkan kaidah etik, nilai-nilai moral serta standar profesi.

d. bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan didasarkan pada kewenangan yang diberikan kepada perawat karena keahliannya, yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan kesehatan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan globalisasi.

e. bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan dan penyelesaian masalah yang timbul dalam penyelenggaraan praktik keperawatan, perlu keterlibatan organisasi profesi.

f. bahwa untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima pelayanan kesehatan dan perawat diperlukan pengaturan mengenai penyelenggaraan praktik keperawatan;

g. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f, perlu ditetapkan Undang-Undang tentang Keperawatan.

Mengingat 1. Undang-Undang Dasar 1945; Pasal 20 dan pasal 21 ayat (1)

2. Undang-Undang No. 23, tahun 1992 tentang kesehatan

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan:UNDANG-UNDANG TENTANG KEPERAWATAN

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

(1) Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.

(2) Praktik keperawatan adalah tindakan perawat melalui kolaborasi dengan klien dan atau tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan yang dilandasi dengan substansi keilmuan khusus, pengambilan keputusan dan keterampilan perawat berdasarkan aplikasi prinsip-prinsip ilmu biologis, psikolologi, sosial, kultural dan spiritual.

(3) Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan kepada klien di sarana pelayanan kesehatan dan tatanan pelayanan lainnya, dengan menggunakan pendekatan ilmiah keperawatan berdasarkan kode etik dan standar praktik keperawatan.

(4) Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan keperawatan baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(5) Perawat terdiri dari perawat vokasional, perawat professional dan perawat profesinoal spesialis

(6) Perawat vokasional adalah seseorang yang mempunyai kewenangan untuk melakukan praktik dengan batasan tertentu dibawah supervisi langsung maupun tidak langsung oleh Perawat Profesioal dengan sebutan Lisenced Vocasional Nurse (LVN)

(7) Perawat professional adalah tenaga professional yang mandiri, bekerja secara otonom dan berkolaborasi dengan yang lain dan telah menyelesaikan program pendidikan profesi keperawatan, telah lulus uji kompetensi perawat profesional yang dilakukan oleh konsil dengan sebutan Registered Nurse (RN)

(8) Perawat Profesional Spesialis adalah seseorang perawat yang disiapkan diatas level perawat profesional dan mempunyai kewenangan sebagai spesialis atau kewenangan yang diperluas dan telah lulus uji kompetensi perawat profesional spesialis.

(9) Konsil adalah Konsil Keperawatan Indonesia yang merupakan suatu badan otonom, mandiri, non struktural yang bersifat independen.

(10) Sertifikat kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kemampuan seorang perawat untuk menjalankan praktik keperawatan di seluruh Indonesia setelah lulus uji.

(11) Registrasi adalah pencatatan resmi oleh konsil terhadap perawat yang telah memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempuyai kualifikasi tertentu lainnya serta diakui secara hukum untuk melaksanakan profesinya.

(12) Registrasi ulang adalah pencatatan ulang terhadap perawat yang telah diregistrasi setelah memenuhi persyaratan yang berlaku.

(13) Surat Izin Perawat adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada perawat yang akan menjalankan praktik keperawatan setelah memenuhi persyaratan.

(14) Surat Ijin Perawat Vokasional (SIPV) adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada perawat vokasional yang telah memenuhi persyaratan.

(15) Surat Ijin Perawat Profesional (SIPP) adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada perawat profesional yang telah memenuhi persyaratan

(16) Sarana pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan praktik keperawatan secara mandiri, berkelompok atau bersama profesi kesehatan lain.

(17) Klien adalah orang yang membutuhkan bantuan perawat karena masalah kesehatan aktual atau potensial baik secara langsung maupun tidak langsung

(18) Organisasi profesi adalah Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

(19) Kolegium keperawatan adalah kelompok perawat professional dan perawat profesional spesialis sesuai bidang keilmuan keperawatan yang dibentuk oleh organisasi profesi keperawatan.

(20) Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kesehatan.

(21) Surat tanda registrasi Perawat dalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil Keperawatan Indonesia kepada perawat yang telah diregistrasi.

BAB II

ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2

Praktik keperawatan dilaksanakan berazaskan Pancasila dan berlandaskan pada nilai ilmiah, etika dan etiket, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan dan perlindungan serta keselamatan penerima dan pemberi pelayanan keperawatan.

Pasal 3

Pengaturan penyelenggaraan praktik keperawatan bertujuan untuk:

a. memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada klien dan perawat.

b. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang diberikan oleh perawat.

BAB III

LINGKUP PRAKTIK KEPERAWATAN

Pasal 4

Lingkup praktik keperawatan adalah :

a. Memberikan asuhan keperawatan pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dalam menyelesaikan masalah kesehatan sederhana dan kompleks.

b. Memberikan tindakan keperawatan langsung, terapi komplementer, penyuluhan kesehatan, nasehat, konseling, dalam rangka penyelesaian masalah kesehatan melalui pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam upaya memandirikan klien.

c. Memberikan pelayanan keperawatan di sarana kesehatan dan kunjungan rumah.

d. Memberikan pengobatan dan tindakan medik terbatas, pelayanan KB, imunisasi, pertolongan persalinan normal.

e. Melaksanakan program pengobatan dan atau tindakan medik secara tertulis dari dokter.

f. Melaksanakan Program Pemerintah dalam bidang kesehatan

BAB IV

KONSIL KEPERAWATAN INDONESIA

Bagian Kesatu

Nama dan Kedudukan

Pasal 5

(1) Dalam rangka mencapai tujuan yang dimaksud pada Bab II pasal 3, dibentuk Konsil Keperawatan Indonesia yang selanjutnya dalam undang-undang ini disebut Konsil.

(2) Konsil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Presiden.

Pasal 6

Konsil berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia.

Bagian Kedua

Fungsi, Tugas dan Wewenang Konsil

Pasal 7

Konsil mempunyai fungsi pengaturan, pengesahan, pembinaan serta penetapan kompetensi perawat yang menjalankan praktik keperawatan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan dan praktik keperawatan.

Pasal 8

(1) Konsil mempunyai tugas:

a. Melakukan uji kompetensi dan registrasi perawat;

b. Mengesahkan standar pendidikan perawat

c. Membuat peraturan-peraturan terkait dengan praktik perawat untuk melindungi masyarakat.

(2) Standar pendidikan profesi keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b di usulkan oleh organisasi profesi dengan melibatkan asosiasi institusi pendidikan keperawatan.

Pasal 9

Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 Konsil Keperawatan Indonesia mempunyai wewenang :

a. Mengesahkan standar kompetensi perawat dan standar praktik Perawat yang dibuat oleh organisasi profesi;

b. Menyetujui dan menolak permohonan registrasi perawat ;

c. Menetapkan seorang perawat kompeten atau tidak melalui mekanisme uji kompetensi;

d. Menetapkan ada tidaknya kesalahan disiplin yang dilakukan perawat;

e. Menetapkan sanksi disiplin terhadap kesalahan disiplin dalam praktik yang dilakukan perawat; dan

f. Menetapkan penyelenggaraan program pendidikan profesi keperawatan berdasarkan rekomendasi Organisasi Profesi.

Pasal 10

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Konsil serta pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Konsil Keperawatan Indonesia.

Bagian Ketiga

Susunan Organisasi dan Keanggotaan

Pasal 11

(1) Susunan peimpinan Konsil terdiri dari :

a. Ketua merangkap anggota

b. Wakil ketua merangkap anggota

c. Ketua- ketua Komite merangkap anggota.

(2) Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas :

a. Komite uji kompetensi dan registrasi

b. Komite standar pendidikan profesi

c. Komite praktik keperawatan

d. Komite disiplin keperawatan

(3) Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masing-masing dipimpin oleh 1 (satu) orang Ketua Komite merangkap anggota.

Pasal 12

(1) Ketua konsil keperawatan Indonesia dan ketua komite adalah perawat dan dipilih oleh dan dari anggota konsil keperawatan Indonesia.

(2) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan ketua konsil dan ketua Komite diatur dalam peraturan konsil keperawatan Indonesia

Pasal 13

(1) Komite Uji Kompetensi dan Registrasi mempunyai tugas untuk melakukan uji kompetensi dan proses registrasi keperawatan.

(2) Komite standar pendidikan profesi mempunyai tugas menyusun standar pendidikan profesi bersama dengan organisasi profesi dan asosiasi institusi pendidikan keperawatan .

(3) Komite Praktik Keperawatan mempunyai tugas untuk melakukan pemantauan mutu praktik Keperawatan.

(4) Komite Disiplin Keperawatan mempunyai tugas untuk melakukan pembinaan kepada para perawat, menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan perawat dalam penerapan praktik keperawatan dan memberikan masukan kepada Ketua Konsil.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja komite-komite diatur dengan Peraturan Konsil

Pasal 14

(1) Keanggotaan Konsil terdiri dari unsur-unsur wakil Pemerintah, organisasi profesi, institusi pendidikan, pelayanan, dan wakil masyarakat.

(2) Jumlah anggota Konsil 21 (dua puluh satu) orang yang terdiri atas unsur-unsur yang berasal dari:

a. Anggota yang ditunjuk adalah 12 ( dua belas) orang terdiri dari:

- Persatuan Perawat Nasional Indonesia 3 (tiga) orang;

- Kolegium keperawatan 2 (dua) orang;

- Asosiasi institusi pendidikan keperawatan 2 (dua) orang;

- Asosiasi rumah sakit 1 (satu) orang;

- Asosiasi institusi pelayanan kesehatan masyarakat 1 (satu) orang;

- Tokoh masyarakat 1 (satu) orang;

- Departemen Kesehatan 1 (satu) orang;

- Departemen pendidikan Nasional 1 (satu ) orang

b. Anggota yang dipilih adalah 9 (sembilan) perawat dari 3 (tiga) wilayah utama (barat, tengah, timur) Indonesia.

Pasal 15

1. Keanggotaan Konsil ditetapkan oleh Presiden atas usul Menteri dengan rekomendasi organisasi profesi

2. Menteri dalam mengusulkan keanggotaan Konsil harus berdasarkan usulan dari organisasi profesi dan asosiasi sebagaimana dimaksud pada pasal 14 ayat (2).

3. Ketentuan mengenai tata cara pengangkatan keanggotaan Konsil diatur dengan Peraturan Presiden.

4. Masa bakti satu periode keanggotaan Konsil adalah 5 (lima) tahun

5. dan dapat diangkat kembali untuk masa bakti 1 (satu) periode berikutnya, dengan memperhatikan sistem manajemen secara berkesinambungan.

Pasal 16

(1) Anggota Konsil sebelum memangku jabatan terlebih dahulu harus mengangkat sumpah.

(2) Sumpah /janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut :

Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk melaksanakan tugas ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu apapun kepada siapapun juga.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, dalam menjalankan tugas ini, senantiasa menjunjung tinggi ilmu keperawatan dan mempertahankan serta meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan tetap akan menjaga rahasia kecuali jika diperlukan untuk kepentingan hukum.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, akan setia, taat kepada Negara Republik Indonesia, mempertahankan, mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar tahun 1945, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negara Republik Indonesia.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, senantiasa akan menjalankan tugas dan wewenang saya ini dengan sungguh-sungguh, saksama, obyektif, jujur, berani, adil, tidak membeda-bedakan jabatan, suku, agama, ras, jender, dan golongan tertentu dan akan melaksanakan kewajiban saya dengan sebaik-baiknya serta bertanggung jawab sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat, bangsa dan negara.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, senantiasa akan menolak atau tidak menerima atau tidak mau dipengaruhi oleh campur tangan siapapun juga dan saya akan tetap teguh melaksanakan tugas dan wewenang saya yang diamanatkan Undang-Undang kepada saya."

Pasal 17

Persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi anggota Konsil :

a. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia;

b. Warga Negara Republik Indonesia;

c. Sehat rohani dan jasmani;

d. Memiliki kredibilitas baik di masyarakat;

e. Berusia sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun dan setinggi-tingginya 65 (enam puluh lima) tahun pada waktu menjadi anggota Konsil Keperawatan Indonesia;

f. Mempunyai pengalaman dalam praktik keperawatan minimal 5 tahun dan memiliki Surat Tanda Registrasi Perawat, kecuali untuk non perawat;

g. Cakap, jujur, memiliki moral, etika dan integritas yang tinggi serta memiliki reputasi yang baik; dan

h. Melepaskan jabatan struktural dan/atau jabatan lainnya pada saat diangkat dan selama menjadi anggota Konsil.

asal 18

(1) Keanggotaan Konsil berakhir apabila :

a. Berakhir masa jabatan sebagai anggota;

b. Mengundurkan diri atas permintaan sendiri;

c. Meninggal dunia;

d. Bertempat tinggal tetap di luar wilayah Republik Indonesia;

e. Ketidakmampuan melakukan tugas secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan;

f. Dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; atau

(2) Dalam hal anggota Konsil menjadi tersangka tindak pidana kejahatan, diberhentikan sementara dari jabatannya.

(3) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Ketua Konsil.

Pasal 19

(1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Konsil dibantu sekretariat yang dipimpin oleh seorang sekretaris konsil

(2) Sekretaris diangkat dan diberhentikan oleh Menteri

(3) Sekretaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan merupakan anggota konsil

(4) Dalam menjalankan tugasnya sekretaris bertanggung jawab kepada pimpinan Konsil Keperawatan Indonesia

(5) Ketentuan fungsi dan tugas sekretaris ditetapkan oleh Ketua Konsil Keperawatan Indonesia.

Bagian Keempat

Tata Kerja

Pasal 20

(1) Setiap keputusan Konsil yang bersifat mengatur diputuskan oleh rapat pleno anggota.

(2) Rapat pleno Konsil dianggap sah jika dihadiri oleh paling sedikit setengah dari jumlah anggota ditambah satu.

(3) Keputusan diambil dengan cara musyawarah untuk mufakat.

(4) Dalam hal tidak terdapat kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka dapat dilakukan pemungutan suara.

Pasal 21

Pimpinan Konsil melakukan pembinaan terhadap pelaksanaan tugas anggota dan pegawai konsil agar pelaksanaan tugas dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Bagian Kelima

Pembiayaan

Pasal 22

(1) Biaya untuk pelaksanaan tugas-tugas Konsil dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

(2) Pembiayaan Konsil Keperawatan Indonesia ditetapkan oleh Ketua Konsil Keperawatan Indonesia.

BAB V

STANDAR PENDIDIKAN PROFESI KEPERAWATAN

Pasal 23

(1) Standar pendidikan profesi keperawatan disusun oleh organisasi profesi keperawatan dengan degan melibatkan asosiasi institusi pendidikan keperawatan dan disahkan oleh Konsil Keperawatan Indonesia

(2) Dalam rangka memperlancar penyusunan standar pendidikan profesi keperawatan, organisasi profesi dapat membentuk Kolegium Keperawatan

(3) Standar pendidikan profesi keperawatan dimaksud pada ayat (1):

a. untuk pendidikan profesi Ners disusun oleh Kolegium Ners generalis dengan melibatkan asosiasi institusi pendidikan keperawatan.

b. untuk pendidikan profesi Ners Spesialis disusun oleh Kolegium Ners Spesialis dengan melibatkan asosiasi institusi pendidikan keperawatan.

BAB VI

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPERAWATAN BERKELANJUTAN

Pasal 24

Pendidikan dan pelatihan keperawatan berkelanjutan dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi perawat yang berpraktik dan dilaksanakan sesuai dengan standar pendidikan keperawatan berkelanjutan yang ditetapkan oleh organisasi profesi.

Pasal 25

(1) Setiap perawat yang berpraktik wajib meningkatkan kompetensinya melalui pendidikan dan pelatihan keperawatan berkelanjutan yang diselenggarakan oleh organisasi profesi dan lembaga lain yang diakreditasi oleh organisasi profesi.

(2) Pendidikan dan pelatihan keperawatan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk program sertifikasi yang dilaksanakan sesuai dengan standar pendidikan berkelanjutan perawat yang ditetapkan oleh organisasi profesi.

BAB VII

REGISTRASI dan LISENSI PERAWAT

Pasal 26

(1) Setiap perawat yang akan melakukan praktik keperawatan di Indonesia harus memiliki Surat Tanda Registrasi Perawat yang diterbitkan Konsil melalui mekanisme uji kompetensi oleh konsil.

(2) Surat Tanda Registrasi Perawat sebagaimana ayat (1) terdiri atas 2 (dua) kategori:

a. untuk perawat vokasional, Surat Tanda Registrasi Perawat disebut dengan Lisenced Vocasional Nurse (LVN)

b. untuk perawat profesional, Surat Tanda Registrasi Perawat disebut dengan Registered Nurse (RN)

(3) Untuk melakukan registrasi awal, perawat harus memenuhi persyaratan :

a. memiliki ijazah perawat Diploma atau SPK untuk Lisenced Vocasional Nurse (LVN)

b. memiliki ijazah Ners, atau Ners Spesialis untuk Registered Nurse (RN)

c. lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh konsil

d. Rekomendasi Organisasi Profesi

Pasal 27

(1) Dalam menjalankan praktik keperawatan di Indonesia, lisensi praktik perawat diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang disebut dengan Surat Ijin Perawat yang terdiri dari Surat Ijin Perawat Vokasional (SIPV) atau Surat Ijin Perawat Profesional (SIPP)

(2) Perawat vokasional yang telah memenuhi persyaratan LVN berhak memperoleh SIPV dan dapat melakukan praktik keperawatan di sarana pelayanan kesehatan bersama.

(3) Perawat profesional yang telah memenuhi persyaratan RN berhak memperoleh SIPP dan dapat melakukan praktik keperawatan di sarana pelayanan kesehatan dan praktik mandiri.

(4) Lisenced vocasional Nurse (LVN) dengan latar belakang Diploma III Keperawatan dan pengalaman kerja sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun di sarana pelayanan kesehatan dapat mengikuti uji kompetensi Registered Nurse(RN).

Pasal 28

(1) Syarat untuk memperoleh SIPV :

a. Memiliki Surat Tanda Registrasi Perawat yang disebut dengan Lisenced Vocasional Nurse (LVN)

b. Memiliki rekomendasi dari organisasi profesi keperawatan

c. Melampirkan surat keterangan dari pimpinan sarana pelayanan kesehatan

(2) Syarat untuk memperoleh SIPP :

a. Memiliki Surat Tanda Registrasi Perawat yang disebut dengan Registered Nurse(RN)

b. Tempat praktik memenuhi persayaratan untuk praktek mandiri

c. Memiliki rekomendasi dari organisasi profesi keperawatan

d. Melampirkan surat keterangan dari pimpinan sarana pelayanan kesehatan

(3) SIPV dan SIPP masih tetap berlaku sepanjang:

a. Surat tanda Regstrasi Perawat masih berlaku

b. Tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIPP

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan tempat praktik untuk memperoleh SIPP diatur dalam peraturan Menteri.

Pasal 29

(1) Perawat yang teregistrasi berhak menggunakan sebutan RN (Register Nurse) di belakang nama, khusus untuk perawat profesional, atau LVN (Lisence Vocasional Nurse) untuk perawat vokasional.

(2) Sebutan RN dan LVN ditetapkan oleh Konsil Keperawatan Indonesia.

Pasal 30

(1) Surat Tanda Registrasi Perawat berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang setiap 5 (lima) tahun sekali.

(2) Registrasi ulang untuk memperoleh Surat Tanda Registrasi Perawat dilakukan dengan persyaratan sebagaimana dimaksud pada pasal 26 ayat (3), ditambah dengan angka kredit pendidikan berlanjut yang ditetapkan Organisasi Profesi.

(3) Surat Ijin Perawat hanya diberikan paling banyak di 2 (dua) tempat pelayanan kesehatan.

Pasal 31

(1) Perawat Asing yang akan melaksanakan praktik keperawatan di Indonesia harus dilakukan adaptasi dan evaluasi sebelum di registrasi.

(2) Adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada sarana pendidikan milik pemerintah sesuai dengan jenjang pendidikan.

(3) Ketentuan mengenai Adaptasi selanjutnya diatur oleh Peraturan Menteri

(4) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. keabsahan ijazah;

b. registrasi perawat dari negera asal

c. kemampuan untuk melakukan praktik keperawatan yang dinyatakan dengan surat keterangan telah mengikuti program adaptasi dan memiliki Surat Tanda Registrasi Perawat yang dikeluarkan oleh konsil

d. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental; dan

e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan kode etik keperawatan Indonesia.

(5) Perawat asing selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga harus melengkapi surat izin kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kemampuan berbahasa Indonesia.

(6) Perawat asing yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) dapat diregistrasi oleh konsil dan selanjutnya dapat diberikan Surat Ijin Perawat oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan kualifikasi perawat vokasional atau Profesional.

Pasal 32

(1) Surat Ijin Perawat vokasional sementara atau Surat Ijin Perawat Profesional sementara dapat diberikan kepada perawat warga negara asing yang melakukan kegiatan dalam rangka pendidikan, pelatihan, penelitian, pelayanan keperawatan yang bersifat sementara di Indonesia.

(2) Surat Ijin Perawat vokasional semetara atau Surat Ijin Perawat Profesional sementara sebagai mana dimaksud ayat (1) berlaku selama 1 ( satu) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 ( satu) tahun berikutnya.

(3) Surat Ijin Perawat vokasional sementara atau Surat Ijin Perawat Profesional sementara dapat diberikan apabila telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada pasal 31.

Pasal 33

(1) Surat Ijin Perawat Vokasional bersyarat atau Surat Ijin Perawat Profesional bersyarat diberikan kepada peserta program pendidikan keperawatan warga negara asing yang mengikuti pendidikan dan pelatihan di Indonesia.

(2) Perawat warga negara asing yang akan memberikan pendidikan dan pelatihan dalam rangka alih ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan untuk waktu tertentu, tidak memerlukan SIPP bersyarat.

(3) Perawat warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mendapat persetujuan dari Konsil.

(4) Surat Ijin Perawat bersyarat dan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diberikan melalui program adaptasi.

Pasal 34

SIPV atau SIPP tidak berlaku karena:

a. dicabut atas dasar ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. habis masa berlakunya dan yang bersangkutan tidak mendaftar ulang;

c. atas permintaan yang bersangkutan;

d. yang bersangkutan meninggal dunia; atau

e. dicabut oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Pejabat yang berwenang

Pasal 35

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara registrasi, registrasi ulang, registrasi sementara, dan registrasi bersyarat diatur dengan Peraturan Konsil Keperawatan Indonesia.

BAB VIII

PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEPERAWATAN

Pasal 36

Praktik keperawatan dilakukankan berdasarkan pada kesepakatan antara perawat dengan klien dalam upaya untuk peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemeliharaan kesehatan, kuratif, dan pemulihan kesehatan.

Pasal 37

Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat yang telah memililki SIPV atau SIPP berwenang untuk:

a. melaksanakan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, penetapan diagnosis keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan;

b. tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada huruf a meliputi: intervensi/tritmen keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan dan konseling kesehatan;

c. dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b harus sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi profesi;

d. melaksanakan intervensi keperawatan seperti yang tercantum dalam pasal 4.

Pasal 38

Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat yang telah memiliki SIPV berwenang untuk :

a. melakukan tindakan keperawatan dibawah pengawasan perawat yang memiliki SIPP

b. melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 37 huruf a harus sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi profesi;

Pasal 39

(1) Dalam keadaan darurat yang mengancam kehidupan atau nyawa klien dan atau pasien, perawat dapat melakukan tindakan diluar kewenangan.

(2) Dalam keadaan luar biasa/bencana, perawat dapat melakukan tindakan diluar kewenangan untuk membantu mengatasi keadaan luar biasa atau bencana tersebut.

(3) Perawat yang bertugas di daerah yang sulit terjangkau dapat melakukan tindakan diluar kewenangannya sebagai perawat.

(4) Ketentuan mengenai daerah yang sulit terjangkau ditetapkan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah melalui peraturan tersendiri.

Pasal 40

(1) Praktik keperawatan dilakukan oleh perawat profesional (RN) dan perawat vokasional (LVN).

(2) LVN dalam melaksanakan tindakan keperawatan dibawah pengawasan RN.

(3) Perawat dapat mendelegasikan dan atau menyerahkan tugas kepada perawat lain yang setara kompetensi dan pengalamannya.

Pasal 41

Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dilarang mempekerjakan perawat yang tidak memiliki SIPV atau SIPP untuk melakukan praktik keperawatan di sarana pelayanan kesehatan tersebut.

Pasal 42

Hak Klien

Klien dalam menerima pelayanan pada praktik keperawatan, mempunyai hak:

a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 38;

b. meminta pendapat perawat lain;

c. mendapatkan pelayanan keperawatan sesuai dengan standar

d. menolak tindakan keperawatan; dan

Pasal 43

Kewajiban Klien

Klien dalam menerima pelayanan pada praktik keperawatan, mempunyai kewajiban:

a. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya;

b. mematuhi nasihat dan petunjuk perawat;

c. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan

d. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

Pasal 44

Pengungkapan Rahasia Klien

Pengungkapan rahasia klien hanya dapat dilakukan atas dasar:

a. Persetujuan klien

b. Perintah hakim pada sidang pengadilan

c. Ketentuan perundangan yang berlaku

Pasal 45

Hak Perawat

Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat mempunyai hak :

a. Memperoleh perlindungan hukum dan profesi sepanjang melaksanakan tugas sesuai standar profesi dan Standar Operasional Prosedur (SOP);

b. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari klien dan /atau keluarganya;

c. Melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensi dan otonomi profesi;

d. Memperoleh penghargaan sesuai dengan prestasi dan dedikasi

e. Memperoleh jaminan perlindungan terhadap resiko kerja yang berkaitan dengan tugasnya;

f. Menerima imbalan jasa profesi

Pasal 46

Kewajiban Perawat

Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat mempunyai kewajiban :

a. Memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan standar profesi dan SOP

b. Merujuk klien dan atau pasien ke fasilitas pelayanan kesehatan yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau tindakan;

c. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang klien dan atau pasien kecuali untuk kepentingan hukum;

d. Menghormati hak-hak klien dan atau pasien dan profesi lain sesuai dengan ketentuan/peraturan yang berlaku;

e. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan untuk menyelamatkan iwa

f. Menambah dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan ketrampilan keperawatan dalam upaya peningkatan profesionalisme.

Pasal 47

Praktik Mandiri

(1) Praktik mandiri dapat dilakukan secara perorangan dan atau berkelompok

(2) Perawat yang melakukan praktik mandiri mempunyai kewenangan sesuai dengan pasal 4 huruf a, b, c, d, e, dan f.

(3) Kegiatan praktik mandiri meliputi:

a. intervensi mandiri keperawatan, seperti terapi modalitas/komplementer, konseling, perawatan kebugaran, perawatan dirumah atau dalam bentuk lain sesuai dengan peraturan yang berlaku

b. pengobatan dan tindakan medik dasar dengan instruksi atau pengawasan dokter dan protokol dari Ikatan Dokter Indonesia,

(4) Perawat dalam melakukan praktik mandiri sekurang-kurangnya memenuhi persyaratan:

a. Memiliki tempat praktik yang memenuhi persyaratan kesehatan;

b. Memiliki perlengkapan peralatan dan administrasi untuk melakukan asuhan keperawatan

(5) Persyaratan perlengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai dengan standar perlengkapan asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi profesi.

(6) Perawat yang telah mempunyai SIPP dan menyelenggarakan praktik mandiri wajib memasang papan nama praktik keperawatan.

BAB IX

PEMBINAAN, PENGEMBANGAN DAN PENGAWASAN

Pasal 48

Pemerintah, Konsil Keperawatan, dan Organisasi Profesi Perawat membina, mengembangkan dan mengawasi praktik keperawatan sesuai dengan fungsi serta tugas masing-masing.

Pasal 49

(1) Pembinaan dan pengembangan perawat meliputi pembinaan profesi dan karir

(2) Pembinaan dan pengembangan profesi perawat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi kompetensi profesional dan kepribadian

(3) Pembinaan dan pengembangan profesi perawat dilakukan melalui Jenjang Karir Perawat.

(4) Pembinaan dan pengembangan karir perawat sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi penugasan, kenaikan pangkat /Peringkat dan promosi.

Pasal 50

(1) Pemerintah, konsil dan organisasi profesi membina serta mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi perawat pada institusi baik pemerintah maupun swasta;

(2) Pemerintah memberikan anggaran untuk meningkatkan profesionalisme perawat pada institusi pelayanan pemerintah;

(3) Pemerintah menetapkan kebijakan anggaran untuk meningkatkan profesionalisme perawat pada institusi pelayanan swasta

Pasal 51

Pembinaan, pengembangan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 50, diarahkan untuk:

a. Melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan perawat.

b. Memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan perawat

c. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang dilakukan oleh perawat;

d. Melindungi perawat terhadap keselamatan dan risiko kerja.

Pasal 52

(1) Setiap orang dilarang menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah perawat yang telah memiliki SIPV atau SIPP.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang diberi kewenangan oleh peraturan perundang-undangan.

Pasal 54

Dalam rangka pembinaan dan pengawasan perawat yang menyelenggarakan praktik keperawatan dapat dilakukan supervisi dan audit sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

Pasal 53

Sanksi Administratif dan Disiplin

(1) Perawat yang melanggar ketentuan yang diatur dalam pasal 37 dikenakan sanksi administrasi berupa pencabutan sementara SIPV atau SIPP paling lama 1 (satu) tahun

(2) Perawat yang dinyatakan melanggar disiplin Profesi dikenakan sanksi administrasi sebagai berikut:

a. Pemberian Peringatan Tertulis

b. Kewajiban mengikuti Pendidikan atau Pelatihan pada Institusi Pendidikan Keperawatan.

c. Rekomendasi Pencabutan Surat Tanda Registrasi dan Surat Ijin Perawat

(3) Pencabutan Surat Izin Perawat sebagaimana dimaksud ayat (2) c dapat berupa:

a. Pelanggaran ringan dikenakan sanksi pencabutan sementara SIPV atau SIPP paling lama 6 (enam) bulan

b. Pelanggaran sedang dikenakan sanksi pencabutan sementara SIPV atau SIPP paling lama 1 (satu) tahun

c. Pelanggaran berat dikenakan sanksi pencabutan sementara SIPV atau SIPP paling lama 3 (tiga) tahun

(4) Sanksi Administratif terhadap pelanggaran disiplin sebagaimana dimaksud ayat (3) dilakukan oleh Kepala Dinas Kab/Kota atau Pejabat yang berwenang setelah dilakukan penelitian dan usul dari Komite Disiplin Keperawatan Konsil.

Pasal 54

Sanksi Pidana

Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah perawat yang telah memiliki SIPV atau SIPP dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp. 75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).

Pasal 55

Institusi pelayanan kesehatan, organisasi, perorangan yang dengan sengaja mempekerjakan perawat yang tidak memiliki SIPV atau SIPP sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 56

Perawat yang dengan sengaja:

(1). tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud pada pasal 48 ayat (4);

(2). tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 47 huruf a sampai dengan huruf f

(3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).

Pasal 57

Penetapan sanksi pidana harus didasarkan pada motif pelanggaran dan berat ringannya risiko yang ditimbulkan sebagai akibat pelanggaran.

BAB X

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 58

(1). Pada saat diundangkannya Undang-Undang ini semua peraturan perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang berkaitan dengan pelaksanaan praktik keperawatan, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti berdasarkan Undang-undang ini.

(2). Pada saat diundangkannya Undang-Undang ini, ijin praktik yang diberikan sesuai KepMenKes Nomor 1239 Tahun 2001 tentang Registrasi dan Praktik Keperawatan, masih tetap berlaku sampai berakhirnya izin praktik tersebut sesuai ketentuan.

Pasal 59

Dengan telah diberlakukannya Undang Undang Praktik Keperawatan, sebelum terbentuknya Konsil Keperawatan Indonesia maka dalam kegiatan perijinan dilaksanakan sesuai ketentuan yang ada.

BAB XI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 60

Konsil Keperawatan Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) harus dibentuk paling lama 6 (enam) bulan sejak Undang-undang ini diundangkan.

Pasal 61

Undang-Undang ini mulai berlaku 1 (satu) tahun sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta

Pada tanggal …………………

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

Pada Tanggal ………………

SEKRETARIS NEGARA

REPUBLIK INDONESIA

ttd

Ir. HATTA RAJASA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ……………

NOMOR ………………

Sumber:

PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA

Jl. Jaya Mandala Raya No. 15 Komplek Patra Kuningan Jakarta Selatan

Telpon : 021-8315069, faks : 021-8315070

biar gol, ikutan diskusi di millist ppni, khusus ngebahas RUU Keperawatan Indonesia dibandingkan dengan berbagai negara di dunia.
alamatnya: inna_ppni@yahoogroups.com

http://askep-askeb.cz.cc/

Blog Archive