Showing posts with label Penyakit Menular potensi KLB. Show all posts
Showing posts with label Penyakit Menular potensi KLB. Show all posts

Sunday, February 7, 2010

Rubella

Virus penyebab rubela atau campak Jerman ini bekerja dengan aktif khususnya selama masa hamil. Akibat yang paling penting diingat adalah keguguran, lahir mati, kelainan pada janin, dan aborsi terapeutik, yang terjadi jika infeksi rubela ini muncul pada awal kehamilan, khususnya pada trimester pertama. Apabila seorang wanita terinfeksi rubela selama trimester pertama, ia memiliki kemungkinan kurang lebih 52% melahirkan bayi dengan sindrom rubela kongenital (CRS, Congenital Rubella Syndrome). Angka tersebut akan meningkat menjadi 85%, jika ibu terinfeksi rubela pada usia kehamilan kurang dari 8 minggu. Kelainan CRS yang paling sering muncul adalah katarak, kelainan jantung, dan tuli. Kemungkinan lainnya adalah glaukoma, mikrosefalus, dan kelainan lain, termasuk kelainan pada mata, telinga, jantung, otak, dan sistem saraf pusat. Janin dengan CRS sering kali mengalami retardasi pertumbuhan intrauteri dan pascanatal. Infeksi rubela yang terjadi pada usia kehamilan lebih dari 12 minggu jarang menyebabkan kelainan.

Infeksi rubela hampir dapat ditemukan di setiap tempat, tetapi akhir-akhir ini jarang ditemukan di AS. Sejak upaya imunisasi pada masa kanak-kanak diwajibkan dan surveilens imunitas pada populasi berisiko tinggi diting¬katkan, jumlah kasus CRS menurun. Imunisasi menjangkau hampir semua wilayah Amerika Serikat, tetapi tidak demikian di negara-negara lain. Akibatnya, upaya pem¬basmian tidak mudah dilakukan. Perhatian terhadap kelompok berisiko tinggi serta pemberian vaksin yang berkelanjutan bagi anak-anak, remaja, dan mereka yang diketahui belum mendapat imunisasi merupakan upaya perlindungan yang memadai.

Kebanyakan kasus rubella di AS dialami oleh dewasa muda kelompok Hispanik yang lahir di luar AS, dan kebanyakan bayi dengan CRS lahir dari ibu yang bukan orang asli AS. Pemeriksaan kekebalan tubuh pada wanita usia subur, khususnya mereka yang berisiko tinggi terpajan rubela, akan membantu pencegahan CRS.

Tempat-tempat dengan risiko pajanan dan penularan penyakit harus memiliki dua komponen program perawatan kesehatan, yakni memastikan status kekebalan wanita usia subur terhadap rubela dan ketersediaan vaksin rubela. Tempat tersebut antara lain: fasilitas rawat satu hari, sekolah, kampus, penjara, dan pemukiman padat lain.

ACIP telah merekomendasikan supaya vaksin MMR diberikan kepada semua wanita usia subur (misal, remaja puteri dan wanita premenopause) _yang diketahui tidak mempunyai kekebalan terhadap kuman rubela. Upaya harus digalakkan guna memastikan bahwa semua wanita usia subur yang reRata Penuhntan, khususnya mereka yang dibesarkan di wilayah yang tidak memungkinkan pemberian vaksin rubela, dapat divaksinasi dengan MMR atau dapat menunjukkan bukti bahwa mereka sudah diimunisasi.

Penapisan Dalam Kehamilan
Pemeriksaan titer antibodi rubela (penghambatan hema¬glutinasi) harus dilakukan secara rutiri sebagai bagian pemeriksaan antepartum awal. Titer antibodi 1:10 atau lebih menunjukkan adanya kekebalan. Sedangkan titer di bawah 1:10 bermakna sebaliknya, dan bidan harus mencatatnya pada rekam medis wanita tersebut serta membuat jadwal pemberian imunisasi setelah ia melahirkan. Titer antibodi yang tinggi, 1:64 atau lebih, menunjukkan adanya penyakit karena ketika begitu terjadi infeksi, segera muncul respons antibodi. Pada situasi ini, bidan harus mencari tanda dan gejala penyakit, memprogramkan serangkeian pemeriksaan titer antibodi, lalu melakukan konsul dengan dokter.

Pemberian vaksin rubela selama kehamilan pada wanita yang tidak kebal tidak direkomendasikan sebab vaksin adalah suatu virus hidup yang telah dilemahkan, yang secara teoretis dapat menyebabkan malformasi janin. Wanita yang tidak mengetahui bahwa mereka hamil dan menerima vaksin rubela dapat diberi penjelasan bahwa tidak akan timbul efek teratogenik akibat pemberian vaksin.

Untuk menghindari risiko, sangat bijaksana jika bidan menawarkan vaksin rubela kepada wanita yang tidak kebal terhadap rubela pada awal pascapartum. Apabila bukan pada periode pascapartum, tanyakan apakah ia hamil, jelaskan risiko yang berpotensi muncul, dan sarankan menunda kehamilannya selama satu bulan setelah mene¬rima vaksin. Jelaskan pula bahwa menyusui bukan kontraindikasi terhadap pemberian vaksin.

Diagnosis
Tanda dan gejala klinik rubela adalah sebagai berikut:
  1. Demam dengan suhu tubuh tidak terlalu tinggi
  2. Mengantuk
  3. Luka tenggorok
  4. Ruam-berwarna merah terang atau pucat pada hari pertama atau kedua, menyebar dengan cepat dari wajah ke seluruh tubuh, dan menghilang dengan cepat pula.
  5. Pembengkakan kelenjar leher
  6. Durasinya 3 sampai 5 hari.
Penetapan diagnosis rubela agak sulit karena gejalanya bersifat subklinis sehingga kendati janin sudah terinfeksi, pada pemeriksaan klinis tidak muncul tanda atau gejala pada ibu. Apabila ibu menyadari bahwa ia telah terpajan rubela dan pada pemeriksaan laboratorium titer antibodinya di bawah 1:10 (tidak kebal), maka spesimen darah harus diambil untuk pemeriksaan serologi (IgG dan IgM) untuk selanjutnya dikonsultasikan kepada dokter. Pada situasi seperti ini, kebijakan tentang pemberian hiperimmune gamma globulin berbeda-beda.

Pencegahan
Sasaran utama program imunisasi rubela ialah mencegah CRS. Komponen utama strategi pemusnahan rubela dan CRS adalah mencapai dan mempertahankan tingkat imuni¬sasi yang tinggi pada anak-anak dan dewasa, terutama pada wanita usia subur, menyelenggarakan surveilens yang akurat untuk rubella dan CRS; dan memutus mata rantai penularannya. Strategi pencegahan ini diketahui cukup efektif sejak digunakan pada akhir tahun 1970-an di Amerika Serikat.

Pemberian vaksin pada wanita usia subur yang rentan terinfeksi rubela harus menjadi bagian rutin untuk pera¬watan medis umum dan rawatjalan ginekologi, dilakukan di semua pelayanan keluarga berencana, dan diberikan rutin sebelum ibu pulang dari rumah sakit, pusat persalinan, atau pelayanan kesehatan lain.

Perhatian juga perlu diberikan kepada wanita atau anggota keluarga yang akan mengadakan perjalanan di luar benua Amerika. Karena vaksin rubela tidak diberikan secara rutin di banyak negara, disarankan agar mereka mendapat imunisasi ini dulu sebelum berangkat. Wanita hamil yang diketahui tidak mempunyai sistem kekebalan terhadap rubela disarankan menunda perjalanan sampai setelah melahirkan

Saturday, January 30, 2010

Penyakit Imunologi HIV AIDS

Pendahuluan

Epidemi HIV/ AIDS di Indonesia sudah merupakan krisis global dan ancaman yang berat bagi pembangunan dan kemajuan sosial. Kasus-kasus HIV/ AIDS mengalami peningkatan pesat. Peningkatan yang tajam banyak dijumpai pada kasus orang dewasa terutama pengguna narkoba, pekerja seks maupun pelanggannya.


Menurut data Dirjen P2MPLP Depkes RI, tercatat sejak April 1987 hingga Maret 2004 terdapat 4.159 kasus HIV/ AIDS dengan 2.746 menderita HIV, 1.413 menderita AIDS dan 493 meninggal dunia. Diperkirakan jumlah penduduk Indonesia yang terinfeksi HIV/ AIDS sekitar 120.000 orang dan infeksi baru sekitar 80.000 orang. Angka-angka tersebut diatas diperoleh dari pemeriksaan darah anonymunlinked yang artinya darah yang diperiksa tidak diketahui orangnya. Karena masa inkubasi HIV/ AIDS sekitar 5-10 tahun dan masih adanya penolakan dari penderita yang terinfeksi. Perlu diingat bahwa HIV/ AIDS belum ada vaksin untuk mencegah dan cara pengobatannya. Sehingga pencegahan tergantung pada kesadaran masyarakat dan perubahan perilaku individu hidup sehat dan penggunan kondom bagi yang berperilaku resiko tinggi. Adapun tujuan dari penanggulangan ini adalah megurangi dampak sosial dan ekonomi serta mencegah dan memberantas penyakit infeksi menular seksual. Bayangan ancaman pada tahun 2010 sekitar 100.000 orang yang menderita/ meninggal akibat AIDS dan 1 juta orang mengidap virus HIV.


Definisi


AIDS adalah singkatan dari acquired immunedeficiency syndrome, merupakan sekumpulan gejala yang menyertai infeksi HIV. Infeksi HIV disertai gejala infeksi yang oportunistik yang diakibatkan adanya penurunan kekebalan tubuh akibat kerusakan sistem imun. Sedangkan HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus.


Epidemiologi


Adanya infeksi menular seksual (IMS) yang lain (misal GO, klamidia), dapat meningkatkan risiko penularan HIV (2-5%). HIV menginfeksi sel-sel darah sistem imunitas tubuh sehingga semakin lama daya tahan tubuh menurun dan sering berakibat kematian. HIV akan mati dalam air mendidih/ panas kering (open) dengan suhu 56oC selama 10-20 menit. HIV juga tidak dapat hidup dalam darah yang kering lebih dari 1 jam, namun mampu bertahan hidup dalam darah yang tertinggal di spuit/ siring/ tabung suntik selama 4 minggu. Selain itu, HIV juga tidak tahan terhadap beberapa bahan kimia seperti Nonoxynol-9, sodium klorida dan sodium hidroksida.


Gejala Infeksi HIV/ AIDS



  • Infeksi akut : flu selama 3-6 minggu setelah infeksi, panas dan rasa lemah selama 1-2 minggu. Bisa disertai ataupun tidak gejala-gejala seperti:bisul dengan bercak kemerahan (biasanya pada tubuh bagian atas) dan tidak gatal. Sakit kepala, sakit pada otot-otot, sakit tenggorokan, pembengkakan kelenjar, diare (mencret), mual-mual, maupun muntah-muntah.

  • Infeksi kronik : tidak menunjukkan gejala. Mulai 3-6 minggu setelah infeksi sampai 10 tahun.

  • Sistem imun berangsur-angsur turun, sampai sel T CD4 turun dibawah 200/ml dan penderita masuk dalam fase AIDS.

  • AIDS merupakan kumpulan gejala yang menyertai infeksi HIV. Gejala yang tampak tergantung jenis infeksi yang menyertainya. Gejala-gejala AIDS diantaranya : selalu merasa lelah, pembengkakan kelenjar pada leher atau lipatan paha, panas yang berlangsung lebih dari 10 hari, keringat malam, penurunan berat badan yang tidak bisa dijelaskan penyebabnya, bercak keunguan pada kulit yang tidak hilang-hilang, pernafasan pendek, diare berat yang berlangsung lama, infeksi jamur (candida) pada mulut, tenggorokan, atau vagina dan mudah memar/perdarahan yang tidak bisa dijelaskan penyebabnya.


Stadium Infeksi


AIDS Council of NSW


Stadium 1 Infeksi primer:


Bila penderita mengalami infeksi untuk pertama kali dengan keluhan “seperti flu”.


Stadium 2 Kelainan tanpa gejala:


Penderita tetap merasa sehat, hal ini dapat berlangsung sampai beberapa tahun.


Stadium 3 Kelainan dengan gejala-gejala:


Penderita mengalami gejala-gejala ringan seperti rasa lelah, keringat malam, dll.


Stadium 4 Kelainan berat:


Penderita mengalami gejala-gejala yang lebih berat oleh karena daya tahan tubuh yang menurun (AIDS, Aquired Immunodeficiency Syndroms).


WHO


Stadium I


Tanpa gejala; Pembengkakan kelenjar getah bening di seluruh tubuh yang menetap. Tingkat aktivitas 1: tanpa gejala, aktivitas normal.


Stadium II


Kehilangan berat badan, kurang dari 10%; Gejala pada mukosa dan kulit yang ringan (dermatitis seboroik, infeksi jamur pada kuku, perlukaan pada mukosa mulut yang sering kambuh, radang pada sudut bibir); Herpes zoster terjadi dalam 5 tahun terakhir; ISPA (infeksi saluran nafas bagian atas) yang berulang, misalnya sinusitis karena infeksi bakteri. Tingkat aktivitas 2: dengan gejala, aktivitas normal.


Stadium III


Penurunan berat badan lebih dari 10%; Diare kronik yang tidak diketahui penyebabnya lebih dari 1 bulan; Demam berkepanjangan yang tidak diketahui penyebabnya lebih dari 1 bulan; Candidiasis pada mulut; Bercak putih pada mulut berambut; TB paru dalam 1 tahun terakhir; Infeksi bakteri yang berat, misalnya: pneumonia, bisul pada otot. Tingkat aktivitas 3: terbaring di tempat tidur, kurang dari 15 hari dalam satu bulan terakhir.


Stadium IV



  • Kehilangan berat badan lebih dari 10% ditambah salah satu dari : diare kronik yang tidak diketahui penyebabnya lebih dari 1 bulan. Kelemahan kronik dan demam berkepanjangan yang tidak diketahui penyebabnya lebih dari 1 bulan.

  • Pneumocystis carinii pneumonia (PCP).

  • Toksoplasmosis pada otak.

  • Kriptosporidiosis dengan diare lebih dari 1 bulan.

  • Kriptokokosis di luar paru.

  • Sitomegalovirus pada organ selain hati, limpa dan kelenjar getah bening.

  • Infeksi virus Herpes simpleks pada kulit atau mukosa lebih dari 1 bulan atau dalam rongga perut tanpa memperhatikan lamanya.

  • PML(progressivemultifocalencephalopathy) atau infeksi virus dalam otak.

  • Setiap infeksi jamur yang menyeluruh, misalnya:histoplasmosis,kokidioidomikosis.

  • Candidiasis pada kerongkongan, tenggorokan, saluran paru dan paru.

  • Mikobakteriosis tidak spesifik yang menyeluruh.

  • Septikemia salmonela bukan tifoid.

  • TB di luar paru.

  • Limfoma.

  • Kaposi’s sarkoma.

  • Ensefalopati HIV sesuai definisi CDC.


Tingkat aktivitas 4: terbaring di tempat tidur, lebih dari 15 hari dalam 1 bulan terakhir.


Kelompok Resiko


Ditinjau dari cara penularannya, kelompok yang berpotensi terinfeksi HIV/ AIDS adalah pekerja seks komersial dengan pelanggannya, pramuria/ pramupijat, kaum homoseksual, penyalahguna narkoba suntik dan penerima darah atau produk darah yang berulang.


Dampak HIV/ AIDS


Dampak yang timbul akibat epidemi HIV/ AIDS dalam masyarakat adalah : menurunnya kualitas dan produktivitas SDM (usia produktif=84%); angka kematian tinggi dikarenakan penularan virus HIV/ AIDS pada bayi, anak dan orang tua; serta adanya ketimpangan sosial karena stigmatisasi terhadap penderita HIV/ AIDS masih kuat.


Cara Penularan


HIV hanya bisa hidup dalam cairan tubuh seperti : darah, cairan air mani (semen), cairan vagina dan serviks, air susu ibu maupun cairan dalam otak. Sedangkan air kencing, air mata dan keringat yang mengandung virus dalam jumlah kecil tidak berpotensi menularkan HIV.


Cara penularan melalui hubungan seksual tanpa pengaman/ kondom, jarum suntik yang digunakan bersama-sama, tusukan jarum untuk tatto, transfusi darah dan hasil olahan darah, transplantasi organ, infeksi ibu hamil pada bayinya(sewaktu hamil, melahirkan maupun menyusui). HIV tidak ditularkan melalui tempat duduk WC, sentuhan langsung dengan penderita HIV (bersalaman, berpelukan), tidak juga melalui bersin, batuk, ludah ataupun ciuman bibir (French kissing), maupun melalui gigitan nyamuk atau kutu.


Penularan HIV/ AIDS :



  • Hubungan seksual dengan orang yang mengidap HIV/AIDS, berhubungan seks dengan pasangan yang berganti-ganti dan tidak menggunakan alat pelindung (kondom).

  • Kontak darah/luka dan transfusi darah – Kontak darah/luka dan transfusi darah yang sudah tercemar virus HIV.

  • Penggunaan jarum suntik atau jarum tindik – Penggunaan jarum suntik atau jarum tindik secara bersama atau bergantian dengan orang yang terinfeksi HIV.

  • Dari ibu yang terinfeksi HIV kepada bayi yang dikandungnya.


HIV tidak menular melalui gigitan nyamuk, orang bersalaman, berciuman, berpelukan, tinggal serumah, makan dam minum dengan piring-gelas yang sama.


Cara Pencegahan


Pencegahan yang dilakukan ditujukan kepada seseorang yang mempunyai perilaku beresiko, sehingga diharapkan pasangan seksual dapat melindungi dirinya sendiri maupun pasangannya. Adapun caranya adalah dengan tidak berganti-ganti pasangan seksual (monogami), penggunaan kondom untuk mengurangi resiko penularan HIV secara oral dan vaginal. Pencegahan pada pengguna narkoba dapat dilakukan dengan cara menghindari penggunaan jarum suntik bersamaan dan jangan melakukan hubungan seksual pada saat high (lupa dengan hubungan seksual aman). Sedangkan pencegahan pada ibu hamil yaitu dengan mengkonsumsi obat anti HIV selama hamil (untuk menurunkan resiko penularan pada bayi) dan pemberian susu formula pada bayi bila ibu terinfeksi HIV. Serta menghindari darah penderita HIV mengenai luka pada kulit, mulut ataupun mata.


Pemeriksaan HIV/ AIDS


Pemeriksaan sedini mungkin untuk mengetahui infeksi HIV sangat membantu dalam pencegahan dan pengobatan yang lebih lanjut. Tes HIV untuk yang beresiko dilakukan setiap 6 bulan, selain itu pencegahan dapat mengurangi faktor resiko. Apabila sudah terdiagnosis infeksi HIV dilakukan dengan dua cara pemeriksaan antibodi yaitu ELISA dan Western blot. Tes Western blot dilakukan di negara-negara maju, sedangkan untuk negara berkembang dinjurkan oleh WHO pemeriksaan menggunakan tes ELISA yang dilakukan 2-3 kali.


Beberapa kelemahan dan keunggulan tes pemeriksaan infeksi HIV :


1. Tes Elisa – Keuntungan : murah; efisien; cocok untuk testing dalam jumlah besar; dapat mendeteksi HIV-1, HIV-2 dan varian HIV; cocok dalam surveilans dan pelayanan transfuse darah terpusat. Kelemahan : butuh staf dan tehnisi laboratorium yang terampil dan terlatih; peralatan canggih; sumber listrik konstan; waktu yang cukup.


2. Tes Sederhana/ Cepat – Keuntungan : hasil cepat; menggunakan sampel darah lengkap (whole blood); tidak butuh peralatan khusus; sederhana; dapat dikerjakan oleh staf dengan pelatihan terbatas; tidak perlu listrik; dapat dipindah-pindahkan dan fleksibel; hasil mudah dibaca; punya kontrol internal sehingga hasil akurat; rancangan tes tunggal untuk spesimen terbatas. Kelemahan : lebih mahal dari tes ELISA; butuh mesin pendingin (2o C dan 30 o C); meningkatkan potensi testing wajib; pemberitahuan hasil tes tidak terpikirkan implikasinya.


3. Tes Air Liur dan Air Kencing – Keuntungan : prosedur pengumpulan lebih sederhana; cocok untuk orang yang menolak memberikan darah; menurunkan resiko kerja; lebih aman (karena mengandung sedikit virus). Kelemahan : harus mengikuti prosedur testing yang spesifik dan hati-hati; berpotensi untuk testing mandatory; mendorong timbulnya mitos penularan HIV lewat ciuman; belum banyak dievaluasi di lapangan.


4. Tes Konfirmasi (Western blot) – Keuntungan : untuk memastikan suatu hasil positif dari tes pertama. Kelemahan : mahal; membutuhkan peralatan khusus; pemeriksa harus terlatih.


5. Antigen Virus - Keuntungan : mengetahui infeksi dini HIV; skrinning darah; mendiagnosis infeksi bayi baru lahir; memonitor pengobatan dengan ARV. Kelemahan : kurang sensitif untuk tes darah.


6. VCT (Voluntary Counseling And Testing) - Kelemahan : perlu pelayanan konseling yang efektif; konselor perlu disupervisi; konselor terkadang perlu konseling.


Pengobatan HIV/ AIDS


Pengobatan HIV/ AIDS yang sudah ada kini adalah dengan pengobatan ARV (antiretroviral) dan obat-obat baru lainnya masih dalam tahap penelitian.


Jenis obat-obat antiretroviral :



  • Attachment inhibitors (mencegah perlekatan virus pada sel host) dan fusion inhibitors (mencegah fusi membran luar virus dengan membran sel hos). Obat ini adalah obat baru yang sedang diteliti pada manusia.

  • Reverse transcriptase inhibitors atau RTI, mencegah salinan RNA virus ke dalam DNA sel hos. Beberapa obat-obatan yang dipergunakan saat ini adalah golongan Nukes dan Non-Nukes.

  • Integrase inhibitors, menghalangi kerja enzim integrase yang berfungsi menyambung potongan-potongan DNA untuk membentuk virus. Penelitian obat ini pada manusia dimulai tahun 2001 (S-1360).

  • Protease inhibitors (PIs), menghalangi enzim protease yang berfungsi memotong DNA menjadi potongan-potongan yang tepat. Golongan obat ini sekarang telah beredar di pasaran (Saquinavir, Ritonavir, Lopinavir, dll.).

  • Immune stimulators (perangsang imunitas) tubuh melalui kurir (messenger) kimia, termasuk interleukin-2 (IL-2), Reticulose, HRG214. Obat ini masih dalam penelitian tahap lanjut pada manusia.

  • Obat antisense, merupakan “bayangan cermin” kode genetik HIV yang mengikat pada virus untuk mencegah fungsinya (HGTV43). Obat ini masih dalam percobaan.


Perawatan dan Dukungan


Perawatan dan dukungan untuk ODHA (orang dengan HIV/ AIDS) sangat penting sekali. Hal tersebut dapat menimbulkan percaya diri/ tidak minder dalam pergaulan. ODHA sangat memerlukan teman untuk memberikan motivasi hidup dalam menjalani kehidupannya. HIV/ AIDS memang belum bisa diobati, tetapi orang yang mengidap HIV/ AIDS dapat hidup lebih lama menjadi apa yang mereka inginkan.


Kiat Hidup Sehat Dengan HIV/AIDS


1) Makan makanan bergizi. 2) Tetap lakukan kegiatan dan bekerja/ beraktivitas. 3) Istirahat cukup. 4) Sayangilah diri sendiri. 5) Temuilah teman/ saudara sesering mungkin. 6) Temui dokter bila ada masalah/ keluhan. 7) Berusaha untuk menghindari infeksi lain, penggunaan obat-obat tanpe resep dan hindari mengurung diri sendiri.


Perawatan di rumah (home care)


1. Melakukan pendidikan pada odha dan keluarga tentang pengertian, cara penularan, pencegahan, gejala-gejala, penanganan hiv/ aids, pemberian perawatan, pencarian bantuan dan motivasi hidup.


2. Mengajar keluarga ODHA tentang bertanya dan mendengarkan, memberikan informasi dan mendiskusikan, mengevaluasi pemahaman, mendengar dan menjawab pertanyaan, menunjukkan cara melakukan sesuatu dengan benar dan mandiri serta pemecahan masalah.


3. Mencegah penularan HIV di rumah dengan cara cuci tangan, menjaga kain sprei dan baju tetap bersih, jangan berbagi barang-barang tajam.


4. Menghindari infeksi lain seperti dengan cuci tangan, menggunakan air bersih dan matang untuk konsumsi, jangan meludah sembarang tempat, tutup mulut/ hidung saat batuk/ bersin, buanglah sampah pada tempatnya.


5. Menghindari malaria dengan menggunakan kelambu saat tidur dan penggunaan obat nyamuk.


6. Merawat anak-anak dengan HIV/ AIDS, yaitu dengan memberikan makanan terbaik (ASI), memberikan imunisasi, pengobatan apabila si kecil sudah terinfeksi, serta memperlakukan anak secara normal.


7. Mengenal dan mengelola gejala yang timbul pada ODHA.


Gejala-gejalanya seperti demam, diare, masalah kulit, timbul bercak putih pada mulut dan tenggorokan, mual dan muntah,nyeri, kelelahan dan kecemasan serta kecemasan dan depresi.


8. Perawatan paliatif (untuk memberikan perasaan nyaman dan menghindari keresahan, membantu belajar mandiri, menghibur saat sedih,membangun motivasi diri).


Referensi

Adobe reader-[challenges-opportunitis_id.pdf]. Laporan Eksekutif Menkes RI Tentang Penanggulangan HIV/ AIDS Respon Menangkal Bencana Nasional Pada Sidang Kabinet Maret 2002. Jakarta.

Adobe reader-[who_ilo_guidelines_indonesian.pdf]. Pedoman Bersama ILO/ WHO tentang Pelayanan Kesehatan dan HIV/ AIDS.September 2005.

Adobe Reader-[HIV-AIDSbooklet_part3.pdf].

Adobe Reader-[ASHMO3HIVposFactsheetInd.pdf]. Informasi Pasien.

Adobe Reader-[CoveringthoseaffectedbyHIVAIDS.pdf]. Liputan Tentang Mereka Yang Mengidap HIV/AIDS.

BERITA IPTEK ONLINE: Mengamati Pengaruh HIV pada kesuburan pria. Hadhimulya Asmara.10 Mei 2007.

Farida Aprilianingrum, SKM.Pemberdayaan Pekerja Sex Sunan Kuning : Learning Resources Center : Pusat Media Belajar Kesehatan.

Blog Archive