Showing posts with label Kebidanan Fisiologis. Show all posts
Showing posts with label Kebidanan Fisiologis. Show all posts

Thursday, April 22, 2010

PROSES TERJADINYA KEHAMILAN


Tahap awal perkembangan manusia diawali dengan peristiwa pertemuan/peleburan sel sperma dengan sel ovum yang dikenal dengan peristiwa FERTILISASI. Fertilisasi akan menghasilkan sel individu baru yang disebut dengan zygote dan akan melakukan pembelahan diri/pembelahan sel (cleavage) menuju pertumbuhan dan perkembangan menjadi embrio.

Proses Pembentukan Janin
• Spermatogenesis
Peralihan dari bakal sel kelamin yang aktif membelah ke sperma yang masak serta menyangkut berbagai macam perubahan struktur yang berlangsung secara berurutan. Spermatogenesis berlangsung pada tubulus seminiferus dan diatur oleh hormone gonadtotropin dan testosterone.

Tahap pembentukan spermatozoa dibagi atas tiga tahap yaitu :
1. Spermatocytogenesis
Merupakan spermatogonia yang mengalami mitosis berkali-kali yang akan menjadi spermatosit primer.
  • Spermatogonia: Spermatogonia merupakan struktur primitif dan dapat melakukan reproduksi (membelah) dengan cara mitosis. Spermatogonia ini mendapatkan nutrisi dari sel-sel sertoli dan berkembang menjadi spermatosit primer.
  • Spermatosit Primer :Spermatosit primer mengandung kromosom diploid (2n) pada inti selnya dan mengalami meiosis. Satu spermatosit akan menghasilkan dua sel anak, yaitu spermatosit sekunder.
2. Tahapan Meiois
Spermatosit I (primer) menjauh dari lamina basalis, sitoplasma makin banyak dan segera mengalami meiosis I yang kemudian diikuti dengan meiosis II.
Sitokenesis pada meiosis I dan II ternyata tidak membagi sel benih yang lengkap terpisah, tapi masih berhubungan sesame lewat suatu jembatan (Interceluler bridge). Dibandingkan dengan spermatosit I, spermatosit II memiliki inti yang gelap.

3. Tahapan Spermiogenesis
Merupakan transformasi spermatid menjadi spermatozoa yang meliputi 4 fase yaitu fase golgi, fase tutup, fase akrosom dan fase pematangan. Hasil akhir berupa empat spermatozoa masak. Dua spermatozoa akan membawa kromosom penentu jenis kelamin wanita “X”. Apabila salah satu dari spermatozoa ini bersatu dengan ovum, maka pola sel somatik manusia yang 23 pasang kromosom itu akan dipertahankan. Spermatozoa masak terdiri dari:
  1. Kepala (caput), tidak hanya mengandung inti (nukleus) dengan kromosom dan bahan genetiknya, tetapi juga ditutup oleh akrosom yang mengandung enzim hialuronidase yang mempermudah fertilisasi ovum.
  2. Leher (servix), menghubungkan kepala dengan badan.
  3. Badan (corpus), bertanggungjawab untuk memproduksi tenaga yang dibutuhkan untuk motilitas.
  4. Ekor (cauda), berfungsi untuk mendorong spermatozoa masak ke dalam vas defern dan ductus ejakulotorius.
• Oogenesis
Sel-Sel Kelamin Primordial
Sel-sel kelamin primordial mula-mula terlihat di dalam ektoderm embrional dari saccus vitellinus, dan mengadakan migrasi ke epitelium germinativum kira-kira pada minggu ke 6 kehidupan intrauteri. Masing-masing sel kelamin primordial (oogonium) dikelilingi oleh sel-sel pregranulosa yang melindungi dan memberi nutrien oogonium dan secara bersama-sama membentuk folikel primordial.

Folikel PrimordiaL
Folikel primordial mengadakan migrasi ke stroma cortex ovarium dan folikel ini dihasilkan sebanyak 200.000. Sejumlah folikel primordial berupaya berkembang selama kehidupan intrauteri dan selama masa kanak-kanak, tetapi tidak satupun mencapai pemasakan. Pada waktu pubertas satu folikel dapat menyelesaikan proses pemasakan dan disebut folikel de Graaf dimana didalamnya terdapat sel kelamin yang disebut oosit primer.

Oosit Primer
Inti (nukleus) oosit primer mengandung 23 pasang kromosom (2n). Satu pasang kromosom merupakan kromosom yang menentukan jenis kelamin, dan disebut kromosom XX. Kromosom-kromosom yang lain disebut autosom. Satu kromosom terdiri dari dua kromatin. Kromatin membawa gen-gen yang disebut DNA.

Pembelahan Meiosis Pertama
Meiosis terjadi di dalam ovarium ketika folikel de Graaf mengalami pemasakan dan selesai sebelum terjadi ovulasi. Inti oosit atau ovum membelah sehingga kromosom terpisah dan terbentuk dua set yang masing-masing mengandung 23 kromosom. Satu set tetap lebih besar dibanding yang lain karena mengandung seluruh sitoplasma, sel ini disebut oosit sekunder. Sel yang lebih kecil disebut badan polar pertama. Kadang-kadang badan polar primer ini dapat membelah diri dan secara normal akan mengalami degenerasi. Pembelahan meiosis pertama ini menyebabkan adanya kromosom haploid pada oosit sekunder dan badan polar primer, juga terjadi pertukaran kromatid dan bahan genetiknya. Setiap kromosom masih membawa satu kromatid tanpa pertukaran, tetapi satu kromatid yang lain mengalami pertukaran dengan salah satu kromatid pada kromosom yang lain (pasangannya). Dengan demikian kedua sel tersebut mengandung jumlah kromosom yang sama, tetapi dengan bahan genetik yang polanya berbeda.

- Oosit Sekunder
Pembelahan meiosis kedua biasanya terjadi hanya apabila kepala spermatozoa menembus zona pellucida oosit (ovum). Oosit sekunder membelah membentuk ovum masak dan satu badan polar lagi, sehingga terbentuk dua atau tiga badan polar dan satu ovum matur, semua mengandung bahan genetik yang berbeda. Ketiga badan polar tersebut secara normal mengalami degenerasi. Ovum yang masak yang telah mengalami fertilisasi mulai mengalami perkembangan embrional.

- Fertilisasi
Keajaiban awal mula kehidupan diawali dengan bertemunya sel sperma dan sel telur di saluran tuba. Hanya 1 sperma yang mampu memasuki sel telur dan membuahinya. Fertilisasi atau pembuahan terjadi saat oosit sekunder yang mengandung ovum dibuahi oleh sperma. Fertilisasi umumnya terjadi segera setelah oosit sekunder memasuki oviduk. Namun, sebelum sperma dapat memasuki oosit sekunder, pertama-tama sperma harus menembus berlapis-lapis sel granulosa yang melekat di sisi luar oosit sekunder yang disebut korona radiata. Kemudian, sperma juga harus menembus lapisan sesudah korona radiata, yaitu zona pelusida. Zona pelusida merupakan lapisan di sebelah dalam korona radiata, berupa glikoprotein yang membungkus oosit sekunder. Sperma dapat menembus oosit sekunder karena baik sperma maupun oosit sekunder saling mengeluarkan enzim dan atau senyawa tertentu,sehingga terjadi aktivitas yang saling mendukung.

Pada sperma, bagian kromosom mengeluarkan:
o Hialuronidase
Enzim yang dapat melarutkan senyawa hialuronid pada korona radiata.
o Akrosin
Protease yang dapat menghancurkan glikoprotein pada zona pelusida.
o Antifertilizin
Antigen terhadap oosit sekunder sehingga sperma dapat melekat pada oosit sekunder.

Oosit sekunder juga mengeluarkan senyawa tertentu, yaitu fertilizin yang tersusun dari glikoprotein dengan fungsi :
- Mengaktifkan sperma agar bergerak lebih cepat.
- Menarik sperma secara kemotaksis positif.
- Mengumpulkan sperma di sekeliling oosit sekunder.

Pada saat satu sperma menembus oosit sekunder, sel-sel granulosit di bagian korteks oosit sekunder mengeluarkan senyawa tertentu yang menyebabkan zona pelusida tidak dapat ditembus oleh sperma lainnya. Adanya penetrasi sperma juga merangsang penyelesaian meiosis II pada inti oosit sekunder , sehingga dari seluruh proses meiosis I sampai penyelesaian meiosis II dihasilkan tiga badan polar dan satu ovum yang disebut inti oosit sekunder.
Segera setelah sperma memasuki oosit sekunder, inti (nukleus) pada kepala sperma akan membesar. Sebaliknya, ekor sperma akan berdegenerasi. Kemudian, inti sperma yang mengandung 23 kromosom (haploid) dengan ovum yang mengandung 23 kromosom (haploid) akan bersatu menghasilkan zigot dengan 23 pasang kromosom (2n) atau 46 kromosom.

Perkembangan Janin di Rahim
Permulaan masa embriogenik
Embrio :
Tahapan pertumbuhan dan perkembangan embrio dibedakan menjadi 2 tahap yaitu :
  1. Fase Embrionik yaitu fase pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup selama masa embrio yang diawali dengan peristiwa fertilisasi sampai dengan terbentuknya janin di dalam tubuh induk betina.
  2. Fase fertilisasi adalah pertemuan antara sel sperma dengan sel ovum dan akan menghasilkan zygote. Zygote akan melakukan pembelahan sel (cleavage). Zigot akan ditanam (diimplantasikan) pada endometrium uterus
  3. tahapan fase embrionik yaitu :
a. Morula
  • Hasil pembelahan zygot tersebut berupa sekelompok sel yang sama besarnya seperti buah arbei
  • Morula adalah suatu bentukan sel sperti buah arbei (bulat) akibat pembelahan sel terus menerus secara mitosis. Dan keberadaan antara satu dengan sel yang lain adalah rapat.
  • Morulasi yaitu proses terbentuknya morula
b. Blastula
  • Blastula adalah bentukan lanjutan dari morula yang terus mengalami pembelahan. bentuk ini kemudian disebut blastosit.
  • Bentuk blastula ditandai dengan mulai adanya perubahan sel dengan mengadakan pelekukan yang tidak beraturan.
  • Di dalam blastula terdapat cairan sel yang disebut dengan Blastosoel yang dikeluarkan oleh tuba fallopii.
  • Blastulasi yaitu proses terbentuknya blastula.
  • Pada stadium ini terbentuk sel-sel yang membentuk dinding Blastula dan akan membentuk suatu simpai yang disebut sebagai Trofoblast. Trofoblast mempunyai kemampuan menghancurkan dan mencairkan jaringan menemukan lapisan Endometrium ( lapisan paling dalam dari Rahim ).
  • Pembelahan hingga terbentuk blastula ini terjadi di oviduk dan berlangsung selama 5 hari. Selanjutnya blastula akan mengalir ke dalam uterus. Setelah memasuki uterus, mula-mula blastosis terapung-apung di dalam lumen uteus. Kemudian, 6-7 hari setelah fertilisasi embryo akan mengadakan pertautan dengan dinding uterus untuk dapat berkembang ke tahap selanjutnya. Peristiwa terpautnya antara embryo pada endometrium uterus disebut implantasi atau nidasi. Implantasi ini telah lengkap pada 12 hari setelah fertilisasi.
Blastosit terdiri dari sel-sel bagian luar dan sel-sel bagian dalam.
Sel-sel bagian luar blastosit merupakan sel-sel trofoblas yang akan membantu implantasi blastosit pada uterus. Sel-sel trofoblas membentuk tonjolan-tonjolan ke arah endometrium yang berfungsi sebagai kait. Sel-sel trofoblas juga mensekresikan enzim proteolitik yang berfungsi untuk mencerna serta mencairkan sel-sel endometrium. Cairan dan nutrien tersebut kemudian dilepaskan dan ditranspor secara aktif oleh sel-sel trofoblas agar zigot berkembang lebih lanjut. Kemudian, trofoblas beserta sel-sel lain di bawahnya akan membelah (berproliferasi) dengan cepat membentuk plasenta dan berbagai membran kehamilan. Berbagai macam membran kehamilan berfungsi untuk membantu proses transportasi, respirasi, ekskresi dan fungsi-fungsi penting lainnya selama embrio hidup dalam uterus. Selain itu, adanya lapisan-lapisan membran melindungi embrio terhadap tekanan mekanis dari luar, termasuk kekeringan.

c. Gastrula
  • Gastrula adalah bentukan lanjutan dari blastula yang pelekukan tubuhnya sudah semakin nyata dan mempunyai lapisan dinding tubuh embrio serta rongga tubuh.
  • Lapisan terluar blastosit disebut trofoblas merupakan dinding blastosit yang berfungsi untuk menyerap makanan dan merupakan calon tembuni atau ari-ari (plasenta), sedangkan masa di dalamnya disebut simpul embrio (embrionik knot) merupakan calon janin. Blastosit ini bergerak menuju uterus untuk mengadakan implantasi (perlekatan dengan dinding uterus).
  • Gastrulasi yaitu proses pembentukan gastrula.
Menurut Tenzer (2000:212) Setelah tahap blastula selesai dilanjutkan dengan tahap gastrulasi. Gastrula berlangsung pada hari ke 15. Tahap gastrula ini merupakan tahap atau stadium paling kritis bagi embryo. Pada gastrulasi terjadi perkembangan embryo yang dinamis karena terjadi perpindahan sel, perubahan bentuk sel dan pengorganisasian embryo dalam suatu sistem sumbu. Kumpulan sel yang semula terletak berjauhan, sekarang terletak cukup dekat untuk melakukan interkasi yang bersifat merangsang dalam pembentukan sistem organ-organ tbuh. Gastrulasi ini menghasilkan 3 lapisan lembaga yaitu laisan endoderm di sebelah dalam, mesoderm disebelah tengah dan ectoderm di sebelah luar.
Dalam proses gastrulasi disamping terus menerus terjadi pembelahan dan perbanyakan sel, terjadi pula berbagai macam gerakan sel di dalam usaha mengatur dan menyusun sesuai dengan bentuk dan susunan tubuh individu dari spesies yang bersangkutan.

Tubulasi
Tubulasi adalah pertumbuhan yang mengiringi pembentukan gastrula atau disebut juga dengan pembumbungan. Daerah-daerah bakal pembentuk alat atau ketiga lapis benih ectoderm, mesoderm dan endoderm, menyusun diri sehingga berupa bumbung, berongga. Yang tidak mengalami pembumbungan yaitu notochord, tetapi masif. Mengiringi proses tubulasi terjadi proses differensiasi setempat pada tiap bumbung ketiga lapis benih, yang pada pertumbuhan berikutnya akan menumbuhkan alat (organ) bentuk definitif. Ketika tubulasi ectoderm saraf berlangsung, terjadi pula differensiasi awal pada daerah-daerah bumbung itu, bagian depan tubuh menjadi encephalon (otak) dan bagian belakang menjadi medulla spinalis bagi bumbung neural (saraf). Pada bumbung endoderm terjadi differensiasi awal saluran atas bagian depan, tengah dan belakang. Pada bumbung mesoderm terjadi differensiasi awal untuk menumbuhkan otot rangka, bagian dermis kulit dan jaringan pengikat lain, otot visera, rangka dan alat urogenitalia.

Organogenesis
Organogenesis yaitu proses pembentukan organ-organ tubuh pada makhluk hidup (hewan dan manusia). Organ yang dibentuk ini berasal dari masing-masing lapisan dinding tubuh embrio pada fase gastrula.
Contohnya :
a. Lapisan Ektoderm akan berdiferensiasi menjadi cor (jantung), otak (sistem saraf), integumen (kulit), rambut dan alat indera.
b. Lapisan Mesoderm akan berdiferensiasi menjadi otot, rangka (tulang/osteon), alat reproduksi (testis dan ovarium), alat peredaran darah dan alat ekskresi seperti ren.
c. Lapisan Endoderm akan berdiferensiasi menjadi alat pencernaan, kelenjar pencernaan, dan alat respirasi seperti pulmo.
Imbas embrionik yaitu pengaruh dua lapisan dinding tubuh embrio dalam pembentukan satu organ tubuh pada makhluk hidup.
Contohnya :
a. Lapisan mesoderm dengan lapisan ektoderm yang keduanya mempengaruhi dalam pembentukan kelopak mata.
Organogenesis atau morfogenesis adalah embryo bentuk primitive yang berubah menjadi bentuk yang lebih definitive dan memmiliki bentuk dan rupa yang spesifik dalam suatu spesies. Organogensisi dimulai akhir minggu ke 3 dan berakhir pada akhir minggu ke 8. Dengan berakhirnya organogenesis maka cirri-ciri eksternal dan system organ utama sudah terbentuk yang selanjutnya embryo disebut fetus (Amy Tenzer,dkk, 2000)

Pada periode pertumbuhan antara atau transisi terjadi transformasi dan differensiasi bagian-bagian tubuh embryo dari bentuk primitive sehingga menjadi bentuk definitif. Pada periode ini embryo akan memiliki bentuk yang khusus bagi suatu spesies. Pada periode pertumbuhan akhir, penyelesaian secara halus bentuk definitive sehingga menjadi ciri suatu individu. Pada periode ini embryo mengalami penyelesaian pertumbuhan jenis kelamin, watak (karakter fisik dan psikis) serta wajah yang khusus bagi setiap individu. Organogenesis pada bumbung-bumbung:
1. Bumbung epidermis
Menumbuhkan:
- Lapisan epidermis kulit, dengan derivatnya yang bertekstur (susunan kimia) tanduk: sisik, bulu, kuku, tanduk, cula, taji.
- Kelenjar-kelenjar kulit: kelenjar minyak bulu, kelenjar peluh, kelenjar ludah, kelenjar lender, kelenjar air mata.
- Lensa mata, alat telinga dalam, indra bau dan indra peraba.
- Stomodeum menumbuhkan mulut, dengan derivatnya seperti lapisan email gigi, kelenjar ludah dan indra pengecap.
- Proctodeum menumbuhkan dubur bersama kelenjarnya yang menghasilkan bau tajam.
- Lapisan enamel gigi.
2. Bumbung endoderm
- Lapisan epitel seluruh saluran pencernaan mulai faring sampai rectum.
- Kelenjar-kelenjar pencernaan misalnya hepar, pancreas, serta kelenjar lender yang mengandung enzim dlam esophagus, gaster dan intestium.
- Lapisan epitel paru atau insang.
- Kloaka yang menjadi muara ketiga saluran: pembuangan (ureter), makanan (rectum), dan kelamin (ductus genitalis).
- Lapisan epitel vagina, uretra, vesika urinaria dan kelenjar-kelenjarnya.
3. Bumbung neural (saraf)
- Otak dan sumsum tulang belakang.
- Saraf tepi otak dan punggung.
- Bagian persyarafan indra, seperti mata, hidung dan kulit.
- Chromatophore kulit dan alat-alat tubuh yang berpigment.
4. Bumbung mesoderm
- Otot:lurik, polos dan jantung.
- Mesenkim yang dapat berdifferensiasi menjadi berbagai macam sel dan jaringan.
- Gonad, saluran serta kelenjar-kelenjarnya.
- Ginjal dan ureter.
- Lapisan otot dan jaringan pengikat (tunica muscularis, tunica adventitia, tunica musclarismucosa dan serosa) berbagai saluran dalam tubh, seperti pencernaan, kelamin, trakea, bronchi, dan pembuluh darah.
- Lapisan rongga tubuh dan selaput-selaput berbagai alat: plera, pericardium, peritoneum dan mesenterium.
- Jaringan ikat dalam alat-alat seperti hati, pancreas, kelenjar buntu.
- Lapisan dentin, cementum dan periodontum gigi, bersama pulpanya.

Pada minggu ke 5 embryo berukuran 8 mm. Pada saat ini otak berkembang sangat cepat sehingga kepala terlihat sangat besar. Pada minggu ke 6 embrio berukuran 13 mm. Kepala masih lebih besar daripada badan yang sudah mulai lurus, jari-jari mulai dibentuk. Pada minggu ke 7 embryo berukuran 18 mm, jari tangan dan kaki mulai dibentuk, badan mulai memanjang dan lurus, genetalia eksterna belum dapat dibedakan. Setelah tahap organogenesis selesai yaitu pada akhir minggu ke 8 maka embrio akan disebut janin atau fetus dengan ukuran 30 mm.
Pertumbuhan dan perkembangan manusia

Setelah peristiwa fertilisasi, zygote akan berkembang menjadi embrio yang sempurna dan embrio akan tertanam pada dinding uterus ibu. Hal ini terjadi masa 6 – 12 hari setelah proses fertilisasi. Sel-sel embrio yang sedang tumbuh mulai memproduksi hormon yang disebut dengan hCG atau human chorionic gonadotropin, yaitu bahan yang terdeteksi oleh kebanyakan tes kehamilan.

HCG membuat hormon keibuan untuk mengganggu siklus menstruasi normal, membuat proses kehamilan jadi berlanjut.
Janin akan mendapatkan nutrisi melalui plasenta/ari-ari. Embrio dilindungi oleh selaput-selaput yaitu :
1. Amnion yaitu selaput yang berhubungan langsung dengan embrio dan menghasilkan cairan ketuban. Berfungsi untuk melindungi embrio dari guncangan.
2. Korion yaitu selaput yang terdapat diluar amnion dan membentuk jonjot yang menghubungkan dengan dinding utama uterus. Bagian dalamnya terdapat pembuluh darah.
3. Alantois yaitu selaput terdapat di tali pusat dengan jaringan epithel menghilang dan pembuluh darah tetap. Berfungsi sebagai pengatur sirkulasi embrio dengan plasenta, mengangkut sari makanan dan O2, termasuk zat sisa dan CO2.
4. Sacus vitelinus yaitu selaput yang terletak diantara plasenta dan amnion. Merupakan tempat munculnya pembuluhdarah yang pertama.

Janin
Janin atau embryo adalah makhluk yang sedang dalam tingkat tumbuh dalam kandungan. Kandungan itu berada dalam tubuh induk atau diluar tubuh induk (dalam telur). Tumbuh adalah perubahan dari bentuk sederhana dan muda sampai bentuk yang komplek atau dewasa (Wildan yatim, 1990).
Sedangkan dalam Microsoft Encarta 2006 disebutkan bahwa janin merupakan suatu hewan bertulang belakang yang belum lahir pada suatu fase dimana semua ciri struktural orang dewasa sudah dapat dikenal, terutama keturunan manusia yang belum lahir setelah delapan minggu pertumbuhan.
Tahapan perkembangan pada masa embrio
  • Bulan pertama : Sudah terbentuk organ-organ tubuh yang penting seperti jantung yang berbentuk pipa, sistem saraf pusat (otak yang berupa gumpalan darah) serta kulit. Embrio berukuran 0,6 cm.
  • Bulan kedua : Tangan dan kaki sudah terbentuk, alat kelamin bagian dalam, tulang rawan (cartilago). Embrio berukuran 4 cm.
  • Bulan ketiga : Seluruh organ tubuh sudah lengkap terbentuk, termasuk organ kelamin luar. Panjang embrio mencapai 7 cm dengan berat 20 gram.
  • Bulan keempat : Sudah disebut dengan janin dan janin mulai bergerak aktif. Janin mencapai berat 100 gram dengan panjang 14 cm.
  • Bulan kelima : Janin akan lebih aktif bergerak, dapat memberikan respon terhadap suara keras dan menendang. Alat kelamin janin sudah lebih nyata dan akan terlihat bila dilakukan USG (Ultra Sonographi).
  • Bulan keenam : Janin sudah dapat bergerak lebih bebas dengan memutarkan badan (posisi)
  • Bulan ketujuh : Janin bergerak dengan posisi kepala ke arah liang vagina.
  • Bulan kedelapan : Janin semakin aktif bergerak dan menendang. Berat dan panjang janin semakin bertambah, seperti panjang 35-40 cm dan berat 2500 – 3000 gram.
  • Bulan kesembilan : Posisi kepala janin sudah menghadap liang vagina. Bayi siap untuk dilahirkan.
2. Fase Pasca Embrionik yaitu fase pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup setelah masa embrio, terutama penyempurnaan alat-alat reproduksi setelah dilahirkan. Pada fase ini pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi biasanya hanya peningkatan ukuran bagian-bagian tubuh dari makhluk hidup. Kecepatan pertumbuhan dari masing-masing makhluk hidup berbeda-beda satu dengan yang lain. Setelah lahir disebut dengan nama bayi dan memasuki masa neonatal.

Tahap perkembangan janin dimulai pada bulan ke 3 sampai ke 10.
Pada 6 bulan terakhir perkembangan manusia digunakan untuk meningkatkan ukuran dan mematangkan organ-organ yang dibentuk pada 3 bulan pertama. Pada saat janin memasuki bulan ke 3, panjangnya 40 mm. Janin sudah mempunyai sistem organ seperti yang dipunyai oleh orang dewasa. Pada usia ini genitalnya belum dapat dibedakan antara jantan dan betina dan tampak seperti betina serta denyut jantung sudah dapat didengarkan. Pada bulan ke 4 ukuran janin 56 mm. Kepala masih dominan dibandingkan bagian badan, genitalia eksternal nampak berbeda. Pada minggu ke 16 semua organ vital sudah terbentuk. Pembesaran uterus sudah dapat dirasakan oleh ibu.

Pada bulan ke 5 ukuran janin 112 mm, sedangkan akhir bulan ke 5 ukuran fetus mencapai 160 mm. Muka nampak seperti manusia dan rambut mulai nampak diseluruh tubuh (lanugo). Pada yang jantan testis mulai menempati tempat dimana ia akan turun ke dalam skrotum. Gerakan janin sudah dapat dirasakan oleh ibu. Paru-paru sudah selesai dibentuk tapi belum berfungsi.

Pada bulan ke 6 ukuran tubuh sudah lebih proporsional tapi nampak kurus, organ internal sudah pada posisi normal.

Pada bulan ke 7 janin nampak kurus, keriput dan berwarna merah. Skrotum berkembang dan testis mulai turun untuk masuk ke skrotum, hal ini selesai pada bulan ke 9. system saraf berkembang sehingga cukup untuk mengatur pergerakan fetus, jika dilahirkan 10% dapat bertahan hidup.

Pada bulan ke 8 testis ada dalam skrotum dan tubuh mulai ditumbuhi lemak sehingga terlihat halus dan berisi. Berat badan mulai naik jika dilahirkan 70% dapat bertahan hidup.

Pada bulan ke 9, janin lebih banyak tertutup lemak (vernix caseosa). Kuku mulai nampak pada ujung jari tangan dan kaki.

Pada bulan ke 10, tubuh janin semakin besar maka ruang gerak menjadi berkurang dan lanugo mulai menghilang. Percabangn paru lengkap tapi tidak berfungsi sampai lahir. Induk mensuplai antibodi plasenta mulai regresi dan pembuluh darah palsenta juga mulai regresi.

Karakteristik Janin
Proses Terbentuknya janin laki-laki dan perempuan
Proses terbentuknya janin laki-laki dan perempuan dimulai dari deferensiasai gonad. Awalnya sel sperma yang berkromosom Y akan berdeferensiasi awal menjadi organ jantan dan yang X menjadi organ betina. Deferensiasi lanjut kromosom Y membentuk testis sedangkan kromosom X membentuk ovarium. Proses deferensiasi menjadi testis dimulai dari degenerasi cortex dari gonad dan medulla gonad membentuk tubulus semineferus. Di celah tubulus sel mesenkim membentuk jaringan intertistial bersama sel leydig. Sel leydig bersama dengan sel sertoli membentuk testosteron dan duktus muller tp duktus muller berdegenerasi akibat adanya faktor anti duktus muller, testosteron berdeferensiasi menjadi epididimis, vas deferent, vesikula seminlis dan duktus mesonefros. Karena ada enzim 5 alfareduktase testosteron berdeferensiasi menjadi dihidrotestosteron yang kemudian pada epitel uretra terbentuk prostat dan bulbouretra. Selanjunya mengalami pembengkakan dan terbentuk skrotum. Kemudian testis turun ke pelvis terus menuju ke skrotum. Mula-mula testis berada di cekukan bakal skrotum saat skrotum mkin lmamakin besar testis terpisah dari rongga pelvis.

Sedangkan kromosom X yang telah mengalami deferensiasi lanjut kemudian pit primer berdegenerasi membentuk medula yang terisi mesenkim dan pembuluh darah, epitel germinal menebal membentuk sel folikel yang berkembang menjadi folikel telur. Deferensiasi gonad jadi ovarium terjadi setelah beberapa hari defrensiasi testis. Di sini cortex tumbuh membina ovarium sedangkan medula menciut. PGH dari placenta mendorong pertumbuhan sel induk menjadi oogonia, lalu berplorifrasi menjadi oosit primer. Pada perempuan duktus mesonefros degenerasi. Saat gonad yang berdeferensiasi menjadi ovarium turun smpai rongga pelvis kemudian berpusing sekitar 450 letaknya menjadi melintang.
Penis dan klitoris awalnya pertumbuhannya sama yaitu berupa invagina ectoderm. Klitoris sebenarnya merupakan sebuh penis yang tidak berkembang secara sempurna. Pada laki-laki evagina ectoderm berkembang bersama terbawanya sinus urogenitalis dari cloaca.

Pengeluaran Bayi
Kelahiran bayi dibagi dalam beberapa tahap. Tahap pertama, proses persiapan persalinan. Dalam tahap ini terjadi pembukaan (dilatasi) mulut rahim sampai penuh. Selanjutnya, tahap kedua adalah kelahiran bayi yang keluar dengan selamat. Tahap ketiga, pengeluaran plasenta. Tahap berikutnya adalah observasi terhadap ibu selama satu jam usai plasenta keluar. Tahapan yang pertama adalah kontraksi. Ini biasanya fase paling lama. Pembukaan leher rahim (dilatasi) sampai 3 cm, juga disertai penipisan (effasi). Hal ini bisa terjadi dalam waktu beberapa hari, bahkan beberapa minggu, tanpa kontraksi berarti (kurang dari satu menit). Tapi pada sebagian orang mungkin saja terjadi hanya 2-6 jam (atau juga sepanjang 24 jam) dengan kontraksi lebih jelas. Setelah itu leher rahim akan semakin lebar.Umumnya fase ini lebih pendek dari fase sebelumnya, berlangsung sekitar 2-3 jam. Kontraksi kuat terjadi sekitar 1 menit, polanya lebih teratur dengan jarak 4-5 menit. Leher rahim membuka sampai 7 cm.

Secara umum dan normal, pembukaan leher rahim akan terus meningkat dengan kontraksi yang makin kuat. Terjadi 2-3 menit sekali selama 1,5 menit dengan puncak kontraksi sangat kuat, sehingga ibu merasa seolah-olah kontraksi terjadi terus-menerus tanpa ada jeda. Pembukaan leher rahim dari 3 cm sampai 10 cm terjadi sangat singkat, sekitar 15 menit sampai 1 jam. Saat ini calon ibu akan merasakan tekanan sangat kuat di bagian bawah punggung. Begitu pula tekanan pada anus disertai dorongan untuk mengejan. Ibu pun akan merasa panas dan berkeringat dingin. Posisi calon ibu saat melahirkan turut membantu lancarnya persalinan. Posisi setengah duduk atau setengah jongkok mungkin posisi terbaik karena posisi ini memanfaatkan gaya berat dan menambah daya dorong ibu.

Pengeluaran Plasenta
Rasa lelah ibu adalah hal yang tersisa ketika bayi sudah keluar, tapi tugas belum berakhir. Plasenta yang selama ini menunjang bayi untuk hidup dalam rahim harus dikeluarkan.
Mengerutnya rahim akan memisahkan plasenta dari dinding rahim dan menggerakkannya turun ke bagian bawah rahim atau ke vagina. Ibu hanya tinggal mendorongnya seperti halnya mengejan saat mengeluarkan bayi. Hanya saja tenaga yang dikeluarkan tak sehebat proses pengeluaran bayi. Apabila plasenta telah keluar, akan segera dijahit robekan atau episiotomi sehingga kembali seperti semula.

Pemeriksaan Umum pada Kehamilan


Pemeriksaan Umum Kehamilan
  1. Bagaimana keadaan umum penderita, keadaan gizi, kelainan bantuk badan, kesadaran.
  2. Adakah anemia, cyanosis, icterus, atau dyspnoe.
  3. Keadaan jantung dan paru-paru.
  4. Adakah oedem : Oedema dalah kehamilan dapat disebabkan oleh toxemia gravidarum atau oleh tekanan rahim yang membesar pada vena-vena dalam panggul yang mengalirkan darah dari kaki, tetapi juga oleh hypovitaminose B1, hypoproteinaemia dan penyakit jantung.
  5. Refleks : terutama refleks lutut. Refleks lutut negatif pada hypovitaminose B1 dan penyakit urat syaraf.
  6. Tensi : Tensi pada orang hamil tidak boleh mencapai 140 systolis atau 90 diastolis. Juga perubahan 30 systolis dan 15 diastolis di atas tensi sebelum hamil menandakan toxemia gravidarum.
  7. Berat badan : walaupun prognosa kehamilan dan persalinan bagi orang gemuk kurang baik di bandingkan dengan orang yang normal beratnya, dalam menimbang seseorang bukan beratnya saja yang penting, tapi lebih penting lagi perubahan berat setiap kali ibu memeriksakan diri. Berat badan dalam triwulan ke III tidak boleh tambah lebih dari 1 kg seminggu atau 3 kg sebulan. Penambahan yang lebih dari batas-batas tersebut di atas disebabkan oleh penimbunan (retensi) air dan di sebut praoedema.
  8. Pemeriksaan Laboratorium
  • Air kencing : terutama diperiksa atas glukose, zat putih telur dan sedimen. Adanya glukose dalam urine orang hamil harus dianggap sebagai gejala penyakit diabetes kecuali kalau kita dapat membuktikan bahwa hal-hal lain yang menyebabkannya. Dalam akhir kehamilan dan dalam nifas reaksi reduksi dapat menjadi positif adanya laktose dalam air kencing. Zat putih telur positsf dalam air kencing pada nefritis, toxemia gravidarum dan radang dari saluran kencing.
  • Darah : dari darah perlu ditentukan Hb, sekali 3 bulan karena pada orang hamil sering timbul anemia karena defisiensi Fe. Selanjutnya perlu di periksa reaksi seroogis (WR) dan golongan darah. Juga pemeriksaan kadar gula darah. Reaksi Wasserman positif dan lues, tetapi juga pada fraimboesia. Golongan darah ditentukan supaya kita cepat dapat mencairkan darah yang cocok jika penderita memerlukannya. Kalau ibu golongan O maka mungkin timbul ABO antagonisme.
  • Faeces diperiksa atas telur-telur cacing.

Monday, February 15, 2010

OKSITOSIN PELANCAR KELAHIRAN

Pengertian Oksitosin
Oksitosin adalah suatu hormon yang diproduksi di hipotalamus dan diangkut lewat aliran aksoplasmik ke hipofisis posterior yang jika mendapatkan stimulasi yang tepat hormon ini akan dilepas kedalam darah. Hormon ini di beri nama oksitosin berdasarkan efek fisiologisnya yakni percepatan proses persalinan dengan merangsang kontraksi otot polos uterus. Peranan fisiologik lain yang dimiliki oleh hormon ini adalah meningkatkan ejeksi ASI dari kelenjar mammae.

Bagaimana Oksitosin dikeluarkan
Impuls neural yang terbentuk dari perangsangan papilla mammae merupakan stimulus primer bagi pelepasan oksitosin sedangkan distensi vagina dan uterus merupakan stimulus sekunder. Estrogen akan merangsang produksi oksitosin sedangkan progesterone sebaliknya akan menghambat produksi oksitosin. Selain di hipotalamus, oksitosin juga disintesis di kelenjar gonad, plasenta dan uterus mulai sejak kehamilan 32 minggu dan seterusnya. Konsentrasi oksitosin dan juga aktivitas uterus akan meningkat pada malam hari.

Pelepasan oksitosin endogenus ditingkatkan oleh:
a. Persalinan
b. Stimulasi serviks, vagina dan payudara
c. Estrogen yang beredar dalam darah
d. Peningkatan osmolalitas/konsentrasi plasma
e. Volume cairan yang rendah dalam sirkulasi darah
f. Stress, stress yang disebabkan oleh tangisan bayi akan menstimulasi pengeluaran ASI

Pelepasan oksitosin disupresi oleh:
a. Alkohol
b. Relaksin
c. Penurunan osmolalitas/konsentrasi plasma
d. Volume cairan yang tinggi dalam sirkulasi darah

Bagaimana Mekanisme Kerja Oksitosin ?
Pada otot polos uterus. Mekanisme kerja dari oksitosin belum diketahui pasti, hormon ini akan menyebabkan kontraksi otot polos uterus sehingga digunakan dalam dosis farmakologik untuk menginduksi persalinan. Sebelum bayi lahir pada proses persalinan yang timbul spontan ternyata rahim sangat peka terhadap oksitosin Dengan dosis beberapa miliunit permenit intra vena, rahim yang hamil sudah berkontraksi demikian kuat sehingga seakan-akan dapat membunuh janin yang ada didalamnya atau merobek rahim itu sendiri atau kedua-duanya.

Kehamilan akan berlangsung dengan jumlah hari yang sudah ditentukan untuk masing-masing spesies tetapi faktor yang menyebabkan berakhirnya suatu kehamilan masih belum diketahui. Pengaruh hormonal memang dicurigai tetapi masih belum terbukti. Estrogen dan progesterone merupakan factor yang dicurigai mengingat kedua hormon ini mempengaruhi kontraktilitas uterus. Juga terdapat bukti bahwa katekolamin turut terlibat dalam proses induksi persalinan.

Karena oksitosin merangsang kontraktilitas uterus maka hormon ini digunakan untuk memperlancar persalinan, tetapi tidak akan memulai persalinan kecuali kehamilan sudah aterm. Didalam uterus terdapat reseptor oksitosin 100 kali lebih banyak pada kehamilan aterm dibandingkan dengan kehamilan awal. Jumlah estrogen yang meningkat pada kehamilan aterm dapat memperbesar jumlah reseptor oksitosin. Begitu proses persalinan dimulai serviks akan berdilatasi sehinga memulai refleks neural yang menstimulasi pelepasan oksitosin dan kontraksi uterus selanjutnya. Faktor mekanik seperti jumlah regangan atau gaya yang terjadi pada otot, mungkin merupakan hal penting.

Pada kelenjar mammae . Fungsi fisiologik lain yang kemungkinan besar dimiliki oleh oksitosin adalah merangsang kontraksi sel mioepitel yang mengelilingi mammae, fungsi fisiologik ini meningkatkan gerakan ASI kedalam duktus alveolaris dan memungkinkan terjadinya ejeksi ASI.

Reseptor membran untuk oksitosin ditemukan baik dalam jaringan uterus maupun mammae. Jumlah reseptor ini bertambah oleh pengaruh estrogen dan berkurang oleh pengaruh progesterone. Kenaikan kadar estrogen yang terjadi bersamaan dengan penurunan kadar progester6n dan terlihat sesaat sebelum persalinan mungkin bisa menjelaskan awal laktasi sebelum persalinan. Derivat progesterone lazim digunakan untuk menghambat laktasi postpartum pada manusia.

Pada ginjal. ADH dan oksitosin disekresikan secara terpisah kedalam darah bersama neurofisinnya. Kedua hormon ini beredar dalam bentuk tak terikat dengan protein dan mempunyai waktu paruh plasma yang sangat pendek yaitu berkisar 2-4 menit. Oksitosin mempunyai struktur kimia yang sangat mirip dengan Vasopresin/ADH, sebagaimana diperlihatkan dibawah ini:

Cys-Tyr-Phe-Gln-Asn- Cys-Pro-Arg-Gly-NH2 : Arginin Vasopresin

Cys-Tyr-Phe-Gln-Asn- Cys-Pro-Lys -Gly-NH2 : Lisin Vasopresin

Cys-Tyr-Lie-Gln-Asn- Cys-Pro-Arg-Gly-NH2 : Oksitosin

Masing-masing hormon ini merupakan senyawa nono apeptida yang mengandung molekul sistein pada posisi 1 dan 6 yang dihubungkan oleh jembatan S—S. Sebagian besar binatang menpunyai Arginin Vasopresin, meskipun demikian hormon pada babi dan spesies lain yang terkait, mempunyai lisin yang tersubtitusi pada posisi 8. Karena kemiripan structural yang erat tersebut tidaklah mengherankan kalau oksitosin dan ADH masing-masing memperlihatkan sebagian efek yang sama/tumpang tindih.

Salah satu efek penting yang tidak diingini pada oksitosin adalah anti diuresis yang terutama disebabkan oleh reabsorbsi air. Abdul Karim dan Assali (1961) menunjukan dengan jelas bahwa pada wanita hamil maupun tidak hamil oksitosin mempunyai aktivitas anti diuresis. Pada wanita yang mengalami diuresis sebagai akibat pemberian air, apabila diberikan infus dengan 20 miliunit oksitosin permenit, biasnya akan mengakibatkan produksi air seni menurun. Kalau dosis ditingkatkan menjadi 40 miliunit permenit, produksi air seni sangat menurun. Dengan dosis yang sama apabila diberikan dalam cairan dekstorse tanpa elektrolit dalam volume yang besar akan dapat menimbulkan intoksikasi air. Pada umunnya kalau pemberian oksitosin dalam dosis yang relatif tinggi dalam jangka waktu yang agak lama maka lebih baik meningkatkan konsentrasi hormon ini dari pada menambah jumlah cairan dengan konsentrasi hormon yang rendah . Efek anti diuresis pemberian oksitosin intravena hilang dalam waktu beberapa menit setelah infus dihentikan. Pemberian oksitosin im dengan dosis 5-10 unit tiap 15-30 menit juga menimbulkan anti diuresis tetapi kemungkinan keracunan air tidak terlalu besar karena tidak desertakan pemberian cairan tanpa elektrolit dalam jumlah besar. Oksitosin dan hormon ADH memiliki rumus bangun yang sangat mirip , hal ini akan menjelaskan mengapa fungsi kedua hormon ini saling tumpang tindih. Peptida ini terutama dimetabolisme dihati, sekalipun eksresi adrenal ADH menyebabkan hilangnya sebagian hormon ini dengan jumlah yang bermakna dari dalam darah.

Gugus kimia yang penting bagi kerja oksitosin mencakup gugus amino primer pada sistein dengan ujung terminal –amino: gugus fenolik pada tirosin ; gugus tiga carboksiamida pada aspa-ragin, glutamin serta glisinamida; dan ikatan disulfida (s—-s). Delesi atau subtitusi gugus ini pernah menghasilkan sejumlah analog oksitosin. Sebagai contoh penghapusan gugus amino primer bebas pada belahan terminal residu sistein menghasilkan desamino oksitosin yang memiliki aktivitas anti diuretika empat hingga lima kali lebih kuat dari pada aktivitas anti diuretika hormon oksitosin.

Pada pembuluh darah . Oksitosin bekerja pada reseptor hormon antidiuretik (ADH) untuk menyebabkan penurunan tekanan darah khususnya diastolik karena vasodilatasi. Secher dan kawan-kawan (1978) selalu mendapatkan adanya penurunan tekanan darah arterial sesaat namun cukup nyata apabila pada wanita sehat diberikan 10 unit bolus oksitosin secara intravena kemudian segera diikuti kenaikan kardiak autput yang cepat. Mereka juga menyimpulkan bahwa perubahan henodinamik ini dapat membahayakan jiwa seorang ibu bila sebelumnya sudah terjadi hipovolemi atau mereka yang mempunyai penyakit jantung yang membatasi kardiak autput atau yang mengalami komplikasi adanya hubungan pintas dari kanan kekiri. Dengan demikian maka oksitosin sebaiknya tidak diberikan secara intravena dalam bentuk bolus, melainkan dalam larutan yang lebih encer, dalam bentuk infus atau diberikan suntikan intramuskular.
Oksitosin sintetik

Sekresi oksitosin endogenus tidak disupresi oleh mekanisme umpan balik negatif, ini berarti bahwa oksitosin sintetis tidak akan mensupresi pelepasan oksitosin endogenus. Oksitosin dapat diberikan intramuskular, intravena, sublingual maupun intranasal. Pemakaian pompa infus dianjurkan untuk pemberian oksitosin lewat intravena. Oksitosin bekerja satu menit setelah pemberian intravena, peningkatan kontraksi uterus dimulai segera setelah pemberian . Waktu paruh oksitosin diperkirakan berkisar 1-20 menit bahkan apabila oksitosin diberikan itravena maka waktu paruhnya sangat pendek yaitu diperkirakan 3 menit. Data terakhir menyebutkan sekitar 15 menit. Oksitosin akan dieliminasi dalam waktu 30-40 menit setelah pemberian
Efek samping oksitosin

Bila oksitosin sintetik diberikan, kerja fisiologis hormon ini akan meningkat sehingga dapat timbul efek samping yang berbahaya, efek samping tersebut dapat dikelompokkan menjadi:
a. Stimulasi berlebih pada uterus
b. Konstriksi pembuluh darah tali pusat
c. Kerja anti diuretika
d. Kerja pada pembuluh darah ( dilatasi )
e. Mual
f. Reaksi hipersensitif

Stimulasi uterus dengan oksitosin pada persalinan hipotonik
Perlu diperhatikan dulu apakah jalan lahir cukup luas untuk ukuran kepala janin dan apakah kepala janin juga dalam posisi fleksi yang baik, sehingga diameter yang terkecil kepala janin yang akan menyesuaikan dengan jalan lahir ( diameter biparietal dan suboccipitobregmatika ). Suatu kesempitan panggul adalah tidak mungkin bila semua criteria dibawah ini kita jumpai:
a. Konjugata diagonalis normal
b. Bila dinding lateral panggul sejajar
c. Spina ischiadika tidak menonjol
d. Sakrum tidak mendatar
e. Arkus pubis tidak sempit
f. Bagian terendah janin adalah oksiput
g. Bila dilakukan dorongan pada fundus maka kepala janin akan turun melewati pintu atas panggul

Jika kriteria diatas tidak dipenuhi, ,maka pilihannya adalah seksio sesaria. Bila dipergunakan oksitosin, maka harus dilakukan pengawasan ketat terhadap denyut jantung janin dan pola kontraksi uterus, frekuensi, intensitas, lamanya, dan waktu relaksasi serta hubungannya dengan denyut jantung janin diamati secara ketat. Bila denyut jantung tidak diawasi terus menerus, maka penting sekali untuk melakukan pemeriksaan denyut jantung janin segera setelah kontraksi uterus, dan tidak harus menunggu satu menit atau lebih.

Teknik Pemberian Oksitosin Intravena
Sepuluh unit oksitosin dilarutkan dalam satu liter cairan, biasanya diberikan glukosa 5% dalam air, atau lebih baik dipakai suatu larutan garam berimbang. Larutan yang lebih encer dapat disiapkan dengan melipatkan jumlah cairan atau mempergunakan setengah jumlah oksitosin. Meskipun oleh beberapa penulis dinyatakan bahwa larutan yang lebih encer juga efektif, tetapi larutan ( 10 U dalam 1 liter ) adalah mudah dipersiapkan, aman, efektif, dan mungkin paling sedikit memberikan keraguan dalam mempersiapkan dan pemberiannya. Dengan larutan oksitosin 10 mU/ ml, maka aliran rata-rata mudah dikalkulasi. Dianjurkan menggunakan sistim pompa infus yang konstan, yang akan meningkatkan ketelitian dosis yang diberikan, terutama dalam dosis rendah.

Jarum yang mempunyai penutup-aliran dimasukkan ke dalam vena di lengan, atau lebih baik melaui infus intravena yang sudah terpasang dan berfungsi baik, dan tetesan mulai di berikan tidak lebih dari 1 mU tiap menit. ( Seitchik dan Castillo, 1982 ). Untuk meningkatkan persalinan akibat murni suatu disfungsi uterus hipotonik, jumlah oksitosin tersebut tidak akan menyebabkan tetania uteri, walaupun pada suatu saat harus siap sewaktu-waktu menghentikan tetesan pada keadaan dimana uterus sangat sensitive terhadap oksitosin. Aliran dinaikkan secara sangat bertahap, dengan waktu tidak lebih dari 30 menit untuk mendapatkan tidak lebih dari 10 mU tiap menit, seperti yang dianjurkan oleh Seitchik dan Castillo(1981,1983a,1983b). Untuk pengobatan disfungsi uterus, rata-rata dosis yang dibutuhkan jarang melampaui dosis tersebut. Untuk induksi persalinan, jika diberikan dengan tetesan rata-rata 30-40 mU tiap menit tidak dapat menimbulkan kontraksi uterus yang memuaskan, maka tetesan yang lebih besarpun tidak mungkin akan berhasil.

Selama infus oksitosin dilaksanakan ibu tidak boleh dibiarkan sendirian. Kontraksi uterus diawasi terus-menerus dan tetesan segera dihentikan bila dijumpai kontraksi uterus yang lamanya melebihi 1 menit atau bila diselerasi denyut jantung janin yang bermakna. Bila salah satu hal tersebut terjadi, tetesan harus segera dihentikan dan biasanya terjadi perbaikan gangguan tersebut, serta mencegah bahaya pada ibu dan janin. Kosentrasi oksitosin dalam plasma cepat menurun, karena waktu-paruh oksitosin rata-rata kurang dari 3 menit.

Harus selalu diingat bahwa oksitosin mempunyai pengaruh antidiuretik yang kuat. Pada pemberian oksitosin 20 mU atau lebih tiap menit, klirens air –bebas oleh ginjal (free water clearance) menurun secara nyata. Jika cairan mengandung air (aqueous fluids), terutama dextrose dalam air, diberikan dalam jumlah cukup besar dan lama, bersamaan dengan oksitosin, terdapat kemungkinan untuk terjadi intoksikasi air yang merupakan penyebab terjadinya kejang, coma, dan malahan kematian.

Diparkland Memorial Hospital, bila menggunakan oksitosin pada uterus yang hipotonus, maka dilaksanakan persyaratan umum berikut :
  1. Wanita harus sudah menunjukkan tanda-tanda bahwa proses persalinan benar-benar telah terjadi, bukan suatu persalinan palsu atau persalinan prodromal. Satu-satunya tanda persalinan, adalah terjadinya pendataran serviks yang progresif dan pembukaan serviks. Walaupun proses itu dapat terhenti, tetapi pembukaan servik paling tidak sudah mencapai 3 cm. Salah satu kesalahan yang sering dilakukan oleh seseorang pakar obstetrik adalah mencoba melakukan perangsangan persalinan, sebelum wanita tersebut mengalami persalinan aktif.
  2. Harus tidak ada factor-faktor obstruksi mekanik sehingga jalannya persalinan aman.
  3. Penggunaan oksitosin umumnya dihindarkan pada kasus-kasus dengan presentasi janin abnormal dan regangan uterus yang berlebihan seperti pada hidramnion, janin tunggal yang besar, atau kehamilan multiple.
  4. Wanita dengan paritas tinggi (lebih dari 5), pada umumnya tidak diberi oksitosin karena mudah mengalami ruptura uteri dibandingkan dengan wanita paritas rendah. Demikian pula dengan wanita dengan cacat uterus, penggunaan oksitosin ditangguhkan.
  5. Keadaan janin harus baik, yang dibuktikan dengan pemeriksaan denyut jantung janin dan tidak adanya mekonium yang kental dalam cairan amnion. Tentu saja pada janin yang mati tidak ada kontra indikasi untuk memberikan oksitosin, kecuali bila jelas terdapat disproporsi fetopelvik atau letak lintang.
  6. Ahli obstetrik harus memperhatikan kontraksi pertama setelah pemberian obat tersebut dan siap menghentikan pemberiannya bila terjadi tetania uteri. Merupakan keharusan untuk menghindarkan suatu hiperstimulasi. Frekuensi, intensitas, dan lamanya kontraksi, serta tonus uterus antara kontraksi tidak boleh melebihi seperti apa yang terjadi pada persalinan spontan yang normal.
  7. Pola denyut jantung janin dan kontraksi uterus dievaluasi berulang-ulang. Untuk itu dianjurkan melakukan pemantauan secara terus menerus terhadap denyut jantung janin dan kontraksi uterus.
Oksitosin merupakan obat yang kuat, obat tersebut dapat membunuh dan membuat cacat ibu dengan terjadinya ruptura uteri, dan malahan menyebabkan lebih banyak kematian dan cacat janin akibat hipoksia yang disebabkan oleh kontraksi uterus yang sangat hipertonik. Tetapi pemberian oksitosin intravena pada berbagai publikasi terbukti jelas memberikan keuntungan, karena keefektifan maupun keamanannya. Kegagalan mengobati disfungsi uterus menyebabkan ibu manghadapi peningkatan bahaya terjadinya kelelahan, infeksi intrapartum, dan kelahiran operatif yang traumatik. Disamping itu, kegagalan mengobati disfungsi uterus dapat menghadapkan janin terhadap resiko kematian yang lebih besar, sedangkan resiko penggunaan oksitosin intravena, bila digunakan dengan cara yang benar, dapat diabaikan. Tetapi kecelakaan yang berat dapat terjadi pada penggunaannya bila persyaratannya tidak diawasi dengan ketat. Ruptura uteri pada segmen bawah uterus akibat stimulasi dengan larutan oksitosin intravena hendaknya merupakan peringatan kepada dokter tentang pentingnya persyaratan tersebut. Dalam kasus tersebut, oksitosin diberikan pada seorang multipara umur 38 tahun. Karena tidak ditemukan kelainan lian, seharusnya dianggap adanya otot uterus yang menua yang telah mengalami regangan berkali-kali pada persalinan-persalinan sebelumnya, sehingga tidak dapat menahan beban yang ditimbulkan oleh oksitosin.

Satu sifat oksitosin intravena adalah kenyataan bahwa bila berhasil, obat tersebut bekerja dengan segera, menyebabkan kemajuan yang jelas dengan sedikit hambatan. Pada setiap kecepatan tetesan infus kadar plasma mencapai plateau setelah 30 menit karena kecepatan tetesan dan kecepatan penghancurannya oleh oksitosinase mencapai keseimbangan. Oleh karena itu obat tersebut tidak perlu diberikan pada jangka waktu yang tak terbatas untuk merangsang persalinan. Obat tersebut harus diberikan selama tidak lebih dari beberapa jam (O’Driscoll dkk, 1984; Seitchik dan Castillo 1983a,1983b); bila kemudian serviks tidak mengalami perubahan yang nyata, dan bila diramalkan tidak akan terjadi persalinan pervaginam secara mudah, maka harus dilakukan kelahiran seksio sesarea. Sebaliknya, oksitosin tidak boleh digunakan untuk memaksa pembukaan serviks dengan kecepatan yang melebihi keadaaan normal (Cohen dan Friedman,1983). Kesiapan untuk melakukan seksio sesarea dalam hal kegagalan oksitosin atau bila terdapat kontraindikasi pemakaiannya, sangat menurunkan mortalitas dan morbiditas perinata.


DAFTAR PUSTAKA
Granner, D.K. Hormon Hipopisis dan Hipotalamus. 2003. Dalam (Edisi dua lima): Biokimia Harper (Hlm : 523-538) Jakarta : Penerbit buku Kedokteran EGC.
Murray, R.K, D.K Granner, P.A.Mayes dan V.W. Rodwell. 2003. Terjemahan Biokimia Harper : Hormon Hipofisis dan Hipotalamus. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Pritchard, J.A, P.C Macdonald, N.F. Gant. 1991. Terjemahan Obstetri Williams : Pimpinan Pada persalinan dan kelahiran normal. Airlangga University Press. (Hlm : 399-401)
Pritchard, J.A, P.C Macdonald, N.F Gant. 1991. Terjemahan obstetric Williams (Edisi tujuh belas) : Distosia akibat kelainan tenaga pendorong (Hlm : 751-760)
Jordan. S. Obat yang meningkatkan kontraksilitas uterus atau oksitosin. 2004. Dalam Ester. M. (Ed) Farmakologi Kebidanan (Hlm : 143-174). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

FISIOLOGI DAN MEKANISME PERSALINAN NORMAL


A. BEBERAPA DEFINISI
  • Partus adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar.
  • Partus immaturus kurang dari 28 minggu lebih dari 20 minggu dengan berat janin antara 1000-500 gram.
  • Partus prematurus adalah suatu partus dari hasil konsepsi yang dapat hidup tetapi belum aterm (cukup bulan). Berat janin antara 1000-2500 gram atau tua kehamilan antara 28 minggu-36 minggu.
  • Partus postmaturus atau serotinus adalah pertus yang terjadi 2 minggu atau lebih dari waktu partus yang diperkirakan.
  • Gravida adalah seorang wanita yang sedang hamil.
  • Primigravida adalah seorang wanita yang hamil untuk pertama kali.
  • Para adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang dapat hidup (viable). Nulipara adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang viable untuk pertama kali. Multipara atau pleuripara adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang viable untuk beberapa kali.
  • Abortus adalah penghentian kehamilan sebelum janin viable, berat janin dibawah 500 gram, atau tua kehamilan dibawah 20 minggu.
  • Inpartu adalah seorang wanita yang dalam keadaan persalinan. Partus biasa atau partus normal atau partus spontan adalah bila bayi lahir dengan presentasi belakan kepala memakai alat-alat atau pertolongan istimewa serta tidak melukai ibu dan bayi, dan umumnya berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam. Partus luar biasa atau partus abnormal ialah bila bayi dilahirkan pervaginam dengan cunam, atau ekstraktor vakum, versi dan ekstraksi, dekapitasi, embriotomi dan sebagainya.
B. SEBAB-SEBAB MULAINYA PERSALINAN
Sebab terjadinya partus sampai kini masih merupakan teori-teori yang kompleks. Faktor-faktor humoral, pengeruh prostaglandin, struktur uterus, sirkulasi uterus, pengeruh saraf dan nutrisi disebut sebagai faktor-faktor yang mengakibatkan partus mulai. Perubahan-perubahan dalam biokimia dan biofisika telah banyak mengungkapkan mulai dan berlangsungnya artus, antara lain penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron. Seperti diketahui progesteron merupakan penenang bagi otot-otot uterus. Menurunnya kadar kedua hormon ini terjadi kira-kira 1-2 minggu sebelum partus dimulai kadar prostaglandin dalam kehamilan dari minggu ke 15 hingga a term meningkat, lebih-lebih sewaktu partus.
Seperti telah dikemukakan, “plasenta menjadi tua” dengan tuanya kehamilan. Villi koriales mengalami perubahan-perubahan, sehingga kadar estrogen dan progesteron menurun.
Keadaan uterus yang semakin membesar dan menjadi tegang mengakibatkan ikemia otot-otot uterus. Hal ini merupakan faktor yang dapat mengganggu sirkulasi uteroplasenter sehingga plasenta mengalami degenerasi. Teori berkurangnya nutrisi pada janin dikemukakan oleh Hipocrates untuk pertama kalinya. Bila nutrisi pada janin berkurang maka hasil konsepsi akan segera dikeluarkan. Faktor lain yang dikemukakan ialah tekanan pada ganglion servikale dari pleksus Frankenhauser yang terletak dibelakang serviks. Bila ganglion ini tertekan, kontraksi uterus dapat dibangkitkan. Uraian tersebut diatas adalah hanya sebagian dari banyak faktor-faktor kompleks sehingga his dapat dibangkitkan.
Selanjutnya dengan berbagai tindakan, persalinan dapat pula dimulai (indiction of labor) misalnya 1) merangsang pleksus Frankenhauser dengan memasukkan beberapa gagang laminaria dalam kanalis servikalis, 2) pemecahan ketuban, 3) penyuntikkan oksitosin (sebaiknya dengan jalan infus intravena), pemakaia prostaglandin, dan sebagainya. Dalam hal mengadakan induksi persalinan perlu diperhatikan bahwa serviks sudah matang (serviks sudah pendek dan lembek), dan kanalis servikalis terbuka untuk satu jari. Untuk menilai serviks dapat juga dipakai Skor Bishop, yaitu bila nilai Bishop lebih dari 8, induksi persalinan kemungkinan besar akan berhasil.

C. BERLANGSUNGNYA PERSALINAN NORMAL
Partus dibagi menjadi 4 kala. Pada kala I serviks membuka sampai terjadi pembukaan 10 cm. Kala I dinamakan pula kala pembukaan. Kala II disebut pula kala pengeluaran, oleh karena berkat kekuatan his dan kekuatan mengedan janin didorong keluar sampai lahir. Dalam kala III atau kala uri plasenta terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan. Kala IV mulai dari lahirnya plasenta dan lamanya 1 jam. Dalam kala itu diamati-amati, apakah tidak terjadi perdarahan postpartum.

1. KALA SATU PERSALINAN
BATASAN
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit.
Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Ibu belum inpartu jika kontraksiuterus tidak mengakibatkan perubahan serviks.
Tanda dan gejala in partu termasuk :
  • Penipisan dan pembukaan serviks.
  • Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan serviks (frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit).
  • Cairan lendir bercampur darah (“show”) melalui vagina.

FASE-FASE DALAM KALA I PERSALINAN
Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur dan meningkat (frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap (10 cm). kala I persalinan terdiri dari dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif.
Fase laten dalam kala I persalinan :
  • Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks secara bertahap.
  • Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm.
  • Pada umumnya, fase laten berlangsung hampir atau hingga 8 jam.

Fase aktif dalam kala I persalinan :
  • Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan terus meningkat secara bertahap (kontraksi dianggap adekuat/memadai jika terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit, dan berlangsung selama 40 detik atau lebih).
  • Dari pembukaan 4 cm hingga mencapai pembukaan lengkap atau 10 cm, akan terjadi dengan kecepatan rata-rata 1 cm per jam (nulipara atau primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm (mulitpara).
  • Terjadi penurunan bagian terbawah janin
ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK IBU BERSALIN
Anamnesis dan pemeriksaan fisik secara seksama merupakan bagian dari asuhan sayang ibu yagn baik dan aman selema persalinan. Pertama, sapa ibu dan beritahukan apa yang akan anda lakukkan. Jelaskan pada ibu tujuan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jawab dengan baik setiap pertanyaan yang diajukan ole ibu. Sambil melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, perhatikan adanya tanda-tanda penyulit atau kondisi gawat darurat dan segera lakukan tindakan yang sesuai apabila diperlukan.(lihat tabel 2-1 hal 44) Untuk memastikan proses persalinan akan berlangsung secara aman. Catatkan semua temuan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik secara seksama dan lengkap. Jelaskan makna temuan dan kesimpulannya kepada ibu dan keluarganya.

ANAMNESIS
Tujuan anamnesis adalah mengumpulkan informasi tentang riwayat kesehatan, kehamilan dan persalinan. Informasi ini digunakan dalam proses membuat keputusan klinik untuk mementukan diagnosis dan yang mengembangkan rencana asuhan atau perawatan yang sesuai.
Tanyakan pada ibu :
  • Nama, umur dan alamat.
  • Gravida dan para.
  • Hari pertama haid terakhir.
  • Kapan bayi akan lahir (menurut taksiran ibu).
  • Riwayat alergi obat-obatan tertentu.
  • Riwayat kehamilan yang sekarang :
- Apakah bu pernah melakukan pemeriksaan antenatal? Jika ya, periksa kartu asuhan antenatalnya (jika mungkin).
- Pernahkan ibu mendapat masalah selama kehamilannya (misalnya ; perdarahan, hipertensi, dll)?
- Kapan mulai kontraksi?
- Apakah kontraksi teratur? Seberapa sering kontraksi terjadi?
- Apakah ibu masih merasakan gerakan bayi?
- Apakah selaput ketuban sudah pecah? Jika ya, apa warna cairan ketuban?
- Apakah kental atau encer? Kapan saat selaput ketuban pecah? (periksa perineum ibu untuk melihat air ketuban di pakaiannya).
- Apakah keluar cairan bercampur darah dari vagina ibu? Apakah berupa bercak atau darah segar per vaginam? (periksa perineum ibu untuk melihat darah segar atau lendir bercampur darah di pakaiannya).
- Kapan ibu terakhir kali makan atau minum?
- Apakah ibu mengalami kesulitan untuk berkemih?

Riwayat kehamilan sebelumnya :
- Apakah ada masalah selama persalinan atau kelahiran sebelumnyac(bedah sesar, persalinan dengan ekstraksi vakum atau forceps, induksi oksitosin, hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan, preeklampsia, perdarahan pascapersalinan)?
- Berapa berat badan bayi yang paling besar pernah ibu lahirkan?
- Apakah ibu mempunyai bayi bermasalah pada kehamilan/persalinan sebelumnya
  • Riwayat medis lainnya (masalah pernapasan, hipertensi, gangguan jantung, berkemih dll).
  • Masalah medis saat ini (sakit kepala, gangguan penglihatan, pusing atau nyeri epigastrium bagian atas). Jika ada, periksa tekanan darahnya dan protein dalam urin ibu.
  • Pertanyaan tentang hal-hal yang belum jelas atau berbagai bentuk kekhawatiran lainnya.
  • Dokumentasikan semua temuan. Setelah anamnesis lengkap, lakukan pemeriksaan fisik.
PEMERIKSAAN FISIK
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk menilai kondisi kesehatan ibu dan bayinya serta tingkat kenyamanan fisik ibu bersalin. Informasi dari hasil pemeriksaan fisik dan anamnesis diramu/diolah untuk membuat keputusan klinik, menegakkan diagnosis dan mengembangkan rencana asuhan atau keparawatan yang paling sesuai dengan kondisi ibu.
Jelaskan pada ibu dan keluarganya tentang apa yang akan dilakukan selama pemariksaan dan apa alasannya. Anjurkan mereka untuk bertanya dan menjawab pertanyaan yang diajukan sehingga mereka memahami kepentingan pemeriksaan.
Langkah-langkah dalam melakukan pemeriksaan fisik :
  • Cuci tangan sebelum melakukan pemeriksaan fisik.
  • Tunjukkan sikap ramah dan sopan, tenteramkan hati dan bantu ibu agar merasa nyaman. Minta ibu menarik nafas perlahan dan dalam jika ia merasa tegang dan gelisah.
  • Minta ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya (jika perlu, periksa jumlah urin dan adanya protein dan aseton dalam urin).
  • Nilai kesehatan dan keadaan umum ibu, suasana hatinya, tingkat kesehatan atau nyeri kontraksi, warna konjungtiva, kebersihan, status gizi dan kecukupan cairan tubuh.
  • Nilai tanda-tanda vital ibu (tekanan darah, suhu, nadi dan pernapasan). Untuk akurasi penilaian tekanan darah dan nadi ibu, lakukan pemeriksaan itu diantara dua kontraksi.
  • Lakukan pemeriksaan abdomen.
  • Lakukan periksa dalam.
  • Pemeriksaan abdomen
Pemeriksaan abdomen digunakan untuk :
1. Menentukan tinggi fundus uteri.
2. Memantau konstruksi uterus.
3. Memantau denyut jantung janin.
4. Menentukan presentasi.
5. Menentukan penurunan bagian terbawah janin.

Sebelum melakukan pemeriksaan abdomen, pastikan dulu bahwa ibu sudah mengosongkan kandung kemihnya, kemudian minta ibu untuk berbaring. Tempatkan bantal dibawah kepala dan bahunya dan minta ibu untuk menekukkan lututnya. Jika ibu gugup, beri bantuan agar ia memperoleh nyaman dengan meminta ibu untuk menarik nafas dalam berulang kali. Jangan biarkan ibu dalam posisi terlentang dalam waktu lebih dari sepuluh menit.

1. Menentukan tinggi fundus.
Pastikan pengukuran dilakukan pada saat uterus tidak sedang berkontraksi. Ukur tinggi fundus denga menggunakan pita pengukur. Mulai dari tepi atas simfisis pubis kemudian rentangkan pita pengukur hingga ke puncak fundus mengikuti aksis atau linea medialis dinding abdomen(lihat gambar 2.1). lebar pita harus menempel pada dinding abdomen ibu. Jarak antara tepi atas simfisis pubis dan puncak fundus uteri adalah tinggi fundus.

2. Memantau konstruksi uterus.
Gunakan jarum detik yang ada pada jam dinding atau jam tangan untuk memantau kontraksi uterus. Secara hati-hati, letakkan tangan penolong diatas uterus dan palpasi jumlah kontraksi yang terjadi dalam kurun waktu 10 menit. Tentukan durasi danlama setiap kontraksi yang terjadi. Pada fase aktif, minimal terjadi dua kontraksi dalam 10 menit dan lama kontraksi adalah 40 detik atau lebih. Diantara dua kontraksi akan terjadi relaksasi dinding uterus.

3. Memantau denyut jantung janin.
Gunakan fetoskop Pinnards atau Dopler untuk mendengar denyut jantung janin (DJJ) dalam rahim ibu dan untuk menghitung jumlah denyut jantung per menit, gunakan jarum detik pada jam dinding atau jam tangan. Tentukan titik tertentu pada dinding abdomen ibu dimana suara DJJ terdengar paling kuat.
Tips : jika DJJ sulit untuk ditemukan, lakukan palpasi abdomen ibu untuk menentukan lokasi punggung bayi. Biasanya rambatan suara DJJ lebih mudah didengar melalui dinding abdomen pada sisi yang sama dengan punggung bayi.
Nilai DJJ selama dan segera setelah kontraksi uterus. Mulai penilaian sebelum atau selama puncak kontraksi. Dengarkan DJJ selama minimal 60 detik, dengarkan sampai sedikitnya 30 detik setelah kontraksi berakhir. Lakukan penilaian DJJ tersebut pada lebih dari satu kontraksi. Gangguan kondisi kesehatan janin dicerminkan dari DJJ yang kurang dari 120 atau lebih dari 160 kali per menit. Kegawatan janin ditunjukkan dari DJJ yang kurang dari 120 atau lebih dari 180 kali per menit. Bila demikian, baringkan ibu ke sisi kiri dan anjurkan ibu untuk relaksasi. Nilai kembali DJJ setelah 5 menit dari pemeriksaan sebelumnya, kemudian simpulkan perubahan yang terjadi. Jika DJJ tidak mengalami perbaikan maka siapkan ibu untuk segera dirujuk.

4. Menentukan presentasi.
Untuk menentukan presentasi bayi (apakah presentasi kepala atau bokong) :
  • Berdiri disamping dan menghadap ke arah kepala ibu (minta ibu mengangkat tungkai atas dan menekukkan lutut).
  • Dengan ibu jari dan jari tengah dari satu tangan (hati-hati dan mantap), pegang bagian terbawah janin yang mengisi bagian bawah abdomen (diatas simfisis pubis) ibu. Bagian yang berada diantara ibu jari dan jari tengah penolong adalah penunjuk presentasi bayi.
  • Jika bagian terbawah janin belum masuk ke rongga penggul maka bagian tersebut masih dapat digerakkan. Jika telah memasuki rongga panggul maka bagian terbawah janin sulit atau tidak dapat digerakkan lagi.
  • Untuk menentukan apakah presentasinya adalah kepala atau bokong maka perhatikan dan pertimbangkan bentuk, ukuran dan kepadatan bagian tersebut. Bagian berbentuk bulat, teraba keras, berbatas tegas dan mudah digerakkan (bila belum masuk rongga panggul) biasanya adalah kepala. Jika bentuknya kurang tegas, teraba kenyal, relatif lebih besar dan sulit dipegang secara mantap maka bagian tersebut biasanya adalah bokong. Istilah sungsang digunakan untuk menunjukkan bahwa bagian terbawah adalah kebalikan dari kepala atau diidentikkan sebagai bokong.
5. Menentukan penurunan bagian terbawah janin.
Pemeriksaan penurunan bagian terbawah janin ke dalam rongga panggul melalui pengukuran pada dinding abdomen akan memberikan tingkat kenyamanan yang lebih baik bagi ibu jika dibandingkan dengan melakukan periksa dalam (vaginal toucher). Selain itu, cara penilaian diatas (bila dilakukan secara benar) dapat memberikan informasi yang sama baiknya dengan hasil periksa dalam tentang kemajuan persalinan (penurunan bagian terbawah janin) dan dapat mencegah periksa dalam yang tidak perlu atau berlebihan. Penilaian penurunan kepala janin dilakukan dengan menghitung proporsi bagian terbawah janin yang masih berada diatas tep atas simfisis dan dapat diukur dengan lima jari tangan pemeriksa (per limaan). Bagian diatas simfisis adalah proporsi yang belum masuk pintu atas panggul dan sisanya (tidak teraba) menunjukkan sejauh mana bagian terbawah janin telah masuk kedalam rongga panggul.
Penurunan bagian terbawah dengan metode lima jari (perlimaan) adalah :
  • 5/5 jika bagian terbawah janin seluruhnya teraba diatas simfisis pubis.
  • 4/5 jika bagian (1/5) bagian terbawah janin telah memasuki pintu atas panggul.
  • 3/5 jika bagian (2/5) bagian terbawah janin telah memasuki rongga panggul.
  • 2/5 jika hanya sebagian dari bagian terbawah janin masih berada diatas simfisis dan (3/5) bagian telah turun melalui bidang tengah rongga panggul (tidak dapat digerakkan).
  • 1/5 jika hanya 1 dari 5 jari masih dapat meraba bagian terbawah janin yang berada diatas simfisis dab 4/5 bagian telah masuk kedalam rongga pangul.
  • 0/5 jika bagian terbawah janin sudah tidak dapat diraba dari pemeriksaan luar dan seluruh bagian terbawah janin sudah masuk ke dalam rongga panggul.
Merujuk pada kasus primigravida, inpartu kala satu fase aktif dengan kepala janin masih 5/5 (tabel 2-1) dimana kondisi ini patut diwaspadai sebagai kondisi tak lazim. Alasanya adalah pada kala satu persalinan, kepala sudah masuk ke dalam rongga panggul. Bila ternyata kepala memang tidak dapat turun, maka bagian terbawah janin (kepala) terlalu besar dibandingkan dengan diameter pintu atas panggul. Mengingat bahwa hal ini patut diduga sebagai disproporsi kepala panggul (CPD) maka sebaiknya ibu dapat melahirkan di fasilitas kesehatan yang mempunyai kemampuan untuk melakukan operasi seksio sesaria sebagai antisipasi apabila terjadi persalinan macet (disproporsi). Penyulit lain dari posisi kepala diatas pintu atas panggul adalah tali pusat menumbung yang disebabkan oleh pecahnya selaput ketuban yang disertai turunnya tali pusat.

PERIKSA DALAM
Sebelum melakukan periksa dalam, cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir, kemudian keringkan dengan handuk kering dan bersih. Minta ibu untuk berkemih dan mencuci area genitalia (jika ibu belum melakukannya) dengan sabun dan air. Jelaskan pada ibu setiap langkah yang akan dilakukan selama pemeriksaan. Tenteramkan hati dan anjurkan ibu untuk rileks. Pastikan privasi ibu terjaga selama pemeriksaan dilakukan.
Langkah-langkah dalam melakukan pemeriksaan dalam termasuk :
  1. Tutupi badan ibu sebanyak mungkin dengan sarung dan selimut.
  2. Minta ibu berbaring terlentang dengan lutut ditekuk dan paha dibentangkan (mungkin akan membantu jika ibu menempelkan kedua telapak kakinya satu sama lain).
  3. Gunakan sarung tangan DTT atau steril saat melakukan pemeriksaan.
  4. Gunakan kasa atau gulungan kapas DTT yang dicelupkan ke air DTT/larutan antiseptik. Basuh labia secara hati-hati, seka dari bagian depan ke belakang untuk menghindarkan kontaminasi fses (tinja).
  5. Periksa genitalia eksterna, perhatikan apakah ada luka atau massa (benjolan) termasuk kondilomata, varikositas vulva atau rektum, atau luka parut di perineum.
  6. Nilai cairan vagina dan tentukan apakah ada bercak darah, perdarahan per vaginam atau mekonium :
a. Jika ada perdarahan per vaginam, jangan lakukan pemeriksaan dalam.
b. Jika ketuban sudah pecah, lihat warna dan bau air ketuban. Jika terlihat pewarnaan mekonium, nilai apakah kental atau encer dan periksa DJJ:
i. Jika mekonium encer dan DJJ normal, teruskan memantau DJJ dengan seksama menurut petunjuk pada partograf. Jika ada tanda-tanda akan terjadi gawat janin, lakukan rujukan segera.
ii. Jika mekonium kental, nilai DJJ dan rujuk segera.
iii. Jika tercium bau busuk, mungkin telah terjadi infeksi

7. Dengan hati-hati pisahkan labium mayus dengan jari manis dan ibu jari (gunakan sarung tangan periksa). Masukkan (hati-hati) jari telunjuk yang diikuti oleh jari tengah. Jangan mengeluarkan kedua jari tersebut sampai pemeriksaan selesai dilakukan. Jika selaput ketuban belum pecah, jangan melakuka tindakan amniotomi (merobeknya).Alasannya : amniotomi sebelum waktunya dapat meningkatkan resiko infeksi terhadap ibu dan bayi serta gawat janin.

8. Nilai vagina. Luka parut di vagina mengidikasikan adanya riwayat robekan perineum atau tidakan episiotomi sebelumnya. Hal ini merupakan informasi penting untuk menentukan tindakan pada saat kelahiran bayi.

9. Nilai pembukaan dan penipisan serviks.
10. Pastikan tali pusat dan/atau bagian-bagian kecil (tangan atau kaki) tidak teraba pada saat melakukan periksa dalam. Jika teraba maka ikuti langkah-langkah gawat darurat (lihat tabel 2-1) dan segera rujuk ibu ke fasilitas kesehatan yang sesuai.
11. Nilai penurunan bagian terbawah janin dan tentukan apakah bagian tersebut telah masuk ke dalam rongga panggul. Bandingkan tingkat penurunan kepala dari hasil periksa dalam dengan hasil pemeriksaan melalui dinding abdomen (perlimaan) untuk kemajuan persalinan.
12. Jika bagian terbawah adalah kepala, pastikan penunjuknya (ubun-ubun kecil, ubun-ubun besar arau fontanela magne) dan celah (sutura) dagitalis untuk menilai derajat penyusupan atau tumpang tindih tulang kepala dan apakah ukuran kepala janin sesuai dengan ukuran jalan lahir.
13. Jika pemeriksaan terbawah sudah lengkap, keluarkan kedua jari pemeriksaan (hati-hati), celupkan sarung tangan ke dalam larutan untuk dekontaminasi, lepaskan kedua sarung tangan tadi secara terbalik dan rendam dalam larutan dekontaminan selama 10 menit.
14. Cuci kedua tangan dan segera keringkan dengan handuk yang bersih dan kering.
15. Bantu ibu untuk mengambil posisi yang lebih nyaman.
16. Jelaskan hasil-hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarganya.

MENCATAT DAN MENGKAJI HASIL ANAM NESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK.
Ketika anamnesis dan pemeriksaan telah lengkap :
  1. Catatkan semua hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik secara teliti dan lengkap.
  2. Gunakan informasi yang ada untuk menentukan apakah ibu sudah inpartu, tahapan dan fase persalinan. Jika pembukaan serviks kurang dari 4 cm, berarti ibu berada dalam fase laten kala satu persalinan dan perlu penilaian ulang 4 jam kemudian. Jika pembukaan telah mencapai atau lebih dari 4 cm maka ibu berada dalam fase aktif kala satu persalinan sehingga perlu dimulai pemantauan kemajuan persalinan dengan menggunakan partograf.
  3. Tentukan ada tidaknya masalah atau penyulit yang harus di tatalaksana secara khusus.
  4. Setiap kali selesai melakukan penilaian lakukan kajian data yang terkumpul, dan buat diagnosis berdasarkan informasi tersebut. Susun rencana penatalaksanaan dan asuhan ibu bersalin. Penatalaksanaan harus didasarkan pada kajian hasil temuan dan diagnosis.Contoh : jika kajian hasil temuan berujung pada diagnosis berupa ibu dengan kehamilan intrauteri, cukup bulan, kala satu persalinan fase aktif dengan DJJ dan tanda-tanda vital normal, maka rencana selanjutnya adalah terus memantau kondisi ibu serta janin menurut parameter-parameter pada partograf dam meberikan asuhan sayang ibu. Tetapi apabila diagnosis menunjukkan adanya abnormalitas kemajuan persalinan atau komplikasi, maka rencana selanjutnya adalah persiapan untuk segera merujuk ibu dan sementara menunggu dirujuk, dilakukan stabilisasi kondisi ibu dan bayi, memantau progresifitas komplikasi dan memberikan pertolongan secara memadai dan asuhan sayang ibu .
  5. Jelaskan temuan diagnosis dan rencana penatalaksanaan kepada ibu dan keluarganya sehingga mereka mengerti tentang tujuan asuhan yang akan diberikan.
PENGENALAN DIRI TERHADAP MASALAH DAN PENYULIT
Pada saat memberikan asuhan kepada ibu bersalin, penolong harus selalu waspada terhadap kemungkinan timbulnya masalah atau penyulit. Ingat bahwa menunda pemberian asuhan kegawatdaruratan akan meningkatkan resiko kematian dan kesakitan ibu dan bayi baru lahir. Selama anamnesis dan pemeriksaan fisik, tetap waspada terhadap indikasi-indikasi seperti yang tertera pada tabel 2-1 dan segera lakukan tindakan yang diperlukan. Langkah dan tindakan yang akan dipilih sebaiknya dapat memberi manfaat dan memastikan bahwa proses persalinan akan berlangsung aman dan lancar sehingga akan berdampak baik terhadap keselamatan ibu dan bayi yang akan dilahirkan

2. KALA DUA PERSALINAN
BATASAN
Kala dua persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala dua juga disebut sebagai kala pengeluaran bayi.

GEJALA DAN TANDA KALA DUA PERSALINAN
Gejala dan tanda kala dua persalinan adalah :
  • Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi.
  • Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum dan/atau vaginanya.
  • Perineum menonjol.
  • Vulva-vagina dan sfingter ani membuka.
  • Meningkatkan pengeluaran lendir bercampur darah.
Tanda pasti kala dua ditentukan melalui periksa dalam (informasi objektif) yang hasilnya adalah:
• Pembukaan serviks telah lengkap, atau
• Terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina.

PERSIAPAN PENOLONG PERSALINAN
Salah satu persiapan penting bagi penolong adalah memastikan penerapan fisik dan praktik pencegahan infeksi (PI) yang dianjurkan, termasuk mencuci tangan, memakai sarung tangan dan perlengkapan pelingdung bayi.

SARUNG TANGAN
Sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril harus selalu dipakai selama melakukan periksa dalam, membantu kelahiran bayi, episiotomi, penjahitan laserasi dan asuhan segera bagi bayi bare lahir. Sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril harus menjadi bagian dari perlengkapan untuk menolong persalinan (partus set) dan prosedur penjahitan (suturing atau heckting set). Sarung tangan harus diganti apabila terkontaminasi, robek atau bocor.

PERLENGKAPAN PELINDUNG PRIBADI
Pelindung pribadi merupakan penghalan atau barier antara penolong dengan bahan-bahan yang berpotensi untuk menularkan penyakit. Oleh sebab itu, penolong persalinan harus memakai celemek yang bersih dengan penutup kepala atau ikat rambut pada saat menolong persalinan. Juga gunakan masker penutup mulut dan pelindung mata (kacamata) yang bersih dan nyaman. Kenakan semua perlengkapan pelindung pribadi selama membantu kelahiran bayi dan plasenta serta saat melakukan penjahitan laserasi atau luka episiotomi.

PERSIAPAN TEMPAT PERSALINAN, PERALATAN DAN BAHAN
Penolongpersalinan harus menilai dimana ruangan oroses persalinan akan berlangsung. Ruangan tersebut harus memiliki pencahayaan/penerangan yang cukup (baik melalui jendela, lampu di langit-langit kamar ataupun sumber cahaya lainnya). Ibu dapat menjalani persalinan di tempat tidurdengan kasur yang dilapisi kain penutup yang bersih, kain tebal dan kain pelapis anti bocor (plastik) apabila hanya beralaskan kayu atau kasur yang diletakkan diatas lantai (dilapisi dengan plastik dan kain bersih). Ruangan harus hangat (tetapi jangan panas) dan terhalang dari tiupan angin secara langsung. Selain itu, harus tersedia meja atau pemukaan yang bersih dan mudah dijangkau untuk meletakkan peralatan yang diperlukan.
Pastikan bahwa semua peralengkapan dan bahan-bahan tersedid dan berfungsi denganbai;btermasuk perlengkapan untuk menolong persalinan, menjahit laserasi atau luka episiotomi dan resusitasi bayi bare lahir. Semua perlengkapan dan bahan-bahan dalam set tersebut harus dalam keadaan disinfeksi tingkat tinggi atau steril. Daftar tilik lengkap intuk bahan-bahan, perlengkapan dan obat-obat esensial yang dibutuhkan untuk persalinan, membantu kelahiran dan asuhan bayi baru lahir ada pada lampiran 6.

PENYIAPAN TEMPAT DAN LINGKUNGAN UNTUK KELAHIRAN BAYI
Persiapan untuk mencegah terjadinya kehilangan panas tubuh yang berlebihan pada bayi bare lahir harus dimulai sebelum kelahiran bayi itu sendiri. Siapkan lingkungan yang sesuai bagi proses kelahiran bayi atau bayi bare lahir dengan memastikan bahwa ruangan tersebut bersih, hangat (minimal 250C), pencahayaan cukup, dan bebas dari tiupan angin(matikan kipas angin atau pendingin udara bila sedang terpasang). Bila ibu bermukim di daerah pegunungan atau beriklim dingin, sebaiknya disediakan minimal 2 selimut, kain atau handuk yang kering dan bersih untuk mengeringkan dan menjaga kehangatan tubuh bayi.

PERSIAPAN IBU DAN KELUARGA
Asuhan sayang ibu
  • Anjurkan agar ibu selalu didampingi oleh keluarganya selama proses persalinan dan kelahiran bayinya. Dukungan dari suami, orang tua, dan kerabat yang disukai ibu sangat diperlukan dalam menjalani proses persalinan. Alasannya : hasil persalinan yang baik ternyata erat hubungannya dengan dukungan dari keluarga yang mendampingi ibu selama proses persalinan (enkin, et al, 2000).
  • jurkan keluarga ikut terlibat dalam asuhan, diantaranya membantu ibu untuk berganti posisi, melakukan rangasangan taktil, memberikan makanan dan minuman, teman bicara, dam memberikan dukungan dan semangat selama persalinan dan melahirkan bayinya.
  • Penolong persalinan dapat memberikan dukungan dan semangat kepada ibu dan anggota keluarganya dengan menjelaskan tahapan dan kemajuan proses persalinan atau kelahiran bayi kepada mereka.
  • Tenteramkan hati ibu dalam menghadapi dan menjalani dua kala persalinan. Lakukan bimbingan dan tawarkan bantuan jika deperlukan.
  • Bantu ibu untuk memilih posisi yang nyaman saat meneran (lihat gambar 3-1 sampai 3-3 untuk contoh sebagai posisi meneran).
  • Setelah pembukaan lengakp, anjurkan ibu untuk meneran apabila ada dorongan kuat dan spontan untuk meneran. Jangan menganjurkan untuk meneran berkepanjangan dan menahan napas. Anjurkan ibu untuk beristirahat saat berkontraksi. Alasan : meneran secara berlebihan menyebabkan ibu sulit bernapas sehingga terjadi kelelahan yang tidak perlu dan meningkatkan resiko asfiksia pada bayi sebagai akibat turunnya pasokan oksigen melalui plasenta (Enkin, et al, 2000).
  • Anjurkan ibu untuk minum selama kala dua persalinan. Alasan : ibu bersalin mudah sekali mengalami dehidrasi selama proses persalinan dan kelahiran bayi. Cukupnya supan cairan dapat mencegah ibu mengalami hal tersebut (Enkin, et al, 2000).
  • Adakalanya ibu merasa khawatir dalam menjalani kala dua persalinan. Berikan rasa aman dan semangat serta tenteramkan haitnya selama proses ersalinan berlangsung. Dukungan dan perhatian akan mengurangi perasaan tegang, membantu kelancaran proses persalinan dan kelahiran bayi. Beri penjelasan tentang cara dan tujuan dari setiap tindakan setaip kali penolong akan melakukannya, jawab setiap pertanyaan yang diajukan ibu, jelaskan apa yang dialami oleh ibu dan bayinya dan hasil pemeriksaan yang dilakukan (misalnya tekanan darah, denyut jantung janin, pemeriksaan dalam).
MEMBERSIHKAN PERINEUM IBU
Praktik terbaik pencegahan infeksi pada kala dua diantaranya adalah melakukan pembersihan vulva dan perineum menggunakan air matang (DTT). Gunakan gulungan kapas atau kasa yang bersih, bersihkan mulai dari bagian atas ke arah bawah (dari bagian anterior vulva ke arah rektum) untuk mencegah kontaminasi tinja. Letakkan kain bersih di bawah bokong saat ibu mulai meneran. Sediakan kain bersih cadangan didekatnya. Jika keluar tinja saat ibu meneran, jelaskan bahwa hal ibu biasa terjadi. Bersihkan tinja tersebut dengan kain alas bokong atas tangan yang sedang menggunakan sarung tangan. Ganti kain alas bokong dan sarung tangan DTT. Jika tidak ada cukup waktu untuk membersihkan tinja karena bayi akan segera lahir maka sisihkan dan tutupi tinja tersebut dengan kain bersih.

MENGOSONGKAN KANDUNG KEMIH
Anjurkan ibu dapat berkemih setaip 2 jam atau lebi sering jika kandung kemih selalu terasa penuh. Jika diperlukan, bantu ibu untuk ke kamar mandi. Jika ibu tidak dapat berjalan ke kamar mandi, bantu ibu agar dapat duduk dan berkemih di wadah penampung urin. Alasan : kandung kemih yang penuh mengganggu penurunan kepala bayi, selain itu juga menambah rasa nyeri pada perut bawah, menghambat penatalaksanaan distosia bahu, menghalangi lahirnya plasenta dan perdarahan pasca persalinan. Jangan melakukan kateterasi kandung kemih secara rutin sebelum atau setelah kelahiran bayi dan/atau plasenta. Kateterisasi kandung kemih hanya dilakukan bila terjadi retensi urin dan ibu tidak mampu berkemih sendiri. Alasan : selain menyakitkan, kateterisasi akan meningkatkan resiko infeksi dan trauma atau perlukaan pada saluran kemih ibu.

AMNIOTOMI
Apabila selaput ketuban belum pecah dan pembukaan sudah lengkap maka perlu diperlukan tindakan amniotomi. Perhatikan warna air ketuban yang keluarga saat dilakukan amniotomi. Jika terjadi pewarnaan mekonium pada air ketuban maka lakukan persiapan pertolongan bayi setelah lahir karena hal tersebut menunjukkan adanya hipoksia dalam rahim atau selama proses persalinan (lihat lampiran I).

PENATALAKSANAAN FISIOLOGIS KALA DUA
Proses fisiologis kala duapersalinan diartikan sebagai serangkaian peristiwa alamiah yang terjadi sepanjang periode tersebut dan diakhiri dengan lahirnya bayi secara normal (dengan kekuatan ibu sendiri). Gejala dan tanda kala dua juga merupakan mekanisme alamiah bagi ibu dan penolong persalinan bahwa proses pengeluaran bayi sudah di mulai. Setelah terjadinya pembukaan lengkap, beritahukan pada ibu bahwa dorongan alamiahnya yang mengisyaratkan ia untuk meneran dan kemudian beristirahat di antara kontraksi. Ibu dapat memilih posisi yagn nyaman, baik berdiri, berjongkok atau miring yang dapat mempersingkat kala dua. Beri keleluasaan untuk ibu mengeluarkan suara selama persalinan dan kelahiran jika ibu menginginkannya atau dapat mengurangi rasa tidak nyaman yang dialaminya.

Pada masa sebelum ini, sebagian besar penolong akan segera memimpin persalinan dengan menginstruksikan untuk “menarik napas panjang dan meneran” segera setelah terjadi pembukaan lengkap. Ibu dipimpin meneran tanpa henti selama 10 detik atau lebih (“meneran dengan tenggorokan terkatup” atau manuver Valsava), tiga sampai empat kali per kontraksi (Sagady, 1995). Hal ini ternyata akan mengurangi pasokan oksigen ke bayi yang ditandai dengan menurunnya denyut jantung janin (DJJ) dan nilai Apgar yang lebih rendah dari normal (Enkin, et al, 2000). Cara meneran seperti tersebut diatas, tidak termasuk dalam penatalaksanaan fisiologis kala dua. Pada penatalaksanaan fisiologis kala dua, ibu memegang kendali dan mengatur saat meneran. Penolong persalinan hanya memberikan bimbingan tentang cara meneran yang efeksi dan beneran. Harap diingat bahwa sebagian besar daya dorong untuk melahirkan bayi, dilahirkan oleh kontraksi uterus. Meneran hanya menambah daya kontraksi untuk mengeluarakn bayi.

MEMBIMBING IBU UNTUK MENERAN
Bila tanda pasti kala dua telah diperoleh, tunggu sampai ibu merasakan adanya dorongan spontan untuk meneran. Teruskan pemantauan kondisi ibu dan bayi.
Mendiagnosa kala dua persalinan dan mulai meneran :
  • Cuci tangan (gunakan sabun bersih dan air bersih yang mengalir).
  • Pakai satu sarung tangan DTT/steril untuk periksa dalam.
  • Beritahu ibu sat prosedur dan tujuan periksa dalam.
  • Lakukan periksa dalam (hati-hati) untuk memastikan pembukaan sudah lengkap (10 cm), lalu lepaskan sarung tangan sesuai prosedur PI (Lihat bab 2 : pedoman periksa dalam).
  • Jika pembukaan belum lengkap, tenteramkan bu dan bantu ibu mencari posisi nyaman (bila ingin berbaring) atau berjalan-jalan di sekitar ruang bersalin. Ajarkan cara bernapas selama kontraksi berlangsung. Pantau kondisi ibu dan bayinya (lihat pedoman fase aktif persalinan) dan catat semua temuan pada partograf.
  • Jika ibu merasa ingin meneran tapi pembukaan belum lengkap, beritahukan belum saatnya untuk meneran, beri semangat dan ajarkan cara bernapas cepat selama kontraksi berlangsung. Bantu ibu untu memeperoleh posisi yang nyaman dan beritahukan untuk menahan diri untuk meneran hingga penolong memberitahukan saat yang tepat untuk itu.
  • Jika pembukaan sudah lengkap dan ibu merasa ingin meneran, bantu ibu mengambil posisi yang nyaman, bimbing ibu untuk meneran secara efektif dan benar dan mengikuti dorongan ilmiah yang terjadi. Anjurkan keluarga ibu untuk membantu dan mendukung usahanya. Catatkan hasil pemantauan pada partograf. Beri cukup minum dan pantau DJJ setiap 5-10 menit. Pastikan ibu daoat beristirahat di antara kontraksi.
  • Jika pembukaan sudah lengkap tapi ibu tidak ada dorongan untuk meneran, bantu ibu untuk memperoleh posisi yang nyaman (bila masih mampu, anjurkan untuk berjalan-jalan). Posisi berdiri dapat membantu penurunan bayi yang berlanjut dengan dorongan untuk meneran. Ajarkan cara bernapas selama kontraksi berlangsung. Pantau kondisi ibu dan bayi (lihat pedoman fase aktif persalinan) dan catatkan semua temuan pada partograf. Berikan cukup cairan dan anjurkan/perbolehkan ibu untuk berkemih sesuai kebutuhan. Pantau DJJ setiap 15 menit. Stimulasi putting susu mungkin dapat meningkatkan kekuatan dan kualitas kontraksi. Jika ibu ingin meneran, lihat petunjuk pada butir tujuh diatas.
  • Jika ibu tetap ada dorongan untuk meneransetelah 60 menit pembukaan lengkap, anjurkan ibu untuk mulai meneran di setiap puncak kontraksi. Anjurkan ibu mengubah posisinya secara teratur, tawarkan air minum dan pantau DJJ setiap 5-10 menit. Lakukan stimulasi puting susu untuk memperkuat kontraksi.
  • Jika bayi tidak lahir setelah 60 menit upaya tersebut diatas atau jika kelahiran bayi tidak akan segera terjadi, rujuk ibu segera karena tidak turunnya kepala bayi mungkin disebabkan oleh disproporsi kepala-pinggul (CPD).
POSISI IBU SAAT MENERAN
Bantu ibu untuk memperoleh posisi yang paling nyaman. Ibu dapat mengubah-ubah posisi secara teratur selama kala dua karena hal ini dapat membantu kemajuan persalainan, mencari posisi meneran yang paling efektif dan menjaga sirkulasi utero-plasenter tetap baik. Posisi duduk atau setengah duduk dapat memberikan rasa nyaman bagi ibu dan memberikan kemudahan baginya untuk beristirahat di antara kontraksi. Keuntungan dari kedua posisi ini adalah gaya gravitasi untuk membantu ibu melahirkan bayinya.

3. KALA TIGA DAN EMPAT PERSALINAN
BATASAN
Persalinan kala tiga dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Persalinan kala empat dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua jam setelah itu.

FISIOLOGI PERSALINAN KALA TIGA
Pada kala tiga persalinan, otot uterus (mionietriuni) berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat pelekatan plasenta. Karena tempat pelekatan menjdi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau ke bawah vagina.
Tanda-tanda lepasnya plasenta mencakup beberapa atau semua hal-hal di bawah ini :
  • Perunahan bentuk dan tinggi fundus. Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau seperti buah pear atau alpukat dan fundus berada di atas pusat (seringkali mengarah kesisi kanan).
  • Tali pusat memanjang. Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva (tanda Ahfeld).
  • Semburan darah mendadak dan singkat. Darah yang terkumpul dibelakang plasenta akan membantu mendorong plasenta keluar dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah (retroplacetal pooling) dalam ruang diantara dinding uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas tampungnya maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas.
Ingat tiga tanda lepasnya plasenta :
1. Perubahan bentuk dan tinggi uterus.
2. Tali pusat memanjang.
3. Semburan darah mendadak dan singkat.


MANAJEMEN AKTIF KALA TIGA
Tujuan manajemen aktif kala tiga adalah menghsailkan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu, mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan darah kala tiga persalinan jika dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis. Sebagian besar kasus kesakitan dan kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan dimana sebagian disebabkan oleh atonia uteri dan rtensio plasenta yanng sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan manajemen aktif kala tiga.
Penelitian Prevention of pospartum Hemorrhage Intervention-2006 tentang praktik manajemen aktif kala tiga (active Management of Third Stage of Labor/AMTSL) di 20 rumah sakit di Indonesia menunjukkan bahwa hanya 30% rumah sakit melaksanakan hal tersebut. Hal ini sangat berbeda jika di bandingkan dengan praktik manajemen aktif di tingkat pelayanan kesehatan primer (BPS atau Rumah Bersalin) di daerah intervensi APN (Kabupaten Kuningan dan Cirebon) dimana sekitar 70% melaksanakan manajemen aktif kala bagi ibu-ibu bersalin yang ditangani. Jika ingin menyelamatkan banyak ibu bersalin maka sudah sewajarnya jika menajemen aktif kala tiga tidak ingin hanya dilatihkan tetapi juga dipraktikkan dan menjadi standar asuhan persalinan.
Keuntungan-keuntungan manajemen aktif kala tiga :
  • Persalinan kala tiga yang lebih singkat.
  • Mengurangi jumlah kehilangan darah.
  • Mengurangi kejadian retensio plasenta.
Manajemen aktif kala tiga terdiri dari tiga langkah utama :
  • Pemberian suntikan oksitosin dalam satu menit pertama setelah bayi lahir.
  • Melakukan penegangan tali pusat terkendali.
  • Masase fundus uteri.

PEMBERIAN SUNTIKAN OKSITOSIN
1. Serahkan bayinyang telah terbungkus kain pada ibu untuk diberi ASI.
2. Letakkan kain bersih di atas oerut ibu.
Alasan : kain akan mencegah kontaminasi tangan penolong persalinan yagn sudah memakai sarung tangan dan mencegah kontaminasi oleh arah pada perut ibu.
4. Periksa uterus untuk memastikan tidak ada bayi yang lain (Undiagnosed twin).
5. Beri tahu ibu bahwa ia akan disuntik.
6. Segera (dalam satu menit pertama setelah bayi lahir) suntikkan oksitosin 10 menit 1M pada 1/3 bagian atas paha bagian luar (aspektus lateralis).

Alasan : oksitosin merangsang fundus uteri untuk berkontraksi dengan kuat dan efektif sehingga dapat membantu pelepasan plasenta dan mengurangi kehilangan darah. Aspirasi sebelum penyuntikan aka mencegah penyuntikan oksitosin ke pembuluh darah. Catatan : jika oksitosin tidak tersedia, minta ibu untuk melakukan stimulasi puting susu atau menganjurkan ibu untuk menyusukan dengan segera. Ini akan menyebabkan pelepasan oksitosin secara alamiah. Jika peraturan/program kesehatan memungkinkan, dapat diberikan misoprostol 600 mcg (oral/sublingual) sebagai pengganti oksitosin.

PENEGANGAN TALI PUSAT TERKENDALI
  1. Berdiri disamping ibu.
  2. Pindahkan klem (penjepit untuk memotong tali pusat saat kala dua) pacta tali pusat sekitar 5-20 cm dari vulva. Alasan : memegang tali pusat lebih dekat ek vulva akan mencegah avulsi.
  3. Letakkan tangan yang lain pacta abdomen ibu (beralaskan kain) tepat diatas simfisis pubis. Gunakan tangan ini untuk meraba kontraksi uterus dan menekan uterus pacta saat melakukan penegangan pacta tali pusat. Setelah terjadi kontraksi yang kuat, tegangkan tali pusat dengan satu tangan dan tangan yang lain (pada dinding abdomen) menekan uterus ke arab lumbal dan kepala ibu (doso-kranial). Lakukan secara hati-hati untuk mencegah terjadinya inversio uteri.
  4. Bila plasenta belum lepas, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali (sekitar dua atau tiga menit berselang) untuk mengulangi kembali penegangan tali pusat terkendali.
  5. Saat mulai kontraksi (uterus menjadi bulat atau tali pusat menjulur) tegangkan tali pusat ke arah bawah, lakukan tekanan dorso-kranial hingga tali pusat makin menjulur dan korpus uteri bergerak ke atas yang menandakan plasenta telah lepas dan dapat dilahirkan.
  6. Tetapi jika langkah 5 diatas tidak berjalan sebagaimana mestinya dan plasenta tidak turun setelah 30-40 detik dimulainya penegangan tali pusat dan tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan lepasnya plasenta, jangan lakukan penegangan tali pusat. a. Pegang klem dan tali pusat dengan lembut dan tunggu sampai kontraksi berikutnya. Jika perlu, pindahkan klem lebih dekat ke perineum pada saat tali pusat memanjang. Pertahankan kesabaran pada saat melahirkan plasenta. b. Pada saat kontraksi berikutnya terjadi, ulangi penegangan tali pusat terkendali dan tekanan dorso-kranial pada korpus uteri secara serentak. Ikuti langkah-langkah tersebut pada setiap kontraksi hingga terasa plasenta terlepas dari dinding uterus.
  7. Setelah plasenta terpisahanjurkan ibu untuk meneran agar plasenta terdorong keluar melalui introitus vagina. Tetap tegangkan tali pusat denga arah sejajar lantai (mengikuti poros jala lahir). Alasan : segera lepaskan plasenta yang telah terpisah dari dinding uterus akan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu. Jangan melakukan penegangan tali pusat tanpa diikuti dengan tekanan dorso-kranial secara serentak pada bagian bawah uterus (di atas simfisis pubis).
  8. Pada saat plasenta terlihat pada introitus vagina, lahirkan plasenta dengan mengangkat tali pusat ke atas dan menopang plasenta dengan tangan lainnya untuk diletakkan dalam wadah penampung. Karena sela[ut ketuban mudah robek ; pegang plasenta dengan kedua tangan dan secara lembutputar plasenta hingga selaput ketuban terpilin menjadi satu.
  9. Lakukan penarikan dengan lembut dan perlahan-lahan untuk melahirkan selaput ketuban. Alasan : melahirkan plasenta dan selapunya dengan hati-hati akan membantu mencegah tertinggalnya selaput ketuban di jalan lahir.
  10. Jika selaput ketuban robek dan tertinggal dalam lahir saat melahirkan plasenta, dengan hati-hati periksa vagina dan serviks dengan seksama. Gunakan jari-jari tangan anda atau klem ke dalam DTT atau steril atau forsep untuk keluarkan selaput ketuban yang teraba.
Catatan :
Jika plasenta belum lahir dalam waktu 15 menit, berikan 10 unit oksitosin IM dosis kedua. Periksa kandung kemih. Jika ternyata penuh, gunakan teknik aseptik untuk memasukkan kateter Nelaton disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk mengosongka kandung kemih. Ulangi kembali penegangan tali pusat dan tekanan dorso-kranial seperti yang diuraikan diatas. Nasehati keluarga bahwa rujukan mungkin diperlukan jika plasenta belum lahir dalam waktu 30 menit. Pada menit ke-30 coba lagi melahirkan plasenta dengan melakukan penegangan tali pusat untuk terakhir kalinya. Jika plasenta tetap tidak lahir, rujuk segera. Ingat, apabila plasenta tidak lahir setelah 30 menit, jangan mencoba untuk melepaskan dan segera lakukan rujukan.

Blog Archive