Saturday, May 22, 2010

Gambaran pengetahuan ibu hamil tentang nutrisi ibu hamil di desa

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Visi Indonesia Sehat 2010, adalah ditetapkannya misi pembangunan kesehatan yang salah satunya adalah mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat, dengan sasaran meningkatkan jumlah penduduk mengkonsumsi makanan dengan gizi yang seimbang, sehingga untuk meningkatkan percepatan perbaikan derajat kesehatan masyarakat, salah satu program unggulan yaitu program perbaikan gizi (Dep. Kes. RI, 1993: 10).

Gizi merupakan unsur yang sangat penting dalam membentuk kualitas manusia. Perbaikan gizi adalah berbagai upaya yang dilakukan untuk meningkatkan gizi. Manfaat dari perbaikan gizi adalah meningkatkan status gizi, peningkatan mutu konsumsi makanan, serta penanggulangan terhadap masalah gizi, sehingga diharapkan ibu hamil dan bayi yang dikandungnya dalam keadaan sehat. Sasaran dalam perbaikan gizi ini adalah seluruh individu baik bayi, balita, remaja, manusia dewasa, maupun usia lanjut (Dep. Kes. RI, 1989: 5).

Di Indonesia sendiri masih ditemui ibu hamil yang mengalami kurang gizi kronis diatas 30% atau sekitar 1,5 juta. Untuk wilayah Lampung sekitar 5,79% sedangkan daerah Tanggamus ditemui ibu hamil yang mengalami kurang gizi adalah 1,79% (Profil Kesehatan Lampung, 2003).

Masalah gizi banyak ditemui pada golongan ibu hamil, misalnya Kurang Kalori Protein(KKP), anemia gizi, defisiensi vitamin A dan yodium. Gizi diperlukan oleh tubuh manusia untuk kecerdasan otak dan kemampuan fisik. Masalah gizi lebih sering terjadi pada kelompok masyarakat di daerah pedesaan yang mengkonsumsi bahan pangan yang kurang baik jumlah maupun mutunya.. Akibatnya penyakit kekurangan gizi pada ibu masih cukup tinggi. Sebagian besar masalah disebabkan oleh faktor ekonomi dan pendidikan keluarga, namun tidak dipungkiri bahwa faktor sosial budaya mempengaruhi secara nyata gambaran menyeluruh masalah gizi di daerah pedesaan. Sikap dan kepercayaan ibu hamil pada budaya leluhur yang mengatakan bahwa selama hamil dilarang makanan tertentu karena akan mengakibatkan kelainan pada anak yang dikandungnya masih sangat dipercaya dan ditakuti. Rendahnya pengetahuan ibu hamil mengenai manfaat zat–zat gizi pada makanaan akan sangat berpengaruh dengan cara pengolahan dan penyusunan menu makanan sehingga gizi yang diharapkan tidak didapatkan. Ibu hamil harus menerapkan menu empat sehat lima sempurna ( Dep. Kes. RI, 1989: 12 ).

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa perkembangan otak berlangsung pesat pada saat janin berada dalam kandungan ibu. Kekurangan gizi pada masa kehamilan akan menyebabkan bayi lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) yang mempunyai resiko tinggi terhadap kematian bayi atau lebih lanjut mengalami pertumbuhan dan perkembangan dibawah normal. Angka bayi lahir hidup dengan BBLR adalah sekitar 8,2% (www. Republika Online, 2003: 2)

Kekurangan berbagai macam zat gizi selama kehamilan akan mempengaruhi status gizi ibu hamil. Kenaikan berat badan yang rendah selama kehamilan dan Lingkar Lengan Atas (LILA) kurang dari 23,5 cm merupakan indikator kurang gizi pada ibu hamil yang merupakan penyebab langsung retardasi pertumbuhan intra uteri. Status gizi yang buruk memberikan kontribusi pada tiga penyebab kematian ibu yang utama yaitu perdarahan 40-60%, toksemia gravidarum 20-30% dan infeksi 20-30% (Nadesul, 1997: 17).

Dari data pra survei yang penulis peroleh pada tanggal 5 April 2004 di Desa Wates Kecamatan Gading Rejo Kabupaten Tanggamus didapatkan data ibu hamil dengan status gizi kurang seperti tabel 1 berikut:

Tabel 1. Distribusi Jumlah Ibu Hamil di Desa Wates Pada Bulan Januari sampai Maret 2004

Bulan

Jumlah kunjungan ibu hamil baru

Ibu hamil dengan status gizi baik

Ibu hamil dengan status gizi kurang

Jml

%

Jml

%

Jml

%

Januari

Februari

Maret

11

8

15

32,35

23,53

44,12

7

5

9

33,33

23,81

42,86

4

3

6

30,76

23,09

46,15

Jumlah

34

100

21

100

13

100

Sumber Medical Record (Dokumen) Puskesmas Wates, 2004

Berdasarkan tabel diatas maka di dapat data pada bulan Januari sampai Maret 2004 di puskesmas Wates terdapat ibu hamil sebanyak 34 orang dengan status gizi baik sebanyak 21 orang (61,76%) dan status gizi kurang sebanyak 13 orang (28,83 %).

Dari keadaan di atas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian sederhana tentang “ Gambaran Pengetahuan Tentang Nutrisi Ibu Hamil di Desa Wates Kecamatan Gading Rejo Kabupaten Tanggamus “.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah pengetahuan ibu hamil tentang nutrisi ibu hamil di Desa Wates Kecamatan Gading Rejo Kabupaten Tanggamus ?”

Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini adalah:

1. Sifat penelitian : Deskriptif.

2. Subyek penelitian : Ibu hamil di Desa Wates Kecamatan Gading Rejo Kabupaten Tanggamus

3. Obyek penelitian : Pengetahuan ibu hamil tentang nutrisi pada ibu hamil.

4. Lokasi penelitian : Di Desa Wates Kecamatan Gading Rejo Kabupaten Tanggamus.

5. Waktu penelitian : 19 Mei sampai 1 Juni 2004

Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu hamil tentang nutrisi ibu hamil di Desa Wates Kecamatan Gading Rejo Kabupaten Tanggamus tahun 2004.



Gambaran penatalaksanaan pre-operasi seksio sesarea di ruang bersalin rumah sakit umum daerah

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Besarnya persalinan secsio sesarea (SC) dibandingkan persalinan normal tetap mengandung risiko dan kerugian yang lebih besar seperti risiko kematian dan komplikasi yang lebih besar seperti resiko kesakitan dan menghadapi masalah fisik pasca operasi seperti timbulnya rasa sakit, perdarahan, infeksi, kelelahan, sakit punggung, sembelit dan gangguan tidur juga memiliki masalah secara psikologis karena kehilangan kesempatan untuk berinteraksi dengan bayi dan merawatnya (Depkes RI, 2006 : 9).

Di Indonesia terutama di kota-kota besar, keputusan ibu hamil untuk melahirkan dengan SC walau tidak memiliki indikasi medis paling banyak disebabkan oleh adanya ketakutan menghadapi persalinan normal atau yang lebih dikenal sebagai rasa takut akan kelahiran (fear of childbirth) akan tetapi di Indonesia faktor psikologis ibu ini nampak kurang diperhatikan (Kasdu dalam Depkes RI, 2006 : 9-10). Oleh karena itu pentingnya suatu perencanaan yang menyangkut pada kesehatan fisik dan psikis calon orang tua serta kesehatan janin. (Kasdu, 2003 : 32-33).

Berdasarkan hasil penelitian terdapat sekitar 20 % persalinan harus dilakukan dengan SC, baik karena pertimbangan untuk menyelamatkan ibu dan janinnya ataupun keinginan pribadi pasien (Kasdu, 2003 : iii). Persalinan secara SC di Amerika Serikat terdapat 85 % dengan indikasi riwayat SC, distosia persalinan, gawat janin dan letak sungsang (Cunningham, dkk, 2006 : 595). Sedangkan di Indonesia menurut Survei Demografi dan Kesehatan pada tahun 1997 dan tahun 2002-2003 mencatat angka persalinan SC secara nasional hanya berjumlah kurang lebih 4 % dari jumlah total persalinan. Secara umum jumlah SC di rumah sakit pemerintah adalah sekitar 20-25 % dari total persalinan, sedangkan di rumah sakit swasta jumlahnya sangat tinggi yaitu sekitar 30-80 % dari total persalinan (Depkes RI, 2006 : 9). Berdasarkan data yang diperoleh dari catatan Medical Record RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006, didapatkan data bahwa angka kejadian SC di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Jendral Ahmad Yani Kota Metro sebesar 11, 27 % dari total persalinan (Medical Record, 2006) dan dari informasi sejumlah mahasiswa yang mempunyai pengalaman magang dan pengalaman pasien yang pernah menjalani operasi SC di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro, penatalaksanaan pre-operasi SC belum dilaksanakan semuanya sesuai dengan teori dalam asuhan kebidanan.

Tingginya persentase persalinan SC menimbulkan kekhawatiran bahwa hal ini disebabkan semakin banyaknya persalinan bedah tanpa indikasi medis, melainkan karena permintaan ibu hamil yang memandang SC merupakan alternatif yang lebih baik dibandingkan persalinan normal. (Depkes RI, 2006 : 9). Seharusnya SC dilakukan jika keadaan medis memerlukannya. Dalam hal ini, janin atau ibu dalam keadaan gawat darurat dan hanya dapat diselamatkan jika persalinan dilakukan dengan jalan operasi atau SC (Kasdu, 2003 : 9). Indikasi medis untuk SC adalah jika terjadi disproporsi sevalopelvik, gawat janin, plasenta previa, incoordinate uterine action, eklampsia, dan hipertensi (Mansjoer, dkk, 2005 : 344-345).

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meninjau penatalaksanaan pre-operasi SC di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro.

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti membuat rumusan masalah sebagai berikut: ” Bagaimana gambaran penatalaksanaan persiapan pre-operasi secsio sesarea di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro Tahun 2007?”

B. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini antara lain :

2. Lokasi dan waktu penelitian : penelitian ini akan dilaksanakan di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro pada bulan Juni 2007.

3. Variabel penelitian : variabel bebas penelitian ini adalah penatalaksanaan pre-operasi SC yang meliputi penatalaksanaan persiapan mental spiritual, penatalaksanaan persiapan fisik penderita, pemeriksaan laboratorium dan pramedikasi, sedangkan variabel terikat penelitian ini adalah tenaga kesehatan yang bertugas di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro.

4. Jenis penelitian ini : deskriptif.

5. Subjek dan objek penelitian : subjek penelitian ini adalah tenaga kesehatan yang bertugas di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro dan yang menjadi objek penelitian adalah ibu yang bersalin dengan SC di Ruang Bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2007.

6. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui gambaran penatalaksanaan pre-operasi SC di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2007.

2. Tujuan khusus penelitian ini untuk :

a. Mengetahui gambaran penatalaksanaan persiapan mental spiritual pre-operasi SC di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro.

b. Mengetahui gambaran penyuluhan pre-operasi SC di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro.

c. Mengetahui gambaran penatalaksanaan persiapan fisik penderita di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro.

d. Mengetahui gambaran penatalaksanaan laboratorium di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro.

e. Mengetahui gambaran penatalaksanaan premedikasi di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro.

7. Manfaat Penelitian

1. Bagi RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro diharapkan dapat memberikan gambaran mutu pelayanan dalam penatalaksanaan dan sebagai bahan untuk motivasi meningkatkan mutu pelayanan dalam penatalaksanaan persiapan pre-operasi SC.

2. Institusi pendidikan Program Studi Kebidanan Metro, memberikan bahan masukan dalam pengembangan ilmu pengetahuan tentang penatalaksanaan persiapan pre-operasi SC dalam silabus pembelajaran.

3. Bagi penelitian lainnya, sebagai bahan perbandingan dan masukan untuk melakukan penelitian selanjutnya tentang penatalaksanaan persiapan pre-operasi SC.



Gambaran penatalaksanaan perawatan bayi prematur oleh tenaga kesehatan di ruang anak RSU

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pada Pelita VI pelayanan kesehatan dasar diutamakan pada kegiatan penurunan tingkat kematian bayi. Upaya penurunan tingkat kematian bayi ini diperioritaskan pada penanganan neonatal resiko tinggi dan pada bayi dengan berat lahir rendah (BBLR).
Pada tahun 2001 tercatat 11,9% bayi prematur di Amerika lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu, angka ini menunjukkan kenaikan 27% dari tahun 1981 yang sebagian dipacu oleh banyak kelahiran kembar. Kelahiran prematur merupakan penyebab nomor dua dari kematian bayi (Sinar Harapan on line, 2003).
Pada tahun 2002 bayi lahir hidup dengan BBLR secara nasional di Indonesia sebesar 13% dengan kisaran yang tertinggi terdapat di Jambi sebesar 8,33% dan terendah terdapat di propinsi Sulawesi Tenggara sebesar 27,51% (Profil Kesehatan Indonesia, 2002).
Pada tahun 2006 di propinsi Lampung bayi lahir hidup dengan BBLR sebanyak 2.210 kasus (46,52%) (Dinas Propinsi Lampung, 2005). Pada tahun 2006 di kota Metro cakupan BBLR yang terendah adalah sebesar 4,1% sehingga angka kematian BBLR dikota Metro tahun 2006 sebesar 102 kasus (15,6%) artinya setiap 100 kasus BBLR terjadi kematian BBLR sebanyak 16 kasus (Dinas Kesehatan Kota Metro, 2006).
Faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya BBLR yaitu faktor ibu, faktor janin dan faktor lain-lain, yaitu keadaan sosial ekonomi rendah, pekerjaan yang melelahkan dan kebiasaan merokok serta faktor yang tidak diketahui. Setiap tahun 10-15% bayi lahir prematur akan memiliki banyak masalah pasca lahir dengan demikian bayi prematur memerlukan perawatan yang lebih intensif dibandingkan bayi lahir normal atau cukup bulan, bayi prematur yang masa kandungannya 36-37 minggu mempunyai angka kematian 5 kali lebih tinggi dari bayi cukup bulan. Hal ini disebabkan banyak organ tubuh bayi yang belum berkembang sempurna sehingga banyak sekali gangguan yang terjadi didalamnya (Nakita Artikel PHP3 online, 2007). Maka akan mengakibatkan bayi beresiko mengalami infeksi bakteri, karena infeksi bakteri dapat menyebar dengan cepat dan menimbulkan kematian yang tinggi (Manuaba, 2000).
Perubahan suhu badan merupakan salah satu tanda terjadinya infeksi silang melalui para dokter, perawat, bidan dan petugas lainnya yang berhubungan dengan bayi prematur (Nakita PHP3 online, 2007). Infeksi ini terjadi sehubungan dengan terkontaminasinya bahan infus saat pencampuran obat, vitamin, susu, mineral dan lain-lain atau akibat kurang tindakan aseptik oleh perawat pada saat pemasangan kateter intravena. Komplikasi ini sebesar (1-5%) terjadi yang paling umum dan potensi serius berupa pneumotoraks, hidrotoraks, emboli, trombosit ataupun perforasi pembuluh darah akibat teknik pemasangan kateter intravena yang kurang terampil oleh tenaga kesehatan (Yushananta online, 2007). Jika bayi prematur ini mampu bertahan dan tidak meninggal masih banyak kemungkinan komplikasi jangka panjang yang terjadi seperti gangguan belajar, mental retardasi, maupun palpasi serebal (gaya hidup sehat online, 2007).
Berdasarkan pra survei yang dilakukan di ruang anak di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro, bulan Januari – Desember tahun 2006 terdapat 38 kasus prematur dengan angka kematian bayi prematur sebanyak 50% (19 kasus). Sedangkan untuk perbandingan di RB Santa Maria bulan Januari – Desember tahun 2006 terdapat bayi prematur sebanyak 214 kasus prematur dan meninggal sebanyak 49% (92 kasus).
Data tersebut menunjukkan angka kejadian kematian bayi prematur yang tinggi. Di Rumah Sakit Ahmad Yani Metro memiliki prosedur tetap (protap) yang menjadi pedoman petugas kesehatan atau bidan dalam melaksanakan tugasnya. Akan tetapi, masih ada petugas kesehatan atau bidan yang bekerja dalam melakukan penatalaksanaan pada bayi prematur tidak sesuai dengan prosedur yang ada. Berdasarkan prasurvey pada bulan April 2007 ditemukan tiga petugas dalam menangani asuhan kepada bayi prematur tidak memakai sarung tangan, masker, dan tidak mencuci tangan, serta pengaturan suhu pada inkubator tidak terkontrol dengan baik. Selain itu peralatan yang digunakan juga kurang lengkap.
Berdasarkan dengan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang penatalaksanaan perawatan bayi prematur diruang Anak RSU Ahmad Yani Metro.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut : Bagaimana penatalaksanaan perawatan bayi prematur di RSU Ahmad Yani Metro?

C. Ruang Lingkup Penelitian
Di dalam penelitian ini membatasi ruang lingkup penelitiannya sebagai berikut :
1. Jenis penelitian : Deskriptif
2. Objek penelitian : Penatalaksanaan perawatan bayi prematur
3. Subjek penelitian : Petugas kesehatan yang melakukan perawatan bayi prematur
4. Tempat penelitian : Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro
5. Waktu penelitian : Mei – Juni tahun 2007

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui penatalaksanaan perawatan bayi prematur di RSU A. Yani Metro tahun 2007.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran penatalaksanaan bayi prematur oleh petugas kesehatan ditinjau dari pengaturan suhu tubuh bayi prematur di dalam inkubator.
b. Diketahuinya gambaran penatalaksanaan bayi prematur oleh petugas kesehatan ditinjau dari pemberian nutrisi.
c. Diketahuinya gambaran penatalaksanaan bayi prematur oleh petugas kesehatan ditinjau dari pencegahan infeksi.
d. Diketahuinya gambaran penatalaksanaan bayi prematur oleh petugas kesehatan ditinjau dari pencegahan hipotermi.

E. Manfaat Penelitian
1. Institusi tempat penelitian atau rumah sakit
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi rumah sakit untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan khususnya pada bayi prematur.
2. Tenaga kesehatan
Setelah dilakukan penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan untuk peningkatan mutu dan kualitas pelayanan terhadap neonatus terutama masalah perawatan bayi prematur.
3. Institusi pendidikan akademi kesehatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai kajian tambahan dalam ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan perawatan bayi prematur untuk penelitian yang akan datang.
4. Peneliti sendiri
Menambah wawasan ilmu pengetahuan peneliti khususnya dalam melakukan perawatan bayi prematur.

Gambaran penatalaksanaan pemberian ASI pada ibu seksio sesaria di RSU

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Profil Kesehatan Kota Metro (2005) bayi yang mendapat ASI eksklusif 55,33% dari 810 bayi yang ada. Tingginya Angka Kematian Bayi dan rendahnya status gizi sebagai dampak krisis ekonomi yang melanda Bangsa Indonesia sejak pertengahan tahun 1997, menunjukkan bahwa peran Air Susu Ibu (ASI) sangat strategi, namun keadaan sosial budaya yang beraneka ragam menjadi tantangan peningkatan penggunaan ASI yang perlu diantisipasi (DepKes RI, 1994).
Data UNICEF (United Nations International Children’s Emergency Found) menujukkan sekitar 30 ribu kematian anak balita di Indonesia setiap tahunnya, yang sebenarnya dapat di cegah melalui pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan sejak kelahiran bayi. Sementara itu bukti ilmiah baru yang mengungkapkan oleh jurnal Paediatries pada tahun 2006 seperti dikutip UNICEF mengungkapkan bahwa bayi yang diberi susu formula (susu bayi) memiliki kemungkinan untuk meninggalkan dunia pada bulan pertama kehidupannya 25 kali lebih tinggi dibandingkan bayi yang disusui ibunya secara ASI eksklusif, yakni tanpa diberi minuman maupun makanan tambahan (www.antara.com).
Hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003 menunjukkan sedikit sekali ibu-ibu yang memberikan ASI eksklusif bagi bayinya sampai berumur 6 bulan, didapati data jumlah pemberian ASI eksklusif pada bayi dibawah usia dua bulan hanya mencakup 64% dari total bayi yang ada. Persentase tersebut menurun seiring dengan bertumbuhnya usia bayi yakni 46% pada bayi usia 2-3 bulan dan 14% pada bayi usia 4-6 bulan yang lebih memprihatinkan, 13% bayi dibawah dua bulan telah di beri makanan tambahan.
Manfaat ASI bagi bayi adalah untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi karena mempunyai susunan yang sesuai dengan kebutuhan bayi. Manfaat psikologis yaitu memberikan rasa aman dan tentram pada anak, meningkatkan hubungan kasih sayang antara ibu dan anak, merangsang perkembangan psikomotik bayi.
ASI yang pertama kali keluar disebut kolostrum, kolostrum bukan hanya nutrisi sempurna bagi bayi, tetapi juga kandungannya yang amat kaya akan zat anti kuman yang melindungi bayi dari berbagai macam penyakit, kolostrum memiliki kandungan zat imun yang jauh lebih tinggi dari ASI matang (ASI setelah kolostrum) (http://www.lalecheleague.org/FAQ/KOLOSTRUM.htmi).
Hasil survey diruang kebidanan Rumah Sakit Umum A. Yani Metro pada bulan Januari-Februari 2007 terdapat 27 persalinan dengan seksio sesaria dan 80% ibu yang melahirkan seksio sesaria dengan narkose umur sadar dalam waktu tidak lebih dari 4 jam. Pemberian ASI pada ibu dengan seksio sesaria hanya 60%. Ternyata bayi yang di lahirkan dengan seksio sesaria tidak semua langsung diberi ASI segera setelah ibu sadar tetapi di beri susu formula. Berdasarkan data latar belakang inilah sebagai dasar penulis untuk melakukan penelitian tentang gambaran pemberian ASI pada ibu dengan operasi seksio sesaria di Rumah Sakit Umum A. Yani Metro.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka rumusan dalam penelitian ini adalah berikut “Bagaimanakah Gambaran Penatalaksanaan Pemberian ASI pada Ibu dengan Operasi Seksio Sesaria di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro Tahun 2007”.

C. Ruang Lingkup
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian yaitu :
1. Jenis penelitian : Deskriptif.
2. Subjek penelitian : Ibu bersalin dengan seksio sesaria.
3. Objek penelitian : Gambaran Penatalaksanaan Pemberian ASI pada ibu seksio sesaria
4. Lokasi Penelitian : Ruang kebidanan Rumah Sakit Umum A. Yani Metro.
5. Waktu penelitian : 15 Juni – 28 Juni 2007

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui bagaimana gambaran penatalaksanaan pemberian ASI pada ibu seksio sesaria di Rumah Sakit Umum A. Yani Metro.
2. Tujuan Khusus
a. Diperoleh gambaran tentang cara pemberian ASI pada Ibu seksio sesaria di ruang kebidanan RSU A. Yani Metro.
b. Diperoleh gambaran tentang lama pemberian ASI pada Ibu seksio sesaria di Ruang kebidanan RSU A. Yani Metro.
c. Diperoleh gambaran tentang posisi pemberian ASI pada Ibu seksio sesaria di ruang kebidanan RSU A. Yani Metro.
d. Diperoleh gambaran tentang frekuensi pemberian ASI pada Ibu seksio sesaria di ruang kebidanan RSU A. Yani Metro.

E. Manfaat Penelitian
1. Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro
Sebagai bahan masukan bidan atau tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro, sehingga dapat memberikan penatalaksanaan yang terbaik bagi pasien dengan tindakan seksio sesaria.
2. Instansi Pendidikan Program Studi Kebidanan Metro
a. Sebagai bahan evaluasi terhadap teori yang telah diberikan kepada mahasiswa selama mengikuti perkuliahan di Politeknik Kesehatan Tanjungkarang Program Studi Kebidanan Metro.
b. Sebagai sumber bahan bacaan bagi perpustakaan di Instansi Pendidikan.
3. Peneliti
Dapat menambah wawasan pengetahuan dan keterampilan penulis dalam masalah pemberian ASI pada bayi ibu seksio sesaria.
4. Peneliti Lain
Dapat dijadikan bahan perbandingan untuk melakukan penelitian-penelitian lain atau yang serupa berkaitan dengan ASI pada ibu seksio sesaria dan dapat disempurnakan lagi.

Gambaran penatalaksanaan kala IV persalinan normal oleh bidan praktek swasta di wilayah puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita subur usia disebabkan hal berkaitan dengan kehamilan dan persalinan. Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama mortalitas wanita muda pada masa puncak produktivitasnya. Tahun 1996, World Health Organization (WHO) memperkirakan lebih dari 585.000 ibu pertahunnya meninggal saat hamil atau bersalin. Di Asia Selatan, wanita berkemungkinan 1:18 meninggal akibat kehamilan atau persalinan selama kehidupannya di banyak negara Afrika 1:14. Sedangkan di Amerika Utara hanya 1:6366 lebih dari 50% kematian dinegara berkembang sebenarnya dapat dicegah dengan teknologi yang ada serta biaya relatif rendah (Saifuddin, 2002).
Angka Kematian Ibu diseluruh dunia masih cukup tinggi. Estimasi WHO tahun 2000 tentang AKI (Maternal Mortality Ratio/MMR per 100.000 kelahiran hidup) adalah sebagai berikut, diseluruh dunia sebesar 400, dinegara industri AKI cukup rendah yaitu sebesar 20, di Eropa sebesar 24. Untuk negara berkembang AKI masih cukup tinggi yaitu sebesar 440/100.000, di Afrika sebesar 830/100.000, di Asia Tenggara sebesar 210/100.000 (WHO, 2004 ). Untuk negara – negara ASEAN, AKI (per100.000 kelahiran hidup) sangat bervariasi seperti Malaysia, Brunei, Singapura, Kamboja, Laos, Philipina, Myanmar, Thailand dan Vietnam. (Depkes RI, 2004).
Di Indonesia permasalahan Angka Kematian Ibu (AKI) masih cukup tinggi walaupun terjadi penurunan sekitar 25% dari kondisi semula yaitu 450 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1996 menjadi 334 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1997 berdasarkan Survei Demografi Kesehatan 1997. Namun angka tersebut masih tinggi 3-6 kali lebih besar dibandingkan negara- negara ASEAN, AKI di Indonesia masih berada pada angka 307 per 100.000 kelahiran hidup pada SDKI 2002-2003 atau setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal dunia karena berbagai sebab dan target yang diharapkan dapat dicapai pada tahun 2010 adalah angka kematian ibu menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup (www.google). Di provinsi Lampung cenderung terjadi peningkatan AKI sebesar 143/100.000 kelahiran hidup pada tahun 1997 menjadi 153/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2002 (Dinkes Provinsi Lampung, 2003).
Memperhatikan angka kematian ibu dan perinatal dapat diperkirakan bahwa sekitar 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50% kematian masa nifas di saat sekitar persalinan (Saifuddin, 2001). Perdarahan menempati urutan tertinggi penyebab kematian ibu yaitu mencapai 30-35% (Manuaba, 1998).
Selama persalinan kala empat bahaya utama pada ibu adalah perdarahan postpartum. Keamanan ibu tergantung pada pengkajian yang sering dan waktu intervensi dari petugas yang siaga (Hamilton, 1995).

Sebagian besar kematian ibu pada periode paska persalinan terjadi pada 6 jam pertama setelah persalinan. Kematian ini disebabkan oleh infeksi, perdarahan dan eklampsia. Oleh karena itu, pemantauan selama dua jam pertama post partum sangat penting. Selama kala empat ini bidan harus meneruskan proses pernata-laksanaan kebidanaan yang telah mereka lakukan selama kala satu, dua dan tiga untuk memastikan ibu tersebut tidak menemui masalah apapun. (Pusdiknakes WHO JHPIEGO, 2003)
Di Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2002 angka kematian ibu (AKI) sejumlah 13 orang dari 20.162 kelahiran hidup (64,47/100.000 kh) dan pada tahun 2003 sebanyak 16 orang dari 25.140 kelahiran hidup (63,64/100.000 kh) dan pada tahun 2004 sebanyak 19 orang dari 30.118 kelahiran hidup (62,81/100.000 kh), hal ini menunjukkan adanya sedikit penurunan. Dengan penyebab klinis kematian terbesar adalah karena perdarahan yaitu sebesar 39 %. Angka kematian ibu bila dibandingkan Indikator Indonesia Sehat 2010, Kabupaten Lampung Selatan masih dibawah angka tersebut yaitu (150/100.000 kh). (Dinkes Lampung Selatan,2004 )
Berdasarkan data pada bulan Juni 2005 – Desember 2005 yang peneliti dapatkan di Puskesmas Way Urang Kecamatan Kalianda Lampung Selatan dari 521 persalinan normal ditemukan sebanyak 22 ibu yang mengalami perdarahan post partum, 5 diantara meninggal akibat perdarahan tersebut (Puskesmas Way Urang Kecamatan Kalianda Lampung Selatan, 2005).
Hal ini dapt dicegah jika penatalaksanaan Kala IV dilakukan secara benar oleh bidan. Berdasarkan pra survey pada tanggal 6 - 11 April 2006 di wilayah Puskesmas Way Urang Kecamatan Kalianda, terdapat 9 bidan.Setelah penulis melakukan observasi terhadap empat bidan dalam hal penatalaksanaan kala IV, hanya 1 (25%) bidan yang melaksanakan penatalaksanaan Kala IV secara benar, dan 3 (75%) bidan yang tidak melaksanakan penatalaksanaan Kala IV secara benar, dimana bidan tidak melakukan pemeriksaan kandung kemih, tidak melakukan pemeriksaan jumlah perdarahan, tidak melakukan pemeriksaan suhu, karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan Kala IV pada persalinan normal oleh Bidan Puskesmas Way Urang Kalianda Lampung Selatan.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka diperoleh rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu “Bagaimana Gambaran Penatalaksanaan Kala IV Persalinan Normal oleh Bidan Puskesmas Way Urang Kalianda Lampung Selatan ?”.

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui gambaran penatalaksanaan Kala IV persalinan normal oleh bidan.

D. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian : Deskriptif.
2. Subyek Penelitian : Bidan
3. Objek Penelitian : Gambaran Penatalaksanaan Kala IV Persalinan Normal
4. Lokasi Penelitian : Kalianda Lampung Selatan
5. Waktu Penelitian : Pada bulan April s.d Mei 2006

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Bidan
Sebagai bahan evaluasi dalam melakukan penatalaksanaan Kala IV persalinan normal oleh Bidan Puskesmas Way Urang Kalianda Lampung Selatan Tahun 2006
2. Bagi Pengembangan Ilmu
Sebagai referensi untuk penelitian lebih lanjut khususnya dalam upaya peningkatan mutu penatalaksanaan Kala IV persalinan normal.

Konsep Dapur Menggunakan Teknologi Nano Multi-Touch



Teknologi nano yang pada beberapa dekade yang lalu hanya dianggap sebagai science fiction alias fiksi ilmiah. Namun sekarang teknologi tsb bisa diaplikasikan dalam kehidupan manusia, bahkan untuk kebutuhan dapur kita.
Gema teknologi nano sebagai teknologi di masa depan telah menyedot perhatian yang luar biasa, terutama bagi dunia peneliti. Dari segi bahasa, istilah “nano” diambil dari ukuran suatu benda/material dalam skala nanometer. Satu nanometer sama dengan sepermiliar meter. Jadi, teknologi nano berarti sebuah rekayasa teknologi material dengan ketelitian ukurannya sampai pada skala nanometer.

Teknologi nano telah diyakini akan menjadi teknologi terobosan untuk kemajuan berbagai bidang, yaitu material, elektronika, IT (information technology), energi, lingkungan, bioteknologi, kedokteran dan lain-lain. Potensi besar ini lah yang membuat teknologi nano dikenal sebagai kunci teknologi di abad 21. Kecenderungan ini melonjak terutama sejak dikucurkan dana pengembangan teknologi nano di saat launching National Nanotechnology Initiative (NNI), Amerika oleh presiden Bill Clinton tahun 2001, sebagai tanda bahwa teknologi nano telah menjadi program nasional di Amerika.

Hati-hati ada worm baru yang menyebar via Yahoo Messenger



Worm baru serang Yahoo Messenger. Worm tersebut menyerang khususnya untuk computer yang bersistem Windows, dengan sebuah pesan dan kata kunci berupa “Photo” atau “Photos”, juga satu icon dengan smile emoticon, plus link ke situs yang menyerupai Facebook, MySpace, atau situs jejaring social lainnya.

Worm tersebut menipu pengguna Yahoo Messenger dengan membujuk user untuk men-download foto dari teman, namun ternyata mengandung malware di dalamnya.

File foto yang telah di-download akan segera masuk ke semua kontak di YM. Worm akan menduplikasi dirinya ke %WinDir%infocard.exe, lalu ke list Windows Firewall, memodifikasi registry keys, dan mematikan Windows Update. Symantec mendeteksi malware tersebut dan memberi nama W32.Yimfoca, yang bisa terjadi di system Windows 98, Windows 95, Windows XP, Windows ME, Windows Vista, Windows NT, Windows Server 2003 dan Windows 2000.

Sementara itu, dari pihak Yahoo kini sedang bekerja untuk mengatasinya. Mereka merekomendasikan kepada pengguna Yahoo Messener, ketika menerima pesan instant yang mencurigakan, dimana di dalamnya mengandung link dari teman, maka harus dipastikan lebih dulu bahwa pesan itu legal, sebelum file di-download dari Yahoo Messenger.

Sekilas Mengenai OS Maemo [N900]

Setelah begitu lama Nokia phones dengan jajaran middle high phonesnya memakai system OS Symbian S60, maka akhirnya launching juga Nokia dengan system Maemo 5 (built 5, code name fremantle) yang mengusung konsep opensource/freeware, dengan base Linux.

OS ini cukup menarik dari segi design interface, pengadopsian widgets, dan juga integrasi VoIP/IM kedalam conversation (SMS) dan juga contacts.....

Mirip dengan design N97 pendahulunya yang masih memakai Symbian S60-5th edition, Maemo 5 ini berdimensi lebih leabr dengan ukuran layar 3,5' beresolusi 800x480 pixels wide dengan jenis LCD resistive active screen dan juga diperkuat dengan processor ARM Cortex-AB 600MHz dan 3D graphic accelerator yang sudah support OpenGL v2.0


terlihat tampilan interface maemo yang terbagi menjadi '4 desktop' dan dapat kita kostumasi sesuai dengan keinginan si pemilik.

Browser N900 ini diperkuat dengan dukungan flash 9.4 dan juga support multi page, dikembangkan oleh Mozilla, si pembuat firefox browser.
Ada 2 cara zoom di browser ini yaitu dengan 'double-tap' dan juga gesture bulatan.... putar searah jarum jam atau sebaliknya akan zoom in/out (jadi seperti gerakan engkol begitu) hehehe.. konsep menarik!

sebagaimana sudah mensupport flash, maka 'facebook' yang lagi booming dengan game2 menarik, sudah dapat dimainkan dengan sempurna di N900 ini, berikut contoh screenshot 'MafiaWars dan zygna Poker' di native browser N900.



Menarik bukan bermain disitu, tanpa harus memakai Opera Mini lagi (mana sekarang OpMin juga udah gak support, katanya lho...)

Mozilla juga mengeluarkan firefox mobile dengan codename 'fennec', salah satu versi nya untuk Maemo (N900) ini, berikut screenshotnya..


Browser ini sudah mensupport weave sync, artinya bila kita menggunakan firefox di komputer kita dan N900 itu, maka semua bookmark bisa secara otomatis ter sinkron antara PC dan HP kita....

--------
FIRMWARE update!
N900 sudah support push notification update untuk semua aplikasi yang terinstall di dalamnya, termasuk system (firmware maemo)
out of the box N900 saya memiliki v1.2009.42.11.003 dan tgl 11 Januari 2010 tadi mendapatkan push notification tentang f/w update ke v1.2009.44.1.003, langsung kita install OTA via N900 (22mb size)

Jam Tangan Ponsel Terlengkap & Termurah

Terlepas ini buatan mana, inilah jam tangal ponsel paling keren yang pernah kami temui. Penthouse Cell Phone Watch adalah jam tangan ponsel yang bisa menggunakan dua buah SIM (dual SIM, jaringan GSM) dan terdapat layar sentuh dengan ukuran 1,5 inch.



Jam tangan ponsel ini juga diklaim sebagai ponsel terkecil di dunia karena memang kita bisa melepaskannya dan digunakan sebagai ponsel dimana ukurannya hanya 47×55 mm saja. Kecil banget kan?? Di bagian samping, tersedia tombol angka dan juga tombol navigasi untuk memudahkan kita dalam mengakses menu yang ada di layarnya.

http://www.geeky-gadgets.com/wp-content/uploads/2008/10/mobile_phone_watch1.jpg

Kalau masih kurang, jam tangan ponsel ini juga dilengkapi dengan kamera walaupun hanya beresolusi VGA, merekam video format AVI (176×144, 5fps) sampai mendengar lagu. Media penyimpanan menggunakan kartu memori microSD dan diberikan gratis untuk kapasitas 1 GB sedangkan memori internal sebesar 506 KB.

http://www.slipperybrick.com/wp-content/uploads/2010/05/cellp.jpg

Untuk kelengkapannya, dengan harga hanya US$ 112,81 (sekitar Rp. 1 jutaan), di paket pembeliannya disediakan Bluetooth Handsfree, 2 buah baterai dan travel adapter. Pokoknya dengan harga segitu, inilah jam tangan ponsel termurah dan terlengkap yang pernah ada.

Friday, May 21, 2010

Gambaran pertumbuhan balita di posyandu desa

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan nasional pada hakekatnya adalah pembangunan manusia seutuhnya. Upaya membangun manusia seutuhnya harus dimulai sedini dan seawal mungkin, yakni sejak manusia itu masih berada dalam kandungan dan semasa balita. Pada pembangunan kesehatan sebagai bagian dari upaya membangun manusia seutuhnya, melakukan pembinaan kesehatan anak sejak dini melalui kegiatan kesehatan ibu dan anak. Pembinaan kesehatan ibu dalam perkawinan, semasa hamil hingga melahirkan, ditujukan untuk menghasilkan keturunan yang sehat dan berpotensi tangguh (Kaptiningsih, 1996). Derajat kesehatan anak yang tinggi akan menjamin proses tumbuh kembang anak secara optimal menuju generasi muda yang sehat sebagai sumber daya pembangunan (Ilyas, 1993). Adanya generasi muda yang sehat akan berpengaruh dalam cepat atau lambatnya kemajuan dan perkembangan bangsa Indonesia. Masa balita merupakan periode penting dalam tumbuh kembang anak karena pertumbuhan dan perkembangan pada masa balita akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak Selanjutnya (Soetjiningsih, 1998).
Penilaian tumbuh kembang perlu dilakukan untuk menentukan apakah tumbuh kembang anak berjalan normal atau tidak. Anak yang sehat akan menunjukkan tumbuh kembang yang optimal. Pada tahun pertama kehidupan merupakan “masa atau tahun-tahun keemasan dan dengan demikian sudah selayaknya dimanfaatkan secara maksimal, ia memberikan peluang untuk optimalisasi tumbuh kembang serta memberi peluang untuk memperbaiki kerusakkan yang terjadi sebelumnya.” Masa balita merupakan periode terpenting dalam tumbuh kembang anak. Pada masa ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnyas (Soetjiningsih , 1998).
Pemeliharaan orang tua yang memadai merupakan hal yang menunjang bagi peningkatan kualitas pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita. Tetapi pemeliharaan yang kurang memadai dapat mengakibatkan gagal tumbuh, anak merasa kehilangan kasih sayang, gangguan kejiwaan dan keterlambatan perkembangan (Soetjiningsih, 1998).
Pertumbuhan anak akan berjalan normal atau tidak dapat dinilai dengan menggunakan suatu alat pemantau. Penilaian pertumbuhan yang umum digunakan di Indonesia adalah Kartu Menuju Sehat (KMS) terdapat dalam Baku Harvard, dan keadaan gizi digolongkan berdasarkan klasifikasi Gonez yang dimodifikasi pada seminar antropometri di Jakarta 1975. Oleh karena buku Harvard secara internasional mulai berkurang penggunaannya, maka seminar antropometri di Ciloto 1991 merekomendasikan untuk mempergunakan mengganti buku Harvard (Soetjiningsih, 1998). Demikian pula menurut World Health Organization (WHO) yang dikutip oleh Markum (1991), bentuk pemantauan kesehatan anak dengan menilai status pertumbuhan fisiknya menggunakan pertumbuhan yang mengacu pada buku Nasional Center For Health Statistics (NCHS).
Suatu kondisi yang dapat menghambat dalam melaksanakan penilaian pertumbuhan adalah adanya pemantauan yang tidak dilakukan secara menyeluruh. Pemantuauan yang tidak menyeluruh dapat berakibat tidak terdeteksi sejak dini maka pertumbuhan selajutnya akan terganggu.
Berdasarkan dari data laporan Puskesmas Labuhan Maringgai bulan Januari yang dilakukan peneliti jumlah balita yang ada di Desa Muara Gading Mas sebanyak 383 anak balita dan yang aktif datang ke posyandu sekitar 53 (13,83%) anak balita yang masuk dalam katagori malnutrisi berdasarkan berat badan dan tinggi badan sebanyak 20 (5,2%) anak balita (Puskesmas Labuhan Maringgai, 2006) dengan keadaan ini dapat diketahui sejauh mana proses pertumbuhan anak berlangsung, apakah berjalan normal atau tidak. Berdasarkan pemantauan pertumbuhan balita perlu dilengkapi. Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Gambaran Pertumbuhan Balita di Posyandu Desa Muara Gading Mas Wilayah Kerja Puskesmas Labuhan Maringgai.”

B. Rumusan Masalah
Atas dasar permasalahan yang diuraikan di latar belakang, dapat dibuat rumusan masalah penelitian sebagai berikut :
Bagaimana gambaran pertumbuhan balita di Posyandu Desa Muara Gading Mas Wilayah Kerja Puskesmas Labuhan Maringgai?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pertumbuhan balita di posyandu Desa Muara Gading Mas.
2. Tujuan Khusus
Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk :
a. Diketahuinya gambaran pertumbuhan berdasarkan berat badan terhadap umur.
b. Diketahuinya gambaran pertumbuhan berdasarkan tinggi badan terhadap umur
c. Diketahuinya gambaran pertumbuhan berdasarkan lingkar kepala terhadap umur
d. Diketahuinya gambaran petumbhan berdasarkan lingkar lengan atas terhadap umur

D. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti membatasi ruang lingkup yang diteliti adalah sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Subyek Penelitian : Balita di posyandu Desa Muara Gading Mas
3. Objek Peneltian : Pertumbuhan balita yang meliputi berat badan, tinggi badan, lingkar kepala dan lingkar lengan atas
4. Lokasi Penelitian : Posyandu Desa Muara Gading Mas Wilayah Kerja Puskesmas Labuhan Maringgai
5. Waktu Penelitian : Penelitian dilakukan setelah seminar proposal disetujui

E. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :
1. Bagi Kader
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang pertumbuhan balita bagi kader-kader posyandu
2. Bagi Orang Tua
Memberi masukan kepada para orang tua agar memberikan perhatian khusus dan tindakan agar tercapainya pertumbuhan yang optimal pada balita
3. Bagi Bidan
Dapat melakukan deteksi dini bagi anak yang mempunyai keterlambatan atau kelainan dalam pertumbuhan.
4. Bagi Penelitian
Sebagai referensi penelitian ke depan dan sebagai bahan perbandingan untuk penelitian berikutnya.

Gambaran persyaratan minimal fasilitas pelayanan AKDR diwilayah kerja puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Paradigma baru program Keluarga Berencana Nasional telah diubah visinya dari mewujudkan NKKBS menjadi visi untuk mewujudkan “Keluarga Berkualitas Tahun 2015”. Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan kedepan, bertanggungjawab, harmonis dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam paradigma baru program Keluarga Berencana ini, misinya sangat menekankan pentingnya upaya menghormati hak-hak reproduksi, sebagai upaya integral dalam meningkatkan kualitas keluarga.
Berdasarkan visi dan misi tersebut, program Keluarga Berencana Nasional mempunyai kontribusi penting dalam upaya meningkatkan kualitas penduduk. Salah satu pesan kunci dalam rencana Strategi Nasional Making Prefnancy Safer (MPS) di Indonesia 2001-2010 adalah bahwa setiap kehamilan harus merupakan kehamilan yang di inginkan. Untuk mewujudkan pesan kunci tersebut, Keluarga Berencana merupakan upaya pelayanan kesehatan preventif yang paling dasar dan utama. (Saifuddin, 2003 : 03).
Gerakan KB sekarang ini sedang berusaha meningkatkan mutu para pelaksana, pengelola dan peserta KB disemua lapangan, terutama adalah jajaran lapangan di pedesaan, baik di kota maupun di desa. Untuk itu petugas klinik terutama dokter, bidan dan para penyuluh dari segala organisasi masyarakat yang terjun sebagai ujung tombak gerakan KB harus terlebih dahulu menguasai materi untuk mendukung gerakan KB. (Hartanto, 2002 : 9).
Pencegahan kematian dan kesakitan ibu merupakan alasan utama diperlukannya pelayanan-pelayanan Keluarga Berencana. Banyak perempuan mengalami kesulitan didalam menentukan pilihan jenis kontrasepsi. Hal ini tidak hanya karena terbatasnya metode yang tersedia, tetapi juga oleh ketidaktahuan mereka tentang persyaratan dan keamanan metode kontrasepsi tersebut. Berbagai faktor harus dipertimbangkan, termasuk status kesehatan, efek samping potensial, konsekuensi kegagalan atau kehamilan yang tidak diinginkan, besar keluarga yang direncanakan, persetujuan pasangan, bahkan norma budaya lingkungan dan orang tua.
Masyarakat internasional Keluarga Berencana, termasuk pengelola pelayanan, manager program, pembuat kebijakan dan lembaga penyandang dana menyadari bahwa ketersediaan dan penerimaan metode kontrasepsi hanya merupakan sebagian dari kondisi yang kondusif bagi penggunaan metode kontrasepsi. Masyarakat saat ini lebih menitikberatkan pada strategi agar pelayanan lebih mudah diperoleh dan diterima oleh berbagai kelompok masyarakat dengan tujuan utama pemberian pelayanan didasarkan pada mutu yang baik. (Saifuddin, 2003 : 04).
Puskesmas Negara Ratu, Kecamatan, Sungkai Utara membawahi wilayah kerja 12 desa. Dengan kepala Puskesmas Dokter Umum, mempunyai bidan 8 orang dengan latar belakang pendidikan bidan A 3 orang dan bidan C 5 orang. Data akseptor KB, di Puskesmas Negara Ratu tahun 2004 seperti pada tabel.
Tabel 1. Jumlah Akseptor KB Berdasarkan Pemakaian Metode Kontrasepsi Di Puskesmas Negara Ratu Periode Januari – April 2004
No Metode Kontrasepsi Klinik KB Dokter Praktek Bidan Praktek swasta Jumlah Pasien
1
2
3
4
5
6
7 IUD
MOP
MOW
Implan/Implanon
Suntikan
PIL
Kondom 0
0
0
3
21
9
9 0
0
0
0
7
0
0 5
0
0
5
111
25
16 5


8
135
34
25 1,37%
0
0
3,79%
65,88%
16,12%
16,84%
Jumlah 42 7 162 211 100%
Sumber : Data Laporan Bulanan Klinik KB Puskesmas Negara Ratu Periode Januari – April 2004
Hasil pra survey yang penulis lakukan di Puskesmas Negara Ratu didapatkan bahwa belum ada penelitian persyaratan minimal fasilitas pelayanan Keluarga Berencana. Dari uraian diatas maka penulis tertarik untuk mengetahui persyaratan minimal fasilitas pelayanan AKDR di wilayah kerja Puskesmas Negara Ratu, Kecamatan Sungkai Utara Kabupaten Lampung Utara.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana persyaratan minimal fasilitas pelayanan AKDR di Puskesmas Negara Ratu, Kecamatan Sungkai Utara Kabupaten Lampung Utara” ?

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mebatasi ruang lingkup penelitian dengan :
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Subyek penelitian : Semua tempat pelayanan AKDR diwilayah kerja
Puskesmas Negara Ratu
3. Obyek Penelitian : Persyaratan minimal fasilitas pelayanan AKDR
4. Lokasi Penelitian : Di wilayah kerja Puskesmas Negara Ratu.
5. Waktu Penelitian : 10 Mei – 26 Mei 2004..

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umun
Untuk mengetahui gambaran tentang persyaratan minimal fasilitas pelayanan AKDR di wilayah kerja Puskesmas Negara Ratu.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya persyaratan minimal fasilitas pelayanan AKDR ditinjau dari tenaga.
b. Diketahuinya persyaratan minimal fasilitas pelayanan AKDR ditinjau dari prasarana dan sarana.
c. Diketahuinya persyaratan minimal fasilitas pelayanan AKDR ditinjau dari sistem rujukan.
d. Diketahuinya persyaratan minimal fasilitas pelayanan AKDR ditinjau dari pencatatan pelaporan

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi tempat pelayanan AKDR sebagai bahan evaluasi bagi Puskesmas Negara Ratu Kecamatan Sungkai Utara dalam memberikan fasilitas pelayanan AKDR.
2. Bagi peneliti, untuk mendapatkan gambaran tentang persyaratan minimal fasilitas pelayanan AKDR di Puskesmas Negara Ratu.
3. Bagi instansi pendidikan khususnya Program Studi Kebidanan Metro, sebagai referensi untuk penelitian lebih lanjut khususnya dalam peningkatan dan masukan kegiatan penelitian.

Gambaran perilaku ibu menyusui tentang pemberian ASI pada satu hari pertama di RB

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada usia 0-1 tahun mempunyai arti yang penting, terutama pemenuhan kebutuhan gizi dan zat-zat pembentuk kekebalan tubuh terhadap berbagai penyakit (Dinkes Propinsi Lampung, 2006). Dengan memberikan ASI, dapat meningkatkan jalinan kasih antara ibu dan bayi (perasaan hangat dan nyaman bagi ibu dan bayi). ASI mengandung zat makanan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bayi yang tidak mungkin dibuat oleh manusia (Roesli, 2000).
ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi, tidak dapat diganti dengan makanan lainnya dan tidak ada satu pun makanan yang dapat menyamai ASI baik dalam kandungan gizinya, enzim, hormon, maupun kandungan zat imunologik dan antiinfeksi.
Rendahnya pengetahuan ibu mengenai manfaat ASI pada satu hari pertama bayak ibu-ibu tidak memberikan ASI pada satu hari pertama kepada bayinya, karena ASI pada satu hari pertama merupakan ASI yang kotor (karena warnanya kekuningan), jika diberikan kepada bayi maka bayi menjadi tidak sehat dan sering sakit-sakitan (Hapsari, 2000).
Bayi yang diberi ASI, Terlindungi dari penyakit, terlindungi dari reaksi alergi, asma, eksem dan lain-lain, dapat mencegah kuman penyakit masuk ke dalam tubuh, membuat bayi lebih cerdas dikemudian hari. Mencegah bakteri penyebab panyakit lainnya untuk bertumbuh dalam saluran percernaan dan karena itu mencegah diare dan mencegah pertumbuhan kuman penyakit (Savitri, 2006). Bayi yang tidak diberi ASI dua kali lebih sering sakit dibandingkan bayi yang diberi Air Susu Ibu (ASI), kemungkinan dirawat di rumah sakit karena infeksi bekteri hampir empat kali lebih sering dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI, juga lebih sering menderita penyakit muntaber, kematian bayi yang mendadak, penyakit hati dan penderitaan-penderitaan lain seperti kurang gizi dan busung lapar (Roesli, 2000).
Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002, hanya 3,7% bayi yang memperoleh ASI pada hari pertama. Hasil susenas 2003 yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) menyajikan informasi mengenai persentase anak usia 2-4 tahun yang disusui selama 0 bulan adalah 0,23%. Untuk Propinsi Lampung adalah 0,61%.
Di Kabupaten Lampung Tengah balita yang mendapatkan ASI menurut lamanya disusui adalah 13.6% selama lebih dari 25 bulan (Dinkes, 2006). Berdaarkan hasil perhitungan data, persentase bayi 0-6 bulan yang menerima Air Susu Ibu ASI eksklusif diwilayah punggur dengan jumlah bayi 790 jiwa, tetapi yang diberikan ASI eksklusif adalah 39 bayi dengan persentase 4,94% (Dinkes Lampung Tengah, 2006).
Berdasarkan data pada waktu melakukan prasurvei di RB Kasih Ibu Punggur Lampung Tengah bulan April sampai 5 Mei 2007 jumlah bayi adalah 12 orang. Tetapi jumlah bayi dari 12 orang yang diberikan ASI pada satu hari pertama adalah 4 orang. Berdasarkan data uraian tersebut, pemberian ASI pada satu hari pertama masih rendah. Karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang perilaku ibu menyusui tentang pemberian ASI pada satu hari pertama.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, penulis membuat rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu “Bagaimana gambaran perilaku ibu menyusui tentang pemberian ASI pada satu hari pertama di RB Kasih Ibu Punggur Lampung Tengah?”

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian dengan :
1. Jenis Penelitian : Deskritif
2. Objek Penelitian : Perilaku ibu menyusui tentang pemberian ASI di RB Kasih Ibu Punggur
3. Subjek Penelitian : Ibu menyusui pada satu hari pertama melahirkan di RB Kasih Ibu Punggur
4. Lokasi Penelitian : RB Kasih Ibu Punggur
5. Waktu Penelitian : Mei-Juni 2007

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran perilaku ibu menyusui tentang pemberian ASI pada satu hari pertama di RB Kasih Ibu Punggur pada bulan Mei-Juni 2007.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran perilaku tentang persiapan ibu memberikan Air Susu Ibu (ASI) pada satu hari pertama di RB Kasih Ibu Punggur.
b. Mengetahui gambaran perilaku tentang langkah memberikan Air Susu Ibu (ASI) pada satu hari pertama di RB Kasih Ibu Punggur.
c. Mengetahui gambaran perilaku tentang cara ibu memberikan Air Susu Ibu (ASI) pada satu hari petama di RB Kasih Ibu Punggur.
d. Mengetahui gambaran perilaku tentang lamanya ibu memberikan Air Susu Ibu (ASI) pada satu hari petama di RB Kasih Ibu Punggur.
e. Mengetahui gambaran perilaku tentang tehknik ibu memberikan Air Susu Ibu (ASI) pada satu hari petama di RB Kasih Ibu Punggur.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis, mendapat gambaran tentang perilaku ibu menyusui pada satu hari pertama di RB Kasih Ibu Punggur.
2. Bagi pendidikan, memberikan masukan untuk kegiatan penelitian berikutnya serta menambah wawasan khususnya program studi kebidanan Metro.
3. Bagi ibu menyusui, sebagai informasi dalam menambah pengetahuan tentang perilaku, persiapan menyusui, langkah menyusui, cara menyusui, lama menyusui, tehknik menyusui khususnya ASI pada satu hari pertama.
4. Bagi lokasi penelitian, memberikan masukkan pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA.

Gambaran perilaku hidup bersih dan sehat dalam rumah tangga di kelurahan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku, melalui pendekatan pimpinan (Advocacy), Bina suasana (Social support) dan pemberdayaan masyarakat (Empowerment). Sebagai suatu upaya untuk membantu masyarakat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri, dalam tatanan rumah tangga, agar dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dalam rangka menjaga memelihara dan meningkatkan kesehatannya. (Dinkes Lampung, 2002:3)
PHBS yang baik dapat memberikan dampak yang bermakna terhadap kesehatan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam peningkatan derajat kesehatan, status pola gizi dan pemanfaatan sarana kesehatan lingkungan agar tercapai derajat kesehatan yang optimal (Dinkes Lampung, 2002: 3). Masalah kesehatan lingkungan merupakan salah satu dari akibat masih rendahnya tingkat pendidikan penduduk, masih terikat eratnya masyarakat Indonesia dengan adat istiadat kebiasaan, kepercayaan dan lain sebagainya yang tidak sejalan dengan konsep kesehatan (Azwar, 1981: 20). Menurut pusat promosi kesehatan, PHBS dapat mencegah terjadinya penyakit dan melindungi diri dari ancaman penyakit. Dampak Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang tidak baik dapat menimbulkan suatu penyakit diantaranya adalah mencret, muntaber, desentri, typus, dan DBD (Dinkes Metro, 2005:30-31).
Standar pelayanan minimal target PHBS rumah tangga nasional tahun 2008 adalah sebesar 51% yang terdiri dari: Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, menimbang bayi dan balita setiap bulan, indikator menggunakan air bersih, mencuci tangan dengan air dan sabun, menggunakan jamban sehat, pemberantasan jentik di rumah, makan sayur dan buah setiap hari, melakukan aktivitas fisik setiap hari, tidak merokok di dalam rumah. Memberi bayi ASI secara eksklusif. Dari data hasil survey PHBS Kota Metro tahun 2007 yaitu, bayi yang belum mendapatkan ASI eksklusif sebesar 40%, yang persalinannya tidak di tolong oleh tenaga kesehatan adalah sebesar 10%, yang masih merokok sebesar 10%, yang masih tidak menggunakan air bersih sebesar 10%, yang jambannya masih belum memenuhi syarat kesehatan sebesar 10% (Dinkes, 2007:9).
Hasil survey PHBS tahun 2007 diketahui program yang ada hubungannya dengan program PHBS di Kelurahan Rejomulyo adalah sebagai berikut: yang masih merokok di dalam rumah sebesar 86,5 %, yang tidak melakukan aktivitas fisik sebesar 19, 8% yang tidak makan sayur dan buah sebesar 8,7 % jamban yang belum memenuhi syarat kesehatan sebesar 15, 5%, masih terdapat air yang tidak bersih sebesar 22,2%. Walaupun dari data survey telah diketahui ternyata PHBS rumah tangga sudah melebihi target nasional, namun masih ada sebagian PHBS yang belum jalan. Hal ini dapat dilihat dari data tersebut di atas.
Penyebab yang mempengaruhi PHBS adalah faktor perilaku dan non perilaku fisik, sosial ekonomi dan sebagainya, oleh sebab itu penanggulangan masalah kesehatan masyarakat juga dapat ditujukan pada kedua faktor utama tersebut (Notoatmodjo, 2005: 25 – 26) banyak hal yang menjadi penyebab PHBS menurun yaitu selain faktor teknis juga faktor-faktor geografi, ekonomi dan sosial (Depkes RI, 2003:1)
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang gambaran Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dalam rumah tangga di Kelurahan Rejo Mulyo Metro Selatan.

B. Rumusan Masalah
PHBS di Kelurahan Rejomulyo sebagian masih belum sesuai dengan standar, yaitu: yang masih merokok di dalam rumah sebesar 86,5 %, yang tidak melakukan aktivitas fisik sebesar 19, 8% yang tidak makan sayur dan buah sebesar 8,7 % jamban yang belum memenuhi syarat kesehatan sebesar 15, 5%, masih terdapat air yang tidak bersih sebesar 22,2%. Oleh karena itu dapat dirumuskan masalah sebagai berikut “Bagaimana Gambaran Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dalam rumah tangga di Kelurahan Rejo Mulyo, Metro Selatan?”

C. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian antara lain:
1. Lokasi dan waktu penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Rejomulyo Metro Selatan pada tanggal 10 – 15 Juni 2008.
2. Variabel penelitian yang diteliti adalah variabel terikat yaitu perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
3. Jenis penelitian adalah studi deskriptif.
4. Subyek penelitian ini adalah ibu dan kepala keluarga. Sedangkan obyek penelitian ini adalah 10 indikator PHBS dalam rumah tangga.

D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan:
1. Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku hidup bersih dan sehat dalam rumah tangga di Kelurahan Rejomulyo, Metro Selatan Kota Metro bulan Mei 2008
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini :
a. Untuk mengetahui gambaran PHBS dalam rumah tangga berdasarkan indikator penolong persalinan.
b. Untuk mengetahui gambaran PHBS dalam rumah tangga berdasarkan indikator pemberian ASI eksklusif.
c. Untuk mengetahui gambaran PHBS dalam rumah tangga berdasarkan indikator penimbangan bayi dan balita.
d. Untuk mengetahui gambaran PHBS dalam rumah tangga berdasarkan indikator penggunaan air bersih.
e. Untuk mengetahui gambaran PHBS dalam rumah tangga berdasarkan indikator mencuci tangan.
f. Untuk mengetahui gambaran PHBS dalam rumah tangga berdasarkan indikator penggunaan jamban.
g. Untuk mengetahui gambaran PHBS dalam rumah tangga berdasarkan indikator pemberantasan jentik nyamuk.
h. Untuk mengetahui gambaran PHBS dalam rumah tangga berdasarkan indikator konsumsi sayur dan buah setiap hari.
i. Untuk mengetahui gambaran PHBS dalam rumah tangga berdasarkan indikator aktivitas fisik setiap hari
j. Untuk mengetahui gambaran PHBS dalam rumah tangga berdasarkan indikator tidak merokok dalam rumah.

E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat:
1. Sebagai bahan atau gambaran informasi dan evaluasi tentang perkembangan perilaku hidup bersih dan sehat di Kelurahan Rejomulyo Metro Selatan bagi peneliti.
2. Sebagai bahan untuk evaluasi dalam meningkatkan program PHBS bagi Puskesmas dan Instansi terkait.
3. Sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan tentang program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) bagi Institusi Prodi Kebidanan Metro.
4. Sebagai bahan perbandingan dan masukan untuk melakukan penelitian selanjutnya tentang perilaku hidup bersih dan sehat bagi peneliti lainnya.

Gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu di kampung ….. wilayah kerja puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keberhasilan suatu bangsa tergantung pada keberhasilan pembangunan manusianya. Tentang pembangunan yang akan datang memerlukan peningkatan mutu manusia masa depan yang semakin tangguh (DepKes RI, 1987). Keberhasilan pembangunan dibidang kesehatan tergantung pada keberhasilan dalam membina masyarakat agar mampu untuk memecahkan masalah yang dihadapinya dalam bentuk peran serta luas. Maka yang perlu dilakukan adalah mengembangkan pengertian kesadaran, kemampuan dan prakarsa masyarakat. Dalam arti masyarakat berperan serta aktif dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan kesehatan (Departemen Kesehatan RI, 2000).
Pembangunan dibidang kesehatan ini lebih diarahkan pada upaya dalam menurunkan angka kematian bayi, anak balita dan angka kelahiran. Sesuai dengan tujuan pembangunan kesehatan yaitu “Meningkatkan kesadaran, kemauan, kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal”. (Undang-undang no.23 tahun 1992 tentang kesehatan). Secara operasional, ditingkat desa/kelurahan, upaya untuk menurunkan angka kematian bayi, balita dan angka kelahiran terutama dilakukan melalui Posyandu.
Posyandu merupakan kegiatan oleh dan untuk masyarakat, akan menimbulkan komitmen masyarakat, terutama para ibu, dalam menjaga kelestarian hidup serta tumbuh kembang anak. Posyandu juga merupakan suatu forum komunikasi, ahli teknologi dan pelayanan kesehatan masyarakat oleh dan untuk masyarakat yang mempunyai nilai strategis untuk mengembangkan sumber daya manusia sejak dini (DepKes RI, 1994). Posyandu diselenggarakan untuk kepentingan masyarakat, sehingga masyarakat sendiri yang aktif membentuk, menyelenggarakan dan memanfaatkan posyandu sebaik-baiknya atau dengan kata lain peran serta masyarakat sangat diperlukan dalam pemanfaatan posyandu. Dalam upaya pelayanan posyandu tidak dapat dicapai hanya lewat usaha kesehatan saja. Tetapi harus disertai upaya bidang lain : ekonomi, pendidikan, sosial dan sebagainya. Untuk mencapainya diperlukan usaha bersama dengan seluruh lapisan masyarakat dan tanggung jawab bidang kesehatan juga memerlukan keikutsertaan masyarakat (DepKes RI, 1984).
Upaya meningkatkan peran serta masyarakat antara lain melalui sistem pengkaderan dengan pelatihan, penyuluhan, dan bimbingan untuk menumbuhkan sikap mandiri sehingga mampu menggali dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia serta menumbuhkan dan memecahkan masalah yang dihadapi guna mencapai pelayanan yang optimal. Untuk itu diperlukan kader kesehatan yang baik, yang dapat menyumbangkan tenaga dan pikirannya untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Petugas kesehatan hanya mengawasi dan membantu upaya yang bukan wewenang kader posyandu. Pada kenyataannya dalam setiap pelaksanaan kegiatan posyandu peran petugas kesehatan dan bidan lebih menonjol.
Posyandu diwilayah kerja Puskesmas Seputih Raman sebanyak 66 posyandu dengan jumlah kader 330 orang kader (Puskesmas Seputih Raman, 2005). Berdasarkan studi pendahuluan diperoleh data, di Kampung Rama Oetama terdiri dari 6 posyandu dengan jumlah kader 30 orang. Masing-masing posyandu memiliki 5 orang kader. Dari ke-30 orang kader posyandu tersebut, hanya 20 orang (66,67%) saja yang aktif dan 10 orang kader (33,33%) yang tidak aktif. Penyuluhan yang seharusnya dilakukan oleh kader, ternyata dilaksanakan oleh bidan. Berdasarkan latar belakang maka penulis memilih judul penelitian tentang peran serta kader dalam kegiatan program posyandu di wilayah kerja Puskesmas Seputih Raman.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka penulis merumuskan masalah penelitiannya sebagai berikut : “Bagaimanakah gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu di Kampung Rama Oetama ?”

C. Ruang Lingkup Penelitian
Adapun yang menjadi ruang lingkup dari penelitian tentang gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu adalah :
1. Sifat Penelitian : Deskriptif
2. Subjek Penelitian : Kader posyandu di Kampung Rama Oetama
3. Objek Penelitian : Peran serta kader dalam kegiatan posyandu di Kampung Rama Oetama
4. Lokasi Penelitian : Posyandu di Kampung Rama Oetama yang terdiri dari 6 posyandu
5. Waktu Penelitian : Mei – Juni 2007
D. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu di Kampung Rama Oetama.
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :
1) Untuk mengetahui gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu karena kesadaran
2) Untuk mengetahui gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu karena imbalan
3) Untuk mengetahui gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu karena paksaan

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Untuk menerapkan ilmu pengetahuan tentang metodologi penelitian dalam penelitian tentang gambaran peran serta kader dalam kegiatan posyandu
2. Bagi Posyandu di Kampung Rama Oetama
Sebagai bahan evaluasi tentang peran serta kader dalam kegiatan posyandu di Kampung Rama Oetama.
3. Bagi Pengembangan Ilmu
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan bacaan di perpustakaan dan sebagai referensi dalam penelitian selanjutnya yang sejenis.

Gambaran pengetahuan tenaga kesehatan tentang papsmear di puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia diarahkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat seoptimal mungkin. Hal ini mengingat derajat kesehatan merupakan salah satu unsur penting dalam meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas guna menghadapi tantangan dimasa yang akan datang.
Pelayanan kebidanan yang semula berfokus pada pelayanan kuratif dan rehabilitatif secara berangsur – angsur dialihkan ke pelayanan promotif dan preventif. Pandangan ini sejalan dengan perubahan paradigma bidang kesehatan yaitu dari paradigma sakit menjadi paradigma sehat. Pergeseran fokus pelayanan dan perubahan paradigma kesehatan tersebut mengisyaratkan pentingnya melaksanakan upaya promotif dan preventif di berbagai tingkatan, termasuk di tingkat lapisan masyarakat. Dewasa ini ada beberapa penyakit seperti kanker servik, kanker ovarium, kanker uterus dan kanker payudara yang dapat dihindari atau dikurangi dengan meningkatkan upaya preventif.
Kanker servik merupakan penyakit peganasan yang menimbulkan masalah dalam kesehatan kaum wanita terutama di negara berkembang, termasuk di Indonesia. Menurut laporan sentra patologi di Indonesia kanker serviks menempati urutan pertama dari penyakit keganasan yang ada pada wanita (Tambunan, 1993).
Menurut Harahap (1997) dilaporkan bahwa 2% dari penduduk yang berusia 40 tahun atau lebih ternyata menderita karsinoma ini. Sebab langsung dari kanker servik belum diketahui, namun ada banyak faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya kanker serviks diantaranya hubungan sex pada usia muda, berganti – ganti pasangan sexual defisiensi zat gizi, rokok dan lain – lain, walaupun kanker servik merupakan tumor ganas yang sering ditemukan terapi mortalitas kanker ini turun 70% selama 40 tahun terakhir, karena kematian terjadi pada sebagian besar penderita yang datang berobat sudah dalam stadium lanjut. Dengan ditemukannya kanker ini pada stadium dini yang segera disertai pengobatan secara tepat kemungkinan penyakit ini dapat disembuhkan dengan sempurna hampir 100%. Salah satu cara untuk menemukan kanker servik dalam stadium dini adalah dengan papsmear.
Di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek pasien papsmear ada sebanyak 256 pasien, yang menderita kanker servik uteri pada tahun 2003 sebanyak 44 penderita. Diantara 44 penderita tersebut 6 orang meninggal pada bulan Januari – Desember 2003. (Dok RSAM, 2003).
Berdasarkan hasil prasurvey di Puskesmas Tanjung Bintang Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan didapat data belum ada tenaga kesehatan di Puskesmas tersebut yang memeriksakan papsmear, sementara tenaga kesehatan tersebut adalah sebagai contoh masyarakat.
Untuk itulah penulis tertarik ingin meneliti tentang pengetahuan papsmear yang dimiliki oleh tenaga kesehatan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka penulis merumuskan “Bagaimana gambaran pengetahuan tenaga kesehatan tentang papsmear di Puskesmas Tanjung Bintang Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan ?”.

C. Ruang Lingkup
Adapun yang menjadi ruang lingkup dari penelitian tentang pemeriksaan papsmear di Puskesmas Tanjung Bintang Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan adalah :
1. Sifat Penelitian : deskriptif
2. Subjek Penelitian :
Tenaga kesehatan di Puskesmas Tanjung Bintang Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan.
3. Objek Penelitian :
Pengetahuan tenaga kesehatan tentang papsmear di Puskesmas Tanjung Bintang Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan.
4. Lokasi Penelitian :
Puskesmas Tanjung Bintang Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan
5. Waktu Penelitian :
17 April sampai dengan 17 Juni 2004.

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Diperolehnya gambaran tentang pengetahuan tenaga kesehatan terhadap papsmear di Puskesmas Tanjung Bintang Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan.
2. Tujuan Khusus
a. Diperolehnya gambaran pengetahuan tenaga kesehatan tentang pengertian papsmear.
b. Diperolehnya gambaran pengetahuan tenaga kesehatan tentang tujuan papsmear
c. Diperolehnya gambaran pengetahuan tenaga kesehatan tentang manfaat papsmear
d. Diperolehnya gambaran pengetahuan tenaga kesehatan tentang indikasi papsmear
e. Diperolehnya gambaran pengetahuan tenaga kesehatan tentang tempat pelayanan pemeriksaan papsmear

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :
1. Untuk Puskesmas
a. Sebagai masukan tentang pemeriksaan papsmear di Puskesmas Tanjung Bintang Lampung Selatan.
b. Untuk mengevaluasi kinerja petugas dalam memberikan konseling tentang papsmear di Puskesmas Tanjung Bintang Lampung Selatan.
2. Untuk Institusi Pendidikan
Untuk dapat dijadikan acuan (referensi) bagi penelitian lebih lanjut. Sekaligus sebagai bahan atau sumber bacaan diperpustakaan institusi pendidikan
3. Untuk Penulis
Menambah wawasan dan pengetahuan penulis tentang papsmear dan merupakan persyaratan untuk menyelesaikan Program Pendidikan pada Diploma III Kebidanan di Politeknik Kesehatan Tanjung Karang Program Studi Kebidanan Metro.

Blog Archive