BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada Pelita VI pelayanan kesehatan dasar diutamakan pada kegiatan penurunan tingkat kematian bayi. Upaya penurunan tingkat kematian bayi ini diperioritaskan pada penanganan neonatal resiko tinggi dan pada bayi dengan berat lahir rendah (BBLR).
Pada tahun 2001 tercatat 11,9% bayi prematur di Amerika lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu, angka ini menunjukkan kenaikan 27% dari tahun 1981 yang sebagian dipacu oleh banyak kelahiran kembar. Kelahiran prematur merupakan penyebab nomor dua dari kematian bayi (Sinar Harapan on line, 2003).
Pada tahun 2002 bayi lahir hidup dengan BBLR secara nasional di Indonesia sebesar 13% dengan kisaran yang tertinggi terdapat di Jambi sebesar 8,33% dan terendah terdapat di propinsi Sulawesi Tenggara sebesar 27,51% (Profil Kesehatan Indonesia, 2002).
Pada tahun 2006 di propinsi Lampung bayi lahir hidup dengan BBLR sebanyak 2.210 kasus (46,52%) (Dinas Propinsi Lampung, 2005). Pada tahun 2006 di kota Metro cakupan BBLR yang terendah adalah sebesar 4,1% sehingga angka kematian BBLR dikota Metro tahun 2006 sebesar 102 kasus (15,6%) artinya setiap 100 kasus BBLR terjadi kematian BBLR sebanyak 16 kasus (Dinas Kesehatan Kota Metro, 2006).
Faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya BBLR yaitu faktor ibu, faktor janin dan faktor lain-lain, yaitu keadaan sosial ekonomi rendah, pekerjaan yang melelahkan dan kebiasaan merokok serta faktor yang tidak diketahui. Setiap tahun 10-15% bayi lahir prematur akan memiliki banyak masalah pasca lahir dengan demikian bayi prematur memerlukan perawatan yang lebih intensif dibandingkan bayi lahir normal atau cukup bulan, bayi prematur yang masa kandungannya 36-37 minggu mempunyai angka kematian 5 kali lebih tinggi dari bayi cukup bulan. Hal ini disebabkan banyak organ tubuh bayi yang belum berkembang sempurna sehingga banyak sekali gangguan yang terjadi didalamnya (Nakita Artikel PHP3 online, 2007). Maka akan mengakibatkan bayi beresiko mengalami infeksi bakteri, karena infeksi bakteri dapat menyebar dengan cepat dan menimbulkan kematian yang tinggi (Manuaba, 2000).
Perubahan suhu badan merupakan salah satu tanda terjadinya infeksi silang melalui para dokter, perawat, bidan dan petugas lainnya yang berhubungan dengan bayi prematur (Nakita PHP3 online, 2007). Infeksi ini terjadi sehubungan dengan terkontaminasinya bahan infus saat pencampuran obat, vitamin, susu, mineral dan lain-lain atau akibat kurang tindakan aseptik oleh perawat pada saat pemasangan kateter intravena. Komplikasi ini sebesar (1-5%) terjadi yang paling umum dan potensi serius berupa pneumotoraks, hidrotoraks, emboli, trombosit ataupun perforasi pembuluh darah akibat teknik pemasangan kateter intravena yang kurang terampil oleh tenaga kesehatan (Yushananta online, 2007). Jika bayi prematur ini mampu bertahan dan tidak meninggal masih banyak kemungkinan komplikasi jangka panjang yang terjadi seperti gangguan belajar, mental retardasi, maupun palpasi serebal (gaya hidup sehat online, 2007).
Berdasarkan pra survei yang dilakukan di ruang anak di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro, bulan Januari – Desember tahun 2006 terdapat 38 kasus prematur dengan angka kematian bayi prematur sebanyak 50% (19 kasus). Sedangkan untuk perbandingan di RB Santa Maria bulan Januari – Desember tahun 2006 terdapat bayi prematur sebanyak 214 kasus prematur dan meninggal sebanyak 49% (92 kasus).
Data tersebut menunjukkan angka kejadian kematian bayi prematur yang tinggi. Di Rumah Sakit Ahmad Yani Metro memiliki prosedur tetap (protap) yang menjadi pedoman petugas kesehatan atau bidan dalam melaksanakan tugasnya. Akan tetapi, masih ada petugas kesehatan atau bidan yang bekerja dalam melakukan penatalaksanaan pada bayi prematur tidak sesuai dengan prosedur yang ada. Berdasarkan prasurvey pada bulan April 2007 ditemukan tiga petugas dalam menangani asuhan kepada bayi prematur tidak memakai sarung tangan, masker, dan tidak mencuci tangan, serta pengaturan suhu pada inkubator tidak terkontrol dengan baik. Selain itu peralatan yang digunakan juga kurang lengkap.
Berdasarkan dengan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang penatalaksanaan perawatan bayi prematur diruang Anak RSU Ahmad Yani Metro.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut : Bagaimana penatalaksanaan perawatan bayi prematur di RSU Ahmad Yani Metro?
C. Ruang Lingkup Penelitian
Di dalam penelitian ini membatasi ruang lingkup penelitiannya sebagai berikut :
1. Jenis penelitian : Deskriptif
2. Objek penelitian : Penatalaksanaan perawatan bayi prematur
3. Subjek penelitian : Petugas kesehatan yang melakukan perawatan bayi prematur
4. Tempat penelitian : Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro
5. Waktu penelitian : Mei – Juni tahun 2007
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui penatalaksanaan perawatan bayi prematur di RSU A. Yani Metro tahun 2007.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran penatalaksanaan bayi prematur oleh petugas kesehatan ditinjau dari pengaturan suhu tubuh bayi prematur di dalam inkubator.
b. Diketahuinya gambaran penatalaksanaan bayi prematur oleh petugas kesehatan ditinjau dari pemberian nutrisi.
c. Diketahuinya gambaran penatalaksanaan bayi prematur oleh petugas kesehatan ditinjau dari pencegahan infeksi.
d. Diketahuinya gambaran penatalaksanaan bayi prematur oleh petugas kesehatan ditinjau dari pencegahan hipotermi.
E. Manfaat Penelitian
1. Institusi tempat penelitian atau rumah sakit
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi rumah sakit untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan khususnya pada bayi prematur.
2. Tenaga kesehatan
Setelah dilakukan penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan untuk peningkatan mutu dan kualitas pelayanan terhadap neonatus terutama masalah perawatan bayi prematur.
3. Institusi pendidikan akademi kesehatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai kajian tambahan dalam ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan perawatan bayi prematur untuk penelitian yang akan datang.
4. Peneliti sendiri
Menambah wawasan ilmu pengetahuan peneliti khususnya dalam melakukan perawatan bayi prematur.
Pada Pelita VI pelayanan kesehatan dasar diutamakan pada kegiatan penurunan tingkat kematian bayi. Upaya penurunan tingkat kematian bayi ini diperioritaskan pada penanganan neonatal resiko tinggi dan pada bayi dengan berat lahir rendah (BBLR).
Pada tahun 2001 tercatat 11,9% bayi prematur di Amerika lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu, angka ini menunjukkan kenaikan 27% dari tahun 1981 yang sebagian dipacu oleh banyak kelahiran kembar. Kelahiran prematur merupakan penyebab nomor dua dari kematian bayi (Sinar Harapan on line, 2003).
Pada tahun 2002 bayi lahir hidup dengan BBLR secara nasional di Indonesia sebesar 13% dengan kisaran yang tertinggi terdapat di Jambi sebesar 8,33% dan terendah terdapat di propinsi Sulawesi Tenggara sebesar 27,51% (Profil Kesehatan Indonesia, 2002).
Pada tahun 2006 di propinsi Lampung bayi lahir hidup dengan BBLR sebanyak 2.210 kasus (46,52%) (Dinas Propinsi Lampung, 2005). Pada tahun 2006 di kota Metro cakupan BBLR yang terendah adalah sebesar 4,1% sehingga angka kematian BBLR dikota Metro tahun 2006 sebesar 102 kasus (15,6%) artinya setiap 100 kasus BBLR terjadi kematian BBLR sebanyak 16 kasus (Dinas Kesehatan Kota Metro, 2006).
Faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya BBLR yaitu faktor ibu, faktor janin dan faktor lain-lain, yaitu keadaan sosial ekonomi rendah, pekerjaan yang melelahkan dan kebiasaan merokok serta faktor yang tidak diketahui. Setiap tahun 10-15% bayi lahir prematur akan memiliki banyak masalah pasca lahir dengan demikian bayi prematur memerlukan perawatan yang lebih intensif dibandingkan bayi lahir normal atau cukup bulan, bayi prematur yang masa kandungannya 36-37 minggu mempunyai angka kematian 5 kali lebih tinggi dari bayi cukup bulan. Hal ini disebabkan banyak organ tubuh bayi yang belum berkembang sempurna sehingga banyak sekali gangguan yang terjadi didalamnya (Nakita Artikel PHP3 online, 2007). Maka akan mengakibatkan bayi beresiko mengalami infeksi bakteri, karena infeksi bakteri dapat menyebar dengan cepat dan menimbulkan kematian yang tinggi (Manuaba, 2000).
Perubahan suhu badan merupakan salah satu tanda terjadinya infeksi silang melalui para dokter, perawat, bidan dan petugas lainnya yang berhubungan dengan bayi prematur (Nakita PHP3 online, 2007). Infeksi ini terjadi sehubungan dengan terkontaminasinya bahan infus saat pencampuran obat, vitamin, susu, mineral dan lain-lain atau akibat kurang tindakan aseptik oleh perawat pada saat pemasangan kateter intravena. Komplikasi ini sebesar (1-5%) terjadi yang paling umum dan potensi serius berupa pneumotoraks, hidrotoraks, emboli, trombosit ataupun perforasi pembuluh darah akibat teknik pemasangan kateter intravena yang kurang terampil oleh tenaga kesehatan (Yushananta online, 2007). Jika bayi prematur ini mampu bertahan dan tidak meninggal masih banyak kemungkinan komplikasi jangka panjang yang terjadi seperti gangguan belajar, mental retardasi, maupun palpasi serebal (gaya hidup sehat online, 2007).
Berdasarkan pra survei yang dilakukan di ruang anak di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro, bulan Januari – Desember tahun 2006 terdapat 38 kasus prematur dengan angka kematian bayi prematur sebanyak 50% (19 kasus). Sedangkan untuk perbandingan di RB Santa Maria bulan Januari – Desember tahun 2006 terdapat bayi prematur sebanyak 214 kasus prematur dan meninggal sebanyak 49% (92 kasus).
Data tersebut menunjukkan angka kejadian kematian bayi prematur yang tinggi. Di Rumah Sakit Ahmad Yani Metro memiliki prosedur tetap (protap) yang menjadi pedoman petugas kesehatan atau bidan dalam melaksanakan tugasnya. Akan tetapi, masih ada petugas kesehatan atau bidan yang bekerja dalam melakukan penatalaksanaan pada bayi prematur tidak sesuai dengan prosedur yang ada. Berdasarkan prasurvey pada bulan April 2007 ditemukan tiga petugas dalam menangani asuhan kepada bayi prematur tidak memakai sarung tangan, masker, dan tidak mencuci tangan, serta pengaturan suhu pada inkubator tidak terkontrol dengan baik. Selain itu peralatan yang digunakan juga kurang lengkap.
Berdasarkan dengan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang penatalaksanaan perawatan bayi prematur diruang Anak RSU Ahmad Yani Metro.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut : Bagaimana penatalaksanaan perawatan bayi prematur di RSU Ahmad Yani Metro?
C. Ruang Lingkup Penelitian
Di dalam penelitian ini membatasi ruang lingkup penelitiannya sebagai berikut :
1. Jenis penelitian : Deskriptif
2. Objek penelitian : Penatalaksanaan perawatan bayi prematur
3. Subjek penelitian : Petugas kesehatan yang melakukan perawatan bayi prematur
4. Tempat penelitian : Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro
5. Waktu penelitian : Mei – Juni tahun 2007
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui penatalaksanaan perawatan bayi prematur di RSU A. Yani Metro tahun 2007.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran penatalaksanaan bayi prematur oleh petugas kesehatan ditinjau dari pengaturan suhu tubuh bayi prematur di dalam inkubator.
b. Diketahuinya gambaran penatalaksanaan bayi prematur oleh petugas kesehatan ditinjau dari pemberian nutrisi.
c. Diketahuinya gambaran penatalaksanaan bayi prematur oleh petugas kesehatan ditinjau dari pencegahan infeksi.
d. Diketahuinya gambaran penatalaksanaan bayi prematur oleh petugas kesehatan ditinjau dari pencegahan hipotermi.
E. Manfaat Penelitian
1. Institusi tempat penelitian atau rumah sakit
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi rumah sakit untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan khususnya pada bayi prematur.
2. Tenaga kesehatan
Setelah dilakukan penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan untuk peningkatan mutu dan kualitas pelayanan terhadap neonatus terutama masalah perawatan bayi prematur.
3. Institusi pendidikan akademi kesehatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai kajian tambahan dalam ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan perawatan bayi prematur untuk penelitian yang akan datang.
4. Peneliti sendiri
Menambah wawasan ilmu pengetahuan peneliti khususnya dalam melakukan perawatan bayi prematur.