Wednesday, May 19, 2010

Karakteristik efek samping alat kontrasepsi suntik di desa

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penggunaan kontrasepsi hormonal sebagai salah satu alat kontrasepsi meningkat tajam menurut WHO. Dewasa ini hampir 380 juta pasangan menjalankan Keluarga Berencana dan 65 – 75 juta diantaranya terutama di Negara berkembang menggunakan kontrasepsi hormonal. Seperti kontrasepsi oral suntik dan implan kontrasepsi hormonal yang digunakan dapat memiliki pengaruh positif ataupun negatif terhadap berbagai organ wanita baik organ genetalia maupun non genetalia (Prawiroharjo, 2002).
Pendidikan mendorong masyarakat untuk menyadari bahwa pengendalian susunan dan jumlah keturunan, dapat meningkatkan kesejahteraan sehingga lebih mampu menumbuhkan kualitas sumber daya manusia secara nasional untuk dapat mengendalikan pertumbuhan penduduk diperlukan keikutsertaan masyarakat. sekitar 80 – 85% PUS dan keikutsertaannya sekitar 75% pasangan PUS mencapai pertumbuhan penduduk sekitar 1% pertahun. Disadari bahwa pengendalian pertumbuhan penduduk tidak mungkin dapat dilakukan. Bila tidak ditunjang oleh pelaksanaan APM (Abortus Provokatus Meditinalis) dengan indikasi sosial dalam gerakan Keluarga Berencana dicanangkan cegah metodeefektif berkisar 75-80% termasuk 15 – 20% metode kontra kontra sepsi mantap (Manuaba, 2001).
Secara nasional pencapaian peserta Keluarga Berencana aktif sampai dengan Agustus 2001 sebanyak 26.792.374 peserta. Peserta dilihat menurut kontrasepsinya maka suntikan mencapai presentasi tertinggi yaitu 34,66% atau 9.287.147 peserta, pil 28,18% atau 7.551.015 peserta, IUD 20 % atau 5.360.522 peserta, implant 10,12% atau 2,712.065 peserta, medis operasi 5,77% atau 1,547.994 peserta, kondom dan obat vaginal 1,24% atau 333.629 peserta (BKKBN, 2002).
Pelayanan kontrasepsi merupakan salah satu komponen dalam pelayanan Keluarga Berencana (KB) diharapkan sebanyak-banyaknya pasangan usia subur (PUS) di Indonesia akan mengikuti gerakan Keluarga Berencana (KB) secara dini dan lestari semua jenis metode kontrasepsi telah tersedia di seluruh tempat pelayaan kesehatan dan sangat mudah dijangkau oleh masyarakat, kecuali metode, kontrasepsi mantap yang memerlukan tindakan operasi (BKKBN, 2002).
Berdasarkan data prasurvey desa Rejosari Kecamatan Kota Bumi Kabupaten Lampung Utara didapatkan data akseptor Keluarga Berencana dengan jumlah 321 orang diperoleh tahun 2004.
Tabel 1. Data Akseptor Keluarga Berencana Tahun 2004
No Akseptor Jumlah Prosentase
1 Pil 63 19,6
2 Suntik 99 30,8
3 Kondom 15 4,7
4 IUD 65 20,2
5 Implant 58 18,1
6 MOW 16 5,00
7 MOP 5 1,6
Jumlah 321 100
Sumber : Data tahun 2004
Tabel 2. Data Akseptor Keluarga Berencana Yang Mengalami Gangguan Efek Samping
No Akseptor Jumlah Prosentase
1 Pil 15 13,39
2 Suntik 69 61,60
3 Kondom 3 2,67
4 IUD 20 17,85
5 Implant 5 4,46
6 MOW - -
7 MOP - -
Jumlah 112
100
Sumber : Data tahun 2004
Dari data di atas diketahui bahwa yang menjadi akseptor keluarga berencana yang menggunakan alat kontrasepsi suntik dengan jumlah 99 akseptor dan yang mengalami efek samping sebanyak 61,60% dan yang paling banyak mengalami efek samping dibanding kontrasepsi yang lainnya adalah kontrasepsi suntik.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut : Bagaimanakah karakteristik efek samping alat kontrasepsi injeksi hormon di Desa Rejosari Kecamatan Kota Bumi Kabupaten Lampung Utara.

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Sifat penelitian : Deskriptif
2. Subyek penelitian : Askeptor KB suntik
3. Obyek : Karakteristik efek samping alat kontrasepsi suntik.
4. Lokasi penelitian : Di Desa Rejosari Kecamatan Kota Bumi Kabupaten Lampung Utara
5. Waktu Penelitian : 28 Mei sampai dengan 02 Juni 2004.

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui karakteristik efek samping suntik hormon di Desa Rejosari Kecamatan Kota Bumi Kabupaten Lampung Utara.
2. Tujuan Khusus
a. Diperolehnya karakteristik efek samping gangguan haid.
b. Diperolehnya karakteristik efek samping berat badan yang bertambah.
c. Diperolehnya karakteristik efek samping sakit kepala
d. Diperolehnya karakteristik efek samping pada sistim cardio vaskuler.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi pihak yang terkait seperti puskesmas dan desa Kecamatan Kota Bumi Kabupaten Lampung Utara. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan evaluasi program yang sedang berjalan.
2. Bagi institusi pendidikan sebagai bahan bacaan dan menambah wawasan tentang penelitian yang akan datang.
3. Bagi penulis untuk menambah pengetahuan tentang efek samping kontrasepsi injeksi hormon secara teori meupun praktik di lapangan.
4. Bagi pengembangan ilmu dapat digunakan sebagai referensi penelitian lebih lanjut.

Karakteristik ibu dengan perdarahan post partum di ruang kebidanan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Mortalitas dan Morbiditas pada wanita hamil dan bersalin masih menjadi masalah besar dinegara berkembang (Saifuddin, 2002). Oleh sebab itu, maka pemerintah mencanangkan gerakan Nasional Kehamilan Yang Aman (Making Pregnancy Safer) sebagai strategi pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat tahun 2010 sebagai bagian dari program Safe Motherhood (DepKes RI dan WHO, 2001). Visi Making Pregnancy Safer (MPS) yaitu kehamilan dan persalinan di Indonesia berlangsung aman serta bayi yang dilahirkan hidup dan sehat, sedangkan visi MPS adalah menurunkan kesakitan dan kematian maternal melalui pemantapan sistem kesehatan berdasarkan bukti ilmiah yang berkualitas, memberdayakan wanita keluarga dan mayarakat melalui kegiatan yang mempromosikan kesehatan ibu dan bayi baru lahir serta menjamin agar kesehatan maternal dipromosikan dan di lestarikan sebagai prioritas program pembangunan nasional. Salah satu sasaran program MPS yaitu menurunkan angka kematian maternal menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup (Saifuddin, 2002).
Sehubungan dengan pelaksanaan strategi penurunan angka kematian ibu, maka diperlukan identifikasi faktor resiko yang dapat menempatkan maternal pada resiko tinggi post partum hemorogi (PPH) yang salah satunya adalah melalui riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik yang seksama. Faktor tersebut penting karena dapat menunjukkan maternal mana yang beresiko tinggi mengalami PPH sehingga tindakan dapat diambil untuk memastikan bahwa maternal tersebut melahirkan di fasilitas yang mampu menangani hemorogi, jika dan saat perdarahan terjadi (WHO, 2001).
Perdarahan post partum akan menyebabkan tubuh kehilangan darah lebih dari 500 cc, akibatnya akan terjadi syock karena perdarahan yang terus menerus. Akibat yang lebih serius yaitu kematian ibu. Selain itu, perdarahan post partum juga memperbesar kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan penderita berkurang, perdarahan yang banyak juga dapat mengakibatkan sindroma sheehan (Winkjosastro, 2002).
Berdasarkan Hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003 AKI di Indonesia sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Provinsi Lampung, 2005). Sedangkan jumlah kematian ibu di provinsi Lampung pada tahun 2003 yaitu 98 per 186.248 kelahiran hidup (53 per 100.000 kelahiran hidup) dan meningkat pada tahun 2005 menjadi 145 per 165.347 kelahiran hidup (88 per 100.000 kelahiran hidup). Berdasarkan Laporan Evaluasi Program Seksi Kesga DinKes Kota metro jumlah angka kematian ibu tahun 2005 adalah 2 per 2.762 kelahiran hidup (72 per 100.000 kelahiran hidup) dan pada tahun 2007 angka kematian ibu mengalami peningkatan yang cukup tinggi yaitu 8 per 2.662 kelahiran hidup (300 per 100.000 kelahiran hidup).
Penyebab kematian ibu adalah perdarahan, infeksi, gestosis dan aborsi (Winkjosastro, 2002). Penyebab kematian terbesar ibu di Indonesia yaitu perdarahan (45.2 %), pre eklampsia dan eklampsia (12,9 %), anemia (1,6 %) dan penyebab tidak langsung 14,1% (Suara Pembaharuan online, 2007). Di provinsi Lampung yang menjadi penyebab terbesar kematian ibu yaitu perdarahan sebesar 50,69 % dan biasanya terjadi pada ibu hamil dengan resiko tinggi dan ibu bersalin yang tidak ditolong oleh tenaga kesehatan (Profil DinKes Propinsi Lampung, 2005). Sedangkan di kota Metro penyebab kematian ibu pada tahun 2006 yaitu perdarahan (37,5 %), infeksi, anafilaktik syok, histerektomi, KET dan pre eklampsi berat masing-masing sebanyak 12,5 % (Laporan Evaluasi Program Seksi Kesga Dinkes Kota Metro).
Perdarahan pada ibu hamil dan bersalin dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu perdarahan sebelum usia kehamilan 28 minggu, perdarahan sesudah usia kehamilan 28 minggu (Perdarahan antepartum), dan perdarahan setelah fetus lahir (perdarahan yang terjadi dalam waktu 24 jam setelah persalinan berlangsung) yaitu perdarahan post partum. (sinarharapan online, 2007). Perdarahan post partum biasanya disebabkan oleh atonia uteri, robekan jalan lahir, retensio plasenta dan sisa plasenta dan kelainan darah (Mochtar,1998). Adapun faktor predisposisi perdarahan post partum secara umum yaitu keadaan umum pasien yang mempunyai gizi rendah, kelemahan dan kelelahan otot rahim, pertolongan persalinan dengan tindakan yang disertai narkose, dan overdistensi pada kehamilan (Manuaba.1999).
Sebagai rumah sakit rujukan pemerintah di kota Metro, RSUD Ahmad Yani merupakan rumah sakit yang difasilitasi untuk menangani kasus-kasus yang terjadi di masyarakat, termasuk PPH di wilayah kota metro dan daerah-daerah perbatasan di sekitarnya.
Berdasarkan hasil prasurvei yang dilakukan pada bulan maret 2007 di RSU Ahmad Yani Metro terdapat 51 ibu yang mengalami perdarahan post partum selama tahun 2006 dan belum teridentifikasi presentase faktor-faktor predispodisi maternal yang dapat meningkatkan resiko terjadi PPH.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “ Karakteristik Ibu Dengan Perdarahan Post Partum di Ruang Kebidanan RSU Ahmad Yani Metro”

B. Rumusan Masalah
Dari uraian yang terdapat pada latar belakang masalah yang ada, maka diperoleh rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu : “Bagaimana karakteristik ibu dengan perdarahan post partum di ruang kebidanan RSU A.Yani Metro ?”

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis akan membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Sifat Penelitian : Deskriptif
2. Subyek Penelitian : Ibu yang mengalami perdarahan post partum di ruang kebidanan RSU A. Yani selama tahun 2006
3. Obyek penelitian : Karakteristik ibu dengan perdarahan post partum di ruang kebidanan RSU. A. Yani Metro
4. Tempat Penelitian : Ruang Kebidanan RSU A Yani Metro
5. Waktu Penelitian : 5 Mei 2007 s/d 7 Juni 2007

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya karakteristik ibu yang mengalami perdarahan post partum di ruang kebidanan RSUD Ahmad Yani Metro.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya karakteristik usia ibu dengan perdarahan post partum di ruang kebidanan RSUD Ahmad Yani Metro.
b. Diketahuinya karakteristik paritas ibu dengan perdarahan post partum di ruang kebidanan RSUD Ahmad Yani Metro.
c. Diketahuinya karakteristik riwayat kehamilan ibu dengan perdarahan post partum di ruang kebidanan RSUD Ahmad Yani Metro.
d. Diketahuinya karakteristik riwayat persalinan ibu dengan perdarahan post partum di ruang kebidanan RSUD Ahmad Yani Metro.
e. Diketahuinya karakteristik riwayat penyakit ibu dengan perdarahan post partum di ruang kebidanan RSUD Ahmad Yani Metro.

E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :
1. Peneliti
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan peneliti, khususnya tentang perdarahan post partum.
2. Ruang kebidanan RSUD Ahmad Yani Metro
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan sehingga dapat digunakan sebagai bahan kajian untuk peningkatan pelayanan di rumah sakit khususnya di ruang kebidanan.
3. Pengembangan Program Dinas Kesehatan Kota Metro
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi data yang bermanfaat bagi Dinas Kesehatan Kota Metro.

Karakteristik akseptor kontrasepsi MOW di desa

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Di dunia Internasional menghadapi masalah penduduk pada akhir dekade 60-an, selain mempengaruhi strategi dan praktek pembangunan ekonomi kiranya ikut mempengaruhi kebijakan terhadap masalah kependudukan. Problem pertumbuhan penduduk telah menjadi fokus persoalan, bahkan mengurangi angka pertumbuhan kependudukan dilihat sebagai salah satu kunci dalam menyelesaikan persoalan yang lebih luas yaitu kemiskinan dan keterbelakangan (Juliantoro : 2000). Salah satu sebab dari keterbelakangan ialah karena meledaknya penduduk seluruh dunia telah bertambah lebih dua kali lipat dalam masa satu abad (Adams : 1984).
Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu isi gagasan Primary Health Care untuk mencapai Health For All The Yeart 2000. Melihat kenyataan ini sehingga sebagai usaha dilakkukan untuk menyatukan pendapat dan menerapkan strategi dengan tujuan utama menekan laju pertumbuhan penduduk di negara masing-masing (Manuaba : 1999). Indonesia menghadapi masalah dengan jumlah dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dengan kelahiran 5.000.000 per tahun.
Keluarga berencana adalah satu usaha untuk mencapai kesejahteraan keluarga dengan jalan memberikan nasihat perkawinan, pengobatan kemandulan dan penjarangan kelahiran (Dep.Kes RI : 1991).
Peran lembaga BKKBN mampu menurunkan angka Total Fertility Rate (TFR) sehingga telah memberikan kontribusi terhadap keberhasilan program KB nasional. Keberhasilan itu antara lain semakin menurunnya angka TFR. Keberhasilan itu antara lain semakin menurunnya antara Total Fertility Rate (TFR) dari 5,6 tahun 1970 menjadi 2,6 tahun 2002. Dengan demikian juga laju pertambahan penduduk turun dari 3,6 % tahun 1970 menjadi 11,49 % tahun 2000 (http://www.bkkbn.go.id : 2006).
Tujuan keluarga berencana adalah meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan ibu dan anak serta keluarga dan bangsa pada umumnya. Selain itu untuk meningkatkan martabat kehidupan rakyat dengan cara menurunkan angka kelahiran sehingga pertumbuhan penduduk tidak melebihi kemampuan untuk meningkatkan reproduksi (BKKBN : 1980).
Program KB Nasional dilakukan salah satu diantaranya yakni mengakhiri kehamilan dengan metode yang paling efektif yaitu Medis Operatif Wanita (MOW), khususnya untuk Pasangan Usia Subur (PUS) wanita usia minimal 35 tahun dan telah memiliki 2 orang anak atau lebih. Oleh karena itu pengikutsertaan pasangan usia subur wanita dalam kependudukan dan KB merupakan usaha yang sangat tepat sebab MOW sangat efektif dan aman bagi hampir semua pasangan usia subur wanita yang tidak ingin mempunyai anak lagi terutama bagi pasangan yang masih relatif muda karena tidak mengurangi gairah seks (BKKBN : 1980).
Pengembangan metode kontap MOW masih jauh tertinggal, hal ini disebabkan beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan MOW diantaranya pendidikan, pekerjaan, ekonomi dan paritas selain karena adanya hambatan yang ditemukan pada pemakaian alat kontrasepsi maupun pelaksanaan program di lapangan yaitu kebutuhan untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan perkembangan pemakaian alat kontraspsi maupun hambatan medis adalah penting untuk kelangsungan program KB selanjutnya, adanya rumor yang terjadi di lapangan, misalnya : kekhawatiran menurunnya gairah seks (Dep.Kes RI : 1991).
Mengingat metode kontap MOW paling efektif tetapi dari data yang dira
ngkum oleh sistem pencatatan pelaporan di dalam program KB nasional ternyata hanya 37,32% peserta KB aktif menggunakan MOW (Laporan Bulanan BKKBN Kota Metro : 2005), pencapaian peserta KB aktif MOW di Kota Metro berjumlah 37,51% selanjutnya khusus untuk Kecamatan Metro Barat data pencapaian KB aktif MOW berjumlah 35,81% dari 2.597 orang dari keseluruhan pasangan usia subur untuk wilayah Kecamatan Metro Barat Tahun 2005 (Laporan Bulanan BKKBN Kota Metro : 2005).
Tabel 1. Pencapaian Peserta KB Aktif Kota Metro bulan Agustus 2005
No Kecamatan PUS MOW Total PA (%)
1 Metro Pusat 7.720 216 5.582 38,69
2 Metro Utara 4.652 127 3.507 36,21
3 Metro Barat 3.735 93 2.597 35,81
4 Metro Timur 5.508 188 3.984 47,18
5 Metro Selatan 2.488 34 1.869 18,19
Kota Metro 24.103 658 17.539 37,15
Sumber : Laporan Bulanan BKKBN Kota Metro : 2005.
Berdasarkan data-data di atas dapat disimpulkan bahwa pencapaian MOW masih sangat rendah hal ini kemungkinan disebabkan faktor pendidikan, pekerjaan, ekonomi dan paritas. Untuk itu penulis ingin karakteristik akseptor kontrasepsi MOW di Desa Mulyojati Kecamatan Metro Barat tahun 2006.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut “Bagaimana karakteristik akseptor kontrasepsi MOW di Desa Mulyojati Kecamatan Metro Barat tahun 2006?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum untuk penelitian ini mengetahui karakteristik akseptor kontap MOW di Desa Mulyojati Kecamatan Metro Barat tahun 2006.
2. Tujuan Khusus
Dengan memperhatikan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan khusus penelitian ini adalah :
a. Diperolehnya karakteristik akseptor kontap MOW berdasarkan tingkat pendidikan.
b. Diperolehnya karakteristik akseptor kontap MOW berdasarkan pekerjaan.
c. Diperolehnya karakteristik akseptor kontap MOW berdasarkan tingkat ekonomi.
d. Diperolehnya karakteristik akseptor kontap MOW berdasarkan paritas.

D. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang Lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Sifat penelitian : Deskriptif.
2. Subjek penelitian : Akseptor kontap MOW.
3. Objek penelitian : Karakteristik akseptor kontap MOW.
4. Lokasi pelitian : Desa Mulyojati Kecamatan Metro Barat.
5. Waktu penelitian : April – Mei 2006.

E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi Puskesmas Mulyojati
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemberi pelayanan KB dalam memberikan Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) guna meningkatkan minat masyarakat dalam menggunakan metode kontap MOW dan meningkatkan mutu pelayanan kontrasepsi.
2. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat, khususnya memperluas pengetahuan dibidang pendidikan, KB dan kesehatan serta referensi bagi penelitian selanjutnya.

Karakteristik akseptor KB alat kontrasepsi dalam rahim di wilayah kerja puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang tidak luput dari masalah kependudukan. Indonesia menghadapi masalah dengan jumlah dan kualitas sumber daya manusia dengan kelahiran 5.000.000 pertahun (Manuaba, 1998). Pada tahun 2005 jumlah penduduk dunia sebesar 6.500.000.000 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,7%, sedangkan jumlah penduduk Indonesia pada tahun yang sama sebesar 241.973.879 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,66%. Oleh karena itu pemerintah terus berupaya untuk menekan laju pertumbuhan penduduk. Pemerintah merencanakan progam Keluarga Berencana Nasional untuk mengatasi masalah tersebut yang merupakan bagian dari Pembangunan Nasional (www.laju pertumbuhan penduduk.go.id,2005).
Hartanto (2003), mengemukakan bahwa Keluarga Berencana (KB) merupakan suatu cara yang efektif untuk mencegah mortalitas ibu dan anak karena dapat menolong pasangan suami isteri menghindari kehamilan resiko tinggi. KB tidak dapat menjamin kesehatan ibu dan anak, tetapi dengan melindungi keluarga terhadap kehamilan resiko tinggi, KB dapat menyelamatkan jiwa dan mengurangi angka kesakitan.
Searah dengan GBHN 1999 yang dijabarkan dalam Propenas (2000) program KB nasional telah menunjukkan perkembangan. Pada tahun 2000-2003 angka TFR (Total Fertiliti Rate) adalah 2,7 sedangkan pada tahun 1997 angka TFR adalah 2,91, hal ini menunjukkan penurunan 0,21 point. Menurunnya angka fertilitas tersebut didorong antara lain oleh meningkatnya pendidikan wanita, penundaan usia perkawinan dan usia melahirkan, serta bertambah panjangnya jarak antara kelahiran anak.
Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) adalah salah satu alat kontrasepsi jangka panjang yang sangat efektif untuk menjarangkan kelahiran anak. Banyak alasan dapat dikemukakan mengapa AKDR dikembangkan dan diperkenalkan sebagai cara KB yang efektif antara lain AKDR sebagai kontrasepsi yang mempunyai efektifitas tinggi dalam mencegah kehamilan, AKDR merupakan metode kontrasepsi jangka panjang (10 tahun proteksi dari CuT-380A dan tidak perlu diganti) dan AKDR diutamakan bagi peserta yang sudah cukup anak serta tidak ingin mempunyai anak lagi tetapi belum siap menjalankan kontap.
AKDR bukanlah alat kontrasepsi yang sempurna, sehingga masih terdapat beberapa kerugian yang menimbulkan keluhan pada akseptor AKDR. Salah satu keluhan yang sering timbul dari akseptor AKDR adalah tali AKDR yang dapat mengganggu hubungan seksual (Manuaba, 1998). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Brigida (2004), yang mengatakan bahwa terdapat akseptor AKDR yang mengalami keluhan saat melakukan hubungan seksual sebanyak 69,2%.
Berdasarkan data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Propinsi lampung tahun 2005, jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) di Propinsi Lampung tercatat sebesar 1.344.747 orang dan yang menjadi peserta KB aktif sebesar 937.841 orang (70,6%). Dari peserta KB aktif tersebut yang menggunakan AKDR sebanyak 124.834 orang (9,42%). Pada tahun yang sama jumlah PUS di Kota Metro tercatat sebesar 24.279 orang yang terdiri dari 17.685 orang (72,84%) peserta KB aktif dan 6.594 orang (27,15%) yang tidak mengikuti KB. Dari peserta KB aktif tersebut yang menggunakan AKDR sebanyak 2.589 orang (14,63%).
Sesuai dengan studi pendahuluan yang diperoleh dari BKKBN Kota Metro, mengenai KB AKDR di Kecamatan Metro Utara dari bulan Januari sampai dengan bulan Desember tahun 2005 yang tertuang dalam data-data tabel di bawah ini.
Tabel 1. Data Akseptor KB di Kecamatan Metro Utara Tahun 2005.
No Jenis Non MKJP MKJP
Jumlah % Jumlah %
1. Pil 1.325 37.40
2. Suntik 1.116 31.50
3. AKDR 381 10,76
4. MOW 127 3,58
5. MOP 18 0,50
6. Implant 575 16,23
Jumlah 2.441 68,90 1.101 31,07
Sumber : Laporan Bulanan BKKBN Kota Metro Tahun 2005
Dilihat dari data diatas, pemakai KB AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Banjarsari Kecamatan Metro Utara hanya menempati urutan ke 4 yaitu 10,76%, sedangkan menurut Hartanto (2003), AKDR sangat baik digunakan oleh Pasangan Usia Subur untuk menunda kehamilan dan menjarangkan kehamilan. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Karakteristik Akseptor KB AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Banjarsari Kecamatan Metro Utara Tahun 2006”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana karakteristik akseptor KB AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Banjarsari Kecamatan Metro Utara Tahun 2006”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Diketahuinya gambaran tentang karakteristik akseptor KB AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Banjarsari Kecamatan Metro Utara.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran karakteristik akseptor KB AKDR berdasarkan usia.
b. Diketahuinya gambaran karakteristik akseptor KB AKDR berdasarkan paritas.
c. Diketahuinya gambaran karakteristik akseptor KB AKDR berdasarkan tingkat pendidikan.
d. Diketahuinya gambaran karakteristik akseptor KB AKDR berdasarkan pekerjaan.

D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah :
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Subjek Penelitian : Akseptor KB AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Banjarsari Kecamatan Metro Utara.
3. Objek Penelitian : Karakteristik Akseptor KB AKDR yang meliputi usia, paritas, tingkat pendidikan dan pekerjaan di Wilayah Kerja Puskesmas Banjarsari Kecamatan Metro Utara.
4. Lokasi Penelitian : Wilayah Kerja Puskesmas Banjarsari Kecamatan Metro Utara.
5. Waktu Penelitian : 08 Mei 2006 – 13 Mei 2006

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Puskesmas
Sebagai sumbangan pemikiran dalam upaya untuk evaluasi dan pengembangan program KB khususnya wilayah kerja puskesmas Banjarsari Kecamatan Metro Utara.
2. Bagi Akseptor KB
Sebagai informasi atau tambahan pengetahuan tentang KB khususnya metode AKDR sehingga ibu dapat memilih jenis kontrasepsi yang aman untuk digunakan.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai bahan pertimbangan dan referensi penelitian berikutnya terutama mengenai keluarga berencana yang meliputi efek samping, keuntungan, kerugian pemakaian AKDR dan sebagainya, serta memberikan gambaran untuk penelitian selanjutnya yang terkait dengan karakteristik akseptor KB AKDR yang meliputi usia, paritas, pendidikan dan pekerjaan.

Hubungan tingkat pengetahuan dan tingkat ekonomi keluarga kader dengan peran serta kader posyandu di kampung

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peran serta masyarakat merupakan hal yang mutlak perlu dalam pembangunan kesehatan, karena kesehatan merupakan kebutuhan dan hak setiap insan agar dapat menjalani hidup yang produktif dan berbahagia. Hal ini hanya dapat dicapai bila masyarakat, baik secara individual kelompok, berperan serta untuk meningkatkan kemampuan hidup sehatnya (Depkes RI, 1990/1991: Q-1). Hasil pengamatan, pengalaman lapangan sampai peningkatan cakupan program yang dikaji secara statistik, semuanya membuktikan bahwa peran serta masyarakat amat menentukan terhadap keberhasilan, kemandirian dan kesinambungan pembangunan kesehatan (Depkes RI, 2005 : 1).
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar utamanya untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi (Depkes RI, 2005 : 02).
Sejak dicanangkannya Posyandu pada tahun 1986, berbagai hasil telah banyak dicapai. Angka kematian ibu dan kematian bayi telah berhasil diturunkan dan umur harapan hidup rata-rata bangsa Indonesia telah meningkat secara bermakna. Jika tahun 1995 Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) masing-masing adalah 373/100.000 kelahiran hidup (SKRT 1995) serta 60/100 kelahiran hidup (Susenas 1995), maka pada tahun 2003 AKI turun mejadi 307/100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2003), sedangkan AKB turun menjadi 37/1000 kelahiran hidup (SDKI, 2003). Sementara itu umur harapan hidup rata-rata meningkat dari 63,20 tahun pada tahun 1995 menjadi 66,2 tahun pada tahun 2003 (SDKI, 2003). (Depkes RI, 2005 : 03).
Pada saat posyandu dicanangkan tahun 1986, jumlah posyandu tercatat sebanyak 25 Posyandu, sedangkan pada tahun 2004, meningkat menjadi 238.699 Posyandu. Namun bila ditinjau dari aspek kualitas masih ditemukan banyak masalah, antara lain kelengkapan sarana dan keterampilan kader yang belum memadai (Depkes RI, 2005 : 03).
Kader adalah orang-orang yang berasal dari masyarakat yang dengan sukarela bersedia ikut serta dalam pelaksanaan kegiatan menuju kepeningkatan kesehatan masyarakat. Dalam beberapa tahun terakhir ini, banyak Posyandu yang kinerjanya menurun, yang disebabkan antara lain karena faktor kader yang kurang berfungsi (Depkes RI, 2005: VII). Banyak faktor yang mempengaruhi peran serta kader dalam kegiatan Posyandu, diantaranya faktor tingkat pengetahuan kader dan tingkat ekonomi keluarga kader. Rendahnya pengetahuan kader sehingga berpengaruh terhadap penurunan kinerja Posyandu yang berhubungan dengan peran sertanya di Posyandu (http://www.iinaza.wordpress.com). Sedangkan rendahnya tingkat ekonomi keluarga sehingga waktu dan kosentrasi kader lebih terpusat terhadap masalah ekonomi keluarganya (http://www.groups.yahoo.com)
Berdasarkan pengalaman saat PKL PKMD pada bulan Desember 2007 dan studi pendahuluan yang dilakukan di Kampung Putra Buyut Lampung Tengah pada bulan Maret 2008, di peroleh data jumlah kader di empat Posyandu sebanyak 20 orang. Namun pada kenyataannya dari 2 Posyandu yang diamati, masing-masing hanya 1 dan 2 orang kader yang aktif berperan dalam kegiatan Posyandu tersebut.
berdasarkan uraian masalah di atas penulis termotivasi untuk meneliti hubungan pengetahuan dan tingkat ekonomi keluarga kader dengan peran serta kader posyandu di Kampung Putra Buyut Kecamatan Gunung Sugih Lampung Tengah.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka penulis merumuskan masalah penelitiannya:
1. Bagaimanakah gambaran pengetahuan, tingkat ekonomi keluarga, dan peran serta kader Posyandu di Kampung Putra Buyut Kecamatan Gunung Sugih Lampung Tengah?
2. Adakah hubungan tingkat pengetahuan dengan peran serta kader Posyandu di Kampung Putra Buyut Kecamatan Gunung Sugih Lampung Tengah?
3. Adakah hubungan tingkat ekonomi keluarga kader dengan peran serta kader Posyandu di Kampung Putra Buyut Kecamatan Gunung Sugih Lampung Tengah?

C. Ruang lingkup Penelitian
Adapun yang menjadi ruang lingkup dari penelitian tentang hubungan tingkat pengetahuan dan tingkat ekonomi keluarga kader dengan peran serta kader posyandu adalah:
1. Sifat penelitian deskriptif korelatif dengan rancangan cross sectional.
2. Subjek penelitian ini adalah kader Posyandu
3. Objek penelitian adalah tingkat pengetahuan dan tingkat ekonomi keluarga kader dengan peran serta kader Posyandu di Kampung Putra Buyut.
4. Lokasi penelitian di Kampung Putra Buyut Kecamatan Gunung Sugih Lampung Tengah
5. Waktu penelitian dimulai pada tanggal 26 Mei sampai dengan 27 Mei 2008

D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan, tingkat ekonomi keluarga, dan peranserta kader Posyandu di Kampung Putra Buyut Kecamatan Gunung Sugih Lampung Tengah.
2. Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan peran serta kader Posyandu di Kampung Putra Buyut Kecamatan Gunung Sugih Lampung Tengah.
3. Untuk mengetahui hubungan tingkat ekonomi keluarga kader dengan peran serta kader Posyandu di Kampung Putra Buyut Kecamatan Gunung Sugih Lampung Tengah.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Untuk menerapkan ilmu pengetahuan tentang metodologi penelitian dalam penelitian tentang hubungan tingkat pengetahuan dan tingkat ekonomi keluarga kader dengan peran serta kader Posyandu.
2. Bagi Kampung Putra Buyut dan Puskesmas Gunung Sugih
Sebagai bahan evaluasi mengenai beberapa faktor yang mempengaruhi peran serta kader Posyandu khususnya tingkat pengetahuan dan tingkat ekonomi keluarga kader.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan variabel-variabel yang belum di teliti dan dengan memperbesar sampel.

Hubungan tingkat pengetahuan dan tingkat ekonomi keluarga kader dengan peran serta kader posyandu di kampung

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peran serta masyarakat merupakan hal yang mutlak perlu dalam pembangunan kesehatan, karena kesehatan merupakan kebutuhan dan hak setiap insan agar dapat menjalani hidup yang produktif dan berbahagia. Hal ini hanya dapat dicapai bila masyarakat, baik secara individual kelompok, berperan serta untuk meningkatkan kemampuan hidup sehatnya (Depkes RI, 1990/1991: Q-1). Hasil pengamatan, pengalaman lapangan sampai peningkatan cakupan program yang dikaji secara statistik, semuanya membuktikan bahwa peran serta masyarakat amat menentukan terhadap keberhasilan, kemandirian dan kesinambungan pembangunan kesehatan (Depkes RI, 2005 : 1).
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar utamanya untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi (Depkes RI, 2005 : 02).
Sejak dicanangkannya Posyandu pada tahun 1986, berbagai hasil telah banyak dicapai. Angka kematian ibu dan kematian bayi telah berhasil diturunkan dan umur harapan hidup rata-rata bangsa Indonesia telah meningkat secara bermakna. Jika tahun 1995 Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) masing-masing adalah 373/100.000 kelahiran hidup (SKRT 1995) serta 60/100 kelahiran hidup (Susenas 1995), maka pada tahun 2003 AKI turun mejadi 307/100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2003), sedangkan AKB turun menjadi 37/1000 kelahiran hidup (SDKI, 2003). Sementara itu umur harapan hidup rata-rata meningkat dari 63,20 tahun pada tahun 1995 menjadi 66,2 tahun pada tahun 2003 (SDKI, 2003). (Depkes RI, 2005 : 03).
Pada saat posyandu dicanangkan tahun 1986, jumlah posyandu tercatat sebanyak 25 Posyandu, sedangkan pada tahun 2004, meningkat menjadi 238.699 Posyandu. Namun bila ditinjau dari aspek kualitas masih ditemukan banyak masalah, antara lain kelengkapan sarana dan keterampilan kader yang belum memadai (Depkes RI, 2005 : 03).
Kader adalah orang-orang yang berasal dari masyarakat yang dengan sukarela bersedia ikut serta dalam pelaksanaan kegiatan menuju kepeningkatan kesehatan masyarakat. Dalam beberapa tahun terakhir ini, banyak Posyandu yang kinerjanya menurun, yang disebabkan antara lain karena faktor kader yang kurang berfungsi (Depkes RI, 2005: VII). Banyak faktor yang mempengaruhi peran serta kader dalam kegiatan Posyandu, diantaranya faktor tingkat pengetahuan kader dan tingkat ekonomi keluarga kader. Rendahnya pengetahuan kader sehingga berpengaruh terhadap penurunan kinerja Posyandu yang berhubungan dengan peran sertanya di Posyandu (http://www.iinaza.wordpress.com). Sedangkan rendahnya tingkat ekonomi keluarga sehingga waktu dan kosentrasi kader lebih terpusat terhadap masalah ekonomi keluarganya (http://www.groups.yahoo.com)
Berdasarkan pengalaman saat PKL PKMD pada bulan Desember 2007 dan studi pendahuluan yang dilakukan di Kampung Putra Buyut Lampung Tengah pada bulan Maret 2008, di peroleh data jumlah kader di empat Posyandu sebanyak 20 orang. Namun pada kenyataannya dari 2 Posyandu yang diamati, masing-masing hanya 1 dan 2 orang kader yang aktif berperan dalam kegiatan Posyandu tersebut.
berdasarkan uraian masalah di atas penulis termotivasi untuk meneliti hubungan pengetahuan dan tingkat ekonomi keluarga kader dengan peran serta kader posyandu di Kampung Putra Buyut Kecamatan Gunung Sugih Lampung Tengah.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka penulis merumuskan masalah penelitiannya:
1. Bagaimanakah gambaran pengetahuan, tingkat ekonomi keluarga, dan peran serta kader Posyandu di Kampung Putra Buyut Kecamatan Gunung Sugih Lampung Tengah?
2. Adakah hubungan tingkat pengetahuan dengan peran serta kader Posyandu di Kampung Putra Buyut Kecamatan Gunung Sugih Lampung Tengah?
3. Adakah hubungan tingkat ekonomi keluarga kader dengan peran serta kader Posyandu di Kampung Putra Buyut Kecamatan Gunung Sugih Lampung Tengah?

C. Ruang lingkup Penelitian
Adapun yang menjadi ruang lingkup dari penelitian tentang hubungan tingkat pengetahuan dan tingkat ekonomi keluarga kader dengan peran serta kader posyandu adalah:
1. Sifat penelitian deskriptif korelatif dengan rancangan cross sectional.
2. Subjek penelitian ini adalah kader Posyandu
3. Objek penelitian adalah tingkat pengetahuan dan tingkat ekonomi keluarga kader dengan peran serta kader Posyandu di Kampung Putra Buyut.
4. Lokasi penelitian di Kampung Putra Buyut Kecamatan Gunung Sugih Lampung Tengah
5. Waktu penelitian dimulai pada tanggal 26 Mei sampai dengan 27 Mei 2008

D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan, tingkat ekonomi keluarga, dan peranserta kader Posyandu di Kampung Putra Buyut Kecamatan Gunung Sugih Lampung Tengah.
2. Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan peran serta kader Posyandu di Kampung Putra Buyut Kecamatan Gunung Sugih Lampung Tengah.
3. Untuk mengetahui hubungan tingkat ekonomi keluarga kader dengan peran serta kader Posyandu di Kampung Putra Buyut Kecamatan Gunung Sugih Lampung Tengah.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Untuk menerapkan ilmu pengetahuan tentang metodologi penelitian dalam penelitian tentang hubungan tingkat pengetahuan dan tingkat ekonomi keluarga kader dengan peran serta kader Posyandu.
2. Bagi Kampung Putra Buyut dan Puskesmas Gunung Sugih
Sebagai bahan evaluasi mengenai beberapa faktor yang mempengaruhi peran serta kader Posyandu khususnya tingkat pengetahuan dan tingkat ekonomi keluarga kader.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan variabel-variabel yang belum di teliti dan dengan memperbesar sampel.

Hubungan kejadian pneumonia pada balita dengan status pemberian vitamin A di poliklinik anak

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Salah satu tolak ukur kemajuan suatu bangsa adalah tingginya angka harapan hidup penduduknya. Demikian juga Indonesia sebagai suatu negara berkembang, dengan perkembangannya yang cukup baik, makin tinggi usia harapan hidup pada waktu lahir orang Indonesia akan mencapai 70 tahun atau lebih pada tahun 2015-2020 (FKUI, 1999 : iv). Usia harapan hidup untuk pria 76 tahun dan wanita 82 tahun (WHO, 1995:15). Di Lampung usia harapan hidup penduduknya pada tahun 2004 mencapai 67,6 tahun, sedangkan Lampung Timur adalah 69,3 tahun (Dinkes Propinsi, 2004).
Meningkatnya usia harapan hidup bagi masyarakat mempunyai beberapa konsekuensi yaitu antara lain akan timbulnya berbagai masalah kesehatan. Khususnya bagi wanita didalam daur hidupnya akan mengalami berbagai masalah kesehatan terutama pada masa menopause dan pasca menopause (Baziad, 2000:35). Salah satu masalah kesehatan yang bisa terjadi pada masa menopause adalah osteoporosis.
Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang paling banyak menyerang wanita yang telah menopause (Irawati, 2002:47).Akibat yang biasa terjadi dari osteoporosis adalah ketika tulang punggung menjadi lemah, maka akan mudah jatuh dan retak, apalagi jika disertai dengan patah tulang (fraktur).
Waktu menopause produksi estrogen dalam tubuh wanita mengalami penurunan yang drastis. Diantara banyak fungsinya estrogen memainkan peranan utama dalam melestarikan kekuatan tulang melalui kalsifikasi atau pemberian kalsium yang terus menerus. Dengan turunnya kadar estrogen, hormon yang berperan dalam proses ini yaitu vitamin D dan PTH (Parathyroid Hormone) menurun sehingga proses pematangan sel tulang (osteoblast) terhambat. Apabila ini berlanjut terus, maka penyerapan tulang dalam tubuh akan lebih cepat daripada pembentukan dalam tulang sehingga tulang menjadi lebih lunak, lebih lemah dan lebih mudah patah (Rachman, 2000:13).
Osteoporosis dapat terjadi akibat gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, mengkonsumsi alkohol dan kurangnya aktifitas yang dilakukan sehari-hari mulai anak-anak sampai dewasa, serta minimnya pengetahuan masyarakat mengenai cara pencegahan osteoporosis terbukti dengan rendahnya konsumsi kalsium rata-rata di Indonesia yang hanya 254 mg perhari dari 1000-1200 mg perhari menurut standar internasional. Hal ini ditambah kenyataan bahwa gejala osteoporosis sering kali tidak menimbulkan gejala (silent desease), namun seringkali menunjukkan gejala klasik berupa nyeri punggung akibat fraktur kompresi dari satu atau lebih vertebrata (www.@promokes.go.id, 2006).
Berdasarkan data terbaru dari IOF (International Osteoporosis Foundation) menyebutkan sampai tahun 2000 ini diperkirakan 200 juta wanita mengalami osteoporosis (Hartono, 2000:2). Wanita 2-3 kali lebih banyak menderita osteoporosis dibandingkan laki-laki dengan prevalensi lebih kurang 35% wanita pasca menopause menderita osteoporosis dan 50% ostopenia (Baziad, 2003:75). Berdasarkan analisa data Pusat Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada 14 propinsi menunjukkan masalah osteoporosis di Indonesia telah mencapai tingkat yang perlu diwaspadai yaitu 19,7 %. (www.Depkes.go.id, 2005).
Menurut laporan SP2TP tahun 2004 di Propinsi Lampung osteoporosis yang merupakan salah satu penyakit tulang dan jaringan pengikat menempati urutan ke-5 dari 10 (sepuluh) besar penyakit pada tahun 2004 dengan jumlah kasus 126.304 (9,32%) (Dinkes Propinsi, 2004). Dari beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung, kasus penyakit osteoporosis lama dan baru yang ada di daerah Lampung Timur pada triwulan IV tahun 2005 menempati urutan ke-3 dari jumlah penyakit terbanyak yang ada di Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Timur sebanyak 4059 kasus (8,25%) (LB1 Dinkes Lampung Timur). Untuk wilayah Puskesmas Purbolinggo, penyakit tulang menempati urutan ke-2 sebanyak 143 kasus (8,1%) dari penyakit terbanyak pada bulan Januari 2006. Sedangkan pada bulan Februari 2006 menempati urutan ke-3 sebanyak 109 kasus (7,1%) (Seksi Puskesmas Lampung Timur).
Berdasarkan studi pendahuluan di Desa Taman Bogo Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur terdapat jumlah wanita berdasarkan golongan umur 46-50 tahun yaitu 151 orang (7,6%) (data desa Taman Bogo tahun 2005). Dari hasil wawancara yang penulis lakukan terhadap 10 orang wanita pramenopause, ternyata ada 6 orang (60%) tidak tahu tentang osteoporosis yang mungkin akan terjadi pada masa menopause. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian mengenai pengetahuan wanita pramenopause tentang osteoporosis yang terjadi pada masa menopause di Desa Taman Bogo Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut : “Bagaimanakah gambaran tingkat pengetahuan wanita pramenopause tentang osteoporosis di Desa Taman Bogo Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur tahun 2006?”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan wanita pramenopause tentang osteoporosis.
2. Tujuan Khusus
a) Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan wanita pramenopause tentang osteoporosis pada domain kognitif tingkat tahu.
b) Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan wanita pramenopause tentang osteoporosis pada domain kognitif tingkat paham.
c) Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan wanita pramenopause tentang osteoporosis pada domain kognitif tingkat aplikasi.

D. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang diteliti adalah sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian : Studi Deskriptif
2. Obyek Penelitian : Tingkat pengetahuan wanita pramenopause tentang osteoporosis.
3. Subyek penelitian : Wanita yang berusia 46-50 tahun di Desa Taman Bogo Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur.
4. Lokasi penelitian : Desa Taman Bogo Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur.
5. Waktu Penelitian : Bulan April – Mei 2006.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Petugas Pelaksana Pelayanan Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan penyuluhan kepada wanita pramenopause tentang osteoporosis pada masa menopause.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan bacaan dan informasi untuk penelitian berikutnya.

Hubungan faktor lingkungan, tempat tinggal, teman sebaya dan orang tua dengan penyalahgunaan narkotika psikotropika zat aditif lainnya (NAPZA) pada re

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diera komunikasi sekarang ini, perubahan – perubahan sosial yang terjadi kita rasakan begitu cepatnya. Dalam waktu yang relatif singkat telah terjadi perubahan di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya. Sesuai dengan cita – cita Bangsa Indonesia untuk mewujudkan masyarakat yang madani, ternyata perubahan – perubahan tersebut telah memberikan pengaruh baik positif maupun negatif. Di satu sisi kehidupan demokratis dapat dirasakan dan di sisi lain bahaya dan ancaman terhadap bangsa Indonesia juga semakin meningkat.
Salah satu permasalahan sosial yang tengah kita hadapi saat ini adalah berkembangnya penyalahgunaan narkoba, psykotropika zat adiktif lainnya (Napza). Masalah penyalahgunaan Napza ini telah terjadi permasalahan nasional, bahkan internasional, mengingat bahaya yang ditimbulkan oleh adanya penyalahgunaan narkotika ini, maka sikap bangsa Indonesia secara sadar telah menentukan sikap untuk memeranginya, karena bahaya narkotika dapat menghancurkan peradaban manusia.
Ancaman bahaya penyalahgunaan narkotika serta peredaran gelap Narkotika dapat menjadi penghambat bagi pembangunan sumberdaya manusia, dan ini perlu untuk segera ditanggulangi secara bersama oleh seluruh bangsa Indonesia.Penyalahgunaan narkotika itu sendiri berhubungan dengan beberapa faktor yaitu : faktor individu, faktor obat, dan faktor lingkungan.
Ada banyak alasan orang menggunakan Napza, pada awalnya ada yang hanya coba – coba atau sekedar ingin tahu, lama kelamaan mengalami ketergantungan keluarga akan muncul berbagai masalah. Selain itu pengguna Napza banyak mengalami benturan masa depan serta dalam kehidupan sosial (Kusminarno, 2002).
Kebersihan pembangunan telah memperlihatkan hasil yang cukup menggembirakan khususnya pembangunan di bidang kesehatan yang ditandai dengan semakin membaiknya status kesehatan masyarakat Indonesia, antara lain meningkatnya umur harapan hidup, menurunnya angka kematian bayi dan balita. Keberhasilan pembangunan dibidang kesehatan ini telah membawa perubahan struktural dari usia anak ke usia remaja. “jumlah penduduk yang termasuk dalam kaum muda (young people) 10 – 24 tahun di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995, adalah 31,2% dari jumlah penduduk.”
Jumlah penduduk remaja yang besar tersebut merupakan potensi sumberdaya manusia yang sangat berharga bila dapat dilakukan pembinaan dengan baik seperti yang tercantum dalam Garis – Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1994 – 2004 bahwa pembinaan anak dan generasi muda dilaksanakan dengan mengembangkan iklim yang kondusif agar dapat mengaktualisasikan segala potensi, bakat dan minat dengan memberikan kesempatan dan kebebasan dan mengorganisasikan dirinya secara bebas dan merdeka sebagai wahana pendewasaan untuk menjadi pemimpin bangsa yang beriman dan bertaqwa, berakhlak mulia, patriotis, demokratis, mandiri dan tanggap terhadap aspirasi rakyat. Sebaliknya bila potensi yang besar tersebut tidak dilakukan pembinaan dengan baik akan menimbulkan permasalahan remaja seperti yang terjadi saat ini, antara lain penyalahgunaan narkotika, kenakalan remaja, kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) dan permasalahan lainnya yang sangat berpengaruh terhadap kesiapan remaja menghadapi kehidupannya di masa depan. Selanjutnya dalam GBHN dinyatakan bahwa seluruh anak dan remaja harus dihindari dari bahaya destruktif terutama bahaya penyalahgunaan narkotika, obat – obatan terlarang, zat adiktif serta perilaku yang menyimpang (GBHN, 1999 – 2004) oleh karena itu keberlangsungan hidup anak, kesehatan dan perkembangan remaja, perempuan, laki – laki dan keluarga seharusnya dilihat secara menyeluruh.
Lingkungan, tempat tinggal, teman sebaya dan orang tua merupakan faktor yang penting, dimana masa remaja masa ini merupakan masa peralihan dan pada masa ini secara psikologis sangat labil atau mudah terpengaruh oleh hal – hal yang kurang menguntungkan bahkan sangat membahayakan dirinya dan masa depannya, seperti narkotika ini sangat berbahaya bagi remaja yang telah terjerumus menggunakan narkotika. Dengan lingkungan yang tidak kondusif bagi remaja, ini dapat dengan mudah remaja terhasut oleh ajakan atau tawaran dari pengedar narkotika, sehingga remaja dengan pengetahuan yang kurang tentang narkotika dengan mudah mendapat tawaran untuk mengkonsumsi narkotika, karena yang mereka rasakan adalah nikmat sementara tanpa menghiraukan akibatnya.
Menurut Theodonus dkk (1998) penyalahgunaan obat terlarang berkaitan dengan riwayat pemakaian obat pada keluarga. Tergambar bahwa pengguna obat lebih banyak terjadi dikalangan remaja yang mempunyai kakak, ayah dan ibu yang menggunakan obat – obatan.
Studi pendahuluan yang dilakukan ditemukan bahwa dari mulai siswa sekolah menengah pertama sudah mulai menggunakan narkotika kata ini diambil pada tanggal 9 November 2003, penyalahgunaan narkotika sudah didapatkan dari bangku sekolah menengah pertama dan bahkan sampai dengan perguruan tinggi, keadaan ini sangat memprihatinkan bagi generasi muda. Berdasar uraian pada latar belakang ini penulis tergugah untuk melakukan penelitian tentang hubungan faktor lingkungan : tempat tinggal, teman sebaya dan orang tua dengan penyalahgunaan Napza pada remaja di SMA Negeri Se Kota Metro.

B. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan lingkungan : tempat tinggal, teman sebaya dan orang tua dengan penyalahgunaan Narkotika pada remaja di SMA Negeri Se Kota Metro ?

C. Ruang Lingkup Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan rancangan crossectional. Subjek penelitian adalah siswa SMA Negeri Se Kota Metro. Objek penelitian adalah faktor lingkungan : tempat tinggal, teman sebaya dan orang tua sebagai variabel bebas dan penyalahgunaan Napza sebagai variabel terikat. Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai Desember 2004.

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor lingkungan : tempat tinggal, teman sebaya dan orang tua dengan penyalahgunaan Napza pada remaja dari SMA Negeri Se Kota Metro.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus pada penelitian ini adalah diketahuinya :
a. Hubungan antara faktor tempat tinggal dengan penyalahgunaan Napza pada remaja di SMA Negeri Se Kota Metro.
b. Hubungan antara faktor teman sebaya dengan penyalahgunaan Napza di SMA Negeri Se Kota Metro.
c. Hubungan faktor orang tua dengan penyalahgunaan Napza pada remaja di SMA Negeri Se Kota Metro.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Sebagai masukan dalam mengembangkan dan membina peserta didik agar terhindari dari ancaman bahaya narkotika.
2. Bagi Penulis
Memberikan pengalaman yang sangat bermakna dalam memerangi bahaya narkotika dan pengalaman di bidang penelititian.
3. Bagi Pengembangan Ilmu
Sebagai bahan masukan atau (referensi) untuk penelitian selanjutnya terutama penelitian yang serupa.

Hubungan antara suami perokok dengan bayi berat lahir rendah (BBLR) di wilayah kerja puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Merokok merupakan salah satu kebiasaan yang lazim ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Gaya hidup atau life style ini menarik sebagai suatu masalah kesehatan, minimal dianggap sebagai faktor resiko dari berbagai macam Penyakit (Bustan, 2000). Dari sisi kesehatan, bahaya rokok sudah tak terbantahkan lagi. Bukan hanya menurut WHO, tetapi lebih dari 70 ribu artikel ilmiah membuktikan hal itu. Dalam kepulan asap rokok terkandung 4000 racun kimia berbahaya, dan 43 diantaranya bersifat karsinogenik (merangsang tumbuhnya kanker). Berbagai zat berbahaya itu adalah : tar, karbon monoksida (CO) dan nikotin. Mungkin Masyarakat sudah mengerti bahayanya, kerena dalam setiap bungkus rokok ada peringatan merokok dapat menyebapkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin (Abadi,T, 2005). Dari peringatan tersebut dapat diketahui dengan jelas bahwa rokok memiliki pengaruh buruk bagi kehamilan dan janin dalam kandungan.
Kebiasaan merokok para calon ibu ternyata membawa akibat buruk pada anak yang akan dilahirkanya. Terdapat bukti kuat bahwa ibu hamil yang merokok dapat langsung mempengaruhi dan merusak perkembangan janin dalam rahim, yang paling sering terjadi adalah berat lahir yang rendah (Arlene, 1996). Berat badan bayi ibu perokok pada umumnya kurang dan mudah menjadi sakit. Berat badan bayi tersebut lebih rendah 40-400 gram dibandingkan dengan bayi yang lahir dari Ibu bukan perokok. Sekitar 7% dari ibu-ibu hamil yang merokok satu bungkus sehari mungkin akan melahirkan anak yang beratnya kurang dari 2500 gram, dan persentase ini meningkat menjadi 12% pada ibu-ibu hamil yang menghabiskan dua bungkus rokok seharinya (Aditama., 1997).
Jumlah berat badan lahir rendah masih cukup tinggi. Berdasarkan hasil estimasi dan survei demografi dan kesehatan Indonesia, angka BBLR secara nasional pada periode tahun 2002-2003 mencapai 7,6 % (Profil Kesehatan Indonesia, 2005). Sedangkan Di Propinsi Lampung, angka BBLR pada tahun 2005 mencapai 2210 orang (Profil Kesehatan Propinsi Lampung, 2005). Dan di Kota Metro angka kejadian BBLR pada tahun 2005 mencapai 68 orang (Profil Kesehatan Profinsi Lampung, 2005).
Berdasarkan penelitian, 1 dari 3 wanita yang merokok lebih dari 20 batang sehari melahirkan bayi dengan berat badan kurang (Syahbana,O., 2001)., namun hal tersebut tidak hanya terjadi pada ibu hamil yang merokok saja, ternyata ibu hamil yang tidak merokokpun bila sehari-hari selalu berada di tengah-tengah perokok dan selalu terpapar asap rokok (perokok pasif), bisa mengalami efek negatif yang hampir sama tingkatannya dengan perokok (Syahbana, 2001).
Sekarang ini makin banyak diketahui bahwa merokok tidak hanya berpengaruh terhadap orang yang menghisapnya, tetapi juga mempengaruhi semua orang yang berada di sekitarnya. Termasuk janin yang sedang berkembang dari ibu hamil yang kebetulan berada di dekatnya. Jadi, bila suami anda atau setiap orang yang tinggal di rumah anda atau bekerja di meja disamping anda merokok, tubuh bayi anda akan mendapat pengotoran oleh asap tembakau hampir sebanyak pengotoran yang ia dapat jika anda sendiri yang menghisapnya. Bahkan menurut Candra (2000), bahan kimia yang keluar dari asap bakaran ujung rokok kadarnya lebih tinggi dari pada yang dihisap perokoknya. Semakin dekat jarak perokok dengan perokok pasif, akan semakin besar bahayanya, karena itu penelitian banyak dilakukan pada istri si perokok. Belakangan ini para ahli juga menemukan hubungan antara penurunan berat bayi yang dilahirkan oleh isteri seorang perokok akibat gangguan perkembangan janin selama dalam kandungan (Aditama, 1997).
Berdasarkan data pra survei, di Wilayah Kerja Puskesmas Karangrejo terdapat 9 bayi dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram (data Puskesmas Karangrejo, 2006-2007). Setelah 5 orang suami yang memiliki bayi tersebut ditanyakan tentang kebiasaan merokok, 4 diantaranya menjawab ya dan menghabiskan lebih dari 10 batang rokok per hari dan 1 orang menjawab tidak.
Berdasarkan fenomena di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui tingkat hubungan suami perokok dengan bayi berat lahir rendah di Wilayah Kerja Puskesmas Karangrejo.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ”Apakah ada hubungan antara suami perokok dengan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Wilayah Kerja Puskesmas Karangrejo?”.

C. Ruang Lingkup Penelitian
1. Jenis Penelitian : Analitik
2. Subyek Penelitian : Suami yang memiliki bayi usia 0-1 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas karangrejo
3. Objek Penelitian : Hubungan antara suami perokok dengan bayi berat lahir rendah (BBLR)
4. Lokasi Penelitian : Wilayah Kerja Puskesmas Karangrejo
5. Waktu Penelitian : Tanggal 28 Mei – 16 Juni 2007

D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat hubungan antara suami perokok dengan bayi berat lahir rendah (BBLR) di Wilayah Kerja Puskesmas Karangrejo.

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1. Puskesmas
Sebagai bahan masukan bagi pengelola program puskesmas dalam rangka meningkatkan kegiatan penyuluhan khususnya tentang hubungan suami perokok dengan bayi berat lahir rendah.
2. Peneliti
Dapat diketahui dengan jelas tingkat hubungan antara suami perokok dengan bayi berat lebih rendah.
3. Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan di perpustakaan institusi pendidikan
4. Peneliti Selanjutnya
Sebagai bahan referensi untuk peneliti selanjutnya.

Hubungan antara pengetahuan ibu balita tentang gizi dengan status gizi balita di kelurahan

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Gizi buruk mempunyai dampak terhadap seorang anak, antara lain adalah penurunan skor tes IQ (Intelligent Quotient), gangguan kognitif, gangguan pemusatan perhatian, penurunan rasa percaya diri dan akhirnya prestasi sekolah yang minim (Suseno, 2008). Anak yang kekurangan gizi akan mempunyai IQ lebih rendah 13-15 poin dari anak lain pada saat memasuki usia sekolah. Disamping itu gizi buruk akan menurunkan produktivitas sebesar 20-30% yang mengakibatkan banyak anak gizi buruk tidak dapat menyelesaikan sekolahnya. Dengan kata lain, gizi buruk akan menciptakan generasi baru dengan kualitas SDM yang rendah (Suryanto, 2008).
Data UNICEF (United Children Foundation) tahun 1999 menunjukkan, 10-12 juta (50-69,7%) anak balita di Indonesia (4 juta diantaranya dibawah satu tahun) berstatus gizi sangat buruk dan mengakibatkan kematian, malnutrisi berkelanjutan meningkatkan angka kematian anak. Setiap tahun diperkirakan 7% anak balita Indonesia (sekitar 300.000 jiwa) meninggal. Ini berarti setiap 2 menit terjadi kematian satu anak balita dan 170.000 anak (60%) diantaranya akibat gizi buruk. Dari seluruh anak usia 4-24 bulan yang berjumlah 4,9 juta di Indonesia, sekitar seperempat sekarang berada dalam kondisi kurang gizi (Herwin, 2004).
Masalah penyediaan pangan dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat bukan hanya merupakan masalah nasional di berbagai negara, akan tetapi telah menjadi masalah yang bersifat internasional. Hal ini terbukti dengan adanya badan-badan yang menangani masalah pangan yang bernaung di bawah organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) (Siswono, 2001).
Masalah kurang gizi masih merupakan masalah pokok masyarakat dari dulu hingga sekarang dengan berbagai faktor yang mendukung masalah sangat kompleks. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan perhatian yang lebih untuk kondisi kesehatannya (Himawan, 2006).
Di Indonesia usaha peningkatan kesejahteraan rakyat telah merupakan program pemerintah. Khususnya mengenai masalah gizi telah ada program usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK). Ada empat masalah gizi yang utama yang telah di bahas dalam Widya Karya Nasional pangan dan gizi pada tahun 1978, yaitu: kekurangan energi protein, kekurangan vitamin A yang merupakan penyebab kebutaan, kekurangan yodium yang merupakan penyebab gondok endemik dan kekurangan zat besi yang mengakibatkan anemi gizi (Siswono, 2001).
Data WHO (world health organization) tahun 2002 menyebutkan, penyebab kematian balita urutan pertama disebabkan gizi buruk dengan angka 54%. Data Depkes ( Departemen Kesehatan ) menunjukkan angka kejadian gizi buruk pada balita pada tahun 2002 sebanyak 8% dan 27%. Pada tahun 2003 masing-masing meningkat menjadi 8,3% dan 27,3%, dan pada tahun 2005 naik masing-masing 8,8% dan 28% (Harian seputar Indonesia, 2007).
Data dinas kesehatan Kota Metro meliputi cakupan status gizi balita Kota Metro tahun 2007, balita yang termasuk kedalam status gizi buruk sebanyak 16 orang (0,60%) status gizi kurang 431 orang (16,28%), status gizi baik 2158 orang (81,55%) dan status gizi lebih 41 orang (1,54%).
Banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya gizi buruk dan faktor tersebut saling berkaitan. Secara langsung, pertama anak kurang mendapat asupan gizi seimbang dalam waktu yang cukup lama, dan kedua anak menderita penyakit infeksi. Anak yang sakit, asupan gizi tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh secara optimal karena adanya gangguan penyerapan akibat infeksi. Secara tidak langsung penyebab terjadinya gizi buruk yaitu tidak cukupnya persediaan pangan di rumah tangga, pola asuh kurang memadai dan sanitasi atau kesehatan lingkungan kurang baik serta akses pelayanan kesehatan terbatas (Depkes R.I, 2005).
Disamping itu tingkat pendidikan juga mempunyai hubungan yang eksponensial dengan tingkat kesehatan. Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin mudah menerima konsep hidup sehat secara mandiri, kreatif dan berkesinambungan. Latar belakang pendidikan seseorang berhubungan dengan tingkat pengetahuan, jika tingkat pengetahuan gizi ibu baik maka diharapkan status gizi ibu dan balitanya juga baik. Sebab dari gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan meningkatkan pengetahuan gizi masyarakat (Kusumawati, 2004).
Berdasarkan data dari cakupan status gizi balita Kota Metro tahun 2007, dari 5 kecamatan yang ada di Kota Metro, Metro Barat masih terdapat 15 orang balita dengan status gizi buruk dan 31 orang balita dengan status gizi kurang. Untuk itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan antara pengetahuan ibu balita dengan status gizi pada balita di Kelurahan Ganjar Agung Kecamatan Metro Barat Tahun 2008.

B. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan antara pengetahuan ibu balita tentang gizi dengan status gizi balita di Kelurahan Ganjar Agung Kecamatan Metro Barat tahun 2008?”.

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang diteliti adalah sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian : Analitik kuantitatif
2. Subyek Penelitian : Ibu-ibu yang mempunyai balita
3. Objek Penelitian : Pengetahuan ibu balita tentang gizi dengan status gizi balita
4. Lokasi Penelitian : Di wilayah Kelurahan Ganjar Agung Kecamatan Metro Barat
5. Waktu Penelitian : 9-14 Juni 2008

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu balita tentang gizi dengan status gizi balita di Kelurahan Ganjar Agung Kecamatan Metro Barat tahun 2008.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui seberapa besar kejadian gizi buruk di Kelurahan Ganjar Agung Kecamatan Metro Barat
b. Untuk mengetahui pengetahuan ibu balita tentang gizi pada balita di Kelurahan Ganjar Agung Kecamatan Metro Barat.
c. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu balita tentang gizi dengan status gizi pada balita di Kelurahan Ganjar Agung Kecamatan Metro Barat.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Metro
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran dalam upaya evaluasi dan pemantauan tentang status gizi serta sebagai bahan masukan dalam perencanaan program peningkatan gizi di Kelurahan Ganjar Agung Kecamatan Metro Barat
2. Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas Ganjar Agung
Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dan pemantauan tentang status gizi balita serta sebagai bahan masukan dalam perencanaan program peningkatan gizi di wilayah kerja puskesmas tersebut
3. Bagi Institusi Pendidikan Program Studi Kebidanan Metro
Sebagai dokumen dan bahan bacaan untuk menambah wawasan mahasiswi di Poltekkes Tanjung Karang Program Studi Kebidanan Metro.
4. Bagi Peneliti Lain
Diharapkan dapat menjadi bahan referensi untuk melakukan penelitian-penelitian yang lain atau serupa atau yang lebih lanjut.

Tuesday, May 18, 2010

Keterampiloan pelaksanaan komunikasi terapeutik mahasiswi tingkat II program studi kebidanan…… di lahan praktek

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Komunikasi merupakan suatu dasar dan kunci seseorang dalam menjalankan tugasnya, komunikasi merupakan suatu proses dalam perawatan untuk menjalankan dan menciptakan hubungan dengan pasien, komunikasi tampaknya sederhana tetapi untuk menjadikan suatu komunikasi berguna dan efektif membutuhkan usaha dan keterampilan serta kemampuan dalam bidang itu (Arifin, 2002).
Tidak ada persoalan sosial manusia dihadapkan dengan masalah sosial yang penyelesaiannya menyangkut komunikasi yang lebih baik, Setiap hari semua orang melakukan proses komunikasi. Sering kali akibat komunikasi yang tidak tepat terjadi perbedaan pandangan atau salah paham. Oleh karena itu setiap orang perlu memahami konsep dan proses komunikasi untuk meningkatkan hubungan antar manusia dan mencegah kesalah pahaman yang mungkin terjadi, hubungan komunikasi terapeutik antara perawat atau bidan dengan pasien adalah hubungan kerjasama yang ditandai dengan tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik (Utami P, 1998).
Dasawarsa terakhir masalah komunikasi antara petugas kesehatan dan pasien telah mendapatkan sorotan luas karena adanya beberapa laporan riset yang di kumpulkan Faulkner (1984), laporan tersebut mengungkapkan bahwa banyak pasien yang merasa tidak pernah menerima cukup informasi (Nancy, 1988).
Komunikasi merupakan unsur yang penting dalam aktifitas dan bagian yang selalu ada dalam proses manajemen keperawatan atau kebidanan. Berdasarkan hasil penelitian Swansburg (1990), bahwa lebih dari 80% waktu yang digunakan untuk berkomunikasi, 16% untuk membaca dan 9% untuk menulis. Pengembangan keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kiat sukses bagi seorang bidan karena terlalu banyak waktu yang digunakan untuk komunikasi, mendengar, berbicara jadi jelas bahwa bidan harus mempunyai keterampilan interpersonal yang baik, karena praktek kebidanan berorientasi pada hubungan interpersonal dalam mencapai suatu tujuan organisasi, maka untuk menciptakan komitmen dan rasa kebersamaan perlu ditunjang keterampilan dalam berkomunikasi (Nursalam, 2002).
Berdasarkan kurikulum Program Studi Kebidanan Metro terprogram sebagai mata kuliah komunikasi kebidanan yang isinya tentang komunikasi terapeutik diajarkan pada semester III diharapkan mahasiswi bisa menerapkan komunikasi terapeutik secara efektif, hal ini yang melatar belakangi penulis ingin mengetahui bagaimana setelah mahasiswi mendapatkan mata kuliah komunikasi terapeutik keterampilan pelaksanaan komunikasi terapeutik yang di lakukan mahasiswi Program Studi Kebidanan Metro Tingkat II sudah sesuai dengan teori yang di berikan atau tidak.

B. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian diatas maka penulis mengambil rumusan masalah yaitu : “Bagaimanakah Gambaran keterampilan pelaksanaan komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh mahasiswi tingkat II Program Studi Kebidanan Metro di Lahan Praktek ?”

C. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mempunyai beberapa tujuan yaitu :
1. Tujuan Umum
Dalam penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui gambaran keterampilan pelaksanaan komunikasi terapeutik mahasiswi tingkat II Program Studi Kebidanan Metro di Lahan Praktek.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya keterampilan pelaksanaan komunikasi terapeutik pada fase perkenalan mahasiswi Tingkat II Program Studi Kebidanan Metro di lahan praktek.
b. Diketahuinya keterampilan pelaksanaan komunikasi terapeutik pada fase orientasi mahasiswi Tingkat II Program Studi Kebidanan Metro di lahan praktek.
c. Diketahuinya keterampilan pelaksanaan komunikasi terapeutik pada fase kerja mahasiswi Tingkat II Program Studi Kebidanan Metro di lahan praktek.
d. Diketahuinya keterampilan pelaksanaan komunikasi terapeutik pada fase terminasi mahasiswi Tingkat II Program Studi Kebidanan Metro di lahan praktek.

D. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang di teliti sebagai berikut:
a. Subyek penelitian : Mahasiswi Program Studi Kebidanan Metro Tingkat II Semester IV.
b. Obyek penelitian : Keterampilan pelaksanaan tentang komunikasi terapeutik.
c. Lokasi penelitian : Di BPS Ch. Sudilah, BPS Sri Lestari, BPS Sukatmi, BPS Yusi M, BPS Marta, BPS Pujiati, BPS Isti Kayom, BPS H. Suwarni, RB Nur Anissa, RB Doa Ibu, RB Kasih Ibu, RB Putri Dewi.
d. Waktu penelitian : Tanggal 8-13 Mei 2006.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini di harapkan bermanfaat bagi :
1. Bagi Pendidikan
Penambahan wawasan tentang komunikasi terapeutik secara efektif dan akan bermanfaat untuk dijadikan bahan masukan bagi penelitian selanjutnya.
2. Bagi Mahasiswi Program Studi Kebidanan Metro Tingkat II
Bermanfaat sebagai bahan masukan sehingga dapat melatih diri dalam berkomunikasi secara efektif.
3. Bagi Lahan Praktek.
Meningkatkan pembelajaran dan bimbingan tentang komunikasi terapeutik.

Kecemasan pasangan suami istri dengan infertil primer di rumah bersalin

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Banyaknya pasangan infertil di Indonesia dapat diperhitungkan dari banyaknya wanita yang pernah kawin dan tidak pernah mempunyai anak. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, jumlah penduduk 220 juta, 30 juta diantaranya adalah pasangan usia subur (PUS). Dari PUS tersebut sekitar 10 – 15%, atau 3 – 4,5 juta pasangan memiliki problem kesuburan, dan dari 10 sampai 15% itu terdapat 7 sampai 9% yang mengalami infertil primer. Makin lama pasangan itu kawin tanpa kehamilan, makin menurun kejadian kehamilannya. Para dokter baru menganggap ada masalah infertilitas jika pasangan yang ingin anak itu telah dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan lebih dari 12 bulan (Wiknjosastro, 1997).
Diperkirakan bahwa dari setiap 100 pasangan, 10 pasangan dari pasangan suami istri (Pasutri) tidak mempunyai anak, dan 15 Pasutri mempunyai anak kurang dari yang diinginkan (Hardjana, 2000). Banyak faktor yang mempengaruhi infertilitas, salah satu faktornya adalah dari segi psikologis. Infertilitas merupakan suatu keadaan yang menekan, pada Pasutri sering kali hal ini menyebabkan depresi, cemas dan lelah berkepanjangan. Padahal hal tersebut memberikan pengaruh yang cukup besar pada kemampuan untuk bisa hamil.
Pada masyarakat Indonesia, masih beranggapan bahwa tujuan sebuah pernikahan adalah untuk memperoleh keturunan (Kasdu, 2001). Seorang wanita yang telah melewati beberapa bulan hari pernikahannya, sering terlontar pertanyaan – pertanyaan dari keluarga atau kerabat yang menanyakan apakah ia sudah hamil atau belum. Tekanan – tekanan dari pihak luar ini sering kali menjadi sumber masalah dalam hubungan suami istri, selanjutnya pertanyaan itu akan menjadi hal yang sensitif apabila seorang wanita tidak kunjung hamil.
Tugas – tugas perkembangan pada masa dewasa awal menyebutkan bahwa salah satunya adalah hidup berkeluarga dan mengasuh anak (Mappiare, 1983). Anak merupakan kepuasan dalam sebuah perkawinan. Stabilitas sebuah perkawinan terkadang juga ditentukan dengan kehadiran oleh seorang anak dalam kehidupan rumah tangga. Banyak Pasutri yang memilih bercerai karena salah satu dari mereka tidak dapat memberi keturunan. Ancaman terjadinya perceraian ini mencapai 43% dari masalah dalam sebuah pernikahan yang ada. Mereka beranggapan bahwa peran mereka sebagai orang tua tidak sempurna tanpa kehadiran seorang anak dalam kehidupan perkawinannya.
Hasil prasurvei pada tanggal 1 – 21 April 2004 di Rumah Bersalin Permata Hati Kota Metro yang mengalami Infertil 31 pasangan infertil primer. Untuk itu penulis ingin mengetahui kecemasan pasangan suami istri dengan Infertil primer.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang, penulis membuat rumusan masalah yaitu : “Bagaimana kecemasan pasangan suami istri dengan Infertil primer di Rumah Bersalin Permata Hati Kota Metro ?”.

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam melakukan penelitian, agar sesuai dengan rumusan masalah yang dibuat penulis membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Subyek Penelitian : Pasangan suami istri dengan Infertil primer
2. Objek Penelitian : Penyebab kecemasan
3. Tempat Penelitian : RB. Permata Hati Kota Metro
4. Waktu Penelitian : 14 Mei – 12 Juni 2004

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui kecemasan pada pasangan suami istri dengan Infertil primer di RB. Permata Hati Kota Metro.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui kecemasan ditinjau dari peran sebagai orang tua.
b. Untuk mengetahui kecemasan ditinjau dari stabilitas perkawinan
c. Untuk mengetahuai kecemasan ditinjau dari tugas perkembangan dewasa awal.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Sebagai penerapan matakuliah metodologi penelitian dan menambah pengalaman serta wawasan mengenai kecemasan pada Pasutri dengan Infertil Primer.
2. Bagi Program Studi Kebidanan Metro
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan atau masukan untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan kecemasan pada Pasutri dengan Infertil Primer.
3. Bagi Rumah Bersalin Permata Hati
Diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran tentang pasangan yang mengalami Infertil Primer ditinjau dari segi psikologis, sehingga dokter dapat memberikan bantuan berupa konseling.

Karakteristik perilaku hubungan seks pra nikah pada remaja wanita di desa

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan teknologi pada saat ini sangat pesat, dengan pesatnya perkembangan teknologi membuat seks tidak dianggap sakral lagi. Kecendrungan pelanggaran semakin meningkat oleh karena adanya penyebaran informasi dan rangsangan seksual melalui media massa yang dengan adanya teknologi canggih (video cassette, foto copy, VCD, telepon genggam, internet, dan lain-lain) menjadi tidak terbendung lagi. Remaja wanita yang sedang dalam periode ingin tahu dan mencoba, akan meniru apa yang dilihat atau didengarnya dari media massa (Sarwono, 2004 : 151). Penemuan alat kontrasepsi oleh Amerika Serikat (AS) kemudian memicu revolusi seks di tahun 1960-an. Paradigma pun berubah, seks dianggap sebagai hal yang biasa-biasa saja. Akibatnya pergaulan seks bebas pun marak. Imbasnya juga dirasakan di Indonesia. Perubahan pandangan terhadap seksualitas terjadi sejak awal tahun 1980-an. Hal ini juga mengakibatkan perubahan dalam perilaku seksual termasuk dikalangan remaja wanita (Pangkahila, 2008).
Survey yang dilakukan oleh Departemen Sosial dan Ekonomi Internasional pada tahun 1998 di beberapa Negara Barat seperti Belgia, Kanada, Jerman, Hongaria, Norwegia, Inggris dan Amerika menunjukkan bahwa 2/3 remaja wanita berusia 19 tahun telah melakukan hubungan seksual di luar pra nikah. Senestein (1989) telah melaporkan hasil penelitiannya yaitu bahwa sekitar 69% remaja wanita Afrika-Amerika telah melakukan hubungan seksual tanpa nikah pada usia 15 tahun. Sedangkan Hoffer (1988) menemukan bahwa 25% remaja wanita Afrika-Amerika telah berhubungan seksual tanpa nikah pada usia 15 tahun dan 74% pada usia 18 tahun, sedangkan pada remaja wanita berkulit putih adalah 15% dan 56% (Yusuf, 2006 : 210).
Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1994, jumlah penduduk usia 20-24 tahun mencapai 31,2% dari jumlah penduduk Indonesia. Menurut Kepala BKKBN seks bebas telah ditemukan di setiap propinsi di Indonesia (BKKBN,2007). Hasil penelitian PKBI juga menunjukkan bahwa 9,1% remaja wanita telah melakukan hubungan seks dan 85% melakukan hubungan seks pertama mereka pada usia 13-15 tahun di rumah mereka dengan pacar (BKKBN,2006). Remaja wanita masa kini sudah melakukan hubungan seksual secara aktif. Tiap tahunnya 15 juta remaja wanita berusia 15-19 tahun melahirkan (Hambali,1998 :30).
Kejadian seks bebas telah merambah kalangan muda Indonesia dengan dampak yang cukup besar. Dari survey yang dilakukan di Jakarta diperoleh hasil bahwa sekitar 6-20% anak SMU dan Mahasiswa di Jakarta pernah melakukan hubungan seks pra-nikah. Sebanyak 35% dari Mahasiswa Perguruan Tinggi swasta di Jakarta sepakat tentang seks pra-nikah. Survey yang dilakukan oleh lembaga Demografi FEUI dan NFPCB tahun 1999 terhadap 8.084 remaja wanita putra dan putri yang berusia 15-24 tahun di 20 Kabupaten yaitu di Lampung, Jawa barat, Jawa tengah dan Jawa Timur menunjukkan bahwa sebanyak 46,2% remaja wanita menganggap perempuan tidak akan hamil hanya dengan satu kali melakukan hubungan seksual. Dari 405 kehamilan yang tidak direncanakan, 95% dilakukan oleh remaja wanita usia 15-25 tahun. Angka kejadian aborsi di Indonesia mencapai 2.5 juta kasus. 1,5 juta diantaranya dilakukan oleh remaja wanita (Kriswanto,2006).
Remaja wanita sering kali tidak nyaman atau tabu untuk membicarakan masalah seksualitas dan kesehatan reproduksinya. Akan tetapi karena faktor keingintahuannya mereka akan berusaha untuk mendapatkan informasi ini. Remaja wanita sering kali merasa bahwa orang tuanya menolak membicarakan masalah seks sehingga mereka kemudian mencari alternatif sumber informasi lain seperti teman atau media massa (Harlock,1972 dikutip dari Iskandar,1997).
Para remaja wanita hakikatnya tidak sadar bahwa perilaku seks bebas berakibat fatal bagi dirinya sendiri. Dengan menerapkan perilaku seks bebas banyak remaja wanita putri yang hamil di luar nikah. Padahal sudah dapat dipastikan apabila ada seorang remaja wanita putri hamil di luar nikah maka masa depannya akan suram. Dia tidak akan mewujudkan cita-citanya. Setelah semuanya terjadi, dia baru sadar bahwa ternyata seks bebas telah menghancurkan dirinya. Akibat lain dari perilaku seks bebas adalah HIV/AIDS. Berdasarkan penelitian UN AIDS, Organisasi AIDS se-dunia diperkirakan 700 remaja wanita terkena virus HIV/AIDS setiap hari. Dengan menerapkan perilaku seks bebas maka akan membuka peluang sangat besar bagi dirinya sendiri. Perilaku seks bebas sangat berpengaruh dalam pembentukan moralitas bangsa. Khususnya kaum muda ketika moral generasi muda suatu bangsa buruk (Akademik, 2007).
Dampak psikologis seks pra-nikah pelaku akan merasa diri kotor dan kehamilan akan berdampak pada hal lain (dosa memperanakkan dosa), seperti berbohong, menjauh dari pergaulan positif. Dampaknya seperti lingkaran setan yang tidak ada ujungnya (Franky,2007).
Para ahli dari berbagai disiplin ilmu sepakat bahwa remaja wanita yang digolongkan mempunyai tingkah laku menyimpang. Tidak hanya merupakan akibat dari keadaan lingkungan yang dihadapi remaja wanita saja. Akan tetapi, faktor penyebab yang begitu kompleks misalnya usia, pendidikan, tempat tinggal, ekonomi keluarga, kemajuan teknologi, meningkatnya libido seksual, penggunaan alat kontrasepsi dan frekuensi hubungan seks diluar nikah.
Berdasarkan data hasil pra survey di Desa Jatibaru Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan bahwa dari 742 remaja laki-laki dan perempuan yang melakukan hubungan seks pra nikah sebanyak 8 orang remaja wanita. Dan 5 orang diantaranya yang mengalami hamil di luar nikah.
Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin melakukan penelitian tentang “Karakteristik perilaku hubungan seks pra nikah pada remaja wanita di Desa Jatibaru Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis membuat rumusan masalah yaitu : ”Bagaimana Karakteristik perilaku hubungan seks pra nikah pada remaja wanita di Desa Jatibaru Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan?”.

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang diteliti sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Objek Penelitian : Karakteristik perilaku hubungan seks pra nikah pada remaja wanita di tinjau dari usia, pendidikan, tempat tinggal, ekonomi keluarga, kemajuan teknologi, meningkatnya libido seksual, penggunaan alat kontrasepsi dan frekuensi hubungan seks diluar nikah di Desa Jatibaru Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan
3. Subjek Penelitian : Remaja wanita yang melakukan hubungan seks pra nikah di Desa Jatibaru Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan
4. Lokasi Penelitian : Di Desa Jatibaru Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan
5. Waktu Penelitian : 13 Juni 2008

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Karakteristik perilaku hubungan seks pra nikah pada remaja wanita di Desa Jatibaru Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui karakteristik perilaku hubungan seks pra nikah pada remaja wanita di tinjau dari usia di Desa Jatibaru Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan.
b. Untuk mengetahui karakteristik perilaku hubungan seks pra nikah pada remaja wanita di tinjau dari pendidikan di Desa Jatibaru Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan.
c. Untuk mengetahui karakteristik perilaku hubungan seks pra nikah pada remaja wanita di tinjau dari tempat tinggal di Desa Jatibaru Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan.
d. Untuk mengetahui karakteristik perilaku hubungan seks pra nikah pada remaja wanita di tinjau dari ekonomi keluarga di Desa Jatibaru Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan.
e. Untuk mengetahui karakteristik perilaku hubungan seks pra nikah pada remaja wanita di tinjau dari kemajuan teknologi di Desa Jatibaru Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan.
f. Untuk mengetahui karakteristik perilaku hubungan seks pra nikah pada remaja wanita di tinjau dari meningkatnya libido seksual di Desa Jatibaru Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan.
g. Untuk mengetahui karakteristik perilaku hubungan seks pra nikah pada remaja wanita di tinjau dari penggunaan alat kontrasepsi di Desa Jatibaru Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan.
h. Untuk mengetahui karakteristik perilaku hubungan seks pra nikah pada remaja wanita di tinjau dari frekuensi hubungan seks diluar nikah di Desa Jatibaru Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Remaja wanita
Sebagai pengetahuan remaja wanita tentang dampak seks bebas dan pertimbangan remaja wanita untuk tidak melakukan seks bebas.
2. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan
Sebagai salah satu wacana untuk mengembangkan kebijakan pelayanan kesehatan reproduksi khususnya remaja wanita.
3. Bagi Penulis
Sebagai sarana untuk menerapkan ilmu yang telah didapat dibangku kuliah, serta mengamalkan ilmu yang telah diperoleh selama pendidikan.

Karakteristik keluarga dengan balita berat badan di bawah garis merah (BGM) di desa

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pencapaian Indonesia Sehat 2010 program pangan dan gizi memiliki tujuan yaitu meningkatkan ketersediaan pangan dengan jumlah yang cukup serta kualitas yang memadai dan tersedia sepanjang waktu yaitu melalui peningkatan bahan pangan dan penganekaragaman serta pengembangan produksi olahan, meningkatkan penganekaragaman konsumsi pangan untuk memantapkan ketahanan pangan ditingkat rumah tangga, meningkatkan pelayanan gizi untuk mencapai keadaan gizi yang baik dalam upaya perbaikan status gizi untuk mencapai hidup sehat (Depkes RI, 2003).
Masalah gizi kurang masih tersebar luas di Negara berkembang termasuk di Indonesia. Penyuluhan gizi secara luas perlu digerakan bagi masyarakat guna meningkatkan keadaan gizinya. Kecukupan gizi dan pangan merupakan salah satu faktor terpenting dalam mengembangkan kualitas sumber daya manusia, hal ini merupakan kunci keberhasilan dalam pembangunan suatu bangsa (Almatsier, 2003).
Beragam masalah kekurangan zat gizi yang sebagian mempunyai dampak yang sangat nyata terhadap timbulnya masalah gizi. Salah satu faktor penyebab keadaan ini terjadi karena bertambahnya jumlah penduduk diberbagai negara sedang berkembang yang cenderung meningkat terus, sedangkan jumlah produksi pangan belum mampu mengimbangi walaupun diterapkan beragam teknologi mutakhir. Disamping faktor bertambahnya penduduk yang tidak diimbangi dengan penyediaan pangan yang memadai, masalah gizi timbul karena berbagai faktor yang saling berkaitan yang mencakup aspek ekonomi, sosial, budaya (Suhardjo, 1996).
Akibat kurang gizi terhadap proses tubuh tergantung pada zat gizi apa yang kurang. Kekurangan zat gizi secara umum (makanan kurang dalam kualitas dan kuantitas menyebabkan gangguan pada proses pertumbuhan, produksi tenaga, pertahanan tubuh, struktur dan fungsi otak dan perilaku anak yang mengalami kurang gizi tersebut (Almatsier, 2003).
Masyarakat harus mengerti bahwa anak mereka membutuhkan makanan dengan cukup zat gizi demi masa depan mereka sehingga anak tersebut tidak terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan gizi. Kelompok anak balita merupakan kelompok yang menunjukan pertumbuhan badan yang pesat. Anak balita merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi (Sediaoetama, 2000).
Kondisi gizi salah di Indonesia yang terbanyak termasuk berat badan di bawah garis merah kebanyakan disebabkan oleh konsumsi pangan yang tidak mencukupi kebutuhan badan. Kondisi gizi salah terutama diderita oleh anak-anak yang sedang tumbuh dengan pesat yaitu kelompok balita (bawah lima tahun) dimana prevalensinya pada anak balita masih tinggi + 30-40%. Kebanyakan penyakit gizi ditandai dengan berat badan dibawah garis merah pada masa bayi dan anak ditandai 2 sindrom yaitu kwashiorkor dan marasmus (Hardjoprakoso, 1986).
Menurut Suhardjo, (1996) Klasifikasi keadaan berat badan balita di bawah garis merah yang paling sederhana dan umum dipakai adalah ukuran berat menurut umur yang kemudian dibandingkan terhadap ukuran baku, karena berat badan anak merupakan indikator yang baik bagi penentuan status gizinya. khususnya untuk mereka yang berumur di bawah 5 tahun, dimana keadaan seperti ini disebabkan oleh faktor-faktor tertentu seperti : Tingkat pendidikan ibu, Tingkat ekonomi keluarga, Latar belakang sosial budaya keluarga dilihat dari pantangan makan, Paritas, Keadaan fisiologi, Sehingga faktor-faktor tersebut ikut menentukan besarnya presentase balita dengan berat badan di bawah garis merah.
Menurut Dep.Kes (2004) yang dikutip Biro Pusat Statistik tahun 2003 sekitar 5 juta anak balita (27,5%) yang kekurangan gizi, lebih kurang 3,6 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang, dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3%). Meskipun jumlahnya relatif lebih sedikit, kasus gizi buruk lebih cepat menarik perhatian media masa karena dapat dipotret dan kelihatan nyata penderitaan anak seperti : sakit, kurus, bengkak (busung), dan lemah. Mereka mudah dikenal dan dihitung karena dibawa ke rumah sakit. Keluarga dan masyarakat tidak dapat berbuat banyak bagi anak yang gizi buruk (www.bkkbn.go.id).
Berdasarkan laporan tahunan Dinas Kesehatan Lampung Timur gambaran keadaan gizi masyarakat di Indonesia sampai saat ini belum memuaskan. Pada tahun 2000 diperkirakan ada 25% anak Indonesia mengalami gizi kurang, 7% diantaranya gizi buruk. Pada tahun 2005 tersebut didapatkan jumlah balita di Kecamatan Labuhan Maringgai yaitu 5905 balita. Dimana didapatkan balita BGM 1,02% yaitu 60 balita.
Berdasarkan data Puskesmas Labuhan Maringgai bulan Januari 2006 didapatkan jumlah balita di Desa Muara Gading Mas yaitu 383 balita. Di desa tersebut juga ditemukan bayi dengan berat badan di bawah garis merah 3,7% yaitu 14 balita. Berdasarkan keadaan tersebut penulis tertarik untuk mengadakan penelitian sederhana tentang “Karakteristik Keluarga Dengan Balita BGM di Desa Muara Gading Mas”.

B. Rumusan Masalah
Masalah adalah kesenjangan antara harapan dan kenyataan antara apa yang diinginkan atau yang dituju dengan apa yang terjadi atau faktanya (Notoatmodjo, 2002). Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana karakteristik keluarga dengan balita BGM di Desa Muara Gading Mas”.

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang di teliti adalah sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Obyek Penelitian : Karakteristik keluarga dengan balita BGM
3. Subyek penelitian : Seluruh Balita BGM
4. Lokasi penelitian : Desa Muara Gading Mas Kecamatan Labuhan Maringgai Lampung Timur
5. Waktu Penelitian : Bulan 10 Mei 2006 s.d 14 Mei 2006
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran karakteristik keluarga dengan balita BGM di Desa Muara Gading Mas.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus pada penelitian ini adalah untuk :
a. Diperolehnya gambaran karakteristik keluarga dengan balita BGM berdasarkan tingkat pendidikan ibu.
b. Diperolehnya gambaran karakteristik keluarga dengan balita BGM berdasarkan tingkat ekonomi keluarga.
c. Diperolehnya gambaran karakteristik keluarga dengan balita BGM berdasarkan latar belakang sosial budaya keluarga dilihat dari pantangan makan
d. Diperolehnya gambaran karakteristik keluarga dengan balita BGM berdasarkan paritas.
e. Diperolehnya gambaran karakteristik keluarga dengan balita BGM berdasarkan keadaan fisiologi

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Desa Tempat Penelitian
Sebagai bahan masukan dalam perencanaan program peningkatan gizi di desa tersebut.
2. Bagi Puskesmas
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan dalam rangka meningkatkan program pelayanan kesehatan.
3. Bagi Institusi Pendidikan Program Studi Kebidanan Metro
Sebagai dokumen dan bahan perbandingan peneliti lain untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan penelitian ini.

Karakteristik neonatus dengan asfiksia di ruang anak RSUD

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan kesehatan neonatal dimulai sebelum bayi dilahirkan, melalui pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil. Pertumbuhan dan perkembangan bayi periode neonatal merupakan periode yang paling kritis karena dapat menyebabkan kesakitan dan kematian (Syaifuddin, 2006). Asfiksia termasuk dalam neonatus dengan risiko tinggi karena memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami kematian atau menjadi sakit berat dalam masa neonatal (Jumiarni, 1994).
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia atau gagal nafas dapat menyebabkan suplai oksigen ke tubuh menjadi terhambat jika terlalu lama membuat bayi menjadi koma, walaupun sadar dari koma bayi akan mengalami cacat otak. Pada awal asfiksia, darah lebih banyak dialirkan ke otak dan jantung, dengan adanya hipoksia dan asidosis maka fungsi miokardium menurun, curah jantung menurun dan aliran darah ke alat-alat vital juga berkurang.
Kejadian asfiksia jika berlangsung terlalu lama dapat menimbulkan perdarahan otak, kerusakan otak dan kemudian keterlambatan tumbuh kembang (Syaifuddin, 2006). Asfiksia juga dapat menimbulkan kematian jika terlambat di tangani, mengakibatkan cacat seumur hidup seperti buta, tuli dan cacat otak (Retayasa, 2007).
Berdasarkan data WHO (World Health Organization), setiap tahunnya kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi baru lahir mengalami asfiksia, hampir satu juta bayi ini meninggal (Dinkes Lampung, 2006), sedangkan survei WHO tahun 2002 dan 2004 kematian bayi baru lahir disebabkan oleh asfiksia sebesar (27%) (Warouw, 2006). Angka kematian bayi di Indonesia sebanyak 47% meninggal pada masa neonatal (usia di bawah 1 bulan). Setiap 5 menit terdapat satu neonatus yang meninggal. Penyebab kematian neonatal di Indonesia yaitu asfiksia sebesar (27%) (Depkes RI, 2007).
Angka kematian neonatal atau kematian bayi pada usia 0 – 28 hari di Lampung tahun 2007 berjumlah 785 kasus, penyebabnya yaitu asfiksia sebanyak 272 neonatus (34,6%) (Laporan Tahunan Dinkes Lampung 2007). Kematian neonatus di Kota Metro tahun 2007 terdapat 31 neonatus yang meninggal diantaranya disebabkan oleh asfiksia sebanyak 7 neonatus (22,58%) (Laporan tahunan Dinkes Kota Metro, 2007).
Data pra survey di ruang anak RSUD Ahmad Yani Metro di peroleh 199 neonatus yang dirawat pada bulan Januari – Desember 2007 yaitu sebanyak 64 (32,2%) neonatus dengan asfiksia, 18 neonatus diantaranya meninggal, BBLR sebanyak 63 (31,6%) neonatus, sepsis 29 (14,6%) neonatus, ISPA 13 (6,5%) neonatus, diare 10 (5%) neonatus dan lain-lain 20 (10%) neonatus (Medical Record RSUD A. Yani, 2008).
Faktor yang diketahui menjadi penyebab terjadinya asfiksia neonatus yaitu faktor ibu yang meliputi pre eklampsi dan eklampsi, perdarahan abnormal, kehamilan lewat waktu, partus lama atau partus macet dan infeksi berat, faktor bayi meliputi lilitan tali pusat, prolapsus tali pusat, bayi prematur yaitu sebelum 37 minggu kehamilan, persalinan dengan tindakan meliputi sungsang, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep, kelainan bawaan dan air ketuban bercampur mekonium (Affandi, 2007).
Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Bayi dengan berat badan lahir rendah akan lebih sering menderita asfiksia dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan berat badan normal karena belum berfungsinya paru-paru secara normal, makin pendek masa kehamilan maka kurang sempurna pertumbuhan alat-alat dalam tubuhnya, dengan demikian mudah terjadi komplikasi dan makin tinggi angka kematian (Syaifuddin, 2006).
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis ingin melakukan penelitian tentang karakteristik neonatus dengan asfiksia di Ruang Anak RSUD Ahmad Yani Metro tahun 2007.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis mengambil rumusan masalah tentang “Bagaimana karakteristik neonatus dengan asfiksia di Ruang Anak RSUD Ahmad Yani Metro tahun 2007?”

C. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah :
1. Jenis penelitian : Deskriptif
2. Subjek penelitian : Neonatus yang di rawat dengan asfiksia dari bulan Januari – Desember tahun 2007.
3. Objek penelitian : Karakteristik neonatus dengan asfiksia.
4. Lokasi penelitian : Di Ruang Anak RSUD Ahmad Yani Metro.
5. Waktu penelitian : 5-9 Juni 2008

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik neonatus dengan asfiksia di Ruang Anak RSUD Ahmad Yani Metro tahun 2007.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik neonatus dengan asfiksia di Ruang Anak RSUD Ahmad Yani Metro tahun 2007 berdasarkan usia gestasi.
b. Mengetahui karakteristik neonatus dengan asfiksia di Ruang Anak RSUD Ahmad Yani Metro tahun 2007 berdasarkan berat badan sewaktu lahir.
c. Mengetahui karakteristik neonatus dengan asfiksia di Ruang Anak RSUD Ahmad Yani Metro tahun 2007 berdasarkan jenis persalinan.

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1. RSUD Ahmad Yani Metro
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi dan masukan wuntuk mengetahui lebih jelas tentang karakteristik neonatus dengan asfiksia.
2. Program Studi Kebidanan Metro
Dapat digunakan sebagai bahan pengembangan materi, menambah referensi dan bahan bacaan khususnya tentang karakteristik neonatus dengan asfiksia serta sebagai bahan dokumentasi.
3. Peneliti
Peneliti dapat mengetahui lebih jelas tentang karakteristik neonatus dengan asfiksia dan menambah wawasan serta ilmu pengetahuan.
4. Peneliti Lain
Sebagai bahan yang dapat dijadikan perbandingan dan pertimbangan untuk melakukan penelitian-penelitian lebih lanjut.

Blog Archive