Thursday, May 20, 2010

Gambaran puskesmas mampu pelayanan obstetri dan neonatal emergensi dasar (PONED) di Puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia, merupakan suatu masalah yang sejak tahun 1990-an mendapat perhatian besar dari berbagai pihak. AKI di Indonesia tahun 2003 adalah 307/100.000 kelahiran hidup dan penurunan AKI pada tahun tersebut mencapai 32% dari kondisi tahun 1990. Keadaan ini masih jauh dari target harapan yaitu 75% atau 125/100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi 35/1000 kelahiran hidup pada tahun 2010 (Dinas kesehatan Provinsi Lampung, 2006 : 1).
Penyebab kematian ibu adalah komplikasi pada kehamilan, persalinan dan nifas yang tidak tertangani dengan baik dan tepat waktu. Menurut data Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 sebab kematian ibu karena perdarahan 28%, eklamsi 24%, infeksi 11%, komplikasi puerperium 8%, emboli Obstetri 3% dan lain-lain 11%. Sedangkan penyebab kematian neonatal karena BBLR 29%, asfiksia 27%, masalah pemberian minum 10%, tetanus 10%, gangguan hematologi 6%, infeksi 5% dan lain-lain 13% (Rachmawaty, 2006 : 1)
Upaya menurunkan AKI dan AKB beberapa upaya telah dilakukan. Upaya tersebut diantaranya adalah mulai tahun 1987 telah dimulai program safe motherhood dan mulai tahun 2001 telah dilancarkan Rencana Strategi Nasional making pregnancy safer (MPS). Adapun pesan kunci MPS adalah : (1) Setiap persalinan, ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih; (2) Setiap komplikasi Obstetri dan neonatal mendapatkan pelayanan yang adekuat; (3) Setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran. Realisasi dari MPS tersebut di tingkat Puskesmas yang mempunyai dokter umum dan bidan, khususnya puskesmas dengan rawat inap dikembangkan menjadi Puskesmas mampu memberikan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) (Koesno, 2004 : 3).
Puskesmas mampu PONED menjadi tempat rujukan terdekat dari desa sebagai pembina bidan dan mendekatkan akses pelayanan kegawatdaruratan pada ibu hamil dan bersalin karena komplikasi dalam kehamilan dan persalinan tidak dapat diduga atau diramalkan sebelumnya (Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, 2006 : 1). Pengembangan Puskesmas mampu PONED dengan melatih tenaga dokter, perawat dan bidan serta melengkapi sarana dan prasarana sesuai syarat-syarat yang telah ditetapkan diharapkan dapat mencegah dan menangani komplikasi kehamilan dan persalinan sehingga dapat menurunkan AKI dan AKB. Puskesmas Perawatan Panjang Kota Bandar Lampung dengan cakupan ibu hamil resiko tinggi 228 orang dari 1140 ibu hamil pada tahun 2006, (Laporan Puskesmas Rawat Inap KP Kotamadya Bandar Lampung 2007 : 1). Maka dari hasil evaluasi tahun 2006 Puskesmas Panjang ditunjuk untuk dikembangkan menjadi Puskesmas mampu PONED sejak bulan Oktober 2006 (Laporan Puskesmas Perawatan Panjang Kota Bandar Lampung, 2006 : 1).
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul : ”Gambaran Puskesmas mampu Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas Perawatan panjang Kota Bandar Lampung tahun 2007”.

B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah diatas maka dapat diambil suatu rumusan masalah sebagai berikut : “Bagaimana Gambaran Puskesmas Mampu Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas Perawatan Panjang Kota Bandar Lampung tahun 2007?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui gambaran Puskesmas mampu Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas Perawatan Panjang Kota Bandar Lampung tahun 2007.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini meliputi :
a. Untuk mengetahui gambaran langkah-langkah persiapan pengembangan menjadi Puskesmas Mampu PONED di Puskesmas Perawatan Panjang Kota Bandar Lampung tahun 2007.
b. Untuk mengetahui gambaran ketenagaan Puskesmas Mampu PONED di Puskesmas Perawatan Panjang Kota Bandar Lampung tahun 2007.
c. Untuk mengetahui gambaran jenis pelayanan yang diberkan puskesmas mampu PONED di puskesmas Perawatan Panjang Kota Bandar Lampung tahun 2007.
d. Untuk mengetahui gambaran cakupan pelayanan dasar Ibu puskesmas mampu PONED di puskesmas Perawatan Panjang Kota Bandar Lampung tahun 2007.
e. Untuk mengetahui gambaran sarana yang dimiliki sebagai puskesmas mampu PONED di puskesmas Perawatan Panjang Kota Bandar Lampung tahun 2007.
f. Untuk mengetahui gambaran kompetensi bidan Puskesmas Mampu PONED di Perawatan Panjang Kota Bandar Lampung tahun 2007
g. Untuk mengetahui tugas bidan yang diperlukan Puskesmas Mampu PONED di Puskesmas Perawatan Panjang Kota Bandar Lampung tahun 2007.
h. Untuk mengetahui gambaran evaluasi Puskesmas Mampu PONED di Perawatan Panjang Kota Bandar Lampung tahun 2007
i. Untuk mengetahui pemantauan Puskesmas Mampu PONED di Perawatan Panjang Kota Bandar Lampung tahun 2007.
j. Untuk mengetahui pelaksanaan pembinaan Puskesmas Mampu PONED di Puskesmas Perawatan Panjang Kota Bandar Lampung tahun 2007.

D. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini antara lain:
1. Lokasi dan waktu penelitian : penelitian ini akan dilaksanakan di Puskesmas Perawatan Panjang Kota Bandar Lampung pada tanggal 8 Juni 2007.
2. Variabel penelitian : variabel bebas penelitian ini adalah langkah-langkah persiapan pengembangan, ketenagaan, jenis pelayanan, cakupan pelayanan, sarana, kompetensi bidan, tugas bidan, pemantauan, evaluasi dan pembinaan.
3. Jenis penelitian : deskriptif.
4. Subjek dan objek penelitian : subjek penelitian ini adalah Tenaga Kesehatan di Instalasi PONED Puskesmas Perawatan Panjang Kota Bandar Lampung, sedangkan objek penelitian ini adalah Puskesmas Perawatan mampu PONED Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung.

E. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan atau gambaran informasi dan evaluasi tentang perkembangan puskesmas mampu PONED di Puskesmas Perawatan Panjang dan Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung khususnya
2. Sebagai bahan pertimbangan untuk evaluasi dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat khususnya ibu hamil dan bersalin.
3. Sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan tentang program puskesmas mampu PONED dalam silabus pembelajaran bagi Institusi Program Studi Kebidanan Metro Poltekes Tanjung Karang.
4. Sebagai bahan perbandingan dan masukan untuk melakukan penelitian selanjutnya tentang Puskesmas Mampu PONED bagi Penelitian lainnya,


Gambaran sikap dan tindakan akseptor KB dalam mengatasi efek samping alat kontrasepsi suntikan (injectables) di BPS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut World Health Organization (WHO) yang dikutip oleh Hartanto (2003) Keluarga Berencana (KB) adalah suatu tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan tujuan tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami isteri, menentukan jumlah anak dalam keluarga. Dengan KB ibu dapat terhindar dari "4 terlalu" yaitu terlalu muda (too young), terlalu tua (too old), terlalu banyak (too many), terlalu dekat jaraknya (too close) (Hartanto, 2003).
Secara umum tujuan KB adalah mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera yang menjadi dasar terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan pertumbuhan penduduk Indonesia (Sarwono, 1992). Dengan tidak mengikuti gerakan keluarga berencana akan menimbulkan masalah pada bidang pendidikan, lapangan kerja, masalah perumahan dan tempat tinggal, masalah gizi dan pangan, serta gangguan keamanan (Manuaba, 1998).
Salah satu jenis kontrasepsi efektif yang menjadi pilihan dan merupakan salah satu dari program KB nasional ini adalah KB suntikan (injectables) dan merupakan salah satu alat kontrasepsi yang berdaya kerja panjang (lama), yang tidak membutuhkan pemakaian setiap hari atau setiap akan senggama tetapi, tetap reversible. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suatu metode kontrasepsi yang baik adalah aman, dapat diandalkan, sederhana, murah dapat diterima orang banyak, pemakaian jangka lama (continuation rate tinggi), namun, sampai saat ini belum tersedia satu metode kontrasepsi yang benar-benar 100% ideal/sempurna (Hartanto, 2003). Begitu juga dengan akseptor KB suntikan yang dapat mengalami efek samping berupa gangguan pola haid, penambahan berat badan, sakit kepala, dan nyeri pada payudara/rasa tidak enak pada payudara (POGI/BKKBN/Departemen Kesehatan/PKMI/JHPIEGO, 1996).
Di Kabupaten Lampung Tengah tahun 2004 terdapat sekitar 211.176 Pasangan Usia Subur (PUS) dengan peserta KB tidak aktif sekitar 58.576 orang (27%). Angka peserta KB tidak aktif ini terus meningkat pada tahun 2005 yaitu sekitar 60.024 orang (28%) dengan jumlah PUS sekitar 214.066 (Profil Kesehatan Kabupaten Lampung Tengah, 2005). Hasil survei pendahuluan di BPS Dwi Yuliani Seputih Banyak Kabupaten Lampung Tengah tahun 2007 terdapat sekitar 100 akseptor KB suntikan dan sekitar 20 akseptor KB mengalami efek samping (Register KB, 2007).
Dengan adanya masalah kesehatan yang dialami oleh sebagian akseptor KB yang dikarenakan efek samping dari kontrasepsi tersebut dan kurangnya Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) tentang efek samping maka besar kemungkinan seorang akseptor akan mengalami kejadian drop out atau putus pakai. Oleh karena KB suntikan merupakan salah satu cara KB yang efektif, terpilih dan banyak jumlah penggunanya, namun masih banyak juga didapatkan akseptor KB yang mengalami efek samping. Untuk menghindari kejadian drop out atau putus pakai maka diharapkan akseptor KB suntikan dapat melakukan penanganan dari efek samping alat kontrasepsi suntikan (injectables).
Berdasarkan masalah di atas maka penulis memilih judul penelitian mengenai “Gambaran sikap dan tindakan akseptor KB dalam mengatasi efek samping alat kontrasepsi suntikan (injectables) di BPS Dwi Yuliani, Seputih Banyak, Lampung Tengah.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian pada latar belakang masalah di atas maka penulis membuat rumusan masalah : “Bagaimanakah gambaran sikap dan tindakan akseptor KB dalam mengatasi efek samping alat kontrasepsi suntikan di BPS Dwi Yuliani, Seputih Banyak, Lampung Tengah?”

C. Ruang Lingkup
Pada penelitian ini penulis mencoba untuk mengetahui gambaran sikap dan tindakan akseptor KB dalam mengatasi efek samping alat kontrasepsi suntikan di BPS Dwi Yuliani, Seputih Banyak, Lampung Tengah.
1. Sifat Penelitian : Deskriptif
2. Subjek penelitian : Akseptor KB suntikan
3. Objek penelitian : Sikap dan Tindakan Akseptor KB suntikan
4. Lokasi penelitian : BPS Dwi Yuliani, Seputih Banyak, Lampung Tengah.
5. Waktu : Maret-Juni 2007

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran sikap dan tindakan akseptor KB dalam mengatasi efek samping alat kontrasepsi suntikan di BPS Dwi Yuliani, Seputih Banyak, Lampung Tengah.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui gambaran sikap akseptor KB suntikan dalam mengatasi efek samping dari alat kontrasepsi suntikan di BPS Dwi Yuliani, Seputih Banyak Lampung Tengah.
b. Untuk mengetahui gambaran tindakan akseptor KB dalam mengatasi efek samping dari alat kontrasepsi suntikan di BPS Dwi Yuliani, Seputih Banyak Lampung Tengah.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :
1. Bagi program keluarga berencana di BPS Dwi Yuliani, Seputih Banyak Lampung Tengah sebagai sumbangan pemikiran dan sebagai bahan evaluasi dalam penanganan efek samping alat kontrasepsi suntikan terutama di BPS Dwi Yuliani, Seputih Banyak Lampung Tengah.
2. Bagi peneliti
Untuk mengetahui dengan jelas mengenai tindakan akseptor KB dalam mengatasi efek samping dari alat kontrasepsi suntikan, khususnya pada mata kuliah Asuhan Kebidanan Keluarga Berencana dan Metode Penelitian.
3. Bagi pengembangan ilmu
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber referensi, sumber bacaan dan bahan pengajaran terutama yang berkaitan dengan sikap dan tindakan askeptor KB dalam mengatasi efek samping alat kontrasepsi suntikan.

Gambaran proses penyembuhan luka ibu post seksio sesarea di RKB RSU

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Kemampuan pelayanan kesehatan suatu negara ditentukan dengan perbandingan rendahnya angka kematian ibu dan angka kematian perinatal. Dikemukakan bahwa kematian perinatal lebih mencerminkan kesanggupan suatu negara untuk memberikan pelayanan kesehatan. Indonesia di lingkungan ASEAN merupakan negara dengan angka kematian ibu dan perinatal tertinggi yang berarti kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan masih memerlukan perbaikan yang bersifat menyeluruh yaitu 334 / 100.000 persalinan hidup (SDKI, 1998).
Diperkirakan persalinan di Indonesia setiap tahunnya sekitar 5.000.000 jiwa. Angka kematian ibu sebesar 19.500 – 20.000 setiap tahunnya atau setiap 26-27 menit 1 yang meninggal. Penyebab kematian ibu adalah pendarahan 30,5 %, infeksi 22,5 %, gestosis % dan anestesia 2,0 % (Manuaba, 1998).
Salah satu faktor penting dalam tingginya tingkat kematian maternal terutama di negara-negara berkembang adalah faktor-faktor pelayanan kesehatan, penanganan yang tepat atau kurang memadai oleh petugas kesehatan yang dilaporkan merupakan faktor yang ikut berperan dalam 11-47 % kejadian kematian maternal dinegara berkembang (Hakimi, 1996). Untuk itu diperlukan peningkatan pendidikan dan keterampilan seperti perawatan ibu selama hamil, bersalin, nifas, ataupun pelayanan bedah kebidanan. Pelayanan bedah kebidanan yang dilakukan untuk menyelesaikan persalinan yang dapat dilakukan melalui dua cara yaitu pervaginaan atau perabdominal. Pengetahuhan, keterampilan dan persiapan prabedah obstetri operatif pervaginaan tidak banyak berbeda dengan persalinan biasa, sedangkan untuk keterampilan dan persiapan obstetri operatif per abdominal memerlukan persiapan khusus, operatif per abdominal dalam lingkup kebidanan adalah Seksio Sesaria.
Seksio sesaria adalah suatu tindakan pembedahan guna melahirkan anak dengan insisi/sayatan pada dinding abdomen dan uterus. Sebelum keputusan untuk melakukan seksio sesaria diambil, pertimbangkan secara teliti indikasi dengan resiko yang mungkin terjadi (pendarahan, cedera saluran kemih/usus, dan infeksi). Pertimbangan tersebut harus berdasarkan penilaian pembedahan secara lengkap, mengacu pada syarat-syarat pembedahan dan pembiusan. Di negara-negara maju frekuensi seksio sesaria berkisar antara 1,5 % dan 7 % dari semua persalinan (Sarwono P. 1992).
Menurut statistik tentang 3.509 kasus yang disusun oleh Peel dan Chamberlain (1968) indikasi SC karena : (Sarwono P. 1992).
1. Disproponsi sefalo pelvik 21 %
2. Gawat janin 14 %
3. Placenta previa 11 %
4. Pernah seksio sesaria 11 %
5. Kelainan letak 10 %
6. Pre eklamsi 7 %

Persalinan yang terjadi di ruang Obstetri RSU Pringsewu dari bulan Januari sampai April tahun 2004 ± berjumlah 139 orang dengan berbagai jenis persalinan diantaranya secara spontan, ekstraksi vakum, letak sungsang, KPD, preeklamsi dan seksio sesaria. Perawatan luka post seksio sesaria, memerlukan perhatian khusus agar terhindar dari infeksi, karena infeksi merupakan salah satu penyebab utama kematian ibu, yaitu sekitar 20 % - 25 % (Manuaba, 1998).
Pada tahun 2002 pasien seksio sesaria di RKB RSU Pringsewu sebanyak 168 orang, yang terinfeksi ada 5 orang. Sedangkan untuk tahun 2004 ini dari bulan Januari sampai dengan bulan Mei kejadian infeksi ada 4 porang dari 78 orang jumlah pasien yang dilakukan tindakan seksio sesaria (MR. RSU Pringsewu, 2004). Menurut Sarwono (1992), idealnya luka akan sembuh dengan baik bila dilakukan perawatan dan pengobatan yang sesuai dengan program. Akan tetapi ada beberapa faktor mempengaruhi penyembuhan luka, faktor-faktor tersebut secara umum adalah usia, paritas, gizi, perawatan terhadap luka pembedahan, penyakit berat, tehnik bedah yang tidak halus dan baik, kondisi mental ibu, terkontaminasinya sayatan dan pelaksanaan operasi. (Perawatan Penyakit Dalam dan Bedah, Pusdiklat Depkes RI)
Jika dalam masa perawatan post operatif per abdominal tidak terdapat proses infeksi, dengan demikian dari perawatan bisa diperpendek atau sesuai dengan waktu, sehingga klien bisa melakukan aktifitas lebih cepat tanpa gangguan yang banyak dan biaya perawatan dapat ditekan sekecil mungkin, dan pembedahan yang direncanakan akan lebih berhasil dari pada tindakan yang terpaksa dilakukan dalam keadaan darurat (Sarwono, 2001).
Atas dasar berbagai uraian tersebut di atas, maka penulis mencoba untuk memaparkan suatu penelitian dengan harapan hasilnya dapat merupakan masukan untuk perbaikan agar penyembuhan luka dapat diperpendek, dan infeksi dari luka bedah sayat SC dapat ditekan sekecil mungkin

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas dalam latar belakang, maka dapat dirumuskan “Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka pada Pasien SC di RKB RSU Pringsewu pada bulan Mei 2004?”

C. Ruang Lingkup Penelitian
Di dalam penelitian ini yang menjadi ruang lingkup dari penelitian faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka bedah sayat pada pasien SC adalah sebagai berikut :
1. Subyek Penelitian : Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka
pada pasien SC.
2. Obyek Penelitian : Pasien Post SC di Ruang Kebidanan RSU Pringsewu
3. Tempat Penelitian : Ruang Kebidanan RSU Pringsewu
4. Waktu Penelitian : Setelah proposal KTI ini disetujui.

D. Tujuan Penelitan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka pada pasien SC di Ruang Kebidanan RSU Pringsewu.
2. Tujuan Khusus
a. Diperolehnya gambaram faktor usia yang mempengaruhi penyembuhan luka pada pasien SC.
b. Diperolehnya gambaran faktor paritas yang mempengaruhi penyembuhan luka pada pasien SC.
c. Diperolehnya gambaran faktor gizi yang mempengaruhi penyembuhan luka pada pasien SC.
d. Diperolehnya gambaran faktor perawatan luka yang mempengaruhi penyembuhan luka pada pasien SC.
e. Diperolehnya gambaran faktor penyakit yang diderita mempengaruhi penyembuhan luka pada pasien SC.
f. Diperolehnya gambaran faktor jenis jahitan yang mempengaruhi penyembuhan luka pada pasien SC.
g. Diperolehnya gambaran faktor indikasi SC yang mempengaruhi penyembuhan luka.

E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi tampat penelitan
Hasil penelitan dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan yang bertugas diruang kebidanan RSU Pringsewu, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang perawatan pasien Post SC.
2. Manfaat bagi institusi pendidikan kebidanan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan atau masukan untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka pada pasien SC.
3. Manfaat bagi peneliti
Sebagai penerapan dari perkuliahan metode penelitian yang didapat di Politeknik Kesehatan Program Study Kebidanan Metro.

Gambaran pola makan ibu hamil di BPS

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Prioritas pembangunan kesehatan Indonesia pada tahun 2005-2009 salah satunya diutamakan pada upaya-upaya kesehatan ibu dan anak, dimana program perbaikan gizi menjadi salah satu program unggulannya (Komunitas AIDS Indonesia, 2008). Hal ini dikarenakan masih tingginya angka kematian bayi dan ibu merupakan akibat masalah gizi kronis (Kesrepro, 2008).
Masalah kurang gizi pada ibu hamil telah terjadi sejak lama di Indonesia. Kekurangan asupan gizi pada ibu hamil selama kehamilan berdampak pada tingginya angka kejadian anemia pada ibu hamil yang dapat mengakibatkan sering terjadi perdarahan saat persalinan, eklampsia (keracunan kehamilan) dan bayi yang dilahirkan berat badannya rendah (BBLR), selain dapat meningkatkan angka kematian ibu dan bayi (Yayu, 2008).
Angka kematian ibu (AKI) adalah gambaran status kesehatan dan status gizi di suatu negara. AKI di Indonesia pada tahun 2007 tercatat 248 per 100.000 kelahiran hidup (Komunitas AIDS Indonesia, 2008). Provinsi Lampung tercatat 117 kasus (Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, 2008). Jumlah AKI di kabupaten Lampung Tengah mencapai 15 orang per 18.783 angka kelahiran hidup (Din.Kes Lampung Tengah, 2008).
Salah satu penyebab tingginya kematian ibu karena masih tingginya prevalensi anemia gizi pada ibu hamil di Indonesia yaitu 70% atau 7 dari 10 wanita hamil menderita anemia gizi. Jumlah ibu hamil di Lampung yang didata saat ini sekitar 200.000 orang dan sebanyak 69,7% di antaranya menderita anemia gizi akibat kekurangan asupan zat bergizi ke dalam tubuh. Ibu hamil dalam kondisi seperti itu mengakibatkan di Indonesia rata-rata setiap tahunnya lahir 350.000 bayi dalam kondisi berat badan rendah (BBLR). BBLR merupakan salah satu penyebab tingginya angka kematian bayi di Indonesia (Kompas, 2005).
Kehamilan merupakan perubahan fisiologis yang menyebabkan peningkatan kebutuhan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan ibu dan janin yang dikandung. Kebanyakan negara berkembang kehamilan dapat diperburuk oleh kekurangan nutrisi. Tingginya jumlah ibu di Indonesia yang mengalami kekurangan nutrisi dikarenakan pola makan belum seimbang yang meliputi jenis, jumlah dan frekuensi makan yang dikonsumsi. Ketidakseimbangan pola makan dipengaruhi oleh masalah pemilihan pangan di rumah tangga, daya beli dalam suatu rumah tangga serta distribusi pangan yang belum memadai (Suara Pembaruan Dialy, 2008). Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa status gizi ibu hamil mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin yang dikandung. Penerapan pola makan yang seimbang bagi ibu hamil sangat penting agar dapat mencukupi kebutuhan ibu dan janin yang dikandung (Patimah, 2008).
Menurut data pra survey di BPS Dwi Sri Isnawati Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah dari bulan Januari-Maret 2008 terdapat 36 ibu hamil, dari 10 ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya terdapat 3 orang yang mengalami kenaikan berat badan tidak sesuai dengan standar Body Mass Index (BMI). BMI menekankan pada perbandingan berat badan dalam kilogram dengan 2 kali tinggi badan dalam meter (Primana, 2008). Kenaikan berat badan ibu hamil dapat digunakan sebagai indeks untuk menentukan status gizi wanita hamil, karena terdapat kesamaan dalam jumlah kenaikan berat badan diwaktu hamil pada semua ibu hamil (Soetjiningsih, 1995).
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai gambaran hubungan kenaikan berat badan ibu hamil dengan pola makan di BPS Dwi Sri Isnawati Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian masalah pada latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah gambaran pola makan ibu hamil di BPS Dwi Sri Isnawati Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah ?”

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Jenis penelitian : Deskriptif
2. Subjek penelitian : Seluruh ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya
di BPS Dwi Sri Isnawati Kecamatan Punggur
Kabupaten Lampung Tengah
3. Objek penelitian : Gambaran pola makan ibu hamil
4. Lokasi penelitian : BPS Dwi Sri Isnawati Kecamatan Punggur
Kabupaten Lampung Tengah
5. Waktu penelitian : Setelah proposal disetujui (Mei-Juni 2008)

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk diketahui gambaran pola makan ibu hamil di BPS Dwi Sri Isnawati Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran pola makan ibu hamil berdasarkan jenis makanan di BPS Dwi Sri Isnawati Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah
b. Mengetahui gambaran pola makan ibu hamil berdasarkan jumlah makanan di BPS Dwi Sri Isnawati Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah
c. Mengetahui gambaran pola makan ibu hamil berdasarkan frekuensi makan di BPS Dwi Sri Isnawati Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Peneliti
Penerapan ilmu yang telah didapat selama kuliah khususnya mata ajaran metodologi penelitian dan menambah wawasan tentang gambaran hubungan kenaikan berat badan ibu hamil dengan pola makan
2. BPS Dwi Sri Isnawati
Menjadi masukan bagi bidan untuk menggalakkan kegiatan deteksi dini ibu hamil dengan resiko tinggi dalam rangka peningkatan mutu pelayanan antenatal
3. Institusi Pendidikan Program Studi Kebidanan Metro
Untuk dapat digunakan sebagai bahan studi pustaka.

Gambaran pertolongan persalinan yang dilakukan oleh dukun tidak terlatih di wilayah puskesmas pembantu

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Persalinan merupakan kejadian fisiologis yang prosesnya dapat berjalan dengan aman jika penolong persalinan dapat memantau persalinan untuk mendeteksi dini terjadinya komplikasi. Pertolongan persalinan oleh dukun di negara-negara berkembang masih tinggi yaitu sebanyak 80%. Hal ini tidak sedikit menimbulkan masalah karena mereka bekerja tidak berdasarkan ilmiah, pengetahuan mereka tentang fisiologi dan patologi pada persalinan juga masih sangat terbatas sehingga mereka tidak mengenal tindakan antiseptik yang dapat mengakibatkan tingginya angka kematian bayi (Prawirohardjo, 2005).
Kematian bayi khususnya neonatal berdasarkan penelitian WHO di seluruh dunia sebesar 10.000.000 jiwa per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa angka kematian bayi baru lahir masih sangat tinggi. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia ( SDKI ) 2002/2003 menunjukkan bahwa angka kematian bayi baru lahir (neonatal) masih berada dalam kisaran 20 per 1000 kelahiran hidup. Sasaran yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia untuk tahun 2010 salah satunya adalah menurunkan angka kematian neonatal menjadi 15 per 1000 kelahiran hidup (Saifudin, 2002).
Jumlah angka kematian bayi baru lahir di Provinsi Lampung pada tahun 2005 dan 2006 relatif masih tinggi, tetapi mengalami penurunan yaitu dari 1.067 kasus menjadi 861 kasus. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Lampung mengatakan bahwa angka kematian bayi baru lahir 45 dari 1000 kehamilan (Ekameini, 2007).
Kebijakan Departemen Kesehatan untuk mempercepat penurunan Angka Kematian Bayi (AKB) salah satunya adalah penempatan bidan di desa sejumlah 54.120 sejak tahun 1989-1997. Hal ini dilaksanakan karena kesadaran masyarakat untuk bersalin pada bidan masih sangat rendah sehingga dalam lingkungannya dukun merupakan tenaga terpercaya untuk menolong persalinan (Saifudin, 2002).
Pertolongan persalinan oleh dukun menurut WHO relatif masih tinggi yaitu sekitar 70% sampai 80% (Manuaba, 1998). Di Indonesia pertolongan persalinan yang ditolong oleh dukun bayi sebesar 40%(Djaja, 2003), sedangkan di Provinsi Lampung angka persalinan oleh dukun bayi sebesar 20,73% (SDKI, 2002-2003). Data Puskesmas Pembantu Mengandung Sari Lampung Timur tahun 2007 menunjukkan bahwa jumlah dukun bayi sebanyak 20 orang yang terdiri dari 5 orang dukun bayi terlatih dan 15 orang dukun bayi tidak terlatih. Persalinan oleh dukun sebanyak 48 persalinan (60%) dari 80 jumlah persalinan, antara lain ditolong oleh dukun terlatih sebanyak 20 (25%) dan dukun tidak terlatih sebanyak 28 (35%). Jumlah angka kematian bayi baru lahir sebesar 16 (20%), yaitu terdiri dari bayi lahir mati yang ditolong oleh tenaga kesehatan adalah 2 (2,5%), oleh dukun terlatih adalah 5 (6,25%), dan oleh dukun tidak terlatih adalah 9 (11,25%) (Puskesmas pembantu Mengandung Sari, 2007).
Pertolongan persalinan oleh dukun menimbulkan berbagai masalah dan penyebab tingginya angka kematian dan kesakitan bayi baru lahir. Dapat dipahami bahwa dukun tidak dapat mengetahui tanda-tanda bahaya perjalanan persalinan akibatnya terjadi pertolongan persalinan yang tidak adekuat. Hal ini merupakan salah satu penyebab tidak langsung kematian bayi baru lahir karena dapat menyebabkan bayi baru lahir meninggal karena asfiksia dan infeksi (Manarosana, 2007). Penyebab langsung kematian bayi di Indonesia diantaranya asfiksia (27%), Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) (29%), Tetanus Neonatorum (10%), masalah pemberian makanan (10%), Gangguan hematologik (6%), dan infeksi (5%) (Depkes,2007).
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Lampung mengatakan bahwa penyebab kematian bayi terbesar juga karena asfiksia dan tetanus neonatorum berjumlah 29 kasus (37%), dan BBLR berjumlah 21 kasus (27%) (Ekameini, 2007). Asfiksia, infeksi, BBLR, dan trauma persalinan merupakan akibat dari pertolongan persalinan oleh dukun yang tidak adekuat. Infeksi pada bayi baru lahir sebagai penyebab kematian neonatal masih banyak dijumpai. Infeksi pada bayi baru lahir disebabkan oleh pertolongan persalinan oleh dukun bayi yang belum mengerti tentang konsep bersih dan aman dalam menolong persalinan (Depkes RI,1992).
Pertolongan persalinan oleh dukun yang menyebabkan kematian bayi baru lahir terjadi karena tidak diterapkannya prinsip 3 bersih pada persalinan dan kurangnya keterampilan dukun dalam melakukan pertolongan persalinan. Faktor yang mempengaruhi kematian ibu dan bayi menurut Menteri Kesehatan salah satunya adalah kemampuan dan keterampilan penolong persalinan, kenyataannya 24% pertolongan persalinan masih dilakukan oleh dukun bayi dengan cara tradisional sehingga dapat membahayakan ibu dan bayinya (Fadilah, 2007). Contoh kasus persalinan yang kerap terjadi diantaranya kepala bayi sudah keluar tetapi badan belum bisa keluar atau macet. Hal ini disebabkan karena cara memijat dukun bayi yang kurang profesional dan hanya berdasarkan pengalaman (Yanti, 2004).
Hasil penelitian tentang pengetahuan dukun terlatih tentang 3 bersih dalam pertolongan persalinan di Desa Bumi Nabung Utara Kecamatan Bumi Nabung Lampung Tengah pada tahun 2007 didapatkan bahwa pengetahuan dukun tentang prinsip 3 bersih dalam melakukan pertolongan persalinan 34,61% dikategorikan kurang baik (Rina, 2007). Pengetahuan dukun tentang prinsip 3 bersih yang kurang menyebabkan dukun tidak menerapkan prinsip 3 bersih tersebut pada persalinan sehingga mengakibatkan tingginya kejadian infeksi khususnya pada Bayi Baru Lahir yang merupakan salah satu penyebab kematian bayi baru lahir.
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik ingin mengetahui gambaran pertolongan persalinan yang dilakukan oleh dukun tidak terlatih di wilayah Puskesmas Pembantu Mengandung Sari Lampung Timur Tahun 2008.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini berdasarkan uraian pada latar belakang di atas adalah “ Bagaimanakah gambaran pertolongan persalinan yang dilakukan oleh dukun tidak terlatih di wilayah Puskesmas Pembantu Mengandung Sari Lampung Timur?”.

C. Ruang Lingkup Penelitian
1. Jenis penelitian : Deskriptif
2. Objek penelitian : Gambaran pertolongan persalinan yang dilakukan oleh dukun tidak terlatih.
3. Subjek penelitian : Dukun bayi yang tidak terlatih
4. Tempat penelitian : Wilayah kerja puskesmas pembantu Mengandung Sari Lampung Timur
5. Waktu penelitian : 2-15 Juni 2008

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pertolongan persalinan yang dilakukan oleh dukun tidak terlatih di wilayah Puskesmas Pembantu Mengandung Sari Lampung Timur tahun 2008
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui gambaran pertolongan persalinan yang dilakukan oleh dukun bayi tidak terlatih di tinjau dari penerapan prinsip 3 bersih oleh dukun.
b. Untuk mengetahui gambaran pertolongan persalinan yang dilakukan oleh dukun bayi tidak terlatih di tinjau dari keterampilan dukun bayi dalam menolong persalinan yang aman.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam rangka meningkatkan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan membuat program pelatihan dukun dalam rangka menurunkan angka kematian bayi baru lahir di Desa Mengandung Sari Lampung Timur.
2. Bagi Dukun
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan pengetahuan dukun tentang pertolongan persalinan yang aman dan penyebab pertolongan persalinan yang tidak aman setelah mendapat pelatihan oleh tenaga kesehatan sehingga diharapkan dapat membantu menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB).
3. Bagi Institusi Prodi Kebidanan Metro
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk memperluas wawasan mahasiswi jurusan kebidanan, khususnya Politeknik Kesehatan Tanjungkarang Program Studi Kebidanan Metro.

Wednesday, May 19, 2010

Karakteristik efek samping alat kontrasepsi suntik di desa

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penggunaan kontrasepsi hormonal sebagai salah satu alat kontrasepsi meningkat tajam menurut WHO. Dewasa ini hampir 380 juta pasangan menjalankan Keluarga Berencana dan 65 – 75 juta diantaranya terutama di Negara berkembang menggunakan kontrasepsi hormonal. Seperti kontrasepsi oral suntik dan implan kontrasepsi hormonal yang digunakan dapat memiliki pengaruh positif ataupun negatif terhadap berbagai organ wanita baik organ genetalia maupun non genetalia (Prawiroharjo, 2002).
Pendidikan mendorong masyarakat untuk menyadari bahwa pengendalian susunan dan jumlah keturunan, dapat meningkatkan kesejahteraan sehingga lebih mampu menumbuhkan kualitas sumber daya manusia secara nasional untuk dapat mengendalikan pertumbuhan penduduk diperlukan keikutsertaan masyarakat. sekitar 80 – 85% PUS dan keikutsertaannya sekitar 75% pasangan PUS mencapai pertumbuhan penduduk sekitar 1% pertahun. Disadari bahwa pengendalian pertumbuhan penduduk tidak mungkin dapat dilakukan. Bila tidak ditunjang oleh pelaksanaan APM (Abortus Provokatus Meditinalis) dengan indikasi sosial dalam gerakan Keluarga Berencana dicanangkan cegah metodeefektif berkisar 75-80% termasuk 15 – 20% metode kontra kontra sepsi mantap (Manuaba, 2001).
Secara nasional pencapaian peserta Keluarga Berencana aktif sampai dengan Agustus 2001 sebanyak 26.792.374 peserta. Peserta dilihat menurut kontrasepsinya maka suntikan mencapai presentasi tertinggi yaitu 34,66% atau 9.287.147 peserta, pil 28,18% atau 7.551.015 peserta, IUD 20 % atau 5.360.522 peserta, implant 10,12% atau 2,712.065 peserta, medis operasi 5,77% atau 1,547.994 peserta, kondom dan obat vaginal 1,24% atau 333.629 peserta (BKKBN, 2002).
Pelayanan kontrasepsi merupakan salah satu komponen dalam pelayanan Keluarga Berencana (KB) diharapkan sebanyak-banyaknya pasangan usia subur (PUS) di Indonesia akan mengikuti gerakan Keluarga Berencana (KB) secara dini dan lestari semua jenis metode kontrasepsi telah tersedia di seluruh tempat pelayaan kesehatan dan sangat mudah dijangkau oleh masyarakat, kecuali metode, kontrasepsi mantap yang memerlukan tindakan operasi (BKKBN, 2002).
Berdasarkan data prasurvey desa Rejosari Kecamatan Kota Bumi Kabupaten Lampung Utara didapatkan data akseptor Keluarga Berencana dengan jumlah 321 orang diperoleh tahun 2004.
Tabel 1. Data Akseptor Keluarga Berencana Tahun 2004
No Akseptor Jumlah Prosentase
1 Pil 63 19,6
2 Suntik 99 30,8
3 Kondom 15 4,7
4 IUD 65 20,2
5 Implant 58 18,1
6 MOW 16 5,00
7 MOP 5 1,6
Jumlah 321 100
Sumber : Data tahun 2004
Tabel 2. Data Akseptor Keluarga Berencana Yang Mengalami Gangguan Efek Samping
No Akseptor Jumlah Prosentase
1 Pil 15 13,39
2 Suntik 69 61,60
3 Kondom 3 2,67
4 IUD 20 17,85
5 Implant 5 4,46
6 MOW - -
7 MOP - -
Jumlah 112
100
Sumber : Data tahun 2004
Dari data di atas diketahui bahwa yang menjadi akseptor keluarga berencana yang menggunakan alat kontrasepsi suntik dengan jumlah 99 akseptor dan yang mengalami efek samping sebanyak 61,60% dan yang paling banyak mengalami efek samping dibanding kontrasepsi yang lainnya adalah kontrasepsi suntik.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut : Bagaimanakah karakteristik efek samping alat kontrasepsi injeksi hormon di Desa Rejosari Kecamatan Kota Bumi Kabupaten Lampung Utara.

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Sifat penelitian : Deskriptif
2. Subyek penelitian : Askeptor KB suntik
3. Obyek : Karakteristik efek samping alat kontrasepsi suntik.
4. Lokasi penelitian : Di Desa Rejosari Kecamatan Kota Bumi Kabupaten Lampung Utara
5. Waktu Penelitian : 28 Mei sampai dengan 02 Juni 2004.

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui karakteristik efek samping suntik hormon di Desa Rejosari Kecamatan Kota Bumi Kabupaten Lampung Utara.
2. Tujuan Khusus
a. Diperolehnya karakteristik efek samping gangguan haid.
b. Diperolehnya karakteristik efek samping berat badan yang bertambah.
c. Diperolehnya karakteristik efek samping sakit kepala
d. Diperolehnya karakteristik efek samping pada sistim cardio vaskuler.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi pihak yang terkait seperti puskesmas dan desa Kecamatan Kota Bumi Kabupaten Lampung Utara. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan evaluasi program yang sedang berjalan.
2. Bagi institusi pendidikan sebagai bahan bacaan dan menambah wawasan tentang penelitian yang akan datang.
3. Bagi penulis untuk menambah pengetahuan tentang efek samping kontrasepsi injeksi hormon secara teori meupun praktik di lapangan.
4. Bagi pengembangan ilmu dapat digunakan sebagai referensi penelitian lebih lanjut.

Karakteristik ibu dengan perdarahan post partum di ruang kebidanan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Mortalitas dan Morbiditas pada wanita hamil dan bersalin masih menjadi masalah besar dinegara berkembang (Saifuddin, 2002). Oleh sebab itu, maka pemerintah mencanangkan gerakan Nasional Kehamilan Yang Aman (Making Pregnancy Safer) sebagai strategi pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat tahun 2010 sebagai bagian dari program Safe Motherhood (DepKes RI dan WHO, 2001). Visi Making Pregnancy Safer (MPS) yaitu kehamilan dan persalinan di Indonesia berlangsung aman serta bayi yang dilahirkan hidup dan sehat, sedangkan visi MPS adalah menurunkan kesakitan dan kematian maternal melalui pemantapan sistem kesehatan berdasarkan bukti ilmiah yang berkualitas, memberdayakan wanita keluarga dan mayarakat melalui kegiatan yang mempromosikan kesehatan ibu dan bayi baru lahir serta menjamin agar kesehatan maternal dipromosikan dan di lestarikan sebagai prioritas program pembangunan nasional. Salah satu sasaran program MPS yaitu menurunkan angka kematian maternal menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup (Saifuddin, 2002).
Sehubungan dengan pelaksanaan strategi penurunan angka kematian ibu, maka diperlukan identifikasi faktor resiko yang dapat menempatkan maternal pada resiko tinggi post partum hemorogi (PPH) yang salah satunya adalah melalui riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik yang seksama. Faktor tersebut penting karena dapat menunjukkan maternal mana yang beresiko tinggi mengalami PPH sehingga tindakan dapat diambil untuk memastikan bahwa maternal tersebut melahirkan di fasilitas yang mampu menangani hemorogi, jika dan saat perdarahan terjadi (WHO, 2001).
Perdarahan post partum akan menyebabkan tubuh kehilangan darah lebih dari 500 cc, akibatnya akan terjadi syock karena perdarahan yang terus menerus. Akibat yang lebih serius yaitu kematian ibu. Selain itu, perdarahan post partum juga memperbesar kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan penderita berkurang, perdarahan yang banyak juga dapat mengakibatkan sindroma sheehan (Winkjosastro, 2002).
Berdasarkan Hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003 AKI di Indonesia sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Provinsi Lampung, 2005). Sedangkan jumlah kematian ibu di provinsi Lampung pada tahun 2003 yaitu 98 per 186.248 kelahiran hidup (53 per 100.000 kelahiran hidup) dan meningkat pada tahun 2005 menjadi 145 per 165.347 kelahiran hidup (88 per 100.000 kelahiran hidup). Berdasarkan Laporan Evaluasi Program Seksi Kesga DinKes Kota metro jumlah angka kematian ibu tahun 2005 adalah 2 per 2.762 kelahiran hidup (72 per 100.000 kelahiran hidup) dan pada tahun 2007 angka kematian ibu mengalami peningkatan yang cukup tinggi yaitu 8 per 2.662 kelahiran hidup (300 per 100.000 kelahiran hidup).
Penyebab kematian ibu adalah perdarahan, infeksi, gestosis dan aborsi (Winkjosastro, 2002). Penyebab kematian terbesar ibu di Indonesia yaitu perdarahan (45.2 %), pre eklampsia dan eklampsia (12,9 %), anemia (1,6 %) dan penyebab tidak langsung 14,1% (Suara Pembaharuan online, 2007). Di provinsi Lampung yang menjadi penyebab terbesar kematian ibu yaitu perdarahan sebesar 50,69 % dan biasanya terjadi pada ibu hamil dengan resiko tinggi dan ibu bersalin yang tidak ditolong oleh tenaga kesehatan (Profil DinKes Propinsi Lampung, 2005). Sedangkan di kota Metro penyebab kematian ibu pada tahun 2006 yaitu perdarahan (37,5 %), infeksi, anafilaktik syok, histerektomi, KET dan pre eklampsi berat masing-masing sebanyak 12,5 % (Laporan Evaluasi Program Seksi Kesga Dinkes Kota Metro).
Perdarahan pada ibu hamil dan bersalin dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu perdarahan sebelum usia kehamilan 28 minggu, perdarahan sesudah usia kehamilan 28 minggu (Perdarahan antepartum), dan perdarahan setelah fetus lahir (perdarahan yang terjadi dalam waktu 24 jam setelah persalinan berlangsung) yaitu perdarahan post partum. (sinarharapan online, 2007). Perdarahan post partum biasanya disebabkan oleh atonia uteri, robekan jalan lahir, retensio plasenta dan sisa plasenta dan kelainan darah (Mochtar,1998). Adapun faktor predisposisi perdarahan post partum secara umum yaitu keadaan umum pasien yang mempunyai gizi rendah, kelemahan dan kelelahan otot rahim, pertolongan persalinan dengan tindakan yang disertai narkose, dan overdistensi pada kehamilan (Manuaba.1999).
Sebagai rumah sakit rujukan pemerintah di kota Metro, RSUD Ahmad Yani merupakan rumah sakit yang difasilitasi untuk menangani kasus-kasus yang terjadi di masyarakat, termasuk PPH di wilayah kota metro dan daerah-daerah perbatasan di sekitarnya.
Berdasarkan hasil prasurvei yang dilakukan pada bulan maret 2007 di RSU Ahmad Yani Metro terdapat 51 ibu yang mengalami perdarahan post partum selama tahun 2006 dan belum teridentifikasi presentase faktor-faktor predispodisi maternal yang dapat meningkatkan resiko terjadi PPH.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “ Karakteristik Ibu Dengan Perdarahan Post Partum di Ruang Kebidanan RSU Ahmad Yani Metro”

B. Rumusan Masalah
Dari uraian yang terdapat pada latar belakang masalah yang ada, maka diperoleh rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu : “Bagaimana karakteristik ibu dengan perdarahan post partum di ruang kebidanan RSU A.Yani Metro ?”

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis akan membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Sifat Penelitian : Deskriptif
2. Subyek Penelitian : Ibu yang mengalami perdarahan post partum di ruang kebidanan RSU A. Yani selama tahun 2006
3. Obyek penelitian : Karakteristik ibu dengan perdarahan post partum di ruang kebidanan RSU. A. Yani Metro
4. Tempat Penelitian : Ruang Kebidanan RSU A Yani Metro
5. Waktu Penelitian : 5 Mei 2007 s/d 7 Juni 2007

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya karakteristik ibu yang mengalami perdarahan post partum di ruang kebidanan RSUD Ahmad Yani Metro.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya karakteristik usia ibu dengan perdarahan post partum di ruang kebidanan RSUD Ahmad Yani Metro.
b. Diketahuinya karakteristik paritas ibu dengan perdarahan post partum di ruang kebidanan RSUD Ahmad Yani Metro.
c. Diketahuinya karakteristik riwayat kehamilan ibu dengan perdarahan post partum di ruang kebidanan RSUD Ahmad Yani Metro.
d. Diketahuinya karakteristik riwayat persalinan ibu dengan perdarahan post partum di ruang kebidanan RSUD Ahmad Yani Metro.
e. Diketahuinya karakteristik riwayat penyakit ibu dengan perdarahan post partum di ruang kebidanan RSUD Ahmad Yani Metro.

E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :
1. Peneliti
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan peneliti, khususnya tentang perdarahan post partum.
2. Ruang kebidanan RSUD Ahmad Yani Metro
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan sehingga dapat digunakan sebagai bahan kajian untuk peningkatan pelayanan di rumah sakit khususnya di ruang kebidanan.
3. Pengembangan Program Dinas Kesehatan Kota Metro
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi data yang bermanfaat bagi Dinas Kesehatan Kota Metro.

Karakteristik akseptor kontrasepsi MOW di desa

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Di dunia Internasional menghadapi masalah penduduk pada akhir dekade 60-an, selain mempengaruhi strategi dan praktek pembangunan ekonomi kiranya ikut mempengaruhi kebijakan terhadap masalah kependudukan. Problem pertumbuhan penduduk telah menjadi fokus persoalan, bahkan mengurangi angka pertumbuhan kependudukan dilihat sebagai salah satu kunci dalam menyelesaikan persoalan yang lebih luas yaitu kemiskinan dan keterbelakangan (Juliantoro : 2000). Salah satu sebab dari keterbelakangan ialah karena meledaknya penduduk seluruh dunia telah bertambah lebih dua kali lipat dalam masa satu abad (Adams : 1984).
Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu isi gagasan Primary Health Care untuk mencapai Health For All The Yeart 2000. Melihat kenyataan ini sehingga sebagai usaha dilakkukan untuk menyatukan pendapat dan menerapkan strategi dengan tujuan utama menekan laju pertumbuhan penduduk di negara masing-masing (Manuaba : 1999). Indonesia menghadapi masalah dengan jumlah dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dengan kelahiran 5.000.000 per tahun.
Keluarga berencana adalah satu usaha untuk mencapai kesejahteraan keluarga dengan jalan memberikan nasihat perkawinan, pengobatan kemandulan dan penjarangan kelahiran (Dep.Kes RI : 1991).
Peran lembaga BKKBN mampu menurunkan angka Total Fertility Rate (TFR) sehingga telah memberikan kontribusi terhadap keberhasilan program KB nasional. Keberhasilan itu antara lain semakin menurunnya angka TFR. Keberhasilan itu antara lain semakin menurunnya antara Total Fertility Rate (TFR) dari 5,6 tahun 1970 menjadi 2,6 tahun 2002. Dengan demikian juga laju pertambahan penduduk turun dari 3,6 % tahun 1970 menjadi 11,49 % tahun 2000 (http://www.bkkbn.go.id : 2006).
Tujuan keluarga berencana adalah meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan ibu dan anak serta keluarga dan bangsa pada umumnya. Selain itu untuk meningkatkan martabat kehidupan rakyat dengan cara menurunkan angka kelahiran sehingga pertumbuhan penduduk tidak melebihi kemampuan untuk meningkatkan reproduksi (BKKBN : 1980).
Program KB Nasional dilakukan salah satu diantaranya yakni mengakhiri kehamilan dengan metode yang paling efektif yaitu Medis Operatif Wanita (MOW), khususnya untuk Pasangan Usia Subur (PUS) wanita usia minimal 35 tahun dan telah memiliki 2 orang anak atau lebih. Oleh karena itu pengikutsertaan pasangan usia subur wanita dalam kependudukan dan KB merupakan usaha yang sangat tepat sebab MOW sangat efektif dan aman bagi hampir semua pasangan usia subur wanita yang tidak ingin mempunyai anak lagi terutama bagi pasangan yang masih relatif muda karena tidak mengurangi gairah seks (BKKBN : 1980).
Pengembangan metode kontap MOW masih jauh tertinggal, hal ini disebabkan beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan MOW diantaranya pendidikan, pekerjaan, ekonomi dan paritas selain karena adanya hambatan yang ditemukan pada pemakaian alat kontrasepsi maupun pelaksanaan program di lapangan yaitu kebutuhan untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan perkembangan pemakaian alat kontraspsi maupun hambatan medis adalah penting untuk kelangsungan program KB selanjutnya, adanya rumor yang terjadi di lapangan, misalnya : kekhawatiran menurunnya gairah seks (Dep.Kes RI : 1991).
Mengingat metode kontap MOW paling efektif tetapi dari data yang dira
ngkum oleh sistem pencatatan pelaporan di dalam program KB nasional ternyata hanya 37,32% peserta KB aktif menggunakan MOW (Laporan Bulanan BKKBN Kota Metro : 2005), pencapaian peserta KB aktif MOW di Kota Metro berjumlah 37,51% selanjutnya khusus untuk Kecamatan Metro Barat data pencapaian KB aktif MOW berjumlah 35,81% dari 2.597 orang dari keseluruhan pasangan usia subur untuk wilayah Kecamatan Metro Barat Tahun 2005 (Laporan Bulanan BKKBN Kota Metro : 2005).
Tabel 1. Pencapaian Peserta KB Aktif Kota Metro bulan Agustus 2005
No Kecamatan PUS MOW Total PA (%)
1 Metro Pusat 7.720 216 5.582 38,69
2 Metro Utara 4.652 127 3.507 36,21
3 Metro Barat 3.735 93 2.597 35,81
4 Metro Timur 5.508 188 3.984 47,18
5 Metro Selatan 2.488 34 1.869 18,19
Kota Metro 24.103 658 17.539 37,15
Sumber : Laporan Bulanan BKKBN Kota Metro : 2005.
Berdasarkan data-data di atas dapat disimpulkan bahwa pencapaian MOW masih sangat rendah hal ini kemungkinan disebabkan faktor pendidikan, pekerjaan, ekonomi dan paritas. Untuk itu penulis ingin karakteristik akseptor kontrasepsi MOW di Desa Mulyojati Kecamatan Metro Barat tahun 2006.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut “Bagaimana karakteristik akseptor kontrasepsi MOW di Desa Mulyojati Kecamatan Metro Barat tahun 2006?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum untuk penelitian ini mengetahui karakteristik akseptor kontap MOW di Desa Mulyojati Kecamatan Metro Barat tahun 2006.
2. Tujuan Khusus
Dengan memperhatikan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan khusus penelitian ini adalah :
a. Diperolehnya karakteristik akseptor kontap MOW berdasarkan tingkat pendidikan.
b. Diperolehnya karakteristik akseptor kontap MOW berdasarkan pekerjaan.
c. Diperolehnya karakteristik akseptor kontap MOW berdasarkan tingkat ekonomi.
d. Diperolehnya karakteristik akseptor kontap MOW berdasarkan paritas.

D. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang Lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Sifat penelitian : Deskriptif.
2. Subjek penelitian : Akseptor kontap MOW.
3. Objek penelitian : Karakteristik akseptor kontap MOW.
4. Lokasi pelitian : Desa Mulyojati Kecamatan Metro Barat.
5. Waktu penelitian : April – Mei 2006.

E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi Puskesmas Mulyojati
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemberi pelayanan KB dalam memberikan Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) guna meningkatkan minat masyarakat dalam menggunakan metode kontap MOW dan meningkatkan mutu pelayanan kontrasepsi.
2. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat, khususnya memperluas pengetahuan dibidang pendidikan, KB dan kesehatan serta referensi bagi penelitian selanjutnya.

Karakteristik akseptor KB alat kontrasepsi dalam rahim di wilayah kerja puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang tidak luput dari masalah kependudukan. Indonesia menghadapi masalah dengan jumlah dan kualitas sumber daya manusia dengan kelahiran 5.000.000 pertahun (Manuaba, 1998). Pada tahun 2005 jumlah penduduk dunia sebesar 6.500.000.000 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,7%, sedangkan jumlah penduduk Indonesia pada tahun yang sama sebesar 241.973.879 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,66%. Oleh karena itu pemerintah terus berupaya untuk menekan laju pertumbuhan penduduk. Pemerintah merencanakan progam Keluarga Berencana Nasional untuk mengatasi masalah tersebut yang merupakan bagian dari Pembangunan Nasional (www.laju pertumbuhan penduduk.go.id,2005).
Hartanto (2003), mengemukakan bahwa Keluarga Berencana (KB) merupakan suatu cara yang efektif untuk mencegah mortalitas ibu dan anak karena dapat menolong pasangan suami isteri menghindari kehamilan resiko tinggi. KB tidak dapat menjamin kesehatan ibu dan anak, tetapi dengan melindungi keluarga terhadap kehamilan resiko tinggi, KB dapat menyelamatkan jiwa dan mengurangi angka kesakitan.
Searah dengan GBHN 1999 yang dijabarkan dalam Propenas (2000) program KB nasional telah menunjukkan perkembangan. Pada tahun 2000-2003 angka TFR (Total Fertiliti Rate) adalah 2,7 sedangkan pada tahun 1997 angka TFR adalah 2,91, hal ini menunjukkan penurunan 0,21 point. Menurunnya angka fertilitas tersebut didorong antara lain oleh meningkatnya pendidikan wanita, penundaan usia perkawinan dan usia melahirkan, serta bertambah panjangnya jarak antara kelahiran anak.
Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) adalah salah satu alat kontrasepsi jangka panjang yang sangat efektif untuk menjarangkan kelahiran anak. Banyak alasan dapat dikemukakan mengapa AKDR dikembangkan dan diperkenalkan sebagai cara KB yang efektif antara lain AKDR sebagai kontrasepsi yang mempunyai efektifitas tinggi dalam mencegah kehamilan, AKDR merupakan metode kontrasepsi jangka panjang (10 tahun proteksi dari CuT-380A dan tidak perlu diganti) dan AKDR diutamakan bagi peserta yang sudah cukup anak serta tidak ingin mempunyai anak lagi tetapi belum siap menjalankan kontap.
AKDR bukanlah alat kontrasepsi yang sempurna, sehingga masih terdapat beberapa kerugian yang menimbulkan keluhan pada akseptor AKDR. Salah satu keluhan yang sering timbul dari akseptor AKDR adalah tali AKDR yang dapat mengganggu hubungan seksual (Manuaba, 1998). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Brigida (2004), yang mengatakan bahwa terdapat akseptor AKDR yang mengalami keluhan saat melakukan hubungan seksual sebanyak 69,2%.
Berdasarkan data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Propinsi lampung tahun 2005, jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) di Propinsi Lampung tercatat sebesar 1.344.747 orang dan yang menjadi peserta KB aktif sebesar 937.841 orang (70,6%). Dari peserta KB aktif tersebut yang menggunakan AKDR sebanyak 124.834 orang (9,42%). Pada tahun yang sama jumlah PUS di Kota Metro tercatat sebesar 24.279 orang yang terdiri dari 17.685 orang (72,84%) peserta KB aktif dan 6.594 orang (27,15%) yang tidak mengikuti KB. Dari peserta KB aktif tersebut yang menggunakan AKDR sebanyak 2.589 orang (14,63%).
Sesuai dengan studi pendahuluan yang diperoleh dari BKKBN Kota Metro, mengenai KB AKDR di Kecamatan Metro Utara dari bulan Januari sampai dengan bulan Desember tahun 2005 yang tertuang dalam data-data tabel di bawah ini.
Tabel 1. Data Akseptor KB di Kecamatan Metro Utara Tahun 2005.
No Jenis Non MKJP MKJP
Jumlah % Jumlah %
1. Pil 1.325 37.40
2. Suntik 1.116 31.50
3. AKDR 381 10,76
4. MOW 127 3,58
5. MOP 18 0,50
6. Implant 575 16,23
Jumlah 2.441 68,90 1.101 31,07
Sumber : Laporan Bulanan BKKBN Kota Metro Tahun 2005
Dilihat dari data diatas, pemakai KB AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Banjarsari Kecamatan Metro Utara hanya menempati urutan ke 4 yaitu 10,76%, sedangkan menurut Hartanto (2003), AKDR sangat baik digunakan oleh Pasangan Usia Subur untuk menunda kehamilan dan menjarangkan kehamilan. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Karakteristik Akseptor KB AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Banjarsari Kecamatan Metro Utara Tahun 2006”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana karakteristik akseptor KB AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Banjarsari Kecamatan Metro Utara Tahun 2006”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Diketahuinya gambaran tentang karakteristik akseptor KB AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Banjarsari Kecamatan Metro Utara.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran karakteristik akseptor KB AKDR berdasarkan usia.
b. Diketahuinya gambaran karakteristik akseptor KB AKDR berdasarkan paritas.
c. Diketahuinya gambaran karakteristik akseptor KB AKDR berdasarkan tingkat pendidikan.
d. Diketahuinya gambaran karakteristik akseptor KB AKDR berdasarkan pekerjaan.

D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah :
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Subjek Penelitian : Akseptor KB AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Banjarsari Kecamatan Metro Utara.
3. Objek Penelitian : Karakteristik Akseptor KB AKDR yang meliputi usia, paritas, tingkat pendidikan dan pekerjaan di Wilayah Kerja Puskesmas Banjarsari Kecamatan Metro Utara.
4. Lokasi Penelitian : Wilayah Kerja Puskesmas Banjarsari Kecamatan Metro Utara.
5. Waktu Penelitian : 08 Mei 2006 – 13 Mei 2006

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Puskesmas
Sebagai sumbangan pemikiran dalam upaya untuk evaluasi dan pengembangan program KB khususnya wilayah kerja puskesmas Banjarsari Kecamatan Metro Utara.
2. Bagi Akseptor KB
Sebagai informasi atau tambahan pengetahuan tentang KB khususnya metode AKDR sehingga ibu dapat memilih jenis kontrasepsi yang aman untuk digunakan.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai bahan pertimbangan dan referensi penelitian berikutnya terutama mengenai keluarga berencana yang meliputi efek samping, keuntungan, kerugian pemakaian AKDR dan sebagainya, serta memberikan gambaran untuk penelitian selanjutnya yang terkait dengan karakteristik akseptor KB AKDR yang meliputi usia, paritas, pendidikan dan pekerjaan.

Hubungan tingkat pengetahuan dan tingkat ekonomi keluarga kader dengan peran serta kader posyandu di kampung

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peran serta masyarakat merupakan hal yang mutlak perlu dalam pembangunan kesehatan, karena kesehatan merupakan kebutuhan dan hak setiap insan agar dapat menjalani hidup yang produktif dan berbahagia. Hal ini hanya dapat dicapai bila masyarakat, baik secara individual kelompok, berperan serta untuk meningkatkan kemampuan hidup sehatnya (Depkes RI, 1990/1991: Q-1). Hasil pengamatan, pengalaman lapangan sampai peningkatan cakupan program yang dikaji secara statistik, semuanya membuktikan bahwa peran serta masyarakat amat menentukan terhadap keberhasilan, kemandirian dan kesinambungan pembangunan kesehatan (Depkes RI, 2005 : 1).
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar utamanya untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi (Depkes RI, 2005 : 02).
Sejak dicanangkannya Posyandu pada tahun 1986, berbagai hasil telah banyak dicapai. Angka kematian ibu dan kematian bayi telah berhasil diturunkan dan umur harapan hidup rata-rata bangsa Indonesia telah meningkat secara bermakna. Jika tahun 1995 Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) masing-masing adalah 373/100.000 kelahiran hidup (SKRT 1995) serta 60/100 kelahiran hidup (Susenas 1995), maka pada tahun 2003 AKI turun mejadi 307/100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2003), sedangkan AKB turun menjadi 37/1000 kelahiran hidup (SDKI, 2003). Sementara itu umur harapan hidup rata-rata meningkat dari 63,20 tahun pada tahun 1995 menjadi 66,2 tahun pada tahun 2003 (SDKI, 2003). (Depkes RI, 2005 : 03).
Pada saat posyandu dicanangkan tahun 1986, jumlah posyandu tercatat sebanyak 25 Posyandu, sedangkan pada tahun 2004, meningkat menjadi 238.699 Posyandu. Namun bila ditinjau dari aspek kualitas masih ditemukan banyak masalah, antara lain kelengkapan sarana dan keterampilan kader yang belum memadai (Depkes RI, 2005 : 03).
Kader adalah orang-orang yang berasal dari masyarakat yang dengan sukarela bersedia ikut serta dalam pelaksanaan kegiatan menuju kepeningkatan kesehatan masyarakat. Dalam beberapa tahun terakhir ini, banyak Posyandu yang kinerjanya menurun, yang disebabkan antara lain karena faktor kader yang kurang berfungsi (Depkes RI, 2005: VII). Banyak faktor yang mempengaruhi peran serta kader dalam kegiatan Posyandu, diantaranya faktor tingkat pengetahuan kader dan tingkat ekonomi keluarga kader. Rendahnya pengetahuan kader sehingga berpengaruh terhadap penurunan kinerja Posyandu yang berhubungan dengan peran sertanya di Posyandu (http://www.iinaza.wordpress.com). Sedangkan rendahnya tingkat ekonomi keluarga sehingga waktu dan kosentrasi kader lebih terpusat terhadap masalah ekonomi keluarganya (http://www.groups.yahoo.com)
Berdasarkan pengalaman saat PKL PKMD pada bulan Desember 2007 dan studi pendahuluan yang dilakukan di Kampung Putra Buyut Lampung Tengah pada bulan Maret 2008, di peroleh data jumlah kader di empat Posyandu sebanyak 20 orang. Namun pada kenyataannya dari 2 Posyandu yang diamati, masing-masing hanya 1 dan 2 orang kader yang aktif berperan dalam kegiatan Posyandu tersebut.
berdasarkan uraian masalah di atas penulis termotivasi untuk meneliti hubungan pengetahuan dan tingkat ekonomi keluarga kader dengan peran serta kader posyandu di Kampung Putra Buyut Kecamatan Gunung Sugih Lampung Tengah.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka penulis merumuskan masalah penelitiannya:
1. Bagaimanakah gambaran pengetahuan, tingkat ekonomi keluarga, dan peran serta kader Posyandu di Kampung Putra Buyut Kecamatan Gunung Sugih Lampung Tengah?
2. Adakah hubungan tingkat pengetahuan dengan peran serta kader Posyandu di Kampung Putra Buyut Kecamatan Gunung Sugih Lampung Tengah?
3. Adakah hubungan tingkat ekonomi keluarga kader dengan peran serta kader Posyandu di Kampung Putra Buyut Kecamatan Gunung Sugih Lampung Tengah?

C. Ruang lingkup Penelitian
Adapun yang menjadi ruang lingkup dari penelitian tentang hubungan tingkat pengetahuan dan tingkat ekonomi keluarga kader dengan peran serta kader posyandu adalah:
1. Sifat penelitian deskriptif korelatif dengan rancangan cross sectional.
2. Subjek penelitian ini adalah kader Posyandu
3. Objek penelitian adalah tingkat pengetahuan dan tingkat ekonomi keluarga kader dengan peran serta kader Posyandu di Kampung Putra Buyut.
4. Lokasi penelitian di Kampung Putra Buyut Kecamatan Gunung Sugih Lampung Tengah
5. Waktu penelitian dimulai pada tanggal 26 Mei sampai dengan 27 Mei 2008

D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan, tingkat ekonomi keluarga, dan peranserta kader Posyandu di Kampung Putra Buyut Kecamatan Gunung Sugih Lampung Tengah.
2. Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan peran serta kader Posyandu di Kampung Putra Buyut Kecamatan Gunung Sugih Lampung Tengah.
3. Untuk mengetahui hubungan tingkat ekonomi keluarga kader dengan peran serta kader Posyandu di Kampung Putra Buyut Kecamatan Gunung Sugih Lampung Tengah.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Untuk menerapkan ilmu pengetahuan tentang metodologi penelitian dalam penelitian tentang hubungan tingkat pengetahuan dan tingkat ekonomi keluarga kader dengan peran serta kader Posyandu.
2. Bagi Kampung Putra Buyut dan Puskesmas Gunung Sugih
Sebagai bahan evaluasi mengenai beberapa faktor yang mempengaruhi peran serta kader Posyandu khususnya tingkat pengetahuan dan tingkat ekonomi keluarga kader.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan variabel-variabel yang belum di teliti dan dengan memperbesar sampel.

Hubungan tingkat pengetahuan dan tingkat ekonomi keluarga kader dengan peran serta kader posyandu di kampung

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peran serta masyarakat merupakan hal yang mutlak perlu dalam pembangunan kesehatan, karena kesehatan merupakan kebutuhan dan hak setiap insan agar dapat menjalani hidup yang produktif dan berbahagia. Hal ini hanya dapat dicapai bila masyarakat, baik secara individual kelompok, berperan serta untuk meningkatkan kemampuan hidup sehatnya (Depkes RI, 1990/1991: Q-1). Hasil pengamatan, pengalaman lapangan sampai peningkatan cakupan program yang dikaji secara statistik, semuanya membuktikan bahwa peran serta masyarakat amat menentukan terhadap keberhasilan, kemandirian dan kesinambungan pembangunan kesehatan (Depkes RI, 2005 : 1).
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar utamanya untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi (Depkes RI, 2005 : 02).
Sejak dicanangkannya Posyandu pada tahun 1986, berbagai hasil telah banyak dicapai. Angka kematian ibu dan kematian bayi telah berhasil diturunkan dan umur harapan hidup rata-rata bangsa Indonesia telah meningkat secara bermakna. Jika tahun 1995 Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) masing-masing adalah 373/100.000 kelahiran hidup (SKRT 1995) serta 60/100 kelahiran hidup (Susenas 1995), maka pada tahun 2003 AKI turun mejadi 307/100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2003), sedangkan AKB turun menjadi 37/1000 kelahiran hidup (SDKI, 2003). Sementara itu umur harapan hidup rata-rata meningkat dari 63,20 tahun pada tahun 1995 menjadi 66,2 tahun pada tahun 2003 (SDKI, 2003). (Depkes RI, 2005 : 03).
Pada saat posyandu dicanangkan tahun 1986, jumlah posyandu tercatat sebanyak 25 Posyandu, sedangkan pada tahun 2004, meningkat menjadi 238.699 Posyandu. Namun bila ditinjau dari aspek kualitas masih ditemukan banyak masalah, antara lain kelengkapan sarana dan keterampilan kader yang belum memadai (Depkes RI, 2005 : 03).
Kader adalah orang-orang yang berasal dari masyarakat yang dengan sukarela bersedia ikut serta dalam pelaksanaan kegiatan menuju kepeningkatan kesehatan masyarakat. Dalam beberapa tahun terakhir ini, banyak Posyandu yang kinerjanya menurun, yang disebabkan antara lain karena faktor kader yang kurang berfungsi (Depkes RI, 2005: VII). Banyak faktor yang mempengaruhi peran serta kader dalam kegiatan Posyandu, diantaranya faktor tingkat pengetahuan kader dan tingkat ekonomi keluarga kader. Rendahnya pengetahuan kader sehingga berpengaruh terhadap penurunan kinerja Posyandu yang berhubungan dengan peran sertanya di Posyandu (http://www.iinaza.wordpress.com). Sedangkan rendahnya tingkat ekonomi keluarga sehingga waktu dan kosentrasi kader lebih terpusat terhadap masalah ekonomi keluarganya (http://www.groups.yahoo.com)
Berdasarkan pengalaman saat PKL PKMD pada bulan Desember 2007 dan studi pendahuluan yang dilakukan di Kampung Putra Buyut Lampung Tengah pada bulan Maret 2008, di peroleh data jumlah kader di empat Posyandu sebanyak 20 orang. Namun pada kenyataannya dari 2 Posyandu yang diamati, masing-masing hanya 1 dan 2 orang kader yang aktif berperan dalam kegiatan Posyandu tersebut.
berdasarkan uraian masalah di atas penulis termotivasi untuk meneliti hubungan pengetahuan dan tingkat ekonomi keluarga kader dengan peran serta kader posyandu di Kampung Putra Buyut Kecamatan Gunung Sugih Lampung Tengah.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka penulis merumuskan masalah penelitiannya:
1. Bagaimanakah gambaran pengetahuan, tingkat ekonomi keluarga, dan peran serta kader Posyandu di Kampung Putra Buyut Kecamatan Gunung Sugih Lampung Tengah?
2. Adakah hubungan tingkat pengetahuan dengan peran serta kader Posyandu di Kampung Putra Buyut Kecamatan Gunung Sugih Lampung Tengah?
3. Adakah hubungan tingkat ekonomi keluarga kader dengan peran serta kader Posyandu di Kampung Putra Buyut Kecamatan Gunung Sugih Lampung Tengah?

C. Ruang lingkup Penelitian
Adapun yang menjadi ruang lingkup dari penelitian tentang hubungan tingkat pengetahuan dan tingkat ekonomi keluarga kader dengan peran serta kader posyandu adalah:
1. Sifat penelitian deskriptif korelatif dengan rancangan cross sectional.
2. Subjek penelitian ini adalah kader Posyandu
3. Objek penelitian adalah tingkat pengetahuan dan tingkat ekonomi keluarga kader dengan peran serta kader Posyandu di Kampung Putra Buyut.
4. Lokasi penelitian di Kampung Putra Buyut Kecamatan Gunung Sugih Lampung Tengah
5. Waktu penelitian dimulai pada tanggal 26 Mei sampai dengan 27 Mei 2008

D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan, tingkat ekonomi keluarga, dan peranserta kader Posyandu di Kampung Putra Buyut Kecamatan Gunung Sugih Lampung Tengah.
2. Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan peran serta kader Posyandu di Kampung Putra Buyut Kecamatan Gunung Sugih Lampung Tengah.
3. Untuk mengetahui hubungan tingkat ekonomi keluarga kader dengan peran serta kader Posyandu di Kampung Putra Buyut Kecamatan Gunung Sugih Lampung Tengah.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Untuk menerapkan ilmu pengetahuan tentang metodologi penelitian dalam penelitian tentang hubungan tingkat pengetahuan dan tingkat ekonomi keluarga kader dengan peran serta kader Posyandu.
2. Bagi Kampung Putra Buyut dan Puskesmas Gunung Sugih
Sebagai bahan evaluasi mengenai beberapa faktor yang mempengaruhi peran serta kader Posyandu khususnya tingkat pengetahuan dan tingkat ekonomi keluarga kader.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan variabel-variabel yang belum di teliti dan dengan memperbesar sampel.

Hubungan kejadian pneumonia pada balita dengan status pemberian vitamin A di poliklinik anak

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Salah satu tolak ukur kemajuan suatu bangsa adalah tingginya angka harapan hidup penduduknya. Demikian juga Indonesia sebagai suatu negara berkembang, dengan perkembangannya yang cukup baik, makin tinggi usia harapan hidup pada waktu lahir orang Indonesia akan mencapai 70 tahun atau lebih pada tahun 2015-2020 (FKUI, 1999 : iv). Usia harapan hidup untuk pria 76 tahun dan wanita 82 tahun (WHO, 1995:15). Di Lampung usia harapan hidup penduduknya pada tahun 2004 mencapai 67,6 tahun, sedangkan Lampung Timur adalah 69,3 tahun (Dinkes Propinsi, 2004).
Meningkatnya usia harapan hidup bagi masyarakat mempunyai beberapa konsekuensi yaitu antara lain akan timbulnya berbagai masalah kesehatan. Khususnya bagi wanita didalam daur hidupnya akan mengalami berbagai masalah kesehatan terutama pada masa menopause dan pasca menopause (Baziad, 2000:35). Salah satu masalah kesehatan yang bisa terjadi pada masa menopause adalah osteoporosis.
Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang paling banyak menyerang wanita yang telah menopause (Irawati, 2002:47).Akibat yang biasa terjadi dari osteoporosis adalah ketika tulang punggung menjadi lemah, maka akan mudah jatuh dan retak, apalagi jika disertai dengan patah tulang (fraktur).
Waktu menopause produksi estrogen dalam tubuh wanita mengalami penurunan yang drastis. Diantara banyak fungsinya estrogen memainkan peranan utama dalam melestarikan kekuatan tulang melalui kalsifikasi atau pemberian kalsium yang terus menerus. Dengan turunnya kadar estrogen, hormon yang berperan dalam proses ini yaitu vitamin D dan PTH (Parathyroid Hormone) menurun sehingga proses pematangan sel tulang (osteoblast) terhambat. Apabila ini berlanjut terus, maka penyerapan tulang dalam tubuh akan lebih cepat daripada pembentukan dalam tulang sehingga tulang menjadi lebih lunak, lebih lemah dan lebih mudah patah (Rachman, 2000:13).
Osteoporosis dapat terjadi akibat gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, mengkonsumsi alkohol dan kurangnya aktifitas yang dilakukan sehari-hari mulai anak-anak sampai dewasa, serta minimnya pengetahuan masyarakat mengenai cara pencegahan osteoporosis terbukti dengan rendahnya konsumsi kalsium rata-rata di Indonesia yang hanya 254 mg perhari dari 1000-1200 mg perhari menurut standar internasional. Hal ini ditambah kenyataan bahwa gejala osteoporosis sering kali tidak menimbulkan gejala (silent desease), namun seringkali menunjukkan gejala klasik berupa nyeri punggung akibat fraktur kompresi dari satu atau lebih vertebrata (www.@promokes.go.id, 2006).
Berdasarkan data terbaru dari IOF (International Osteoporosis Foundation) menyebutkan sampai tahun 2000 ini diperkirakan 200 juta wanita mengalami osteoporosis (Hartono, 2000:2). Wanita 2-3 kali lebih banyak menderita osteoporosis dibandingkan laki-laki dengan prevalensi lebih kurang 35% wanita pasca menopause menderita osteoporosis dan 50% ostopenia (Baziad, 2003:75). Berdasarkan analisa data Pusat Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada 14 propinsi menunjukkan masalah osteoporosis di Indonesia telah mencapai tingkat yang perlu diwaspadai yaitu 19,7 %. (www.Depkes.go.id, 2005).
Menurut laporan SP2TP tahun 2004 di Propinsi Lampung osteoporosis yang merupakan salah satu penyakit tulang dan jaringan pengikat menempati urutan ke-5 dari 10 (sepuluh) besar penyakit pada tahun 2004 dengan jumlah kasus 126.304 (9,32%) (Dinkes Propinsi, 2004). Dari beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi Lampung, kasus penyakit osteoporosis lama dan baru yang ada di daerah Lampung Timur pada triwulan IV tahun 2005 menempati urutan ke-3 dari jumlah penyakit terbanyak yang ada di Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Timur sebanyak 4059 kasus (8,25%) (LB1 Dinkes Lampung Timur). Untuk wilayah Puskesmas Purbolinggo, penyakit tulang menempati urutan ke-2 sebanyak 143 kasus (8,1%) dari penyakit terbanyak pada bulan Januari 2006. Sedangkan pada bulan Februari 2006 menempati urutan ke-3 sebanyak 109 kasus (7,1%) (Seksi Puskesmas Lampung Timur).
Berdasarkan studi pendahuluan di Desa Taman Bogo Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur terdapat jumlah wanita berdasarkan golongan umur 46-50 tahun yaitu 151 orang (7,6%) (data desa Taman Bogo tahun 2005). Dari hasil wawancara yang penulis lakukan terhadap 10 orang wanita pramenopause, ternyata ada 6 orang (60%) tidak tahu tentang osteoporosis yang mungkin akan terjadi pada masa menopause. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian mengenai pengetahuan wanita pramenopause tentang osteoporosis yang terjadi pada masa menopause di Desa Taman Bogo Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut : “Bagaimanakah gambaran tingkat pengetahuan wanita pramenopause tentang osteoporosis di Desa Taman Bogo Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur tahun 2006?”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan wanita pramenopause tentang osteoporosis.
2. Tujuan Khusus
a) Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan wanita pramenopause tentang osteoporosis pada domain kognitif tingkat tahu.
b) Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan wanita pramenopause tentang osteoporosis pada domain kognitif tingkat paham.
c) Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan wanita pramenopause tentang osteoporosis pada domain kognitif tingkat aplikasi.

D. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang diteliti adalah sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian : Studi Deskriptif
2. Obyek Penelitian : Tingkat pengetahuan wanita pramenopause tentang osteoporosis.
3. Subyek penelitian : Wanita yang berusia 46-50 tahun di Desa Taman Bogo Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur.
4. Lokasi penelitian : Desa Taman Bogo Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur.
5. Waktu Penelitian : Bulan April – Mei 2006.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Petugas Pelaksana Pelayanan Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan penyuluhan kepada wanita pramenopause tentang osteoporosis pada masa menopause.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan bacaan dan informasi untuk penelitian berikutnya.

Hubungan faktor lingkungan, tempat tinggal, teman sebaya dan orang tua dengan penyalahgunaan narkotika psikotropika zat aditif lainnya (NAPZA) pada re

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diera komunikasi sekarang ini, perubahan – perubahan sosial yang terjadi kita rasakan begitu cepatnya. Dalam waktu yang relatif singkat telah terjadi perubahan di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya. Sesuai dengan cita – cita Bangsa Indonesia untuk mewujudkan masyarakat yang madani, ternyata perubahan – perubahan tersebut telah memberikan pengaruh baik positif maupun negatif. Di satu sisi kehidupan demokratis dapat dirasakan dan di sisi lain bahaya dan ancaman terhadap bangsa Indonesia juga semakin meningkat.
Salah satu permasalahan sosial yang tengah kita hadapi saat ini adalah berkembangnya penyalahgunaan narkoba, psykotropika zat adiktif lainnya (Napza). Masalah penyalahgunaan Napza ini telah terjadi permasalahan nasional, bahkan internasional, mengingat bahaya yang ditimbulkan oleh adanya penyalahgunaan narkotika ini, maka sikap bangsa Indonesia secara sadar telah menentukan sikap untuk memeranginya, karena bahaya narkotika dapat menghancurkan peradaban manusia.
Ancaman bahaya penyalahgunaan narkotika serta peredaran gelap Narkotika dapat menjadi penghambat bagi pembangunan sumberdaya manusia, dan ini perlu untuk segera ditanggulangi secara bersama oleh seluruh bangsa Indonesia.Penyalahgunaan narkotika itu sendiri berhubungan dengan beberapa faktor yaitu : faktor individu, faktor obat, dan faktor lingkungan.
Ada banyak alasan orang menggunakan Napza, pada awalnya ada yang hanya coba – coba atau sekedar ingin tahu, lama kelamaan mengalami ketergantungan keluarga akan muncul berbagai masalah. Selain itu pengguna Napza banyak mengalami benturan masa depan serta dalam kehidupan sosial (Kusminarno, 2002).
Kebersihan pembangunan telah memperlihatkan hasil yang cukup menggembirakan khususnya pembangunan di bidang kesehatan yang ditandai dengan semakin membaiknya status kesehatan masyarakat Indonesia, antara lain meningkatnya umur harapan hidup, menurunnya angka kematian bayi dan balita. Keberhasilan pembangunan dibidang kesehatan ini telah membawa perubahan struktural dari usia anak ke usia remaja. “jumlah penduduk yang termasuk dalam kaum muda (young people) 10 – 24 tahun di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995, adalah 31,2% dari jumlah penduduk.”
Jumlah penduduk remaja yang besar tersebut merupakan potensi sumberdaya manusia yang sangat berharga bila dapat dilakukan pembinaan dengan baik seperti yang tercantum dalam Garis – Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1994 – 2004 bahwa pembinaan anak dan generasi muda dilaksanakan dengan mengembangkan iklim yang kondusif agar dapat mengaktualisasikan segala potensi, bakat dan minat dengan memberikan kesempatan dan kebebasan dan mengorganisasikan dirinya secara bebas dan merdeka sebagai wahana pendewasaan untuk menjadi pemimpin bangsa yang beriman dan bertaqwa, berakhlak mulia, patriotis, demokratis, mandiri dan tanggap terhadap aspirasi rakyat. Sebaliknya bila potensi yang besar tersebut tidak dilakukan pembinaan dengan baik akan menimbulkan permasalahan remaja seperti yang terjadi saat ini, antara lain penyalahgunaan narkotika, kenakalan remaja, kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) dan permasalahan lainnya yang sangat berpengaruh terhadap kesiapan remaja menghadapi kehidupannya di masa depan. Selanjutnya dalam GBHN dinyatakan bahwa seluruh anak dan remaja harus dihindari dari bahaya destruktif terutama bahaya penyalahgunaan narkotika, obat – obatan terlarang, zat adiktif serta perilaku yang menyimpang (GBHN, 1999 – 2004) oleh karena itu keberlangsungan hidup anak, kesehatan dan perkembangan remaja, perempuan, laki – laki dan keluarga seharusnya dilihat secara menyeluruh.
Lingkungan, tempat tinggal, teman sebaya dan orang tua merupakan faktor yang penting, dimana masa remaja masa ini merupakan masa peralihan dan pada masa ini secara psikologis sangat labil atau mudah terpengaruh oleh hal – hal yang kurang menguntungkan bahkan sangat membahayakan dirinya dan masa depannya, seperti narkotika ini sangat berbahaya bagi remaja yang telah terjerumus menggunakan narkotika. Dengan lingkungan yang tidak kondusif bagi remaja, ini dapat dengan mudah remaja terhasut oleh ajakan atau tawaran dari pengedar narkotika, sehingga remaja dengan pengetahuan yang kurang tentang narkotika dengan mudah mendapat tawaran untuk mengkonsumsi narkotika, karena yang mereka rasakan adalah nikmat sementara tanpa menghiraukan akibatnya.
Menurut Theodonus dkk (1998) penyalahgunaan obat terlarang berkaitan dengan riwayat pemakaian obat pada keluarga. Tergambar bahwa pengguna obat lebih banyak terjadi dikalangan remaja yang mempunyai kakak, ayah dan ibu yang menggunakan obat – obatan.
Studi pendahuluan yang dilakukan ditemukan bahwa dari mulai siswa sekolah menengah pertama sudah mulai menggunakan narkotika kata ini diambil pada tanggal 9 November 2003, penyalahgunaan narkotika sudah didapatkan dari bangku sekolah menengah pertama dan bahkan sampai dengan perguruan tinggi, keadaan ini sangat memprihatinkan bagi generasi muda. Berdasar uraian pada latar belakang ini penulis tergugah untuk melakukan penelitian tentang hubungan faktor lingkungan : tempat tinggal, teman sebaya dan orang tua dengan penyalahgunaan Napza pada remaja di SMA Negeri Se Kota Metro.

B. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan lingkungan : tempat tinggal, teman sebaya dan orang tua dengan penyalahgunaan Narkotika pada remaja di SMA Negeri Se Kota Metro ?

C. Ruang Lingkup Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan rancangan crossectional. Subjek penelitian adalah siswa SMA Negeri Se Kota Metro. Objek penelitian adalah faktor lingkungan : tempat tinggal, teman sebaya dan orang tua sebagai variabel bebas dan penyalahgunaan Napza sebagai variabel terikat. Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai Desember 2004.

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor lingkungan : tempat tinggal, teman sebaya dan orang tua dengan penyalahgunaan Napza pada remaja dari SMA Negeri Se Kota Metro.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus pada penelitian ini adalah diketahuinya :
a. Hubungan antara faktor tempat tinggal dengan penyalahgunaan Napza pada remaja di SMA Negeri Se Kota Metro.
b. Hubungan antara faktor teman sebaya dengan penyalahgunaan Napza di SMA Negeri Se Kota Metro.
c. Hubungan faktor orang tua dengan penyalahgunaan Napza pada remaja di SMA Negeri Se Kota Metro.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Sebagai masukan dalam mengembangkan dan membina peserta didik agar terhindari dari ancaman bahaya narkotika.
2. Bagi Penulis
Memberikan pengalaman yang sangat bermakna dalam memerangi bahaya narkotika dan pengalaman di bidang penelititian.
3. Bagi Pengembangan Ilmu
Sebagai bahan masukan atau (referensi) untuk penelitian selanjutnya terutama penelitian yang serupa.

Hubungan antara suami perokok dengan bayi berat lahir rendah (BBLR) di wilayah kerja puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Merokok merupakan salah satu kebiasaan yang lazim ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Gaya hidup atau life style ini menarik sebagai suatu masalah kesehatan, minimal dianggap sebagai faktor resiko dari berbagai macam Penyakit (Bustan, 2000). Dari sisi kesehatan, bahaya rokok sudah tak terbantahkan lagi. Bukan hanya menurut WHO, tetapi lebih dari 70 ribu artikel ilmiah membuktikan hal itu. Dalam kepulan asap rokok terkandung 4000 racun kimia berbahaya, dan 43 diantaranya bersifat karsinogenik (merangsang tumbuhnya kanker). Berbagai zat berbahaya itu adalah : tar, karbon monoksida (CO) dan nikotin. Mungkin Masyarakat sudah mengerti bahayanya, kerena dalam setiap bungkus rokok ada peringatan merokok dapat menyebapkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin (Abadi,T, 2005). Dari peringatan tersebut dapat diketahui dengan jelas bahwa rokok memiliki pengaruh buruk bagi kehamilan dan janin dalam kandungan.
Kebiasaan merokok para calon ibu ternyata membawa akibat buruk pada anak yang akan dilahirkanya. Terdapat bukti kuat bahwa ibu hamil yang merokok dapat langsung mempengaruhi dan merusak perkembangan janin dalam rahim, yang paling sering terjadi adalah berat lahir yang rendah (Arlene, 1996). Berat badan bayi ibu perokok pada umumnya kurang dan mudah menjadi sakit. Berat badan bayi tersebut lebih rendah 40-400 gram dibandingkan dengan bayi yang lahir dari Ibu bukan perokok. Sekitar 7% dari ibu-ibu hamil yang merokok satu bungkus sehari mungkin akan melahirkan anak yang beratnya kurang dari 2500 gram, dan persentase ini meningkat menjadi 12% pada ibu-ibu hamil yang menghabiskan dua bungkus rokok seharinya (Aditama., 1997).
Jumlah berat badan lahir rendah masih cukup tinggi. Berdasarkan hasil estimasi dan survei demografi dan kesehatan Indonesia, angka BBLR secara nasional pada periode tahun 2002-2003 mencapai 7,6 % (Profil Kesehatan Indonesia, 2005). Sedangkan Di Propinsi Lampung, angka BBLR pada tahun 2005 mencapai 2210 orang (Profil Kesehatan Propinsi Lampung, 2005). Dan di Kota Metro angka kejadian BBLR pada tahun 2005 mencapai 68 orang (Profil Kesehatan Profinsi Lampung, 2005).
Berdasarkan penelitian, 1 dari 3 wanita yang merokok lebih dari 20 batang sehari melahirkan bayi dengan berat badan kurang (Syahbana,O., 2001)., namun hal tersebut tidak hanya terjadi pada ibu hamil yang merokok saja, ternyata ibu hamil yang tidak merokokpun bila sehari-hari selalu berada di tengah-tengah perokok dan selalu terpapar asap rokok (perokok pasif), bisa mengalami efek negatif yang hampir sama tingkatannya dengan perokok (Syahbana, 2001).
Sekarang ini makin banyak diketahui bahwa merokok tidak hanya berpengaruh terhadap orang yang menghisapnya, tetapi juga mempengaruhi semua orang yang berada di sekitarnya. Termasuk janin yang sedang berkembang dari ibu hamil yang kebetulan berada di dekatnya. Jadi, bila suami anda atau setiap orang yang tinggal di rumah anda atau bekerja di meja disamping anda merokok, tubuh bayi anda akan mendapat pengotoran oleh asap tembakau hampir sebanyak pengotoran yang ia dapat jika anda sendiri yang menghisapnya. Bahkan menurut Candra (2000), bahan kimia yang keluar dari asap bakaran ujung rokok kadarnya lebih tinggi dari pada yang dihisap perokoknya. Semakin dekat jarak perokok dengan perokok pasif, akan semakin besar bahayanya, karena itu penelitian banyak dilakukan pada istri si perokok. Belakangan ini para ahli juga menemukan hubungan antara penurunan berat bayi yang dilahirkan oleh isteri seorang perokok akibat gangguan perkembangan janin selama dalam kandungan (Aditama, 1997).
Berdasarkan data pra survei, di Wilayah Kerja Puskesmas Karangrejo terdapat 9 bayi dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram (data Puskesmas Karangrejo, 2006-2007). Setelah 5 orang suami yang memiliki bayi tersebut ditanyakan tentang kebiasaan merokok, 4 diantaranya menjawab ya dan menghabiskan lebih dari 10 batang rokok per hari dan 1 orang menjawab tidak.
Berdasarkan fenomena di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui tingkat hubungan suami perokok dengan bayi berat lahir rendah di Wilayah Kerja Puskesmas Karangrejo.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ”Apakah ada hubungan antara suami perokok dengan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Wilayah Kerja Puskesmas Karangrejo?”.

C. Ruang Lingkup Penelitian
1. Jenis Penelitian : Analitik
2. Subyek Penelitian : Suami yang memiliki bayi usia 0-1 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas karangrejo
3. Objek Penelitian : Hubungan antara suami perokok dengan bayi berat lahir rendah (BBLR)
4. Lokasi Penelitian : Wilayah Kerja Puskesmas Karangrejo
5. Waktu Penelitian : Tanggal 28 Mei – 16 Juni 2007

D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat hubungan antara suami perokok dengan bayi berat lahir rendah (BBLR) di Wilayah Kerja Puskesmas Karangrejo.

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1. Puskesmas
Sebagai bahan masukan bagi pengelola program puskesmas dalam rangka meningkatkan kegiatan penyuluhan khususnya tentang hubungan suami perokok dengan bayi berat lahir rendah.
2. Peneliti
Dapat diketahui dengan jelas tingkat hubungan antara suami perokok dengan bayi berat lebih rendah.
3. Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan di perpustakaan institusi pendidikan
4. Peneliti Selanjutnya
Sebagai bahan referensi untuk peneliti selanjutnya.

Hubungan antara pengetahuan ibu balita tentang gizi dengan status gizi balita di kelurahan

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Gizi buruk mempunyai dampak terhadap seorang anak, antara lain adalah penurunan skor tes IQ (Intelligent Quotient), gangguan kognitif, gangguan pemusatan perhatian, penurunan rasa percaya diri dan akhirnya prestasi sekolah yang minim (Suseno, 2008). Anak yang kekurangan gizi akan mempunyai IQ lebih rendah 13-15 poin dari anak lain pada saat memasuki usia sekolah. Disamping itu gizi buruk akan menurunkan produktivitas sebesar 20-30% yang mengakibatkan banyak anak gizi buruk tidak dapat menyelesaikan sekolahnya. Dengan kata lain, gizi buruk akan menciptakan generasi baru dengan kualitas SDM yang rendah (Suryanto, 2008).
Data UNICEF (United Children Foundation) tahun 1999 menunjukkan, 10-12 juta (50-69,7%) anak balita di Indonesia (4 juta diantaranya dibawah satu tahun) berstatus gizi sangat buruk dan mengakibatkan kematian, malnutrisi berkelanjutan meningkatkan angka kematian anak. Setiap tahun diperkirakan 7% anak balita Indonesia (sekitar 300.000 jiwa) meninggal. Ini berarti setiap 2 menit terjadi kematian satu anak balita dan 170.000 anak (60%) diantaranya akibat gizi buruk. Dari seluruh anak usia 4-24 bulan yang berjumlah 4,9 juta di Indonesia, sekitar seperempat sekarang berada dalam kondisi kurang gizi (Herwin, 2004).
Masalah penyediaan pangan dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat bukan hanya merupakan masalah nasional di berbagai negara, akan tetapi telah menjadi masalah yang bersifat internasional. Hal ini terbukti dengan adanya badan-badan yang menangani masalah pangan yang bernaung di bawah organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) (Siswono, 2001).
Masalah kurang gizi masih merupakan masalah pokok masyarakat dari dulu hingga sekarang dengan berbagai faktor yang mendukung masalah sangat kompleks. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan perhatian yang lebih untuk kondisi kesehatannya (Himawan, 2006).
Di Indonesia usaha peningkatan kesejahteraan rakyat telah merupakan program pemerintah. Khususnya mengenai masalah gizi telah ada program usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK). Ada empat masalah gizi yang utama yang telah di bahas dalam Widya Karya Nasional pangan dan gizi pada tahun 1978, yaitu: kekurangan energi protein, kekurangan vitamin A yang merupakan penyebab kebutaan, kekurangan yodium yang merupakan penyebab gondok endemik dan kekurangan zat besi yang mengakibatkan anemi gizi (Siswono, 2001).
Data WHO (world health organization) tahun 2002 menyebutkan, penyebab kematian balita urutan pertama disebabkan gizi buruk dengan angka 54%. Data Depkes ( Departemen Kesehatan ) menunjukkan angka kejadian gizi buruk pada balita pada tahun 2002 sebanyak 8% dan 27%. Pada tahun 2003 masing-masing meningkat menjadi 8,3% dan 27,3%, dan pada tahun 2005 naik masing-masing 8,8% dan 28% (Harian seputar Indonesia, 2007).
Data dinas kesehatan Kota Metro meliputi cakupan status gizi balita Kota Metro tahun 2007, balita yang termasuk kedalam status gizi buruk sebanyak 16 orang (0,60%) status gizi kurang 431 orang (16,28%), status gizi baik 2158 orang (81,55%) dan status gizi lebih 41 orang (1,54%).
Banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya gizi buruk dan faktor tersebut saling berkaitan. Secara langsung, pertama anak kurang mendapat asupan gizi seimbang dalam waktu yang cukup lama, dan kedua anak menderita penyakit infeksi. Anak yang sakit, asupan gizi tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh secara optimal karena adanya gangguan penyerapan akibat infeksi. Secara tidak langsung penyebab terjadinya gizi buruk yaitu tidak cukupnya persediaan pangan di rumah tangga, pola asuh kurang memadai dan sanitasi atau kesehatan lingkungan kurang baik serta akses pelayanan kesehatan terbatas (Depkes R.I, 2005).
Disamping itu tingkat pendidikan juga mempunyai hubungan yang eksponensial dengan tingkat kesehatan. Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin mudah menerima konsep hidup sehat secara mandiri, kreatif dan berkesinambungan. Latar belakang pendidikan seseorang berhubungan dengan tingkat pengetahuan, jika tingkat pengetahuan gizi ibu baik maka diharapkan status gizi ibu dan balitanya juga baik. Sebab dari gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan meningkatkan pengetahuan gizi masyarakat (Kusumawati, 2004).
Berdasarkan data dari cakupan status gizi balita Kota Metro tahun 2007, dari 5 kecamatan yang ada di Kota Metro, Metro Barat masih terdapat 15 orang balita dengan status gizi buruk dan 31 orang balita dengan status gizi kurang. Untuk itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan antara pengetahuan ibu balita dengan status gizi pada balita di Kelurahan Ganjar Agung Kecamatan Metro Barat Tahun 2008.

B. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan antara pengetahuan ibu balita tentang gizi dengan status gizi balita di Kelurahan Ganjar Agung Kecamatan Metro Barat tahun 2008?”.

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang diteliti adalah sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian : Analitik kuantitatif
2. Subyek Penelitian : Ibu-ibu yang mempunyai balita
3. Objek Penelitian : Pengetahuan ibu balita tentang gizi dengan status gizi balita
4. Lokasi Penelitian : Di wilayah Kelurahan Ganjar Agung Kecamatan Metro Barat
5. Waktu Penelitian : 9-14 Juni 2008

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu balita tentang gizi dengan status gizi balita di Kelurahan Ganjar Agung Kecamatan Metro Barat tahun 2008.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui seberapa besar kejadian gizi buruk di Kelurahan Ganjar Agung Kecamatan Metro Barat
b. Untuk mengetahui pengetahuan ibu balita tentang gizi pada balita di Kelurahan Ganjar Agung Kecamatan Metro Barat.
c. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu balita tentang gizi dengan status gizi pada balita di Kelurahan Ganjar Agung Kecamatan Metro Barat.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Metro
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran dalam upaya evaluasi dan pemantauan tentang status gizi serta sebagai bahan masukan dalam perencanaan program peningkatan gizi di Kelurahan Ganjar Agung Kecamatan Metro Barat
2. Bagi Tenaga Kesehatan di Puskesmas Ganjar Agung
Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dan pemantauan tentang status gizi balita serta sebagai bahan masukan dalam perencanaan program peningkatan gizi di wilayah kerja puskesmas tersebut
3. Bagi Institusi Pendidikan Program Studi Kebidanan Metro
Sebagai dokumen dan bahan bacaan untuk menambah wawasan mahasiswi di Poltekkes Tanjung Karang Program Studi Kebidanan Metro.
4. Bagi Peneliti Lain
Diharapkan dapat menjadi bahan referensi untuk melakukan penelitian-penelitian yang lain atau serupa atau yang lebih lanjut.

Blog Archive