Tuesday, May 18, 2010

Keterampiloan pelaksanaan komunikasi terapeutik mahasiswi tingkat II program studi kebidanan…… di lahan praktek

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Komunikasi merupakan suatu dasar dan kunci seseorang dalam menjalankan tugasnya, komunikasi merupakan suatu proses dalam perawatan untuk menjalankan dan menciptakan hubungan dengan pasien, komunikasi tampaknya sederhana tetapi untuk menjadikan suatu komunikasi berguna dan efektif membutuhkan usaha dan keterampilan serta kemampuan dalam bidang itu (Arifin, 2002).
Tidak ada persoalan sosial manusia dihadapkan dengan masalah sosial yang penyelesaiannya menyangkut komunikasi yang lebih baik, Setiap hari semua orang melakukan proses komunikasi. Sering kali akibat komunikasi yang tidak tepat terjadi perbedaan pandangan atau salah paham. Oleh karena itu setiap orang perlu memahami konsep dan proses komunikasi untuk meningkatkan hubungan antar manusia dan mencegah kesalah pahaman yang mungkin terjadi, hubungan komunikasi terapeutik antara perawat atau bidan dengan pasien adalah hubungan kerjasama yang ditandai dengan tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik (Utami P, 1998).
Dasawarsa terakhir masalah komunikasi antara petugas kesehatan dan pasien telah mendapatkan sorotan luas karena adanya beberapa laporan riset yang di kumpulkan Faulkner (1984), laporan tersebut mengungkapkan bahwa banyak pasien yang merasa tidak pernah menerima cukup informasi (Nancy, 1988).
Komunikasi merupakan unsur yang penting dalam aktifitas dan bagian yang selalu ada dalam proses manajemen keperawatan atau kebidanan. Berdasarkan hasil penelitian Swansburg (1990), bahwa lebih dari 80% waktu yang digunakan untuk berkomunikasi, 16% untuk membaca dan 9% untuk menulis. Pengembangan keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kiat sukses bagi seorang bidan karena terlalu banyak waktu yang digunakan untuk komunikasi, mendengar, berbicara jadi jelas bahwa bidan harus mempunyai keterampilan interpersonal yang baik, karena praktek kebidanan berorientasi pada hubungan interpersonal dalam mencapai suatu tujuan organisasi, maka untuk menciptakan komitmen dan rasa kebersamaan perlu ditunjang keterampilan dalam berkomunikasi (Nursalam, 2002).
Berdasarkan kurikulum Program Studi Kebidanan Metro terprogram sebagai mata kuliah komunikasi kebidanan yang isinya tentang komunikasi terapeutik diajarkan pada semester III diharapkan mahasiswi bisa menerapkan komunikasi terapeutik secara efektif, hal ini yang melatar belakangi penulis ingin mengetahui bagaimana setelah mahasiswi mendapatkan mata kuliah komunikasi terapeutik keterampilan pelaksanaan komunikasi terapeutik yang di lakukan mahasiswi Program Studi Kebidanan Metro Tingkat II sudah sesuai dengan teori yang di berikan atau tidak.

B. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian diatas maka penulis mengambil rumusan masalah yaitu : “Bagaimanakah Gambaran keterampilan pelaksanaan komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh mahasiswi tingkat II Program Studi Kebidanan Metro di Lahan Praktek ?”

C. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mempunyai beberapa tujuan yaitu :
1. Tujuan Umum
Dalam penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui gambaran keterampilan pelaksanaan komunikasi terapeutik mahasiswi tingkat II Program Studi Kebidanan Metro di Lahan Praktek.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya keterampilan pelaksanaan komunikasi terapeutik pada fase perkenalan mahasiswi Tingkat II Program Studi Kebidanan Metro di lahan praktek.
b. Diketahuinya keterampilan pelaksanaan komunikasi terapeutik pada fase orientasi mahasiswi Tingkat II Program Studi Kebidanan Metro di lahan praktek.
c. Diketahuinya keterampilan pelaksanaan komunikasi terapeutik pada fase kerja mahasiswi Tingkat II Program Studi Kebidanan Metro di lahan praktek.
d. Diketahuinya keterampilan pelaksanaan komunikasi terapeutik pada fase terminasi mahasiswi Tingkat II Program Studi Kebidanan Metro di lahan praktek.

D. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang di teliti sebagai berikut:
a. Subyek penelitian : Mahasiswi Program Studi Kebidanan Metro Tingkat II Semester IV.
b. Obyek penelitian : Keterampilan pelaksanaan tentang komunikasi terapeutik.
c. Lokasi penelitian : Di BPS Ch. Sudilah, BPS Sri Lestari, BPS Sukatmi, BPS Yusi M, BPS Marta, BPS Pujiati, BPS Isti Kayom, BPS H. Suwarni, RB Nur Anissa, RB Doa Ibu, RB Kasih Ibu, RB Putri Dewi.
d. Waktu penelitian : Tanggal 8-13 Mei 2006.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini di harapkan bermanfaat bagi :
1. Bagi Pendidikan
Penambahan wawasan tentang komunikasi terapeutik secara efektif dan akan bermanfaat untuk dijadikan bahan masukan bagi penelitian selanjutnya.
2. Bagi Mahasiswi Program Studi Kebidanan Metro Tingkat II
Bermanfaat sebagai bahan masukan sehingga dapat melatih diri dalam berkomunikasi secara efektif.
3. Bagi Lahan Praktek.
Meningkatkan pembelajaran dan bimbingan tentang komunikasi terapeutik.

Kecemasan pasangan suami istri dengan infertil primer di rumah bersalin

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Banyaknya pasangan infertil di Indonesia dapat diperhitungkan dari banyaknya wanita yang pernah kawin dan tidak pernah mempunyai anak. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, jumlah penduduk 220 juta, 30 juta diantaranya adalah pasangan usia subur (PUS). Dari PUS tersebut sekitar 10 – 15%, atau 3 – 4,5 juta pasangan memiliki problem kesuburan, dan dari 10 sampai 15% itu terdapat 7 sampai 9% yang mengalami infertil primer. Makin lama pasangan itu kawin tanpa kehamilan, makin menurun kejadian kehamilannya. Para dokter baru menganggap ada masalah infertilitas jika pasangan yang ingin anak itu telah dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan lebih dari 12 bulan (Wiknjosastro, 1997).
Diperkirakan bahwa dari setiap 100 pasangan, 10 pasangan dari pasangan suami istri (Pasutri) tidak mempunyai anak, dan 15 Pasutri mempunyai anak kurang dari yang diinginkan (Hardjana, 2000). Banyak faktor yang mempengaruhi infertilitas, salah satu faktornya adalah dari segi psikologis. Infertilitas merupakan suatu keadaan yang menekan, pada Pasutri sering kali hal ini menyebabkan depresi, cemas dan lelah berkepanjangan. Padahal hal tersebut memberikan pengaruh yang cukup besar pada kemampuan untuk bisa hamil.
Pada masyarakat Indonesia, masih beranggapan bahwa tujuan sebuah pernikahan adalah untuk memperoleh keturunan (Kasdu, 2001). Seorang wanita yang telah melewati beberapa bulan hari pernikahannya, sering terlontar pertanyaan – pertanyaan dari keluarga atau kerabat yang menanyakan apakah ia sudah hamil atau belum. Tekanan – tekanan dari pihak luar ini sering kali menjadi sumber masalah dalam hubungan suami istri, selanjutnya pertanyaan itu akan menjadi hal yang sensitif apabila seorang wanita tidak kunjung hamil.
Tugas – tugas perkembangan pada masa dewasa awal menyebutkan bahwa salah satunya adalah hidup berkeluarga dan mengasuh anak (Mappiare, 1983). Anak merupakan kepuasan dalam sebuah perkawinan. Stabilitas sebuah perkawinan terkadang juga ditentukan dengan kehadiran oleh seorang anak dalam kehidupan rumah tangga. Banyak Pasutri yang memilih bercerai karena salah satu dari mereka tidak dapat memberi keturunan. Ancaman terjadinya perceraian ini mencapai 43% dari masalah dalam sebuah pernikahan yang ada. Mereka beranggapan bahwa peran mereka sebagai orang tua tidak sempurna tanpa kehadiran seorang anak dalam kehidupan perkawinannya.
Hasil prasurvei pada tanggal 1 – 21 April 2004 di Rumah Bersalin Permata Hati Kota Metro yang mengalami Infertil 31 pasangan infertil primer. Untuk itu penulis ingin mengetahui kecemasan pasangan suami istri dengan Infertil primer.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang, penulis membuat rumusan masalah yaitu : “Bagaimana kecemasan pasangan suami istri dengan Infertil primer di Rumah Bersalin Permata Hati Kota Metro ?”.

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam melakukan penelitian, agar sesuai dengan rumusan masalah yang dibuat penulis membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Subyek Penelitian : Pasangan suami istri dengan Infertil primer
2. Objek Penelitian : Penyebab kecemasan
3. Tempat Penelitian : RB. Permata Hati Kota Metro
4. Waktu Penelitian : 14 Mei – 12 Juni 2004

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui kecemasan pada pasangan suami istri dengan Infertil primer di RB. Permata Hati Kota Metro.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui kecemasan ditinjau dari peran sebagai orang tua.
b. Untuk mengetahui kecemasan ditinjau dari stabilitas perkawinan
c. Untuk mengetahuai kecemasan ditinjau dari tugas perkembangan dewasa awal.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Sebagai penerapan matakuliah metodologi penelitian dan menambah pengalaman serta wawasan mengenai kecemasan pada Pasutri dengan Infertil Primer.
2. Bagi Program Studi Kebidanan Metro
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan atau masukan untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan kecemasan pada Pasutri dengan Infertil Primer.
3. Bagi Rumah Bersalin Permata Hati
Diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran tentang pasangan yang mengalami Infertil Primer ditinjau dari segi psikologis, sehingga dokter dapat memberikan bantuan berupa konseling.

Karakteristik perilaku hubungan seks pra nikah pada remaja wanita di desa

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan teknologi pada saat ini sangat pesat, dengan pesatnya perkembangan teknologi membuat seks tidak dianggap sakral lagi. Kecendrungan pelanggaran semakin meningkat oleh karena adanya penyebaran informasi dan rangsangan seksual melalui media massa yang dengan adanya teknologi canggih (video cassette, foto copy, VCD, telepon genggam, internet, dan lain-lain) menjadi tidak terbendung lagi. Remaja wanita yang sedang dalam periode ingin tahu dan mencoba, akan meniru apa yang dilihat atau didengarnya dari media massa (Sarwono, 2004 : 151). Penemuan alat kontrasepsi oleh Amerika Serikat (AS) kemudian memicu revolusi seks di tahun 1960-an. Paradigma pun berubah, seks dianggap sebagai hal yang biasa-biasa saja. Akibatnya pergaulan seks bebas pun marak. Imbasnya juga dirasakan di Indonesia. Perubahan pandangan terhadap seksualitas terjadi sejak awal tahun 1980-an. Hal ini juga mengakibatkan perubahan dalam perilaku seksual termasuk dikalangan remaja wanita (Pangkahila, 2008).
Survey yang dilakukan oleh Departemen Sosial dan Ekonomi Internasional pada tahun 1998 di beberapa Negara Barat seperti Belgia, Kanada, Jerman, Hongaria, Norwegia, Inggris dan Amerika menunjukkan bahwa 2/3 remaja wanita berusia 19 tahun telah melakukan hubungan seksual di luar pra nikah. Senestein (1989) telah melaporkan hasil penelitiannya yaitu bahwa sekitar 69% remaja wanita Afrika-Amerika telah melakukan hubungan seksual tanpa nikah pada usia 15 tahun. Sedangkan Hoffer (1988) menemukan bahwa 25% remaja wanita Afrika-Amerika telah berhubungan seksual tanpa nikah pada usia 15 tahun dan 74% pada usia 18 tahun, sedangkan pada remaja wanita berkulit putih adalah 15% dan 56% (Yusuf, 2006 : 210).
Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1994, jumlah penduduk usia 20-24 tahun mencapai 31,2% dari jumlah penduduk Indonesia. Menurut Kepala BKKBN seks bebas telah ditemukan di setiap propinsi di Indonesia (BKKBN,2007). Hasil penelitian PKBI juga menunjukkan bahwa 9,1% remaja wanita telah melakukan hubungan seks dan 85% melakukan hubungan seks pertama mereka pada usia 13-15 tahun di rumah mereka dengan pacar (BKKBN,2006). Remaja wanita masa kini sudah melakukan hubungan seksual secara aktif. Tiap tahunnya 15 juta remaja wanita berusia 15-19 tahun melahirkan (Hambali,1998 :30).
Kejadian seks bebas telah merambah kalangan muda Indonesia dengan dampak yang cukup besar. Dari survey yang dilakukan di Jakarta diperoleh hasil bahwa sekitar 6-20% anak SMU dan Mahasiswa di Jakarta pernah melakukan hubungan seks pra-nikah. Sebanyak 35% dari Mahasiswa Perguruan Tinggi swasta di Jakarta sepakat tentang seks pra-nikah. Survey yang dilakukan oleh lembaga Demografi FEUI dan NFPCB tahun 1999 terhadap 8.084 remaja wanita putra dan putri yang berusia 15-24 tahun di 20 Kabupaten yaitu di Lampung, Jawa barat, Jawa tengah dan Jawa Timur menunjukkan bahwa sebanyak 46,2% remaja wanita menganggap perempuan tidak akan hamil hanya dengan satu kali melakukan hubungan seksual. Dari 405 kehamilan yang tidak direncanakan, 95% dilakukan oleh remaja wanita usia 15-25 tahun. Angka kejadian aborsi di Indonesia mencapai 2.5 juta kasus. 1,5 juta diantaranya dilakukan oleh remaja wanita (Kriswanto,2006).
Remaja wanita sering kali tidak nyaman atau tabu untuk membicarakan masalah seksualitas dan kesehatan reproduksinya. Akan tetapi karena faktor keingintahuannya mereka akan berusaha untuk mendapatkan informasi ini. Remaja wanita sering kali merasa bahwa orang tuanya menolak membicarakan masalah seks sehingga mereka kemudian mencari alternatif sumber informasi lain seperti teman atau media massa (Harlock,1972 dikutip dari Iskandar,1997).
Para remaja wanita hakikatnya tidak sadar bahwa perilaku seks bebas berakibat fatal bagi dirinya sendiri. Dengan menerapkan perilaku seks bebas banyak remaja wanita putri yang hamil di luar nikah. Padahal sudah dapat dipastikan apabila ada seorang remaja wanita putri hamil di luar nikah maka masa depannya akan suram. Dia tidak akan mewujudkan cita-citanya. Setelah semuanya terjadi, dia baru sadar bahwa ternyata seks bebas telah menghancurkan dirinya. Akibat lain dari perilaku seks bebas adalah HIV/AIDS. Berdasarkan penelitian UN AIDS, Organisasi AIDS se-dunia diperkirakan 700 remaja wanita terkena virus HIV/AIDS setiap hari. Dengan menerapkan perilaku seks bebas maka akan membuka peluang sangat besar bagi dirinya sendiri. Perilaku seks bebas sangat berpengaruh dalam pembentukan moralitas bangsa. Khususnya kaum muda ketika moral generasi muda suatu bangsa buruk (Akademik, 2007).
Dampak psikologis seks pra-nikah pelaku akan merasa diri kotor dan kehamilan akan berdampak pada hal lain (dosa memperanakkan dosa), seperti berbohong, menjauh dari pergaulan positif. Dampaknya seperti lingkaran setan yang tidak ada ujungnya (Franky,2007).
Para ahli dari berbagai disiplin ilmu sepakat bahwa remaja wanita yang digolongkan mempunyai tingkah laku menyimpang. Tidak hanya merupakan akibat dari keadaan lingkungan yang dihadapi remaja wanita saja. Akan tetapi, faktor penyebab yang begitu kompleks misalnya usia, pendidikan, tempat tinggal, ekonomi keluarga, kemajuan teknologi, meningkatnya libido seksual, penggunaan alat kontrasepsi dan frekuensi hubungan seks diluar nikah.
Berdasarkan data hasil pra survey di Desa Jatibaru Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan bahwa dari 742 remaja laki-laki dan perempuan yang melakukan hubungan seks pra nikah sebanyak 8 orang remaja wanita. Dan 5 orang diantaranya yang mengalami hamil di luar nikah.
Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin melakukan penelitian tentang “Karakteristik perilaku hubungan seks pra nikah pada remaja wanita di Desa Jatibaru Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis membuat rumusan masalah yaitu : ”Bagaimana Karakteristik perilaku hubungan seks pra nikah pada remaja wanita di Desa Jatibaru Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan?”.

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang diteliti sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Objek Penelitian : Karakteristik perilaku hubungan seks pra nikah pada remaja wanita di tinjau dari usia, pendidikan, tempat tinggal, ekonomi keluarga, kemajuan teknologi, meningkatnya libido seksual, penggunaan alat kontrasepsi dan frekuensi hubungan seks diluar nikah di Desa Jatibaru Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan
3. Subjek Penelitian : Remaja wanita yang melakukan hubungan seks pra nikah di Desa Jatibaru Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan
4. Lokasi Penelitian : Di Desa Jatibaru Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan
5. Waktu Penelitian : 13 Juni 2008

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Karakteristik perilaku hubungan seks pra nikah pada remaja wanita di Desa Jatibaru Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui karakteristik perilaku hubungan seks pra nikah pada remaja wanita di tinjau dari usia di Desa Jatibaru Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan.
b. Untuk mengetahui karakteristik perilaku hubungan seks pra nikah pada remaja wanita di tinjau dari pendidikan di Desa Jatibaru Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan.
c. Untuk mengetahui karakteristik perilaku hubungan seks pra nikah pada remaja wanita di tinjau dari tempat tinggal di Desa Jatibaru Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan.
d. Untuk mengetahui karakteristik perilaku hubungan seks pra nikah pada remaja wanita di tinjau dari ekonomi keluarga di Desa Jatibaru Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan.
e. Untuk mengetahui karakteristik perilaku hubungan seks pra nikah pada remaja wanita di tinjau dari kemajuan teknologi di Desa Jatibaru Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan.
f. Untuk mengetahui karakteristik perilaku hubungan seks pra nikah pada remaja wanita di tinjau dari meningkatnya libido seksual di Desa Jatibaru Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan.
g. Untuk mengetahui karakteristik perilaku hubungan seks pra nikah pada remaja wanita di tinjau dari penggunaan alat kontrasepsi di Desa Jatibaru Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan.
h. Untuk mengetahui karakteristik perilaku hubungan seks pra nikah pada remaja wanita di tinjau dari frekuensi hubungan seks diluar nikah di Desa Jatibaru Kecamatan Tanjung Bintang Lampung Selatan.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Remaja wanita
Sebagai pengetahuan remaja wanita tentang dampak seks bebas dan pertimbangan remaja wanita untuk tidak melakukan seks bebas.
2. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan
Sebagai salah satu wacana untuk mengembangkan kebijakan pelayanan kesehatan reproduksi khususnya remaja wanita.
3. Bagi Penulis
Sebagai sarana untuk menerapkan ilmu yang telah didapat dibangku kuliah, serta mengamalkan ilmu yang telah diperoleh selama pendidikan.

Karakteristik keluarga dengan balita berat badan di bawah garis merah (BGM) di desa

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pencapaian Indonesia Sehat 2010 program pangan dan gizi memiliki tujuan yaitu meningkatkan ketersediaan pangan dengan jumlah yang cukup serta kualitas yang memadai dan tersedia sepanjang waktu yaitu melalui peningkatan bahan pangan dan penganekaragaman serta pengembangan produksi olahan, meningkatkan penganekaragaman konsumsi pangan untuk memantapkan ketahanan pangan ditingkat rumah tangga, meningkatkan pelayanan gizi untuk mencapai keadaan gizi yang baik dalam upaya perbaikan status gizi untuk mencapai hidup sehat (Depkes RI, 2003).
Masalah gizi kurang masih tersebar luas di Negara berkembang termasuk di Indonesia. Penyuluhan gizi secara luas perlu digerakan bagi masyarakat guna meningkatkan keadaan gizinya. Kecukupan gizi dan pangan merupakan salah satu faktor terpenting dalam mengembangkan kualitas sumber daya manusia, hal ini merupakan kunci keberhasilan dalam pembangunan suatu bangsa (Almatsier, 2003).
Beragam masalah kekurangan zat gizi yang sebagian mempunyai dampak yang sangat nyata terhadap timbulnya masalah gizi. Salah satu faktor penyebab keadaan ini terjadi karena bertambahnya jumlah penduduk diberbagai negara sedang berkembang yang cenderung meningkat terus, sedangkan jumlah produksi pangan belum mampu mengimbangi walaupun diterapkan beragam teknologi mutakhir. Disamping faktor bertambahnya penduduk yang tidak diimbangi dengan penyediaan pangan yang memadai, masalah gizi timbul karena berbagai faktor yang saling berkaitan yang mencakup aspek ekonomi, sosial, budaya (Suhardjo, 1996).
Akibat kurang gizi terhadap proses tubuh tergantung pada zat gizi apa yang kurang. Kekurangan zat gizi secara umum (makanan kurang dalam kualitas dan kuantitas menyebabkan gangguan pada proses pertumbuhan, produksi tenaga, pertahanan tubuh, struktur dan fungsi otak dan perilaku anak yang mengalami kurang gizi tersebut (Almatsier, 2003).
Masyarakat harus mengerti bahwa anak mereka membutuhkan makanan dengan cukup zat gizi demi masa depan mereka sehingga anak tersebut tidak terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan gizi. Kelompok anak balita merupakan kelompok yang menunjukan pertumbuhan badan yang pesat. Anak balita merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi (Sediaoetama, 2000).
Kondisi gizi salah di Indonesia yang terbanyak termasuk berat badan di bawah garis merah kebanyakan disebabkan oleh konsumsi pangan yang tidak mencukupi kebutuhan badan. Kondisi gizi salah terutama diderita oleh anak-anak yang sedang tumbuh dengan pesat yaitu kelompok balita (bawah lima tahun) dimana prevalensinya pada anak balita masih tinggi + 30-40%. Kebanyakan penyakit gizi ditandai dengan berat badan dibawah garis merah pada masa bayi dan anak ditandai 2 sindrom yaitu kwashiorkor dan marasmus (Hardjoprakoso, 1986).
Menurut Suhardjo, (1996) Klasifikasi keadaan berat badan balita di bawah garis merah yang paling sederhana dan umum dipakai adalah ukuran berat menurut umur yang kemudian dibandingkan terhadap ukuran baku, karena berat badan anak merupakan indikator yang baik bagi penentuan status gizinya. khususnya untuk mereka yang berumur di bawah 5 tahun, dimana keadaan seperti ini disebabkan oleh faktor-faktor tertentu seperti : Tingkat pendidikan ibu, Tingkat ekonomi keluarga, Latar belakang sosial budaya keluarga dilihat dari pantangan makan, Paritas, Keadaan fisiologi, Sehingga faktor-faktor tersebut ikut menentukan besarnya presentase balita dengan berat badan di bawah garis merah.
Menurut Dep.Kes (2004) yang dikutip Biro Pusat Statistik tahun 2003 sekitar 5 juta anak balita (27,5%) yang kekurangan gizi, lebih kurang 3,6 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang, dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3%). Meskipun jumlahnya relatif lebih sedikit, kasus gizi buruk lebih cepat menarik perhatian media masa karena dapat dipotret dan kelihatan nyata penderitaan anak seperti : sakit, kurus, bengkak (busung), dan lemah. Mereka mudah dikenal dan dihitung karena dibawa ke rumah sakit. Keluarga dan masyarakat tidak dapat berbuat banyak bagi anak yang gizi buruk (www.bkkbn.go.id).
Berdasarkan laporan tahunan Dinas Kesehatan Lampung Timur gambaran keadaan gizi masyarakat di Indonesia sampai saat ini belum memuaskan. Pada tahun 2000 diperkirakan ada 25% anak Indonesia mengalami gizi kurang, 7% diantaranya gizi buruk. Pada tahun 2005 tersebut didapatkan jumlah balita di Kecamatan Labuhan Maringgai yaitu 5905 balita. Dimana didapatkan balita BGM 1,02% yaitu 60 balita.
Berdasarkan data Puskesmas Labuhan Maringgai bulan Januari 2006 didapatkan jumlah balita di Desa Muara Gading Mas yaitu 383 balita. Di desa tersebut juga ditemukan bayi dengan berat badan di bawah garis merah 3,7% yaitu 14 balita. Berdasarkan keadaan tersebut penulis tertarik untuk mengadakan penelitian sederhana tentang “Karakteristik Keluarga Dengan Balita BGM di Desa Muara Gading Mas”.

B. Rumusan Masalah
Masalah adalah kesenjangan antara harapan dan kenyataan antara apa yang diinginkan atau yang dituju dengan apa yang terjadi atau faktanya (Notoatmodjo, 2002). Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana karakteristik keluarga dengan balita BGM di Desa Muara Gading Mas”.

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang di teliti adalah sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Obyek Penelitian : Karakteristik keluarga dengan balita BGM
3. Subyek penelitian : Seluruh Balita BGM
4. Lokasi penelitian : Desa Muara Gading Mas Kecamatan Labuhan Maringgai Lampung Timur
5. Waktu Penelitian : Bulan 10 Mei 2006 s.d 14 Mei 2006
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran karakteristik keluarga dengan balita BGM di Desa Muara Gading Mas.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus pada penelitian ini adalah untuk :
a. Diperolehnya gambaran karakteristik keluarga dengan balita BGM berdasarkan tingkat pendidikan ibu.
b. Diperolehnya gambaran karakteristik keluarga dengan balita BGM berdasarkan tingkat ekonomi keluarga.
c. Diperolehnya gambaran karakteristik keluarga dengan balita BGM berdasarkan latar belakang sosial budaya keluarga dilihat dari pantangan makan
d. Diperolehnya gambaran karakteristik keluarga dengan balita BGM berdasarkan paritas.
e. Diperolehnya gambaran karakteristik keluarga dengan balita BGM berdasarkan keadaan fisiologi

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Desa Tempat Penelitian
Sebagai bahan masukan dalam perencanaan program peningkatan gizi di desa tersebut.
2. Bagi Puskesmas
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan dalam rangka meningkatkan program pelayanan kesehatan.
3. Bagi Institusi Pendidikan Program Studi Kebidanan Metro
Sebagai dokumen dan bahan perbandingan peneliti lain untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan penelitian ini.

Karakteristik neonatus dengan asfiksia di ruang anak RSUD

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan kesehatan neonatal dimulai sebelum bayi dilahirkan, melalui pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil. Pertumbuhan dan perkembangan bayi periode neonatal merupakan periode yang paling kritis karena dapat menyebabkan kesakitan dan kematian (Syaifuddin, 2006). Asfiksia termasuk dalam neonatus dengan risiko tinggi karena memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami kematian atau menjadi sakit berat dalam masa neonatal (Jumiarni, 1994).
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia atau gagal nafas dapat menyebabkan suplai oksigen ke tubuh menjadi terhambat jika terlalu lama membuat bayi menjadi koma, walaupun sadar dari koma bayi akan mengalami cacat otak. Pada awal asfiksia, darah lebih banyak dialirkan ke otak dan jantung, dengan adanya hipoksia dan asidosis maka fungsi miokardium menurun, curah jantung menurun dan aliran darah ke alat-alat vital juga berkurang.
Kejadian asfiksia jika berlangsung terlalu lama dapat menimbulkan perdarahan otak, kerusakan otak dan kemudian keterlambatan tumbuh kembang (Syaifuddin, 2006). Asfiksia juga dapat menimbulkan kematian jika terlambat di tangani, mengakibatkan cacat seumur hidup seperti buta, tuli dan cacat otak (Retayasa, 2007).
Berdasarkan data WHO (World Health Organization), setiap tahunnya kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi baru lahir mengalami asfiksia, hampir satu juta bayi ini meninggal (Dinkes Lampung, 2006), sedangkan survei WHO tahun 2002 dan 2004 kematian bayi baru lahir disebabkan oleh asfiksia sebesar (27%) (Warouw, 2006). Angka kematian bayi di Indonesia sebanyak 47% meninggal pada masa neonatal (usia di bawah 1 bulan). Setiap 5 menit terdapat satu neonatus yang meninggal. Penyebab kematian neonatal di Indonesia yaitu asfiksia sebesar (27%) (Depkes RI, 2007).
Angka kematian neonatal atau kematian bayi pada usia 0 – 28 hari di Lampung tahun 2007 berjumlah 785 kasus, penyebabnya yaitu asfiksia sebanyak 272 neonatus (34,6%) (Laporan Tahunan Dinkes Lampung 2007). Kematian neonatus di Kota Metro tahun 2007 terdapat 31 neonatus yang meninggal diantaranya disebabkan oleh asfiksia sebanyak 7 neonatus (22,58%) (Laporan tahunan Dinkes Kota Metro, 2007).
Data pra survey di ruang anak RSUD Ahmad Yani Metro di peroleh 199 neonatus yang dirawat pada bulan Januari – Desember 2007 yaitu sebanyak 64 (32,2%) neonatus dengan asfiksia, 18 neonatus diantaranya meninggal, BBLR sebanyak 63 (31,6%) neonatus, sepsis 29 (14,6%) neonatus, ISPA 13 (6,5%) neonatus, diare 10 (5%) neonatus dan lain-lain 20 (10%) neonatus (Medical Record RSUD A. Yani, 2008).
Faktor yang diketahui menjadi penyebab terjadinya asfiksia neonatus yaitu faktor ibu yang meliputi pre eklampsi dan eklampsi, perdarahan abnormal, kehamilan lewat waktu, partus lama atau partus macet dan infeksi berat, faktor bayi meliputi lilitan tali pusat, prolapsus tali pusat, bayi prematur yaitu sebelum 37 minggu kehamilan, persalinan dengan tindakan meliputi sungsang, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep, kelainan bawaan dan air ketuban bercampur mekonium (Affandi, 2007).
Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Bayi dengan berat badan lahir rendah akan lebih sering menderita asfiksia dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan berat badan normal karena belum berfungsinya paru-paru secara normal, makin pendek masa kehamilan maka kurang sempurna pertumbuhan alat-alat dalam tubuhnya, dengan demikian mudah terjadi komplikasi dan makin tinggi angka kematian (Syaifuddin, 2006).
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis ingin melakukan penelitian tentang karakteristik neonatus dengan asfiksia di Ruang Anak RSUD Ahmad Yani Metro tahun 2007.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis mengambil rumusan masalah tentang “Bagaimana karakteristik neonatus dengan asfiksia di Ruang Anak RSUD Ahmad Yani Metro tahun 2007?”

C. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah :
1. Jenis penelitian : Deskriptif
2. Subjek penelitian : Neonatus yang di rawat dengan asfiksia dari bulan Januari – Desember tahun 2007.
3. Objek penelitian : Karakteristik neonatus dengan asfiksia.
4. Lokasi penelitian : Di Ruang Anak RSUD Ahmad Yani Metro.
5. Waktu penelitian : 5-9 Juni 2008

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik neonatus dengan asfiksia di Ruang Anak RSUD Ahmad Yani Metro tahun 2007.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik neonatus dengan asfiksia di Ruang Anak RSUD Ahmad Yani Metro tahun 2007 berdasarkan usia gestasi.
b. Mengetahui karakteristik neonatus dengan asfiksia di Ruang Anak RSUD Ahmad Yani Metro tahun 2007 berdasarkan berat badan sewaktu lahir.
c. Mengetahui karakteristik neonatus dengan asfiksia di Ruang Anak RSUD Ahmad Yani Metro tahun 2007 berdasarkan jenis persalinan.

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1. RSUD Ahmad Yani Metro
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi dan masukan wuntuk mengetahui lebih jelas tentang karakteristik neonatus dengan asfiksia.
2. Program Studi Kebidanan Metro
Dapat digunakan sebagai bahan pengembangan materi, menambah referensi dan bahan bacaan khususnya tentang karakteristik neonatus dengan asfiksia serta sebagai bahan dokumentasi.
3. Peneliti
Peneliti dapat mengetahui lebih jelas tentang karakteristik neonatus dengan asfiksia dan menambah wawasan serta ilmu pengetahuan.
4. Peneliti Lain
Sebagai bahan yang dapat dijadikan perbandingan dan pertimbangan untuk melakukan penelitian-penelitian lebih lanjut.

Karakteristik kejang demam pada anak di rumah sakit umum

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak.Sekitar 2,2% hingga 5% anak mengalami kejang demam sebelum mereka mencapai umur 5 tahun. Sampai saat ini masih terdapat perbedaan pendapat mengenai akibat yang ditimbulkan oleh penyakit ini namun pendapat yang dominan saat ini kejang pada kejang demam tidak menyebabkan akibat buruk atau kerusakan pada otak namun kita tetap berupaya untuk menghentikan kejang secepat mungkin (Marlian L, 2005).
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% da Amerika Serikat, Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia lebih tinngi kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam komplek.Akhir-akhir ini kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu kejang demam sederhana yang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum, dan kejang demam komplek yang berlangsung lebih dari dari 15 menit, fokal atau multifel (lebih dari 1 kali kejang demam dalam 24 jam).
(Arif Manajer, 2000).
Penyakit yang disebabkan oleh gangguan saraf telah menyerang sedikitnya 1 miliyar orang diseluruh dunia. Penyakit yang telah menyerang jutaan orang di seluruh dunia ini, tidak mengenal umur, jenis kelamin, status pendidikan, maupun pendapatan. Dari 1 miliyar orang yang terkena ganguan saraf di seluruh dunia. Sebanyak 50 juta orang menderita epilepsi dan 24 juta orang menderita Alzheimer dan penyakit dimensia lainnya.
Menurut WHO diperkirakan 6,8 juta orang meninggal tiap tahun akibat ganguan syaraf (www.Dr.lion.com).
Hemiparesis biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama (berlangsung lebih dari setengah jam) baik bersifat umum maaupun fokal, kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang terjadi.
Mula-mula kelumpuhannya bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu spasitisitas. Millichap (1968) melaporkan dari 1190 anak menderita kejang demam, hanya 0,2% saja yang mengalami hemiparesis sesudah kejang lama.
Dari suatu penelitian terhadap 431 penderita dengan kejang demam sederhana, tidak mengalami kelainan IQ, tetapi pada penderita kejang demam yang sebelumnya telah terdapat ganguan perkembangan atau neorologis akan di dapat IQ yang lebih rendah dibanding dengan saudaranya (Millchap, 1968). Apabila kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang demam, retradasi mental akan terjadi 5 kali lebih besar (Nellson dan Ellenberg,1978).
Berdasarkan pengamatan penulis pada waktu mengadakan prasuprey pada tanggal 16 maret 2007 di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani di Ruang Rawat Inap terdapat 645 orang pengunjung pada tahun 2006. Diantaranya terdapat kejang demam dengan jumlah 41 balita terserang kejang demam. Dari 100% pengunjung ditemui 6,35% penderita kejang demam.
Dari data yang didapat kejang demam termasuk 4 besar yang terbanyak ditemui di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro Pada Tahun 2006.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas penulis membuat rumusan masalah penelitan sebagai berikut : ”Bagaimana Karakteristik Kejang Demam pada Anak di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui gambaran tentang karekteristik Kejang Demam Pada Anak di Rumah Sakit Ahmad Yani Umum Metro.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui gambaran karakteristik kejang demam ditinjau dari faktor usia.
b. Untuk mengetahui gambaran karakteristik kejang demam diinjau dari faktor suhu.
c. Untuk mengetahui gambaran kqarakteristik kejang demam ditinjau dari faktor herediter.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Rumah Sakit
Dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro dalam mengenali karakteristik kejang demam pada anak sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan terhadap kasus kejang demam pada anak
2. Bagi Peneliti
Agar lebih paham, tentang karakteristik kejang demam pada anak dan dapat mengaplikasikan serta mempraktekkan untuk di terapkan masyarakat pada umumnya serta anak-anak pada khususnya.
3. Bagi Program Study Kebidanan
Sebagai dokumen dan sumbangan pemikiran kepada program study kebidanan metro dalam mengenali karakteritik kejang demam pada anak di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro.

E. Ruang Lingkup Penelitian
Dengan luasnya permasalahan tentang karakteristik kejang demam pada anak penulis membatasi ruang lingkup penelitian dengan variabel sebagai berikut :
1. Subjek penelitian : Anak berusia 6 bulan sampai 4 tahun.
2. Objek penelitian : Karakteristik kejang demam pada anak
3. Lokasi penelitian : Ruang rawat inap anak Rumah Sakit Umum Metro.
4. Waktu penelitian : Setelah proposal disetujui.

Karakteristik ibu yang menyapih bayi di bawha usia 1 tahun di wilayah kerja puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Penyapihan dini adalah pemberhentian pemberian Air Susu Ibu (ASI) kepada bayi sebelum usia 1 tahun. (Depkes RI, 1992). ASI tidak perlu diragukan lagi karena ASI merupakan makanan bayi yang paling baik dan ASI juga bermanfaat bagi tumbuh kembang bayi untuk lebih optimal (Soetjiningsih, 1998). Akan tetapi ada kalanya oleh suatu sebab misalnya ibu yang bekerja, harus menambah atau mengganti ASI dengan makanan tambahan bahkan harus dilakukan penyapihan dini.
Penyapihan dini dapat mempengaruhi pertumbuhan bayi, misalnya Kurang Energi Protein (KEP). KEP dapat terjadi karena para ibu yang setelah melahirkan, bekerja sehingga harus meninggalkan bayi dari pagi sampai sore. Dengan demikian bayi tersebut tidak mendapat ASI yang merupakan nutrisi pokok di samping pemberian Pengganti Air Susu Ibu (PASI) atau makanan tambahan tidak diberikan sebagaimana mestinya (Pudjiadi, 1997). Saat pemberian ASI juga memberikan rasa kasih sayang yang dapat dirasakan oleh bayi melalui hangatnya pelukan ibu dan menimbulkan rasa aman (Soetijiningsih, 1998).
Di Indonesia, gerakan nasional Peningkatan Pemanfaatan Air Susu Ibu (PPASI) yang telah dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia kedua pada acara puncak peringatan Hari Ibu ke 62 tanggal 22 Desember 1990. Pencanangan tersebut menunjukkan dukungan pemerintah dalam Peningkatan Pemanfaatan Air Susu Ibu (PPASI) (Soetjiningsih, 1998).
ASI merupakan makanan ideal untuk bayi, secara psikologis maupun biologis. ASI memberikan keuntungan bagi keluarga maupun bagi bayi dan balita. ASI mengandung zat gizi untuk membangun dan penyediaan energi dalam susunan yang diperlukan dan melindungi bayi terhadap infeksi terutama infeksi pencernaan (Pudjiadi, 1997).
Pada usia sampai dengan 6 bulan kebutuhan bayi dapat dipenuhi oleh ASI. Setelah itu kebutuhan bayi semakin bertambah dengan pertumbuhan dan perkembangan bayi dan produksi ASI menurun. Karena itu bayi memerlukan makanan tambahan (PASI) ini dilihat dari pemenuhan kebutuhan fisik. Namun demikian saat menyusui dapat dibentuk pemenuhan kebutuhan psikologis, sehingga menyusui dapat diteruskan minimal 1 tahun, karena bayi 1 tahun dalam fase oral, dimana bayi akan kebutuhan rasa aman sangat dominan (Moehji, 1992).
Ada beberapa hal yang mempengaruhi pemberian ASI berlangsung kurang dari 1 tahun diantaranya tingkat pendidikan ibu, ibu harus bekerja dan dukungan keluarga. Tidak terpenuhinya nutrisi akan berpengaruh pada bayi dan balita sehingga timbul gizi kurang/buruk. Hal ini dapat dilihat dari SUSENAS 1998 dijumpai prevalensi KEP pada balita berjumlah 19,6%. Di Lampung prevalensi gizi buruk/kurang dari 28,3% pada tahun 1999 menjadi 5,1% pada tahun 2002 (Profil Lampung, 2002).
Berdasarkan data pra survey di wilayah kerja Puskesmas Kalirejo khususnya Kampung Kalirejo masih ada bayi yang disapih kurang dari 1 tahun yaitu 30 bayi (15,8%) dari 190 ibu yang masih menyusui. Berdasarkan masalah tersebut di atas penulis tertarik untuk mengetahui karakteristik ibu yang menyapih bayi di bawah usia 1 tahun di wilayah kerja Puskesmas Kalirejo tahun 2003.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah penulis merumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut : “Bagaimanakah karakteristik ibu yang menyapih bayi di bawah usia 1 tahun di wilayah kerja Puskesmas Kalirejo ?”

1.3 Ruang Lingkup Penelitian
Jenis Penelitian : Deskriptif
Subyek Penelitian : Karakteristik ibu yang menyapih bayi di bawah usia 1 tahun di Kampung Kalirejo Kecamatan Kalirejo Kabupaten Lampung Tengah.
Obyek Penelitian : Ibu yang mempunyai bayi di bawah usia 1 tahun di wilayah kerja Puskesmas Kalirejo.
Lokasi Penelitian : Wilayah kerja Puskesmas Kalirejo
Waktu penelitian : 17 – 24 Mei 2004

1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui karakteristik ibu yang menyapih bayi di bawah usia 1 tahun di wilayah kerja Puskesmas Kalirejo Kecamatan Kalirejo tahun 2003.
1.4.2 Tujuan Khusus
Diketahuinya karateristik tingkat pendidikan ibu sebagai penyebab ibu menyapih di bawah usia 1 tahun.
Diketahuinya karakteristik faktor ibu bekerja sebagai penyebab ibu menyapih bayinya di bawah usia 1 tahun.
Diketahuinya karakteristik faktor dukungan keluarga sebagai penyebab ibu menyapih bayinya di bawah usia 1 tahun.

1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Puskesmas
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam rangka meningkatkan pengelolaan manfaat ASI.
1.5.2 Bagi ibu dan keluarga.
Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi ibu yang mempunyai bayi yang ada di wilayah kerja Puskesmas Kalirejo pada umumnya sehingga ibu menyusui sampai usia 1 tahun dan dapat dilakukan penyapihan dengan baik.

Karakteristik kanker serviks di ruang kebidanan RSUD

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu masalah yang sering terjadi pada wanita baik di negara Eropa maupun negara – negara berkembang seperti Indonesia adalah peningkatan penyakit kanker serviks. Frekwensi relatif di Indonesia adalah 27% berdasarkan data patologik. Secara keseluruhan mempunyai urutan ke – 5 berdasarkan data Pusat Patologi Indonesia dari 13.644 kasus mempunyai frekwensi tertinggi yaitu 27% atau 36% dari 10.233 kasus pada wanita. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kanker serviks di antaranya adalah kawin di usia muda, pendidikan, pekerjaan dan tingginya sering melahirkan. (FKUI Jakarta, 2000).
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya merupakan penyelenggaraan upaya kesehatan untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk untuk dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, yaitu sempurnanya kesehatan fisik dan mental. Pembangunan kesehatan itu merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan pembangunan nasional yang harus dicapai oleh Bangsa Indonesia seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Upaya pembangunan bidang kesehatan tidak hanya terfokus pada upaya peyembuhan saja, tetapi upaya tersebut secara berangsur – angsur berkembang ke arah promotif, preventif dan rehabilitatif. (Depkes, 1999)
Problem kesehatan saat ini merupakan suatu masalah yang kompleks. Oleh sebab itu perlu adanya suatu tatanan yang mantap baik dari segi pelayanan maupun metode dan strategi yang dilakukan. Salah satu upaya pembangunan bidang kesehatan tersebut diwujudkan dalam usaha untuk meningkatkan derajat kesehatan para ibu karena banyaknya kasus – kasus penyakit yang terjadi pada wanita, terutama mengenai masalah yang menyangkut organ – organ reproduksi. Hal inilah yang banyak dijumpai, tentunya kita sepakat bahwa kedalam kelalaian dalam menghadapi hal tersebut akan mengakibatkan menurunnya keadaan kesehatan ibu, bahkan keadaanya akan semakin memburuk dilihat dari segi morbiditas dan mortalitasnya. (Profil Propinsi Lampung, 2001).
Deteksi dini kanker serviks, karena penyakit kanker merupakan salah satu penyakit masa depan disamping penyakit degeneratif lain seperti kardiovaskuler, dan sudah dapat dipastikan bahwa deteksi dan diagnosa dini serta penanganan terapi yang adekuat akan menghasilkan prognosa yang baik, dan dengan cara itu penyakit kanker tidak perlu ditakuti serta dengan perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran yang pada gilirannya akan dapat digunakan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat di Rumah Sakit, Puskesmas dan praktek pribadi. (FKUI Jakarta, 2000).
Dalam prasurvey bulan April 2004 di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek Bandar Lampung terdapat 44 responden dengan kanker serviks yang sudah berada pada stadium lanjut ketika datang ke rumah sakit. Atas dasar tersebut penulis ingin meneliti bagaimanakah karakteristis kanker serviks.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian data – data yang terdapat pada latar belakang di atas, maka diperoleh rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu : “bagaimanakah karakteristik kanker serviks di RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampung ?”

C. Ruang Lingkup Penelitian
Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sifat penelitian adalah : deskriptif
2. Subyek penelitian adalah : karakteristik penderita kanker serviks.
3. Obyek penelitian adalah : ibu-ibu dengan kanker serviks
4. Tempat penelitian ` : di Ruang Kebidanan RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampung
5. Waktu penelitian : tanggal 22 Mei 2004 sampai dengan 21 Juni 2004

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran karakteristik ibu dengan kanker serviks di RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampung tahun 2003.
2. Tujuan Khusus
Dengan memperhatikan masalah dan permasalahan yang dikemukakan diatas maka tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Diketahuinya umur sebagai karakteristik kanker serviks.
b. Diketahuinya tingkat pendidikan sebagai karakteristik kanker serviks.
c. Diketahuinya jenis pekerjaan sebagai karakteristik kanker serviks.
d. Diketahuinya jumlah anak sebagai karakteristik kanker serviks.

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1. Bagi RSUAM
Agar lebih meningkatkan kinerja dalam mengupayakan penyuluhan tentang bagaimana deteksi dini kanker serviks, bagi ibu – ibu yang sudah menikah dan berumur di atas 30 tahun, sebaiknya memeriksakan diri dengan pap smear untuk mengetahui gejala kangker serviks.
2. Peneliti
Untuk menambah pengetahuan dan wawasan dalam penelitian serta menerapkan ilmu yang telah didapat selama studi khususnya metodologi penelitian dalam rangka menganalisa masalah kebidanan khususnya penderita kanker serviks.
3. Instansi Pendidikan
Sebagai sumber bahan bacaan diperpustakaan dan referensi awal penelitian selanjutnya bagi perpustakaan di instansi pendidikan.
4. Bagi Masyarakat
Agar masyarakat terutama bagi calon ibu yang berusia kurang dari 20 tahun sebaiknya menunda perkawinan dan bagi ibu – ibu yang sudah menikah setialah pada pasangannya.

Karakteristik ibu hamil dengan hiperemisis gravidarum di wilayah kerja puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hiperemisis gravidarum adalah mual dan muntah yang berlebihan pada wanita hamil sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari dan keadaan umum menjadi buruk serta dehidrasi (Mochtar, 1995). Sekitar 50% wanita hamil mengalami mual-mual dan beberapa sampai muntah-muntah. Keluhan ini terjadi dalam 12 minggu pertama kehamilan, biasanya menghilang pada akhir waktu tersebut, tapi kadang-kadang muncul kembali menjelang akhir kehamilan. (Jones, 1997). Ibu hamil yang masih mengalami mual muntah sampai trimester ketiga dapat menyebabkan tubuh menjadi lemas, muka pucat, dan frekuensi buang air kecil menurun drastis, inilah yang dinamakan hiperemisis gravidarum (Indra Anwar SpOG, Maret 2007)
Hasil pengumpulan data Tingkat Pusat, Subdirektorat. Kebidanan dan kandungan Subdirektorat Kesehatan Keluarga dan data inbdikator Kabupaten/Kota bidang kesehatan dari 325 Kabupaten/Kota menunjukkan bahwa pada tahun 2003 persentase ibu hamil resiko tinggi yang dirujuk dan mendapat pelayanan kesehatan lebih lanjut sebesar 20,44%. Provinsi dengan persentase tertinggi adalah di Provinsi Sulawesi Tengah (96,53%) dan Di Yogyakarta (76,60%) sedangkan yang terendah adalah di Provinsi Maluku Utara (3,66%) dan Sumatera Selatan (3,81%) (Profil Kesehatan Indonesia, 2003).
Mual dan muntah terjadi pada 60-80% primigravida dan 40-60% multigravida. Mual dan muntah ini sering terjadi pada kehamilan trimester 1 (Sarwono, 2002). Hasil data dari seksi Kesehatan Keluarga Subdirektorat Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Propinsi Pada tahun 2005 jumlah ibu hamil di Kabupaten Lampung Tengah adalah 28.321 dan yang mempunyai resiko tinggi ada 309 ibu hamil. Ibu hamil yang dirujuk adalah ibu hamil resiko tinggi/komplikasi yang ditemukan untuk mendapatkan pertolongan pertama dan rujukan oleh tenaga kesehatan (Profil Kesehatan Provinsi Lampung, 2005).
Berdasarkan hasil kegiatan wilayah kerja Puskesmas tahun 2006 Seputih Raman yang mencakup 8 desa / kampung, jumlah ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya di Puskesmas ada 738 ibu hamil dengan frekuensi kunjungan 4x selama kehamilan. Pada pra survey yang penulis lakukan, maka didapatkan jumlah ibu hamil yang mengalami hiperemesis gravidarum. Pada tahun 2006 dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 1. Jumlah Ibu Hamil dengan Hiperemisis Gravidarum pada Tahun 2006 di Puskesmas Seputih Raman.
No Nama Kampung Ibu Hamil dengan Hiperemesis Gravidarum
1 Rejo Asri 0
2 Rama Dewa 7
3 Rama Gunawan 1
4 Rama Oetama 15
5 Rama Murti 0
6 Rama Nirwana 0
7 Rama Endah 1
8 Rukti Harjo 9
Jumlah 33
Tabel 2. Jumlah Ibu Hamil dengan Hiperemisis Gravidarum pada bulan Januari - Maret 2007.
No Nama Kampung Ibu Hamil dengan Hiperemesis Gravidarum
1 Rejo Asri 0
2 Rama Dewa 5
3 Rama Gunawan 1
4 Rama Oetama 5
5 Rama Murti 1
6 Rama Nirwana 4
7 Rama Endah 0
8 Rukti Harjo 6
Jumlah 22
(Medical Record Puskesmas Seputih Raman, 2007)
Hasil laporan menunjukkan bahwa hampir 50-90% dan wanita hamil mengalami mual muntah trimester pertama (3 bulan pertama kehamilan). Normal jika mual dan muntah berlangsung dalam triwulan pertama kehamilan. Namun, jika muntah-muntah terjadi berlebihan sampai 7 kali dalam sehari, kondisi ibu menjadi lemah, tidak beselera makan, berak badan menurun, dan nyeri ulu hati (InfoIbu.On line,Maret 2007).
Penyebab hiperemisis gravidarum belum diketahui secara pasti, beberapa faktor predisposisi diantaranya pada primigravida, molahidatidosa, kehamilan ganda, faktor organik dan faktor alergi serta faktor psikologik (Sarwono, 2002). Penyebab lain diduga karena pengaruh perubahan psikologi dan adanya pengaruh perubahan hormonal selama kehamilan. (infoibu.on line,maret 2007).
Akibat yang terjadi dari hiperemisis gravidarum adalah dehidrasi, gangguan fungsi hepar dan fibris (POGI, 1991). Hiperemisis gravidarum yang terus menerus dapat menyebabkan kekurangan makanan dan cairan yang dapat mempengaruhi perkembangan janin (Sarwono, 2002). Kekurangan makanan dan cairan atau dehidrasi, buruk pengaruhnya terhadap anak dikandungan maupun pada diri ibu sendiri (infoibu.online, Maret 2007). Kerusakan pada hati sehingga faalnya terganggu disebabkan oleh kekurangan zat makanan. Jika muntah tidak berhenti-henti maka akan timbul keadaan ikterus, delirium, suhu tinggi, perdarahan pada retina dan apabila dalam hal ini dapat dipertanggung jawabkan untuk menghentikan kehamilan, maka dilakukan abortus terapeutis (Muchtar, 1995).
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul karakteristik ibu hamil dengan hiperemisis gravidarum di wilayah kerja Puskesmas Seputih Raman.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka dapat dirumuskan sebagai berikut, “bagaimana karakteristik ibu hamil dengan hiperemisis gravidarum di wilayah kerja Puskesmas Seputih Raman ?”.

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis akan membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Sifat Penelitian : deskriptif
2. Subjek Penelitian : ibu hamil dengan hiperemisis gravidarum.
3. Objek Penelitian : karakteristik ibu hamil dengan hiperemisis gravidarum.
4. Lokasi Penelitian : peneliti mengambil tempat penelitian di wilayah kerja Puskesmas Seputih Raman
5. Waktu Penelitian : setelah penulisan proposal disetujui

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penulis mempunyai tujuan umum yaitu diperolehnya karakteristik ibu hamil dengan hiperemisis gravidarum di wilayah Kerja Puskesmas Seputih Raman.
2. Tujuan Khusus
Selain mempunyai tujuan umum, penulis juga mempunyai tujuan khusus yaitu :
a. Diketahuinya karakteristik ibu hamil dengan hiperemisis gravidarum dilihat dari pendidikan.
b. Diketahuinya karakteristik ibu hamil dengan hiperemisis gravidarum dilihat dari paritas.
c. Diketahuinya karakteristik ibu hamil dengan hiperemisis gravidarum dilihat dari nutrisi.
d. Diketahuinya karakteristik ibu hamil dengan hiperemisis gravidarum dilihat dari psikologis.
e. Diketahuinya karakteristik ibu hamil dengan hiperemisis gravidarum dilihat dari usia kehamilan.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat khususnya untuk menambah referensi perpustakaan untuk bahan acuan penelitian yang akan datang.
2. Bagi Penulis
Sebagai pengalaman dalam melakukan penulisan ilmiah, menambah pengetahuan dan wawasan penulis dalam bidang kesehatan masyarakat.
3. Bagi Puskesmas
Diharapkan memberikan manfaat sebagai sumbangan pemikiran dan bahan masukan terhadap peningkatan program KIA dan ANC.

Karakteristik ibu hamil dengan anemia di puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan di lakukan dengan prioritas pada upaya peningkatan kesehatan masyarakat dan keluarga melalui peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. Derajat kesehatan masyarakat dan keluarga antara lain di tentukan oleh derajat kesehatan ibu dan anak sebagai salah satu kelompok penduduk yang rawan dan strategis. Oleh karena itu perlu di upayakan penurunan tingkat kematian ibu maternal dan angka kematian bayi secara bermakna. Karena angka kematian ibu maternal dan angka kematian bayi merupakan indikator penilaian derajat kesehatan masyarakat (Depkes RI, 1992).
Kemampuan untuk memberikan pelayanan obstetri yang bermutu dan menyeluruh di dasarkan atas tinggi rendahnya kematian ibu dan kematian perinatal dari satu negara (Manuaba, 2001). Angka kematian ibu (AKI) sebagai salah satu indikator kesehatan ibu, dewasa ini di Indonesia masih tinggi bila di bandingkan dengan AKI di negara ASEAN lainnya. Menurut data dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002-2003, AKI di Indonesia adalah 307 per 100.000 kelahiran hidup. Sebagian besar penyebab kematian ibu secara langsung (Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga 2001) adalah komplikasi yang terjadi saat persalinan dan segera setelah bersalin. Penyebab tersebut di kenal dengan Trias Klasik yaitu perdarahan (28%), eklampsia (24%) dan infeksi (11%). Sedangkan penyebab tidak langsungnya antara lain adalah ibu hamil menderita Kurang Energi Kronis (KEK) 37%, anemia (Hb kurang dari 11 gr%) 40%. Kejadian anemia pada ibu hamil ini akan meningkatkan resiko terjadinya kematian ibu dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia (Depkes RI, 2004).
Kejadian anemia pada ibu hamil berkisar antara 20% sampai 89% dengan menetapkan Hb 11 gr% sebagai dasarnya. Angka anemia kehamilan di Indonesia menunjukkan nilai yang cukup tinggi (Manuaba, 1998).
Jumlah kematian ibu maternal di Propinsi Lampung pada tahun 2005 sebanyak 145 kasus dari 165.347 kelahiran hidup. Penyebab terbesar kematian ibu adalah perdarahan sebesar 50,69%. Berdasarkan hasil survey anemia Dinas Kesehatan Propinsi Lampung tahun 2004 terhadap anemia pada ibu hamil terdapat 69,7% wanita hamil di Lampung menderita anemia akibat kekurangan zat besi ke dalam tubuh (Dinkes Prop. Lampung, 2005). Angka kematian ibu maternal di Kabupaten Lampung Timur pada tahun 2006 sebanyak 16 kasus. Penyebab kematian maternal tertinggi adalah perdarahan yang proporsinya mencapai 62,5% dari seluruh kasus kematian yang dicatat dan dilaporkan. Ibu hamil yang menderita anemia gizi besi di Kabupaten Lampung Timur sebanyak 72,3% (Dinkes Lampung Timur, 2007).
Berdasarkan hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada periode 2002-2003, tingkat kematian perinatal adalah 24 per 1000 kelahiran (Kadin, 2007). Berat Badan Lahir Rendah (kurang dair 2500 gram) merupakan salah satu faktor utama yang berpengaruh terhadap kematian perinatal dan neonatal. BBLR di bedakan dalam 2 kategori yaitu : BBLR karena prematur (usia kandungan kurang dari 37 minggu) atau BBLR cukup bulan tetapi berat badannya kurang. Di Negara berkembang banyak BBLR dengan IUGR karena ibu berstatus gizi buruk, anemia, malaria dan menderita Penyakit Menular Seksual (PMS) sebelum konsepsi atau pada saat hamil (Depkes RI, 2003). Angka kematian neonatal di Kabupaten Lampung Timur tahun 2006 yang dicatat dan dilaporkan sebanyak 81 kasus, penyebab kematian tertinggi adalah BBLR sebesar 32 kasus (39,5%). BBLR di Kabupaten Lampung Timur tahun 2006 sebanyak 56 kasus, 57,14% diantaranya meninggal dunia. Di Puskesmas Batanghari terdapat 8 kasus bayi lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram (BBLR) (Dinkes Lampung Timur, 2007).
Anemia kehamilan di sebut “Potential Danger to Mother and Child” (potensial membahayakan ibu dan anak), karena itulah anemia memerlukan perhatian serius dari semua pihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan pada lini terdepan. Pengaruh anemia dalam kehamilan diantaranya adalah dapat menyebabkan BBLR dan perdarahan. Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat gizi, jenis anemia yang pengobatannya relatif mudah bahkan murah. Anemia pada kehamilan merupakan masalah Nasional karena mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat dan pengaruhnya sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia (Manuaba, 2001).
Pada pengamatan lebih lanjut menunjukkan bahwa kebanyakan anemia yang di derita masyarakat adalah karena kekurangan zat besi yang dapat di atasi melalui pemberian zat besi secara teratur dan peningkatan gizi. Selain itu di daerah pedesaan banyak dijumpai ibu hamil dengan malnutrisi atau kekurangan gizi, ibu hamil dengan pendidikan dan tingkat sosial ekonomi rendah (Manuaba, 2001). Di Kabupaten Lampung Timur besarnya angkatan kerja di sektor tanaman pangan dipengaruhi oleh angkatan kerja dengan pendidikan yang rendah yakni sebesar 68,8% (tidak tamat dan tamat SD), hal ini berpengaruh terhadap tingkat sosial ekonomi masyarakat (Dinkes Lampung Timur, 2007).
Masalah gizi adalah masalah Nasional masing-masing negara, berkaitan dengan nilai dan jumlah gizi masyarakat dalam ukuran minimal untuk kebutuhan kalori dan bahan esensial kesehatannya. Anemia gizi besi mencerminkan kemampuan sosial ekonomi masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhannya dalam jumlah dan kualitas gizi (Manuaba, 2001). Ibu hamil yang mengidap anemia perlu di tangani segera dengan asupan nutrisi yang baik sesuai kebutuhan antara lain makanan yang mengandung zat besi dan protein yang cukup, sayuran berwarna hijau yang mengandung vitamin dan mineral (Paath, 2004).
Berdasarkan hasil dari pra survey yang dilakukan Penulis di Puskesmas Batanghari pada bulan Januari-Maret 2007 dari 14 orang ibu hamil yang dilakukan pemeriksaan Hb di dapatkan 11 orang ibu hamil menderita anemia (78,57%). Hal ini menunjukkan angka kejadian anemia pada ibu hamil di Puskesmas Batanghari masih tinggi. Berdasarkan uraian masalah diatas Penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang karakteristik ibu hamil dengan anemia.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut : “Bagaimana karakteristik ibu hamil dengan anemia di Puskesmas Batanghari Tahun 2007?”

C. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Jenis penelitian : Deskriptif
2. Subjek penelitian : Karakteristik ibu hamil dengan anemia
3. Objek penelitian : Ibu hamil dengan anemia yang memeriksakan kehamilannya di Puskesmas Batanghari
4. Lokasi penelitian : Puskesmas Batanghari
5. Waktu penelitian : 7,11,14 Juni 2007

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini untuk mengetahui karakteristik ibu hamil dengan anemia di Puskesmas Batanghari tahun 2007.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya karakteristik ibu hamil dengan anemia dilihat dari tingkat pendidikan.
b. Diketahuinya karakteristik ibu hamil dengan anemia dilihat dari tingkat ekonomi.
c. Diketahuinya karakteristik ibu hamil dengan anemia dilihat dari pola konsumsi.
E. Manfaat Penulisan
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1. Tenaga Kesehatan di Puskesmas Batanghari
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi bidan atau tenaga kesehatan sebagai bahan KIE sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan tersebut berkaitan dengan karakteristik ibu hamil dengan anemia.
2. Instansi Pendidikan
Sebagai sumber bahan bacaan dan referensi bagi perpustakaan di instansi pendidikan, terutama yang terkait dengan karakteristik ibu hamil dengan anemia.
3. Peneliti Lain
Sebagai bahan yang dapat dijadikan perbandingan dan pertimbangan untuk melakukan penelitian-penelitian ditempat lain.
4. Peneliti
Menambah wawasan dan pengetahuan tentang faktor karakteristik ibu hamil dengan anemia serta sebagai penerapan ilmu yang telah didapat selama studi.

Monday, May 17, 2010

Pengetahuan dan keterampilan bidan tentang manajemen aktif kala III di wilayah puskesmas

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tolak ukur keberhasilan dari kemampuan pelayanan kesehatan satu negara diukur dengan angka kematian ibu. Indonesia termasuk negara dengan angka kematian ibu yang cukup tinggi bahkan tertinggi di ASEAN, yaitu sekitar 390 per 100.000 kelahiran hidup. AKI bervariasi diberbagai daerah dengan rentangan 330-700/100.000 kelairan hidup. Persalinan di Indonesia diperkirakan 5.000.000 pertahun, AKI 18.000 – 20.000 pertahun atau 53-55 perhari atau setiap 25-30 menit sekali (Manuaba, 2001).
Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan 60-70% masih menduduki urutan pertama, disusul dengan pre eklampsia dan eklampsia 10-20%, infeksi 10-20% termasuk partus terlantar, lainnya emboli air ketuban dan anestesi. Dalam hal ini pemerintah telah mencanangkan upaya agar dapat mencapai penurunan AKI 225 per 100.000 persalinan pada akhir Pelita VI (Manuaba, 2001). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Tingkat I Lampung (2001) AKI di Lampung sebesar 1.056 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab kematian ibu di Propinsi Lampung yaitu perdarahan 43,24% (Profil Dinas Kesehatan Tingkat I, 2002).
Perdarahan pasca persalinan sepuluh kali lebih tinggi dibandingkan perdarahan antepartum. Sebagian besar kematian ibu yang terjadi saat pertolongan pertama, sehingga masih mempunyai peluang yang besar untuk dapat melakukan pertolongan yang adekuat untuk menurunkannya. Waktu yang paling kritis untuk terjadinya perdarahan adalah ketika pelepasan plasenta dan segera setelah itu. Hal ini disebabkan karena terputusnya pembuluh darah tempat berimplantasinya plasenta. Salah satu langkah mempercepat kelahiran plasenta dan dapat mencegah atau mengurangi perdarahan post partum adalah manajemen aktif kala III persalinan, dimana tindakan tersebut meliputi pemberian oksitosin segera setelah bayi lahir, penegangan tali pusat terkendali, dan pemijatan uterus segera setelah plasenta lahir (Saifuddin, 2001).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Dinas Kesehatan Kota Metro Desember 2002 – November 2003 ditemukan angka kejadian kematian ibu sebanyak 96 per seratus ribu kelahiran atau 3 dari 3.212 kelahiran hidup (Dinas Kesehatan Kota Metro, 2002). Dari hasil prasurvey bulan Desember 2003 di wilayah Puskesmas Sumber Sari Bantul Kecamatan Metro Selatan, ditemukan 5 dari 9 bidan belum melaksanakan manajemen aktif kala III secara baik dan benar. Keadaan ini menggambarkan bahwa pengetahuan dan keterampilan tentang manajemen aktif kala III masih kurang.
Dari uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti gambaran pengetahuan dan keterampilan bidan tentang manajemen aktif kala III di wilayah Puskesmas Sumber Sari Bantul Kecamatan Metro Selatan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : “Bagaimanakah pengetahuan dan keterampilan bidan tentang manajemen aktif kala III di wilayah Puskesmas Sumber Sari Bantul Kecamatan Metro Selatan ?”

C. Ruang Lingkup Penelitian
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Objek Penelitian : Pengetahuan dan keterampilan bidan tentang manajemen aktif kala III.
3. Subjek Penelitian : Semua bidan di wilayah Puskesmas Sumber Sari Bantul Kecamatan Metro Selatan.
4. Tempat Penelitian : BPS di wilayah Puskesmas Sumber Sari Bantul Kecamatan Metro Selatan.
5. Waktu Penelitian : 17 Mei 2004 – 30 Mei 2004

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Memperoleh gambaran pengetahuan dan keterampilan bidan tentang manajemen aktif kala III di Wilayah Puskesmas Sumber Sari Bantul Kecamatan Metro Selatan.
2. Tujuan Khusus
a. Diperolehnya pengetahuan bidan tentang manajemen aktif kala III.
b. Diperolehnya keterampilan bidan tentang manajemen aktif kala III.

E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi tempat penelitian (Puskesmas Sumber Sari Bantul)
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Sumber Sari Bantul sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan bidan tentang manajemen aktif kala III.
2. Manfaat bagi bidan yang ada di wilayah Puskesmas Sumber Sari Bantul Kecamatan Metro Selatan.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan dapat meningkatkan mutu pelayanan.
3. Manfaat bagi Institusi Pendidikan Kebidanan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan atau masukan untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan manajemen aktif kala III.
4. Manfaat bagi Peneliti
Sebagai penerapan dari perkuliahan metode penelitian yang didapat di Politeknik Kesehatan Program Studi Kebidanan Metro.

Penatalaksanaan pijat bayi oleh dukun pijat bayi pada bayi usia 3-7 bulan di desa

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pijat merupakan salah satu bentuk terapi sentuh yang berfungsi sebagai salah satu teknik pengobatan penting yang sudah dikenal sejak lama, (Roesli. U., 2001). Melalui sentuhan pemijatan terhadap jaringan otot peredaran darah dapat meningkat lancar ataupun posisi otot dapat dipulihkan dan diperbaiki sehingga dapat meningkatkan fungsi-fungsi organ tubuh dengan sebaik-baiknya. Sentuhan atau pijatan pada bayi dapat merangsang produksi ASI, meningkatkan nafsu makan atau meningkatkan berat badannya (Luize., 1999).
Pijatan bayi merupakan salah satu cara yang menyenangkan untuk menghilangkan ketegangan dan kerewelannya. Karena pijatan lembut akan membantu mengendurkan otot-ototnya sehingga ia menjadi tenang dan tertidur. Pemijatan terhadap bayi oleh ibunya sendiri juga mempunyai makna sendiri, karena sangat berpengaruh terhadap hubungan batin atau hubungan kejiwaan antara ibu dan anak. Bagi sang bayi, pijatan ibu dapat dirasakan sebagai sentuhan kasih sayang yang sangat berarti bagi pembentukan kepribadiannya kelak dikemudian hari (Nestle., 2005).
Namun sayangnya masih banyak mitos-mitos dimasyarakat khususnya pada perawatan bayi yang tetap dipercaya, contohnya : masih banyak ibu-ibu yang enggan untuk melakukan pemijatan secara rutin kepada bayinya apalagi diawal-awal kelahirannya karena mereka beranggapan bahwa bayi tidak boleh sering dipijat, badannya masih lemah atau alasan lain yang tidak pernah dibuktikan kebenarannya. Padahal sentuhan pada bayi pada awal-awal kelahirannya bisa memberikan pengaruh positif pada pertumbuhan bayi (Nestle.,2005).
Sebuah penelitian tentang pijat bayi prematur dilakukan oleh psikologi Tiffany Field, direktur Touch Research Institute di University of Miami School Of Medicine tahun 1986 di Florida, menunjukkan bahwa pemijatan sehari-hari memberikan manfaat yang berlimpah. Berat bayi prematur yang dipijat selama 10 hari, terbukti dapat bertambah 47% lebih banyak dibandingkan dengan bayi yang tidak dipijat. Penelitian ini juga menemukan bahwa bayi yang mendapatkan pijatan lebih aktif dan waspada dan masa tinggal mereka di rumah sakit pun 6 hari lebih singkat dibandingkan dengan para bayi prematur yang tidak memperoleh pijatan (Seyburn. G. J., 2006)
Pijat bayi tidak hanya berpengaruh pada pertumbuhan fisik dan emosional bayi. Jika pijat bayi dilakukan oleh ayahnya, maka bisa meningkatkan produksi ASI pada tubuh ibu. Ini dinyatakan dalam suatu penelitian di Australia yang mengatakan bahwa ketika seorang ayah berinisiatif memijat bayi, hal itu akan menimbulkan perasaan positif pada istri. Inisiatif ini akan membuat istri merasa di sayang dan nyaman sehingga akan merangsang produksi oksitosin, dimana hormon ini berguna untuk memperlancar ASI. Penelitian menunjukkan 80% produksi hormon oksitosin dipengaruhi oleh kondisi psikis ibu. Selain itu, pijat akan membuat bayi cepat lapar sehingga makin banyak ASI yang disedot oleh bayi, maka produksi ASI makin meningkat (Waspada online.,2005).
Disamping itu data klinis terbaru hasil riset menunjukan bukti-bukti mengenai manfaat dari stimulasi sentuhan bayi dan ibu. Studi ini menunjukkan bahwa pijat bayi 47% mengurangi masalah tidur bayi dan 100% pria orang tua setuju bahwa pijatan tersebut memberikan pengalaman positif yang luar biasa antara bayi dan orang tuanya. Pijat juga meningkatkan fungsi motorik dan memperkuat jalinan otot yang mengalami down syndrome, termasuk 44% mempengaruhi perbaikan fungsi motorik bayi dan 82% perbaikan pada otot lengan dan kaki (Waspada online.,2005).
Meskipun pijat bayi mempunyai manfaat yang besar bagi bayi, namun kenyataannya banyak ibu yang tidak melakukan pemijatan pada bayinya. Mereka akan memijatkan bayinya pada dukun pijat bayi ketika bayi mereka rewel saja. Ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu tentang manfaat pijat bayi. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti pada bulan Maret 2007 terhadap para dukun bayi yang melakukan pijat bayi, ternyata mereka melakukan pijat bayi berdasarkan pengalaman saja tanpa dibekali pengetahuan tentang cara pijat bayi yang benar. Karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan pijat bayi oleh dukun pijat bayi pada usia 3-7 bulan di Desa Taman Fajar Kecamatan Purbolinggo Lampung Timur.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimanakah penatalaksanaan pijat bayi oleh dukun pijat bayi pada bayi usia 3-7 bulan di Desa Taman Fajar Kecamatan Purbolinggo Lampung Timur.

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah :
1. Jenis penelitian : Deskriptif
2. Objek penelitian : Penatalaksanaan pijat bayi oleh dukun pijat bayi pada bayi usia 3-7 bulan
3. Subjek penelitian : Dukun pijat bayi.
4. Tempat penelitian : Desa Taman Fajar Kecamatan Purbolinggo Lampung Timur.
5. Waktu penelitian : 5–10 Juni 2007

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan pijat bayi oleh dukun pijat bayi pada bayi usia 3-7 bulan di Desa Taman Fajar Kecamatan Purbolinggo Lampung Timur.
2. Tujuan Khusus
a. Diperoleh gambaran tentang persiapan alat-alat yang digunakan untuk pelaksanaan pijat bayi oleh dukun pijat bayi.
b. Diperoleh gambaran tentang cara kerja dalam melakukan penatalaksanaan pijat bayi :

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Dukun Pijat Bayi
Untuk dapat menambah wawasan sehingga dapat menerapkan pijat bayi yang benar dalam praktek memijat bayi sehari-hari.
2. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan pengetahuan masyarakat tentang manfaat pijat bayi pada bayi usia 3 – 7 bulan.
3. Bagi Prodi Kebidanan Metro
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kepustakaan dan bahan acuan dan perbandingan dalam melakukan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pijat bayi.

Penatalaksanaan pencegahan infeksi nifas di ruang kebidanan RSU

BAB I PENDAHULUAN





A. Latar Belakang Masalah


Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan barometer pelayanan kesehatan ibu di suatu negara. Bila AKI masih tinggi berarti pelayanan kesehatan ibu belum baik. Sebaliknya bila AKI rendah berarti pelayanan kesehatan ibu sudah baik. Dengan besar kematian sekitar 585.000 setiap tahunnya maka berarti kematian ibu terjadi hampir setiap menit di seluruh dunia. Dari jumlah tersebut, sekitar 99% kematian maternal dan perinatal terjadi di negara sedang berkembang termasuk Indonesia (Manuaba, 2002: 18).


Saat ini angka kematian maternal dan neonatal di Indonesia adalah 334/100.000 kelahiran hidup dan 21,8/1000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan negara-negara lain, maka AKI di Indonesia adalah 15 kali AKI di Malaysia, 10 kali lebih tinggi daripada Thailand, atau 5 kali lebih tinggi daripada Filipina. Salah satu faktor penting dalam upaya penurunan angka kematian tersebut yaitu penyediaan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang berkualitas dekat dengan masyarakat (Saifuddin, 2002 : 4).


Asuhan masa nifas diperlukan karena periode ini merupakan masa kritis baik bagi ibu maupun bayi. Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama. Pelayanan kesehatan primer diperkirakan dapat menurunkan AKI sampai 20%, namun dengan sistem rujukan yang efektif AKI dapat ditekan sampai 80%. Menurut United Nations Children Emergency Fund (UNICEF), 80% kematian ibu dan perinatal terjadi di rumah sakit rujukan (Saifuddin, 2001 : 3).


Suatu tindakan obstetrik seperti seksio sesarea atau pengeluaran plasenta secara manual, dapat meningkatkan resiko seorang ibu terkena infeksi. Resiko tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :





Tabel 1. Distribusi Infeksi Bakterial Pada Pasien Obstetrik.





No. JENIS INFEKSI INSIDENS


1. Chorioamnionitis 0,5 – 1%


2. Postpartum Endometritis :


- Seksio Sesarea


- Persalinan Pervaginam 0,5 – 85%


<>

Penatalaksanaan manajemen aktif kala III oleh bidan di puskesmas

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu tolak ukur penting dalam menciptakan Indonesia sehat adalah menekan Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI). AKI di Indonesia masih relatif tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN. Risiko kematian ibu karena melahirkan di Indonesia adalah 1 dari 65, dibandingkan dengan 1: 1100 di Thailand. Hasil survey menunjukkan bahwa AKI di Indonesia telah turun menjadi 307 per 100.000 kelahiran hidup pada SDKI 1998-2002 (www.AKI.com, 2006).
Penyebab kematian ibu adalah perdarahan, eklamsia atau gangguan akibat tekanan darah tinggi saat kehamilan, partus lama, komplikasi aborsi dan infeksi. Perdarahan, yang biasanya tidak bisa diperkirakan dan terjadi secara mendadak, bertanggung jawab atas 28 % kematian ibu. Sebagian besar kasus perdarahan dalam persalinan terjadi karena retensio plasenta dan atonia uteri. Hal ini mengindikasikan kurang baiknya manajemen tahap ketiga proses kelahiran dan pelayanan emergensi obstetrik dan perawatan neonatal yang tepat waktu (www.AKI.com, 2006).
Perdarahan pasca persalinan sepuluh kali lebih tinggi dibandingkan dengan perdarahan antepartum. Sebagian besar kematian ibu yang terjadi saat pertolongan pertama, sehingga masih mempunyai peluang yang besar untuk dapat melakukan pertolongan yang adekuat untuk menurunkannya, waktu yang paling kritis untuk terjadinya perdarahan adalah ketika pelepasan plasenta dan segera setelah itu. Hal ini disebabkan karena terputusnya pembuluh darah ditempat berimplantasinya plasenta (Saifuddin, 2002).
Seorang ibu dapat meninggal karena perdarahan pasca persalinan dalam waktu kurang dari 1 jam, lebih dari 90 % dari seluruh kasus perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam setelah kelahiran bayi disebabkan oleh atonia uteri. Sebagian besar kematian akibat perdarahan pasca persalinan terjadi beberapa jam pertama setelah kelahiran bayi (APN IBI, 2004). Salah satu cara mempercepat kelahiran plasenta dan dapat mencegah atau mengurangi perdarahan pasca persalinan adalah dengan penatalaksanaan manajemen aktif kala III persalinan (Saifuddin, 2002).
Manajemen aktif kala III (MAKT) dapat mempercepat pelepasan plasenta. Dengan melaksanakan langkah-langkah manajemen aktif kala III sesuai dengan prosedur, dapat mengurangi banyaknya darah yang hilang dan dapat mengurangi angka kematian dan angka kesakitan yang berhubungan dengan perdarahan. Manajemen aktif kala III meliputi pemberian 10 unit oksitoksin segera setelah kelahiran bayi, sebelum kelahiran plasenta, dan diikuti oleh penegangan tali pusat terkendali (PTT) untuk membantu plasenta lahir lebih cepat dan terakhir memberi pijatan pada uterus (masase) untuk menjaganya tetap berkontraksi setelah kelahiran plasenta. Oksitoksin hanya dapat diberikan melalui injeksi sehingga memerlukan pertolongan bidan atau dokter. Karena tidak mungkin untuk meramalkan secara akurat, maka semua ibu yang melahirkan harus ditolong oleh tenaga kesehatan ahli yang dapat melaksanakan manajemen aktif kala III (Bidan Media Komunikasi Keluarga Indonesia, Edisi No 56/2003).
Di Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2002 angka kematian ibu (AKI) sejumlah 13 orang dari 20.162 kelahiran hidup (64,47/100.000 kh) dan pada tahun 2003 sebanyak 16 orang dari 25.140 kelahiran hidup (63,64/100.000 kh) dan pada tahun 2004 sebanyak 19 orang dari 30.118 kelahiran hidup (62,81/100.000 kh), hal ini menunjukkan adanya penurunan yang sangat signifikan. Dengan penyebab klinis kematian terbesar adalah karena perdarahan yaitu sebesar 39 %. (Dinkes Kabupaten Lampung Selatan, 2004).
Pie Diagram I : Penyebab Kematian Ibu Di Kabupaten Lampung Selatan
Tahun 2004
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Puskesmas Way Urang Kecamatan Kalianda Lampung Selatan pada bulan Januari – Desember 2005 jumlah persalinan 936 ditemukan sebanyak 22 orang yang mengalami perdarahan, dan 6 orang diantara meninggal akibat perdarahan tersebut, sehingga Angka Kematian Ibu di Puskesmas Way Urang periode Januari - Desember sejumlah 641 per 100.000 kh. Jika dibandingkan dengan Angka Kematian Ibu di Indonesia sekalipun Angka Nasional, maka Angka Kematian Ibu (AKI) di Puskesmas Way Urang jauh lebih tinggi (Puskesmas Way Urang Kecamatan Kalianda Lampung Selatan, 2005). Berdasarkan pra survey dari tanggal 6 - 11 April 2006 di wilayah Puskesmas Way Urang Kecamatan Kalianda, ternyata ditemukan 10 bidan. Setelah peneliti melakukan observasi terhadap 4 bidan dalam hal penatalaksanaan manajemen aktif kala III, hanya 1 bidan (25%) yang melaksanakan penatalaksanaan manajemen aktif kala III secara sistematis dan lengkap, sedangkan 3 bidan (75%) belum melaksanakan penatalaksaan manajemen aktif kala III yaitu pada saat pemberian suntikan oksitoksin dan pemijatan fundus uteri (masase) dilakukan secara tidak sistematis dan lengkap/dilakukan secara lengkap tetapi tidak sistematis.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti sejauhmana penatalaksanaan manajemen aktif kala III yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan khususnya bidan di Puskesmas Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, penulis dapat membuat rumusan masalah sebagai berikut : “Bagaimanakah Penatalaksanaan Manajemen Aktif Kala III oleh Bidan di Puskesmas Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Mengetahui penatalaksanaan manajemen aktif kala III oleh Bidan di Puskesmas Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan.
2. Tujuan Khusus
a. Diperolehnya gambaran tentang penatalaksanaan manajemen aktif kala III pada
Pemberian Suntikan Oksitoksin Oleh bidan.
b. Diperolehnya gambaran tentang penatalaksanaan manajemen aktif kala III pada Penegangan Tali Pusat Terkendali Oleh bidan.
b. Diperolehnya gambaran tentang penatalaksanaan manajemen aktif kala III pada Pemijatan Fundus Uteri Oleh bidan.

D. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Subjek Penelitian : Bidan
3. Objek Penelitian : Penatalaksanaan Manajemen Aktif Kala III
4. Lokasi Penelitian : Puskesmas Way Urang Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan
5. Waktu Penelitian : Tanggal 08-13 Mei 2006

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Bidan Puskesmas
Sebagai masukkan untuk menambah wawasan bagi tenaga kesehatan khususnya tenaga bidan di Puskesmas tentang penatalaksanaan manajemen aktif kala III.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan kajian teori yang telah diperoleh Mahasiswi selama mengikuti kegiatan belajar mengajar (KBM) di Politeknik Kesehatan Tanjung Karang Program Studi Kebidanan Metro dan sekaligus sebagai bahan atau sumber bacaan diperpustakaan Institusi Pendidikan.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai perbandingan bagi penelitian selanjutnya untuk melakukan penelitian-penelitian atau yang serupa dan dapat lebih disempurnakan lagi.

Pemantauan perkembangan balita di posyandu …..wilayah kerja puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari upaya membangun manusia seutuhnya antara lain diselenggarakan melalui upaya kesehatan anak yang dilakukan sedini mungkin sejak dalam kandungan. Upaya kesehatan yang dilakukan sedini mungkin sejak anak masih didalam kandungan sampai lima tahun pertama kehidupannya, ditujukan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya sekaligus meningkatkan kualitas hidup agar anak mencapai tumbuh kembang optimal (Kaptiningsih,dkk,2005)
Perkembangan yang dialami anak merupakan rangkaian perubahan yang teratur dari satu tahap perkembangan ke tahap berikutnya dan berlaku secara umum (Ramba, dkk, 2001). Setelah lahir terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak masih berlangsung (Kaptiningsih,dkk,2005). Masa 3 tahun ini menetapkan landasan untuk kesehatan, perkembangan emosional, kemampuan sosial kemandirian dan hubungan antar manusia yang positif dimasa mendatang (Einsenberg, dkk 1998). Pada masa balita, perkembangan kemampuan bicara dengan bahasa kreatifitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat. Perkembangan moral serta dasar- dasar kepribadian anak juga dibentuk pada masa ini, sehingga setiap kelainan atau penyimpangan sekecil apapun apabila tidak dideteksi dan ditangani dengan baik akan mengurangi sumber daya manusia dikemudian hari (Kaptiningsih,dkk,2005).
Upaya pembinaan tumbuh kembang anak diarahkan untuk meningkatkan kesehatan fisik, mental dan psikososial anak. Upaya tersebut dilakukan sedini mungkin dengan perhatian khusus pada bayi dan anak balita yang menerapkan “masa kritis” dan “masa emas” bagi kelangsungan tumbuh kembang anak. Pembinaan perkembangan anak merupakan salah satu upaya prioritas dalam mempersiapkan anak Indonesia menjadi calon generasi penerus bangsa yang sehat cerdas, ceria, tangguh dan berbudi luhur (Kaptiningsih,dkk,2005)
Mengingat jumlah balita di Indonesia sangat besar yaitu 22.911.712 balita dari 203.456.005 jiwa jumlah penduduk Indonesia (www.google.co.id, 2000), maka sebagai calon generasi penerus bangsa, kualitas tumbuh kembang balita di Indonesia perlu mendapat perhatian serius yaitu mendapat gizi yang baik, stimulasi yang memadai serta terjangkau oleh pelayanan kesehatan berkualitas termasuk deteksi dan intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang (Kaptiningsih,dkk,2005)
Pembinaan perkembangan anak secara komperhensif dan berkualitas diselenggarakan melalui kegiatan stimulasi, deteksi dini dan intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang balita. Melakukan deteksi dini penyimpangan tumbuh kembang artinya melakukan skrining atau mendeteksi secara dini adanya penyimpangan tumbuh kembang balita termasuk menindak lanjuti setiap keluhan orang tua terhadap masalah tumbuh kembang anaknya (Kaptiningsih,dkk,2005). Kegiatan stimulasi, deteksi dan intervensi dini penyimpangan perkembangan balita diselenggarakan dalam bentuk kemitraan antara keluarga (orang tua, pengasuh anak dan anggota keluarga lainnya), masyarakat (kader, tokoh masyarakat, organisasi profesi, dan sebagainya) dengan tenaga profesional (kesehatan, pendidikan dan sosial) (Kaptiningsih,dkk,2005)
Indikator dari kegiatan stimulasi, deteksi dan intervensi dini perkembangan balita pada tahun 2010, adalah diharapkan 90% balita dan anak pra sekolah terjangkau oleh kegiatan stimulasi. Sedangkan indikator kegiatan deteksi dini tumbuh kembang dan stimulasi balita di Kota Metro untuk tahun 2006 adalah 80%.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada bulan April 2006 di Posyandu Sejahtera V Kelurahan Iring Mulyo Kecamatan Metro timur dari 9 ibu yang mempunyai balita, mereka tidak pernah melakukan pemantauan atau penilaian perkembangan pada balitanya. Sehingga mereka tidak tahu perkembangan balitanya sesuai dengan tahap perkembangan menurut usia anak atau terdapat penyimpangan. Berdasarkan studi pendahuluan tersebut maka peneliti ingin melakukan penelitian tentang gambaran perkembangan balita di Posyandu Sejahtera V Kelurahan Iring Mulyo Kecamatan Metro Timur.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian yang terdapat pada latar belakang maka diperoleh rumusan masalah dalam penelitian yaitu “Bagaimanakah gambaran perkembangan balita di Posyandu Sejahtera V Kelurahan Iring Mulyo Kecamatan Metro Timur Mei 2006”?.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran perkembangan balita di Posyandu Sejahtera V Kelurahan Iring Mulyo Kecamatan Metro Timur.
Tujuan Khusus
Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk memperoleh gambaran :
a. Perkembangan balita usia 1-3 tahun di Posyandu Sejahtera V Kelurahan Iring Mulyo Kecamatan Metro Timur.
b. Perkembangan balita usia 4-5 tahun di Posyandu Sejahtera V Kelurahan Iring Mulyo Kecamatan Metro Timur.

D. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang di teliti adalah sebagai berikut :
1. Sifat Penelitian : Penelitian Deskriptif
2. Objek Penelitian : Pemantauan perkembangan pada balita.
3. Subjek penelitian : Balita usia 1-5 tahun
4. Lokasi penelitian : Posyandu Sejahtera V Kelurahan Iring Mulyo Kecamatan Metro Timur.
5. Waktu Penelitian : 11 Mei dan 28 Mei 2006

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi pihak puskesmas sebagai bahan masukan mengenai evaluasi keluarga dalam melakukan pemantauan perkembangan balita khususnya di Posyandu Sejahtera V Kelurahan Iring Kecamatan Metro Timur.
1. Bagi kader Posyandu sebagai masukan untuk meningkatkan pemantauan perkembangan balita di BKB maupun penyuluhan terahadap keluarga yang mempunyai balita tentang pentingnya pemantauan perkembangan balita.
2. Bagi keluarga atau ibu yang mempunyai balita dapat menambah pengetahuan tentang pemantauan perkembangan terhadap anaknya dan memotivasi keluarga tentang pentingnya pemantauan dan penilaian perkembangan pada balita usia 1-5 tahun di Posyandu Sejahtera V Kelurahan Iring Mulyo Kecamatan Metro Timur.
3. Bagi peneliti lain sebagai referensi atau bahan perbandingan untuk melakukan penelitian lanjutan yang berhubungan pemantauan perkembangan seperti determinan atau faktor-faktor yang mempengaruhi pemantauan perkembangan terhadap balita di Posyandu Sejahtera V Kelurahan Iring Mulyo Kecamatan Metro Timur.

Pelaksanaan resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia oleh tenaga kesehatan di rumah bersalin

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Resusitasi merupakan upaya untuk mengembalikan bayi baru lahir dengan asfiksia berat menjadi keadaan yang lebih baik dapat bernapas atau menangis spontan dan denyut jantung menjadi teratur.
Pelaksanaan resusitasi pada bayi asfiksia berat sangat penting terbukti dari kenyataan, bahwa setiap derajat asfiksia dalam menit-menit pertama kehidupan dapat membuat anak cacat seumur hidup. Sumbatan jalan napas oleh mukus darah, meconium, kerusakan otak selama trauma, obat-obatan yang diberikan pada ibu dan kehilangan darah akibat kompresi tali pusat atau perdarahan dapat mengakibatkan asfiksia dan syok pada bayi baru lahir serta kerusakan otak yang menetap (Sadir, 1988:1).
Di Indonesia penyebab utama tingginya angka mordibitas dan mortalitas neonatal adalah asfiksia neonaturum sekitar 50-60 % (Manuba, 1988 : 19). Dalam Seminar Nasional Akademi Kebidanan Aisyiyah, Solo 26 Juli 2003 dijelaskan angka kematian perinatal (AKP) pada tahun 1984 diperkirakan 45/1000 kelahiran. Penyebab utama kematian perinatal adalah asfiksia, komplikasi pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), tetanus neonaturum dan trauma kelahiran, kematian tersebut sebenarnya dapat dicegah apabila kesehatan ibu selama kehamilan terjaga dengan baik dan pertolongan persalinan yang diberikan bersih dan aman sehingga sumbatan jalan napas, trauma persalinan dan perdarahan tidak akan terjadi.
Di Kabupaten Tanggamus data kematian tahun 2003, jumlah kematian bayi baru lahir 63 (0,37%) dari 17.185 kelahiran, yang meninggal karena asfiksia 19 (30,16%) bayi baru lahir. Sedangkan di Kecamatan Gadingrejo angka kematian bayi baru lahir 5 (0,36%) dari 1.397 kelahiran, yang meninggal karena asfiksia 3 (60%) bayi baru lahir.
Pada pra penelitian di Rumah Bersalin Mutiara Hati Gadingrejo bayi baru lahir pervaginan disebabkan oleh preeklamasi/eklamasi, kelainan presentasi, partus tak maju menderita asfiksia 28 (16,18%) dari 173 kelahiran, yang meninggal dunia 6 (21,43%) dari 28 bayi baru lahir yang menderita asfiksia berat (data Januari–Desember 2003). Berdasarkan data yang peneliti peroleh selama pra penelitian di Rumah Bersalin Mutiara Hati Gadingrejo, jumlah kematian bayi baru lahir dengan asfiksia berat masih sangat tinggi.
Dari uraian pada latar belakang penulis tertarik mengadakan penelitian tentang pelaksanaan resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia berat oleh tenaga kesehatan di RB Mutiara Hati Gadingrejo.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, penulis merumuskan masalah tentang “Bagaimanakah pelaksanaan resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia oleh tenaga kesehatan di RB Mutiara Hati Gading Rejo?”

C. Ruang Lingkup
1. Sifat penelitian : Deskriptif yaitu menggambarkan pelaksanaan resusitasi terhadap bayi baru lahir dengan asfiksia
2. Subjek penelitian : Tenaga kesehatan yang melakukan tindakan resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia.
3. Objek penelitian : Bayi baru lahir yang menderita asfiksia berat.
4. Lokasi penelitian : Rumah Bersalin Mutiara Hati Gadingrejo.
5. Waktu penelitian : 8 – 31 Mei 2004

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pelaksanaan resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia di Rumah Bersalin Mutiara Hati Gadingrejo tahun 2004.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui persiapan alat dalam pelaksanaan resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia oleh tenaga kesehatan di Rumah Bersalin Mutiara Hati Gadingrejo tahun 2004.
b. Untuk mengetahui persiapan penolong dalam pelaksanaan resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia oleh tenaga kesehatan di Rumah Bersalin Mutiara Hati Gadingrejo tahun 2004.
c. Untuk mengetahui cara kerja dalam pelaksanaan resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia oleh tenaga kesehatan di Rumah Bersalin Mutiara Hati Gadingrejo tahun 2004.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Instansi Rumah Bersalin Mutiara Hati
Menambah pengetahuan dalam pelaksanaan resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia sehingga pelaksanaan resusitasi dapat dilaksanakan dengan baik.
2. Bagi peneliti
Penelitian ini sangat berguna untuk menambah pengalaman penelitian serta sebagai bahan untuk menerapkan ilmu yang telah didapat selama kuliah, khususnya obstetrik ginekologi dan metode penelitian dalam rangka menganalisa kesehatan ibu dan anak khususnya masalah pelaksanaan resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia.
3. Bagi Program Studi Kebidanan Metro
Untuk menambah wawasan khususnya para mahasisiwi dalam melaksanakan asuhan kebidanan sehingga dapat cepat mengambil keputusan jika memerlukan tindakan segera.

Blog Archive