Monday, May 17, 2010

Pelaksanaan rawat gabung di rumah bersalin handayani

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Program Pembangunan Nasional (Propenas) mengamanatkan bahwa pembangunan diarahkan pada meningkatnya mutu sumber daya manusia, yang dimulai sejak bayi dalam kandungan dilanjutkan pemberian Air Susu Ibu (ASI) sedini mungkin. Pemberian ASI yang dianjurkan di tingkat internasional dan nasional adalah pemberian ASI segera (30 menit) setelah bayi lahir (Saifudin : 2002)
Tidak ada persiapan yang ibu butuhkan selama kehamilan untuk menguatkan puting ibu untuk menyusui, sebagaimana banyak dipikirkan sebagian wanita, yang terpenting adalah kesiapan untuk menyusui. Oleh karena itu untuk memberi suport bahwa ibu mampu menyusui perlu dilakukan program pemberian ASI sedini mungkin. (Susan : 2005).
Pemberian ASI sejak usia dini terkait dengan pentingnya rawat gabung untuk memudahkan pemberian ASI ekslusif sekaligus memberi dampak positif, Rawat gabung merupakan metode perawatan yang merawat bayi baru lahir disamping ibunya, hingga ibu dan bayinya dirawat dalam satu kesatuan. Tujuan yang ingin diperoleh dengan cara rawat gabung ini ialah memberi kesempatan kepada ibu mendapat pengalaman cara merawat bayinya sedini mungkin.
1
Pentingnya rawat gabung untuk memudahkan pemberian ASI, karena pemberian ASI ekslusif memberi dampak positif, hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian di RSCM yaitu “angka mortalitas bayi pada rawat pisah 0,5%, sedangkan pada rawat gabung 0,04%. Angka morbiditas bayi pada rawat pisah 17,9% sedangkan pada rawat gabung 2,13%. Dan lama perawatan pada rawat pisah 4,7 + 2,6 hari sedangkan pada rawat gabung 2,5 + 1,5 hari”. (Suharyono : 1992).
Data di Propinsi Lampung tentang pemberian ASI ekslusif pada bayi 0 – 4 bulan adalah 24,2 – 32% (Profil Kesehatan Lampung : 2006). Selanjutnya hasil pelayanan program kesehatan ibu di Lampung Timur dari 22.582 ibu bersalin diperoleh data ibu yang bersalin dengan nakes mencapai 83 %, dengan bayi lahir hidup sebanyak 87 % (19.711 bayi) dimana terdapat kematian bayi 0,5% kelahiran hidup. angka mortalitas bayi ini sama dengan angka mortalitas bayi pada rawat pisah hasil penelitian di RSCM.
Hal di atas kemungkinan disebabkan tidak terlaksana kelas ibu di Puskesmas, melihat data yang diperoleh ternyata dari 28 Puskesmas, kelas ibu di Puskesmas hanya mencapai 28,6% (8 Puskesmas) (Evaluasi Kesga Din.Kes. Lam.Tim : 2007). Tidak terlaksana kelas ibu di Puskesmas memungkinkan tidak terlaksana juga program dan kegiatan rawat gabung yang salah satunya adalah pemberian ASI ekslusif. dan boding attachment (Robinson : 2002)
Mengingat pentingnya rawat gabung agar terlaksana program ASI Ekslusif, dan boding attachment maka perlu peningkatan kesadaran dan pemahaman tentang pentingnya rawat gabung pada ibu post partum, agar pelaksanaannya menjadi lebih efektif, mengingat pemberian ASI sebagai makanan paling sempurna bagi bayi sekaligus suatu upaya nyata dalam meningkatkan kesehatan dan gizi masyarakat.
Selanjutnya di Puskesmas Labuhan Maringgai dijumpai data dari 1.558 ibu bersalin diperoleh data ibu yang bersalin dengan nakes mencapai 83 %, dengan kematian neonatal bayi dan balita sebanyak 0,4% (7 bayi), namun bila dikaji lebih jauh ternyata kematian neonatal (0-7 hari) mencapai 86% ( 6 neonatus) (Evaluasi Kesga Din.Kes. Lam.Tim : 2007). Salah satu penyebab kematian pada neonatal antara lain karena pemberian ASI yang tidak adekwat. Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Indah Sukmaningsih melaporkan, berdasarkan penelitian WHO 1,5 juta bayi di dunia meninggal karena tidak diberi air susu ibu (Gloria.net : 2000).
Air Susu Ibu (ASI) telah dibuktikan dan diakui sebagai makanan utama bagi bayi baru lahir yang mampu memenuhi kebutuhan zat gizi. Menurut WHO pemberian selain ASI akan mempunyai resiko 17 kali lebih besar mengalami diare, dan 3 sampai 4 kali lebih besar kemungkinan terkena infeksi Saluran Pernafasan dibandingkan bayi mendapat ASI” (Saifuddin : 2002).
Saat pra survay di Rumah Bersalin Handayani Labuhan Maringgai Lampung Timur dari bulan Oktober 2006 sampai Januari 2007 diperoleh data 128 ibu bersalin dengan ibu primipara sebanyak 76%, dimana lebih dari separuhnya (54%) belum ada pengeluaran colostrum dan masih merasa takut saat merawat bayinya. (Register persalinan Rumah Bersalin Handayani : 2007)
Melihat hal di atas merupakan hal yang perlu menjadi perhatian bersama, salah satunya adalah perhatian ibu post partum, sehingga ibu post partum memahami pentingnya rawat gabung dan boding attachment dalam upaya kesehatan dan gizi yang mencakup seluruh siklus kehidupan sejak anak dalam kandungan karena terkait erat dengan kelangsungan hidup anak, perkembangan anak dan perlindungan anak. untuk itu maka penulis tertarik untuk mengetahui pelaksanaan rawat gabung di Rumah Bersalin Handayani Labuhan Maringgai Lampung Timur.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimanakah pelaksanaan rawat gabung di Rumah Bersalin Handayani Labuhan Maringgai Lampung Timur 2007 ?.”

C. Ruang Lingkup
Dalam rangka penelitian ini ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Subjek Penelitian : Bidan yang melaksanakan Rawat gabung di Rumah
Bersalin Handayani, Jumlahnya 3 orang yang sudah APN.
3. Objek Penelitian : Ibu Bersalin dan bayi baru lahir di R.B Handayani
4. Lokasi Penelitian : Rumah Bersalin Handayani Labuhan Maringgai
5. Waktu Penelitian : Mei – Juni 2007

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran Pelaksanaan Rawat gabung di Rumah Bersalin Handayani Labuhan Maringgai Lampung Timur
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran Pelaksanaan Rawat Gabung Di Kamar Bersalin Rumah Bersalin Handayani Labuhan Maringgai Lampung Timur.
b. Diketahuinya gambaran Pelaksanaan Rawat Gabung Di Ruang Perawatan Rumah Bersalin Handayani Labuhan Maringgai Lampung Timur.

E. Manfaat Penelitian
Pada penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Bagi Peneliti
Mengetahui dengan jelas mengenai pelaksanaan rawat gabung di Rumah Bersalin Handayani dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam penelitian serta sebagai bahan untuk menerapkan ilmu yang telah didapat.
2. Bagi Institusi Prodi Kebidanan Metro
Diharapkan hasil penelitian sebagai dokumentasi untuk dipakai sebagai bahan referensi/bacaan tentang pelaksanaan rawat gabung Bidan Praktek Swasta.
3. Petugas kesehatan, Puskesmas dan Instansi Terkait
Sebagai bahan informasi atau masukan mengenai Pelaksanaan Rawat Gabung, yang diharapkan dapat meningkatkan peran petugas kesehatan dalam memberikan informasi tentang rawat gabung sehingga pada akhirnya dapat memajukan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
4. Peneliti selanjutnya
Sebagai bahan referensi/bacaan dan sebagai bahan pertimbangan bagi peneliti di kemudian hari.

Kecemasan terhadap perubahan fisik wanita usia 45-55 tahun dalam menghadapi menopause

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Menopause adalah haid terakhir yang dialami oleh wanita yang masih dipengaruhi oleh hormon reproduksi yang terjadi pada usia menjelang atau memasuki 50 tahun ( Pakasi, 2000 ). Menopause dalam kehidupan seorang wanita merupakan suatu proses yang alami dan sudah pasti akan terjadi. Ketika wanita memasuki masa menopause yang umumnya terjadi pada usia sekitar 50 tahun akan terjadi perubahan-perubahan biologis pada tubuhnya, khususnya hormon yang dihasilkan oleh ovarium. Secara alami seorang wanita yang berusia 45-55 tahun, ovariumnya tidak lagi menghasilkan hormon estrogen dan hormon-hormon lainnya. Hilangnya estrogen dan progesteron secara progresif selama menopause meningkatkan resiko kesehatan wanita dan akan mempengaruhi kualitas hidup dikala seorang wanita seharusnya mencapai kesuksesan ( Sturdee, 2007 ).
Masalah-masalah kesehatan mulai muncul akibat hilangnya hormon estrogen yang berperan aktif dalam sistem kerja organ tubuh wanita. Perubahan yang banyak terjadi pada saat ini adalah perubahan fisik, mulai dari rambut, mata, kulit sampai keorgan-organ fisik lainnya. Target organ fisik seperti masalah di payudara dan vagina, serta muncul rasa panas yang menjalar di tubuh (hot flushes). Walaupun bukan suatu penyakit, peristiwa ini mempunyai dampak dalam kehidupan wanita terutama bagi wanita yang banyak aktif, sehingga dapat dirasakan sebagai suatu gangguan (Pakasi, 2000).
Tidak hanya perubahan fisik yang terjadi pada masa menopause, perubahan-perubahan psikis pun muncul pada saat ini. Masalah-masalah yang timbul dari perubahan psikis ini menimbulkan rasa cemas pada kebanyakan wanita. Kecemasan yang dialami oleh wanita usia 45-55 tahun ini dilihat dari adanya kenyataan bahwa terdapat banyak mitos tentang menopause yang bukan hanya omong kosong belaka. Keadaan ini mengakibatkan gangguan psikomatik, seperti cepat marah, merasa khawatir terus-menerus, merasa tidak percaya diri, depresi hingga menangis, bahkan ada yang tidak mau bertemu orang lain. Jika depresinya berat, biasanya datang ke psikiater. Hal ini tetapi tidak akan sembuh karena masalah ini disebabkan oleh adanya gangguan pada sistem hormon (Agustina, 2007). Pada penelitian Choirah (2004) di Jakarta, ditemukan hubungan antara penurunan kadar estrogen dengan perubahan mood yang terjadi pada masa premenopause. Dikatakan bahwa ditemukan depresi sebanyak 37,9% wanita premenopause yang mengalami penurunan kadar estrogen. Kadar estrogen yang rendah memiliki resiko untuk menjadi depresi 3,7 kali lebih besar dibandingkan dengan yang tidak mengalami penurunan estrogen (Kusumawardhani, 2006).
Setiap tahunnya diperkirakan 25 juta wanita di seluruh dunia akan memasuki masa menopause. Jumlah wanita yang berusia 50 tahun ke atas di seluruh dunia akan meningkat dari 500 juta menjadi lebih satu miliar pada tahun 2030 (Hill, 1996). Di Asia, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2025 jumlah wanita berusia tua akan meningkat dari 107 juta menjadi 373 juta. Hal ini didukung dengan Usia Harapan Hidup wanita yang semakin tinggi dan mereka justru lebih aktif setelah masa menopause. Di Indonesia umur harapan hidup dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 1971 umur harapan hidup penduduk indonesia adalah 46,5 tahun dan pada tahun 2005 mencapai 68,2 tahun. Disamping itu terjadi pergeseran umur menopause dari 46 tahun pada tahun 1980 menjadi 49 tahun pada tahun 2000. Peningkatan ini juga dialami oleh Propinsi Lampung, yaitu jumlah umur harapan hidup pada tahun 2002 adalah 66,1 tahun menjadi 67,6 tahun pada tahun 2004 dan Metro sebagai kota yang tertinggi jumlah umur harapan hidupnya yaitu 71,8 tahun dengan jumlah penduduk wanita pra usila sebanyak 8.948 orang. Wilayah Kecamatan Metro Timur jumlah penduduk wanita pra usila sebanyak 2017 orang (Badan Pusat Statistik propinsi Lampung, 2005).
Berdasarkan dari data pra survei yang penulis lakukan pada bulan Maret 2007 di Lingkungan V Kelurahan Iringmulyo Kecamatan Metro Timur, jumlah penduduk wanita usia 45-55 tahun sebanyak 146 jiwa dengan latar belakang pendidikan sebagai berikut : tidak sekolah sebanyak 1 orang, lulus SD 5 orang, lulus SMP 40 orang, lulus SMA 86 orang dan Perguruan Tinggi 14 orang. Berdasarkan latar belakang pendidikan yang dimiliki, terdapat 70% wanita usia 45-55 tahun yang merasa cemas, takut dan gelisah akibat dari adanya perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya saat memasuki menopause. Perasaan-perasaan tersebut juga timbul karena pengetahuan yang kurang tentang tanda-tanda dan gejala menopause. Selain itu, informasi dan penyuluhan-penyuluhan tentang adanya perubahan pada masa menopause belum mereka dapatkan, sehingga menimbulkan rasa takut dikucilkan atau tidak diperhatikan lagi oleh anggota keluarganya. Dilihat dari latar belakang masalah tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul ”Kecemasan Terhadap Perubahan Fisik Wanita Usia 45-55 Tahun Dalam Menghadapi Menopause Tahun 2007 ”.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang, penulis membuat rumusan masalah yaitu: ”Bagaimanakah kecemasan terhadap perubahan fisik wanita usia 45-55 tahun dalam menghadapi menopause di Lingkungan V Kelurahan Iringmulyo Kecamatan Metro Timur Tahun 2007?”

C. Ruang Lingkup Penelitian

Dalam melakukan penelitian, agar sesuai dengan rumusan masalah yang dibuat penulis membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Subjek Penelitian : Wanita usia 45-55 tahun
3. Objek Penelitian : Kecemasan terhadap perubahan fisik
4. Tempat Penelitian : Lingkungan V Kelurahan Iringmulyo Kecamatan Metro Timur.
5. Waktu Penelitian : Tanggal 30 Mei - 8 Juni 2007

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui kecemasan terhadap perubahan fisik wanita usia 45-55 tahun dalam menghadapi menopause.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya kecemasan terhadap perubahan fisik ditinjau dari adanya ketidakteraturan siklus haid.
b. Diketahuinya kecemasan terhadap perubahan fisik ditinjau dari adanya gelora panas dan berkeringat.
c. Diketahuinya kecemasan terhadap perubahan fisik ditinjau dari adanya kekeringan vagina.
d. Diketahuinya kecemasan terhadap perubahan fisik ditinjau dari adanya perubahan kulit.
e. Diketahuinya kecemasan terhadap perubahan fisik ditinjau dari adanya kerapuhan tulang (osteoporosis).

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Sebagai penerapan mata kuliah metodelogi penelitian dan menambah wawasan serta pengalaman mengenai kecemasan terhadap perubahan fisik wanita usia 45-55 tahun dalam menghadapi menopause.
2. Bagi Program Studi Kebidanan Metro
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan masukan untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan kecemasan terhadap perubahan fisik wanita usia 45-55 tahun dalam menghadapi menopause.
3. Bagi wanita usia 45-55 tahun
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan wawasan agar wanita usia 45-55 tahun memahami, menerima dan mengatasi perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya dalam menghadapi menopause, sehingga bermanfaat untuk meningkatkan kualitas hidup.

Pengetahuan dan sikap ibu balita tentang pemberian kapsul vitamin A di puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama ditemukan, vitamin A esensial untuk pemeliharaan kesehatan dan kelangsungan hidup. Diseluruh dunia (WHO, 1991) diantara anak-anak prasekolah diperkirakan terdapat sebanyak 6-7 juta kasus baru xeroftalmia tiap tahun, kurang lebih 10% diantaranya menderita kerusakan kornea. Diantara yang menderita kerusakan kornea ini 60% meninggal dalam waktu satu tahun, sedangkan diantara yang hidup 25% menjadi buta dan 50-60% setengah buta (Almatsier S, 2002).
Masalah kekurangan vitamin A banyak terjadi dinegara sedang berkembang termasuk India dan Indonesia. Di dua negara tersebut telah dilakukan usaha mengurangi penderitaan kekurangan vitamin A pada kalangan bayi dan anak-anak pra sekolah dengan cara memberikan vitamin A dosis tinggi sekali setahun. Percobaan dilakukan selama 2 tahun, dan dari hasil penelitian tersebut ternyata 300.000 IU vitamin A dalam minyak dapat menjaga kadar vitamin A dalam tubuh bayi dan anak-anak tersebut dalam kisaran waktu yang normal, yaitu sampai 6 bulan dan dapat mencegah terjadi gejala kekurangan vitamin A (Winarno, 1995). Kekurangan vitamin A meningkatkan resiko anak terhadap penyakit infeksi seperti penyakit saluran pernapasan dan diare, meningkatkan angka kematian karena campak, serta menyebabkan keterlambatan pertumbuhan (Almatsier S, 2002).
Strategi penanggulangan kekurangan vitamin A yaitu dengan cara pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi, yang diberikan pada bayi (6–11 bulan), balita (1–5 tahun) dan ibu nifas. Berdasarkan laporan tahun 2003, cakupan pemberian kapsul vitamin A pada balita masih di bawah 58,81% (Depkes. RI., 2003).
Pada tahun 2003, cakupan pemberian kapsul vitamin A sebesar 57%,sedangkan pada tahun 2004 terjadi penurunan cakupan kapsul vitamin A yaitu hanya mencapai 52,26% dengan target yang sama yaitu 65% (DinKes Prop. Lampung, 2004).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan penulis di Dinas Kesehatan Kota Metro mengenai cakupan pemberian kapsul vitamin A bayi dan anak balita tahun 2005 adalah sebagai berikut :
Tabel 1 : Cakupan Vitamin A Bayi dan Anbal Dinas Kesehatn Kota Metro
Tahun 2005
No Puskesmas Bayi Anbal
Sasaran Cakupan % Sasaran Cakupan %
1. Yosomulyo 439 344 78,35 784 668 85,20
2. Metro 306 244 79,73 617 159 25,76
3. Iringmulyo 680 928 136,47 2732 2483 90,88
4. Banjarsari 450 399 88,66 1486 1336 89,9
5. Sumbersari 299 514 171,9 481 476 98,96
6. Ganjar agung 396 413 104,29 1165 1163 99,82
Jumlah 2570 2842 110,58 7265 6685 92,01
Sumber data : Dinas Kesehatan Kota Metro 2005
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa anak balita yang mendapatkan kapsul vitamin A di wilayah kerja Puskesmas tahun 2005 menunjukkan angka cakupan terkecil yaitu hanya mencapai 159 (25,76%) dari 617 sasaran yang ada (Dinas Kesehatan Kota Metro, 2005).
Rendahnya cakupan pemberian kapsul vitamin A pada balita bisa terjadi karena masih rendahnya pengetahuan dan sikap ibu balita terhadap pemberian kapsul vitamin A dan karena manajemen distribusi belum optimal, misalnya tidak ada sweeping pemberian kapsul vitamin A, pencatatan dan pelaporan yang belum baik (DinKes Prop. Lampung, 2004), sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “pengetahuan dan sikap ibu balita tentang pemberian kapsul vitamin A di Puskesmas Metro”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : “Bagaimana Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita Tentang Pemberian Kapsul Vitamin A Di Puskesmas Metro?”

C. Ruang Lingkup

Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang diteliti sebagai berikut :
1. Sifat Penelitian : Studi Deskriptif
2. Subyek Penelitian : Ibu-ibu yang mempunyai balita di Puskesmas Metro.
3. Objek Penelitian : Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita Tentang Pemberian Kapsul Vitamin A Di Puskesmas Metro
4. Lokasi Penelitian : Wilayah kerja Puskesmas Metro.
5. Waktu Penelitian : Maret – Mei 2006

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap ibu balita tentang pemberian kapsul vitamin A di Puskesmas Metro.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu balita tentang pemberian kapsul vitamin A di Puskesmas Metro.
b. Untuk mengetahui gambaran sikap Ibu balita tentang pemberian kapsul vitamin A di Puskesmas Metro.

E. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat diperoleh beberapa manfaat, diantaranya yaitu :
1. Bagi Petugas Kesehatan di Puskesmas
Sebagai sumbangan pemikiran dalam upaya evaluasi dan pengembangan program pemberian kapsul vitamin A di Puskesmas Metro.
2. Bagi Ibu Balita
Sebagai masukan pada ibu balita agar lebih mengerti pentingnya manfaat pemberian kapsul vitamin A pada balita.
3. Bagi Penelitian Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dikembangkan dan tidak menutup kemungkinan untuk diterapkan dan dijadikan sebagai acuan bagi penelitian selanjutnya.

Pengetahuan dan sikap bidan dalam penatalaksanaan manajemen rujukan pada ibu bersalin dengan kelainan obstetri di wilayah puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil, bersalin dan nifas adalah masalah besar di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50 % kematian wanita subur disebabkan hal berkaitan dengan kehamilan. Kehamilan saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama mortalitas wanita muda pada masa puncak produktifitasnya. Tahun 1996, WHO memperkirakan lebih dari 585.000 ibu pertahunnya meninggal saat hamil atau bersalin. Di Asia selatan, wanita berkemungkinan 1:18 meninggal akibat kehamilan, persalinan selama kehidupannya, di banyak negara Afrika 1:14, sedangkan di Amerika utara hanya 1:6.336. Lebih dari 50% kematian di negara berkembang sebenarnya dapat dicegah dengan teknologi yang ada serta biaya relatif rendah (Saifuddin, 2002).
Saat ini angka kematian ibu di seluruh dunia masih cukup tinggi. Estimasi WHO tahun 2000 tentang AKI (Maternal Mortality Ratio/MMR per 100.000 kelahiran hidup) adalah sebagai berikut, di seluruh dunia sebesar 400, di negara industri AKI cukup rendah yaitu sebesar 20, di Eropa sebesar 24. Untuk negara berkembang angka kematian ibu masih cukup tinggi yaitu sebesar 440 per 100.000, di Afrika sebesar 830 per 100.000, di Asia sebesar 330 per 100.000 dan Asia Tenggara sebesar 210 per 100.000 (WHO, 2004).
Sementara itu diantara Negara-Negara ASEAN angka kematian ibu maternal yang tertinggi adalah di Laos (650 per 100.000), menyusul Kamboja (450 per 100.000), dan kemudian Myanmar (360 per 100.000) sedangkan yang terendah di Singapura (30 per 100.000), Brunai Darussalam (37 per 100.000) dan Malaysia (41 per 100.000) (Departemen Kesehatan Indonesia, 2003).
Di Indonesia angka kematian ibu masih cukup tinggi walaupun terjadi penurunan dari tahun-tahun sebelumnya. Menurut SKRT, AKI menurun dari 450 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1986 menjadi 425 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1992, kemudian menurun lagi menjadi 379 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1995. Pada SKRT 2001 tidak dilakukan survey mengenai AKI. Menurut SDKI pada tahun 2002-2003 AKI sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup (Departemen Kesehatan Indonesia, 2003).
Menurut Women Of our World 2005 yang diterbitkan oleh Population Reference Bureau (2005), AKI di Indonesia mencapai 230 per 100.000 kelahiran hidup, hampir dua kali lipat lebih tinggi dari AKI di Vietnam (130), lima kali lipat lebih tinggi dari AKI di Malaysia (41) dan Thailand (44) bahkan tujuh kali lipat lebih tinggi dari AKI di Singapura (30) (www.bappenas. go.id, 2007). Walaupun AKI di Indonesia mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya, tapi masih jauh dari angka kematian ibu yang diharapkan pada tahun 2010 yaitu sebesar 125 per 100.000 kelahiran hidup (www.tempo.com, 2007).
Di provinsi Lampung, cenderung terjadi peningkatan AKI sebesar 143 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1997 menjadi 153 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2002 (Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, 2003). Dan pada tahun 2003 angka kematian ibu sebesar 98 orang dari 186.248 (Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, 2004). Sementara itu kematian ibu di Kabupaten Lampung Tengah selama periode waktu 2001-2003, cenderung mengalami penurunan, yaitu mulai dari 32 kasus (156 per 100.000 kelahiran hidup) pada tahun 2001, 28 kasus (128 per 100.000 kelahiran hidup) tahun 2002, pada tahun 2003 dan 2004 sebesar 12 kasus (63,6 per 100.000 kelahiran hidup), tahun 2005 menjadi 16 kasus (62,1 per 100.000 kelahiran hidup) (Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Tengah, 2005).
Menurut data SKRT tahun 2001, 90% penyebab kematian ibu tersebut karena adanya komplikasi dan 28% diantaranya terjadi perdarahan di masa kehamilan dan persalinan. Ada beberapa sebab tidak langsung tentang masalah kesehatan ibu, yaitu pendidikan ibu-ibu terutama yang ada di pedesaan masih rendah, sosial ekonomi dan sosial budaya indonesia yang mengutamakan bapak daripada ibu, 4 terlalu dalam melahirkan yaitu terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering dan terlalu banyak dan tiga terlambat yaitu terlambat mengambil keputusan, terlambat untuk dikirim ke tempat pelayanan kesehatan dan terlambat mendapatkan pelayanan kesehatan (www. promosi kesehatan.com, 2007).
Mengingat kira-kira 90% kematian itu terjadi disaat sekitar persalinan dan kira-kira 95% penyebab kematian ibu adalah komplikasi obstetrik yang sering tidak dapat diperkirakan sebelumnya,maka kebijaksanaan Departemen Kesehatan untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu adalah mengupayakan agar setiap persalinan ditolong atau minimal didampingi oleh bidan dan pelayanan obstetrik sedekat mungkin kepada semua ibu hamil (Saifuddin, 2002).
Perubahan Paradigma menunggu terjadinya dan menangani komplikasi menjadi pencegahan terjadinya komplikasi dan dapat membawa perbaikan kesehatan bagi kaum ibu di Indonesia. Penyesuaian ini sangat penting dalam upaya menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir karena sebagian besar persalinan di Indonesia masih terjadi di tingkat pelayanan kesehatan primer dimana tingkat keterampilan dan pengetahuan petugas kesehatan difasilitas pelayanan tersebut masih belum memadai. Deteksi dini dan pencegahan komplikasi dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu serta bayi baru lahir, jika semua tenaga penolong persalinan dilatih agar mampu untuk mencegah atau deteksi dini komplikasi yang mungkin terjadi, merupakan asuhan persalinan secara tepat guna dan waktu, baik sebelum atau saat masalah terjadi dan segera melakukan rujukan saat kondisi masih optimal, maka para ibu akan terhindar dari ancaman kesakitan dan kematian (Depkes RI, 2004).
Telaah UNICEF tentang keselamatan ibu (1991) menemukan bahwa upaya kesehatan dasar hanya mampu menurunkan angka kematian sebesar 20%. Sebaliknya, pelayanan rujukan yang efektif mampu menurunkannya sampai sekitar 80%. Juga diketahui bahwa akibat berbagai keterlambatan 80% kematian ibu justru terjadi di RS rujukan. Menurut Rodes S. Cuban (1980), peluang untuk menyelamatkan pasien tergantung pada kemampuan penegakan diagnosis, persiapan rujukan, kedinian waktu rujukan dan penatalaksanaan kasus ditingkat penerima rujukan. Dengan demikian, kinerja jaringan rujukan akan sangat ditentukan oleh penatalaksanaan setiap kasus pada setiap unit pelayanan secara menyeluruh (www. tempo. co. id, 2007).
Jaringan rujukan pada dasarnya adalah suatu kesatuan pelayanan kesehatan di wilayah tertentu yang mendistribusikan kewenangan dan tanggung jawab pelayanan secara berjenjang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat. Dalam upaya pembentukan dan pembinaan jaringan rujukan, perlu diperhatikan beberapa hal mendasar yaitu daerah, cakupan jaringan, pelayanan standar dan tanggung jawab setiap jenjang tempat pelayanan (www.tempo.co.id, 2007).
Mengingat bahwa penyebab kematian ibu berupa komplikasi obstetri yang dapat muncul tak terduga di setiap tempat, pada setiap saat dan dalam segala situasi. Sementara, dalam keadaan yang serba terbatas, maka diperlukan suatu sistem rujukan yang efektif dari tingkat pe!ayanan primer, ke tingkat pelayanan kesehatan yang lebih memadai. Sehingga diharapkan ibu bersalin dengan komplikasi obstetrik dapat segera ditangani di tingkat pe!ayanan kesehatan yang lebih memadai dan fasilitas lebih lengkap.
Studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan maret 2007 di Puskesmas Rumbia Lampung Tengah, didapatkan hasil bahwa AKI di Kecamatan Rumbia selama tahun 2006 sebanyak 5 orang, AKB sebanyak 7 orang dan masing-masing 3 orang diantaranya meninggal di tempat rujukan. Kemudian didapatkan data mengenai pendidikan bidan di Puskesmas Rumbia yaitu terdapat 12 bidan dengan basis pendidikan bidan Diploma I sebanyak 9 orang dan pendidikan bidan Diploma III sebanyak 3 orang.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti tentang “Pengetahuan dan sikap bidan dalam penatalaksanaan manajemen rujukan pada ibu bersalin dengan kelainan obstetri di Wilayah Puskesmas Rumbia Lampung Tengah”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut: “Bagaimana pengetahuan dan sikap bidan dalam penatalaksanaan manajemen rujukan pada ibu bersalin dengan kelainan obstetri di Wilayah Puskesmas Rumbia Lampung Tengah Tahun 2007?”

C. Ruang lingkup penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang diteliti sebagai berikut:
1. Sifat penelitian : Studi deskriptif
2. Subjek penelitian : Semua bidan di Wilayah Puskesmas Rumbia Lampung Tengah
3. Objek penelitian : Pengetahuan dan sikap bidan dalam penatalaksanaan manajemen rujukan pada ibu bersalin
4. Lokasi Penelitian : Wilayah Puskesmas Rumbia Lampung Tengah
5. Waktu Penelitian : 4 Juni 2007 sampai dengan 10 Juni 2007

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap bidan dalam penatalaksanaan manajemen rujukan pada ibu bersalin di Wilayah Puskesmas Rumbia Lampung Tengah Tahun 2007.
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian mi adalah:
a. Untuk memperoleh gambaran pengetahuan bidan dalam penatalaksanaan manajement rujukan pada ibu bersalin dengan kelainan obstetri.
b. Untuk mengetahui gambaran sikap bidan dalam penatalaksanaan manajement rujukan pada ibu bersalin dengan kelainan obstetri

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Bidan
Penelitian ini diharapkan sebagai sumbangan pemikiran dan sebagai bahan evaluasi dalam Penatalaksanaan rujukan pada ibu bersalin yang efektif agar mendapat pelayanan kegawatdaruratan obstetri di tempat rujukan yang lebih memadai dalam upaya keselamatan ibu dan bayi.
2. Bagi Puskesmas Rumbia Lampung Tengah
Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Rumbia Lampung Tengah sehingga dapat meningkatkan pengetahuan bidan dalam penatalaksanaan rujukan pada ibu bersalin.
3. Bagi Prodi Kebidanan Metro
Sebagai dokumen dan bahan tambahan sumber bacaan bagi Mahasiswi Prodi Kebidanan Metro.
4. Bagi Peneliti
Sebagai penerapan dan perkuliahan yang telah didapat di Prodi Kebidanan Metro serta untuk mendapat informasi yang jelas mengenai pengetahuan dan sikap bidan dalam penatalaksanaan manajemen rujukan pada ibu bersalin, sehingga dapat memberikan informasi untuk penelitian lebih lanjut.

Sunday, May 16, 2010

Pengetahuan dan sikap remaja putri tentang dampak kehamilan remaja di SMA

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara berkembang. Di negara miskin sekitar 25-30% kematian wanita subur disebabkan oleh kehamilan, persalinan dan nifas. Tahun 1996 WHO memperkirakan lebih dari 585.000 ibu pertahunnya meninggal saat hamil, besalin dan nifas (Sarwono Prawirohardjo, 2002).
Saat ini Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih tinggi yaitu 390/100.000 (SDKI, 1994) tertinggi di ASEAN menempatkan upaya penurunan AKI sebagai program prioritas. Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia seperti halnya di negara lain adalah perdarahan, infeksi dan eklampsia. Hanya sekitar 5% kematian ibu disebabkan penyakit yang memburuk akibat kehamilan, misalnya penyakit jantung dan infeksi yang kronis (Sarwono Prawirohardjo, 2002).
Selain itu keadaan ibu sejak pra hamil dapat berpengaruh terhadap kehamilannya, dimana penyebab kematian ibu tidak langsung ini antara lain adalah anemia, kurang energi kronis dan keadaan 4 terlalu yaitu :
1. Kehamilan usia kurang dari 20 tahun atau too young
2. Kehamilan usia lebih dari 35 tahun atau too old
3. Kehamilan setelah 4 kelahiran atau too many
4. Kehamilan terlalu dekat jaraknya atau to close (Hanafi, 2003)
Dewasa ini masyarakat menghadapi kenyataan bahwa kehamilan pada remaja makin meningkat dan menjadi masalah terutama kehamilan di bawah usia 20 tahun.Kurangnya pengetahuan seks dan kehidupan rumah tangga serta adanya istiadat yang merasa malu kawin tua (perawan tua) menyebabkan meningkat nya perkawinan dan kehamilan usia remaja.UU Prekawinan No.1 1974 dengan usia kawin perempuan 16 tahun menyebabkan perkawinan usia remaja meningkat dimana konsekuensi dari kehamilan remaja adalah pernikahan remaja dan pengguguran kandungan. Kehamilan pada remaja dan menjadi orang tua pada usia remaja berhubungan secara bermakna dengan resiko medis dan psikososial, baik terhadap ibu maupun anaknya. Dari sudut kesehatan obstetri hamil pada usia remaja memberi resiko komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan anak seperti : anemia, preeklampsia, eklampsia, abortus. Partus prematurus, kematian perinatal, perdarahan dan tindakan operatif obstetri lebih sering dibandingkan dengan kehamilan pada golongan usia 20 tahun keatas (Soetjiningsih, 2003).
Penelitian Pus Lit Ekologi Kesehatan, Badan Litbang Kesehatan, Departemen Kesehatan RI tahun 1990 terhadap siswa-siswa di Jakarta dan Yogyakarta menyebutkan bahwa faktor utama yang mempengaruhi remaja untuk melakukan senggama adalah : membaca buku porno dan menonton film biru/blue film (54,39% di Jakarta, 49,2% di Yogyakarta). Motivasi untuk lakukan senggama adalah suka sama suka (76% di Jakarta, 75,6% di Yogyakarta), kebutuhan biologis 14-18% dan merasa kurang taat pada nilai agama 20-26%. Pusat sutdi kriminologi universitas Indonesia menemukan 26,35% dari peristiwa pernikahan telah melakukan hubungan seksualitas sebelum menikah dimana 50% diantaranya menyebabkan kehamilan. Penelitian sahabat remaja tentang perilaku seksualitas di 4 kota menunjukkan 3,6% remaja di Kota Medan, 8,5% remaja di Kota Yogyakarta, 3,4% remaja di Kota Surabaya serta 31,1% remaja di Kupang telah terlibat hubungan seks secara aktif (Soetjiningsih : 2003).
Berdasarkan hasil study pendahuluan yang dilakukan di SMA Kartikatama Metro yang dilakukan terhadap 9 orang remaja putri kelas II,didapat 5 orang yang tidak tahu adanya dampak dari kehamilan remaja. Remaja khususnya remaja putri yang ada di SMA Kartikatama kelas II sedang mempelajari alat – alat reproduksi secara umum dan mereka belum pernah mendapat penyuluhan tentang kesehatan reproduksi khususnya tentang dampak kehamilan remaja. Berdasarkan fenomena diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengetahuan dan sikap remaja putri tentang dampak kehamilan remaja di SMA Kartikatama Metro.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang,maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian yaitu “Bagaimanakah pengetahuan dan sikap remaja putri tentang dampak kehamilan remaja di SMA Kartikatama Metro?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap remaja putri tentang dampak kehamilan remaja di SMA Kartikatama Metro.
2. Tujuan Khusus
a. Diperolehnya pengetahuan remaja putri tentang :
1) Pengertian Kehamilan
2) Tanda – tanda Kehamilan
3) Dampak Kehamilan Remaja
b. Diperolehnya sikap remaja putri tentang dampak kehamilan remaja :
1) Penyebab Kehamilan remaja
2) Pencegahan Kehamilan Remaja
3) Dampak Keahamilan Remaja

D. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Jenis penelitian : Deskriptif
2. Subyek penelitian : Siswi-siswi di SMA Kartikatama Metro kelas II
3. Obyek penelitian : Pengetahuan dan sikap remaja putri tentang dampak kehamilan remaja .
4. Lokasi penelitian : SMA Kartikatama Metro
5. Waktu penelitian : Peneltian dilakukan pada tanggal 08-06-2006 s.d 13-06-2006.

E. Manfaat
1. Bagi Bagi Remaja Putri Siswi kelas II SMA Kartikatama Metro
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pemahaman remaja putri siswi kelas II SMA Kartikatama Metro tentang dampak kehamilan yang sering terjadi dikalangan remaja.
2. Bagi Institusi Yang di Teliti
Sebagai sumber informasi yang dapat digunakan untuk menambah pengetahuan seluruh siswa khususnya dampak kehamilan remaja.
3. Bagi Penulis Selanjutnya
Diharapkan sebagai referensi atau bahan permbandingan untuk penelitian yang selanjutnya khususnya yang berhubungan dengan dampak kehamilan remaja.

Pengetahuan dan sikap petugas pelaksana penanganan penderita NAPZA tentang penatalaksanaan NAPZA di panti rehabilitasi

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penggunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (NAPZA) atau biasa disebut Narkoba, meningkat sangat cepat di masyarakat Indonesia terutama di kota – kota besar. Sejak tahun 1997 jaringannya sudah mencapai pelosok – pelosok paling jauh bahkan di lingkungan masyarakat paling bawah. (Yayasan Kasih Mulia, 1999 : 3).
Fakta dan data menyebutkan korban akibat Narkoba di Indonesia 1.759 anak di bawah umur 14 tahun meninggal (1996), 1.563 anak di bawah umur 14 tahun meninggal (1997), 228.000 orang meninggal (1998), pada tahun 1999 terdapat 9 juta orang menjadi pecandu Narkoba (Smart, 2000). Di Indonesia, masalah penyalahgunaan Narkotika mulai tercatat dibidang kedokteran sejak tahun 1969, sedangkan di Bandar Lampung terdapat 890 pemakai Narkoba yang terdiri dari pelajar SD, SMP, SMU dan Mahasiswa (Granat Lampung, 2000). Penyalahgunaan NAPZA tersebut tidak hanya dikalangan remaja, tetapi juga pada orang dewasa muda. (Hawari, 2000 : 132).
Permasalahan penyalahgunaan atau ketergantungan NAPZA mempunyai dimensi yang luas dan kompleks, baik dari sudut medik, psikiatik (kedokteran jiwa), kesehatan jiwa maupun psikososial (ekonomi, politik, sosial budaya, kriminalitas, kerusuhan massal dan sebagainya). Dari sekian banyak permasalahan yang ditimbulkan sebagai dampak penyalahgunaan atau ketergantungan NAPZA adalah antara lain : merusak hubungan kekeluargaan, menurunkan kemampuan belajar dan produktivitas kerja secara drastis, ketidakmampuan untuk membedakan mana yang baik mana yang buruk, perubahan perilaku menjadi antisosial (perilaku maladaptif), gangguan kesehatan (fisik dan mental), mempertinggi jumlah kecelakaan lalu lintas, tindak kekerasan dan kriminalitas lainnya (Hawari, 2000 : xvii).
Berdasarkan UU RI No. 22 tahun 1997 Pasal 45 dinyatakan bahwa pecandu Narkotika wajib menjalani pengobatan dan atau perawatan. Karena itu setiap pekerjaan yang bertujuan untuk mencegah dan mengobati penderita ketergantungan heroin harus dilaksanakan oleh setiap individu Indonesia dan dilindungi Undang – Undang (FKUI, 2001 : 2).
Dewasa ini banyak metode terapi dan rehabilitasi yang ditawarkan baik yang bersifat medis maupun non medis (pengobatan alternatif). Dari penelitian yang dilakukan telah dapat dibuktikan bahwa sebenarnya seorang penyalahguna atau ketergantungan NAPZA adalah seorang yang mengalami gangguan jiwa, orang yang sakit, seorang pasien yang memerlukan pertolongan, terapi serta rehabilitasi dan bukannya hukuman. (Hawari, 2000 : 16).
Metode terapi dan rehabilitasi penyalahgunaan atau ketergantungan NAPZA yang sifatnya rasional dan komprehensif, yaitu integrasi medik, psikiatrik, sosial dan agama di dalam suatu sistematika yang dijalankan secara benar dapat mengobati dan merehabilitasi pasien penyalahgunaan atau ketergantungan NAPZA sehingga mampu berfungsi kembali secara wajar dalam kehidupannya sehari – hari baik di rumah, di sekolah atau di kampus, di tempat kerja, dan di lingkungan sosialnya. (Hawari, 2000 : xxiii).
Pada kenyataannya terapi dan rehabilitasi yang ada selama ini tidak atau kurang dilandasi dasar – dasar ilmiah dalam arti terapi atau pengobatan tidak tertuju pada etiologi (penyebab penyakit) melainkan pada simptom (gejala) saja. Demikian pula dalam hal rehabilitasi kegiatannya tidak ditujukan pada gangguan mental dan perilaku akibat penyalahgunaan atau ketergantungan NAPZA, bahkan dalam prakteknya seringkali tidak etis dan tidak atau kurang manusiawi (Hawari, 2000 : xiii).
Berdasarkan data statistik, tingkat keberhasilan dalam penanganan kasus ketergantungan Narkoba secara medik tidak optimal (hanya 15 – 20%). Berdasarkan hasil pra survey di Panti Rehabilitasi Pamardi Putra Bandar Lampung bulan April 2004 pengobatan dilakukan dengan cara medis dan non medis dimana pengobatan lebih diutamakan melalui pengobatan tradisional (alternatif) dengan tingkat keberhasilan yaitu 80 – 100% dan 40 – 50% yang kembali lagi terlibat NAPZA setelah kembali ke masyarakat (Pamardi Putra, 2004). Berdasarkan fenomena diatas penulis ingin mengetahui pengetahuan dan sikap petugas pelaksana penanganan penderita NAPZA tentang penatalaksanaan NAPZA secara medis di Panti Rehabilitasi Pamardi Putra Bandar Lampung.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian yang terdapat pada latar belakang maka rumusan masalah dalam penelitian adalah “bagaimanakah pengetahuan dan sikap petugas pelaksana penanganan penderita NAPZA tentang penatalaksanaan NAPZA di Panti Rehabilitasi Pamardi Putra Bandar Lampung ?”.

C. Ruang Lingkup Penelitian
Adapun yang menjadi ruang lingkup dari penelitian tentang pengetahuan dan sikap petugas pelaksana penanganan penderita NAPZA tentang penatalaksanaan NAPZA adalah :
1. Subjek Penelitian : Seluruh petugas pelaksana penanganan penderita NAPZA di Panti Rehabilitasi Pamardi Putra Bandar Lampung.
2. Objek Penelitian : Pengetahuan dan sikap petugas pelaksana penanganan penderita NAPZA di Panti Rehabilitasi Pamardi Putra Bandar Lampung.
3. Lokasi Penelitian : Di Panti Rehabilitasi Pamardi Putra Bandar Lampung.
4. Waktu Penelitian : Mei sampai Juli 2004 (jadwal terlampir).
5. Jenis Penelitian : Deskriptif.

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran tentang pengetahuan dan sikap petugas pelaksana penanganan penderita NAPZA tentang penatalaksanaan NAPZA di Panti Rehabilitasi Pamardi Putra Bandar Lampung.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengetahuan petugas pelaksana penanganan penderita NAPZA tentang NAPZA dan Penatalaksanaan NAPZA di Panti Rehabilitasi Pamardi Putra Bandar Lampung.
b. Mengetahui sikap petugas pelaksana penanganan penderita NAPZA tentang NAPZA dan penatalaksanaan NAPZA di Panti Rehabilitasi Pamardi Putra Bandar Lampung.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Dapat memperdalam pengetahuan penulis tentang NAPZA dan memberi pengalaman nyata untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap petugas pelaksana penanganan penderita NAPZA tentang penatalaksanaan NAPZA.
2. Bagi Instansi Terkait
Bagi pihak pengelola panti diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dalam merumuskan kebijaksanaan untuk meningkatkan mutu pelayanan dalam pelaksanaannya bagi pasien dengan penyalahgunaan atau ketergantungan NAPZA.
3. Bagi Pendidikan
Diharapkan dapat berguna untuk pengembangan materi perkuliahan dan peningkatan metode perkuliahan agar bervariasi.
4. Bagi Peneliti Lain
Semoga bermanfaat sebagai salah satu dasar pengembangan penelitian selanjutnya.

Pengetahuan dan sikap masyarakat usia 15 – 39 tahun mengenai mitos diskriminasi dan stigmasi terhadap HIV AIDS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tanggal 5 Juli 1981, The Mordibity and Mortality Weekly Report (MMWR) mengetengahkan sebuah artikel mengenai tercatatnya lima kasus Pneumonia Pneumocystis Carinii (PCP) pada pria homoseksual (Muma, 1997).
Kasus yang sama terdapat pula di New York dan San Fransisco dalam waktu yang singkat, sementara dari laporan yang lain juga ditemukan adanya kasus herpes perianal dan diare yang tidak terkontrol, kesemuanya tidak menunjukkan respon terhadap pengobatan dan terjadi pada pria homoseksual. Laporan adanya non Hodgkin’s Lymphoma dan Kaposis Sarcoma (KS) pada pria homoseksual semakin memperumit teka teki gambaran medis. Keadaan ini menandakan timbulnya suatu penyakit baru, yang diberi nama Aqcuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS.) ( Muma, 1997).
Sindrom cacat kekebalan tubuh / AIDS adalah sekumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh manusia sesudah sistem kekebalannya dirusak oleh virus yang disebut Humman Immunodeficiency Virus (HIV). Sindrom yang fatal ini telah melanda dunia dan mengancam eksistensi manusia. Sampai saat ini belum ada obat yang ampuh membasmi virus yang ganas ini atau vaksin yang dapat mencegahnya. Pada pertengahan Juli 1996, diperkirakan bahwa di dunia 21,8 juta orang sudah terinfeksi HIV – 830.000 diantaranya adalah anak-anak dan sekitar 5,8 juta orang telah meninggal karena AIDS. Sebagian besar (94%) terdapat di negara-negara berkembang, khususnya di Asia Selatan – Tenggara terdapat 4,8 juta orang yang hidup dengan HIV. Selama enam tahun terakhir ini, jumlah infeksi HIV telah berkembang dua kali lipat dari 10 juta di tahun 1990 menjadi hampir 22 juta di pertengahan 1996. Menurut UNAIDS (Program Bersama PBB Untuk menanggulangi HIV/ AIDS) setiap hari terjadi sekitar 7.500 infeksi baru, dan sekitar 100 diantaranya terjadi pada bayi atau anak-anak. (Depkes RI, 1997).
Tahun 2000 menurut perkiraan WHO, di Indonesia diperkirakan ada 250.000 kasus HIV/AIDS. Proyeksi ini didasarkan pada perkiraan bahwa satu kasus AIDS yang sudah dilaporkan masih menyisakan 100 kasus lainnya yang belum terdeteksi (Fenomena Gunung Es). Sebagian besar (78,3%) yang diserang penyakit ini adalah kelompok usia produktif (15 – 39 tahun). Secara ekonomis, kelompok penduduk ini adalah kelompok usia produktif. Kalau penyebaran virus ini terus berkembang tanpa kendali dan merenggut kelompok penduduk usia produktif ini, dikhawatirkan berkembangnya penyakit ini di masyarakat akan berdampak sangat merugikan laju pembangunan di tanah air kita (Muninjaya, 1998).
Masalah AIDS cukup kompleks dan memerlukan penanganan yang khusus. Melihat penularan HIV berkaitan erat dengan prilaku manusia, penanggulangannya tidak dapat dilakukan melalui pelayanan medik saja, akan tetapi perlu disertai dengan pendekatan sosial budaya. Pengetahuan tentang HIV/ AIDS perlu disampaikan sedini mungkin kepada masyarakat sebagai bekal pengetahuan agar dapat menyikapi HIV/AIDS dengan benar, tidak hanya mengetahui dari mitos-mitos yang ada, sehingga menimbulkan sikap diskriminasi dan stigmasi masyarakat terhadap orang dengan HIV/AIDS (ODHA).
Mitos adalah persepsi yang salah mengenai HIV/AIDS. Mitos muncul dan berkembang di tengah masyarakat karena penyampaian informasi yang kurang tepat dan kurang lengkap, atau penyampaian informasi yang terlalu berlebihan sehingga menimbulkan sifat diskriminasi dan stigmasi di kalangan masyarakat terhadap ODHA. (Depkes RI, 1997). Selain mitos ada sikap diskriminasi terhadap ODHA, yaitu pembedaan perlakuan terhadap ODHA. (Depdikbud, 2002). Keadaan ini biasanya terjadi ketika kasus AIDS baru merebak dan masyarakat masih awam sekali dalam menghadapinya, dan beban sosiostruktural yang diakibatkan dengan aspek penularan dapat menyebabkan gangguan perilaku pada orang lain. Termasuk menghindari kontak fisik dan kontak sosial. Akibat dari keadaan ini terasa cukup menyakitkan bagi ODHA yang di diskriminasi di lingkungannya. Disamping diskriminasi terhadap ODHA, stigmasi juga terjadi pada kelompok berprilaku seks seperti pekerja seks komersial (PSK), baik wanita maupun pria, waria, homoseksual dan lelaki hidung belang. Mereka di tuding sebagai penyebab munculnya HIV/AIDS dan menyebarkannya kepada masyarakat. (Depkes RI, 1997). Hal ini yang harus diluruskan, karena sikap diskriminasi dan stigmasi ini sebenarnya muncul karena masyarakat belum memahami benar mengenai HIV/AIDS.
Menurut data kependudukan Kelurahan Imopuro, didapatkan data bahwa kelurahan Imopuro terbagi atas 6 lingkungan, 11 RW dan 33 RT. Lingkungan I, II, III merupakan wilayah 15 B Barat, sedangkan lingkungan IV, V, VI merupakan wilayah 15 B Timur. Jumlah penduduk pada kelompok usia 15 – 39 tahun sebanyak 1.685 jiwa, dengan rincian lingkungan IV berjumlah 656 jiwa, lingkungan V berjumlah 670 jiwa dan lingkungan VI berjumlah 359 jiwa. Ternyata di lingkungan V kelompok usia 15 – 39 tahun lebih banyak, yaitu sebanyak 39,8%.
Prasurvei yang penulis lakukan di lingkungan V, ternyata belum pernah di dapatkan informasi atau penelitian pendahulu mengenai mitos, diskriminasi dan stigmasi terhadap HIV/AIDS. Selain itu, penulis juga berasumsi bahwa ada sebagian dari kelompok usia tersebut mempunyai kecenderungan membentuk gankster yang sering mengkonsumi minuman keras dan NARKOBA serta mempunyai perilaku beresiko terhadap kesehatan reproduksinya, termasuk resiko terpapar HIV/AIDS.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang pengetahuan dan sikap masyarakat usia 15 – 39 tahun mengenai mitos, diskriminasi dan stigmasi terhadap HIV/ AIDS di lingkungan V wilayah 15 B Timur Kelurahan Imopuro Metro.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Usia 15 – 39 tahun mengenai mitos, diskriminasi dan stigmasi terhadap HIV/AIDS di lingkungan V wilayah 15 B Timur Kelurahan Imopuro Metro?”

C. Ruang Lingkup
Di dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang diteliti sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Subyek penelitian : Masyarakat usia 15 – 39 tahun di lingkungan V wilayah 15 B Timur Kelurahan Imopuro Metro
3. Obyek Penelitian : Pengetahuan dan Sikap masyarakat usia 15 – 39 tahun mengenai mitos, diskriminasi dan stigmasi terhadap HIV/AIDS
4. Lokasi Penelitian : Lingkungan V 15 B Timur Kelurahan Imopuro Metro
5. Waktu Penelitian : Setelah usulan KTI disetujui

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap masyarakat usia 15 – 39 tahun mengenai mitos, diskriminasi dan stigmasi terhadap HIV/ AIDS di lingkungan V wilayah 15 B Timur Kelurahan Imopuro Metro.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya pengetahuan masyarakat usia 15 – 39 tahun mengenai mitos, diskriminasi dan stigmasi terhadap HIV/ AIDS di lingkungan V wilayah 15 B Timur Kelurahan Imopuro Metro.
b. Diketahuinya sikap masyarakat usia 15 – 39 tahun mengenai mitos, diskriminasi dan stigmasi terhadap HIV/ AIDS di lingkungan V wilayah 15 B Timur Kelurahan Imopuro Metro.

E. Manfaat Penelitian
Manfaat hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat :
1. Bagi Masyarakat usia 15 – 39 tahun di lingkungan V Kelurahan Imopuro wilayah 15 B Timur Metro.
Memberikan informasi mengenai pengetahuan dan sikap masyarakat usia 15 –39 tahun terhadap HIV/ AIDS, agar mencegah timbulnya mitos tidak baik di masyarakat, sehingga tidak terjadi diskriminasi dan stigmasi terhadap ODHA.
2. Bagi Institusi pendidikan Poltekkes Tanjung Karang Prodi Kebidanan Metro.
Sebagai bahan masukan terutama mengenai mitos, diskriminasi dan stigmasi terhadap HIV/AIDS yang ada di masyarakat dan sebagai bahan bacaan serta referensi yang diperlukan bagi penelitian sejenis berikutnya.

Pengetahuan dan sikap ibu tentang pemantauan status gizi pada anak balita di kelurahan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1998 dinyatakan bahwa pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan kualitas Sumber Daya Manusia, serta kualitas kehidupan yang ditandai dengan meningkatnya umur harapan hidup, menurunnya angka kematian bayi, anak dan ibu melahirkan, meningkatnya kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Arahan tersebut menekankan bahwa salah satu faktor penentu kualitas Sumber Daya Manusia adalah gizi (Depkes, 2001).
Kecukupan gizi dan pangan merupakan salah satu faktor terpenting dalam mengembangkan kualitas Sumber Daya Manusia. Hal mana merupakan faktor kunci dalam keberhasilan pembangunan suatu bangsa (AlMatsier, S. 2003).
Pembangunan nasional pada hakekatnya adalah pembangunan manusia seutuhnya, upaya pembangunan manusia seutuhnya harus dimulai sedini mungkin yaitu sejak manusia itu masih berada dalam kandungan dan masa balita. Oleh karna itu, orang tua harus memperhatikan hal-hal yang menunjang kecerdarasan, antara lain kecukupan gizi dalam makanan yang diberikan kepada anak sejak janin atau bayi, bila ingin anaknya cerdas. (Khomsan, A. 2003).
Seorang anak yang sehat dan normal akan tumbuh sesuai dengan potensi genetik yang dimilikinya. Tetapi pertumbuhan ini juga akan dipengaruhi oleh intake zat gizi yang dikonsumsi dalam bentuk makanan. Pertumbuhan fisik sering dijadikan indikator untuk mengukur status gizi baik individu maupun populasi. Oleh karena itu, orang tua perlu menaruh perhatian pada aspek pertumbuhan anak bila ingin mengetahui keadaan gizi mereka. Orang tua sering tidak bisa berbuat apa-apa bila anaknya tidak mau makan. Anak balita memang sudah bisa makan apa saja seperti halnya orang dewasa. Tetapi merekapun bisa menolak makanan yang disajikan tidak memenuhi selera mereka. Oleh karena itu, sebagai orang tua kita juga harus berlaku demokratis untuk sekali-kali menghidangkan makanan yang memang menjadi kegemaran si anak. Nasihat yang paling baik adalah berikan makanan apa saja yang dimaui anak (Khomsan Ali, 2003).
Sementara orang tua terkadang tidak tahu mengapa anaknya yang sehat harus ditimbang setiap bulan. Oleh karena itu, pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan tingkat pengetahuan seseorang. Karena dengan pendidikan yang baik, maka orang tua menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pemberian gizi yang baik, bagaimana menjadi kesehatan anaknya. Pendidikan ibu sangat berperan penting karena dapat berpengaruh terhadap perkembangan gizi anaknya, karena dengan mengetahui status gizi maka diharapkan ibu-ibu dapat mengetahui pertambahan berat badan/gizi balita setiap bulan (almatsier,2003).
Menurut data Biro Pusat Statistik (BPS) 2003 yang dikutip oleh Departemen Kesehatan (DEPKES) 2004, dari sekitar 5 juta anak balita (27,5%) yang kekurangan gizi, lebih kurang 3,6 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang, dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3%).
Status gizi balita di Propinsi Lampung yaitu gizi baik 84,99%, gizi lebih 1,46%, gizi kurang 11,43%, gizi buruk 1,12% (Profil Kesehatan Lampung, 2004).
Data prasurvei yang didapat oleh penulis di Dinas Kesehatan Kota Metro mengenai status gizi balita tahun 2005 adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Data Cakupan Status Gizi Balita Kota Metro 2005
No Nama Kecamatan / Kelurahan Jumlah Balita Diukur Jumlah Anak menurut Status Gizi Persen Status Gizi
Buruk Kurang Baik Lebih Buruk Kurang Baik Lebih
1 Metro Pusat 567 0 52 503 12 0 9,17 88,71 2,11
Yosomulyo
Metro 242
325 0
0 19
33 220
283 3
9 0
0 7,85
10,15 90,9
87,07 0,41
0,3
2 Metro Timur 587 5 43 532 7 0,17 0,17 0,17 0,17
Yosodadi
Tejo Agung 422
164 1
4 24
19 397
135 1
6 0,23
0,6 5,68
11,58 0,23
0,6 0,23
0,6
3 Metro Barat 435 1 52 371 11 0,22 11,95 85,28 2,52
Purwosari 435 1 52 371 11 0,22 11,95 85,28 2,52
4 Metro Utara 359 2 41 304 12 0,55 11,42 84,67 0,27
Purwoasri 359 2 41 304 12 0,55 11,42 84,67 0,27
5 Metro Selatan 120 0 9 107 4 0 7,5 89,06 0,83
Margodadi 120 0 9 107 4 0 7,5 89,06 0,83
Kota Metro 2068 8 197 1817 46 0,048 9,52 87,86 2,22
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Metro, 2005
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa cakupan status gizi balita Kota Metro. Dari jumlah balita yang telah diukur secara antropometri dengan jumlah 2068 balita yang termasuk kedalam status gizi buruk sebanyak 8 orang (0,048%), status gizi kurang 197 orang (9,52%), status gizi baik sebanyak 1817 orang (87,86%) dan gizi lebih 46 orang (2,22%).
Berdasarkan hal tersebut di atas dari lima Kecamatan Kota Metro, Kecamatan Metro Timur masih terdapat lima orang dengan status gizi buruk dan 43 orang dengan status gizi kurang. Untuk itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengetahuan dan sikap ibu tentang pemantauan status gizi pada anak balita di Kelurahan Tejoagung Wilayah Kerja Puskesmas Iringmulyo tahun 2006.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang, maka dapat dibuat rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pengetahuan dan sikap ibu tentang pemantauan status gizi pada anak balita di Kelurahan Tejoagung Wilayah Kerja Puskesmas Iringmulyo tahun 2006?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan dan sikap ibu tentang pemantauan status gizi pada anak balita di Kelurahan Tejoagung Wilayah Kerja Puskesmas Iringmulyo tahun 2006.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya pengetahuan ibu tentang pemantauan status gizi pada anak balita di Kelurahan Tejoagung Wilayah Kerja Puskesmas Iringmulyo tahun 2006.
b. Diketahuinya sikap ibu tentang pemantauan status gizi pada anak balita di Kelurahan Tejoagung Wilayah Kerja Puskesmas Iringmulyo tahun 2006.

D. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang di teliti adalah sebagai berikut :
1. Sifat Penelitian : Studi Deskriptif
2. Obyek Penelitian : Pengetahuan dan sikap.
3. Subyek penelitian : Ibu-ibu yang mempunyai balita
4. Lokasi penelitian : Di Posyandu Tejoagung Wilayah Kerja Puskesmas Iringmulyo.
5. Waktu Penelitian : 8 Mei sampai 13 Mei 2006

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Puskesmas
Sebagai sumbangan pemikiran dalam upaya evaluasi dan pemantauan tentang status gizi di Wilayah Kerja Puskesamas Iringmulyo.
2. Bagi Institusi Pendidikan Program Studi Kebidanan Metro
Sebagai bahan bacaan untuk menambah wawasan mahasiswa di Poltekes Tanjung Karang Program Studi Kebidanan Metro.
3. Bagi Peneliti Lain
Diharapkan dapat menjadi bahan referensi untuk melakukan penelitian-penelitian yang lain atau serupa.

Pengetahuan dan sikap ibu hamil terhadap tanda-tanda bahaya kehamilan di puskesmas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Angka kematian ibu merupakan barometer pelayanan kesehatan ibu disuatu negara. Bila AKI masih tinggi berarti pelayanan kesehatan belum baik (Affandi, 2000). AKI menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002 yaitu 307 per 100.000 kelahiran hidup, angka ini masih merupakan yang tertinggi di ASEAN sedangkan AKI di Provinsi Lampung Pada tahun 2003 sejumlah 98 dari 186.248 ibu (Provil Kesehatan Provinsi Lampung, 2004) dan di Kota Metro AKI pada tahun 2005 adalah sekitar 2 per 2.762 lahir hidup (dinkes kota metro, 2006).
Penyebab kematian ibu di Indonesia yang utama adalah perdarahan (28%), eklampsia (13%), komplikasi aborsi (11%), sepsis (10%) dan partus lama (9%) (www.google.com, 2006). Penyebab itu sebenarnya dapat dicegah dengan pemeriksaan kehamilan (ANC) yang memadai. Dengan melaksanakan ANC secara teratur pada ibu hamil diharapkan mampu mendeteksi dini dan menangani komplikasi yang sering terjadi pada ibu hamil, sehingga hal ini penting untuk menjamin bahwa proses alamiah dari kehamilannya berjalan dengan normal.
Salah satu cara dalam ANC untuk mendeteksi dini adanya komplikasi yang mungkin terjadi selama kehamilan adalah dengan mengenali tanda-tanda bahaya yang sering terjadi pada kehamilan yaitu :
1. Perdarahan pervaginam
2. Sakit kepala yang berlebihan
3. Perubahan visual secara tiba-tiba
4. Bengkak pada kaki dan tangan
5. Nyeri abdomen yang berlebihan
6. Janin kurang bergerak seperti biasanya (Pusdiknakes, 2001)
7. Muntah yang terus menerus
8. Menggigil atau panas badan
9. Disuria
10. Keluar cairan pervaginam (Williams, 1995)
Dalam hal ini bidan dan ibu hamil harus mampu mengenali tanda-tanda bahaya tersebut. Sehingga apabila terdapat salah satu tanda-tanda bahaya tersebut dapat ditangani dengan sesuai, tepat dan akurat.
Data yang didapat di Puskesmas Metro selama periode April – Mei 2006 terdapat 83 ibu hamil. Dari data pra survey dilakukan terhadap 20 orang ibu hamil didapatkan 15 ibu hamil yang belum mengetahui tentang tanda-tanda bahaya kehamilan. Berdasarkan data di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Pengetahuan Dan Sikap Ibu Hamil Terhadap Tanda-Tanda Bahaya Kehamilan Di Puskesmas Metro Tahun 2006”

B. Perumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimanakah pengetahuan dan sikap ibu hamil terhadap tanda-tanda bahaya kehamilan ?”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengetahuan dan sikap ibu hamil terhadap tanda-tanda bahaya kehamilan.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengetahuan ibu hamil terhadap tanda-tanda bahaya kehamilan.
b. Mengetahui sikap ibu hamil terhadap tanda-tanda bahaya kehamilan.

D. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini, ruang lingkup penelitian adalah sebagai berikut :
1. Metode Penelitian : Deskriptif
2. Obyek Penelitian : Pengetahuan dan sikap ibu hamil terhadap tanda-tanda bahaya kehamilan.
3. Subyek penelitian : Ibu hamil yang memeriksakan diri di Puskesmas Metro.
4. Lokasi penelitian : Di Puskesmas Metro
5. Waktu Penelitian : 8 – 13 Mei 2006

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi :
1. Bagi Ibu Hamil
Untuk menambah pengetahuan ibu hamil dalam mendeteksi dini tanda-tanda bahaya kehamilan agar tidak terlambat di bawa ke tenaga kesehatan.
2. Bagi Institusi Tempat Penelitian
Diharapkan bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran dan sebagai bahan masukan terhadap peningkatan pelaksanaan Program KIA, khususnya Antenatal Care (ANC) di Puskesmas Metro.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bahan bacaan dan referensi bagi perpustakaan di institusi pendidikan.

Pengetahuan dan sikap ibu post seksio sesarea tentang mobilisasi dini di rumah bersalin

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Proses kehamilan, persalinan dan nifas tidak senantiasa berlangsung secara fisiologis, dapat pula secara patologis, oleh karena itu pengawasan yang teliti dan terus menerus selama berlangsungnya ketiga proses itu harus dilakukan dengan seksama (Sarwono, 1994 : 795).
Mortalitas dan morbiditas maternal serta perinatal secara khas akan lebih tinggi pada persalinan seksio sesarea daripada persalinan pervaginam dan hal ini sebagian disebabkan oleh komplikasi yang terjadi pada seksio sesarea dan sebagian lagi oleh peningkatan resiko yang berhubungan dengan persalinan perabdominan. Ancaman utama bagi wanita yang menjalani seksio sesarea berasal dari tindakan anestesi, keadaan sepsis yang berat, dan serangan trombo emboli (Cunningham, 1995 : 514).
Mobilisasi merupakan hal yang penting dalam periode pascabedah (Saifuddin, 2002 : U35). Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat nafas dalam, dan menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal (Saifuddin, 2002 : U45). Mobilisasi bukanlah satu-satunya faktor yang penting dalam perawatan pascabedah namun ada beberapa komplikasi pascabedah yang dapat dikurangi dan dicegah dengan melakukan mobilisasi.
Mobilisasi segera tahap demi tahap sangat berguna untuk membantu jalannya penyembuhan penderita. Secara psikologis hal ini memberikan pula kepercayaan pada penderita bahwa penderita mulai sembuh. Mobilisasi berguna untuk mencegah terjadinya trombosis dan emboli. Sebaliknya, bila terlalu dini melakukan mobilisasi dapat mempengaruhi penyembuhan luka operasi. Juga mobilisasi secara teratur dan bertahap serta diikuti dengan istirahat adalah yang paling dianjurkan (Mochtar, 1998 : 157). Mobilisasi (duduk dan jalan) yang cepat adalah untuk mengurangi komplikasi pascabedah, terutama atelektasis dan pneumonia hipostatis (Oswari, 1989 :30).
Berdasarkan data yang terdapat pada Dinas Kesehatan Tingkat II Lampung Tengah diperoleh data ibu bersalin pada periode Januari - Desember 2003 di bawah ini :
Tabel 1. Distribusi Ibu Bersalin di Dinas Kesehatan Tingkat II Lampung Tengah.
No Jenis Persalinan Jumlah Persentase
1.
2.
3. Persalinan normal
Persalinan patologis
Seksio sesarea 18.915
221
142 98,12
1,14
0,74
Jumlah 320 100
Sumber data : Profil Kesehatan Tingkat II Lampung Tengah, 2004.


Data di atas dapat dilihat bahwa persalinan yang diakhiri dengan seksio sesarea dibandingkan dari persalinan patologis ada 64,25%. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan penulis di Rumah Bersalin Puti Bungsu Bandar Jaya didapatkan data sebagi berikut :
Tabel 2. Distribusi Ibu Bersalin di Rumah Bersalin Puti Bungsu Bandar Jaya Periode Januari – Desember 2003
No Jenis Persalinan Jumlah Persentase
1.
2.
3. Persalinan normal
Persalinan patologis
Seksio sesarea 195
80
45 60,94
25
14,06
Jumlah 320 100
Sumber data : Buku Register Persalinan Rumah Bersalin Puti Bungsu Bandar Jaya Tahun 2003.

Analisa dari data di atas didapatkan bahwa dari 320 persalinan (100%) terdapat 195 persalinan normal (60,94%), 80 persalinan patologis (25%) dan 45 persalinan dengan seksio sesarea (14,06%) dengan indikasi partus macet 17 orang (37,78%), Cepalo Pelvic Disease 6 orang (13,33%), Placenta Previa 10 orang (22,22%), Solutio Placenta 3 orang (6,67%), Rupture Uteri 1 orang (2,22%), Gemeli 2 orang (4,44%), letak lintang 3 orang (6,67%) dan Serotinus 3 orang (6,67%). 45 ibu post seksio sesarea tersebut dengan anestesi spinal 100% baru melakukan mobilisasi dini (miring ke kanan dan ke kiri) setelah 24 jam pascabedah.
Berdasarkan uraian dan berdasarkan hasil studi pendahuluan yang diperoleh penulis di atas maka penulis sebagai peneliti sekaligus sebagai salah satu tenaga kesehatan yang ada di Rumah Bersalin Puti Bungsu tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengetahuan dan sikap ibu post seksio sesarea tentang mobilisasi dini di Rumah Bersalin Puti Bungsu Bandar Jaya.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut : Bagaimana pengetahuan dan sikap ibu post seksio sesarea tentang mobilisasi dini di Rumah Bersalin Puti Bungsu Bandar Jaya?

C. Ruang Lingkup Penelitian
Mengingat luasnya masalah dilihat dari berbagai aspek maka penulis membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Sifat Penelitian
Penelitian bersifat penelitian deskriptif.
2. Obyek Penelitian
Pengetahuan dan sikap ibu post seksio sesarea tentang mobilisasi dini di Rumah Bersalin Puti Bungsu Bandar Jaya.
3. Subyek Penelitian
Ibu post seksio sesarea di Rumah Bersalin Puti Bungsu Bandar Jaya.
4. Lokasi Penelitian
Rumah Bersalin Puti Bungsu Bandar Jaya.
5. Waktu Penelitian
24 Mei – 24 Juni 2004

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan memperoleh gambaran tentang pengetahuan dan sikap ibu post seksio sesarea tentang mobilisasi dini.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengetahuan ibu post seksio sesarea tentang mobilisasi dini.
b. Untuk mengetahui sikap ibu post seksio sesarea tentang mobilisasi dini.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Ibu
Menambah dan meningkatkan pengetahuan ibu tentang mobilisasi dini dan menambah kesadaran ibu tentang pentingnya melakukan mobilisasi dini.
2. Bagi Rumah Bersalin Puti Bungsu
a. Sebagai masukan tentang perawatan pada ibu post seksio sesarea.
b. Untuk mengevaluasi kinerja petugas dalam memberikan asuhan kebidanan.
c. Agar petugas dapat menganjurkan dan mengajarkan pada ibu post seksio sesarea untuk melakukan mobilisasi secara dini.
3. Bagi Institusi
Sebagai bahan kajian terhadap teori yang telah diperoleh mahasiswi selama mengikuti kegiatan belajar mengajar di Politeknik Kesehatan Tanjungkarang Program Studi Kebidanan Metro sekaligus sebagai bahan bacaan di perpustakaan institusi pendidikan.
4. Bagi penulis
Menambah wawasan keilmuan dan pengalaman dalam memberikan asuhan pada ibu post seksio sesarea dan merupakan persyaratan untuk menyelesaikan program pendidikan pada Diploma III Kebidanan di Politeknik Kesehatan Tanjungkarang Program Studi Kebidanan Metro.

Pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang tablet tambah darah (Fe) dalam mencegah anemia kehamilan di BPS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Anemia merupakan keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb), hematokrit dan jumlah sel darah merah di bawah nilai normal. Anemia gizi adalah keadaan di mana kadar hemoglobin (Hb), hemotokrit dan sel darah merah lebih dari nilai normal sebagai akibat dari defisiensi salah satu atau beberapa unsur makanan yang esensial yang dapat mempengaruhi timbulnya defisiensi tersebut (Arisman, 2006 ).
Anemia dalam kehamilan yang paling sering di jumpai adalah anemia gizi besi. Anemia gizi merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia. Penyebabnya karena kurangnya asupan zat besi dalam makanan gangguan resorpsi, gangguan penggunaan atau perdarahan. Frekuensi anemia dalam kehamilan di dunia cukup tinggi berkisar antara 10% dan 20% (Prawirohardjo, 2002).
Suplementasi pemberian tablet tambah darah dalam program penanggulangan anemia gizi telah di uji secara ilmiah efektifitasnya apabila dilaksanakan sesuai dengan dosis dan ketentuan. Program pemberian tablet tambah darah pada ibu hamil yang menderita anemia kurang menunjukkan hasil yang nyata. Faktor yang mempengaruhi adalah kepatuhan minum tablet tambah darah yang tidak optimal dan status ibu sebelum hamil sangat rendah, sehingga jumlah tablet tambah darah yang dikonsumsi tidak cukup untuk meningkatkan Hemoglobin (Hb) dan simpanan besi (Depkes RI, 2005)
Tidak mudah menjalankan program suplementasi dengan pil besi terutama ibu hamil. Penyebabnya antara lain sebagian besar sasaran tidak terjangkau oleh program, ibu yang bersangkutan tidak merasakan kebutuhannya karena tidak merasa sakit, efek samping yang dapat menyebabkan ibu enggan minum pil setiap hari, dan kelalaian untuk minum pil setiap hari ( Kalbe, 2008 ).
Seorang wanita hamil yang memiliki kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 10% disebut anemia dalam kehamilan. Dampak kekurangan zat besi pada wanita hamil dapat menyebabkan komplikasi yang lebih serius bagi ibu baik dalam kehamilan, persalinan dan nifas yaitu dapat mengakibatkan abortus, partus prematurus, partus lama karena inertia uteri, perdarahan post partum karena atonia uteri, syok, infeksi intra partum maupun post partum. Anemia berat dengan Hemoglobin (Hb) kurang dari 4% dapat mengakibatkan dekompensatiocordis. Sedangkan komplikasi dapat terjadi pada hasil konsepsi yaitu kematian mudighah, kematian perinatal, prematuritas, cacat bawaan dan cadangan zat besi kurang (Prawirohardjo, 2002).
Mendeteksi anemia dalam kehamilan, menurut Ikatan Bidan Indonesia (2000) ibu hamil harus dilakukan pada kunjungan pertama dan minggu ke-28. Bila kadar Hb <>

Pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang teknik prenatal breastcare postnatal breastcare dan teknik menyusi di RB

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Kehamilan adalah masa yang menggembirakan, bagi calon orang tua dan keluarga. Calon orang tua terutama calon ibu perlu memiliki pengetahuan dan kesiapan untuk hamil, melahirkan dan menyusui anak. Dalam era pembangunan ini menyusui bayi mempunyai arti ekonomi yang besar, dari 214 juta jiwa penduduk Indonesia terdapat kurang lebih 15 juta jiwa anak-anak usia dibawah 2 tahun (Profil Indonesia, 2003). Bila seluruh bayi disusukan sampai usia 2 tahun, maka jumlah ASI yang dihasilkan oleh 15 juta ibu yang menyusukan kurang lebih 15 juta liter per hari. (Rulina Suradi,2002)
Air susu ibu merupakan makanan terbaik untuk bayi yang tidak perlu disangsikan lagi. Disamping zat-zat nutrisi yang terkandung didalamnya, pemberian ASI juga mempunyai beberapa keuntungan yaitu : steril dan aman dari pencemaran kuman, produksi disesuaikan dengan kebutuhan bayi, mengandung zat antibody yang dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh kuman juga virus, serta bahaya alergipun tidak ada.
Selama kehamilan perlu dilakukan persiapan menyusui yang baik, seperti intake nutrisi yang adekuat, pre dan post natal breastcare. Bimbingan pre dan postnatal breastcare merupakan komponen utama sebagai dasar keberhasilan menyusui. Perawatan payudara baik pada masa kehamilan ataupun masa nifas mempunyai tujuan : memelihara kebersihan payudara, melenturkan dan menguatkan puting susu, mengeluarkan puting susu yang masuk kedalam atau datar, dan mempersiapkan produksi ASI (Manuaba, 1998).
Sebaiknya pada masa kehamilan dan masa nifas, ibu hamil telah mendapatkan teknik pre dan postnatal breastcare dari bidan. Bidan sebagai pelaksana pelayanan kebidanan berkewajiban untuk itu, karena bila ibu hamil kurang mengetahui tentang teknik breastcare, akan berdampak payudara tidak terawat sehingga akan bermasalah pada awal masa laktasi seperti puting susu lecet, payudara bengkak, air susu tersumbat. Sebagaimana dilaporkan 57% dari ibu menyusui di Indonesia pernah menderita kelecetan pada putingnya (Soetjiningsih, 2002).
Masalah di atas bila dibiarkan akan berdampak buruk pada bayi. Bayi akan rentan terkena penyakit seperti diare, ISPA dan sebagainya, karena bayi tidak mendapat ASI eksklusif sehingga kekebalan yang terbentuk di dalam tubuhnya kurang sempurna.
Dari hasil pengamatan pada praktek lapangan, bayi yang mendapat ASI eksklusif 6 bulan frekuensi terkena diare sangat kecil, bahkan mulai minggu ke 4 sampai bulan ke 6 bayi jarang defekasi dan sering menjadi keluhan ibu yang datang ke klinik karena bayinya tidak defekasi lebih dari 3 hari. Pada kelompok bayi yang mendapat susu tambahan lebih sering mengalami diare. Dengan demikian kesehatan bayi yang mendapat ASI eksklusif akan lebih baik bila dibandingkan kelompok bayi yang diberi susu formula (Sri Purwati H, 2004).
Pada tahun 2006 jumlah bayi di Lampung Timur berjumlah 9.624 bayi sedangkan jumlah bayi yang mendapat ASI eksklusif hanya berjumlah 2.310 bayi, artinya bayi yang mendapat ASI eksklusif hanya sebesar 24% (Din.Kes Lampung Timur, 2006). Berdasarkan data tersebut diperoleh gambaran masih banyak ibu-ibu yang mengalami kesulitan dalam pemberian ASI pada masa awal laktasi.
Dari survei yang dilaksanakan pada tahun 2002 oleh Nutrition & Health Surveillance System (NSS) kerjasama dengan Balitbangkes dan Helen Keller International di 4 perkotaan (Jakarta, Surabaya, Semarang, Makasar) dan 8 perdesaan (Sumbar, Lampung, Banten, Jabar, Jateng, Jatim, NTB, Sulsel), menunjukan bahwa cakupan ASI eksklusif 4-5 bulan di perkotaan antara 4%-12%, sedangkan dipedesaan 4%-25%. Pencapaian ASI eksklusif 5-6 bulan di perkotaan berkisar antara 1%-13% sedangkan di pedesaan 2%-13%. Pada ibu yang bekerja, singkatnya masa cuti hamil/melahirkan mengakibatkan sebelum masa pemberian ASI eksklusif berakhir sudah harus kembali bekerja. Hal ini mengganggu upaya pemberian ASI eksklusif (asi.blogsom.online, 2007).
Pemberian ASI di Indonesia hingga saat ini masih banyak menemui kendala. Upaya meningkatkan perilaku menyusui pada ibu yang memiliki bayi khususnya ASI eksklusif masih dirasa kurang. Permasalahan yang utama adalah faktor sosial budaya, kesadaran akan pentingnya ASI, pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung PP-ASI, gencarnya promosi susu formula dan ibu bekerja (asi.blogsom.online, 2007).
Sekitar 70% ibu di Indonesia bekerja, ini merupakan salah satu faktor pendukung ibu kurang bisa menyusui bayinya secara eksklusif. Selain itu kesibukan pula menyebabkan ibu tidak sempat melakukan teknik breastcare, sehingga ibu-ibu masih banyak yang mengalami tidak lancarnya pemberian ASI pada masa awal laktasi. Ibu-ibu hamil tidak akan mengalami kesulitan dalam pemberian ASI, bila sejak awal telah mengetahui bagaimana teknik breastcare yang benar (asi.blogsom.online, 2007).
Penelitian Ratna Ardianti (2004), mengenai pengetahuan ibu nifas tentang teknik postnatal breastcare di desa Lehan kecamatan Bumi Agung Lampung Timur dimana 7% dari 42 orang ibu nifas termasuk kategori kurang baik dalam perawatan payudara dan 21% dari 42 orang ibu nifas termasuk kategori kurang baik dalam teknik menyusui.
Berdasarkan hasil prasurvei yang dilakukan penulis di RB Doa Ibu Sekampung pada tanggal 26 Februari 2004 – 04 Maret 2007. Dimana telah ditemukan sekitar 20% dari 23 orang ibu bersalin, mengalami masalah dalam pemberian ASI, yaitu tidak lancarnya pemberian ASI pada awal masa laktasi, dimungkinkan karena faktor ibu-ibu yang belum mengetahui tentang teknik pre maupun postnatal breastcare.
Berdasarkan masalah yang dikemukakan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian “pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang teknik prenatal breastcare, postnatal breastcare dan teknik menyusui di RB Doa Ibu Sekampung tahun 2007“.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah di atas, maka penulis mencoba menyimpulkan masalah tersebut dalam rumusan masalah sebagai berikut “Bagaimana pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang teknik prenatal breastcare, postnatal breastcare dan teknik menyusui di RB Doa Ibu Sekampung?“

C. Ruang Lingkup Penelitian
Di dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang di teliti sebagai berikut :
1. Sifat penelitian : Penelitian ini bersifat deskriptif
2. Obyek penelitian : Pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang teknik prenatal breastcare, postnatal breastcare dan teknik menyusui di RB Doa Ibu sekampung
3. Subyek penelitian : Ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya di RB Doa Ibu Sekampung
4. Lokasi penelitian : RB Doa Ibu Sekampung Lampung Timur
5. Waktu penelitian : Mei-Juni 2007

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk diketahuinya gambaran pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang teknik pre natal breastcare, post natal breastcare dan teknik menyusui di RB Doa Ibu Sekampung
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu hamil tentang teknik pre natal breastcare di RB Doa Ibu Sekampung
b. Diketahuinya gambaran sikap ibu hamil tentang teknik pre natal breastcare di RB Doa Ibu Sekampung
c. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu hamil teknik post natal breastcare di RB Doa Ibu Sekampung
d. Diketahuinya gambaran sikap ibu hamil teknik post natal breastcare di RB Doa Ibu Sekampung
e. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu hamil tentang teknik menyusui di RB Doa Ibu Sekampung
f. Diketahuinya gambaran sikap ibu hamil tentang teknik menyusui di RB Doa Ibu Sekampung
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai sejauh mana pengetahuan dan sikap ibu hamil tentang teknik prenatal breastcare, post natal breastcare dan teknik menyusui serta menambah pengalaman dalam penelitian se rta menerapkan ilmu yang didapat selama mengikuti kuliah.
2. Bagi RB Doa Ibu Sekampung
Sebagai masukan dalam rangka meningkatkan pelayanan ANC yang diberikan di masyarakat khususnya pengetahuan tentang teknik perawatan payudara periode pre natal breastcare dan post natal breastcare di tempat masing-masing guna pemanfaatan ASI eksklusif.
3. Bagi Bidan sebagai Pelaksana Pelayanan Kebidanan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi bidan sebagai pelaksana pelayanan kebidanan agar menggalakkan pre natal breastcare dan post natal breastcare.

Pengetahuan dan sikap dukun terlatih dalam menolong persalinan di wilayah puskesmas

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal merupakan salah satu unsur penentu status kesehatan masyarakat terutama ibu dan anak. Saat ini angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) masih tinggi yaitu 334 per 100.000 kelahiran hidup dan 21,8 per 1.000 kelahiran hidup. (Saifuddin, 2002 : xii).
Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia yaitu perdarahan, infeksi dan eklamsi. Selain itu penyebab tak langsung kematian ibu antara lain adalah anemia, kurang energi kronis dan keadaan empat terlalu yaitu : terlalu muda atau tua untuk kehamilan, terlalu sering hamil dan terlalu banyak anak. Kematian ibu juga diwarnai oleh hal-hal non teknis yang masuk kategori penyebab mendasar, seperti rendahnya status wanita, ketidakberdayaannya dan taraf pendidikan yang rendah. (Saifuddin, 2002 : 6).
Kenyataan menunjukkan bahwa 75% sampai 80% dari penolong persalinan, terutama di pedesaan, masih dilakukan oleh dukun, dapat dipahami bahwa dukun tidak dapat mengetahui tanda-tanda bahaya perjalanan persalinan akibatnya terjadi pertolongan persalinan yang tidak adekuat. Akibat pertolongan persalinan yang tidak adekuat misalnya pertolongan persalinan oleh dukun dapat mengakibatkan terjadinya perdarahan karena pertolongan yang salah, kematian janin dalam rahim, partus lama, ruptur uteri, infeksi berat dan janin mengalami asfiksia, infeksi dan trauma persalinan. (Manuaba, 1998 : 19).
Salah satu kebijaksanaan Departemen Kesehatan untuk mempercepat penurunan AKI dan AKB adalah penempatan Bidan di desa sejumlah 54.120 selama 1989 / 1990 sampai 1996 / 1997. Namun kesadaran masyarakat untuk bersalin di bidan masih relatih rendah, karena dalam lingkungannya dukun merupakan tenaga terpercaya dalam segala hal yang berkaitan dengan reproduksi. (Syaifudin, 2002 : 7). Selain itu juga diadakannya pelatihan dukun – dukun dengan harapan dapat lebih cepat mengenal tanda – tanda bahaya yang ditimbulkan dalam kehamilan dan persalinan, dan segera minta pertolongan kepada bidan. Namun hanya 10-20% saja dukun terlatih yang masih berhubungan dengan Puskesmas atau bidan pemberi pelatihannya, selebihnya sama sekali tidak diketahui cara pertolongannya sesudah dilatih, ataupun tingkat keamanan pelayanan yang diberikan, sehingga perlu dipantau kembali bagaimana pengetahuan dukun - dukun yang sudah terlatih agar ilmu yang telah didapat tetap diterapkan. (Prawirohardjo, 2002 : 13)
Menurut data profil Dinas Kesehatan Propinsi Lampung 2002 bahwa persalinan yang ditolong oleh dukun masih tinggi yaitu sebesar 31.733 (17,33%) dari 183.082 persalinan. Di Kabupaten Tulang Bawang persalinan yang ditolong dukun terlatih sebesar 3.758 persalinan (31%) dari 12.104 persalinan, di wilayah Puskesmas Dayamurni sebesar 99 (12%) dari 831 persalinan, dengan jumlah dukun terlatih bersalin di wilayah Puskesmas Dayamurni sebanyak 45 dukun yang tersebar di 9 desa. Dari 12. 104 persalinan di Kabupaten Tulang Bawang pada tahun 2002 terdapat kematian ibu 5 orang dengan sebab : perdarahan 1 orang, eklamsi 3 orang, dan retensio plasenta 1 orang. Kematian neonatal dengan penyebab asfiksia adalah 12 (24%) dari 50 kematian neonatal.
Mengingat masih banyaknya pertolongan oleh dukun yaitu 12% dan belum konsistennya dalam menerapkan prinsip 3 bersih dalam persalinan oleh dukun. Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti sejauh mana pengetahuan dan sikap dukun terlatih dalam menolong persalinan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut : “bagaimanakah pengetahuan dan sikap dukun terlatih dalam menolong persalinan di Wilayah Puskesmas Dayamurni Kecamatan Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang ?”.

C. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Objek penelitian : pengetahuan dan sikap dukun terlatih dalam menolong persalinan.
2. Subjek penelitian : dukun terlatih di Wilayah Puskesmas Dayamurni.
3. Lokasi penelitian : wilayah puskesmas Dayamurni.
4. Waktu penelitian : Tanggal 4 – 26 Mei 2004

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Memperoleh gambaran tentang pengetahuan dan sikap dukun terlatih dalam menolong persalinan dengan prinsip 3 bersih di Wilayah Puskesmas Dayamurni Kecamatan Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang.
2. Tujuan khusus
a. Diketahuinya pengetahuan dukun terlatih dalam menolong persalinan dengan prinsip 3 bersih di Wilayah Puskesmas Dayamurni Kecamatan Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang.
b. Diketahuinya sikap dukun terlatih dalam menolong persalinan dengan prinsip 3 bersih di Wilayah Puskesmas Dayamurni Kecamatan Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi puskesmas
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam rangka meningkatkan pengetahuan dukun terlatih dalam pertolongan persalinan dalam rangka menurunkan angka kematian ibu dan bayi.
2. Bagi dukun
Menambah pengetahuan dukun dalam menolong persalinan dengan selalu konsisten dalam penerapan prinsip 3 bersih, sehingga diharap dapat membantu menurunkan AKI dan AKB.
3. Bagi peneliti
Diharapkan dapat mengungkapkan informasi yang bermanfaat mengenai tingkat pengetahuan dan sikap dukun terlatih dalam menolong persalinan dengan penerapan prinsip 3 bersih.
4. Bagi istitusi pendidikan
Diharapkan dapat melengkapi bahan bacaan di perpustakaan dan menyempurnakan metode penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya, serta sebagai acuan untuk penelitian sejenis dengan variabel penelitian yang lebih kompleks.

Pengetahuan dan sikap remaja tentang seks pranikah di SMU

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masyarakat menghadapi kenyataan bahwa kehamilan remaja makin meningkat dan menjadi masalah, makin derasnya arus informasi yang dapat menimbulkan rangsangan seksual remaja, dan pada akhirnya mendorong remaja untuk melakukan hubungan seks pranikah dan memberikan dampak pada terjadinya penyakit hubungan seks dan kehamilan di luar perkawinan (Manuaba, 1998).
Suatu survei yang dilakukan pada beberapa negara maju menunjukkan bahwa Amerika Serikat mempunyai angka kehamilan remaja (usia 15 – 19 tahun) sebesar 95/1000, Perancis 44/1000 dengan aborsi 27/1000, Swedia 35/1000 dengan aborsi 15/1000, dan negeri Belanda 15/1000 dengan aborsi 10/1000. angka yang relatif tinggi di Amerika Serikat tersebut menurut Alice Radosh, koordinator pelayanan kehamilan dan pengasuhan anak di kantor Balai Kota New York, disebabkan karena tingkah laku seksual dilakukan dalam masyarakat dengan bebas (Time Cit Sarwono, 1997).
Di Negara yang masih berkembang, aktifitas seksual di kalangan remaja jauh lebih tinggi dari di pedesaan, sebab pengetahuan tentang seks tidak ada sama sekali. Penelitian lain yang menghubungkan perilaku seksual dengan kadar informasi remaja tentang seks dilakukan di Hongkong. Penelitian ini dilakukan terhadap 3917 pelajar dan mengungkapkan bahwa sebagian besar dari mereka memperoleh pengetahuan tentang seks dari surat kabar, majalah atau ceramah-ceramah tentang seks. Hanya 11% yang menyatakan bahwa mereka bertanya kepada orang tuanya, dan inipun hampir tidak ada informasi yang diperoleh (FPA Of Hongkong Cit Sarwono, 1997).
Dalam Kongres Nasional IV perkumpulan ahli Dermatovenerologi (Penyakit kulit dan kelamin) Indonesia, Juni 1983 di Semarang menyebutkan bahwa sebagian besar penyakit kelamin kelas berbahaya asal impor telah melanda remaja umur 16 – 25 tahun baik di kota maupun di pedesaan. (Sinar Harapan Cit Sarwono, 1997). Di kalangan remaja telah terjadi revolusi dalam hubungan seksual menuju ke arah liberalisasi tanpa batas. Kebanggaan terhadap kemampuan untuk mempertahankan kegadisan sampai pada pelaminan telah sirna, oleh karena kedua belah pihak saling menerima kedudukan baru dalam seni pergaulan hidupnya. Informasi yang cepat dalam berbagai bentuk telah menyebabkan dunia samakin menjadi milik remaja. Informasi tentang kebudayaan hubungan seksual telah mempengaruhi kaum remaja Indonesia, sehingga telah terjadi suatu revolusi yang menjurus makin bebasnya hubungan seksual pranikah. (Manuaba, 1998).
Penelitian di negara berkembang melaporkan bahwa 20% sampai 60% kehamilan dan persalinan di bawah usia 20 tahun adalah kehamilan dini dan tidak diinginkan. Pernyataan menteri negara pemberdayaan perempuan bahwa 6 dari 10 wanita yang belum menikah sudah tidak virgin kenyataan ini diperburuk lagi dengan temuan BKKBN bahwa diperkirakan sebesar 750.000 sampai 1.000.000 aborsi ilegal di Indonesia pertahun. Di propinsi Lampung remaja berjumlah 22,6% dari seluruh penduduk dan 9,31% masih mengikuti pendidikan di SMU dan SMK. 17 dari dari 1.375 remaja yang diperiksa secara acak mengalami penyakit menular seksual (PMS). Koran Radar Lampung tanggal 19 Oktober 2001 menampilkan hasil survey terhadap 100 remaja SLTP dan SLTA sebagai berikut : 15 % remaja pernah melakukan hubungan seksual dan 34% pernah melakukan ciuman sampai dengan petting. (Supriatiningsih, 2003). Hasil prasurvey tanggal 30 April 2 Mei 2004 di SMU Negeri 1 Labuhan Maringgai belum pernah ada materi tentang pendidikan seksual sedangkan lebih dari separuh (58%) remaja SMU Negeri 1 Labuhan Maringgai sudah berpacaran.
Kelompok usia remaja (10-15 tahun) merupakan kelompok berpotensi untuk menggagalkan program KB yang sudah tercapai dengan relatif baik. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan-perubahan mendasar dalam sikap dan perilaku seksual dan reproduksi di kalangan remaja. Perubahan-perubahan ini diakibatkan oleh meningkatnya jumlah remaja dan dorongan seks remaja yang reproduksi, tetapi justru lebih banyak dipengaruhi oleh nilai budaya permissive menyebarkan nilai casual sex atau easy sex melalui berbagai media cetak dan audiovisual. Perubahan-perubahan sikap dan perilaku seksual remaja ini pada gilirannya mengakibatkan meningkatnya masalah seksual seperti perilaku seks bebas atau kehamilan yang tidak dikehendaki. (PKBI Pusat, 1998).

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut : Bagaimanakah pengetahuan dan sikap remaja SMU Negeri I Labuhan Maringgai tentang seks pranikah ?

C. Ruang Lingkup Penelitian
Mengingat luasnya masalah dilihat dari berbagai aspek maka penulis ingin membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Obyek penelitian : Pengetahuan dan sikap remaja tentang seks pra nikah
2. Subyek penelitian : Murid SMUN I Labuhan Maringgai
3. Lokasi Penelitian : SMUN I Labuhan Maringgai
4. Waktu Penelitian : Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2004.

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran tentang pengetahuan dan sikap remaja SMUN I Labuhan Maringgai tentang seks pranikah.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk memperoleh gambaran tentang pengetahuan remaja SMU Negeri 1 Labuhan Maringgai tentang seks pra nikah.
b. Untuk memperoleh gambaran tentang sikap remaja SMU Negeri 1 Labuhan Maringgai tentang seks pranikah.

E. Manfaat Penelitian
1. Untuk penulis
Dapat menambah wawasan keilmuan dan pengalaman dalam bidang seks pranikah.
2. Untuk institusi Pendidikan Program Study Kebidanan Metro
Dapat menambah wawasan bagi mahasiswa dan sebagai bahan bacaan di perpustakaan.
3. Untuk institusi pendidikan SMU Negeri 1 Labuhan Maringgai
Diharapkan akan memberi manfaat sebagai bahan masukan untuk dapat merencanakan kegiatan pendidikan Sekolah Menengah Umum (SMU) dengan memasukkan materi pendidikan Seksual dalam konteks intra kurikuler atau ekstra kurikuler.
4. Untuk para remaja
Khususnya remaja SMUN I Labuhan Maringgai diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan wawasan remaja tentang dampak seks pranikah.

Apple Bangun Fitur Facebook Ke Dalam OS

Apple dikabarkan akan membangun fitur Facebook ke dalam sistem operasi iPhone versi yang akan datang.
Seperti dikutip dari Silicon Alley Insider (SAI), fitur Facebook ini akan diumumkan pada keynote Apple Worldwide Developer Conference, yang akan digelar 7 Juni mendatang.




Sumber SAI menyebutkan bahwa Apple setidaknya akan membangun sinkronisasi kontak Facebook ke dalam software iPhone. Dengan demikian, pengguna iPhone bisa menarik kontak-kontak dari Facebook, ke daftar alamat iPhone.

Selain itu, Apple juga mungkin akan mengintegrasikan Facebook Connect langsung ke dalam software developer kit Apple, sehingga para programmer pun bisa langsung menambah fitur-fitur Facebook ke dalam aplikasi mereka.

SAI juga berspekulasi, bahwa Apple juga akan membuat semacam fitur Facebook messaging ke dalam iPhone. Dengan fitur ini pengguna iPhone bisa mengirim pesan Facebook kepada kontak mereka, semudah mengirim SMS.

Hingga kini, Facebook memang merupakan salah satu aplikasi paling populer di iPhone. Oleh karenanya sangat memungkinkan bila Facebook dan Apple menjalin kerja sama yang lebih erat.

Belum lama ini, Facebook juga telah membuat fitur bagi aplikasi-aplikasinya agar bisa melakukan sinkronisasi foto-foto kontak di Facebook dengan iPhone. Sehingga, pengguna iPhone bisa melihat foto profile Facebook orang yang sedang kita hubungi atau menghubungi kita.

Menurut Facebook, sekitar 34,2 juta orang adalah pengguna Facebook aktif melalui aplikasi iPhone. Angka itu kurang lebih setara dengan 10 persen dari 400 juta pengguna Facebook. Apple iTunes juga telah lama menjadi pengiklan di Facebook.

Blog Archive