Saturday, January 23, 2010

Batuk Pilek

Batuk Pilek:

mengenai bayi pilek, dulu sih pernah dibahas mengenai sedot/isep ingus pada bayi dan hal ini tidak dianjurkan karena si orang tua beresiko mentransfer kuman/virus dari mulutnya ke mulut si bayi....nanti malah nularin penyakit ke anak. saya kurang tahu apakah hal ini juga bisa terjadi walau kita menggunakan alat sedot.

tapi ada cara lain, yaitu dengan mengencerkan ingus di hidungnya menggunakan cairan NaCL. NaCL ini nama generiknya dan bisa dibeli di apotik2....tapi kalau tidak nemu, bisa juga yang ada merknya yg kandungannya NaCL, salah satunya breathy. cara penggunaannya mudah, tinggal teteskan saja ke lubang hidungnya....kalau saya sih biasanya 2-3 tetes setiap lubang hidung. selain
itu mungkin bisa juga ditambah dengan balsem untuk bayi di lehernya.

-----
tentang ryzen ini walaupun tertulis tidak dianjurkan < 2 tahun tapi sebenernya berdasarkan penelitian terbaru boleh untuk anak mulai usia 6 bulan dengan indikasi tertentu. yang harus diperhatikan adalah indikasi yang bener buat pemakaian ryzen tersebut lantaran sebagai obat ada efek samping dan secara resmi ga dianjurkan (bukannya tidak boleh) buat usia < 2 tahun.
perlu diketahui, pilek terus menerus bukan pasti alergi, bisa juga pingpong fenomena dan memang ada 4% yang common cold kurang > 2 minggu (seminar batuk). untuk tahu itu alergi atau bukan harus dipelajari baik-baik.

-----
Penggunaan nebuliser untuk batuk-pilek menurut saya berlebihan yah. Kalau gak salah penggunaan nebuliser itu tepatnya untuk anak yang menderita asma dan diagnosa asma sendiri baru bisa ditegakkan ketika anak usia 3 tahun.

Bila anak alergi, tatalaksana utamanya adalah menghindari pencetusnya.....mungkin anaknya alergi dengan udara dingin? bila demikian,coba hindari penggunaan AC, diganti dengan kipas angin atau suhunya jangan terlalu dingin. kalau anak saya lagi pilek, selain saya beri NaCL, terkadang saya siapin tisu yg sudah ditetesin minyak kayu putih, lalu ditaro dekat bantalnya atau sedia baskom air panas yg sudah dicampur dengan transpulmin. baskom air juga gunanya melembabkan udara, krn udara kering lebih mudah mencetus batuk.

sumber: milis SEHAT

"

Seputar Khitan

Seputar Khitan

Q:
Dari brosur tempat khitan itu saya baca bahwa setelah dikhitan anak diwajibkan minum antibiotik yg sudah disiapkan. Pertanyaan saya, apakah antibiotik itu memang wajib diminum ?

A:
-----
khitan kan bedah minor... bedah minro gak butuh antibiotik... lagi pula alatnya kan sudah steril... oh iya jangan yang bakar/laser ya??/
-----

Q:
kalo boleh tanya, emang kenapa klo yg bakar/laser? apakah ada efek sampingnya? krn sekarang banyak sekali sunat2 yg menggunakan laser.

A:
-----
tentang khitan... di amerik dan di beberapa negara di eropa tindakan ini sudah merupakan prosedur medis umumnya dilakukan pada bayi baru lahir dan tdiak ada satupun literatur yang menyebutkan penggunaan kauter/bakar.
pada dasarnya kauter itu dilakukan pada operasi besar dimana digunakan untuk memotong jaringan sekaligus menghentikan perdarahannya... atau untuk menghentikan perdarahan kauter ini bukan untuk kulit...
pada operasi besar untuk membuka kulit itu digunakan pisau bedah... (spanjang ingatan saya waktu stase bedah dulu).
risiko penggunaan kauter adalah terbakarnya glans penis (batang penis) atau bahkan terpotongnya glans penis baik langsung ataupun melalui perantara klem (penjepit) yang terbuat dari logam.

oleh karena itu sunat cara ini sebenarnya sangat tidak dianjurkan.

prinsip sunat adlah srikum sisi yaitu dilakukan pemotongan kulit secara melingkar sedangkan kauter itu secara guiletin (tulisannya gimana ya?) dimana kulit dijept diats glans (batang penis), sehingga resiko kependekan atau kepanjangan atau terbakar atau malah terpotong glansnya lebih besar...

-----
bahasa awamnya sunat laser itu bisa menyebabkan luka bakar tingkat dua (kalo resiko terpotong saya malah baru denger niy dok sereem bener...) karena laser itu tidak didesain untuk jaringan kulit di daerah penis.
Sebenarnya karena sunat merupakan bedah minor bisa dilakukan petugas kesehatan seperti mantri, kalo gak salah koas juga dah bisa mempraktekan sunat (CMIIW dok). Dirumah sakit besar rata2 menerima sunat juga kok.
Apalagi kalo lagi musim libur kayak kemarin suka ada paket sunat yang lebih murah daripada biasanya.

sumber: milis Sehat
"

Metode Glenn Doman

Metode Glenn Doman
Subject: [sehat] REPOST: Metode Glenn Doman

dear sps,..kebetulan pertengahan tahun yang lalu,. pernah dibahas dimilis ini juga tentang metode glen doman ini,, disitu juga sudah dijelaskan panjang lebar oleh ibu julia dan ada beberapa sharing dari sps,..

mudah2an bisa memberikan informasi yang seimbang buat kita dalam mengasuh dan mendidik anak..

buat sps lama,.. sori yaa...

oh iya satu lagi.. kalo sps tertarik dengan metode flash card,...kalo ga salah di web sehat ada lho flashcard,.. jadi sps tinggal print aja (lebih bagus kalo printer-nya berwarna).. trus bisa ditempel di karton or dilaminating..jadi bisa lumayan irit biaya.. (thanks banget niih samabundanya simamat.. hehehe...(

rgds,
-yuli-
mamabumi
=========

PERTANYAAN:

Dear Dr. Wati & SPs?

Mau numpang tanya mengenai metode membaca sambil bermain 'Metode Glenn Doman'?apakah para SPs ada yang punya pengalaman mengenai metode ini ?

Saya ditawari seminar 'Bagaimana Mengajar Balita Membaca Sambil Bermain' pembicaranya : Irene F. Mongkar , Penyelenggaranya : PT Tigaraksa Satria (maaf nyebut nama).

Sebelum daftar mau konsultasi dulu ke milis? siapa tau ada yang bisa kasih masukan mengenai penting hal ini, karena pada dasarnya saya tertarik? tapi takut salah?

Mohon sharingnya ya Dok? dan SP juga tentunya?

Terima Kasih.
Bunda Kayla.
=============
TANGGAPAN:

Yang aku inget dari metoda ini adalah, jangan mengajari anak membaca dengan memperkenalkan huruf. Jadi kita memperkenalkan tulisan AYAH itu bacanya 'ayah' kemudian tulisan BUNDA itu bacanya bunda dan bukan dieja AYAH itu terdiri dari huruf A, Y, A, dan H. Caranya dengan membuat tulisan di karton besar (ukuran 20 x 60 cm, kira-kira) kemudian setiap hari sambil bermain anak-anak diperkenalkan dengan huruf-huruf itu sambil bicara. Misalnya saat flashcard-nya bertulisakan AYAH maka yg ngajarin bilang ayah, trus 5 detik ekmudian ganti dengan flashcard yg lainm begitu seterusnya. Beberapa waktu yg lalu saya sempat meihat di NGC beberapa waktu yg lalu (yg membahas ttg metoda ini) diperlihatkan
seorang ibu yg giat 'mengajari' anaknya dengan memperlihatkan gambar-gambar pesawat tempur dan jenis batu-batu. Selang beberapa tahun kemudian sang anak dites dengan menggunakan flashcard yg dulu digunakan ibunya ternyata sang anak tidak kenal sama sekali gambar-gambar yg ditunjukkan.

Rina rinso

==============
Mbak Yulia bundanya Kayla,
Kalau boleh aku berbagi cerita niii...
terus terang aja, aku tuh gak percaya dah sama metode2 kayak ginian...,buatku hanyalah suatu taktik marketing (apalagi kalo gak salah PT Tigaraksa ini jualan buku yg muahal2 banget kan yah??), and kenapa yah 'jualan' yang kayak ginian selalu marak di Indo, tapi disini gak ngeblooming tuh.. Buatku metode paling tokcer mau ngajarin balita/anak membaca yah baca buku sama2. Tanamkan cinta membaca sejak dini, kalau gak ditanamkan cinta membaca lah percuma aja toh, banyak anak yang sudah bisa membaca tapi males baca, malah lebih milih main playstation or game boy..;o).

Mau sharing aja.. Mamatku (3tahun 7 bulan) sudah bisa membaca simple words (3-4 huruf misalnya cat, dog, dad, shut, door etc)dan tau phonics dari tiap alphabet (a = ah, b= buh, c=keh..etc)dan konsonan sh, ch.
Terus terang aja aku gak pernah ngajarin secara special set time. Aku sama bapaknya membacakan dia buku dari masih newborn banget... apa aja deh gak cuma buku bacaan bayi... kadang catalog belanjaan/supermarket jadi sasaran juga hehehe..(kalo bapae si mamat emang doyan baca buku banget, kalo emake si mamat demennya catalog toko..heheh) sambil mangku si Mamat yang masih bayi banget saat itu, sambil ngeliat catalog supermarket trus aku bilang'
wah Mat, jeruknya lebih murah nih disini (sambil tunjuk gambar jeruk)' sampe suka diledek emaknya mau menularkan hobi belanja ke anaknya hehehe.. Dari dia lahir hingga saat ini tiap malam aku/bapaknya sebelum dia tidur selalu baca buku, sambil baca kita point satu persatu kata2nya, trus sebelum balik ke halaman selanjutnya, kita tanya tuh seputar cerita yang kita baca, dan juga suruh dia tunjuk gambarnya.. misalnya kalo lagi baca buku si Spot the dog, kita tanya 'Spot mana?' atau 'Spot tuh binatang apa?' , or 'Spot lagi ngapain?' Kami ngelakuin ini bukan hanya untuk menanamkan dia jadi cinta membaca tapi juga melatih dia untuk konsentrasi dan menyimak/mengerti apa yang dibacakan. Ke library pun merupakan acara ritual tiap minggu.. Mamat sekarang hobi banget ke library, dia udah bisa pilih buku mana yang dia mau pinjam dan tentunya dia tahu banget harus look after itu buku properly karena minjam.

Karena tiap hari kita selalu membacakan buku, akhirnya mendorong dirinya dia untuk bisa membaca sendiri. Buku favorite pertamanya adalah buku picture dictionary. Pengenalan dia pertama dengan huruf, aku belikan dia poster A-Z yang ada gambarnya misalnya A for Apple, B for Ball.. etc. Trus dia sendiri yang tanya ini huruf apa? baru deh sambil nyanyi lagu abc aku tunjuk hurufnya satu persatu.Selain pengenalan huruf aku merasa pengenalan akan bunyi huruf tersebut sangatlah penting (apalagi dalam bahasa inggris yang nama huruf dengan bunyinya beda).Karena dia sudah tahu semua bunyi huruf, akhirnya mendorong dia untuk mengeja dan merangkai bunyi satu persatu hingga pada akhirnya dia bisa membaca simple word. Inget banget, pertama kali kata yang dia baca adalah CAR. Saat itu kita lewat car park ada sign gede 'CAR PARK' (tanpa gambar mobil tentunya) trus dia sambil tunjuk dia bilan 'mummy, C-A-R spell car!' kaget campur seneng tentunya aku, trus aku tanya lagi, and dia bilang 'keh (C)-ah (A) -er (R).. car!!' wah langsung deh ta cium and tentunya kasih pujian. Sejak saat itu dia semangat banget buat belajar baca.

Soal buku... gak perlu beli buku yang muahal2 koq... or mbak bisa bikin sendiri juga bukunya (jadi deh special book apalagi bikinnya sama2 dengan Kayla).. misalnya ditempelin fotonya mbak trus ditulis 'ini bunda' lalu fotonya Kayla 'ini Kayla', etc.. trus bikin cerita sendiri dehh ;o)

Ok deh.. sorry banget kalau kepanjangan and gak berkenan..

regards,
Shereen

================
Waaahh...Shereen...bagus juga tuh metode pembelajaran ala 'Shereen' simple, murah dan mudah dimengerti..dan idenya untuk membuat buku belajar membacanya sangat bagus sekali... Saya justru lebih setuju jika para orang tua menerapkan pola pembelajaran dengan metode yang Shereen terapkan...

PAPARAFI

===============
halo, sy Martha, mama Kezia (2th). Wah yg beginian rupanya lagi booming dimana-mana. Sy pikir cm di Sby aja. Sampe2 pesat4jatim jd kalah pamor (hiks..sedih).Sekarang ortu berlomba2 membuat anaknya genius (weleh...weleh).

Metode mengajar anak membaca ala Glenn Doman sudah pernah sy ikuti. Bukan latah. Bener. Tapi kok ya penasaran aja. Kayak apa sih? Pembicaranya adalah beliaunya sendiri pengikut Glen Doman di Indo yg notabene pernah mengikuti beberapa pelatihan di sekolah Glenn Doman sono di Philadelphia. Malah sy mengikuti workshopnya seharga 300rb (plus buku) yg dimulai dr jam 9 pagi sampai 7 malam. Metodenya mmg seperti yg dijelaskan oleh mbak Rina. Plus diajarkan jg cara membuat flashcard tsb. Dari jam ke jam sy ikuti, aduh...(maaf) tidak ada sesuatu yg baru yg sy dapat. Apalagi tidak mengacu pada satu teori baku yg reliabilitas&validitas nya sdh teruji (maksud saya mis. berdasar pd teori psikologi y.i tahap perkembangan bahasa).

Ketika ada peserta yg bertanya:'Loh, bu. Kita hanya memberikan/mengajarkan flashcard ini tanpa boleh menguji anak (ga boleh ngulang yg kita ajarin dengan mis:hayo ini apa ya?) darimana kita tau bahwa metode ini berhasil?'
Sang narasumber menjawab (dgn setgh tertawa):'Ya darimana-mana (waduh).Ya pokoknya kita ajarin aja. Kan nggak susah kita cuma butuh beberapa menit aja.Lebih baik diberikan daripada tidak samasekali...bla...bla(membeberkan pengalamannya).'

Disela-sela memberikan presentasinya beliau membawa buku2 yg muahal2 itu dan mempromosikannya. 'Kalo yg ini segini, isinya bagus bgt...bla...bla...Coba kalau anak kita sejak dini uda kita ajarkan dgn....bla...bla...'

Oiya, beliau juga membawa paket flshcard utk dijual seharga ratusan ribu /paketnya. Pdhl hanya cetakan tulisan berwarna merah tanpa gbr. Sy tertegun. Sementara dosen sy pernah berbagi cerita kl beliau ditegur oleh guru anaknya yg baru msk SD karena anaknya belum bisa membaca. Krn dosen sy ini psikolog ya pasti dia punya alasan kuat utk itu. Masa TK kan masa bermain & bermain & bermain. Jd tidak perlulah ngotot hrs bisa baca (tp kurikulum ya yg mengharuskan begitu. Kali perlu direvisi ya?he). Toh pd akhirnya beberapa saat stlh diajarkan anak dosen sy ini bisa lancar membaca. Kembali ke workshop yg sy ikuti. Ketika beranjak sore, sy msh mencoba bertahan&berharap mungkin nanti ada materi yg lebih penting yg akan diberikan.Tp toh sama sj cm penawaran2 buku. Dann...ketika waktu sdh menunjukkan pukul 5.30 pm sy sudah nggak tahan.Sy bergegas pulaaaaang.Kepalasudah mau EXPLODE.Setengah kesal sy injak pedal gas kenceng2 berharap bisa sgr nemui Kezia yg agak demam wkt itu.
Yaa bukannya percaya tidak percaya atau berusaha memberi judgement pd pihak tertentu, tp mungkin bapak/ibu bisa mengambil hikmah dr pengalaman sy. Biarkan anak-anak menikmati masa bermainnya, jingkrak-jingkrak, nyanyi,...dsb..tidak usahlah dipaksakan harus bisa ini dan itu. Semua kan ada masanya. Jgn dijejali melulu.Beri mrk fun jgn kejenuhan. Jgn menciptakan2 robot2.Belajar sambil bermain sgt tdk maslah tp tidak usah memaksa. Apalagi menuntut tinggi2 outcome dr yg kita ajarin. Ajarkan sesuai tahap perkembangannya&jgn paksakan, shg anak2 kita nantinya bisa tumbuh matang, ceria, dan kreatif.

Maaf kepanjangan.

Salam,
martha sitompul

==========

Dear Bapak Ibu,

Mengajarkan membaca anak terlebih anak batita, maksudnya bukan mengajarkan membaca seperti kalau kita mengajarkan anak sekolah. Mengajarkan membaca batita bisa dicari bacaannya di Webnya Zero to Three org, maksudnya kita memperkenalkan pada anak bahwa di dunia ini ada kegiatan membaca dengan cara melatih perilakunya agar ia siap menghadapi kegiatan membaca kelak. Misalnya saja beri ia buku penuh gambar (bukan tulisan), lalu ajak ia bagaimana caranya memperlakukan buku, yaitu buku di taruh dimukanya, lalu lembar demi lembar dibuka. Bukan diuwel uwel apalagi dikunyah kunyah, atau dijejer jadi mobil-mobilan. Dari mana lembaran bisa dibuka, dan bagaimana kita mengajaknya menunjuk gambarnya. Lalu bercerita tentang gambar itu. Hal seperti ini juga akan memperkaya wawasannya. Misalnya ada gambar buah-buahan yang setiap harinya dimakan. Mainan dan alat-alat yang setiap hari digunakan.

Jika ia sudah bisa berkonsentrasi mengikuti cerita (sekitar 2,5 tahun) barulah kita mulai mengajaknya membaca, tetapi bukan ia disuruh membaca, tapi mendengarkan cerita pendek sambil melihat gambarnya.

Untuk bisa belajar, learning process (proses belajar) seorang anak perlu menunggu berbagai hal tumbuh kembangnya sampai mencukupi untuk mendukung belajar membaca, menulis dan berhitung. Mengajar matematika pada bayi kan nonsen?

Jika sejak bayi kita ketahui anak kita ternyata mengalami gangguan perkembangan, nah itu harus kita perhatikan lebih ekstra dan lebih hati-hati, karena ia mempunyai resiko mengalami gangguan belajar. Berbagai tumbuh kembang yang tertinggal atau melenceng perlu kita stimulasi perkembangannya, agar disaatnya seorang anak belajar betulan, ia sudah siap. Contoh, kalau ia mengalami gangguan perkembangan motorik halus, nah anak ini kita latih-latih agar
motorik halusnya berkembang baik, agar saat sekolah tangannya siap untuk menulis.

Salam,
JM
================

Sharing aja nih..

Setuju banget nihma Mbak Shereen n papa Rafi..
Aku terrapin ke Kavin 16,5 bln sama aja kok.. minimal sehari sekali ada acara baca buku bareng? so, anak2 suka n ngerasa diperhatiin.. Pake kartu2 semacam flashcard pernah juga but kurang efektif buat Kavinku yg sukanya ke mana2.. but kalo sama buku2 cerita , VCD, or liat langsung di sekelilingnya suka tuh.. bahkan skarang kalo ada buku pasti Kavin ambil n bilang.. 'cita..cita' maksudnya crita..crita.. minta dicritain getu.. Now, Kavin juga udah ngerti macem2 binatang, alat transportasi, macem org, kosakatanya juga banyak dsb.. n yg aku bias dikit bang atuh kemajuan bicara Kavin lebih dr anak2 sebayanya di komples aku..

Btw, setelah aku banyak belajar dr berbagai seminar n berbagai milis or web2 metode pembelajaran anak yg tepat adalah metode dr otunya sendiri? karna dr metode2 yg diungkapan para ahli tuh gak smuanya bias ditrima oleh masing2 anak.. Ingat anak adalah pribadi yg unik? so, sebagai ortu kita sih seharusnya ngerti metode yg cocok buat anak masing2..

Bukan aku tidak setuju dg metode yg diterpkan para ahli or pakar..but, alangkah baik kita juga tau metode2 tsb tetapi untuk penerapannya perlu disesuaikan dg kemauan n kemampuan anak.. Yg penting dlm mengajari anak harus fun n tanpa paksaan.. kalo udah capek ya udah brenti.. yg perlu lagi juga konsisten dlm mempelajari sesuatu n perlu juga kompak dengan org2 di sekitar anak? biar anaknya gak bingung.. Kalo perlu punya buku khusu buat nyatet perkembangan anak.. so, kita nantinya bias gampang mereview apa yg udah kita jarkan?

Ok deh happy parenting yah..

Uci mamaKavin

============

Dear semuanya,

Metoda ini sudah seliweran bertahunan di milis-milis, tanpa ada yang protes. kalau ada yang protes, yang jualan marah dan ngajak 'berkelahi'.

Untuk bisa tahu apakah metoda ini bermanfaat atau tidak, seharusnya kita mempelajari saja pola tumbuh kembang dan prinsip prinsip perkembangan otak dari sumber yang baik. Saya anjurkan sumber yang baik adalah: dari Zero To Three org. http://www.zerotothree.org/ztt_parents.html. Selain ia juga membahasa berbagai ilmu di luaran (masayarakat yang membingungkan saat ini) betul atau tidak, mereka juga mengeluarkan majalah, buku-buku, dan ada radio web yang bisa kita dengarkan.

Sp's,
Sebetulnya gak susah kok dimana kita bisa berdiri kokoh mengasuh anak kita, tidak dibingungkan dengan berbagai publikasi yang menyesatkan. Kalau saja kita selalu berpatokan bahwa tumbuh kembang anak-anak selalu dipengaruhi oleh masalah nature biologis (genetik) dan nurture pengasuhan. Nature biologis akan senantiasa menjadi blue print anak itu tumbuh, dan nurture (pengasuhan) yang baik akan memaksimalkan potensinya. Sehingga ia akan menjadi anak sebagaimana dirinya. Bukan seperti yang dicita-citakan oleh kita yang justru cita-cita itu seringkali menyimpang dari karakteristik dan pola tumbuh kembangnya, itu kalau kita tidak memperhatikan nature biologisnya.

Ambil contoh, seperti halnya ingin membuat anak menjadi jenius dengan musik mozart yang dipublish bisa meningkatkan sel sel otak tanpa batas. Itu kan engga mungkin karena faktor genetik akan mengendalikan besar, pola dan kecepatan tumbuh kembang.

Glenn Doman dari Human Potensial Institute adalah seorang pencipta ide dari kelompok yang justru tidak melihat faktor nature biologis. Sehingga sajian materinya selalu menggiurkan. Mereka, dengan caranya mencoba seorang anak mempunyai memori yang hebat,memori yang tahan lama (long term tanpa bisa hilang lagi), detil dan tepat, memori fotografis namanya. Itu tah engga normal. Seseorang yang mempunyai memori demikian, sebetulnya akan menjadi anak yang sangat sulit dalam hidupnya. Saya sudah banyak mendongeng tentang memori fotografis di blog ini.
http://si-entong.blogspot.com/2004/08/memori-fotografis-1.html

Sekalipun anak itu jenius, memori fotografisnya akan hilang juga, karena ia mampu berfikir kreatif dan analisis. Jika seorang anak yang mempunyai memori fotografis tapi tidak diikuti dengan kemampuan kreativitas dan analisis, ia akan menjadi anak tidak normal.

Jadi kita musti hati hati ya Bapak Ibu...Kita curahkan waktu dan perhatian kita dalam pola tumbuh kembang yang baik, dalam jalur normal.

Salam,
Julia Maria van Tiel

==============

Nah..Si Ibu pakar udah muncul nih?

Thx Mbak Jul? masukkan Mbak Jul sangat berarti buat aku.. terutama setelah seminar online bebrapa wkt lalu di milis WRM (ingat gak yg sampe benjol2.. n jd rame diskusinya gara2 per?an aku ttg metode pembelajaran yg tepat bai baby..)

Pokoke intinya yg fun2 aja dlm mendidik n mengembangkan potensi anak? serius tapi santai gitu lah.. jangan terlalu ngoyo dg ambisi/ego ortu secara pribadi? Sekali lagi ingat setiap anak tu diciptakan secara unik.. gak bisa disamakan satu sama lain dlm hal pngasuhan or pembelajaran..

n ternyata ok menerapkan teori NATURE + NURTURE.. Kavin aku 16,5 bln jd lebih happy n lebih bisa bekembang sesuai minat n kesukaannya.... suka baca2 gambar n suka nyanyi (walo masih dikit kurang jelas..)

Salam,
Uci mamaKavin

==========
--- In sehat@yahoogroups.com, "ade" wrote:
> Ya, saya sependapat dengan mbak Intan dan mbak Heni.
> Memang pola pembelajaran yang baik menurut saya adalah pola pembelajaran yang diberikan oleh orang tuanya sendiri. Karena orang tuanyalah yang tahu mengenai luar dalamnya si anak.

Setuju pendapat Ibu Ade,
Banyak saran dalam pendidikan anak bahwa pendidikan/pengasuhan itu perlu sesuai dengan:
- pola tumbuh kembangnya
- kulturnya
- logis dan realis

Jangan lupa (Mamakavin gak pernah lupa... he he) bahwa setiap anak akan selalu membawa pengaruh dari nature-nya (genetik sebagai blue printnya) dan nurture-nya (pola pengasuhan).

Jika mau mendongengkan siapa Glenn Doman, panjang dan menarik juga. Di Amerika ia dikelompokkan sebagai orang yang melakukan quackery dan health fraudulent (penipuan dalam bidang kesehatan), karena memperdagangkan programnya untuk menyembuhkan (katanya) anak-anak cacat mental, mental retarded, dan brain damage (yang sebetulnya long live disabilities yah!). Menurutnya bisa disembuhkan. Sehingga banyak orang tua mengambil anaknya dari pendidikan sekolah khusus yang mengajarkan kemandirian dan sosialisasi (menyiasati kemampuan si anak agar ia mampu menyandang gangguan tsb dan mampu hidup di tengah-tengah masyarakat). Anaknya dibawa ke Glenn Doman, tidak boleh sekolah karena harus ditreat 40 jam seminggu (menyita waktu ya?). Hasilnya? Abusing terhadap mental anak menjadi stress, waktu anak tersia-sia untuk mempelajari kemandirian, dan menyikat habis duit orang tuanya, orang tuanya berkelahi kiri kanan dengan saudara, dlst.

Glenn Doman sekarang sudah tua, usahanya diteruskan oleh putrinya Jannet Doman tetapi tetap membawa nama bapaknya. Usahanya engga lagi ke arah anak-anak cacat, tapi mengikuti trend terakhir menjadi The Prodigy Makers (pembuat super baby jenius) dengan dasar teorinya yang justru bertentangan dengan berbagai temuan ilmiah. Para The Prodigy Makers ini juga selalu dicaci maki oleh berbagai fihak termasuk Zero to three org, karena membuat bingung para orang tua dengan berbagai teorinya yang kelihatan ilmiah tetapi ngawur. Lebih seru lagi kalau bisa membaca bukunya Edward F Zigler dengan judul The First Three Years & Beyonds. Disana banyak deh ditampilkan berbagai masalah dan dilema pengasuhan anak batita. Rusuhnya banyak.

Munculnya The Prodigy Makers ini karena adanya program pemerintah US Early Head Start yaitu penyantunan anak-anak berkebutuhan khusus (special needs) dari keluarga miskin. Oleh pemerintah anak-anak ini diberi full screening dan berbagai intervensi dini, maksudnya agar nanti saat usia 5 tahun ia sudah siap secara fisik dan psikis (mental, emosional, percaya diri dlsb)
masuk sekolah (school readiness). Tapi ide pemerintah ini kemudian diplesetkan oleh kelompok The Prodigy Makers yang umumnya pedagang program dan buku itu, untuk mengeruk duit para orang tua yang terkesima oleh ide early intervention ( bukan cuma mulai bayi saja sasarannya, ibu-ibu hamil juga jadi sasaran, disuruh pakai musik di perut, dibacakan buku cerita dlsb) lalu dibohongin saja sekalian oleh mereka. Akhirnya ngetrend deh di dunia. Lagian masak kita mau sih dibohongin orang Amerika itu? Datangnya dari Amerika, dari negara maju, bukan berarti terus bener lho. Kalau sudah banyak warning gitu, ya kita ini ngeh lah ya.... masak mau sih ikutan ditipu. Lagipula negara kita sedang krismon gini... ee kok ya tega...

Di bawah ini ada worning dari Zero to Three:

Salam,
Julia Maria van Tiel

ZERO TO THREE Response to The Myth of the First Three Years

A book entitled The Myth of the First Three Years has been reported on by the news media and has created confusion about the significance of the early years. ZERO TO THREE has developed the following response to help put the book into perspective for parents, policymakers, professionals and others who care about babies and toddlers. As you will see, there is no myth about the importance of the first three years.

www.zerotothree.org/ztt_professionals.html

The Myth of the First Three Years, by John Bruer, is an attempt to redresssome popular misconceptions about the importance to brain development of achild's earliest experiences. The book is an extension of 'Education and the Brain: A Bridge Too Far,' a scholarly article by Bruer that appeared in the November 1997 issue of Educational Researcher. Bruer, who is president of the James S. McDonnell Foundation, which awards $18 million annually for biomedical, educational, and international projects, has no formal training in either neuroscience or child development. But his 'Bridge Too Far' article provided an astute examination of the ways in which recent findings in neuroscience have been blown out of proportion and used to imply that we know how to increase the neural connections in a child's brain and ultimately, the child's intelligence. Take the so-called 'Mozart effect,' for example, the notion that playing classical music, especially Mozart, will boost a child's IQ. This idea was popularized in the press and capitalized on by entrepreneurs selling Mozart CDs for babies and parents, but it has no clear
foundation in science.

However, in The Myth of the First Three Years, a book written for a popular, mass audience, Bruer crosses his own bridge and then burns it,taking his correct observation that the neuroscience of early childhood is,in a sense, in its own infancy, and leaping to the extreme conclusion thatwhat happens to a child in the early years is of little consequence tosubsequent intellectual development. He also suggests that intervening inthe lives of very young children at risk for poor outcomes in school andadulthood will have little or no effect. Nothing could be further from thetruth. We are particularly concerned that readers will come away from this bookconfused about what babies need and what parents can do to encouragedevelopment, and
that policymakers will see Bruer's argument as an excuseto ignore the growing interest and demand for policies and services that support babies, toddlers, and their families.

The Myth of Boosting Baby's Brain

ZERO TO THREE agrees with some of Bruer's assertions. He is right thatscience has just begun to sort out how the trillions of nerve cells in achild's brain are organized during the first three years of life to allow achild to learn to talk, read, and reason. The application of these new andexciting findings has sometimes been exaggerated, particularly by themedia, or used inappropriately to make claims about what parents,educators, and policymakers should or should not be doing.Much of the confusion centers on the notion that the first three years area 'critical period,' defined as a window of opportunity for laying downcircuits in a child's brain or learning a particular set of skills thatcloses irrevocably after a set amount of time. What we know from earlyresearch is that critical periods exist in children only for some verybasic capacities, such as vision, and to a lesser extent for learninglanguage. For example, it has been well-documented that young children canlearn a second language much more easily -- and often with better pronunciation and grammar -- than can adolescents or adults. We agree with Bruer that a child's brain is not even close to being completely wired when the third candle on the birthday cake has been blownout. In fact, brain research suggests the opposite conclusion:

Importantparts of the brain are not fully developed until well past puberty, and thebrain, unlike any other organ, changes throughout life. The human brain is capable of learning and laying down new circuitry until old age. But thisdoes not mean that the first three years are unimportant.

Why the Early Years Are So Important.
While scientists have so far only confirmed a few 'critical periods' in the development of the human brain, there is no doubt that the first three years of life are critical to the growth of intelligence and to latersuccess in adulthood. We know from rigorous psychological and sociological research, and from compelling clinical experience, that early childhood isa time when infants and toddlers acquire many of the motivations and skills needed to become productive, happy adults. Curiously, Bruer turns a blind eye to the immense and crucial social and emotional development that begins during a child's first three years, which provides a foundation for continued later intellectual development.

The importance of the first three years is no myth, and parents and policymakers must not be misled by Bruer's book. Following are a few examples that underscore why and how a child's intellectual development rests on social and emotional skills learned in the early years:

1. Development of Trust
Every person needs to learn to trust other human beings in order to function successfully in society. It is crucial that this sense of trustbegins to grow during the earliest years. While it is certainly possible tolearn this later, it becomes much more difficult the older a child gets.Years of living in an interpersonal environment that is unresponsive,untrustworthy, or unreliable is difficult to undo in later relationships.

Trust grows in infancy in the everyday, ordinary interactions between the child and the significant caregivers. A baby learns to trust through the routine experiences of being fed when she is hungry, and held when she is upset or frightened. The child learns that her needs will be met, that she matters, that someone will comfort her, feed her, and keep her warm and safe. She feels good about herself and about others. Children whose basic needs are not met in infancy and early childhood often lack that sense of trust, and have difficulty learning to believe in themselves or in others. We know this from a multitude of scientific studies, including the research of Alan Sroufe and Byron Egeland, at the University of Minnesota. In a long- term study that followed infants through toddlerhood and into adulthood, Sroufe and his colleagues found that when children were reared within relationships they could count on, they had fewer behavior problems in school, had more confidence, and were emotionally more capable of positive social relationships.

2. Development of Self-Control
From the time a child begins to walk, we can see the progress she is making in mastering an important skill: self-control. Babies do not comeinto the world knowing that nobody likes it when they bite and hit, or grabtoys and food from them; they need help from adults to understand thatthese impulses are not socially acceptable. John Gottman, of the Universityof Washington,
among others, has demonstrated that children who get no help monitoring or regulating
their behavior during the early years, especiallybefore the age of three, have a greater chance of being anxious,frightened, impulsive, and behaviorally disorganized when they reach school. Further, these children are more likely to rely on more violent or other intimidating means to resolve conflicts than their peers who have successfully begun the long process of learning self-control.

3. The Source of Motivation
Another pillar of intellectual development and success in school is motivation. Infants and toddlers develop this through day-to-day interactions with responsive caregivers. Responding to the needs of the child is a powerful process that builds confidence and an inner sense of curiosity. This motivates the child to learn and has direct effects onsuccess in school. The more confident a child is, the more likely she is totake on new challenges with enthusiasm.

The Emotional Foundations of Learning
Trust, self-control, and motivation form the bedrock of a child's intellectual development. Intelligence and achievement in school do notdepend solely on a young child's fund of factual knowledge, ability to read or recite the alphabet, or familiarity with numbers or colors. Rather,
in addition to such knowledge and skills, success rests on children, of whatever background, coming to school curious, confident, and aware of what behavior is expected. Successful children are comfortable seekingassistance, able to get along with others, and interested in using their knowledge and experience to master new challenges.

Bruer is right that there is no magic bullet for making kids smart. But by erroneously focusing exclusively on intellectual achievement, he fails torecognize that all aspects of development affect one another, and that children cannot learn or display their intelligence as well if they
have not developed emotionally and socially. The task for parents and other caregivers who want their children to succeed in school is not to force development. Rather, it is to try to ensure
that the moment-to-momentevents of daily life give babies and toddlers the sense of security,encouragement, and confidence that are the foundation of emotional health. It is this that will ultimately allow them to learn at home, in school andthroughout life.

Dangers of the Book
We are concerned that readers will draw the wrong conclusions. Many parents are likely to be confused by Bruer's message, which contradicts what they may know instinctively about the importance of the first three years. The book may let other parents off the hook -- particularly those parents who aren't willing or able to devote the time and attention that is needed to provide a nurturing environment for babies and toddlers.

Moreover, some parents will be offended by Bruer's assertion that 'mothers who behave in acceptable American middle-class fashion tend to have securely attached children. The challenge is to get more non-complying, mostly minority and disadvantaged, mothers to act in this way.' We know that there are plenty of poor, minority parents doing a marvelous job of raising their children in securely attached relationships. Whether by design or accident, Bruer stigmatizes minority racial and ethnic groups by defining them as the exception to the rule. And just what is 'acceptable American middle-class' parenting? We know of no such thing as a homogeneous approach to parenting and attachment.

Policymakers may come away from Bruer's book with the misconception that efforts to help young children are a waste of money and time. Indeed, it appears that this may be Bruer's intent. For example, he attacks the very modest funding provided for such programs as Early Head Start, a desperately needed initiative that is a drop in the bucket relative to other government programs. Early Head Start was conceived on the basis of ample evidence for
the value of early intervention -- evidence that was gathered long before the hoopla began over neuroscience, but that Bruer conveniently omits from his book.

Pioneering work done in the 1970s by Sally Provence, at the Child Study Center at Yale University provides just one example. Over a period of several years, Provence studied two groups of families with young children who were at risk for poor outcomes in school and adulthood. One group was offered free medical care and high quality day care, which included help in learning to be more responsive parents. The other group received no assistance. Provence found that when the children of both groups reached school age, those who received help missed far less school than the others, were able to learn and retain information more easily, and were more motivated. Their families had fewer children and the births were spaced
farther apart.

Efforts to help all children achieve the basic skills of trust, motivation,and self-control needed for later intellectual and emotional development should not be aimed at creating super-babies, or giving anxious parents one more thing to worry about, or over ambitious parents one more reason to push their children. Our aim should be to ensure that all children reach school age with a solid foundation for learning and relating to others, and that all parents know what they can do to help their children develop. In the last decade, the United States has made important progress in recognizing the needs of young children. Businesses have made efforts to create
family-friendly policies. Government has made efforts to provide services to families. Parents are increasingly interested in how best to encourage and prepare their children. Taking to heart many of the negative messages of The Myth of the First Three Years can only set back those efforts. Our nation's youngest citizens deserve better.
----------------------------------------------------------
----------------------------------------------------------
Readiness and Relationships ? Issues in Assessing Young Children, Families, and Caregivers
By Samuel J. Meisels

School readiness has become a near obsession in this country. Although no agreed-upon definition of readiness exists, children are now being asked to take standardized 'readiness' tests as early as the beginning of first grade. This obsession with readiness has even gone below preschool and kindergarten. Recent years have witnessed an explosion of interest in infants' developing brains. Books and magazines are filled with information on how to 'grow the best brains possible.' Though some of this information is quite good, these publications fuel the view that infants' brains are essentially moldable as long as you intervene early enough, and that if you don't intervene early enough, you've missed the boat.

The critics of this interpretation of brain research complain that brain development is not over at age three, and they are correct. However, that does not free us from an obligation to nurture, support, and seek to advance the development of children during those years. What we do during the first three years is extremely important, even though much more growth and development is still to come.

An essential element of good practice in the first three years is assessment. Assessment should give a picture of the whole child, not just splinter skills and milestones, and it should help to differentiate and expand parents' and providers' perception of their babies. In early childhood, assessment is not the same thing as testing. Assessment should engage us in a process of ongoing discovery. It should be viewed as a collaborative process of observation and analysis that involves formulating questions, gathering information, sharing observations, and making interpretations to form new questions.

Functional Assessment
What does an assessment like this look like at a practical level? My colleagues and I make two assumptions in our work on new assessment tools. The first is that skills and behaviors that have functional applications should be the centerpiece of early intervention. A second is that positive relationships between infants and their primary care providers, both within and outside the family, advance development most effectively. In short, our overall purpose is to enhance relationships by strengthening infant/toddler competence and increasing parental and caregiver knowledge, information, and skills. We can do this through functional assessments.

Functional assessments focus on everyday, naturally occurring behaviors that are easily recognizable. In a functional approach, children do not have to score at a certain level or exhibit a certain type of behavior to achieve a certain acceptable score. Instead, we're trying to help parents and caregivers appreciate children's abilities in the first three years of life and think about how that relates to a whole range of other developmental indicators.

Functional assessments help families and service providers set goals. They also enable families and providers to work together to document accomplishments and identify areas in need of further development. This type of assessment provides a vehicle for families and service providers to learn to observe the child and contribute to the evaluation of his or her growth.
It links intervention with assessment, programs with families, and families with young children's developing competence.

Returning to school readiness, we must begin to think of readiness as much more than a few skills seen in the first few weeks of kindergarten. Consistent with ZERO TO THREE's 'Heart Start Indicators' described in the 1992 Head Start Report, The Emotional Foundations of School Readiness, the characteristics that equip children to come to school with knowledge of how to learn include confidence, curiosity, intentionality, self-control, and the ability to relate, communicate, and cooperate. To attain these readiness skills, children need a sense of self that can only be developed over time and through interactions with trustworthy and caring adults. We believe that functional assessments can contribute to these kinds of relationships.

We have reached a critical moment in the life of Head Start. Besieged by those who advocate a downward extension of K?12 testing practices, Early Head Start must remain strong in its commitment to children, families, and communities. It must remain committed to maximizing meaning in all aspects of its activities, and particularly in assessment. If we can use assessment data to enhance the child' s primary context? the family? then we will have engaged in something meaningful?something that will open the doors to lifelong learning for untold numbers of children.

Sam Meisels is Professor of Education at the University of Michigan-
Ann Arbor. T: 734-763-7306, E: smeisels@....

==============
Selamat sore sp's

sekedar share aja....
karena saya penasaran dengan kecerdasan beliau (Prof. Ken Soetanto) yang menyabet gelar profesor dan empat doktor
(http://tn85.blogsome.com/2005/07/01/profesor-ken-soetanto-arek-suroboyo-peraih-empat-doktor-di-jepang/)

pikiran saya tergelitik ingin tanya ke beliau ...
berikut jawaban dari Ken Soetanto yg di wakili oleh sekertarisnya.

Dear Handadi,

Persilahkan saya Kenny Chen seketaris membalas surat anda. Terima kasih atas perhatiannya pada articlenya Prof. Soetanto. Kami hanya orang biasa dan bekerja keras demi memenui impian kami. Dan kami merasa lucky juga. Persilahkan kami menanyakkan melalui milis mana anda melihat article kami?

Prof. Soetanto selalu mengajarkan kita lumayan banyak juga, tetapi yg kami merasa beliau selalu bekerja keras sekali dan boleh dapat dikatakan tidak pernah berputus asa. Beliau selalu berterima kasih atas segala-galanya, termasuk kegagalan atau kesuksesan.

Pertanyak anda ttg kunci rahasia sebenarnya adalah biasa saja dan susah menjawabnya. Tetapi persilahkan apa yg saya rasa selama bekerja dgn Prof. Soetanto.
1. Untuk ilmu
Hanya mempunyai Goal dan berusaha benar2 dan tekun demi mencapaikan Goalsnya tsb.
2. Keluarga
Berterima kasih atas adanya keluarga. Pengertian dan berani mengalah.
3. Mendidik anak
Menenukan bakatnya si anak serta memberi/membuat kesempatan demi grow. Self esteem adalah sangat penting sekali. Penghormatan pada orang tua juga sangat penting juga. Teman dan pergaulan sangat penting juga. Jadikan anak kita sebagai Lakonnya di study/career/hidupnya.

Semoga ada gunanya.

with all the best,

Kenny Chen

jadi pendapat PapaRafi, Ibu Julia , Ibu Intan, Ibu Heni adalah benar....

saya copy paste lg dari Ibu Dr.drg. Julia Maria van Tiel.

Banyak saran dalam pendidikan anak bahwa pendidikan/pengasuhan itu perlu sesuai dengan:
- pola tumbuh kembangnya
- kulturnya
- logis dan realis

Jangan lupa (Mamakavin gak pernah lupa... he he) bahwa setiap anak akan selalu membawa pengaruh dari nature-nya (genetik sebagai blue printnya) dan nurture-nya (pola pengasuhan).

kebetulan saya pernah baca buku yang lumayan bagus menurut saya Judulnya Dunia Anak/ Memahami Perasaan Anak karangan Hisbullah (kl tidak salah agak lupa maaf...kl perlu besok saya confirm lagi. Insya Allah besok, beliau pemikir dari lebanon)

beliau menyebutkan bahwa...faktor genetik masih bisa di kalahkan oleh faktor lingkungan/kultur yg disebutkan Ibu doktor Julia. kecuali kl kemudain dia tumbuh dan berkembang dengan apa adanya...tentu faktor genetik akan lebih dominan.

kemudian dalam buku tersebut juga betapa beliu sangat tidak setuju dengan pola asuh yang di berikan ke pengasuh (red-babysister)...kecuali..amat..sangat...diperlukan...dan tentu dipilih
pengasuh yang baik....karena akan sangat berdampak pula dalam proses tumbuh kembang anak.

kemudian di buku: (pernah saya posting ke milis ini silakan kalo yang berminat di buka-buka lagi arsip milis tercinta ini)

Einstein Never Used Flash Cards : How Our Children Really Learn- And Why They Need to Play More and Memorize Less by Roberta Michnick Golinkoff (Author), Kathy Hirsh-Pasek (Author), Diane Eyer (Author)
Hardcover: 272 pages ; Dimensions (in inches): 1.15 x 9.39 x 6.38
Publisher: Rodale Press; (October 3, 2003)
ISBN: 1579546951

Itu pesan yang disampaikan dalam buku ini yang ditulis oleh tiga peneliti di bidang psikologi perkembangan. Pesan tersebut didukung oleh berbagai penelitian dalam bidang psikologi perkembangan anak selama 40 tahun belakangan. Tetapi meskipun bukti-bukti penelitian menyatakan demikian, pesan tersebut tampaknya tidak sampai kepada kita, orang tua dan pengasuh anak. Buku ini mengingatkan kita bahwa kita terjebak dalam asumsi yang salah sehingga kita membuat anak-anak kita belajar (dalam konteks akademis) lebih awal dan mengurangi waktu bermain mereka, sementara dalam bermainlah anak-anak belajar banyak.

Sebagai orang tua, kita tentu selalu mengkhawatirkan kesejahteraan anak-anak kita. Salah satu yang kita khawatirkan adalah apakah anak kita akan memiliki keunggulan untuk bersaing di dunia yang semakin kompetitif. Akibatnya kita sangat mengedepankan perkembangan otak anak: susu formula yang kita pilih adalah susu yang mengandung semua zat yang membantu
pertumbuhan otak bayi; kita membelikan mainan yang merangsang intelejensia anak; musik Mozart dan Bach menjadi menu bagi telinga mereka. Begitu anak-anak kita mulai bicara, sebagian dari kita berlomba-lomba memasukkan anak-anak kita ke kelompok bermain dan taman kanak-kanak yang menawarkan pelajaran musik, program dwi-bahasa, mental aritmatika dan berbagai aktivitas lain. Kita merasa bahwa belajar secara mandiri sebagaimana yang telah dilakukan selama ribuan tahun tidak lagi cukup. Kekhawatiran kita menyebabkan anak-anak kita menjadi 'anak-anak yang dibuat tergesa-gesa,' dan mereka pun kehilangan masa kecil ...dst....(selanjutnya => pernah saya posting ke milis ini silakan kalo yang berminat di buka-buka lagi arsip milis tercinta ini).

mohon maaf jika ada yg tidak berkenan....
semata-mata sekedar share saja

semoga bisa menjadi inpirasi buat kita agar anak-anak kita kelak tumbuh dan berkembang sesuai dengan keinginan orang tua masing2.

salam,
-ayahghozanwongcilikbiasayangselaluberusahamenjadiorangtuayangbijak-
'Kesempurnaan Manusia Sejati Bukan Dari Apa Yang Dimilikinya, Tapi Bagaimana Dia.!!!'
=========

sumber: milis Sehat, digest #7542

"

Botulisme

Botulisme

DEFINISI

Botulisme adalah suatu keadaan yang jarang terjadi dan bisa berakibat fatal, yang disebabkan oleh keracunan toksin (racun) yang diproduksi oleh Clostridium botulinum. Toksin ini adalah racun yang sangat kuat dan dapat menyebabkan kerusakan saraf dan otot yang berat. Karena menyebabkan kerusakan berat pada saraf, maka racun ini disebut neurotoksin.
Terdapat 3 jenis botulisme, yaitu :
- Foodborne botulism, merupakan akibat dari mencerna makanan yang tercemar
- Wound botulism, disebabkan oleh luka yang tercemar
- Infant botulism, terjadi pada anak-anak, karena mencerna makanan yang tercemar.

PENYEBAB

Bakteri Clostridium botulinum memiliki bentuk spora. Spora ini dapat bertahan dalam keadaan dorman (tidur) selama beberapa tahun dan tahan tehadap kerusakan. Jika lingkungan di sekitarnya lembab, terdapat cukup makanan dan tidak ada oksigen, spora akan mulai tumbuh dan menghasilkan toksin. Beberapa toksin yang dihasilkan Clostridium botulinum memiliki kadar protein yang tinggi, yang tahan terhadap pengrusakan oleh enzim pelindung usus.

Jika makan makanan yang tercemar, racun masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan, menyebabkan foodborne botulism. Sumber utama dari botulisme ini adalah makanan kalengan.
Sayuran, ikan, buah dan rempah-rempah juga merupakan sumber penyakit ini. Demikian juga halnya dengan daging, produki susu, daging babi dan unggas.

Wound botulism terjadi jika luka terinfeksi oleh Clostridium botulinum. Di dalam luka ini, bakteri menghasilkan toksin yang kemudian diserap masuk ke dalam aliran darah dan akhirnya menimbulkan gejala.

Infant botulism sering terjadi pada bayi berumur 2-3 bulan. Berbeda dengan foodborne botulism, infant botulism tidak disebabkan karena menelan racun yang sudah terbentuk sebelumnya. Botulisme ini disebabkan karena makan makanan yang mengandung spora, yang kemudian tumbuh dalam usus bayi dan menghasilkan racun. Penyebabnya tidak diketahui, tapi beberapa kasus berhubungan dengan pemberian madu.

Clostridium botulinum banyak ditemukan di lingkungan dan banyak kasus yang merupakan akibat dari terhisapnya sejumlah kecil debu atau tanah.

GEJALA

Gejalanya terjadi tiba-tiba, biasanya 18-36 jam setelah toksin masuk, tapi dapat terjadi 4 jam atau paling lambat 8 hari setelah toksin masuk. Makin banyak toksin yang masuk, makin cepat seseorang akan sakit. Pada umumnya, seseorang yang menjadi sakit dalam 24 jam setelah makan makanan yang tercemar, akan mengalami penyakit yang sangat parah.

Gejala pertama biasanya berupa mulut kering, penglihatan ganda, penurunan kelopak mata dan ketidakmampuan untuk melihat secara fokus terhadap objek yang dekat. Refleks pupil berkurang atau tidak ada sama sekali.

Pada beberapa penderita, gejala awalnya adalah mual, muntah, kram perut dan diare. Pada penderita lainnya gejala-gejala saluran pencernaan ini tidak muncul, terutama pada penderita wound botulism.

Penderita mengalami kesulitan untuk berbicara dan menelan. Kesulitan menelan dapat menyebabkan terhirupnya makanan ke dalam saluran pernafasan dan menimbulkan pneumonia aspirasi. Otot lengan, tungkai dan otot-otot pernafasan akan melemah. Kegagalan saraf terutama mempengaruhi kekuatan otot.

Pada 2/3 penderita infant botulism, konstipasi (sembelit) merupakan gejala awal. Kemudian terjadi kelumpuhan pada saraf dan otot, yang dimulai dari wajah dan kepala, akhirnya sampai ke lengan, tungkai dan otot-otot pernafasan. Kerusakan saraf bisa hanya mengenai satu sisi tubuh. Masalah yang ditimbulkan bervariasi, mulai dari kelesuan yang ringan dan kesulitan
menelan, sampai pada kehilangan ketegangan otot yang berat dan gangguan pernafasan.

DIAGNOSA

Pada foodborne botulisme, diagnosis ditegakkan berdasarkan pola yang khas dari gangguan saraf dan otot. Tetapi gejala ini sering dikelirukan dengan penyebab lain dari kelumpuhan, misalnya stroke. Adanya makanan yang diduga sebagai sumber kelainan ini juga merupakan petunjuk tambahan. Jika botulisme terjadi pada 2 orang atau lebih yang memakan makanan yang sama dan di tempat yang sama, maka akan lebih mudah untuk menegakkan diagnosis.

Untuk memperkuat diagnosis, dilakukan pemeriksaan darah untuk menemukan adanya toksin atau biakan contoh tinja untuk menumbuhkan bakteri penyebabnya. Toksin juga dapat diidentifikasi dalam makanan yang dicurigai.

Elektromiografi (pemeriksaan untuk menguji aktivitas listrik dari otot) menujukkan kontraksi otot yang abnormal setelah diberikan rangsangan listrik. Tapi hal ini tidak ditemukan pada setiap kasus botulisme.

Diagnosis wound botulism diperkuat dengan ditemukannya toksin dalam darah atau dengan membiakkan bakteri dalam contoh jaringan yang terluka.

Ditemukannya bakteri atau toksinnya dalam contoh tinja bayi, akan memperkuat diagnosis infant botulisme.

PENGOBATAN

Penderita botulisme harus segera dibawa ke rumah sakit. Pengobatannya segera dilakukan meskipun belum diperoleh hasil pemeriksaan laboratorium untuk memperkuat diagnosis.

Untuk mengeluarkan toksin yang tidak diserap dilakukan:
- perangsangan muntah
- pengosongan lambung melalui lavase lambung
- pemberian obat pencahar untuk mempercepat pengeluaran isi usus.

Bahaya terbesar dari botulisme ini adalah masalah pernafasan. Tanda-tanda vital (tekanan darah, denyut nadi, frekuensi nafas dan suhu) harus diukur secara rutin. Jika gangguan pernafasan mulai terjadi, penderita dibawa ke ruang intensif dan dapat digunakan alat bantu pernafasan. Perawatan intensif telah mengurangi angka kematian karena botulisme, dari 90% pada awal tahun 1900 sekarang menjadi 10%. Mungkin pemberian makanan harus dilakukan melalui infus.

Pemberian antitoksin tidak dapat menghentikan kerusakan, tetapi dapat memperlambat atau menghentikan kerusakan fisik dan mental yang lebih lanjut, sehingga tubuh dapat mengadakan perbaikan selama beberapa bulan. Antitoksin diberikan sesegera mungkin setelah diagnosis ditegakkan. Pemberian ini pada umumnya efektif bila dilakukan dalam waktu 72 jam setelah terjadinya gejala. Antitoksin tidak dianjurkan untuk diberikan pada bayi, karena efektivitasnya pada infant botulism masih belum terbukti.

PENCEGAHAN

Spora sangat tahan terhadap pemanasan dan dapat tetap hidup selama beberapa jam pada proses perebusan. Tetapi toksinnya dapat hancur dengan pemanasan, Karena itu memasak makanan pada suhu 80� Celsius selama 30 menit, bisa mencegah foodborne botulism. Memasak makanan sebelulm memakannya, hampir selalu dapat mencegah terjadinya foodborne botulism. Tetapi makanan yang tidak dimasak dengan sempurna, bisa menyebabkan botulisme jika disimpan setelah dimasak, karena bakteri dapat menghasilkan toksin pada suhu di bawah 3� Celsius (suhu lemari pendingin).

Penting untuk memanaskan makanan kaleng sebelum disajikan. Makanan kaleng yang sudah rusak bisa mematikan dan harus dibuang. Bila kalengnya penyok atau bocor, harus segera dibuang. Anak-anak dibawah 1 tahun sebaiknya jangan diberi madu karena mungkin ada spora di dalamnya.

Toksin yang masuk ke dalam tubuh manusia, baik melalui saluran pencernaan, udara maupun penyerapan melalui mata atau luka di kulit, bisa menyebabkan penyakit yang serius. Karena itu, makanan yang mungkin sudah tercemar, sebaiknya segera dibuang. Hindari kontak kulit dengan penderita dan selalu mencuci tangan segera setelah mengolah makanan.

sumber: milis Sehat
"

SENTUHAN YANG MENYEHATKAN

SENTUHAN YANG MENYEHATKAN

Sentuhan atau pijatan pada bayi dapat merangsang produksi ASI, meningkatkan nafsu makan dan berat badannya. Tindakan ini juga akan mempererat tali kasih orang tua dan anak, serta menjadi dasar positif bagi pertumbuhan emosi dan fisik bayi.

Sentuhan alamiah pada bayi sesungguhnya sama artinya dengan tindakan mengurut atau memijat. Kalau tindakan ini dilakukan secara teratur dan sesuai dengan tata cara dan teknik pemijatan bayi, ia bisa menjadi terapi untuk mendapatkan banyak manfaat buat si bayi yang Anda cintai. Untuk keperluan itu, tidak perlu mengundang dukun pijat bayi sebab pemijatan bisa Anda lakukan sendiri.

Dalam bukunya Pedoman Pijat Bayi, dr. Utami Roesli, Sp.A., M.B.A. menyebutkan, terapi sentuhan (pijat) bisa memberikan efek positif secara fisik, antara lain kenaikan berat badan bayi dan peningkatan produksi air susu ibu (ASI).

Hal itu sudah dibuktikan oleh penelitian T. Field & Scafidi dari Universitas Miami, AS, yang menunjukkan bahwa 20 bayi prematur mengalami kenaikan berat badan 20 - 47% per hari setelah dipijat 3 x 15 menit selama 10 hari. Bayi cukup bulan usia 1 - 3 bulan yang dipijat 15 menit dua kali seminggu selama enam minggu mengalami kenaikan berat badan lebih tinggi dari kelompok bayi yang tidak dipijat.

Bayi yang dipijat mengalami peningkatan tonus nervus vagus-nya (saraf otak ke-10). Ini membuat kadar enzim penyerapan gastrin dan insulin naik sehingga penyerapan terhadap sari makanan pun menjadi lebih baik. Penyerapan makanan yang lebih baik akan menyebabkan si kecil cepat lapar dan karena itu lebih sering menyusu. Akibatnya, produksi ASI akan lebih banyak.

Merasa aman dan tenang

Rene Spitz, dokter anak dan psikiater dari Amerika, melaporkan, bayi yang banyak memperoleh sentuhan, khususnya dari ibu, jarang mengalami simptom hospitalismus (gangguan yang sering dialami bayi yang tinggal di panti asuhan, seperti radang telinga tengah, campak, gangguan usus, dll.).

Pengamatan T. Field seperti dikutip dr. J. David Hull, ahli virologi mulekuler dari Inggris, dalam makalah berjudul Touch Therapy: Science Confirms Instinct, menyebutkan terapi pijat 30 menit per hari bisa mengurangi depresi dan kecemasan. Tidurnya pun bertambah tenang.

Terapi pijat 15 menit selama enam minggu pada bayi usia 1 - 3 bulan juga meningkatkan kesiagaan (alertness) dan tangisnya berkurang. Ini akan diikuti dengan peningkatan berat badan, perbaikan kondisi psikis, berkurangnya kadar hormon stres, dan bertambahnya kadar serotonin.

Meningkatnya aktivitas neurotransmitter serotonin ini akan meningkatkan kapasitas sel reseptor yang mengikat glucocorticoid (adrenalin). Proses ini menyebabkan terjadinya penurunan kadar hormon adrenalin (hormon stres), dan selanjutnya akan meningkatkan daya tahan tubuh.

Lebih dari itu, seperti disebutkan dalam buku Pedoman Pijat Bayi, sentuhan, belaian, dan pijatan akan mempererat ikatan kasih sayang orang tua dengan anak. Terhadap perkembangan emosi anak, sentuhan orang tua merupakan dasar perkembangan komunikasi, yang akan memupuk cinta kasih timbal-balik, dan menjadi penentu bagi anak untuk menjadi anak yang berbudi pekerti dan percaya diri. Lagi pula ia akan merasa aman karena merasa yakin memiliki kasih sayang dan perlindungan dari orang tua.

Untuk kasus tertentu, pijat bayi juga dapat memberikan manfaat tambahan. Bagi pasangan yang masih remaja (teenage parents), pijat bayi mendongkrak rasa percaya diri dan rasa penerimaan atas keadaannya menjadi orang tua, serta meningkatkan harga diri sebagai orang tua. Bagi orang tua angkat, pijat bayi membantu menciptakan ikatan yang lebih kuat dengan bayinya. Mereka akan lebih cepat mengenal dan merasakan bahwa mereka saling terikat dalam satu keluarga.

Untuk mengurangi kolik - yang biasanya ditandai dengan tangis melengking - orang tua dianjurkan memijat bayinya ketika kolik berlangsung, dan setiap kali sebelum bayi tidur. Dengan memijat, interaksi bayi dengan orang tua lebih positif, dan bayi menjadi lebih tenang, serta waktu tidur dan bangunnya lebih teratur.

Pijatan juga terbukti dapat melegakan saluran napas yang menyempit karena asma, mampu mengurangi perasaan gelisah dan depresi sehingga serangan asma berkurang. Bahkan pemijatan pada bayi dari ibu HIV-positif dapat lebih menaikkan berat badan dan meningkatkan perkembangan motorik bayi.

Setiap pijatan berkhasiat

Setiap gerakan yang berkaitan dengan kegiatan mengurut atau memijat memiliki khasiat. Gerakan usapan misalnya, dapat menenangkan anak, sehingga bermanfaat bagi anak yang berpembawaan gugup. Pada anak yang lesu dan malas bergerak, Barbara Ahr, ahli fosioterapi, menganjurkan agar usapan dilakukan sedikit lebih bertenaga dan diarahkan ke jantung. Usapan juga dapat merangsang aliran darah dan getah bening. Anda bisa mengusap-usap bagian punggung, tungkai, atau lengan si kecil.

Mengurut bayi bisa juga dengan gerakan remasan. Remasan, menurut Ahr, berkhasiat pada jaringan penentu kemelaran otot yang terletak pada gelendong jaringan otot. Dengan kata lain, remasan dapat membuat otot bayi menjadi lebih kuat, sekaligus akan lebih melancarkan peredaran darah.

Teknik remasan dilakukan dengan cara bagian tungkai atau lengan dipadatkan atau dimelarkan menggunakan sisi tangan bagian dalam dan sedikit gerakan memeras; mirip gerakan membuat adonan roti.

Teknik kocokan dilakukan dengan cara 'menggulung'
. Tangan diletakkan sejajar dengan anggota badan, sambil mengurut seperti menggulung sosis
atau mengaduk adonan. Teknik ini bermanfaat untuk mengendorkan jaringan.

Cara lain, dengan teknik lingkar. Mula-mula dilakukan usapan, kemudian membuat bentuk lingkaran-lingkaran dengan kedua tangan. Dari lingkaran besar kemudian mengecil. Dengan latihan, lingkaran yang terbentuk akan makin bulat.

Teknik urut lingkar, menurut Ahr, memberikan stimulasi pada permukaan jaringan, bahkan ke bagian jaringan lebih dalam. Hasilnya, aliran darah meningkat dan pembuluh darah lebih lebar.

Semua teknik urut (usapan, remasan, kocokan, dan gerakan lingkar) bisa saling melengkapi. Bila dikerjakan secara lengkap, hasilnya akan lebih baik.

Pemijatan bisa dilakukan oleh ayah, ibu, nenek, atau anggota keluarga lain. Penelitian di Australia membuktikan, bayi yang dipijat ayahnya berat badannya cenderung naik dan hubungan dengan ayah makin baik. Bahkan bayi yang dipijat sejak usia empat minggu, ketika mencapai usia 12 minggu, akan lebih responsif.

Kapan boleh mulai dipijat?

Dalam buku Pedoman Pijat Bayi, dr. Utami Roesli menyebutkan bahwa pijat bayi dapat dilakukan segera setelah bayi lahir. Jadi, dapat dimulai kapan saja sesuai keinginan. Bayi akan mendapat keuntungan lebih besar bila pemijatan dilakukan tiap hari sejak lahir sampai usia enam atau tujuh bulan.

Pemijatan dapat dilakukan pagi hari sebelum mandi. Bisa juga malam hari sebelum bayi tidur sehingga bayi dapat tidur lebih nyenyak. Tindakan pijat dikurangi seiring dengan bertambahnya usia bayi. Sejak usia enam bulan, pijat dua hari sekali sudah memadai.

Sebelum memijat, pastikan tangan Anda bersih dan hangat. Periksa kuku dan perhiasan untuk menghindari goresan pada kulit bayi. Bayi sudah makan atau benar-benar tidak sedang lapar. Tapi jangan memijat segera setelah bayi selesai makan.

Yang juga penting diperhatikan, jangan membangunkan bayi hanya untuk dipijat. Jangan memijat bayi yang sedang tidak sehat, atau tak mau dipijat. Tidak boleh memaksakan posisi pijat tertentu pada bayi.

Sebelum pemijatan hendaknya disiapkan lebih dulu handuk, popok, baju ganti, dan baby oil atau baby lotion. Bayi dibaringkan di atas permukaan kain yang rata, lembut, dan bersih. Pilih ruangan yang nyaman, hangat, dan tidak pengap untuk kegiatan ini. Lakukan secara menggembirakan bagi Anda maupun si bayi.

Sebelum memijat, perlu dilakukan gerakan pembuka berupa sentuhan ringan di sepanjang sisi wajah bayi dan mengusap-usap rambut kepala, sambil diajak berbicara. Sebelum dan selama pemijatan, kulit bayi perlu sesering mungkin dilumuri baby oil atau baby lotion.

Awalnya dilakukan sentuhan ringan dan lembut. Kemudian secara bertahap ditambahkan tekanan pada sentuhan itu, terutama bila bayi sudah mulai menerima pijatan itu. Bila bayi menangis, tenangkan dulu sebelum pemijatan dilanjutkan. Kalau tangisnya makin keras, pemijatan sebaiknya dihentikan. Mungkin bayi minta digendong, disusui, atau mengantuk.

Selama pemijatan, pandanglah mata bayi dengan penuh kasih sayang. Lewat kontak pandang, Anda bisa belajar mengenali reaksi anak dan bisa mengamati penerimaan kegiatan memijat ini oleh anak. Anda pun dapat sekaligus menetapkan takaran pijatan yang pas untuk bayi Anda. Untuk menciptakan suasana tenang, ada baiknya sambil bersenandung atau memutar lagu lembut.

Tak ada ketentuan baku tentang lamanya pemijatan. Namun berdasarkan pengalaman, untuk seluruh tahap pemijatan secara lengkap perlu disediakan waktu khusus minimal 15 menit. Setelah selesai, dr. Utami Roesli menyarankan, bayi perlu dimandikan agar merasa segar dan bersih dari lumuran baby oil. Hindarkan mata bayi dari percikan minyak atau baby oil.

Kegiatan mengurut bayi tidaklah menuntut keterampilan khusus. Pada awalnya mungkin kurang sempurna, namun kalau makin sering dilakukan, akan ditemukan pijatan dengan intensitas yang pas untuk bayi Anda.

Selamat mencoba. (dr. Audrey Luize/Rye)

sumber: milis Sehat digest #7524

"

Beda Tempra Forte & Tempra Syrup

Beda Tempra Forte & Tempra Syrup

Dear Rahmi
hehehe ....
ini kan pelajaran di pesat ya dan di file fever kan ada ya dosis buat obat demam

1. dosis parasetamol adalah 10-15 mg/kg BB
Kalau anakmu beratnya 16kg, maka kebutuhannya akan parasetamol adalah 16 x 10 = 160 mg

2. Kalau kamu memilihnya tempra sirup maka setiap 5 ml tempra mengandung 160 mg parasetamol
Jadi, anakmu butuhnya ya memang 5 ml
Ambil batas bawah saja toh tujuan pemberian obat demam bukan untuk menormalkan suhu
Hanya untuk menurunkan 1-2 derajat saja

Apalagi kan parasetamol memang aman dengan catatan jangan overdosis.

3. kata forte = double strength ... kira2 gitu lah
jadi kalau tempra forte ... setiap 5 ml mengandung 250 mg

nah, memang sebaiknya kalian menghitung saja sendiri dosis parasetamolnya

kalau boleh urun rembug
ya jangan dobel dosis ya

wati

----------------

loh kan di milis sering di share soal isinya dumin hehehe
hayooo email yang dibaca yang mana aja hayooo

ya jangan dong
kan di file demam juga dinyatakan bahwa tingginya demam bukan berarti
penyakitnya parah

kan jadi kebanyakan parasetamolnya tuh

sebetulnya tak dianjurkan pemberian melalui anus karena kadarnya di darah
justru fluktuatif
lebih baik paraseta,mol minum
kecuali anaknya muntah2

kan belum 72 jam toh
sebenrnya takut apa ya?
kalau boleh tahu ....
pusing kenapa?
jangan2 yang pusing justru anakmu kebanyakan dikasih obat dan yang
mestinya dia istirahat di rumah malah dibawa ke sana sini buat 'berobat'

wati

sumber: milis Sehat, digest #7528 & #7529
"

TETAPLAH TENANG JIKA ANAK KEJANG DEMAM

TETAPLAH TENANG JIKA ANAK KEJANG DEMAM
Kejang demam banyak dialami anak balita yang memiliki sifat bawaan mudah mendapatkan gangguan kesehatan tersebut. Tidak seperti epilepsi, pencetus kejang demam pada umumnya demam tinggi. Bila kejang demam terjadi, tenanglah. Namun bila serangan itu berlanjut lebih dari lima menit, segeralah mencari bantuan dokter.

Orangtua mana pun biasanya panik bila tiba-tiba anak balitanya mengalami stuip atau kejang demam. Pada umumnya, mereka segera mencari sendok makan yang dibalut saputangan bersih, lalu gagang sendok diselipkan diantara gigi atas dan bawah. Tujuannya agar jalan napas tetap terbuka dan lidah si anak tidak tergigit sewaktu kejang.

Upaya lain, menurunkan suhu badan dengan cara membalurkan cairan alkohol ke bagian dada, tengkuk, dan dahi si anak. Sedangkan secara tradisional dengan mengusapkan tumbukan bawang merah dicampur jeruk nipis dan sedikit minyak kayu putih pada dada serta perut si anak.

Apakah semua tindakan ini memang berkhasiat?

Menurut dr. Dwi P. Widodo, neurolog anak RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, dalam seminar 'Kejang Demam pada Anak' beberapa waktu lalu, tindakan awal yang mesti dilakukan adalah menempatkan anak pada posisi miring. Tidak perlu memasukkan apa pun di antara gigi. Dr. M.V. Ghazali, dokter spesialis anak RS Pondok Indah Jakarta, dalam seminar yang sama menambahkan, anak yang sedang demam tinggi jangan diselimuti dengan selimut tebal, karena malah akan menambah demamnya akibat pembebasan panas dari dalam tubuh terhambat. Selain itu, pakaian yang kencang hendaknya dilepaskan.

Mengoleskan alkohol juga bisa menurunkan demam, tetapi kurang dianjurkan karena dikhawatirkan bisa mengenai mata. Bagi yang tidak tahan pada baunya, anak cukup dikompres air hangat suam-suam kuku dengan harapan saat air hangat menguap, panas dari tubuh si anak ikut terangkat. 'Sikap kita harus tetap tenang,' tambah dr. Dwi. 'Namun bila kejang tidak berhenti setelah lima menit, sebaiknya anak segera dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat'.

Sederhana dan kompleks

Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2 - 4% dari jumlah penduduk di AS, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun di Asia dilaporkan penderitanya lebih tinggi. Sekitar 20% di antara jumlah penderita mengalami kejang demam kompleks yang harus ditangani secara lebih teliti. Bila dilihat jenis kelamin penderita, kejang demam sedikit lebih banyak menyerang anak laki-laki.

Penderita pada umumnya mempunyai riwayat keluarga (orangtua atau saudara kandung) penderita kejang demam. Perkembangan anak yang sering mengalami stuip sering agak terlambat, mempunyai masalah pada masa neonatus (saat baru lahir), serta kadar natrium serum darah rendah.

Faktor risiko utama yang umum menimpa anak balita usia 3 bulan - 5 tahun ini adalah demam tinggi (di atas 38 oC). Bisa diakibatkan oleh misalnya infeksi tenggorokan atau infeksi lain seperti radang telinga, campak, cacar air, dll. Yang paling mengkhwatirkan kalau demam tinggi tersebut merupakan gejala peradangan otak, seperti meningitis atau ensefalitis.

Dalam keadaan demam, kenaikan suhu tubuh sebesar 1 oC pun bisa menyebabkan kenaikan metabolisme basal (jumlah minimal energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi vital tubuh - Red.) sebanyak 10 - 15%, sementara kebutuhan oksigen pada otak naik sebesar 20%.

Pada anak balita, aliran darah ke otak mencapai 65% dari aliran seluruh tubuh (pada orang dewasa hanya 15%). Sebab itu kenaikan suhu tubuh lebih mudah menimbulkan gangguan pada metabolisme otak. Sehingga akan mengganggu keseimbangan sel otak yang menimbulkan terjadinya pelepasan muatan listrik yang menyebar ke seluruh jaringan otak. Akibatnya terjadi kekakuan otot yang menyebabkan kejang tadi.

Wujud kejang dapat pula berupa mata berbalik ke atas disertai kekakuan atau kelemahan. Atau, terjadi gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan.

Serangan pada umumnya timbul pada awal kenaikan suhu tubuh dan berlangsung kurang dari 10 menit. Kejang seluruh tubuh ini akan berhenti dengan sendirinya setelah mendapat pertolongan pertama. Setelah itu anak tampak capek, mengantuk, dan tidur pulas. Begitu terbangun kesadaran sudah pulih kembali.

Dr. Dwi menguraikan bahwa kejang demam dibedakan atas dua macam. Pertama, kejang demam sederhana, yang berlangsung kurang dari 15 menit dan sama sekali tidak menimbulkan kerusakan otak ataupun membahayakan jiwa si anak. Yang kedua, demam kompleks, yang berlangsung lebih dari 15 menit dan bisa terjadi lebih dari satu kali dalam 24 jam.

Pada umumnya pada kejang demam kompleks, si anak mempunyai kelainan neurologi atau riwayat kejang dalam keluarganya. Karena serangannya lebih lama, maka harus segera ditanggulangi. Bila tidak, adakalanya bisa mengakibatkan kerusakan otak. Kejang yang berlangsung lama dan terus menerus bisa mengganggu peredaran darah ke otak, kekurangan oksigen, kekurangan keseimbangan air dan elektrolit yang dapat mengakibatkan pembengkakan otak.

Bukan epilepsi

Indikasi perawatan di rumah sakit pada anak dengan kejang demam tergantung keadaan klinis dan keluarganya. Pada serangan kompleks, sebaiknya memang anak diobservasi di ruang gawat darurat selama beberapa jam untuk dievaluasi. Pada umumnya kondisi akan pulih setelah penyebab demam diketahui dan diobati.

'Namun, kalau keadaaan tidak stabil, misalnya ada kecurigaan penyebab lebih serius, sebaiknya dirawat,' pesan dr. Dwi. 'Sekitar 16% anak akan mengalami rekurensi dalam 24 jam pertama walaupun adakalanya belum bisa dipastikan apakah anak akan mengalami kejang kembali'.

Untuk mencegah serangan pada seorang anak dengan bawaan kejang demam, begitu anak mengalami demam yang terpenting secepat mungkin usahakan turunkan suhu badannya, dengan cara memberi obat penurun panas atau kompres. Selain itu perbanyak minum air putih.

Dokter pada umumnya juga akan memberikan resep obat pencegah kejang pada anak dengan bawaan demikian. Sehingga begitu si anak mengalami demam, obat bisa segera diberikan. Obat seperti diazepam dan phenobarbital dapat digunakan untuk mencegah serangan ulang, meskipun bukan jaminan penuh. Sebab, seperti diakui dr. Dwi, sampai saat ini, belum ada pengobatan yang aman dan efektif. Dengan alasan itu pula obat hanya diberikan selama demam, tidak boleh berlebihan. Pemberian berlebihan dikhawatirkan bisa menimbulkan efek samping. Kalau pemberian obat tidak mempan, hendaknya segera diteliti apakah ada penyebab lain yang lebih serius.

Sementara itu, anak terus dimonitor suhu badannya, karena dalam 16 jam pertama kemungkinan serangan ulang masih besar. Apalagi, kadangkala suhu yang tidak terlalu tinggi pun bisa memicu kejang demam.

Untuk mengetahui suhu badan, dr. Ghazali menganjurkan penggunaan termometer air raksa saja, karena kerjanya paling sederhana dan akurat. Caranya dengan memasukkan sebagian ke mulut, dijepitkan di ketiak, atau dimasukkan anus, selama lima menit. Sebelumnya, air raksa dalam termometer harus diturunkan sampai di bawah suhu normal dengan cara mengapitkan selama beberapa kali.

Lalu, apa beda kejang demam dengan kejang epilepsi? Pada epilepsi, tidak disertai demam. Epilepsi merupakan faktor bawaan yang disebabkan karena gangguan keseimbangan kimiawi sel-sel otak yang mencetuskan muatan listrik berlebihan di otak secara tiba-tiba. Penderita epilepsi adalah seseorang yang mempunyai bawaan ambang rangsang rendah terhadap cetusan tersebut. Cetusan bisa di beberapa bagian otak dan gejalanya beraneka ragam. Serangan epilepsi sering terjadi pada saat ia mengalami stres, jiwanya tertekan, sangat capai, atau adakalanya karena terkena sinar lampu yang tajam.

Memang, menurut survai ada sekitar 15% kasus epilepsi yang didahului dengan gejala kejang demam. Namun, kurang dari 5% anak kejang demam berkembang menjadi epilepsi.

Yang penting, para orangtua disarankan tetap waspada terhadap kemungkinan serangan kejang demam. Kalau serangan datang, orang tua hendaknya tetap tenang. Sebab emosi atau kebingungan tidak akan menyelesaikan masalah dengan cepat! (Nanny Selamihardja)

sumber: nakita
"

PERNYATAAN PB PAPDI TENTANG MALPRAKTIK MEDIS

PERNYATAAN PB PAPDI TENTANG MALPRAKTIK MEDIS

Dalam menanggapi masalah malpraktik medis akhir-akhir ini, PB PAPDI dengan ini menyatakan sebagai berikut :

1. Bahwa sebagaimana Ikatan Dokter Indonesia (IDI), PB PAPDI juga mengacu kepada pengertian malpraktik medis sebagaimana yang dianut oleh the World Medical Association (adopted by the 44th World Medical Assembly, Marbella,, Spain, September 1992), yaitu 'medical marpractice involves the physician's failure to conform to the standard of care for treatment of the patient's condition, or lack of skill, or negligence in providing care to the patient, which is the direct cause of an injury to the patient', yang bila diterjemahkan secara bebas berarti 'malpraktik medis meliputi kegagalan dokter mematuhi standar pelayanan medis, atau kekurang-cakapan, atau kelalaian dalam memberikan pelayanan kepada pesien, yang merupakan penyebab langsung dari cedera pada pasien'.

2. Bahwa perlu dibedakan antara malpraktik medis dengan 'untoward results' yang merupakan salah satu bentuk Kejadian Tak Diharapkan (adverse events) yang terjadi pada tindakan / pelayanan medis yang bukan akibat kesalahan dokter, sebagaimana diingatkan oleh WMA, yaitu 'An injury accurring in the course of medical treatment which could not be foreseen and was not the result of the lack of skill or knowledge on the part of the treating physician in untoward result, for which the physician should not bear any liability' (suatu cedera yang terjadi dalam suatu tindakan medis, yang tidak dapat dibayangkan / diperkirakan sebelumnya dan bukan sebagai akibat dari kekurang-cakapan di pihak dokter adalah suatu kemalangan, untuk mana dokter tidak bertanggung-jawab secara hukum).

3. Bahwa PB PAPDI sangat prihatin dengan maraknya pemberitaan dugaan malpraktik medis akhir-akhir ini yang memberikan kesan seolah-olah mutu pelayanan kedokteran di Indonesia sangat buruk, sehingga dapat menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat luas kepada pelayanan kedokteran di Indonesia, yang pada akhirnya akan merugikan masyarakat sendiri.

4. Bahwa PB PAPDI tidak menutup mata kemungkinan adanya beberapa dokter yang melakukan malpraktik medis karena berbagai sebab, namun PAPDI tetap percaya bahwa sebagian besar dokter adalah para professional yang sangat menghormati etika kedokteran dan menjalankan profesinya dengan kemurnian niat dan kesungguhan kerja.

5. Bahwa PB PAPDI bersama IDI telah dan sedang melakukan berbagai upaya strategis guna mencegah timbulnya malpraktik medis dan juga mencegah kerugian masyarakat dalam arti luas. Upaya-upaya sebagai berikut:

a. Bersama-sama dengan Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia dan Ikatan Rumah Sakit Pendidikan Indonesia mengembangkan dan mengawasi pelaksanaan pendidikan kedokteran yang sesuai dengan standar, yang menjamin para lulusan dokter memiliki kompetensi yang standard dan memadai.

b. Bersama-sama dengan Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia dan Ikatan Rumah Sakit Pendidikan Indonesia mengadvokasi terselenggaranya pendidikan etik kedokteran yang dimulai lebih dini, lebih bersifat pemberian prinsip penalaran dan latihan membuat keputusan etis, hingga ke etika klinik dan bioetika kedokteran.

c. Bersama-sama dengan Dinas Kesehatan Propinsi dan Kota / Kabupaten memantau dan menegakkan penerapan etika, standar profesi dan standar pelayanan kedokteran.

d. Bersama-sama dengan seluruh komponen masyarakat melakukan pendidikan masyarakat tentang adanya resiko yang dapat timbul pada tindakan medis dan operatif, dan kemungkinan adanya cedera atau kematian yang terjadi sesudah tindakan medis atau kuratif tersebut yang tidak dapat diduga sebelumnya atau tidak dapat dicegah.

e. Bersama-sama dengan seluruh komponen masyarakt melakukan pendidikan dan penyadaran masyarakat tentang perlunya dokter memperoleh informed consent (persetujuan setelah penjelasan) dari pasien atau walinya sebelum melakukan tindakan medis atau operatif, kecuali dalam keadaan gawat-darurat.

f. Mengembangkan program advokasi publik guna memperlihatkan betapa sulitnya menerapkan layanan kedokteran yang baik dengan pembiayaan yang terbatas. Oleh karenanya, diperlukan adanya sistem pembiayaan pelayanan kedokteran (asuransi kesehatan sosial) yang akan menjamin pelayanan kesehatan masyarakat secara adil, merata dan terjangkau serta lebih bermutu.

g. Menerapkan dan melaksanakan sepenuhnya Undang-Undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran beserta Peraturan Pelaksanaanya, termasuk penegakan disiplin profesi kedokteran.

h. Mengembangkan kebijakan dan program pelatihan remedial (re-schooling) bagi para dokter yang dinyatakan memiliki kekurangan dalam pengetahuan ataupun ketrampilan praktik kedokteran.

6. Bahwa PB PAPDI bersama IDI akan melakukan langkah-langkah dalam menghadapi penyelesaian kasiuns-kasus dugaan malpraktik medis, sebagai berikut:

a. Mengadvokasi cara-cara penyelesaian kasus dugaan malpraktik medis yang efektif dan efisien, melalui cara-cara mediasi yang dapat diterima dan cara yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Mengajak untuk menghindari pemberitaan yang tidak berimbang dan tidak proporsional tentang dugaan malpraktik medis.

c. Mengajak untuk menghindari cara-cara pengajuan tuduhan dan gugatan yang kasar dan tidak santun, baik yang dilakukan oleh kelompok masyarakt tertentu, media massa atau pun ahli hukum.

d. Membantu memberikan perlindungan hukum bagi dokter yang pasiennya mengalami cedera akibat untoward results (kemalangan) yang bukan akibat malpraktik.

e. Telah dilaksanakan sosialisasi medikolegal berupa 'Road Show' oleh PB PAPDI kepada para dokter khususnya anggota PAPDI, untuk tahun 2007 telah dilaksanakan di Surabaya, Medan, Palembang, Bandung dan Semarang. Selanjutnya akan dilanjutkan Road Show ke Yogyakarta dan Makassar.

Dewan Penasehat Hukum PB. PAPDI

AMANDEL BISA MENURUNKAN KECERDASAN

AMANDEL BISA MENURUNKAN KECERDASAN

Jika amandel terlalu besar dan tak dioperasi, akan mengganggu perkembangan anak. Selain menurunkan kecerdasan, juga bisa timbul komplikasi tak ringan, bahkan menularkan penyakit pada orang lain.

Kita sering mendengar tentang penyakit amandel, entah dari cerita ibu-ibu, teman kerja, kerabat, atau yang lain. Katanya, jika anak sering minum es, makan cokelat, dan sebagainya, nanti bisa kena penyakit amandel. Kalau sudah begitu, biasanya anak jadi bodoh, tak mau makan, sering demam, sering nyeri menelan. Katanya lagi, untuk sembuh harus dioperasi.

Tanggapan orang tua pun beragam bila anaknya dicurigai kena penyakit amandel. Ada yang tak peduli dan menganggap sepele, ada pula yang langsung panik. Sebenarnya, apa, sih, penyakit amandel? Benarkah penyakit ini bisa membuat anak jadi bodoh? Bagaimana pula penangannya? Nah, berikut ini penjelasan ahlinya, dr. H. Djoko Srijono Sp.THT dari RSIA Hermina Jatinegara Jakarta. Yuk, kita simak bersama!

PENGENAL JENIS KUMAN

Amandel atau dalam istilah ilmu kedokteran disebut tonsil adalah bagian dari organ tubuh yang berbentuk bulat lonjong menyerupai bakso, melekat pada dinding kanan-kiri dari tenggorok. Jadi, di tenggorok ada dua buah amandel. Jika si kecil diminta membuka mulutnya lebar-lebar, kita bisa melihat amandel itu di tenggorok.

Sebenarnya masih ada satu amandel lagi yang disebut adenoid, terletak di rongga belakang hidung. Tentu kita tak bisa melihatnya secara langsung karena letaknya yang tersembunyi.

Setiap anak pasti punya amandel karena memang diperlukan oleh tubuh. Pasalnya, amandel merupakan bagian dari sistem yang membentuk kekebalan tubuh manusia (sistem imunitas). Pada bayi baru lahir, kekebalan tubuhnya masih sangat lemah, karena kekebalan yang diwariskan ibunya amat sedikit. Hingga, untuk pertahanan tubuhnya, bayi harus membentuk kekebalannya sendiri yang disesuaikan dengan jenis-jenis penyakit yang ada di lingkungan
sekitarnya.

Biasanya sebagian besar penyakit yang akan menyerang manusia ditularkan lewat udara pernafasan atau makanan. Nah, baik udara pernafasan maupun makanan yang masuk ke tubuh manusia, keduanya pasti lewat tenggorok dimana di sana terletak amandel. Di sinilah amandel berfungsi sebagai radar atau sensor untuk mengenali jenis kuman yang masuk ke dalam tubuh bersama udara atau makanan.

Selanjutnya tubuh akan membuat kekebalan sesuai informasi yang diberikan oleh amandel, disebut imuno-globulin. Mungkin Ibu dan Bapak pernah mendengar istilah IgA (imuno-globulin A), IgG, IgM. Itulah sistem kekebalan yang dibentuk oleh tubuh anak untuk menghadapi penyakit yang akan menyerangnya. Jadi, pada saat kanak-kanak, amandel diperlukan untuk giat bekerja. Tak heran bila akan terlihat amandelnya besar.

KECERDASAN MENURUN

Yang jadi masalah, jika amandelnya terlalu besar (hipertropi) karena berarti sudah merupakan penyakit. Sebab, amandel yang terlalu besar akan menghalangi makanan dan udara yang lewat tenggorok. Padahal, makanan yang cukup diperlukan untuk pertumbuhan badan anak dan organ tubuh; sedangkan otak juga perlu oksigen yang cukup dari udara pernapasan untuk keperluan metabolisme.

Amandel yang menghalangi jalan makanan akan menunjukkan gejala sulit makan pada anak. Jika dipaksakan, ia muntah. Tentunya, kalau anak sulit makan, pertumbuhan tubuhnya akan terhambat. Hingga, bila dibandingkan dengan anak lain seusianya, akan terlihat lebih kecil.

Sedangkan amandel yang menghalangi jalan napas, menunjukkan gejala mendengkur pada anak saat tidur. Bahkan yang berat, anak tiba-tiba terbangun dan tergagap-gagap saat tidur lelap akibat sulit bernafas. Hal ini terjadi karena saat tidur lelap, otot-otot tenggorok menjadi sangat rileks hingga amandel yang sudah terlalu besar itu akan menutup tenggorok secara total. Akibatnya, jalan napas pun tertutup.

Nah, tertutupnya jalan napas ini selain menimbulkan gejala tadi, juga menyebabkan anak kekurangan oksigen. Akibatnya, jaringan tubuh dan otak tak bisa berfungsi maksimal. Itu sebab, anak yang amandelnya terlalu besar akan terlihat lesu, lemas, kurang afktif, dan suka mengantuk. Daya pikirnya pun akan terganggu lantaran otaknya tak bisa berfungsi maksimal, hingga kecerdasannya bisa menurun.

SARANG INFEKSI

Selain amandel yang terlalu besar, amandel juga bisa menjadi sarang infeksi atau dalam ilmu kedokteran disebut fokal infeksi. Bila dilihat dengan mikroskop, pada amandel terdapat banyak kantong-kantong yang disebut kripte. Kripte ini dilapisi oleh kulit yang tebal. Nah, penyakit yang terbawa udara atau makanan dapat masuk dan bersarang di sana hingga menjadi sarang infeksi.

Dengan demikian, jika badan lemah- -mungkin akibat badan lelah, makan es batu atau makanan lain yang merangsang-, sarang infeksi di amandel akan menyebarkan bakteri ke sekitarnya, hingga terjadilah infeksi akut. Anak menjadi demam, nyeri tenggorok, batuk, dan tak mau makan. Hal ini akan selalu terjadi berulang walaupun telah berobat secara rajin ke dokter. Mengapa? Karena memang sarang penyakitnya ada di amandel.

OPERASI YANG TERBAIK

Untuk amandel yang membesar, sampai sekarang belum ada obat yang mampu mengecilkannya. Begitu pula amandel yang menjadi sarang infeksi, antibiotik juga tak dapat membasmi. Antibiotik, kan, biasanya diminum, lalu beredar ke seluruh tubuh, baru kemudian sampai ke amandel. Nah, di amandel, antibiotik tak dapat menembus kulit kripte yang tebal hingga sarang infeksi di dalamnya tak dapat terbasmi.

Jadi, dapat disimpulkan jalan terbaiknya adalah operasi. Sekali dioperasi amandel tak akan tumbuh lagi. Dengan demikian, tak ada lagi hambatan terhadap jalan napas dan makanan. Sarang infeksi pun terbasmi.

Biasanya operasi dilakukan saat penyakitnya tenang. Jika masih dalam keadaan infeksi akut, dokter akan mengobatinya dulu dengan antibiotik sampai penyakitnya tenang.

Operasi amandel sebenarnya sederhana saja. Anak akan dibius dan amandelnya diambil dengan cara dikelupas (disseksi), tanpa dilakukan irisan dengan pisau. Waktu yang diperlukan untuk operasi pun tak lama, kurang lebih 20-30 menit. Penyembuhan biasanya juga cepat, pada anak kurang lebih 3-7 hari, pada orang dewasa 7-14 hari.

TAK MEMPENGARUHI KEKEBALAN

Kendati amandel amat diperlukan tubuh, namun tak akan mempengaruhi kekebalan tubuh anak jika amandelnya dioperasi. Jadi, bukan berarti setelah amandelnya dibuang, si kecil lantas tak punya kekebalan lagi, lo.

Pasalnya, kala bayi baru lahir (yang sistem kekebalannya masih rendah), amandel bersama sistem tubuh yang lain aktif bekerja membentuk kekebalan tubuh. Sedikit demi sedikit sampai akhirnya mencapai kadar normal pada kira-kira usia 3 tahun, dan di usia kurang lebih 5 tahun kadarnya telah berada di atas normal.

Karena kadar kekebalannya telah cukup, setelah usia 5 tahun fungsi amandel secara berangsur-angsur akan berkurang dan akhirnya memang tak diperlukan lagi. Ini terbukti dari pengamatan berlanjut, setelah anak usia 8 tahun, jika amandelnya tak bermasalah, maka secara perlahan-lahan amandelnya akan mengecil. Hingga, di usia kurang lebih 17 tahun, sering amandel susah dilihat lagi karena saking kecilnya. Namun bila amandelnya bermasalah, maka
amandelnya tak akan menghilang walaupun sampai dewasa.

Penelitian yang dilakukan pada anak yang dioperasi amandel di usia 5 tahun atau lebih juga menunjukkan, kadar kekebalan tubuhnya tak pernah menurun sampai di bawah normal. Artinya, operasi amandel yang dilakukan pada anak usia 5 tahun atau lebih adalah aman dan tak akan mempengaruhi kekebalannya.

BISA MENULAR

Jadi, Bu-Pak, jika amandel tak bermasalah, nantinya akan mengecil sendiri tanpa perlu dioperasi. Namun bila bermasalah, seperti sudah diuraikan di atas, akan menghambat jalan napas dan makanan karena amandelnya terlalu besar. Hingga, bila tak dioperasi, akan lebih besar kerugiannya daripada manfaatnya.

Belum lagi jika timbul komplikasi seperti abses pada amandel atau tenggorok (tonsil/peri tonsiler abses), congek (otitis media), sinusitis, bronchitis, dan sebagainya. Bahkan dapat menyerang organ penting tubuh lainnya yaitu jantung (penyakit jantung rematik) maupun ginjal (glomerulo nephritis akuta).

Selain itu, amandel dengan sarang infeksi dapat menularkan penyakit pada anak kepada teman atau saudara dekatnya. Penyebaran terjadi lewat udara pernapasannya. Jadi, bila penderita amandel dibiarkan tak diobati dengan benar, bukan tak mungkin dapat menular ke anggota keluarga yang lain, seperti adik atau kakaknya.

Dengan kata lain, jika amandel bermasalah dan dioperasi, akan jauh lebih menguntungkan bagi perkembangan anak yang optimal. Juga anggota keluarganya tentu karena tak akan tertular penyakit.

ADENOID MEMBUAT TULI

Pada adenoid, masalah yang kerap dijumpai juga ukurannya yang berkembang terlalu besar hingga menyumbat jalan napas lewat hidung. Akibatnya, anak jadi bernapas lewat mulut.

Bila ini berlangsung lama, terang dr. Djoko, akan mempengaruhi pertumbuhan wajah dan rahang atas. 'Langit-langit tumbuh lebih cekung ke atas, gigi rahang atas akan maju atau mronggos, dan mulut selalu terbuka hingga wajah anak terkesan seperti anak bodoh. Wajah demikian ini dinamai wajah adenoid.'

Selain itu, adenoid yang membesar juga akan mendesak saluran eustacheus hingga menjadi tersumbat. Akibatnya akan terbentuk cairan di ruang telinga tengah dan selanjutnya menyebabkan tuli ringan. Maka jangan heran bila anak dipanggil atau diajak bicara akan kurang memberikan respon.

Penanganannya juga harus melalui operasi. Caranya, dikerok lewat mulut tanpa diiris dengan pisau. Operasinya sering dilakukan bersama-sama dengan operasi amandel. (nakita)
"

'Massage' menolong bayi tidur lebih nyenyak

'Massage' menolong bayi tidur lebih nyenyak

Berita terbaru baik diketahui oleh orang tua yang masih memiliki bayi. Para ahli menyebutkan bahwa dengan tindakan pemijatan atau 'massage' dapat membantu bayi baru lahir tidur lebih nyenyak serta mengurangi kebiasaan bayi menangis.

Massage juga dapat memperkecil kadar stres pada bayi dan membuat hubungan yang lebih dekat antara bayi dan orang tuanya, mereka menyebutkan.

Dari penelitiannya mereka mengatakan bahwa bayi usia kurang dari enam bulan yang rutin di massage ternyata juga dapat menurunkan kadar hormon stres 'kortisol' dibandingkan bayi yang tidak pernah mendapatkan pijatan.

Suatu tim peneliti dari Warwick Medical School dan Institute of Education dari University of Warwick, meneliti 9 macam gerakan massage yang diterapkan kepada 598 bayi usia dibawah 6 bulan.

Bayi menerima pijatan dari orang tuanya, sebelumnya orang tua dilatih oleh tenaga kesehatan profesional sehingga setelah bayi tersebut di massage , mereka mendapatkan manfaat yang efektif.

Temuan hasil penelitian tersebut salah satunya disebutkan bahwa massage dapat mempengaruhi keluarnya hormon tidur melatonin, dimana dengan hormon tersebut bayi dapat memiliki pola tidur yang teratur.

Hal lain lagi yang disebutkan adalah dengan tindakan massage tersebut terjalin hubungan yang lebih baik antara bayi dan ibunya.

Angela Underdown yang memimpin penelitian ini mengatakan, efek dari tindakan massage ini adalah mengendalikan hormon stres, sehingga tidak mengejutkan bila terbukti bayi yang diteliti, memiliki efek seperti mudah tertidur dan relaksasi.

(Idionline/Kalbe Farma)

sumber: milis Sehat digest #7519
"

Blog Archive