Menurut Darmin, redenominasi hanya merupakan penyederhanaan penyebutan satuan harga maupun nilai mata uang. Artinya, pecahan mata uang disederhanakan tanpa mengurangi nilai uang tersebut. Karena itu, setelah melalui tahap sosialisasi pada 2011-2012, pada 2013-2015 ada masa transisi. Pada saat itu BI mengedarkan uang baru hasil redenominasi. Karena itu, pada periode itu beredar dua jenis uang, yakni uang lama seperti yang beredar saat ini dan uang baru.
Dengan redenominasi tiga angka nol, BI akan mengedarkan uang baru Rp 1 yang nilainya sama dengan uang lama Rp 1.000. Masyarakat nanti bisa pergi ke bank untuk menukarkan uang lama Rp 1.000 yang diganti dengan uang baru Rp 1. Jika menukarkan uang lama Rp 100.000 diganti dengan uang Rp 100. Nilai keduanya sama. Untuk uang baru, BI berencana menuliskan kata 'UANG BARU' di kertas uang. Untuk pecahan kecil, akan ada uang baru berupa koin atau logam dengan pecahan sen.
Selanjutnya, mulai 2019 kata-kata 'UANG BARU' yang ada di uang baru dihilangkan. Dengan demikian, Indonesia akan memiliki mata uang baru yang angkanya lebih kecil. Menurut Darmin, meski terdengar agak ribet dan butuh waktu lama, redenominasi sangat bermanfaat untuk menyederhanakan pembayaran. Sebab, saat ini pecahan Rp 100.000 merupakan pecahan uang terbesar kedua di dunia, di bawah pecahan 500.000 dong Vietnam dalam satu lembar.
http://www.dedisnaini.com/2010/08/redenominasi-rupiah-tahun-depan-bi.html