Monday, January 4, 2010

Upaya peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak

BAB I
PENDAHULUAN



1.1. Latar Belakang

Berdasarkan UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, Kesehatan ibu dan anak yang selanjutnya disingkat KIA adalah pelayanan kesehatan ibu dan anak yang meliputi pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, keluarga berencana, kesehatan reproduksi, pemeriksaan bayi, anak balita dan anak prasekolah sehat. 1
Kesehatan ibu dan anak (KIA) di Tanah Air selalu saja menjadi masalah pelik yang tak kunjung membaik keadaannya. Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak tersebut diyakini memerlukan kondisi sosial politik, hukum dan budaya yang kondusif. Untuk itu, penggunaan instrumen hak azasi manusia dianggap perlu untuk menjamin ketersediaan dukungan itu. Situasi kesehatan ibu dan bayi baru lahir di Indonesia sama sekali belum bisa dikatakan menggembirakan. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002/2003 angka kematian ibu di Indonesia masih berada pada angka 307 per 100 ribu kelahiran. Tingginya angka kematian ibu dan bayi sebesar 307 per 100 ribu kelahiran hidup, menjadi salah satu indikatornya buruknya pelayanan kesehatan ibu dan anak. Kendati berbagai upaya perbaikan serta penanganan telah dilakukan, namun disadari masih diperlukan berbagai dukungan. 1, 12, 13

Angka Kematian Ibu (AKI) menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 1994 masih cukup tinggi, yaitu 390 per 100.000 kelahiran. Penyebab kematian ibu terbesar (58,1%) adalah perdarahan dan eklampsia. Kedua sebab itu sebenarnya dapat dicegah dengan pemeriksaan kehamilan (antenatal care/ANC) yang memadai. Walaupun proporsi perempuan usia 15-49 tahun yang melakukan ANC minimal satu kali telah mencapai lebih dari 80%, tetapi menurut SDKI 1994, hanya 43,2% yang persalinannya ditolong oleh tenaga kesehatan.
Persalinan oleh tenaga kesehatan menurut SDKI 1997, masih tetap rendah, di mana sebesar 54% persalinan masih ditolong oleh dukun bayi.

Usia kehamilan pertama ikut berkontribusi kepada kematian ibu di Indonesia. Data Survei Kesehatan Ibu dan Anak (SKIA) 2000 menunjukkan umur median kehamilan pertama di Indonesia adalah 18 tahun.
SDKI 1997 melaporkan 57,4% Pasangan Usia Subur (PUS) menggunakan alat kontrasepsi dan sebanyak 9,21% PUS sebenarnya tidak ingin mempunyai anak atau menunda kehamilannya, tetapi tidak memakai kontrasepsi (unmet need). Krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan 1997 menjadi sebab utama menurunnya daya beli PUS terhadap alat dan pelayanan kontrasepsi. 1,12,13

Demikian pula dengan penyakit-penyakit yang diderita oleh ibu hamil seperti anemia, hipertensi, hepatitis dan lain-lain dapat membawa resiko kematian ketika akan, sedang atau setelah persalinan. Baik masalah kematian maupun kesakitan pada ibu dan anak sesungguhnya tidak terlepas dari faktor-faktor sosial budaya dan lingkungan di dalam masyarakat dimana mereka berada. Disadari atau tidak, faktor-faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti konsepsi-konsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab-akibat antara makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan, seringkali membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap kesehatan ibu dan anak. Pola makan, misalnya, pacta dasarnya adalah merupakan salah satu selera manusia dimana peran kebudayaan cukup besar. Hal ini terlihat bahwa setiap daerah mempunyai pola makan tertentu, termasuk pola makan ibu hamil dan anak yang disertai dengan kepercayaan akan pantangan, tabu, dan anjuran terhadap beberapa makanan tertentu. 1

1.2. Tujuan
• Menerangkan usaha-usaha apa saja yang dapat dilakukan dalam peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


2.1. ANGKA KEMATIAN IBU
2.1.1. Definisi
Angka kematian ibu adalah jumlah kematian ibu akibat proses reproduktif per 100.000 kelahiran hidup. 9
Kematian ibu adalah kematian perempuan pada saat hamil atau kematian dalam kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lamanya kehamilan atau tempat persalinan, yakni kematian yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan, terjatuh dll (Budi, Utomo. 1985). 10
Kemudian kematian ibu dapat diubah menjadi rasio kematian ibu dan dinyatakan per 100.000 kelahiran hidup, dengan membagi angka kematian dengan angka fertilitas umum.
Rumus :

Dimana:
Jumlah Kematian Ibu yang dimaksud adalah banyaknya kematian ibu yang disebabkan karena kehamilan, persalinan sampai 42 hari setelah melahirkan, pada tahun tertentu, di daerah tertentu.
Jumlah kelahiran Hidup adalah banyaknya bayi yang lahir hidup pada tahun tertentu, di daerah tertentu.
Konstanta =100.000 bayi lahir hidup
Sebab-sebab umum kematian ibu yaitu :
• Perdarahan
• Hipertensi
• Infeksi
Perdarahan yang dapat menyebabkan kematian ibu terdiri atas perdarahan post partum, perdarahan berkaitan abortus, perdarahan akibat kehamilan ektopik, perdarahan akibat lokasi plasenta abnormal atau ablasio plasenta (plasenta previa dan absupsio plasenta), dan perdarahan karena ruptur uteri.
Hipertensi yang dapat menyebabkan kematian ibu terdiri atas hipertensi yang diinduksi kehamilan dan hipertensi yang diperberat kehamilan. Hipertensi umumnya disertai edema dan proteinuria (pre eklamsia). Pada kasus berat disertai oleh kejang-kejang dan koma (eklamsia).
Infeksi nifas atau infeksi panggul post partum biasanya dimulai oleh infeksi uterus atau parametrium tetapi kadang-kadang meluas dan menyebabkan peritonitis, tromboflebitis dan bakteriemia.
Alasan menurunnya angka kematian ibu :
• Transfusi darah
• Anti mikroba
• Pemeliharaan cairan elektrolit, keseimbanngan asam-basa pada komplikasi-komplikasi serius kehamilan dan persalinan.

Angka Kematian Bayi (AKB) adalah banyaknya kematian bayi berusia dibawah satu tahun, per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu.
Cara menghitungnya :

Dimana:
AKB = Angka Kematian Bayi / Infant Mortality Rate (IMR)
D 0-<1th hidup =" Jumlah" k =" 1000" natal ="Angka" 1bulan ="Jumlah" hidup ="Jumlah" k =" 1000"> 42 minggu
2. Bayi dengan berat badan tahir <> 4000 gram
3. Bayi besar atau kecil untuk umur kehamilan
4. Bayi dengan riwayat penyakit neonatus yang berat atau dengan kematian saudaranya.
5. Bayi dengan keadaan lahir yang buruk (nilai Apgar 0-3 pada menit pertama) atau yang memerlukan resusitasi dikamar bersalin
6. Bayi lahir dengan penyakit infeksi, adanya riwayat penyakit selama kehamilan, ketuban pecah dini, riwayat masalah sosial yang berat seperti kehamilan dimasa remaja, tidak adanya perawatan prenatal, hampir tidak ada kenaikan berat badan selama kehamilan, lama tidak mempunyai bayi, mempunyai 4 atau lebih anak sebelumnya, ibu yang mempunyai anak pertama pada usia 35 tahun atau lebih, pecandu obat, peminum obat-obat atau tidak kawin.
7. Bayi yang lahir dengan kehamilan ganda atau ibu hamil lagi setelah 3 bulan melahirkan.
8. Bayi yang lahir dengan bedah kaisar atau adanya komplikasi kehamilan seperti hidramnion, abrupsio plasenta, plasenta previa, atau letak plasenta tidak normal.
9. Bayi yang mempunyai satu pembuluh darah arteri tali pusat atau setiap kecurigaan akan cacat bawaan.
10. Bayi yang dikenal menderita anemi atau inkompatibilitas darah
11. Bayi lahir dari ibu yang sangat menderita selama hamil seperti masalah emosi yang berat,hiperemesis, kecelakaan yang membahayakan, anastesi umum

2.2.1. Usaha Pencegahan Penyulit Pada Kehamilan dan Persalinan
Dari uraian di atas jelas terlihat bahwa usaha untuk pencegahan penyakit kehamilan dan persalinan tergantung pada berbagai faktor dan tidak semata-mata tergantung dari sudut medis atau kesehatan saja. Faktor sosial ekonomi diduga sangat berpengaruh. Karena pada umunya seseorang dengan keadaan sosial ekonomi rendah seperti diuraikan di atas, tidak akan terlepaa dari kemiskinan, kebodohan dan ketidaktahuan sehingga mempunyai kecenderungan untuk menikah pada usia muda dan tidak berpartisipasi dalam keluarga berencana.
Disamping itu keadaan sosial ekonomi yang rendah juga akan megakibatkan gizi ibu dan perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan yang jelek. Transportasi yang baik disertai dengan ketersediaannya pusat-pusat pelayanan yang bermutu akan dapat melayani ibu hamil untuk mendapatkan asuhan antenatal yang baik, cakupannya luas, dan jumlah pemeriksaan yang cukup.


Jadi secara garis besar dapat disimpulkan bahwa usaha yang dapat dilakukan untuk pencegahan penyulit pada kehamilan dan persalinan adalah :
1. Asuhan antenatal yang baik dan bermutu bagi setiap wanita hamil.
2. Peningkatan pelayanan, jaringan pelayanan dan sistem rujukan kesehatan.
3. Peningkatan pelayanan gawat darurat sampai ke lini terdepan.
4. Peningkatan status wanita baik dalam pendidikan, gizi, masalah kesehatan wanita dan reproduksi dan peningkatan status sosial ekonominya.
5. Menurunkan tingkat fertilitas yang tinggi melalui program keluarga berencana.

2.3. PROGRAM ASI
Alam telah menyediakan makanan paling lengkap dan berlimpah untuk melindungi pertumbuhan dan kesehatan bayi melalui ibu. ASI memenuhi seluruh kebutuhan biologis bayi, karena itulah sebaiknya anda mempertimbangkan untuk menyusui bayi anda.
Tak dapat diragukan lagi, menyusui adalah cara pemberian makan bayi yang paling baik. Menyusui adalah cara terbaik untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayi anda. ASI adalah makanan yang paling ideal untuk bayi. Semua unsur gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi normal ada didalamnya. Pada saat yang sama, tindakan menyusui membangun hubungan intim dan hangat antara ibu dan bayinya. Hal ini sangat penting bagi perkembangan psikologis yang sehat dari sang bayi.
Seorang ibu yang menyusui harus memiliki keyakinan terhadap diri dan bayinya serta menjadikan aktifitas menyusui sebagai pengalaman berharga bagi mereka berdua. Menyusui bayi berarti memberikan awal kehidupan yang baik kepada seorang anak.

2.3.1. Aspek Penting ASI
Keunggulan dan manfaat menyusui dapat dilihat dari beberapa aspek diantaranya adalah aspek imunologik, psikologik, kecerdasan, Neurologis, ekonomis dan penundaan kehamilan. Berikut ini penjabaran mengenai berbagai aspek tersebut. Pertama manfaat ASI dilihat dari aspek imunologik. Aspek imunologik memiliki lima hal penting. Pertama, ASI mengandung zat anti infeksi, bersih dan bebas kontaminasi. Kedua, Immunoglobulin A (Ig.A) dalam kolostrum atau ASI kadarnya cukup tinggi. Sekretori Ig.A tidak diserap tetapi dapat melumpuhkan bakteri patogen E. coli dan berbagai virus pada saluran pencernaan. Laktoferin yaitu sejenis protein yang merupakan komponen zat kekebalan yang mengikat zat besi di saluran pencernaan.
Ketiga, Lysosim, enzym yang melindungi bayi terhadap bakteri (E. coli dan salmonella) dan virus. Jumlah lysosim dalam ASI 300 kali lebih banyak daripada susu sapi. Keempat, sel darah putih pada ASI pada 2 minggu pertama lebih dari 4000 sel per mil. Terdiri dari 3 macam yaitu: Brochus-Asociated Lympocyte Tissue (BALT) antibodi pernafasan, Gut Asociated Lympocyte Tissue (GALT) antibodi saluran pernafasan, dan Mammary Asociated Lympocyte Tissue (MALT) antibodi jaringan payudara ibu. Kelima, faktor bifidus, sejenis karbohidrat yang mengandung nitrogen, menunjang pertumbuhan bakteri lactobacillus bifidus. Bakteri ini menjaga keasaman flora usus bayi dan berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang merugikan.
Manfaat ASI juga dapat dilihat dari aspek kecerdasan. Aspek kecerdasan ini memiliki dua poin penting. Pertama, Interaksi ibu, bayi dan kandungan nilai gizi ASI sangat dibutuhkan untuk perkembangan system syaraf otak yang dapat meningkatkan kecerdasan bayi. Kedua, penelitian menunjukkan bahwa IQ pada bayi yang diberi ASI memiliki IQ point 4.3 point lebih tinggi pada usia 18 bulan, 4-6 point lebih tinggi pada usia 3 tahun, dan 8.3 point lebih tinggi pada usia 8.5 tahun, dibandingkan dengan bayi yang tidak diberi ASI.
Selain itu dapat dilihat dari aspek Neurologis. Dengan menghisap payudara, koordinasi syaraf menelan, menghisap dan bernafas yang terjadi pada bayi yang baru lahir itu bisa lebih sempurna. Lalu bisa dilihat dari aspek ekonomis. Dengan menyusui secara eksklusif, ibu tidak perlu mengeluarkan biaya untuk makanan bayi sampai bayi berumur 4 bulan. Dengan demikian akan menghemat pengeluaran rumah tangga untuk membeli susu formula dan peralatannya.

Terakhir ada juga aspek penundaan kehamilan. Dengan menyusui secara eksklusif dapat menunda haid dan kehamilan, sehingga dapat digunakan sebagai alat kontrasepsi alamiah yang secara umum dikenal sebagai Metode Amenorea Laktasi atau yang disingkat MAL.
1.Aspek Gizi
Manfaat Kolostrum
1. Kolostrum mengandung zat kekebalan terutama IgA untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi terutama diare.
2. Jumlah kolostrum yang diproduksi bervariasi tergantung dari hisapan bayi pada hari-hari pertama kelahiran. Walaupun sedikit namun cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi. Oleh karena itu kolostrum harus diberikan pada bayi.
3. Kolostrum mengandung protein,vitamin A yang tinggi dan mengandung karbohidrat dan lemak rendah, sehingga sesuai dengan kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama kelahiran.
4. Membantu mengeluarkan mekonium yaitu kotoran bayi yang pertama berwarna hitam kehijauan.


Komposisi ASI
1. ASI mudah dicerna, karena selain mengandung zat gizi yang sesuai, juga mengandung enzim-enzim untuk mencernakan zat-zat gizi yang terdapat dalam ASI tersebut.
2. ASI mengandung zat-zat gizi berkualitas tinggi yang berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan bayi/anak.
3. Selain mengandung protein yang tinggi, ASI memiliki perbandingan antara Whei dan Casein yang sesuai untuk bayi. Rasio Whei dengan Casein merupakan salah satu keunggulan ASI dibandingkan dengan susu sapi. ASI mengandung whey lebih banyak yaitu 65:35. Komposisi ini menyebabkan protein ASI lebih mudah diserap. Sedangkan pada susu sapi mempunyai perbandingan Whey :Casein adalah 20 : 80, sehingga tidak mudah diserap.


Komposisi Taurin, DHA dan AA pada ASI
1. Taurin adalah sejenis asam amino kedua yang terbanyak dalam ASI yang berfungsi sebagai neuro-transmitter dan berperan penting untuk proses maturasi sel otak. Percobaan pada binatang menunjukkan bahwa defisiensi taurin akan berakibat terjadinya gangguan pada retina mata.
2. Decosahexanoic Acid (DHA) dan Arachidonic Acid (AA) adalah asam lemak tak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acids) yang diperlukan untuk pembentukan sel-sel otak yang optimal. Jumlah DHA dan AA dalam ASI sangat mencukupi untuk menjamin pertumbuhan dan kecerdasan anak. Disamping itu DHA dan AA dalam tubuh dapat dibentuk/disintesa dari substansi pembentuknya (precursor) yaitu masing-masing dari Omega 3 (asam linolenat) dan Omega 6 (asam linoleat).


2. Aspek Imunologik
1. ASI mengandung zat anti infeksi, bersih dan bebas kontaminasi.
2. Immunoglobulin A (Ig.A) dalam kolostrum atau ASI kadarnya cukup tinggi. Sekretori Ig.A tidak diserap tetapi dapat melumpuhkan bakteri patogen E. coli dan berbagai virus pada saluran pencernaan.
3. Laktoferin yaitu sejenis protein yang merupakan komponen zat kekebalan yang mengikat zat besi di saluran pencernaan.
4. Lysosim, enzym yang melindungi bayi terhadap bakteri (E. coli dan salmonella) dan virus. Jumlah lysosim dalam ASI 300 kali lebih banyak daripada susu sapi.
5. Sel darah putih pada ASI pada 2 minggu pertama lebih dari 4000 sel per mil. Terdiri dari 3 macam yaitu: Brochus-Asociated Lympocyte Tissue (BALT) antibodi pernafasan, Gut Asociated Lympocyte Tissue (GALT) antibodi saluran pernafasan, dan Mammary Asociated Lympocyte Tissue (MALT) antibodi jaringan payudara ibu.
6. Faktor bifidus, sejenis karbohidrat yang mengandung nitrogen, menunjang pertumbuhan bakteri lactobacillus bifidus. Bakteri ini menjaga keasaman flora usus bayi dan berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang merugikan.

3. Aspek Psikologik
1. Rasa percaya diri ibu untuk menyusui : bahwa ibu mampu menyusui dengan produksi ASI yang mencukupi untuk bayi. Menyusui dipengaruhi oleh emosi ibu dan kasih saying terhadap bayi akan meningkatkan produksi hormon terutama oksitosin yang pada akhirnya akan meningkatkan produksi ASI.
2. Interaksi Ibu dan Bayi: Pertumbuhan dan perkembangan psikologik bayi tergantung pada kesatuan ibu-bayi tersebut.
3. Pengaruh kontak langsung ibu-bayi : ikatan kasih sayang ibu-bayi terjadi karena berbagai rangsangan seperti sentuhan kulit (skin to skin contact). Bayi akan merasa aman dan puas karena bayi merasakan kehangatan tubuh ibu dan mendengar denyut jantung ibu yang sudah dikenal sejak bayi masih dalam rahim.
4. Aspek Kecerdasan
1. Interaksi ibu-bayi dan kandungan nilai gizi ASI sangat dibutuhkan untuk perkembangan system syaraf otak yang dapat meningkatkan kecerdasan bayi.
2. Penelitian menunjukkan bahwa IQ pada bayi yang diberi ASI memiliki IQ point 4.3 point lebih tinggi pada usia 18 bulan, 4-6 point lebih tinggi pada usia 3 tahun, dan 8.3 point lebih tinggi pada usia 8.5 tahun, dibandingkan dengan bayi yang tidak diberi ASI.
5. Aspek Neurologis
1. Dengan menghisap payudara, koordinasi syaraf menelan, menghisap dan bernafas yang terjadi pada bayi baru lahir dapat lebih sempurna.


6. Aspek Ekonomis
1. Dengan menyusui secara eksklusif, ibu tidak perlu mengeluarkan biaya untuk makanan bayi sampai bayi berumur 4 bulan. Dengan demikian akan menghemat pengeluaran rumah tangga untuk membeli susu formula dan peralatannya.
7. Aspek Penundaan Kehamilan
1. Dengan menyusui secara eksklusif dapat menunda haid dan kehamilan, sehingga dapat digunakan sebagai alat kontrasepsi alamiah yang secara umum dikenal sebagai Metode Amenorea Laktasi (MAL).


2.3.2. Memulai Menyusui
Sebelum Mulai Menyusui Pertamakali
Selama masa kehamilan, sebaiknya anda mendiskusikan keputusan untuk menyusui dengan dokter anda, yang berkewajiban untuk mendukung keputusan tersebut dengan membantu menciptakan kondisi yang kondusif untuk mulai menyusui. Pada saat melahirkan, dokter dan staf rumah sakit sebaiknya membantu anda dengan:
• Tidak menggunakan obat-obatan pada saat melahirkan, atau menggunakan obat-obatan hanya seminimal mungkin. Obat penghilang rasa sakit dapat mempengaruhi refleks hisap bayi.
• Memberi kesempatan anda untuk menyusui sesegera mungkin setelah melahirkan, kalau perlu pada saat anda masih di ranjang melahirkan apabila melahirkan secara normal. Kenapa? Sebab refleks hisapan bayi yang paling kuat terjadi hingga setengah jam setelah melahirkan.
• Menyusui sesering dan selama yang bayi inginkan (demand feeding). Berada sekamar dengan bayi di rumah sakit (rooming-in) akan membantu mempermudah hal ini. Dengan demand feeding, ASI akan keluar lebih cepat, dan kemungkinan untuk mengalami payudara bengkak.
• Memberi bayi HANYA ASI. Bayi anda tidak perlu air tambahan atau susu formula, selama anda mengikuti prinsip demand feeding, dan selama bayi anda dalam kondisi sehat. Pemberian minuman tambahan (formula, air glukosa, dsb) hanya akan mengurangi nafsu minum si bayi, sehingga payudara anda tidak cukup terangsang untuk mengeluarkan ASI, dan bisa berakibat berkurangnya suplai ASI. Kecuali ada justifikasi medis dari dokter untuk pemberian minuman tambahan (contoh: Bayi yang beratnya kurang biasanya kadar gula darahnya rendah sehingga perlu glukosa. Atau bayi yang sangat kuning jaundice cenderung terlalu mengantuk untuk menghisap payudara sehingga perlu suplai cairan tambahan).
• Selain mengurangi nafsu minum si bayi, botol juga mengakibatkan bingung puting. Kenapa? Sebab aliran cairan di puting botol jauh lebih deras dibandingkan dengan aliran cairan di payudara, sehingga proses menghisap botol menjadi jauh lebih mudah untuk bayi dibanding menghisap payudara. Bayi yang sudah kena botol di usia yang terlalu dini bisa-bisa menolak payudara. (Catatan: Dari buku What To Expect the First Year, idealnya botol diberikan pada usia 3-5 minggu, saat bayi sudah terbiasa dengan payudara). Selain itu, pemberian empeng terlalu dini juga bisa mempengaruhi kemampuan hisap bayi. Sebaiknya patuhi tangisan bayi sebagai indikator pemberian ASI, agar suplai ASI anda tetap bertahan dengan baik.



Step-By-Step Menyusui
Persiapan :
1. Cuci tangan anda untuk menghilangkan kuman. Jika mau anda juga boleh mencuci puting anda dengan air.
2. Carilah posisi yang enak untuk duduk atau berbaring. Jika posisi duduk anda enak, anda akan menjadi rileks dan “turunnya” ASI (letdown reflex) lebih mudah terjadi. Berikut adalah posisi yang barangkali anda bisa coba:
o Duduk dengan sandaran yang enak untuk punggung, misalnya dengan banyak bantal, agar tidak sakit punggung. Dengan posisi ini, sebaiknya kaki anda berada dalam posisi yang agak tinggi, misalnya dengan menaruh dingklik sebagai alas kaki di kursi. Dengan ini, paha anda bertindak sebagai penyangga bayi dalam posisi yang tepat sehingga bayi tidak perlu menarik-narik puting anda.
o Duduk dengan banyak bantal di tempat tidur.
o Duduk di kursi goyang.
o Berbaring di sisi badan anda di tempat tidur (bukan posisi rebah), dengan tangan menyangga kepala anda, sementara bayi dalam posisi tidur menghadap anda. Posisi ini nyaman untuk menyusui di malam hari, atau untuk ibu-ibu yang menjalani operasi sesar.
3. Rilekslah. Kalau perlu lakukan pernafasan relaksasi, mendengarkan musik, membaca, dsb. Apabila anda terlalu tegang, refleks turunnya susu bisa terhalangi.

Posisi Menyusui :
• Kepala bayi diletakkan pada lekukan dalam siku tangan. Kemudian, seluruh badan bayi menghadap dada, bukan hanya kepalanya saja. (Waktu pertamakali barangkali ibu akan perlu bantuan orang/suster untuk meletakkan bayi dalam posisi ini, tetapi lama kelamaan ibu bisa melakukannya sendiri. Prinsipnya, kepala bayi harus tersokong dengan baik).
• Ambil payudara dengan tangan yang bebas, jempol memegang bagian atas payudara, dan jari lainnya memegang bagian bawah.
• Saat didekankan ke puting, bayi biasanya akan refleks membuka mulut dan menyambut puting. Tetapi apabila tidak, colek coleklah bibir bayi dengan puting hingga ia membuka mulutnya.
Pastikan kalau bayi membuka mulutnya selebar mungkin, dan letakkan bagian tengah puting pada bukaan mulut tersebut.
• Atau, apabila sulit masuknya puting ke mulut bayi, lakukan trik “Sandwich”, yaitu menekan puting dengan jempol dan telunjuk sehingga segepeng mungkin, paralel dengan alur bibir bayi, dan masukkan kedalam bukaan mulut bayi (Trik dari Ibu Doris Fok, konsultan laktasi singapura)
• Perlekatan (latch-on) yang baik adalah apabila sebagian besar aerola berada di dalam mulut bayi, dagu menempel ke payudara anda, dan kepalanya agak ke belakang sehingga hidungnya tidak ketutupan payudara. Sebenarnya tidak perlu menekan payudara untuk membuka jalan udara ke hidung bayi, selama posisi menyusui benar.



Durasi Menyusui
Jika bayi nampak enggan menghisap, jangan khawatir, biarkan dia “main-main” dulu dengan mengendus dan menjilat putingnya. Dengan banyak latihan, bayi akan semakin mahir. Menyusui pertamakali mungkin hanya sebentar, mungkin hanya empat menit, tetapi bisa juga lama. Ada bayi yang sejak awal menyusuinya lama.
Ingatlah bahwa setiap bayi itu berbeda, dan pola menyusuinya juga mungkin berubah-ubah seiring dengan pertumbuhan mereka. Bayi yang menyusui selama 20 menit di minggu-minggu pertama mungkin hanya akan perlu lima menit di usia empat bulan. Pola menyusui di awal biasanya lebih pendek karena ASI memang belum keluar dan yang ada hanya kolostrum yang berjumlah kecil.
Ingatlah bahwa membiarkan bayi menyusui selama yang ia mau adalah satu cara untuk menjamin bahwa ia mendapatkan ASI yang diperlukan. Pada menit pertama menyusui yang keluar adalah ASI yang encer (susu depan / foremilk) yang bertugas untuk menghilangkan rasa haus bayi. Menit berikutnya, persisnya setelah refleks turunnya susu, ASI berubah menjadi lebih kental (susu belakang / hindmilk), yang mengandung lebih banyak lemak dan gizi, untuk mengenyangkan bayi. Saat bayi mendapatkan cukup susu, biasanya ia akan melepaskan payudara dengan sendirinya, atau jatuh tertidur. Tetapi jika ibu merasa perlu menghentikan bayi anda menyusui, pelan pelan tekan puting dengan jari kelingking untuk memotong hisapan bayi. Jangan menarik puting begitu saja saat bayi masih menghisap karena bisa mengakibatkan lecet.

2.4. KESEHATAN REPRODUKSI
Masa Remaja diwarnai oleh pertumbuhan, perubahan, munculnya berbagai kesempatan, dan seringkali menghadapi risiko-risiko kesehatan reproduksi. Kebutuhan akan peningkatan pelayanan kesehatan dan sosial terhadap remaja semakin menjadi perhatian di seluruh penjuru dunia. Dipacu rekomendasi dari hasil International Conference on Population and
Development (ICPD) tahun 1994 atau yang disebut dengan Konperensi Internasional mengenai Kependudukan dan Pembangunan, banyak organisasi di berbagai negara telah menciptakan berbagai program agar dapat lebih memenuhi kebutuhan para remaja di bidang kesehatan reproduksi. Meskipun untuk memenuhi kebutuhan global, program remaja yang ada masih sangat sedikit dan terbatas serta evaluasinya masih belum memadai, namun ternyata banyak pelajaran yang dapat dipetik dari proyek perintis/percontohan dan upaya inovatif yang telah dilakukan di berbagai wilayah mengenai jenis kegiatan remaja, baik yang dapat menghasilkan perubahan yang bermakna maupun yang tidak.
Banyak sekali remaja yang sudah aktif secara seksual (meski tidak selalu atas pilihan sendiri), dan di berbagai daerah atau wilayah, kira-kira separuh dari mereka sudah menikah.
Kegiatan seksual menempatkan remaja pada tantangan risiko terhadap berbagai masalah kesehatan reproduksi. Setiap tahun kira-kira 15 juta remaja berusia 15-19 tahun melahirkan, 4 juta melakukan aborsi, dan hampir 100 juta terinfeksi Penyakit Menular Seksual (PMS) yang dapat disembuhkan. Secara global, 40% dari semua kasus infeksi HIV terjadi pada kaum muda yang berusia 15-24 tahun. Perkiraan terakhir adalah, setiap hari ada 7.000 remaja terinfeksi HIV.

Risiko kesehatan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berhubungan, misalnya tuntutan untuk kawin muda dan hubungan seksual, akses terhadap pendidikan dan pekerjaan, ketidaksetaraan gender, kekerasan seksual dan pengaruh media massa maupun gaya hidup yang populer.
Remaja seringkali kekurangan informasi dasar mengenai kesehatan reproduksi, keterampilan menegosiasikan hubungan seksual, dan akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi yang terjangkau serta terjamin kerahasiaannya. Keprihatinan akan jaminan kerahasiaan (privacy) atau kemampuan membayar, dan kenyataan atau persepsi remaja terhadap sikap tidak senang yang ditunjukkan oleh pihak petugas kesehatan, semakin membatasi akses pelayanan lebih jauh, meski pelayanan itu ada.
2.4.1. Berbagai Risiko Kesehatan Reproduksi
Kesehatan reproduksi remaja dipengaruhi oleh kehamilan, aborsi, penyakit menular seksual (PMS), kekerasan seksual, dan oleh sistem yang membatasi akses terhadap informasi dan pelayanan klinis. Kesehatan reproduksi juga dipengaruhi oleh gizi, kesehatan psikologis, ekonomi dan ketidaksetaraan gender yang menyulitkan remaja putri menghindari hubungan seks yang dipaksakan atau seks komersial.
Kehamilan. Di berbagai belahan dunia, wanita menikah dan melahirkan di masa remaja mereka. Kehamilan dan persalinan membawa risiko morbiditas dan mortalitas yang lebih besar pada remaja dibandingkan pada wanita yang telah berusia 20 tahunan, terutama di wilayah di mana pelayanan medis sangat langka atau tidak tersedia (Outlook, Volume 16 Januari 1999 Edisi Khusus: Keselamatan lbu). Remaja putri yang berusia kurang dari 18 tahun mempunyai 2 sampai 5 kali risiko kematian (maternal mortality) dibandingkan dengan wanita yang telah berusia 18-25 tahun akibat persalinan lama dan persalinan macet, perdarahan maupun faktor lain. Kegawat daruratan yang berkaitan dengan kehamilan, misalnya tekanan darah tinggi (hipertensi) dan anemia
(kurang darah) juga lebih sering terjadi pada ibu-ibu berusia remaja, terutama pada daerah di mana kekurangan gizi merupakan endemis.
Aborsi yang tidak aman. Kehamilan yang tidak diinginkan pada remaja sering kali berakhir dengan aborsi. Banyak survei yang telah dilakukan di negara-negara berkembang menunjukkan bahwa hampir 60% kehamilan pada wanita di bawah usia 20 tahun adalah kehamilan yang tidak diinginkan atau salah waktu (mistimed).


2.4.2. Rekomendasi ICPD untuk Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja
International Conference on Population and Development (ICPD) atau yang disebut Konfrensi Internasional mengenai Kependudukan dan Pembangunan mendorong Pemerintah dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk mengembangkan program yang tanggap terhadap masalah seksual dan reproduksi remaja. Berbagai negara juga direkomendasikan agar berupaya menghilangkan hambatan hukum, hambatan peraturan dan hambatan sosial atas informasi dan pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja.
Pelayanan dan kegiatan penting yang digaris bawahi, termasuk:
• informasi dan konseling KB;
• pelayanan klinis bagi remaja yang aktif secara seksual
• pelayanan bagi remaja yang melahirkan dan remaja dengan anaknya;
• konseling yang berkaitan dengan hubungan antar jender, kekerasan, perilaku seksual yang bertanggung-jawab, dan penyakit menular seksual; dan
• pencegahan dan perawatan terhadap penganiayaan seksual (sexual abuse) dan hubungan seksual sedarah (incest).

Berbagai kemajuan telah dihasilkan semenjak ICPD tersebut. Sudah lebih banyak negara yang telah merumuskan kebijakan program yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi remaja.
Aborsi yang disengaja (induced abortion) seringkali berisiko lebih besar pada remaja putri dibandingkan pada wanita yang lebih tua. Remaja cenderung menunggu lebih lama sebelum mencari bantuan karena tidak dapat mengakses pelayanan kesehatan, atau bahkan mungkin mereka tidak sadar atau tahu bahwa mereka hamil.
Penyakit Menular Seksual (PMS),termasuk HIV. Infeksi PMS dapat menyebabkan masalah kesehatan seumur hidup, termasuk kemandulan dan rasa sakit kronis, serta meningkatkan risiko penularan HIV. Sekitar 333 juta kasus PMS yang dapat disembuhkan terjadi setiap tahunnya; dan data yang ada menunjukkan bahwa sepertiga dari infeksi PMS di negara-negara berkembang terjadi pada mereka yang berusia 13-20 tahun. Walaupun hubungan seks dilakukan atas keinginan bersama (“mau sama mau“). Seringkali remaja tidak merencanakan lebih dahulu sehingga tidak siap dengan kondom maupun kontrasepsi lain, dan mereka yang belum berpengalaman berKB cenderung menggunakan alat kontrasepsi tersebut secara tidak benar.

Lebih lanjut, remaja putri mempunyai risiko lebih tinggi terhadap infeksi dibandingkan wanita lebih tua karena belum matangnya sistem reproduksi mereka.
Female Genital Mutilation (FGM) atau Pemotongan Kelamin Wanita. Yang dimaksud dengan .GM atau pemotongan alat kelamin wanita adalah pemotongan sebagian atau seluruh alat kelamin luar wanita maupun tindak perlukaan lainnya terhadap alat kelamin wanita. GM merupakan praktek tradisional yang sudah berurat-berakar yang berdampak sangat parah dan berat terhadap kesehatan reproduksi remaja putri atau wanita. Kebanyakan perempuan yang telah menjalankan .

Selain trauma psikologis yang dialami saat pemotongan, GM dapat mengakibatkan infeksi, perdarahan hebat dan shock. Perdarahan yang tidak terkontrol ataupun infeksi, dapat mengakibatkan kematian dalam waktu beberapa jam atau beberapa hari. Beberapa bentuk GM dapat menyebabkan rasa sakit kronis setiap kali melakukan hubungan seks, infeksi radang panggul yang berulang-ulang dan persalinan lama maupun macet. ICPD menyatakan bahwa GM merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan mendesak penghapusan kebiasaan tersebut.
Faktor sosial budaya. Penganiayaan seksual dan pemaksaan seks meningkatkan risiko kesehatan pada remaja, demikian pula norma kultural yang berkaitan dengan jender dan hubungan seksual.

Sebagai contoh :
• Di berbagi negara, seperti India, praktek perkawinan yang “diatur” orangtua pada gadis di bawah usia 14 tahun masih sangat umum.
• Hubungan seksual terjadi pada gadis usia 9-12 tahun karena banyak pria dewasa mencari gadis muda sebagai pasangan seksual untuk melindungi diri mereka sendiri terhadap penularan PMS/HIV.
• Di beberapa budaya, pria muda diharapkan untuk memperoleh pengalaman hubungan seks pertama kalinya dengan seorang pekerja seks komersial (PSK).
• Remaja, terutama remaja putri seringkali dipaksa berhubungan seks. Di Uganda misalnya, 40% dari siswi sekolah dasar yang dipilih secara acak melaporkan telah dipaksa untuk berhubungan seks.

2.4.3. Tantangan Mengembangkan Program yang Efektif
Program untuk meningkatkan Kesehatan reproduksi remaja menghadapi beberapa tantangan. Program harus dapat memberikan informasi dan pelayanan klinis yang tepat, sekaligus membantu remaja mengembangkan kemampuan membuat keputusan maupun memperoleh keterampilan utama yang lain. Program juga harus memperhitungkan berbagai faktor yang mempengaruhi “pilihan” remaja (misalnya norma budaya, pengaruh teman sebaya dan media massa, serta kesulitan ekonomi) dan mengembangkan strategi program yang mampu menjawab kebutuhan remaja. Selain itu program juga harus mampu membangun masyarakat dan menggalang dukungan politis bagi kegiatan-kegiatan yang berpusat pada remaja.
Penyediaan pelayanan klinis. Pelayanan klinis kesehatan reproduksi remaja paling baik dilakukan oleh petugas yang telah terlatih menghadapi masalah khas remaja dan mampu memberikan konseling untuk remaja yang berkaitan dengan masalah reproduksi dan kontrasepsi yang dinilai sangat peka. Dalam semua kegiatan intervensi, petugas harus mempertimbangkan status perkawinan si remaja, keadaan kesehatannya secara keseluruhan, serta seberapa besar kuasa yang mereka miliki dalam hubungan seks.
Pemberian Informasi. Memberikan informasi yang tepat dan relevan tentang kesehatan reproduksi, merupakan hal yang sangat penting bagi program jenis apapun. Pendidikan dan konseling yang berbasis di klinik merupakan hal yang terpenting dalam upaya ini, demikian pula program yang berbasis di sekolah.
Jelas sekali bahwa orangtua adalah sumber utama informasi, walau seringkali para orangtua merasa kurang punya informasi, malu membahas topik ini dengan anak mereka, atau bahkan tidak setuju bila remaja mengutarakan minatnya untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan seksualitas. Pendekatan gaya remaja seperti program radio “on-air” di mana remaja dapat menelpon, sanggar remaja (drop-in centers), majalah, “telepon hotline” juga merupakan strategi efektif untuk menjangkau remaja.

2.4.4. Kontrasepsi Bagi Remaja yang Aktif Secara Seksual
Remaja yang meminta konseling kontrasepsi, menginginkan konseling yang memberikan jaminan kerahasiaan, bersifat akurat, tidak menghakimi serta dalam suasana lingkungan yang nyaman dan menyenangkan. Setiap klien yang meminta konseling kontrasepsi mempunyai hak untuk memperoleh informasi yang jelas dan akurat mengenai metode kontrasepsi, termasuk penggunaan yang benar, efek sampingnya dan bagaimana menghubungi petugas kesehatan yang punya kepedulian.
Kondom jelas merupakan pilihan pertama bagi mereka yang telah aktif secara seksual, terutama yang belum menikah dan/atau mempunyai pasangan tetap (monogamis). Kondom mencegah penularan PMS dan HIV bila digunakan secara benar dan konsisten serta efek sampingnya sangat kecil. Pantang berhubungan seks (abstinence) perlu dibahas sebagai salah satu pilihan bagi mereka yang belum aktif secara seksual maupun yang sudah. Mereka yang memilih kontrasepsi hormonal atau metode kontrasepsi lainnya disarankan untuk juga menggunakan kondom apabila mereka berhubungan seks dengan seseorang yang tidak diyakini bebas dari PMS. Pilihan kontrasepsi lain mencakup berikut ini:
• Female Barrier Methods termasuk kondom wanita, diafragma, dan spermisida dapat juga menjadi pilihan serta dapat memberikan pelindungan tertentu terhadap PMS. Namun penerimaan metode kontrasepsi tersebut dan cara penggunaannya dapat menjadi masalah.
• Pil kontrasepsi darurat (emergency contraception pills) tidak melindungi terhadap PMS, namun merupakan metode penting. Penggunaannya 72 jam sesudah berhubungan seksual tanpa pelindung (unprotected intercourse).
• Pil KB tidak dapat mencegah PMS, tetapi merupakan kontrasepsi populer di kalangan remaja putri di berbagai wilayah di dunia. Cara penggunaan yang benar serta konsisten dapat menjadi masalah bagi beberapa remaja putri, terutama bila mereka mengalami efek samping hormonal seperti payudara nyeri dan naiknya berat badan. Dengan demikian, konseling menjadi penting sebelum menggunakan pil KB.
• Cara KB tradisional seperti sanggama terputus dan KB alamiah tidak dapat mencegah PMS, namun tetap merupakan pilihan. Bahkan mungkin, sanggama terputus merupakan satu-satunya metode dalam situasi tertentu.

Umumnya, remaja tidak merencanakan hubungan seks terlebih dahulu serta juga tidak mengantisipasi akan adanya kesulitan dalam penggunaan kondom atau metode kontrasepsi lainnya. Namun demikian, selayaknya mereka memahami atau mengetahui adanya berbagai pilihan metode di atas.
Mempertimbangkan sisi kehidupan remaja. Pandangan remaja atau kaum muda di seluruh dunia sebenarnya dibentuk oleh situasi dimana mereka hidup, Remaja putri dengan pendidikan minim, atau mereka yang tidak terdidik, mungkin akan melihat kawin muda dan melahirkan sebagai satu-satunya jalan hidup mereka. Anak-anak yang hidup dalam kemiskinan mungkin merasa tidak ada gunanya merencanakan hari depan dan/atau melindungi kesehatan mereka. Berbagai faktor lain yangmempengaruhi kesehatan dan perilaku remaja mencakup:
• Kemiskinan, termasuk kekurangan gizi;
• Kekacauan politik, termasuk penduduk yang tersingkir atau terisolasi;
• Tekanan kelompok sebaya dan pengaruh media;
• Ketidaksetaraan jender dan eksploitasi seksual;
• Tuntutan masyarakat mengenai kehamilan dan melahirkan (childbearing).
Baru-baru ini, sebuah artikel menelaah bagaimana merumuskan strategi perencanaan program yang didasarkan pada perbedaan tingkat pengalaman seksual remaja.
Menjamin program yang cocok atau relevan untuk remaja. Perencana program pertama-tama harus mengidentifikasi secara jelas kelompok remaja yang bagaimana yang akan dilayani oleh programnya dan kemudian melibatkan kelompok remaja tersebut dengan cara yang bermakna guna mengembangkan program tersebut. Beberapa organisasi misalnya International Planned Parenthood .ederation (IPP.) telah melakukan hal ini dengan membentuk Panel Penasehat Remaja untuk membantu membentuk ide-ide program. Proyek Anak Jalanan yang diprakarsai oleh Badan Kesehatan Dunia bidang Program untuk “Menerima kenyataan bahwa remaja juga adalah individu seksual tampak-nya merupakan salah satu hal yang paling berat untuk diterima oleh kebanyakan lapisan masyarakat”. Dr. Pramilla Senanayake,IPPF. Penyalahgunaan Zat Adiktif, merekomendasikan agar organisasi atau kelompok yang bekerja dengan anak jalanan untuk terus memantau perubahan kebutuhan kelompok sasarannya dengan melakukan tiga atau empat seri diskusi kelompok terarah (focus group discussion) setiap tahunnya.

2.4.5. Strategi Program

Pengalaman menunjukkan bahwa kombinasi dari berbagai pendekatan seringkali paling efektif dalam menjangkau kelompok remaja. Namun hanya sedikit program yang dievaluasi secara seksama berkaitan dengan dampak atau hasil akhirnya.

Pentingnya Pendidikan — Termasuk Pendidikan Seksualitas Membantu remaja agar tetap bersekolah - dengan fokus utama pada remaja putri - merupakan hal yang sangat penting bagi setiap upaya untuk meningkatkan kesehatan reproduksi remaja. Pendidikan sekolah membantu kaum muda mengembangkan keterampilan dan memperoleh informasi yang dapat membantu mereka bertahan dalam pasar kerja, dan memberikan mereka keterampilan yang lebih baik untuk merawat kesehatan mereka sendiri dan kesehatan keluarga mereka. Bersekolah juga membantu remaja putri untuk menunda perkawinan dan kelahiran anak pertama.

Di berbagai negara, pendidikan seksualitas menjadi bagian dari kurikulum sekolah untuk siswa-siswi yang lebih tua. Penelitian mengenai dampak program pendidikan seksualitas pada remaja di negara-negara maju menemukan bahwa program yang efektif:

• Memfokuskan pada pengurangan perilaku yang berakibat pada penularan PMS/HIV serta kehamilan yang tidak diinginkan.

• Memberikan informasi dasar yang tepat dan akurat mengenai berbagai risiko berhubungan seks yang tidak terlindung/tidak aman.

• Mengajarkan remaja atau kaum muda cara menunda hubungan seksual dan cara menggunakan kontrasepsi.

• Mendiskusikan pengaruh sosial dan media terhadap perilaku seksual.

• Mengembangkan keterampilan berkomunikasi.

• Mengembangkan model tentang cara menolak hubungan seksual yang tidak diinginkan dan mendukung perilaku seksual yang bertanggungjawab,

• Membantu remaja memahami masyarakat dan pengaruh-pengaruh lainnya.

Pelayanan klinik berorientasi remaja (Youth-oriented clinic services) adalah pelayanan yang cukup umum di Amerika, Eropa Barat dan Amerika Latin. Klinik-klinik ini memberikan berbagai pelayanan sosial dan klinis seperti kehamilan, konseling pencegahan PMS dan pengetesan atau pemeriksaannya. Sebagai contoh, pada tahun 1990, rumah sakit Maria Auxiliadora mulai memberikan pelayanan bagi satu juta remaja di daerah sekitar kota Lima, Peru. Rumah Sakit tersebut membentuk 10 klinik remaja untuk memberikan pelayanan dan konseling pencegahan di luar rumah sakit. Keterkaitan antara PMS dan pelayanan kesehatan reproduksi lainnya tampaknya membuat klinik-klinik ini lebih bermanfaat bagi remaja.

Klinik berbasis sekolah (School-based clinics) tersedia di beberapa negara maju dan negara berkembang. Pelayanan yang diberikan bervariasi, tetapi minimum mencakup pemantauan kesehatan dasar dan pelayanan rujukan. Di negara maju, klinik berbasis sekolah menyediakan kondom dan konseling yang berkaitan dengan kehamilan dan pencegahan PMS, serta rujukan untuk berbagai pelayanan lainnya sehubungan dengan kontrasepsi dan kesehatan reproduksi. Pelayanan klinik seperti ini seringkali mengundang kontroversi. Di negara berkembang, klinik berbasis sekolah seringkali dibatasi oleh adanya pembatasan kebijakan, kekurangan tenaga, kurangnya jaminan kerahasiaan untuk konseling, serta kurangnya jaringan kerja dengan sumber daya yang ada di luar sekolah.

Program penjangkauan berbasis masyarakat (Community-based outreach programs) adalah program penting, terutama bagi kelompok seperti remaja putus sekolah, remaja jalanan, dan remaja putri yang memiliki kesempatan terbatas untuk keluar dari lingkungannya. Proyek berbasis masyarakat seperti ini menggunakan berbagai cara untuk menjangkau remaja dimana mereka berkumpul untuk bekerja atau bermain. Sesudah mengikuti sesi pendidikan, para anggota gang yang tertarik diundang untuk bergabung dalam kelompok teater untuk mementaskan pertunjukan di tempat umum maupun di sekolah, agar dapat memberikan informasi kepada kelompok sebaya mereka.

Kelompok remaja seperti Pramuka dan perkumpulan olah raga juga terbukti bermanfaat dalam memberikan informasi kesehatan reproduksi sebagai bagian dari program yang berfokus pada kesehatan dan kesejahteraan umum para anggotanya. Sebagai contoh, di Kenya, Persatuan Olahraga Remaja Mathare (MYSA) sejak tahun 1987 memulai proyek bantu-diri yang melibatkan remaja putra dan putri dalam kegiatan pengembangan masyarakat dan pada waktu yang bersamaan juga menyediakan kesempatan berolahraga.

Saat ini hampir 3.000 remaja putri berusia 10-18 tahun terlibat dalam program sepakbola masyarakat. MYSA kemudian mengembangkan program tersebut dengan mencakup pelatihan kesadaran akan HlV dan bahkan telah memulai proyek kesetaraan gender.




BAB III.

KESIMPULAN DAN SARAN



Kesehatan ibu dan anak adalah pelayanan kesehatan ibu dan anak yang meliputi pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, keluarga berencana, kesehatan reproduksi, pemeriksaan bayi, anak balita dan anak prasekolah sehat.

Angka Kematian Ibu (AKI) menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 1994 masih cukup tinggi, yaitu 390 per 100.000 kelahiran. Penyebab kematian ibu terbesar (58,1%) adalah perdarahan dan eklampsia. Kedua sebab itu sebenarnya dapat dicegah dengan pemeriksaan kehamilan (antenatal care/ANC) yang memadai.

Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor yang amat perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan kematian ketika persalinan, disamping itu juga untuk menjaga pertumbuhan dan kesehatan janin. Memahami perilaku perawatan kehamilan (ante natal care) adalah penting untuk mengetahui dampak kesehatan bayi dan si ibu sendiri.


DAFTAR PUSTAKA



1. Central Bureau of Statistics et al 1995 Indonesia Demographic and health Survey Departemen Kesehatan R.I 1994 Profil Kesehatan Indonesia 1994, Pusat Data Kesehatan, Jakarta

2. Foster, George M dan Barbara G. Anderson 1986 Antropologi Kesehatan, diterjemahkan oleh Meutia F. Swasono dan Prijanti Pakan. Jakarta: UI Press

3. Iskandar, Meiwita B., et al 1996 Mengungkap Misteri Kematian Ibu di Jawa Barat, Depok, Pusat Penelitian Kesehatan Lembaga Penelitian, Universitas Indonesia.

4. Kalangi, Nico S 1994 Kebudayaan dan Kesehatan, Jakarta: Megapoin.

5. Koentjaraningrat dan A.A Loedin 1985 llmu-ilmu sosial dalam Pembangunan Kesehatan, Jakarta: PT Gramedia.

6. Raharjo, Yulfita dan Lorraine Comer 1990 'Cultur Attitudes to health and sickness in public Health programs: a demand-creation approach using data from West Aceh, Indonesia',Health Transition: The Cultural. Social and Behavioral determinants of Health, volume 11. Disunting oleh John C. Caldwell, et al., Canberra: Health Transition Centre.

7. Wibowo, Adik 1993 Kesehatan Ibu di Indonesia: Status 'Praesens' dan Masalah yang dihadapi di lapangan. Makalah yang dibawakan pada Seminar ' Wanita dan Kesehatan', Pusat Kaajian Wanita FISIP UI, di Jakarta

8. Menurunkan Angka Kematian Anak. Dalam: http://undp.or.id/pubs/imdg2005/BI/TUJUAN%204.pdf

9. Meningkatkan Kesehatan Ibu. Dalam: http://www.bappenas.go.id/index.php?module=Filemanager&func=download&pathext=ContentExpress/&view=8/IndonesiaMDG_BI_Goal5.pdf

10. Situasi Upaya Kesehatan. Dalam: http://www.jombang.go.id/e-gov/SatKerDa/page/1.2.4.4/Profil%20Kesehatan05-Bab%20IV.pdf

11. Kesehatan Reproduksi Remaja : Membangun Perubahan Bermakna. Dalam : http://www.path.org/files/Indonesian_16-3.pdf.

12. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 1995. Survei Kesehatan Rumah Tangga 1995. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

13. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2001. Survei Kesehatan Rumah Tangga 2001. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

14. Departemen Kesehatan, 2001. Strategy Nasional Making Pregnancy Safer di Indonesia 2001–2010. Jakarta.

15. Bappenas dan LD-UI, 2003. Kajian Awal Perencanaan Jangka Panjang bidang Sumber Daya Manusia: Draft Awal, Jakarta.

16. Komite Penanggulangan Kemiskinan, 2003. Interim Document on Strategy for Poverty Eradication, Jakarta.

17. Barbara Abrams : Maternal Nutrition. Dalam : Maternal-Fetal Medicine. Robert K Creasy, Robert Risink ( Ed. ) WB Saunders Company 3th Edition, 1994.

18. Erdjan Albar, Rustam Mochtar : Konsep Usaha Penyelamatan Ibu. Pentaloka Peran Masyarakat Dalam Upaya Penyelamatan Ibu Tingkat Propinsi Sumatera Utara, 1988.

19. Haryono Roeshadi : Pemeliharaan Kesehatan Ibu Dan Anak Menuju Keluarga Yang Bahagia Dan Sejahtera. Panel Diskusi PHBI Fakultas Kedokteran USU, 1986.

20. Julie A. Lemieux : Prenatal Care. Dalam : Manual of Obstetrics Diagnosis and Therapy. Kenneth R Niswandu ( Ed. ) Little Brown and Company 4th edition, 1991.

21. Saifuddin AB : Kematian Maternal. Dalam : Miknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T ( Ed. ). Ilmu Kebidanan Edisi 3, Jakarta : YBP-JP, 1991.

22. Saifuddin AB : Penanganan Kehamilan Risiko Tinggi Dalam Upaya Menurunkan Angka Kematian Ibu dan Bayi. Dalam : Perinatologi tahun 2000, Forum Ilmiah Perinatologi FK-UI dan RS Harapan Kita. Titut S. Pusponegoro, Abdul Latif dan HE Monintja ( Ed. ), 1993.





"

Blog Archive